Oleh:
Kelompok 10 Psikologi C
FAKULTAS PSIKOLOGI
Tahun 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam
kebutuhan fisiologis. Tidur memiliki keterkaitan dengan fisik, psikologis, sosial dan
lingkungan. Masalah kesehatan dan kualitas tidur saling mempengaruhi sehingga akan
timbul penurunan kualitas kesehatan seiring penurunan kualitas tidur.
Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih
dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya
(Guyton & Hall, 2009). Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi
berulang-ulang selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005). Menurut Chopra (2003),
tidur merupakan dua keadaan yang bertolak belakang dimana tubuh beristirahat secara
tenang dan aktivitas metabolisme juga menurun namun pada saat itu juga otak sedang
bekerja lebih keras selama periode bermimpi dibandingkan dengan ketika beraktivitas di
siang hari (Harson, 2007).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana deskripsi tidur dari segi fisiologi dan perilaku?
2. Bagaimana gangguan tidur?
3. Bagaimana manusia tidur?
4. Bagaimana mekanisme fisiologis tidur dan terjaga?
5. Bagaimana penjelasan tentang jam biologis?
C. Tujuan
1. Mengetahui deskripsi tentang tidur dari segi fisiologi dan perilaku.
2. Menjelaskan tentang gangguan tidur.
3. Menjelaskan mengapa manusia tidur.
4. Menjelaskan mekanisme fisiologis tidur dan terjaga.
5. Mengetahui tentang jam biologis.
BAB II
PEMBAHASAN
Tidur adalah sebuah mekanisme fisiologi tubuh yang diatur oleh dua hal, yaitu sleep
homeostasis dan irama sirkardian. Sleep homeostasis adalah kondisi di mana tubuh
mempertahankan keseimbangannya seperti tekanan darah, suhu tubuh, dan keseimbangan
asam-basa. Jumlah tidur dalam semalam diatur oleh sistem ini. Saat kita bangun,
pengaturan keseimbangan tidur mulai terakumulasi sampai sore hari. Menurut penelitian,
salah satu yang mempengruhi sistem ini adalah adenosin. Ketika terjaga, kadar adenosin
dalam darah terus meningkat sehingga mengakibatkan rasa ingin tidur juga bertambah.
Sebaliknya, saat tertidur kadar adenosin menurun (National Sleep Foundation, 2006).
Irama sirkadian adalah siklus perubahan secara biologi yang diatur oleh otak selama
24 jam. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus
di suprachiasmatic nucleus (SCN) (National Sleep Foundation, 2006). Bagian susunan
saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo
retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat
yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo
oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state (Japardi, 2002).
Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan
bagian atas pons. Reticular Activating System (RAS) berlokasi pada batang otak teratas.
RAS dipercayai terdiri dari sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan tidur.
Selain itu, RAS dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan
juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses
pikir. Neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin dalam
keadan sadar. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan adanya pelepasan
serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar
Synchronizing Regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari keseimbangan impuls
yang diterima di pusat otak dan sistem limbik. Sistem pada batang otak yang mengatur
siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008).
1. Tahap-tahap tidur
Tidur memiliki dua periode yaitu NREM (non rapid eye movement) dan REM
(rapid eye movement). Tidur NREM memiliki tahap satu sampai empat. Tahap satu
merupakan transisi tidur dan terjaga yang ditandai beberapa aktivitas teta (3,5 – 7,5
Hz), menunjukkan terjadi penembakkan neuron di neurokorteks menjadi tersinkronasi.
Gerakan kelopak mata dari waktu ke waktu seperti membuka dan menutup secara
perlahan, matanya naik dan turun.
Tidur tahap dua umumnya mempunyai gelombang EEG tidak teratur. Tahap ini
mempunyai gelombang teta, gelendang tidur dan kompleks K. Gelendong tidur
berperan dalam konsolidasi ingatan. Gelendong tidur merupakan semburan singkat
gelombang 12-14 Hz yang terjadi dua dan lima kali per menit selama tidur tahap 1-4.
Kompleks K merupakan bentuk gelombang tajam yang mendadak, tejadi spontan,
lamanya kira-kira satu kali permenit, kerap dipicu oleh bunyi berisik yang tak terduga.
Tidur tahap tiga dan empat menunjukkan terjadinya aktivitas delta yaitu
gelombang yang memiliki amplitudo tinggi kurang dari 3,5 Hz. Pada tidur tahap tiga
mengandung 20 sampai 50 persen aktivitas delta sedangkan tahap empat mengandung
lebih dari 50 persen. Tidur tahap tiga dan empat didominasi dengan EEG gelombang
lambat sehingga disebut sebagai tidur gelombang lambat. Tahap 4 adalah tahap tidur
terdalam; hanya bunyi berisik yang nyaring yang dapat membangunkan orang, dan
ketika terbangun terlihat kikuk dan linglung.
Setelah itu terjadi REM (rapid eye movement) atau gerak mata cepat. Terjadi
penurunan kekencangan otot menjadi lumpuh (paralisis), terjadi kedutan sekali-sekali,
mata yang tertutup terlihat bergerak-gerak. Selama tidur REM, seseorang tidak bereaksi
terhadap bunyi berisik, tetapi mudah dibangunkan oleh stimulus bermakna, seperti
suara yang memanggil namanya. Juga, ketika terbangun tampak waspada dan penuh
perhatian.
B. Gangguan Tidur
Gangguan tidur adalah berbagai penyakit yang mengganggu pola tidur seseorang,
juga dikenal sebagai somnipathy. Gangguan tidur memiliki berbagai jenis, mulai dari
ringan sampai parah. Gangguan tidur yang lebih parah dapat menganggu aspek jiwa, fisik,
emosional, dan sosial dari kehidupan seseorang.
1. Insomnia
Penyebab Insomnia dapat menjadi primer atau sekunder. Insomnia primer terjadi
saat tidak terdapat faktor lain yang menjadi penyebab kondisi tersebut. Sementara
insomnia sekunder terjadi disebabkan oleh atau bersamaan dengan penyakit lainnya.
Insomnia dapat bersifat sementara, berlangsung selama kurang dari satu minggu. Akut,
berlangsung selama kurang dari satu bulan dan biasanya disebabkan oleh stres. Dan
kronis, berlangsung selama lebih dari satu bulan.
Beberapa faktor psikologis dan lingkungan turut berperan dalam timbulnya gejala
insomnia. Berada di bawah tekanan yang sangat besar, seperti kematian salah seorang
anggota keluarga atau menjadi pengangguran, dapat berujung pada kondisi ini. Kondisi
lainnya, seperti asma bronkial, penyakit asam lambung, dan sindrom rasa sakit kronis
menghasilkan rasa ketidaknyamanan fisik yang bertahan, juga dapat menjadi penyebab
utama insomnia. Gaya hidup juga dapat menjadi salah satu penyebab, seperti seorang
pekerja malam dan orang yang sering bepergian dan mengalami jet lag. Gangguan
sekitar, seperti suara yang berlebihan atau suhu yang berubah - ubah, atau metode
pengobatan tertentu, seperti steroid, juga dapat berujung pada gangguan tidur. Insomnia
kronis juga dapat terjadi karena sebab - sebab psikologis, seperti stres kronis,
kecemasan, depresi, atau gangguan bipolar.
2. Narkolepsi
Narkolepsi adalah gangguan tidur kronis yang ditandai dengan rasa kantuk di
siang hari dan serangan tidur yang tiba - tiba. Orang-orang dengan narkolepsi
mengalami kesulitan untuk tetap terjaga untuk waktu yang lama terlepas dari keadaan.
Narkolepsi dapat menyebabkan masalah serius dalam kehidupan sehari - hari Anda.
Narkolepsi adalah gangguan sistem saraf di mana pasien dapat tertidur kapan saja
dan di mana saja. Keinginan untuk tidur ini juga dapat terjadi meskipun penderita telah
tidur dengan cukup. Orang yang terkena narkolepsi menjadi sangat mengantuk di siang
hari. Pasien akan merasa nyaman setelah 10 - 15 menit tidur, tetapi situasinya akan
dengan cepat menghilang dan mereka akan tertidur kembali. Dalam kondisi normal,
orang akan tidur dalam fase gerakan mata cepat setelah sekitar 90 menit tidur. Pada
orang dengan penyakit ini, hanya dibutuhkan sekitar 15 menit untuk memasuki fase
tidur.
Serangan tidur mendadak ini dapat terjadi saat mengemudi, bekerja, atau
berbicara. Sayangnya, penyakit ini kronis atau berkepanjangan sehingga tidak dapat
diobati sepenuhnya. Penyebab pasti narkolepsi tidak diketahui. Namun dipercaya
bahwa genetika kemungkinan mempengaruhi terjadinya gangguan ini. Tetapi pengaruh
yang lebih besar kemungkinan karena infeksi yang mengakibatkan kerusakan sel - sel
otak tertentu yang mengatur bagian tidur.
Gangguan tidur dengan cataplexy (tipe 1) sering dikaitkan dengan tingkat rendah
zat kimia otak yang disebut hypocretin (orexin). Hipokretin diproduksi oleh neuron di
hipotalamus, bagian otak yang mengatur program tidur, nafsu makan dan suhu tubuh.
Beberapa pasien dengan penyakit ini mengalami perubahan pada gen reseptor sel
T. Sel T berperan dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Ini berarti bahwa penurunan
produksi hypocretin dapat menjadi hasil dari reaksi autoimun.
Perilaku tidur seseorang yang terkesan tidak tenang, bergerak refleks memukul
bahkan menendang bisa jadi petunjuk adanya gangguan mental yang berhubungan
dengan stres. Kondisi yang demikian terbilang langka terjadi dan disebut gangguan
perilaku tidur REM (rapid eye movement). Menggambarkan seseorang yang
mengalami perilaku kasar atau agresif selama tidur, seperti menendang, memukul,
berteriak, atau mendorong. Diperkirakan antara 1,7 % hingga 2 % dari jumlah populasi
di dunia menderita kondisi ini.
Hal tersebut diungkap para peneliti di McGill University yang mempelajari data
dari lebih 30 ribu orang dan menemukan bahwa mereka yang memiliki kelainan
perilaku tidur REM lebih mungkin menderita gangguan stres pasca trauma (PTSD) atau
penyakit mental seperti depresi dan kecemasan.
Para peneliti mengamati data pasien dengan usia rata - rata 63 tahun, menemukan
3,2 persen dari jumlah tersebut menderita gangguan perilaku tidur REM. Gangguan
perilaku tidur ini diperkirakan terjadi saat tubuh memasuki fase tidur nyenyak (REM).
Fase tidur REM juga sering disebut sebagai paradoks tidur karena sementara otak
dan sistem tubuh lainnya aktif bekerja, otot - otot tubuh justru menjadi lebih rileks.
Mimpi terjadi akibat peningkatan aktivitas otak, tapi otot mengalami kelumpuhan
sementara yang disengaja. Pada fase ini nafas menjadi lebih cepat, tidak teratur, dan
dangkal, mata bergerak ke segala arah dengan sangat cepat, seperti gelisah. Aktivitas
otak dan detak jantung meningkat, tekanan darah naik, dan bagi pria, mengembangkan
ereksi. Kebanyakan mimpi bermula di tahap ini. Periode tidur REM pertama biasanya
terjadi sekitar 70 sampai 90 menit setelah kita tertidur
Perilaku gangguan dalam tidur mungkin juga merupakan akibat dari penggunaan
dan konsumsi obat - obatan tertentu. Kemungkinan menjadi agresif ketika tidur juga
meningkat setelah penggunaan narkoba dan bagi mereka yang menjadi peminum
alkohol berat.
Orang dewasa usia paruh baya dan lebih tua lebih mungkin mengalami gangguan
perilaku tidur REM daripada pria yang lebih muda, dan tampaknya lebih sering terjadi
pada laki - laki daripada perempuan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
gangguan perilaku tidur REM dapat menjadi tanda awal dari kondisi neurologis seperti
penurunan daya ingat atau gejala pikun dan sindrom Parkinson.
Tahap tidur gelombang lambat terjadi begitu tenang dan dapat dihubungkan
dengan penurunan tonus pembuluh darah peifer dan fungsi – fungsi vegetative tubuh
lain. Pada tidur gelombang lambat juga terjadi mimpi. Pada tidur gelombang lambat
biasanya tak bisa diingat. Tidur gelombang lambat sering juga disebut tidur nyenyak,
merupakan tahap tiga pada tidur NREM (non rapid eye movement).
Penyakit tidur berjalan merupakan salah satu dari tiga tipe gangguan tidur yang
terjadi saat tahapan tidur Non Rapid Eye Movement (NREM), selain sleep terror (teror
tidur) dan confusional arousals. Penyakit tidur berjalan biasanya terjadi di fase 3
NREM siklus pertama atau kedua, yaitu sekitar 1-2 jam dari mulai tidur.
Penyakit tidur berjalan biasa terjadi di kalangan anak-anak, meskipun bisa saja
dialami oleh segala usia. Diperkirakan 1-5% anak - anak mengalami penyakit tidur
berjalan. Biasanya, usia anak yang mengalami penyakit tidur berjalan adalah usia
sebelum remaja, yaitu 11-12 tahun. Walaupun biasanya penyakit tidur berjalan yang
terjadi pada anak-anak bukan merupakan penyakit yang serius, namun dapat
menimbulkan cedera akibat terbentur atau jatuh. Berbeda dengan anak-anak, penyakit
tidur berjalan pada orang dewasa dapat menjadi tanda suatu kondisi yang lebih serius.
Ketika kita berpapasan dengan orang yang mengalami penyakit tidur berjalan,
biasanya dia hanya memandang lurus dan tampak seperti tidak mengenali kita. Matanya
yang terbuka terkesan seperti terjaga padahal dia sebenarnya masih tertidur. Jika disapa,
biasanya penderita tidak merespons atau berkomunikasi dengan orang lain, sebagian
lagi akan merespons dengan jawaban meracau. Penderita akan sulit dibangunkan.
Tetapi apabila penderita bangun, dia akan tampak kebingungan dan tidak ingat dengan
aktivitas yang dilaluinya.
Gangguan tidur yang terjadi pada orang dewasa dapat melibatkan perilaku yang
lebih rumit, seperti memasak, makan, memainkan alat musik, dan bahkan menyetir.
Penyakit tidur berjalan pada orang dewasa juga dapat mengakibatkan gangguan dalam
pekerjaan dan hubungan sosial dengan lingkungan sekitar.
Tidur berperan sebagai respon adaptif atau bahwa tidur menyediakan masa
pemulihan. Fakta bahwa semua vertebrata tidur, tetapi beberapa spesies mamalia yang
tampaknya lebih baik tidak tidur. Misalnya mamalia laut yang hemisfer serebrumnya
bergantian tidur. Setidaknya satu hemisfer tetap waspada dan menjaga hewan tersebut
agar tidak tenggelam.
Otak perlu istirahat secara periodik agar pulih dari efek-efek buruk aktivitas
kala terjaga, berupa radikal bebas yang merupakan zat buangan yang dihasilkan oleh
laju metabolisme tinggi yang berkaitan dengan aktivitas otak saat terjaga. Radikal
bebas berikatan dengan elektron-elektron bebas dari molekul-molekul lain dan
merusak sel-sel tempatnya berada, proses ini disebut sebagai stres oksidatif. Selama
tidur gelombang-lambat, laju metabolisme turun memungkinkan mekanisme
pemulihan sel untuk menghancurkan radikal bebas dan mencegah efek merusaknya.
Bila fungsi tidur adalah untuk memperbaiki efek-efek terhadap tubuh akibat
aktivitas fisik selama terjaga, maka dapat menduga bahwa seharusnya orang akan
tidur lebih lama setelah seharian berolahraga berat daripada hanya berdiam diri di
kantor. Akan tetapi, hubungan antara tidur dan olahraga tidak terlalu meyakinkan.
Penelitian tidak mendapati perubahan dalam hal tidur gelombang-lambat ataupun
tidur REM pada subjek-subjek sehat yang menghabiskan enam minggu beristirahat
di tempat tidur.
Tidur adalah suatu periode istirahat bagi tubuh berdasarkan atas kemauan serta
kesadaran dan secara utuh atau sebagian fungsi tubuh yang akan dihambat atau
dikurangi. Tidur juga digambarkan sebagai suatu tingkah laku yang ditandai dengan
karakteristik pengurangan gerakan tetapi bersifat reversible terhadap rangsangan dari
luar.
Non Rapid Eye Movement merupakan keadaan aktif yang terjadi melalui osilasi
antara talamus dan korteks. Tiga sistem utama osilasi adalah kumparan tidur, delta
osilasi, dan osilasi kortikal lambat. Kumparan tidur merupakan sebuah cirri tahap tidur
NREM yang dihasilkan dari hiperpolarisasi neuron GABAnergic dalam nukleus
retikulotalamus. Hiperpolarisasi ini menghambat proyeksi neuron kortikotalamus.
Sebagai penyebaran diferensiasi proyeksi kortikotalamus akan kembali ke sinkronisasi
talamus. Gelombang delta dihasilkan oleh interaksi dari retikulotalamus dan sumber
piramidokortikal sedangkan osilasi kortikal lambat dihasilkan di jaringan neokorteks
oleh siklus hiperpolarisasi dan depolarisasi.
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti
oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara
bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20 jam/hari,
anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun
dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak
mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri.
Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG
biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta
dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan
kompleks K
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur
lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta
simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak
gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle.
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh
gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase tidur NREM, ini
biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase
REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi
lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai
adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila
dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi
bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi
yang dalam. Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode
neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini
pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4
bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini
sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk ke periode awal tidur
yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan
distribusi fase tidur sebagai berikut:
NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 : 13%
REM; 25 %.
Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang
disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System ini
meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular Activity
System menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity
System (RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter seperti sistem
serotoninergik, noradrenergik, kolinergik, histaminergik (Japardi, 2002).
2. Mekanisme Terjaga
Fase ini disebut juga fase nol yang ditandai dengan subjek dalam keadaan tenang
mata tertutup dengan karakteristik gelombang alfa (8–12,5 Hz) mendominasi seluruh
rekaman, tonus otot yang tinggi dan beberapa gerakan mata. Keadaan ini biasanya
berlangsung antara lima sampai sepuluh menit.
Fase 1
Fase ini merupakan fase perpindahan dari fase jaga ke fase tidur disebut juga twilight
sensation. Fase ini ditandai dengan berkurangnya gelombang alfa dan munculnya
gelombang teta (4-7 Hz), atau disebut juga gelombang low voltage mix frequencies
(LVM). Pada EOG tidak tampak kedip mata atau REM, tetapi lebih banyak gerakan
rolling (R) yang lambat dan terjadi penurunan potensial EMG. Pada orang normal fase
1 ini tidak berlangsung lama yaitu antara lima sampai sepuluh menit kemudian
memasuki fase berikutnya.
Fase 2
Pada fase ini, tampak kompleks K pada gelombang EEG, sleep spindle (S) atau
gelombang delta (maksimum 20%). Elektrokulogram sama sekali tidak terdapat REM
atau R dan kedip mata. EMG potensialnya lebih rendah dari fase 1. Fase 2 ini berjalan
relatif lebih lama dari fase 1 yaitu antara 20 sampai 40 menit dan bervariasi pada tiap
individu.
Fase 3
Pada fase ini gelombang delta menjadi lebih banyak (maksimum 50%) dan gambaran
lain masih seperti pada fase 2. Fase ini lebih lama pada dewasa tua, tetapi lebih singkat
pada dewasa muda. Pada dewasa muda setelah 5 –10 menit fase 3 akan diikuti fase 4.
Fase 4
Pada fase ini gelombang EEG didominasi oleh gelombang delta (gelombang delta 50%)
sedangkan gambaran lain masih seperti fase 2. Pada fase 4 ini berlangsung cukup lama
yaitu hampir 30 menit.
Fase REM .
Gambaran EEG tidak lagi didominasi oleh delta tetapi oleh LVM seperti fase 1,
sedangkan pada EOG didapat gerakan mata (EM) dan gambaran EMG tetap sama
seperti pada fase 3. Fase ini sering dinamakan fase REM yang 6 biasanya berlangsung
10 –15 menit. Fase REM umumnya dapat dicapai dalam waktu 90-110 menit kemudian
akan mulai kembali ke fase permulaan fase 2 sampai fase 4 yang lamanya 75-90 menit.
Setelah itu muncul kembali fase REM kedua yang biasanya lebih lama dari eye
movement (EM) dan lebih banyak dari REM pertama. Keadaan ini akan berulang
kembali setiap 75 – 90 menit tetapi pada siklus yang ketiga dan keempat , fase 2
menjadi lebih panjang fase 3 dan fase 4 menjadi lebih pendek. Siklus ini terjadi 4 – 5
kali setiap malam dengan irama yang teratur sehingga orang normal dengan lama tidur
7 – 8 jam setiap hari terdapat 4-5 siklus dengan lama tiap siklus 75 – 90 menit.
E. Jam Biologis
Banyak perilaku kita yang menuruti ritme teratur. Misalnya kita telah melihat bahwa
tahp-tahap tidur terorganisasi menjadi siklus 90 menit tidur REM dan gelombang lambat.
Tentu saja, pola harian tidur dan terjaga kita mengikuti siklus 24 jam. Tahun-tahun
belakang ini, para peneliti telah mempelajari banyak hal mengenai mekanisme-mekanisme
neuron yang bertanggung jawab atas ritme-ritme ini.
Ritme sirkadia berasal dari kata Circa berarti “kira-kira” dan Dies berarti “hari”.
Oleh karena itu, ritme sirkadia adalah ritme dengan siklus kira-kira 24 jam. Sebagian
ritme ini adalah respons pasif terhadap perubahan terang. Akan tetapi, ritme-ritme lain
dikontrol oleh mekanisme-mekanisme dalam diri organisme oleh jam-jam internal.
Sinar berperan sebagai Zeitgeber, yakni sebuah stimulus (biasanya cahaya fajar)
yang mengatur ulang jam biologis, yang bertanggung jawab untuk ritme sirkadian.
Berbgai penelitian terhadap banyak spesies hewan telah menunjukkan bahwa bila
mereka dijaga dalam gelap terus-menerus (sinar redup), periode sinar terang sebentar
akan menyetel ulang jam internal mereka, memajukan atau memundurkannya
bergantung kepada kapan kilatas sinar terjadi. Misalnya, bila seekor hewan terpapar ke
sinar terang segera setelah senja, jam biologis tersetel ulang ke waktu sbeelumnya,
seolah-olah senja belum tiba. Disisi lain, bila sinar terjadi saat larut malam, jam
biologis tersetel maju ke waktu berikutnya, seolah-olah fajar telah tiba.
Sinar, yang dideteksi oleh sel-sel ganglion retina khusus yang mengandung
sejenis fotopigmen yang disebut melanopsin, berperan sebgai zeigeber bagi kebanyakan
ritme sirkadia. Melanopsin terletak di sel-sel ganglion – neuron-neuron yang aksonnya
meneuskan informasi dari mata ke bagian-bagian otak lain. Sel-sel ganglion yang
mengandung melanopsin peka terhadap sinar, dan akson-akson mereka berujung di
SCN. Mereka juga berujung di wilayah otak tengah yang mengontrol respon pupil
terhadap perubahan kadar terang. Tampaknya sel-sel ganglion pengandung melanopsin,
dan bukan sel batang dan sel kerucut, terlibat dalam respon pupil terhadap sinar. Oleh
karena efek-efek pensikronisasi sinar terhadap SCN diperantai oleh sel-sel ganglion
khusus dan bukan oleh sel-sel batang dan sel-sel kerucut, orang-orang yang menjadi
buta akibat hilangnya fotoreseptor-fotoreseptor ini masih dapat menunjukkan ritme
sirkadia norma;. Walaupun mereka tidak dapat melihat, sel-sel ganglion pengandung
melanopsin di retina mereka masih dapat mendeteksi perubahan tingkat sinar dan
mensinkronisasi aktivitas SCN mereka.
Bagaimana SCN mengontrol siklus tidur dan terjaga? Akson-akson eferen SCN
yang bertanggung jawab mengorganisasi siklus tidur dan terjaga berujung di zona
subparaventikular (SPZ), sebuah wilayah yang terletak tepat dorsal ke SCN. Projek
SPZ ventral menjulur ke nucleus dorsomedial hiputalamus, yang sendirinya menjulur
ke beberapa wilayah otak, termasuk dua wilayah yang berperan teramat penting dalam
control tidur dan terjaga: vlPOA dan neuron-neuron oreksinergik hipotalamus lateral.
Penjuluran ke vlPOA bersifat menghambat tidur, sedangkan penjuluran ke neuron-
neuron oreksnergik bersofat merangsang dan karenanya menorong keterjagaan.
Sebuah penelitian oleh Schwartz dan Ginier (1977) dengan baik menunjukkan
fluktuasi siang/malam dalam aktivitas SCN. Para peneliti menyuntik sejumalah tikus
dengan 2-DG radioaktif saat siang hari dan menyuntik yang lainnya kala malam.
Hewan-hewan itu kemudian dimatikan dan otoradiograf irisan melintang melalui otak
pun disiapkan.
Sejumlah penelitian genetic telah menemukan bukti bagi kemiripan antara SCN
manusia dan hewan-hewan laboratorium. Toh et al (2001) menemukan bawa sebuah
mutasi pada kromosom 2 sebuah gen bagi salah satu protein yang terlibat dalam
lengkung umpan balik 1, bertanggung jawab terhadap sindroma fase tidur maju.
Sindrom ini menyebabkan ritme siklus tidur dan suhu maju 4 jam. Penderita sindroma
ini akan tertidur pukul 7.30 malam dan terbangun sekitar pul 4.30 pagi. Mutase ini
tampaknya mengubah hubungan antara zeitgeber sinar pagi dan fase jam sirkadia yang
beroprasi dalam sel-sel SCN. Ebisawa et al (2001) menemukin bukti bahwa sebaliknya,
sindrom fase tidur tertunda, yang disebabkan oleh mutase-mutasi pada gen per3,
yang ditemukan pada kromosom 1. Sindroma ini terdiri atas penundaan 4 jam dalam
ritme tidur/terjaga. Para penderita gangguan ini umumnya tidak dapat tidur sebelum
pukul 2 pagi dan sangat keuslitan bangun sebelum tengah hari.
Kontrol ritme musiman melibatkan satu lagi bagian otak: kelenjar Pineal, yang
terletak di atas otak tengah, tepat didepan serebelum. Kelenjar Pineal menyekresikan
sejenis hormon yang disebut melatonin, yang dinamakan demikian karena memiliki
kemampuan pada hewan-hewan tertentu untuk merubah kuliat menjadi gelap untuk
sementara. (warna gelap dihasilkan oleh zat kimia bernama melanin).
Jet lag adalah fenomena sementara setelah beberapa hari orang-orang yang telah
melintasi beberpa zona waktu sudah lebih mudah tidur pada waktu yang sesuai dan
kewaspadaan mereka saat siang hari membaik. Giliran kerja yang berganti-ganti dapat
memberikan masalah yang lebih sulit lenyap ketika orang diharuskan sering berganti
giliran kerja. Jelaslah, solusi bagi jet lag dan masalah-masalah yang disebabkan oleh
perubahan giliran kerja adalah mensinkronisasi jam internal dengan lingkungan luar
secepat mungkin. Cara pling gambling untuk memulai adalah menyediakan zeitgeber
kuat pada waktu yang sesuai. Bila seseorang terpapar sinar terang sebelum titik rendah
dalam ritme harian suhu tubuh (yang terjadi satu atau dua jam sebelum orang itu
biasanya bangun), ritme sirkadia orang itu akan tertunda. Bila paparan sinar terang
terjadi setelah titik rendah, ritme sirkadia pun maju. Bahkan beberapa penliti telah
menunjukkan bahwa paparan sinar terang pada waktu yang sesuai membantu
mempermudah transisi itu. Serupa dengan itu, orang-orang beradaptasi dengan giliran
kerja lebih cepat bila sinar bjatan dijaga pada tingkat yang lebih terang di tempat kerja
dan bila kamar tidur mereka dijaga segelap mungkin.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tidur memiliki dua periode yaitu NREM (non rapid eye movement) dan REM (rapid
eye movement). Tidur NREM memiliki tahap satu sampai empat. Tahap satu merupakan
transisi tidur dan terjaga yang ditandai beberapa aktivitas teta (3,5 – 7,5 Hz), menunjukkan
terjadi penembakkan neuron di neurokorteks menjadi tersinkronasi. Gerakan kelopak mata
dari waktu ke waktu seperti membuka dan menutup secara perlahan, matanya naik dan
turun. Tidur tahap dua umumnya mempunyai gelombang EEG tidak teratur. Tahap ini
mempunyai gelombang teta, gelendang tidur dan kompleks K.
Dalam tahapan tidur terdapat beberapa gangguan tidur dan faktor penyebabnya
diantaranya :
terjadinya tidur sendiri memiliki fungsi dan sebab yang yang terjadi secara kimiawi
diantaranya :
1. fungsi tidur gelombang lambat dikarenakan (1) Efek-efek dari Kurang Tidur, (2) Efek-
efek Olahraga terhadap Tidur Gelombang-lambat, dan (3) Efek-efek Aktivitas Otak
terhadap Tidur Gelombang-lambat.
2. Kekurangan tidur REM menunjukkan fenomena pemantulan ketika diizinkan tidur
secara normal dan menghabiskan persentase yang jauh lebih besar daripada normal
dalam tidur REM di malam pemulihan.
3. Tidur REM memfasilitasi pembelajaran non-deklaratif, sementara tidur gelombang-
lambat memfasilitasi pembelajaran deklaratif. Ada dua kategori utama ingatan jangka-
panjang: ingatan deklaratif (disebut juga memori eksplisit) dan memori non-deklaratif
(disebut juga memori implisit).
Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang
disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System ini meningkat
maka orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular Activity System
menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity System
(RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter seperti sistem serotoninergik,
noradrenergik, kolinergik, histaminergik
Banyak perilaku jam biologis tidur kita yang menuruti ritme teratur. Misalnya kita
telah melihat bahwa tahp-tahap tidur terorganisasi menjadi siklus 90 menit tidur REM dan
gelombang lambat. Tentu saja, pola harian tidur dan terjaga kita mengikuti siklus 24 jam.
Jam biologis primer terletak di nukleus suprakiasmatik (SCN) pada hipotalamus. Nukleus
suprakiasmatik juga menyediakan kontrol primer atas penentuan waktu siklus tidur.
Fotoreseptor – fotoreseptor di retina yang menyediakan informasi tentang sinar ke SCN
bukanlah sel batang ataupun sel kerucut – sel yang menyediakan informasi untuk persepsi
visual kita .
DAFTAR PUSTAKA
Carson, Neil.L. (2012). Fisologi Perilaku, (Ed. 11, jilid 1). Jakarta: Erlangga.
Ganong, William. F. (2008). Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta:EGC
Sitaram & Cogdell (1976). Dimensions, determinants, and differences in the expatriate
adjustment process. Journal of International Business Studies, 30, 557–581
Utama, Nindia Dara. (2016). Perbedaan Tekanan Darah dan Mean Arterial Blood Pressure
Berdasarkan Kualitas Tidur pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNILA Angkatan.
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. (Skripsi, Universitas Lampung, 2016).
Diambil dari http://digilib.unila.ac.id/20663/.