MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Psikologi Perkembangan yang dibimbing
oleh Umdatul Khoirot, M. Psi
Kelas: Psikologi C
Disusun oleh:
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan peyusunan makalah yang
berjudul “Perkembangan Kognitif Remaja”. Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Teori Psikologi Perkembangan semester 2 Fakultas Psikologi,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Selama proses penyelesaian makalah ini, kami banyak memperoleh bantuan serta
dorongan dari berbagai pihak. Kami menyadari bahwa tanpa adanya bantuan serta dorongan
itu, kami akan kesulitan untuk menyelesaikannya. Untuk itu, dalam sebuah karya yang
sederhana ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada Ibu Umdatul Khoirot, M. Psi
selaku dosen mata kuliah Teori Psikologi Perkembangan semester 2 Fakultas Psikologi UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang dan semua pihak yang turut membantu proses makalah ini.
Semoga amal, bantuan bimbingan, dan do’a yang telah diberikan mendapat balasan
dari Allah SWT. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Kami berharap karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan kesan yang telah dipaparkan, kesan yang sangat penting adalah
remaja merupakan kelompok yang memiliki potensi yang harus dimanfaatkan. Hal
tersebut karena remaja merupakan kelompok yang bertanggung jawab terhadap bangsa
dan masa depan. Pada masa remaja memiliki vitalitas yang tinggi dan semangat patriotis.
Oleh karena itu, remaja merupakan harapan bagi penerus bangsa. (Mappiare, 1982)
Remaja berada di antara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering
kali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”. Akan tetapi,
dalam fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa anak
potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik. (Hartinah, 2008)
Perkembangan yang pesat dalam aspek intelektual dari cara berpikir remaja
memungkinkan untuk mengintegrasikan dirinya kedalam masyarakat dewasa, tetapi juga
merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan.
Perkembangan intelektual yang terus menerus, menyebabkan remaja mampu berpikir
operasional formal. Tahap tersebut memungkinkan remaja mampu berpikir secara lebih
abstrak, menguji hipotesis, dan mempertimbangkan apasaja peluang yang ada padanya
daripada sekedar melihat apa adanya. Kemampuan intelektual seperti ini yang
membedakan masa remaja dari masa-masa sebelumnya.
Selain itu, perkembangan bakat khusus atau minat pada remaja juga sudah mulai
tertata serta mulai berkurang berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi baik dari diri
sendiri maupun dari lingkungannya. Semua remaja sedikit banyak memiliki minat-minat
khusus tertentu yang terdiri dari berbagai kategori.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
dijelaskan sebagai berikut.
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini
dijelaskan sebagai berikut.
PEMBAHASAN
Piaget menyatakan bahwa pada usia sekitar 7 tahun anak-anak memasuki tahap
operasional konkret dari perkembangan kognitif. Mereka dapat bernalar secara logis
mengenai kejadian dan objek konkret; mereka juga memperoleh kemampuan untuk
mengklasifikasikan objek-objek dan bernalar mengenai relasi di antara kelas-kelas objek.
Menurut Piaget, ketika anak sekitar 11 tahun, dimulailah tahap perkembangan kognitif
yang keempat dan final atau tahap operasional formal.
Selain berpikir abstrak dan idealistik, remaja juga berpikir logis. Remaja
cenderung memecahkan masalah melalui trial-and-error, remaja mulai berpikir
sebagaimana seorang ilmuwan berpikir, membuat rencana untuk memecahkan masalah
dan secara sistematis menguji solusi. Tipe pemecahan masalah menurut penalaran-
hipotesis-deduktif (hypothetical-deductive reasoning), mencakup penciptaan sebuah
hipotesis dan melakukan deduksi terhadap implikasinya, yang memungkinkan untuk
menguji hipotesis. Dengan demikian, pemikir formal operasional mengembangkan
hipotesis mengenai cara memecahkan masalah dan secara sistematis melakukan deduksi
terhadap langkah terbaik yang harus diikuti untuk memecahkan masalah.
Selain itu, pendidikan dalam logika ilmu dan matematika dapat meningkatkan
perkembangan pemikiran operasional formal. Hal ini mengundang kritik terhadap teori
Piaget, Budaya dan pendidikan memberikan dampak yang lebih kuat terhadap
perkembangan kognitif dibandingkan sebagaimana yang diyakini oleh Piaget, (Holzman,
2009; Sternberg & Williams, 2010).
Teori perkembangan kognitif Piaget juga memperoleh tantangan dalam hal lain
(Bauer, 2009). Piaget menyatakan tahapan sebagai struktur pemikiran yang menyeluruh,
yang mengandung sejumlah aspek yang muncul secara bersama-sama. Meskipun
demikian, sebagian besar para ahli perkembangan kontemporer sepakat bahwa
perkembangan kognitif itu tidak berupa tahapan seperti yang diyakini oleh Piaget (Kuhn,
2009). Di samping itu, anak-anak dapat dilatih untuk bernalar pada kognitif yang lebih
tinggi, dan sejumlah kemampuan kognitif yang muncul lebih awal dibandingkan yang
diperkirakan oleh Piaget (Aslin, 2009; Diamond, Casey, & Munakata, 2011; Spelke &
Kinzher, 2009). Beberapa pemahaman mengenai observasi angka yang telah muncul di
usia 3 tahun, dan tidak harus mencapai usia 7 tahun seperti yang diyakini oleh Piaget.
Kemampuan-kemampuan kognitif lain dapat muncul lebih lambat dari yang dikemukakan
Piaget (Brynes, 2008). Banyak remaja yang masih berpikir secara operasional konkret
atau baru saja mulai menguasai operasi formal. Bahkan banyak orang dewasa yang bukan
pemikir operasional formal.
Dongeng pribadi ialah bagian dari egosentrisme remaja yang meliputi perasaan
unik seorang anak remaja. Perasaan unik pribadi remaja membuat mereka merasa bahwa
tidak seorangpun dapat mengerti bagaimana perasaan mereka sebenarnya. Misalnya :
seorang anak perempuan remaja menganggap bahwa ibunya tidak mungkin dapat
merasakan sakit yang dia rasakan karena pacarnya memutuskan hubungan dengannya.
Berdasarkan hasil riset diketahui bahwa remaja yang lebih tua lebih kompeten
dibandingkan remaja yang lebih muda; remaja yang lebih muda juga lebih kompeten
dibanding anak-anak, karena remaja lebih muda cenderung menghasilkan berbagai
pendapat yang berbeda, menelaah sebuah situasi berdasarkan berbagai perspektif,
mengantisipasi konsekuensi dari keputusan, serta mempertimbangkan kredibilitas
sumber. Seorang remaja yang dalam kondisi tenang mampu mengambil keputusan secara
bijaksana, dapat mengambil keputusan yang tidak bijaksana ketika emosinya tinggi.
Keinginan remaja untuk melakukan tindakan berisiko sering kali terjadi dalam
konteks dimana penyalahgunaan dan godaan lainnya sudah tersedia (Reyna & Rivers,
2008). Penelitian mengungkapkan bahwa kehadiran teman sebaya dalam situasi berisiko
meningkatkan kecenderungan remaja dalam mengambil keputusan berisiko (Steinberg,
2008).
Moral adalah ajaran tentang baik-buruk suatu perbuatan dan kelakuan, akhlak,
kewajiban, dan sebagainya (Purwadarminto: 1950: 957). Dalam moral diatur segala
perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, serta sesuatu perbuatan yang dinilai
tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral juga
mendasari dan mengendalikan seseorang dalam bersikap dan bertingkah laku.
Perkembangan moral pada remaja dipengaruhi dari rasa berdosa dan usaha untuk
mencari perlindungan. Mereka rajin beribadah karena rasa bersalah (dosa). Semakin besar
dosanya, semakin banyak ibadahnya dan sebaliknya, apabila rasa dosa itu berkurang
maka ibadahnya juga menurun.
Menjelang usia 13 tahun, yakni masa remaja awal, setiap tindakan dinilai dalam
pengertian mempertahankan kesan baik dalam pandangan orang lain. Menurut tahapan
moralitas Kohlberg, tingkat ini termasuk tingkat moralitas konvensional . Pada tingkat ini,
kriteria perilaku baik dan buruk berorientasi pada persetujuan orang lain atas perilaku
yang mereka lakukan. Misalnya, ketika remaja minum-minuman keras dan hal ini
menimbulkan reaksi negatif (ketidaksetujuan) dari orang-orang di sekitarnya, berarti
perilaku ini merupakan hal yang tidak baik.
Dalam kamus bahasa Indonesia, istilah spirit diartikan sebagai semangat; roh, jiwa
dan suka, sedangkan spiritual berkaitan dengan kejiwaan dan berhubungan dengan
kerohanian. Dalam kamus psikologi, spirit suatu zat atau mahluk immaterial, biasanya
bersifat ketuhanan menurut aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri karakteristik
manusia; kekuatan, tenaga, semangat, vitalitas energi, moral atau motivasi.
Perkembangan kehidupan spiritual pada remaja tidak dapat dilepaskan oleh
pembinaaan kepribadian secara keseluruan. Karena kehidupan spiritual remaja adalah
bagaian dari kehidupan sendiri, sikap atau tindakan seorang dalam hidupnya tidak lain
dari panutan pribadinya yang bertumbuh dan berkembang sejak ia lahir, semenjak berada
dalam kandungan.
Masa remaja dalam hal ini merupakan suatu masa yang sangat kritis artinya pada
diri remaja tidak saja mengalami kestabilan psikologis akan tetapi remaja juga mengalami
kestabialan emosi dalam diri yang cukup kuat.
Disinilah kalau kita lihat banyak para remaja yang yang menjadi nakal karena
ingin membuktikan bahwa dirinyaa itu telah dewasa, padahal sebenarnya belum apa-apa,
karena kedewasaan itu tidak hanya pada fisik akan tetapi meliputi keseluruhan mental dan
kejiwaan yang di istilakan juga oleh penulis yaitu spiritual yang matang.
Bahasa adalah simbolisasi dari suatu ide atau suatu pemikiran yang ingin
dikomunikasikan oleh pengirim pesan dan diterima oleh penerima pesan melalui kode-
kode tertentu baik secara verbal maupun nonverbal. Bahasa digunakan anak dalam
berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar
gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang mengacu pada
simbol verbal.
Selain itu, bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural, dan
musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi,
gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk
menekankan makna wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah
komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan yang
menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna yang berbeda beda.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ahyani, Latifah Nur & Rr. Dwi Astuti. Buku Ajar Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja. Kudus: Badan Penerbit Universitas Muria Kudus.
Kurniati, Erisa. (2017). Perkembangan Bahasa Pada Anak dalam Psikologi Serta
Implikasinya dalam Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi,
17(3), 56.
Sudjatnika, Tenny. (2016). Tinjauan Kognisi Sosial Terhadap Sosial Budaya. Jurnal Al-
Tsaqafa, 13(01), 159.
Zuldafrial. (2017). Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja. Jurnal IAIN Pontianak.