Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN SYNDROM GERIATRI DENGAN

GANGGUAN POLA ISTIRAHAT/TIDUR DI UPT PSTW


KABUPATENJEMBER

Dosen Pembimbing
Ns. Dian Ratna Elmaghfuroh, S.Kep., M.Kes

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di


Departemen Keperawatan Gerontik

Oleh :
TAFRIHATAL WILDANIYAH
(2201031104)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Tidur adalah keadaan perilaku ritmik dan siklik yang terjadi dalam
lima tahap menurut Stanley & Beare dalam Zulmi (2016). Tidur adalah
keadaan saat terjadinya proses pemulihan bagi tubuh dan otak serta sangat
penting terhadap pencapaian kesehatan yang optimal (Maas, 2011).

Tidur merupakan suatu keadaan perilaku individu yang relatif tenang


disertai peningkatan ambang rangsangan yang tinggi terhadap stimulus
dari luar. Keadaan ini bersifat teratur, silih berganti dengan keadaan
terjaga(bangun), dan mudah dibangunkan. Pendapat lain juga
menyebutkan bahwa tidur merupakan suatu keadaan istirahat yang terjadi
dalam suatu waktu tertentu, berkurangnya kesadaran membantu
memperbaiki sistem tubuh/memulihkan energi. Juga tidur sebagai
fenomena di mana terdapat periode tidak sadar yang disertai perilaku fisik
psikis yang berbeda dengan keadaan terjaga.
B. Etiologi
Menurut Potter dan Perry dalam Nurlia (2016) pola tidur dipengaruhi
beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola tidur antara lain :
1. Penyakit
Sakit yang menyebabkan nyeri dapat menimbulkan masalah tidur.
Seseorang yang sedang sakit membutuhkan waktu tidur lebih lama dari
pada keadaan normal. Seringkali pada orang sakit pola tidurnya juga
akan terganggu karena penyakitnya seperti rasa nyeri yang ditimbulkan
oleh luka, tumor atau kanker pada stadium lanjut.
2. Stres Emosional
Kecemasan tentang masalah pribadi dapat mempengaruhi situasi
tidur. Stres menyebabkan seseorang mencoba untuk tidur, namun
selama siklus tidurnya klien sering terbangun atau terlalu banyak tidur.
Stres yang berlanjut dapat mempengaruhi kebiasaan tidur yang buruk.
3. Obat-obatan
Obat tidur seringkali membawa efek samping. Dewasa muda dan
dewasa tengah dapat mengalami ketergantungan obat tidur untuk
mengatasi stresor gaya hidup. Obat tidur juga seringkali digunakan
untuk mengontrol atau mengatasi sakit kroniknya. Obat-obatan yang
mengandung diuretik menyebabkan insomnia, anti depresan akan
mensupresi REM.
4. Lingkungan
Lingkungan tempat seseorang tidur berpengaruh pada kemampuan
untuk tertidur. Ventilasi yang baik memberikan kenyamanan untuk
tidur tenang. Ukuran, kekerasan dan posisi tempat tidur mempengaruhi
kualitas tidur. Tingkat cahaya, suhu dan suara dapat mempengaruhi
kemampuan untuk tidur. Klien ada yang menyukai tidur dengan lampu
dimatikan, remang-remang atau tetap menyala. Suhu yang panas atau
dingin menyebabkan klien mengalami kegelisahan. Beberapa orang
menyukai kondisi tenang untuk tidur dan ada yang menyukai suara
untuk membantu tidurnya seperti dengan musik lembut dan televisi.
5. Kebiasaan
Kebiaaan sebelum tidur dapat mempengaruhi tidur seseorang.
Seseorang akan mudah tertidur jika kebiasaan sebelum tidurnya sudah
terpenuhi. Kebiasaan sebelum tidur yang sering dilakukan, seperti doa,
menyikat gigi, minum susu dan lain-lain. Pola gaya hidup dapat
mempengaruhi jadwal tidur-bangun seseorang seperti pekerjaan dan
aktivitas lainnya. Waktu tidur dan bangun yang teratur merupakan hal
yang sangat efektif untuk meningkatkan kualitas tidur dan
mensinkronisasikan irama sikardian.
C. Fisiologi/WOC
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme screablea yang secara bergantian mengaktifkan
pusat otak agar dapat tidur dan bangun.
Tidur merupakan aktifitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf
perifer endokrin. kardio vaskular, respirasi muskuloskeletal. Tiap kejadian
tersebut dapat diidentifikasi atau direkam dengan Electroencephalogram
(EEG), untuk aktifitas listrik otak electromiogram (EMG), untuk
pengukuran tonus otot dan electroculogram (EOG) untuk mengukur
pergerakan mata.
Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua
mekanisme cerebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan
pusat otak untuk tidur dan bangun. Recticular activating system (RAS)
dibagian batang otak atas mempunyai sel-sel khusus dalam
mempertahankan kesadaran RAS memberikan stimulus visual, auditori,
nyeri, dan sensori raba. Juga menerima stimulus dari korteks serebri yaitu
emosi, proses, pikir.
RAS juga diyakini dapat memberikan rangsangan visual,
pendengaran, nyeri, dan perabaan serta dapat menerima stimulus dari
korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses berpikir. Pada saat
sadar, RAS melepaskan katekolamin untuk mempertahankan kewaspadaan
dan agar tetap terjaga. Pengeluaran serotonin dari BSR menimbulkan rasa
kantuk yang selanjutnya menyebabkan tidur. Terbangun atau terjaganya
seseorang tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima di pusat
otak dan system limbik. (Haq, 2021)
1. Ritme Sirkadian
Ritme sirkadian merupakan salah satu ritme tubuh yang diatur oleh
hipotalamus. Ritme ini termasuk dalam bioritme atau jam biologis. Ritme
sirkadian memengaruhu perilaku dan pola fungsi biologis utama, misalnya
suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan
sensorik, dan suasana hati.
Pada manusia, ritme sirkaian dikendalikan oleh tubuh dan dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, misalnya cahaya, kegelapan, gravitasi, dan faktor eksernal
(misalnya aktivitas sosial dan rutinitas pekerjaan). Ritme sirkadian menjadi
sinkron jika individu memiliki pola tidur sampai bangun yang mengikuti jam
biologisnya, yaitu individu akan terjaga pada saat ritme fisiologis dan
psikologisnya paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme
fisiologis dan psikologisnya paling rendah.
2. Tahapan Tidur
Tidur dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu non-rapid eye movement
(NREM) dan ropid eye movement (REM). (Haq, 2021)
a. Tidur NREM
Tidur NREM disebabkan oleh penurunan kegiatan dalam system
pengaktifan retikularis. Tahap tidur ini disebut juga tidur gelombang
lambat (slow wave sleep), karena gelombang otak bergerak dengan
sangat lambat.
Tidur NREM ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologis
tubuh termasuk juga metabolism, kerja otot dan tanda-tanda vital,
misalnya tekanan darah dan frekuensi napas. Tidur NREM terbagi
menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut :
1) Tahap I
Tahap I merupakan tahap paling dangkal dari tidur dan merupakan
tahap transisi antara bangun dan tidur. Tahap ini ditandai dengan
individu yang cenderung rileks, masih sadar dengan
lingkungannya, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari
samping ke samping, frekuensi nadi dan napas sedikit menurun,
seta mudah dibangunkan.
2) Tahap II
Tahap II merupakan tahap ketika individu masuk pada tahap tidur,
tetapi masih dapat bangun dengan mudah. Tahap I dan tahap II ini
termasuk dalam tahap tidur ringan (light sleep). Pada tahap II, otot
mulai relaksasi, mata pada umumnya menetap, dan proses-proses
di dalam tubuh terus menurun yang ditandai dengan penurunan
denyut jantung, frekuensi napas, suhu tubuh, dan metabolism.
3) Tahap III
Tahap III merupakan awal dari tahap tidur dalam atau tidur
nyenyak (deep sleep). Tahap ini dicirikan dengan relaksasi otot
menyeluruh serta pelambatan denyut nadi, frekuensi napas, dan
proses tubuh yang lain. Tahap III berlangsung selama 15-30 menit
dan merupakan 10% dari total tidur.
4) Tahap IV
Pada tahap IV, individu tidur semakin dalam atau delta sleep.
Tahap IV ditandai dengan perubahan fisiologis, yaitu EEG
gelombang otak melemah serta penurunan denyut jantung, tekanan
darah, tonus otot, metabolism, dan suhu tubuh.
b. Tidur REM
Menurut Saputra (2013) tidur REM juga tidur paradoks. Tahapan ini
biasanya terjadi rata-rata setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-20
menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM dan biasanya
sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini. Tidur REM penting untuk
keseimbangan mental dan emosi. Selain itu, tahapan tidur ini juga
berperan dalam proses belajar, memori, dan adaptasi.
1) Tidur REM ditandai dengan :
a) Lebih sulit dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-
tiba.
b) Tonus otot sangat terdepresi dan menunjukan inhibisi kuat
proyeksi spinal atas system pengaktivasi retikularis.
c) Sekresi lambung meningkat.
d) Frekuensi denyut jantung dan pernapasan sering kali menjadi
tidak teratur.
e) Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak
teratur.
f) Mata cepat tertutup dan terbuka.
g) Metabolisme meningkat
2) Karakteristik Tidur REM
a) Mimpi yang bermacam-macam
b) Otot-otot kendor, gerakan otot tidak teratur
c) Penapasan : ireguler (tidak teratur) kadang dengan apnea
d) Nadi : cepat dan ireguler
e) Tekanan darah : meningkat
f) Gelombang otak EEG aktif
g) Siklus tidur sulit dibangunkan
h) Sekresi lambung meningkat
i) Gerakan mata cepat
3) Siklus Tidur
Selama tidur, individu mengalami siklus tidur yang di dalamnya
terdapat pergantian antara tahap tidur NREM dan REM secara
berulang. Siklus tidur pada individu dapat diringkas sebagai
berikut:
a) Pergeseran dari tidur NREM tahap I-III selama 30 menit
b) Pergeseran dari tidur NREM tahap III ke tahap IV. Tahap IV
ini berlangsung selama 20 menit
c) Individu kembali mengalami tidur NREM tahap III dan tahap
II yang berlangsung selama 20 menit
d) Pergeseran dari tidur NREM tahap II ke tidur REM. Tidur
REM ini berlangsung selama 10 menit
e) Pergeseran dari tidur REM ke tidur NREM tahap II
f) Siklus tidur pun dimulai, tidur NREM terjadi bergantian
dengan tidur REM. Siklus ini normalnya berlangsung selama
1,5 jam dan setiap orang umumnya melalui 4-5 siklus selama
7-8 jam tidur
WOC

D. Manifestasi klinis
Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan
menimbulkan gejala seperti adanya perubahan-perubahan pada siklus tidur
biologiknya, daya tahan tubuh menurun serta menurunkan prestasi
kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang
pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang
lain. Gejala tidur REM adalah sebagai berikut :
1. Biasanya disertai dengan mimpi aktif
2. Lebih sulit dibangunkan dari pada selama tidur nyenyak NREM
3. Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan yang menunjukkan
inhibisi kuat pengaktivasi retikularis
4. Frekuensi jantung dan pernafasan menjadi tidak teratur
5. Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur
6. Mata cepat tertutup dan terbuka
E. Komplikasi
1. Efek psikologis
Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi,
irritable, kehilangan motivasi, depresi, dan sebagainya.
2. Efek fisik/somatik
Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi, dan sebagainya.
3. Efek sosial
Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah
mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati
hubungan sosial dan keluarga.
4. Kematian
Orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka
harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam.
Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang menginduksi
insomnia yang memperpendek angka harapan hidup.
F. Penatalaksanaan
1. Pencegahan primer
a. Tidur seperlunya, tetapi tidak berlebihan, agar merasa segar dan
sehat di hari berikutnya. Pembatasan waktu tidur dapat
memperkuat tidur; berlebihnya waktu yang dihabiskan di tempat
tidur tampaknya berkaitan dengan tidur yang terputus-putus dan
dangkal.
b. Waktu bangun yang teratur dipagi hari memperkuat siklus
sirkadian dan menyebabkan awitan tidur yang teratur.
c. Jumlah latihan yang stabil setiap harinya dapat memperdalam
tidur; namun, latihan yang hanya dilakukan kadang-kadang tidak
dapat memperbaiki tidur pada malam berikutnya.
d. Bunyi bising yang bersifat kadang-kadang (mis. bunyi pesawat
terbang melintas) dapat mengganggu tidur sekalipun orang tersebut
tidak terbangun oleh bunyinya dan tidak dapat mengingatnya di
pagi hari. Kamar tidur kedap suara dapat membantu bagi orang-
orang yang harus tidur di dekat kebisingan.
e. Meskipun ruangan yang terlalu hangat dapat mengganggu tidur,
namun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kamar yang
terlalu dingin dapat membantu tidur.
f. Rasa lapar mengganggu tidur; kudapan ringan dapat membantu
Tidur.
g. Pil tidur yang hanya kadang-kadang saja digunakan dapat bersifat
menguntungkan, namun penggunaannya yang kronis tidak efektif
pada kebanyakan penderita insomnia.
h. Kafein di malam hari dapat mengganggu tidur, meskipun pada
orang-orang yang tidak berpikir demikian.
i. Alkohol membantu orang-orang yang tegang untuk tertidur lebih
mudah, tetapi tidur tersebut kemudian akan terputus-putus.
j. Orang-orang yang merasa marah dan frustasi karena tidak dapat
tidur tidak boleh berusaha terlalu keras untuk tertidur tetapi harus
menyalakan lampu dan melakukan hal lain yang berbeda.
k. Penggunaan tembakau secara kronis dapat mengganggu tidur.

Tindakan pencegahan primer lainnya antara lain adalah:


a. Kasur yang baik memungkinkan kesejajaran tubuh yang tepat
b. Suhu kamar harus cukup dingin (kurang dari 24˚C) sehingga cukup
nyaman
c. Asupan kalori harus minimal pada saat menjelang tidur.
d. Latihan sedang di siang hari atau sore hari merupakan hal yang
dianjurkan.
2. Pencegahan sekunder
a. Catatan harian tentang tidur merupakan cara pengkajian yang
sangat bagus bagi lansia di rumahnya sendiri. Catatan tersebut
harus mencakup faktor-faktor berikut ini:
b. Seberapa sering bantuan diperlukan untuk memberikan obat nyeri,
tidak dapat tidur, atau menggunakan kamar mandi.
c. Kapan orang tersebut turun dari tempat tidur
d. Berapa hari orang tersebut terbangun atau tertidur pada saat
diobservasi oleh perawat atau pemberi perawatan.
e. Terjadinya konfusi dan disorientasi
f. Penggunaan obat tidur
g. Perkiraan orang tersebut bangun di pagi hari
3. Pencegahan tersier
a. Jika terdapat gangguan tidur seperti apnea tidur yang mengancam
kehidupan, kondisi pasien memerlukan rehabilitas melaluitindakan-
tindakan seperti pengangkatan jaringan yang menyumbat di mulut
dan mempengaruhi jalan napas. Data-data tersebut membantu
menentukan pengobatan yang terbaik untuk mengatasi kesulitan
dan merehabilitasi lansia sehingga ia dapat menikmati tidur yang
berkualitas baik sampai akhir hidup.
G. Pengkajian Data Fokus
a. Kaji penampilan wajah klien, adakah lingkaran hitam disekitar mata,
mata sayu, konjungtiva merah, kelopak mata bengkak, wajah terlihat
kusut dan lelah.
b. Kaji perilaku klien: cepat marah, gelisah, perhatian menurun, bicara
lambat, postur tubuh tidak stabil.
c. Kaji kelelahan fisik, fatique letargi.
H. Prioritas
a. Insomnia
b. Gangguan rasa nyaman
c. Gangguan pola tidur
I. Perencanaan
1. Biasakan dan Patuhi jam tidur setiap malam
2. Upayakan memodifikasi faktor lingkungan, khususnya bagi lansia yang
tinggal di institusi.
3. Pertahankan kondisi yang kondusif untuk tidur, yang mencakup
perhatian pada faktor-faktor lingkungan dan kegiatan ritual menjelang
tidur.
4. Bantu orang tersebut untuk rileks pada saat menjelang tidur dengan
memberikan usapan punggung, masase kaki atau kudapan tidur bila
diinginkan. Latihan pasif dan gerakan mengusap memberikan efek yang
menidurkan.
5. Memberikan posisi yang tepat, menghilangkan nyeri, dan memberika
kehangatan dengan selimut-selimut konvensional atau selimut listrik
listrik juga dapat membantu.
6. Jangan membiarkan pasien meminum kafein (kopi, teh, cokelat) di sore
hari dan malam hari.
7. Lakukan tindakan-tindakan yang masuk akal seperti memutar musik
lembut di radio dan menawarkan susu hangat dan minuman hangat
lainnya. Pada waktu malam, secangkir anggur, sherry, brandi atau bir
memberikan kehangatan internal dan relaksasi pada lansia yang perlu
tidur. Namun, efek dari satu minuman hanya berlangsung selama dua
pertiga siklus tidur. Sedasi juga bersifat sama, yang menyebabkan tidur
terputus-putus.
8. Tidur siang merupakan hal yang tepat; namun jumlah tidur siang tidak
boleh lebih dari 2 jam.
9. Latihan setiap hari juga harus dianjurkan. Hal ini merupakan cara yang
terbaik untuk meningkatkan tidur. Latihan harus dilakukan di pagi hari
daripada menjelang tidur karena pada jam-jam tersebut latihan hanya
akan menimbulkan efek menyegarkan daripada menidurkan.
10. Mandi air hangat terkadang dapat merilekskan lansia tetapi beberapa di
antaranya tidak menyukai intervensi ini, mengeluh pusing pada saat
mereka bangun dari tempat tidur.
J. Evaluasi
Mengevaluasi kemajuan klien terhadap pencapaian tujuan dengan melihat
acuan tujuan dan kriteria hasil pada perencanaan dan respon klien terhadap
tindakan kemudian didokumentasikan.
Daftar pustaka

Blackwell Morhead, Sue, Johnson, Marion, Maas, Meriden L., et al 2006.


Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. Missouri:
Mosby
Haq, F. (2021). Pola Tidur dan Kesehatan Jasmani Lansia. Fakultas Ilmu
Sosial Dan Politik Universitas Airlangga, 1, 1–13.
Suyono, S. 2008. Ilmu penyakit dalam Jilid 2, Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Tarwoto, dan Wartorah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Indika
.

Anda mungkin juga menyukai