Anda di halaman 1dari 23

TIDUR DAN RITME BIOLOGIS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Faal

Dosen pembimbing Ainindita Aghniacakti, M.Psi

Oleh:

Kelompok 10 Psikologi C

Dzilly Fazza (16410134)

Rahmantyo Bahtiar S (16410171)

Lina Amalia (19410081)

Qenna Hafidha Dianty (19410096)

Faradila Rachmadia (19410115)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Tahun 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam
kebutuhan fisiologis. Tidur memiliki keterkaitan dengan fisik, psikologis, sosial dan
lingkungan. Masalah kesehatan dan kualitas tidur saling mempengaruhi sehingga akan
timbul penurunan kualitas kesehatan seiring penurunan kualitas tidur.

Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih
dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya
(Guyton & Hall, 2009). Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi
berulang-ulang selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005). Menurut Chopra (2003),
tidur merupakan dua keadaan yang bertolak belakang dimana tubuh beristirahat secara
tenang dan aktivitas metabolisme juga menurun namun pada saat itu juga otak sedang
bekerja lebih keras selama periode bermimpi dibandingkan dengan ketika beraktivitas di
siang hari (Harson, 2007).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana deskripsi tidur dari segi fisiologi dan perilaku?
2. Bagaimana gangguan tidur?
3. Bagaimana manusia tidur?
4. Bagaimana mekanisme fisiologis tidur dan terjaga?
5. Bagaimana penjelasan tentang jam biologis?

C. Tujuan
1. Mengetahui deskripsi tentang tidur dari segi fisiologi dan perilaku.
2. Menjelaskan tentang gangguan tidur.
3. Menjelaskan mengapa manusia tidur.
4. Menjelaskan mekanisme fisiologis tidur dan terjaga.
5. Mengetahui tentang jam biologis.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Deskripsi Tidur dari Segi Fisiologi dan Perilaku

Tidur adalah sebuah mekanisme fisiologi tubuh yang diatur oleh dua hal, yaitu sleep
homeostasis dan irama sirkardian. Sleep homeostasis adalah kondisi di mana tubuh
mempertahankan keseimbangannya seperti tekanan darah, suhu tubuh, dan keseimbangan
asam-basa. Jumlah tidur dalam semalam diatur oleh sistem ini. Saat kita bangun,
pengaturan keseimbangan tidur mulai terakumulasi sampai sore hari. Menurut penelitian,
salah satu yang mempengruhi sistem ini adalah adenosin. Ketika terjaga, kadar adenosin
dalam darah terus meningkat sehingga mengakibatkan rasa ingin tidur juga bertambah.
Sebaliknya, saat tertidur kadar adenosin menurun (National Sleep Foundation, 2006).

Irama sirkadian adalah siklus perubahan secara biologi yang diatur oleh otak selama
24 jam. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus
di suprachiasmatic nucleus (SCN) (National Sleep Foundation, 2006). Bagian susunan
saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo
retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat
yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo
oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state (Japardi, 2002).

Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan
bagian atas pons. Reticular Activating System (RAS) berlokasi pada batang otak teratas.
RAS dipercayai terdiri dari sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan tidur.
Selain itu, RAS dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan
juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses
pikir. Neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin dalam
keadan sadar. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan adanya pelepasan
serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar
Synchronizing Regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari keseimbangan impuls
yang diterima di pusat otak dan sistem limbik. Sistem pada batang otak yang mengatur
siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008).
1. Tahap-tahap tidur

Tahapan tidur diteliti menggunakan elektrofisiologis; EEG (elektroensefalogram)


menunjukkan gelombang otak. EOG (elektro-oculogram) menunjukkan gerakan bola
mata. EMG (elektromiogram) yang mengukur aktivitas otot. Saat kondisi terjaga pada
orang normal, EEG menunjukkan dua pola dasar aktivitas. Pertama aktivitas alfa,
terdiri atas gelombang teratur berfrekuensi sedang 8 – 12 Hz yang mana terjadi saat
orang beristirahat dengan tenang, tidak terangsang atau bergairah dan tidak terlibat
dalam aktivitas mental yang berat contohnya memecahkan suatu masalah. Kedua
aktivitas beta, terdiri dari gelombang tidak teratur, sebagian besar memiliki amplitudo
rendah dengan frekuensi 13 – 30 Hz. Aktivitas beta menunjukkan desinkroni yang
mencerminkan banyak sirkuit neuron berbeda di otak sedang aktif mengolah informasi
atau sedang aktif berfikir.

Tidur memiliki dua periode yaitu NREM (non rapid eye movement) dan REM
(rapid eye movement). Tidur NREM memiliki tahap satu sampai empat. Tahap satu
merupakan transisi tidur dan terjaga yang ditandai beberapa aktivitas teta (3,5 – 7,5
Hz), menunjukkan terjadi penembakkan neuron di neurokorteks menjadi tersinkronasi.
Gerakan kelopak mata dari waktu ke waktu seperti membuka dan menutup secara
perlahan, matanya naik dan turun.

Tidur tahap dua umumnya mempunyai gelombang EEG tidak teratur. Tahap ini
mempunyai gelombang teta, gelendang tidur dan kompleks K. Gelendong tidur
berperan dalam konsolidasi ingatan. Gelendong tidur merupakan semburan singkat
gelombang 12-14 Hz yang terjadi dua dan lima kali per menit selama tidur tahap 1-4.
Kompleks K merupakan bentuk gelombang tajam yang mendadak, tejadi spontan,
lamanya kira-kira satu kali permenit, kerap dipicu oleh bunyi berisik yang tak terduga.

Tidur tahap tiga dan empat menunjukkan terjadinya aktivitas delta yaitu
gelombang yang memiliki amplitudo tinggi kurang dari 3,5 Hz. Pada tidur tahap tiga
mengandung 20 sampai 50 persen aktivitas delta sedangkan tahap empat mengandung
lebih dari 50 persen. Tidur tahap tiga dan empat didominasi dengan EEG gelombang
lambat sehingga disebut sebagai tidur gelombang lambat. Tahap 4 adalah tahap tidur
terdalam; hanya bunyi berisik yang nyaring yang dapat membangunkan orang, dan
ketika terbangun terlihat kikuk dan linglung.
Setelah itu terjadi REM (rapid eye movement) atau gerak mata cepat. Terjadi
penurunan kekencangan otot menjadi lumpuh (paralisis), terjadi kedutan sekali-sekali,
mata yang tertutup terlihat bergerak-gerak. Selama tidur REM, seseorang tidak bereaksi
terhadap bunyi berisik, tetapi mudah dibangunkan oleh stimulus bermakna, seperti
suara yang memanggil namanya. Juga, ketika terbangun tampak waspada dan penuh
perhatian.

B. Gangguan Tidur

Gangguan tidur adalah berbagai penyakit yang mengganggu pola tidur seseorang,
juga dikenal sebagai somnipathy. Gangguan tidur memiliki berbagai jenis, mulai dari
ringan sampai parah. Gangguan tidur yang lebih parah dapat menganggu aspek jiwa, fisik,
emosional, dan sosial dari kehidupan seseorang.

1. Insomnia

Insomnia adalah gangguan kesehatan dimana penderitanya kesulitan untuk tidur,


ini berarti sang penderita memiliki kesulitan untuk memulai atau tetap tidur. Insomnia
juga didefinisikan sebagai kondisi yang menghasilkan kualitas tidur buruk dengan
gangguan fungsional pada siang hari. Diagnosa klinis insomnia biasanya diberikan jika
kondisi kesehatan ini terjadi minimal tiga kali dalam seminggu. Menurut National
Institute of Health, sekitar 30% dari total populasi memiliki gejala dari gangguan tidur
ini, dengan wanita yang lebih banyak dibandingkan pria, biasanya karena perubahan
hormon. Kondisi ini juga lebih umum terjadi pada mereka yang berusia lanjut, di atas
60 tahun, karena munculnya perubahan siklus tidur dan perkembangan penyakit lainnya
yang timbul seiring bertambahnya usia

Penyebab Insomnia dapat menjadi primer atau sekunder. Insomnia primer terjadi
saat tidak terdapat faktor lain yang menjadi penyebab kondisi tersebut. Sementara
insomnia sekunder terjadi disebabkan oleh atau bersamaan dengan penyakit lainnya.
Insomnia dapat bersifat sementara, berlangsung selama kurang dari satu minggu. Akut,
berlangsung selama kurang dari satu bulan dan biasanya disebabkan oleh stres. Dan
kronis, berlangsung selama lebih dari satu bulan.

Beberapa faktor psikologis dan lingkungan turut berperan dalam timbulnya gejala
insomnia. Berada di bawah tekanan yang sangat besar, seperti kematian salah seorang
anggota keluarga atau menjadi pengangguran, dapat berujung pada kondisi ini. Kondisi
lainnya, seperti asma bronkial, penyakit asam lambung, dan sindrom rasa sakit kronis
menghasilkan rasa ketidaknyamanan fisik yang bertahan, juga dapat menjadi penyebab
utama insomnia. Gaya hidup juga dapat menjadi salah satu penyebab, seperti seorang
pekerja malam dan orang yang sering bepergian dan mengalami jet lag. Gangguan
sekitar, seperti suara yang berlebihan atau suhu yang berubah - ubah, atau metode
pengobatan tertentu, seperti steroid, juga dapat berujung pada gangguan tidur. Insomnia
kronis juga dapat terjadi karena sebab - sebab psikologis, seperti stres kronis,
kecemasan, depresi, atau gangguan bipolar.

2. Narkolepsi

Narkolepsi adalah gangguan tidur kronis yang ditandai dengan rasa kantuk di
siang hari dan serangan tidur yang tiba - tiba. Orang-orang dengan narkolepsi
mengalami kesulitan untuk tetap terjaga untuk waktu yang lama terlepas dari keadaan.
Narkolepsi dapat menyebabkan masalah serius dalam kehidupan sehari - hari Anda.

Narkolepsi adalah gangguan sistem saraf di mana pasien dapat tertidur kapan saja
dan di mana saja. Keinginan untuk tidur ini juga dapat terjadi meskipun penderita telah
tidur dengan cukup. Orang yang terkena narkolepsi menjadi sangat mengantuk di siang
hari. Pasien akan merasa nyaman setelah 10 - 15 menit tidur, tetapi situasinya akan
dengan cepat menghilang dan mereka akan tertidur kembali. Dalam kondisi normal,
orang akan tidur dalam fase gerakan mata cepat setelah sekitar 90 menit tidur. Pada
orang dengan penyakit ini, hanya dibutuhkan sekitar 15 menit untuk memasuki fase
tidur.

Serangan tidur mendadak ini dapat terjadi saat mengemudi, bekerja, atau
berbicara. Sayangnya, penyakit ini kronis atau berkepanjangan sehingga tidak dapat
diobati sepenuhnya. Penyebab pasti narkolepsi tidak diketahui. Namun dipercaya
bahwa genetika kemungkinan mempengaruhi terjadinya gangguan ini. Tetapi pengaruh
yang lebih besar kemungkinan karena infeksi yang mengakibatkan kerusakan sel - sel
otak tertentu yang mengatur bagian tidur.

Gangguan tidur dengan cataplexy (tipe 1) sering dikaitkan dengan tingkat rendah
zat kimia otak yang disebut hypocretin (orexin). Hipokretin diproduksi oleh neuron di
hipotalamus, bagian otak yang mengatur program tidur, nafsu makan dan suhu tubuh.

Hipokretin memainkan peran penting dalam mengatur waktu tidur manusia.


Hipokretin juga bertindak sebagai neurotransmitter, senyawa yang mentransmisikan
sinyal dari satu sel saraf ke yang lain. Para ahli percaya bahwa pengurangan iproketine
dapat mempengaruhi terjadinya gangguan ini. Beberapa pasien narkolepsi mengalami
penurunan kadar hypocretin 80 - 90 persen.

Beberapa pasien dengan penyakit ini mengalami perubahan pada gen reseptor sel
T. Sel T berperan dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Ini berarti bahwa penurunan
produksi hypocretin dapat menjadi hasil dari reaksi autoimun.

3. Gangguan Perilaku Tidur REM

Perilaku tidur seseorang yang terkesan tidak tenang, bergerak refleks memukul
bahkan menendang bisa jadi petunjuk adanya gangguan mental yang berhubungan
dengan stres. Kondisi yang demikian terbilang langka terjadi dan disebut gangguan
perilaku tidur REM (rapid eye movement). Menggambarkan seseorang yang
mengalami perilaku kasar atau agresif selama tidur, seperti menendang, memukul,
berteriak, atau mendorong. Diperkirakan antara 1,7 % hingga 2 % dari jumlah populasi
di dunia menderita kondisi ini.

Hal tersebut diungkap para peneliti di McGill University yang mempelajari data
dari lebih 30 ribu orang dan menemukan bahwa mereka yang memiliki kelainan
perilaku tidur REM lebih mungkin menderita gangguan stres pasca trauma (PTSD) atau
penyakit mental seperti depresi dan kecemasan.
Para peneliti mengamati data pasien dengan usia rata - rata 63 tahun, menemukan
3,2 persen dari jumlah tersebut menderita gangguan perilaku tidur REM. Gangguan
perilaku tidur ini diperkirakan terjadi saat tubuh memasuki fase tidur nyenyak (REM).

Fase tidur REM juga sering disebut sebagai paradoks tidur karena sementara otak
dan sistem tubuh lainnya aktif bekerja, otot - otot tubuh justru menjadi lebih rileks.
Mimpi terjadi akibat peningkatan aktivitas otak, tapi otot mengalami kelumpuhan
sementara yang disengaja. Pada fase ini nafas menjadi lebih cepat, tidak teratur, dan
dangkal, mata bergerak ke segala arah dengan sangat cepat, seperti gelisah. Aktivitas
otak dan detak jantung meningkat, tekanan darah naik, dan bagi pria, mengembangkan
ereksi. Kebanyakan mimpi bermula di tahap ini. Periode tidur REM pertama biasanya
terjadi sekitar 70 sampai 90 menit setelah kita tertidur

Perilaku gangguan dalam tidur mungkin juga merupakan akibat dari penggunaan
dan konsumsi obat - obatan tertentu. Kemungkinan menjadi agresif ketika tidur juga
meningkat setelah penggunaan narkoba dan bagi mereka yang menjadi peminum
alkohol berat.

Orang dewasa usia paruh baya dan lebih tua lebih mungkin mengalami gangguan
perilaku tidur REM daripada pria yang lebih muda, dan tampaknya lebih sering terjadi
pada laki - laki daripada perempuan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
gangguan perilaku tidur REM dapat menjadi tanda awal dari kondisi neurologis seperti
penurunan daya ingat atau gejala pikun dan sindrom Parkinson.

4. Masalah Gelombang Tidur Lambat

Tahap tidur gelombang lambat terjadi begitu tenang dan dapat dihubungkan
dengan penurunan tonus pembuluh darah peifer dan fungsi – fungsi vegetative tubuh
lain. Pada tidur gelombang lambat juga terjadi mimpi. Pada tidur gelombang lambat
biasanya tak bisa diingat. Tidur gelombang lambat sering juga disebut tidur nyenyak,
merupakan tahap tiga pada tidur NREM (non rapid eye movement).

Penyakit tidur berjalan merupakan salah satu dari tiga tipe gangguan tidur yang
terjadi saat tahapan tidur Non Rapid Eye Movement (NREM), selain sleep terror (teror
tidur) dan confusional arousals. Penyakit tidur berjalan biasanya terjadi di fase 3
NREM siklus pertama atau kedua, yaitu sekitar 1-2 jam dari mulai tidur.
Penyakit tidur berjalan biasa terjadi di kalangan anak-anak, meskipun bisa saja
dialami oleh segala usia. Diperkirakan 1-5% anak - anak mengalami penyakit tidur
berjalan. Biasanya, usia anak yang mengalami penyakit tidur berjalan adalah usia
sebelum remaja, yaitu 11-12 tahun. Walaupun biasanya penyakit tidur berjalan yang
terjadi pada anak-anak bukan merupakan penyakit yang serius, namun dapat
menimbulkan cedera akibat terbentur atau jatuh. Berbeda dengan anak-anak, penyakit
tidur berjalan pada orang dewasa dapat menjadi tanda suatu kondisi yang lebih serius.

Ketika kita berpapasan dengan orang yang mengalami penyakit tidur berjalan,
biasanya dia hanya memandang lurus dan tampak seperti tidak mengenali kita. Matanya
yang terbuka terkesan seperti terjaga padahal dia sebenarnya masih tertidur. Jika disapa,
biasanya penderita tidak merespons atau berkomunikasi dengan orang lain, sebagian
lagi akan merespons dengan jawaban meracau. Penderita akan sulit dibangunkan.
Tetapi apabila penderita bangun, dia akan tampak kebingungan dan tidak ingat dengan
aktivitas yang dilaluinya.

Gangguan tidur yang terjadi pada orang dewasa dapat melibatkan perilaku yang
lebih rumit, seperti memasak, makan, memainkan alat musik, dan bahkan menyetir.
Penyakit tidur berjalan pada orang dewasa juga dapat mengakibatkan gangguan dalam
pekerjaan dan hubungan sosial dengan lingkungan sekitar.

C. Mengapa Kita Tidur


1. Fungsi Tidur Gelombang-Lambat

Tidur berperan sebagai respon adaptif atau bahwa tidur menyediakan masa
pemulihan. Fakta bahwa semua vertebrata tidur, tetapi beberapa spesies mamalia yang
tampaknya lebih baik tidak tidur. Misalnya mamalia laut yang hemisfer serebrumnya
bergantian tidur. Setidaknya satu hemisfer tetap waspada dan menjaga hewan tersebut
agar tidak tenggelam.

a. Efek-efek dari Kurang Tidur

Penelitian mengenai kekurangan tidur belum memperoleh hasil persuasif


bahwa tidur dibutuhkan untuk menjaga tubuh agar berfungsi secara normal.
Kekurangan tidur mengganggu kemampuan orang melakukan kegiatan fisik dan
tidak menemukan bukti respons stres fisologis terhadap kekurangan tidur. Peran
utama tidur tampaknya bukanlah istirahat dan pemulihan tubuh. Akan tetapi,
kemampuan kognitif orang terganggu, mengalami distorsi perseptual, halusinasi, dan
kesulitan berkonsentrasi melakukan tugas mental. Barangkali tidur menyediakan
kesempatan bagi otak untuk istirahat. Kebanyakan orang yang kekurangan tidur
akan tidur lebih lama satu atau dua malam sesudahnya, tetapi tidak akan
memperoleh seluruh tidur yang terlewatkan.

Wilayah-wilayah otak yang memiliki tingkat aktivitas tertinggi saat terjaga


menunjukkan tingkat tertinggi gelombang delta dan terendah aktivitas metabolisme
saat tidur gelombang lambat. Dengan demikian, keberadaan aktivitas gelombang-
lambat di wilayah tertentu otak mengindikasikan bahwa wilayah itu sedang
beristirahat.

Otak perlu istirahat secara periodik agar pulih dari efek-efek buruk aktivitas
kala terjaga, berupa radikal bebas yang merupakan zat buangan yang dihasilkan oleh
laju metabolisme tinggi yang berkaitan dengan aktivitas otak saat terjaga. Radikal
bebas berikatan dengan elektron-elektron bebas dari molekul-molekul lain dan
merusak sel-sel tempatnya berada, proses ini disebut sebagai stres oksidatif. Selama
tidur gelombang-lambat, laju metabolisme turun memungkinkan mekanisme
pemulihan sel untuk menghancurkan radikal bebas dan mencegah efek merusaknya.

Insomnia familia fatal merupakan sejenis penyakit turunan yang menyebabkan


kerusakan di bagian talamus, defisit perhatian dan ingatan, kondisi serupa-mimpi,
hilangnya kontrol sistem saraf otonom dan endokrin, insomnia, serta kematian.

b. Efek-efek Olahraga terhadap Tidur Gelombang-lambat

Bila fungsi tidur adalah untuk memperbaiki efek-efek terhadap tubuh akibat
aktivitas fisik selama terjaga, maka dapat menduga bahwa seharusnya orang akan
tidur lebih lama setelah seharian berolahraga berat daripada hanya berdiam diri di
kantor. Akan tetapi, hubungan antara tidur dan olahraga tidak terlalu meyakinkan.
Penelitian tidak mendapati perubahan dalam hal tidur gelombang-lambat ataupun
tidur REM pada subjek-subjek sehat yang menghabiskan enam minggu beristirahat
di tempat tidur.

c. Efek-efek Aktivitas Otak terhadap Tidur Gelombang-lambat


Bila fungsi primer tidur gelombang-lambat adalah memungkinkan otak
istirahat dan memulihkan diri dari aktivitas harian, maka kita dapat menduga bahwa
seseorang akan menghabiskan lebih banyak waktu dalam tidur gelombang-lambat
setelah seharian beraktivitas intens menggunakan serebrum. Peneliti melakukan
percobaan dengan meminta sejumlah orang melakukan tugas pembelajaran motorik
sebelum tidur yang mengharuskan subjek melakukan gerakan tangan yang arahnya
diindikasikan oleh tampilan visual. Selama tidur, subjek menunjukkan peningkatan
aktivitas gelombang-lambat di wilayah neokorteks yang menjadi aktif sewaktu
mereka melaksanakan tugas itu.

Penelitian lain melakukan percobaan dengan mengajak para subjek untuk


jalan-jalan seharian mengunjungi pameran seni, pusat perbelanjaan, museum, taman
bermain, kebun binatang, dan lain-lain. Mereka diantar dengan mobil dari satu
tempat ke tempat lain sehingga tidak menjadi kelelahan akibat aktivitas berat.
Setelah kembali mereka mengatakan lelah dan dengan cepat tertidur. Durasi tidur
mereka normal dan bangun dengan perasaan segar. Akan tetapi, tidur gelombang-
lambat mereka terutama tahap 4 meningkat. Setelah aktivitas mental itu, otak
membutuhkan lebih banyak tidur daripada biasanya.

2. Fungsi Tidur REM

Kekurangan tidur REM menunjukkan fenomena pemantulan ketika diizinkan


tidur secara normal dan menghabiskan persentase yang jauh lebih besar daripada
normal dalam tidur REM di malam pemulihan. Proporsi tertinggi tidur REM terlihat
saat fase paling aktif perkembangan otak. Misalnya pada bayi yang terlahir dengan otak
belum matang akan menghabiskan jauh lebih banyak waktu dalam tidur REM daripada
bayi yang terlahir dengan otak yang sudah berkembang lebih baik. Tidur REM
memfasilitasi perubahan di otak yang terjadi saat perkembangan, yang bertanggung
jawab atas pembelajaran yang terjadi saat dewasa.

3. Tidur dan Pembelajaran

Tidur REM memfasilitasi pembelajaran non-deklaratif, sementara tidur


gelombang-lambat memfasilitasi pembelajaran deklaratif. Ada dua kategori utama
ingatan jangka-panjang: ingatan deklaratif (disebut juga memori eksplisit) dan memori
non-deklaratif (disebut juga memori implisit). Ingatan deklaratif mencakup ingatan
yang dapat dibicarakan oleh orang, misalnya ingatan mengenai peristiwa masa lalu.
Misalnya juga seperti hubungan spasial antara penanda mencolok yang memungkinkan
kita mencari jalan di lingkungan kita. Ingatan non-deklaratif mencakup ingatan yang
diperoleh melalui pengalaman dan latihan yang tidak selalu melibatkan upaya
mengingat informasi. Misalnya mengendarai mobil, melempar dan menangkap bola,
atau mengenali wajah seseorang.

D. Mekanisme Fisiologis Tidur dan Terjaga


1. Mekanisme Tidur

Tidur adalah suatu periode istirahat bagi tubuh berdasarkan atas kemauan serta
kesadaran dan secara utuh atau sebagian fungsi tubuh yang akan dihambat atau
dikurangi. Tidur juga digambarkan sebagai suatu tingkah laku yang ditandai dengan
karakteristik pengurangan gerakan tetapi bersifat reversible terhadap rangsangan dari
luar.

Tidur dibagi menjadi dua tahap secara garis besarnya yaitu :

a. Fase rapid eye movement (REM) disebut juga active sleep.


b. Fase nonrapid eye movement (NREM) disebut juga quiet sleep.

Non Rapid Eye Movement merupakan keadaan aktif yang terjadi melalui osilasi
antara talamus dan korteks. Tiga sistem utama osilasi adalah kumparan tidur, delta
osilasi, dan osilasi kortikal lambat. Kumparan tidur merupakan sebuah cirri tahap tidur
NREM yang dihasilkan dari hiperpolarisasi neuron GABAnergic dalam nukleus
retikulotalamus. Hiperpolarisasi ini menghambat proyeksi neuron kortikotalamus.
Sebagai penyebaran diferensiasi proyeksi kortikotalamus akan kembali ke sinkronisasi
talamus. Gelombang delta dihasilkan oleh interaksi dari retikulotalamus dan sumber
piramidokortikal sedangkan osilasi kortikal lambat dihasilkan di jaringan neokorteks
oleh siklus hiperpolarisasi dan depolarisasi.

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti
oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara
bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20 jam/hari,
anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun
dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:

Tidur stadium Satu.

Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak
mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri.
Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG
biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta
dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan
kompleks K

Tidur stadium dua

Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur
lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta
simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K

Tidur stadium tiga

Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak
gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle.

Tidur stadium empat

Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh
gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase tidur NREM, ini
biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase
REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi
lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai
adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila
dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi
bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi
yang dalam. Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode
neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini
pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4
bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini
sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk ke periode awal tidur
yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan
distribusi fase tidur sebagai berikut:

NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 : 13%

REM; 25 %.

Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang
disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System ini
meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular Activity
System menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity
System (RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter seperti sistem
serotoninergik, noradrenergik, kolinergik, histaminergik (Japardi, 2002).

Sistem serotoninergik. Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil


metabolisme asam amino triptofan. Dengan bertambahnya jumlah triptofan, maka
jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan
mengantuk/ tidur. Bila serotonin dalam triptofan terhambat pembentukannya, maka
terjadi keadaan tidak bisa tidur/ jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak
sistem serotoninergik ini terletak pada nucleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana
terdapat hubungan aktivitas serotonis di nucleus raphe dorsalis dengan tidur REM.

Sistem adrenergik. Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin


terletak di badan sel nucleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus
cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang
mempengaruhi peningkatan aktivitas neuron noradrenergik akan menyebabkan
penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.

Sistem kolinergik. Menurut Sitaram dkk, (1976) dalam (Japardi, 2002)


membuktikan dengan pemberian prostigimin intravena dapat mempengaruhi episode
tidur REM. Stimulasi jalur kolinergik ini, mengakibatkan aktivitas gambaran EEG
seperti dalam kedaan jaga. Gangguan aktivitas kolinergik sentral yang berhubungan
dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan
latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat
pengeluaran kolinergik dari lokus sereleus maka tampak gangguan pada fase awal dan
penurunan REM.

Sistem histaminergik. Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.


Sistem hormon. Siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti Adrenal
Corticotropin Hormone (ACTH), Growth Hormon (GH), Tyroid Stimulating Hormon
(TSH), Lituenizing Hormon (LH). Hormonhormon ini masing-masing disekresi secara
teratur oleh kelenjar hipofisis anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini secara
teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefirn, dopamine, serotonin
yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.

2. Mekanisme Terjaga

Fase ini disebut juga fase nol yang ditandai dengan subjek dalam keadaan tenang
mata tertutup dengan karakteristik gelombang alfa (8–12,5 Hz) mendominasi seluruh
rekaman, tonus otot yang tinggi dan beberapa gerakan mata. Keadaan ini biasanya
berlangsung antara lima sampai sepuluh menit.

Fase 1

Fase ini merupakan fase perpindahan dari fase jaga ke fase tidur disebut juga twilight
sensation. Fase ini ditandai dengan berkurangnya gelombang alfa dan munculnya
gelombang teta (4-7 Hz), atau disebut juga gelombang low voltage mix frequencies
(LVM). Pada EOG tidak tampak kedip mata atau REM, tetapi lebih banyak gerakan
rolling (R) yang lambat dan terjadi penurunan potensial EMG. Pada orang normal fase
1 ini tidak berlangsung lama yaitu antara lima sampai sepuluh menit kemudian
memasuki fase berikutnya.

Fase 2

Pada fase ini, tampak kompleks K pada gelombang EEG, sleep spindle (S) atau
gelombang delta (maksimum 20%). Elektrokulogram sama sekali tidak terdapat REM
atau R dan kedip mata. EMG potensialnya lebih rendah dari fase 1. Fase 2 ini berjalan
relatif lebih lama dari fase 1 yaitu antara 20 sampai 40 menit dan bervariasi pada tiap
individu.

Fase 3

Pada fase ini gelombang delta menjadi lebih banyak (maksimum 50%) dan gambaran
lain masih seperti pada fase 2. Fase ini lebih lama pada dewasa tua, tetapi lebih singkat
pada dewasa muda. Pada dewasa muda setelah 5 –10 menit fase 3 akan diikuti fase 4.

Fase 4
Pada fase ini gelombang EEG didominasi oleh gelombang delta (gelombang delta 50%)
sedangkan gambaran lain masih seperti fase 2. Pada fase 4 ini berlangsung cukup lama
yaitu hampir 30 menit.

Fase REM .

Gambaran EEG tidak lagi didominasi oleh delta tetapi oleh LVM seperti fase 1,
sedangkan pada EOG didapat gerakan mata (EM) dan gambaran EMG tetap sama
seperti pada fase 3. Fase ini sering dinamakan fase REM yang 6 biasanya berlangsung
10 –15 menit. Fase REM umumnya dapat dicapai dalam waktu 90-110 menit kemudian
akan mulai kembali ke fase permulaan fase 2 sampai fase 4 yang lamanya 75-90 menit.
Setelah itu muncul kembali fase REM kedua yang biasanya lebih lama dari eye
movement (EM) dan lebih banyak dari REM pertama. Keadaan ini akan berulang
kembali setiap 75 – 90 menit tetapi pada siklus yang ketiga dan keempat , fase 2
menjadi lebih panjang fase 3 dan fase 4 menjadi lebih pendek. Siklus ini terjadi 4 – 5
kali setiap malam dengan irama yang teratur sehingga orang normal dengan lama tidur
7 – 8 jam setiap hari terdapat 4-5 siklus dengan lama tiap siklus 75 – 90 menit.

E. Jam Biologis

Banyak perilaku kita yang menuruti ritme teratur. Misalnya kita telah melihat bahwa
tahp-tahap tidur terorganisasi menjadi siklus 90 menit tidur REM dan gelombang lambat.
Tentu saja, pola harian tidur dan terjaga kita mengikuti siklus 24 jam. Tahun-tahun
belakang ini, para peneliti telah mempelajari banyak hal mengenai mekanisme-mekanisme
neuron yang bertanggung jawab atas ritme-ritme ini.

1. Ritme Sirkadia dan Zeitgeber

Ritme sirkadia berasal dari kata Circa berarti “kira-kira” dan Dies berarti “hari”.
Oleh karena itu, ritme sirkadia adalah ritme dengan siklus kira-kira 24 jam. Sebagian
ritme ini adalah respons pasif terhadap perubahan terang. Akan tetapi, ritme-ritme lain
dikontrol oleh mekanisme-mekanisme dalam diri organisme oleh jam-jam internal.

Sinar berperan sebagai Zeitgeber, yakni sebuah stimulus (biasanya cahaya fajar)
yang mengatur ulang jam biologis, yang bertanggung jawab untuk ritme sirkadian.
Berbgai penelitian terhadap banyak spesies hewan telah menunjukkan bahwa bila
mereka dijaga dalam gelap terus-menerus (sinar redup), periode sinar terang sebentar
akan menyetel ulang jam internal mereka, memajukan atau memundurkannya
bergantung kepada kapan kilatas sinar terjadi. Misalnya, bila seekor hewan terpapar ke
sinar terang segera setelah senja, jam biologis tersetel ulang ke waktu sbeelumnya,
seolah-olah senja belum tiba. Disisi lain, bila sinar terjadi saat larut malam, jam
biologis tersetel maju ke waktu berikutnya, seolah-olah fajar telah tiba.

Seperti hewan-hewan lain, manusia menunjukkan ritme sirkadia. Periode


inaktivitas normal kita dimulai beberapa jam setelah dimulainya bagian gelap dari
siklus siang/malam dan bertahan selama waktu yang berbeda-beda sampai bagian
terang. Kita menggunakan sinar buatn untuk menunda waktu tidur kita dan tirai untuk
memperpanjang waktu kita tidur. Pada kondisi terang yang konstan, jam biologis kita
akan berjalan sendiri, mengejar atau memundurkan waktu seperti jam yang berjalan
terlalu lambat atau terlalu cepat. Kebanyakan orang dalam situasi akan mulai menjalani
“hari” yang kira-kira 25 jam panjangnya. Hal ini baik-baik saja sebab sinar pagi, yang
berperan sebagai zeitgeber, akan menyetel ulang jam itu.

2. Nucleus Suprakiasmatik (SCN)

PERAN DALAM RITME SIRKADIA

Jam biologis utama tampaknya terletak di nucleus suprakiasmatik pada


hipotalamus, lesi nucleus-nukleus ini mengganggu sebgaian besar ritme sirkadia dan
aktivitas neuron-neuron yang terletak disana berkorelasi dengan siklus siang/malam.

Sinar, yang dideteksi oleh sel-sel ganglion retina khusus yang mengandung
sejenis fotopigmen yang disebut melanopsin, berperan sebgai zeigeber bagi kebanyakan
ritme sirkadia. Melanopsin terletak di sel-sel ganglion – neuron-neuron yang aksonnya
meneuskan informasi dari mata ke bagian-bagian otak lain. Sel-sel ganglion yang
mengandung melanopsin peka terhadap sinar, dan akson-akson mereka berujung di
SCN. Mereka juga berujung di wilayah otak tengah yang mengontrol respon pupil
terhadap perubahan kadar terang. Tampaknya sel-sel ganglion pengandung melanopsin,
dan bukan sel batang dan sel kerucut, terlibat dalam respon pupil terhadap sinar. Oleh
karena efek-efek pensikronisasi sinar terhadap SCN diperantai oleh sel-sel ganglion
khusus dan bukan oleh sel-sel batang dan sel-sel kerucut, orang-orang yang menjadi
buta akibat hilangnya fotoreseptor-fotoreseptor ini masih dapat menunjukkan ritme
sirkadia norma;. Walaupun mereka tidak dapat melihat, sel-sel ganglion pengandung
melanopsin di retina mereka masih dapat mendeteksi perubahan tingkat sinar dan
mensinkronisasi aktivitas SCN mereka.
Bagaimana SCN mengontrol siklus tidur dan terjaga? Akson-akson eferen SCN
yang bertanggung jawab mengorganisasi siklus tidur dan terjaga berujung di zona
subparaventikular (SPZ), sebuah wilayah yang terletak tepat dorsal ke SCN. Projek
SPZ ventral menjulur ke nucleus dorsomedial hiputalamus, yang sendirinya menjulur
ke beberapa wilayah otak, termasuk dua wilayah yang berperan teramat penting dalam
control tidur dan terjaga: vlPOA dan neuron-neuron oreksinergik hipotalamus lateral.
Penjuluran ke vlPOA bersifat menghambat tidur, sedangkan penjuluran ke neuron-
neuron oreksnergik bersofat merangsang dan karenanya menorong keterjagaan.

SIFAT JAM BIOLOGIS

Sebuah penelitian oleh Schwartz dan Ginier (1977) dengan baik menunjukkan
fluktuasi siang/malam dalam aktivitas SCN. Para peneliti menyuntik sejumalah tikus
dengan 2-DG radioaktif saat siang hari dan menyuntik yang lainnya kala malam.
Hewan-hewan itu kemudian dimatikan dan otoradiograf irisan melintang melalui otak
pun disiapkan.

Berdetaknya jam biologis dalam SCN dapat melibatkan interaksi sirkuit-sirkuit


neuron, atau dapat juga intrinsic bagi neuron-neuron individual sendiri. Bukti
menunjukkan bahwa tampaknya yang benar adalah yang kedua – bahwa setiap neuron
mengandung sebuah jam. Beberapa penelitian telah berhasil menjaga neuron-neuron
CN individual tetap hidup dalam medium biakan. Tidak seperti neuron-neuron dalam
SCN utuh, yang ritmenya tersinkronisasi, neuron-neuron biakan menampilkan ritme
sirkadia sendiri-sendiri dalam aktivitasnya.

Apa yang menyebabkan berdetaknya jam instraselular? Selama bertahun-tahun,


para peneliti percaya bahwa ritme sirkadia dihasilkan oleh produksi sejenis protein
yang sewaktu mencapai tingkat tertentu dalam sel, menghambat produksinya sendiri.
Sehingga akibatnya, kadar protein ity mulai menurun, sehingga penghambatan pun
menghilang dan siklus prosuksi dimulai lagi.

Mekanisme tepat seperti itulah yang ditemukan pada Drosophila melanogaster,


lalat buah umum. Penelitian berikutnya dengan mamalia menemukan sistem serupa.
Sistem tersebut melibatkan setidaknya tujuh gen beserta protein-protein yang mereka
kodekan dan dua lengkung umpan balik yang saling mengunci. Bila slah satu protein
yang dihasilkan oleh lengkungan pertama mencapai kadar yang cukup, protein tersebut
memulai lengkung pertama, dan siklus itupun dimulai lagi. Dengan demikian,
berdetaknya jam intraseluler diatur oleh waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan
dan menghancurkan seperangkat protein.

Sejumlah penelitian genetic telah menemukan bukti bagi kemiripan antara SCN
manusia dan hewan-hewan laboratorium. Toh et al (2001) menemukan bawa sebuah
mutasi pada kromosom 2 sebuah gen bagi salah satu protein yang terlibat dalam
lengkung umpan balik 1, bertanggung jawab terhadap sindroma fase tidur maju.
Sindrom ini menyebabkan ritme siklus tidur dan suhu maju 4 jam. Penderita sindroma
ini akan tertidur pukul 7.30 malam dan terbangun sekitar pul 4.30 pagi. Mutase ini
tampaknya mengubah hubungan antara zeitgeber sinar pagi dan fase jam sirkadia yang
beroprasi dalam sel-sel SCN. Ebisawa et al (2001) menemukin bukti bahwa sebaliknya,
sindrom fase tidur tertunda, yang disebabkan oleh mutase-mutasi pada gen per3,
yang ditemukan pada kromosom 1. Sindroma ini terdiri atas penundaan 4 jam dalam
ritme tidur/terjaga. Para penderita gangguan ini umumnya tidak dapat tidur sebelum
pukul 2 pagi dan sangat keuslitan bangun sebelum tengah hari.

3. Kontrol Ritme Musiman: Kelenjar Pineal dan Melatonin

Kontrol ritme musiman melibatkan satu lagi bagian otak: kelenjar Pineal, yang
terletak di atas otak tengah, tepat didepan serebelum. Kelenjar Pineal menyekresikan
sejenis hormon yang disebut melatonin, yang dinamakan demikian karena memiliki
kemampuan pada hewan-hewan tertentu untuk merubah kuliat menjadi gelap untuk
sementara. (warna gelap dihasilkan oleh zat kimia bernama melanin).

Pada mamalia melatonin mengontrol ritme musiman. Neuron-neuron di SCN


membuat sambungan-sambungan tidak langsung dengan neuron-neuron di nucleus
praventikular pada hipotalamus. Akson-akson neuron ini menjulur sampai ke urat sarap
tulang belakang, dimana mereka membentuk sinapsis dengan neuron-neuron
praganglion mensarafi kelenjar pineal dan mengontrol sekresi melatonin.

Sebagai respon terhadap masukan dari SCN, kelenjar Pineal menyekresikan


melatonin saat malam. Selama malam yang Panjang, melatonin dalam jumlah besar
disekresikan dan hewan pun memasuki fase musim dingin dari siklusnya. Lesi SCN,
PVN, atau kelenjar Pineal mengganggu ritme musiman yang dikontrol oleh Panjang
hari – demikian juga irisan pisau yang memutus sambungan neuron antara SCN dan
PVN, yang mengindikasikan bahwa inilah fungsi SCN yang diperantarai melalui
sambungan-sambunga neuronnya dengan struktur lain.
4. Perubahan Ritme Sirkadia: Giliran Kerja dan Jet Lag

Ketika orang mengubah ritme aktivitas hariannya secara mendadak, ritme-ritme


sirkadian internalnya yang dikontrol oleh SCN, menjadi terdesinkronisasi dengan
ritme-ritme lingkungan luar. Misalnya, bila seseorang yang biasanya bekerja pada
giliran siang mulai bekerja pada giliran malam, SCN nya akan memberi sinyal ke
bagian-bagian otak lain bahwa sudah saatnya tidur saat giliran kerja. Kesenjangan
anatra ritme internal dan lingkungan eksternal mengakibatkan gangguan tidur dan
perubahan suasana hati, serta merusak kemampuan seseorang untuk berfungsi selama
jam-jam terjaga.

Jet lag adalah fenomena sementara setelah beberapa hari orang-orang yang telah
melintasi beberpa zona waktu sudah lebih mudah tidur pada waktu yang sesuai dan
kewaspadaan mereka saat siang hari membaik. Giliran kerja yang berganti-ganti dapat
memberikan masalah yang lebih sulit lenyap ketika orang diharuskan sering berganti
giliran kerja. Jelaslah, solusi bagi jet lag dan masalah-masalah yang disebabkan oleh
perubahan giliran kerja adalah mensinkronisasi jam internal dengan lingkungan luar
secepat mungkin. Cara pling gambling untuk memulai adalah menyediakan zeitgeber
kuat pada waktu yang sesuai. Bila seseorang terpapar sinar terang sebelum titik rendah
dalam ritme harian suhu tubuh (yang terjadi satu atau dua jam sebelum orang itu
biasanya bangun), ritme sirkadia orang itu akan tertunda. Bila paparan sinar terang
terjadi setelah titik rendah, ritme sirkadia pun maju. Bahkan beberapa penliti telah
menunjukkan bahwa paparan sinar terang pada waktu yang sesuai membantu
mempermudah transisi itu. Serupa dengan itu, orang-orang beradaptasi dengan giliran
kerja lebih cepat bila sinar bjatan dijaga pada tingkat yang lebih terang di tempat kerja
dan bila kamar tidur mereka dijaga segelap mungkin.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tidur memiliki dua periode yaitu NREM (non rapid eye movement) dan REM (rapid
eye movement). Tidur NREM memiliki tahap satu sampai empat. Tahap satu merupakan
transisi tidur dan terjaga yang ditandai beberapa aktivitas teta (3,5 – 7,5 Hz), menunjukkan
terjadi penembakkan neuron di neurokorteks menjadi tersinkronasi. Gerakan kelopak mata
dari waktu ke waktu seperti membuka dan menutup secara perlahan, matanya naik dan
turun. Tidur tahap dua umumnya mempunyai gelombang EEG tidak teratur. Tahap ini
mempunyai gelombang teta, gelendang tidur dan kompleks K.

Dalam tahapan tidur terdapat beberapa gangguan tidur dan faktor penyebabnya
diantaranya :

1. Insomnia, gejala insomnia timbul akibat faktor biologis dan psikologis.


2. Narkolepsi, Penyebab pasti narkolepsi tidak diketahui. Namun dipercaya bahwa
genetika kemungkinan mempengaruhi terjadinya gangguan ini. Tetapi pengaruh yang
lebih besar kemungkinan karena infeksi yang mengakibatkan kerusakan sel - sel otak
tertentu yang mengatur bagian tidur.
3. Gangguan perilaku tidur REM, gangguan ini timbul akibat dari penggunaan dan
konsumsi obat - obatan tertentu. Kemungkinan menjadi agresif ketika tidur juga
meningkat setelah penggunaan narkoba dan bagi mereka yang menjadi peminum
alkohol berat.
4. Masalah Gelombang Tidur Lambat, terjadi akibat penurunan tonus pembuluh darah
peifer dan fungsi – fungsi vegetative tubuh lain.

terjadinya tidur sendiri memiliki fungsi dan sebab yang yang terjadi secara kimiawi
diantaranya :

1. fungsi tidur gelombang lambat dikarenakan (1) Efek-efek dari Kurang Tidur, (2) Efek-
efek Olahraga terhadap Tidur Gelombang-lambat, dan (3) Efek-efek Aktivitas Otak
terhadap Tidur Gelombang-lambat.
2. Kekurangan tidur REM menunjukkan fenomena pemantulan ketika diizinkan tidur
secara normal dan menghabiskan persentase yang jauh lebih besar daripada normal
dalam tidur REM di malam pemulihan.
3. Tidur REM memfasilitasi pembelajaran non-deklaratif, sementara tidur gelombang-
lambat memfasilitasi pembelajaran deklaratif. Ada dua kategori utama ingatan jangka-
panjang: ingatan deklaratif (disebut juga memori eksplisit) dan memori non-deklaratif
(disebut juga memori implisit).

Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang
disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System ini meningkat
maka orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular Activity System
menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity System
(RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter seperti sistem serotoninergik,
noradrenergik, kolinergik, histaminergik

Banyak perilaku jam biologis tidur kita yang menuruti ritme teratur. Misalnya kita
telah melihat bahwa tahp-tahap tidur terorganisasi menjadi siklus 90 menit tidur REM dan
gelombang lambat. Tentu saja, pola harian tidur dan terjaga kita mengikuti siklus 24 jam.
Jam biologis primer terletak di nukleus suprakiasmatik (SCN) pada hipotalamus. Nukleus
suprakiasmatik juga menyediakan kontrol primer atas penentuan waktu siklus tidur.
Fotoreseptor – fotoreseptor di retina yang menyediakan informasi tentang sinar ke SCN
bukanlah sel batang ataupun sel kerucut – sel yang menyediakan informasi untuk persepsi
visual kita .
DAFTAR PUSTAKA

Carson, Neil.L. (2012). Fisologi Perilaku, (Ed. 11, jilid 1). Jakarta: Erlangga.

Ganong, William. F. (2008). Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta:EGC

Hidayat, A.Aziz Alimul. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia:Aplikasi. Jakarta:


Salemba Medika.

Japardi Iskandar. (2002). Gangguan Tidur. Laporan Penelitian Fakultas Kedokteran.

Sitaram & Cogdell (1976). Dimensions, determinants, and differences in the expatriate
adjustment process. Journal of International Business Studies, 30, 557–581

Utama, Nindia Dara. (2016). Perbedaan Tekanan Darah dan Mean Arterial Blood Pressure
Berdasarkan Kualitas Tidur pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNILA Angkatan.
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. (Skripsi, Universitas Lampung, 2016).
Diambil dari http://digilib.unila.ac.id/20663/.

http://eprints.umm.ac.id/40927/3/jiptummpp-gdl-jauharotul-47514-3-bab2.pdf. Diakses pada


28 Maret 2020

Anda mungkin juga menyukai