Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ISTIRAHAT DAN TIDUR

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Praktik Klinik Keperawatan Dasar

Disusun:

Adella Indri Afitasari (J210160102)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017
A. PENGERTIAN ISTIRAHAT DAN TIDUR
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus
dipenuhi oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur, tubuh dapat berfungsi
secara optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang berbeda pada
setiap individu. Secara umum, istirahat berarti keadaan dimana seseorang
berada dalam keadaan rileks tanpa adanya tekanan pikiran, baik dalam keadaan
tidak beraktivitas tetapi individu tersebut juga membutuhkan ketenangan. Kata
istirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai untuk
menyegarkan diri, atau suatu keadaan melepaskan diri dari segala hal yang
membosankan, menyulitkan, bahkan menjengkelkan (Hidayat dan Uliyah,
2015).
Sedangkan tidur adalah suatu kondisi tidak sadar pada individu yang
dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensor yang sesuai yang ditandai dengan
perubahan proses fisiologis dan penurunan respon terhadap rangsangan dari
luar. Tidur memiliki ciri adanya aktifitas fisik yang minimal, tingkat kesadaran
yang bervariasi dari setiap individu, perubahan proses fisiologis tubuh, dan
terjadi penurunan respon terhadap stimulus dari luar (Hidayat dan Uliyah,
2015). Individu dalam keadaan tidur di dalam tubuhnya terjadi perubahan
proses fisiologis antara lain, (Mubarak, dkk. 2015) :
1. Penurunan tekanan darah dan denyut nadi.
2. Dilatasi pembuluh darah kapiler.
3. Kadang-kadang terjadi peningkatan aktivitas traktus gastrointestinal.
4. Relaksasi otot-otot rangka.
5. Basal metabolic rate (BMR) menurun 10-30%.

B. FISIOLOGI TIDUR
Fisiologi tidur merupakan kegiatan tidur adanya hubungan mekanisme
serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak
agar dapat tidur dan bangun. Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan
susunan saraf pusat, saraf parifer, endokrin kardiovaskular, dan respirasi
muskuloskeletal. Tiap kejadian tersebut dapat diidentifikasi atau direkam
dengan electreoencephalogram (EEG) untuk aktivitas listrik otak, pengukuran
tonus otot dengan menggunakan elektromiogram (EMG), dan elektrokulogram
(EOG) untuk mengukur pergerakan mata. Pengaturan dan kontrol tidur
bergantung pada hubungan antara dua mekanisme serebral yang secara
bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur dan bangun.
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang otak, yaitu
Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR).
RAS di bagian atas batang otak diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat
mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran, memberi stimulus visual,
pendengaran, nyeri, dan sensor raba serta emosi dan proses berpikir. Pada saat
sadar, RAS melepaskan katekolamin, sedangkan pada saat tidur terjadi
pelepasan serum serotonin dari BSR (Mubarak, dkk. 2015).
Saat tidur mungkin disebabkan oleh pelepasan serum serotonin dari sel-
sel spesifik di pons dan batang otak tengah yaitu Bulbar Synchronizing
Regional (BSR), bangun dan tidurnya seseorang tergantung pada
keseimbangan implus yang diterima dari pusat otak, reseptor sensori perifer
(misalnya bunyi, stimulus, cahaya dan emosi). Seseorang yang mencoba untuk
tidur, maka menutup matanya dan berusaha dalam posisi relaks, jika ruangan
gelap dan tenang aktivitas RAS menurun, pada saat itu BSR mengeluarkan
serum serotonin. Hipotalamus mempunyai pusat-pusat pengendalian untuk
beberapa jenis kegiatan tak sadar dari badan, yang salah satu diantaranya
menyangkut tidur dan bangun. Cedera pada hipotalamus dapat
mengangkibatkan seseorang tidur dalam jangka waktu yang luar biasa panjang
atau lama. Formasi retikular terdapat dalam pangkal otak. Formasi itu
menjulang naik menembus medula, pons, otak bagian tengah, dan lalu ke
hipotalamus (Mubarak, dkk. 2015).
Formasinya tersusun dari banyak sel saraf dan serat saraf. Serat-seratnya
mempunyai hubungan yang meneruskan implus ke kulit otak dan ke sumsum
tulang belakang. Formasi retikular itu memungkinkan terjadinya gerakan
refleks yang disengaja, ataupun dengan keadaan yang waspada. Di waktu tidur,
sistem retikular hanya mendapat sedikit rangsangan dari korteks serebral (kulit
otak) serta permukaan luar tubuh. Keadaan bangun terjadi apabila sistem
retikular dirangsang dengan rangsangan dari korteks serebral dan organ-organ
serta sel-sel pengindraan di kulit. Misalnya, jam beker membangunkan tidur
menjadi keadaan sadar apabila seseorang menyadari bahwa harus bersiap-siap
untuk pergi bekerja. Perasaan yang di akibatkan oleh kenyerian, kebisingan,
dan sebagainya akan membuat orang tidak dapat tidur lewat organ-organ serta
sel-sel di kulit badan. Oleh karena itu, keadaan tidak dapat tidur ditimbulkan
oleh kegiatan kulit otak serta apa yang dirasakan oleh badan, sedangkan
diwaktu tidur, rangsangan menjadi minimal (Mubarak, dkk. 2015).

C. TAHAPAN TIDUR
Tahapan tidur dibagi menjadi 2 antara lain, (Mubarak, dkk. 2015) :
1. Tidur Non-Rapid Eye Movement (NREM)
Disebabkan oleh penurunan kegiatan dalam sistem pengaktifan
retikularis. Tahapan tidur ini disebut tidur gelombang lambat (slow wave
sleep). Karena gelombang otak bergerak dengan sangat lambat. Tidur
NREM ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologis tubuh
termasuk juga metabolisme, kerja otot dan tanda-tanda vital misalnya
tekanan darah dan frekuensi pernafasan. Pada saat tahap tidur ini
pergerakkan bola mata melambat dan mimpi berkurang (Mubarak, dkk.
2015). Secara umum, siklus tidur normal adalah sebagai berikut:

Bangun

NREM I REM

NREM II NREM II
NREM II

NREM III
NREM III

NREM IV

Skema Siklus Tidur Normal (Hidayat dan Uliyah, 2015)

Tidur NREM terbagi menjadi 4 tahap antara lain, (Mubarak, dkk. 2015) :
a. Tahap I
Merupakan tahap paling dangkal dari tidur dan merupakan tahap
transisi antara bangun dan tidur. Ditandai dengan individu yang
cenderung rileks, masih sadar dengan lingkungannya, merasa
mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke samping. Frekuensi
nadi dan nafas sedikit menurun, serta mudah di bangunkan. Tahap 1
normalnya sekitar 5 menit sekitar 5% dari total tidur.
b. Tahap II
Merupakan tahap ketika individu masuk pada tahap tidur, tetapi
masih dapat bangun dengan mudah. Tahap 1 dan Tahap II termasuk
dalam tahap tidur ringan (light sleep). Pada tahap II, otot mulai
relaksasi, mata pada umunya menetap, dan proses-proses dalam tubuh
terus menurun yang ditandai dengan penurunan denyut jantung,
frekuensi nafas, suhu tubuh, dan metabolisme. Tahap II normalnya
selama 10-20 menit dan merupakan 50-55% dari total tidur.
c. Tahap III
Merupakan awal tahap tidur dalam atau tidur nyenyak (eep
sleep). Dicirikan dengan relaksasi otot menyeluruh serta perlambatan
denyut nadi, frekuensi nafas, dan proses tubuh yang lain. Perlambatan
tersebut disebabkan oleh dominasi sistem saraf parasimpatetik. Pada
tahap III individu cenderung sulit di bangunkan. Tahap III normalnya
selama 15-30 menit dan merupakan 10% dari total tidur.
d. Tahap IV
Pada tahap ini individu tidur semakin dalam (delta sleep). Tahap
IV ditandai dengan perubahan fisiologis, yaitu EEG gelombang otak
melemah serta penurunan denyut jantung, tekanan darah, tonus otot,
metabolisme, dan suhu tubuh. Pada tahap ini individu jarang bergerak
dan sulit dibangunkan. Tahap ini berlangsung selama 15-30 menit
merupakan 10% dari total tidur.

2. Tidur Rapid Eye Movement (REM)


Tidur REM disebut juga tidur paradoks. Tahapan ini biasanya terjadi
rata-rata setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-20 menit. Tidur REM
tidak senyenyak tidur NREM dan biasanya sebagian besar mimpi terjadi
pada tahap ini. Tidur REM penting untuk keseimbangan mental dan emosi.
Selain itu, tahapan tidur ini juga berperan dalam proses belajar, memori,
dan adaptasi (Mubarak, dkk. 2015).
Tidur REM ditandai dengan:
a. Lebih sulit di bangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba.
b. Tonus otot sangat terdepresi dan menunjukkan inhibisi kuat proyeksi
spinal atas sistem pengaktivasi retikularis.
c. Sekresi lambung meningkat.
d. Frekuensi denyut jantung dan pernafasan sering kali menjadi tidak
teratur.
e. Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur.
f. Mata cepat tertutup dan terbuka.
g. Metabolisme meningkat.

D. SIKLUS TIDUR
Selama tidur, individu melewati tahap tidur NREM dan REM. Siklus
tidur yang normal berlangsung selama 1,5 jam dan setiap orang biasanya
melalui empat hinga lima siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus tersebut dimulai
dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap NREM I-III
berlangsung selama 30 menit, kemudian diteruskan ke tahap 4 selama ±20
menit. Setelah itu individu melalui tahap III dan II selama 20 menit. Tahap I
NREM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit (Mubarak, dkk.
2015)
Tiap-tiap siklus yang berhasil, tahap III dan IV memendek, serta
memperpanjang periode REM. Tidur REM berakhir sampai 60 menit selama
akhir siklus tidur dan tidak semua orang mengalami kemajuan yang konsisten
menuju ke tahap tidur yang biasa. Sebagai contohnya, orang yang tidur dapat
berfluktuasi untuk interval pendek antara NREM bervariasi. Perubahan tahap
ketahap cenderung menemani pergerakan tubuh dan perpindahan tidur yang
dangkal cenderung terjadi secara tiba-tiba, dengan perpindahan untuk tidur
cenderung bertahap. Jumlah siklus tidur bergantung pada jumlah total waktu
yang klien gunakan untuk tidur (Mubarak, dkk. 2015).
Kondisi pre-sleep merupakan keadaan seseorang masih dalam keadaan
sadar penuh, tetapi mulai ada keinginan untuk tidur. Pada perilaku pre-sleep
misalnya seseorang pergi ke kamar tidur lalu berbaring di kasur atau berdiam
diri merebahkan dan melemaskan otot, tetapi belum tidur. Selanjutnya mulai
merasa kantuk, maka orang tersebut memasuki tahap I. Bila tidak bangun baik
disengaja maupun tidak disengaja, maka selanjutnya memasuki tahap II. Begitu
seterusnya sampai tahap IV, ia kembali memasuki tahap III dan selanjutnya
tahap II. Ini adalah fase tidur NREM. Selanjutnya ia akan memasuki tahap V,
ini disebut tidur REM. Bila ini telah dilalui semua, maka orang tersebut telah
melalui siklus tidur pertama baik tidur NREM maupun REM. Siklus ini terus
berlanjut selama orang tersebut tidur. Namun, pergantian siklus tidur ini tidak
lagi dimulai dari awal tidur, yaitu pre-sleep dan tahap I, tetapi langsung tahap II
ketahap selanjutnya seperti pada siklus pertama. Semua siklus ini berakhir bila
orang tersebut terbangun dari tidurnya (Mubarak, dkk. 2015).
Jika orang tersebut terbangun dan kembali tidur, yang merupakan hal yan
sering terjadi pada lansia, maka tahap I akan dimulai kembali. Dalam pola tidur
normal, sekitar 70 sampai 90 menit setelah awitan tidur dimulailah periode
REM pertama, bergantian dengan tidur NREM pada siklus 90 menit selama
periode tidur nokturnal. Konsekuensi dari terbangun, seperti untuk ke toilet
pada malam hari atau prosedur keperawatan dapat menimbulkan efek buruk
pada fisiologis dan fungsi mental lansia (Mubarak, dkk. 2015).

E. POLA TIDUR BERDASARKAN TINGKAT PERKEMBANGAN (USIA)


Usia merupakan salah satu faktor penentu lamanya tidur yang dibutuhkan
oleh setiap individu. Semakin tua usia, maka semakin sedikit pula lama tidur
yang dibutuhkan. Berikut ini merupakan pola tidur berdasarkan tingkat
perkembangan usia antara lain, (Mubarak, dkk. 2015) :

1. Bayi Baru Lahir/Masa Neonates (0-1 bulan)


Tidur 14-18 jam sehari, pernapasan teratur, gerak tubuh sedikit,
50% tidur NREM, banyak waktu tidurnya dilewatkan pada tahap II dan
IV tidur NREM. Setiap siklus sekitar 45-60 menit.
2. Masa Bayi (1-18 bulan)
Tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama pada
malam hari dan punya pola terbangun sebentar.
3. Toddler/ Masa Anak (18 bulan sampai 3 tahun)
Tidur sekitar 10-11 jam sehari ada teori menyatakan 11-12 jam
sehari, 25% tidur REM, banyak tidur pada malam hari, terbangun dini
hari berkurang, siklus bangun tidur normal sudah menetap pada umur 2-3
tahun.
4. Prasekolah (3-6 tahun)
Tidur sekitar sebelas jam sehari, 20% tidur REM, periode
terbangun kedua hilang pada umur tiga tahun. Pada umur lima tahun,
tidur siang tidak ada kecuali kebiasaan tidur sore hari.
5. Usia Sekolah (6-12 tahun)
Tidur sekitar sepuluh jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa waktu
tidur relatif konstan.
6. Remaja (12-18 tahun)
Tidur sekitar 8,5 jam sehari, 20% tidur REM.
7. Dewasa Muda (18-20 tahun)
Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur tahap
I, 50% tidur tahap II, dan 10-20% tidur tahap III dan IV.
8. Dewasa Pertengahan (40-60 tahun)
Tidur sekitar tujuh jam sehari, 20% tidur REM, mungkin
mengalami insomnia dan sulit untuk dapat tidur.
9. Dewasa Tua (60 tahun)
Tidur sekitar enam jam sehari, 20-25% tridur REM, tidur tahap IV
nyata berkurang kadang-kadang tidak ada. Mungkin mengalami insomnia
dan sering terbangun sewaktu tidur malam hari.

I. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUANTITAS DAN KUALITAS


TIDUR
Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur,
diantaranya adalah penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress
emosional, stimulant dan alkohol, diet, merokok, medikasi, dan motivasi
(Ambarwati. 2014).
1. Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat
menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan waktu
tidur yang lebih banyak daripada biasanya. Siklus bangun tidur selama
sakit juga dapat mengalami gangguan.

2. Lingkungan
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses
tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing
dapat mengambat upaya tidur. Sebagai contoh, temperature yang tidak
nyaman atau ventilasi udara yang buruk dapat menpengaruhi tidur
seseorang. Akan tetapi, terdapat individu yang mampu beradaptasi dan
tidak lagi terpengaruh kondisi tersebut.
3. Kelelahan
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur
seseorang. Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus tidur REM
yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali
memanjang.
4. Gaya Hidup
Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur
aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat.
5. Stress Emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang.
Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinefrin darah melalui
stimulasi sistem saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya
siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat
tidur.
6. Stimulan dan Alkohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat
merangsang Sistem Saraf Pusat (SSP) sehingga dapat menggangu pola
tidur. Sedangkan konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menggangu
siklus tidur REM. Ketika pengaruh alkohol sudah hilang, individu sering
mengalami mimpi buruk.
7. Diet
Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur
dan seringnya terjaga di malam hari. Sebaliknya, penambahan berat
badan dikaitkan dengan peningkatan total tidur dan sedikitnya periode
terjaga di malam hari.
8. Merokok
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada
tubuh. Akibatnya, perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah
terbangun di malam hari.
9. Medikasi
Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang.
Hipnotik dapat menggangu tahap III dan IV tidur NREM, beta blocker
dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik
(misalnya, meperidin hidroklorida dan morfin) diketahui dapat menekan
tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
10. Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan
lelah seseorang. Sebaliknya, perasaan bosan atau tidak adanya motivasi
untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan kantuk.

J. GANGGUAN TIDUR
Biasanya setiap orang mengalami gangguan tidur yang berbeda-beda.
Dibawah ini adalah gangguan tidur yang biasa terjadi pada setiap orang antara
lain, (Mubarak, dkk. 2015) :
1. Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik
secara kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui
pada individu dewasa. Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau
karena faktor mental seperti perasaan gundah atau gelisah. Ada 3 jenis
insomnia, yaitu :
a. Insomnia inisial : kesulitan untuk memulai tidur.
b. Insomnia intermiten : kesulitan untuk tetap tertidur karena seringnya
terjaga.
c. Insomnia terminal : bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali.
2. Hipersomnia
Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang
berlebihan terutama pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan oleh
kondisi medis tertentu, seperti kerusakan sistem saraf, gangguan pada
hati atau ginjal, atau karena gangguan metabolisme. Pada kondisi
tertentu, hipersomnia dapat digunakan sebagai mekanisme koping untuk
menghindari tanggungjawab pada siang hari.
3. Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tertahankan yang
muncul secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini sering disebut
sebagai serangan tidur atau sleep attack. Penyebab pastinya belum
diketahui, diduga karena kerusakan genetik sistem saraf pusat yang
menyebabkan tidak terkendalinya periode tidur REM. Alternatif
pencegahannya adalah dengan obat-obat seperti amfetamin atau
metilpenidase hidroklorida, atau dengan antidepresan seperti imipramin
hidroklorida.
4. Apnea Saat Tidur
Apnea saat tidur atau sleep apnea adalah kondisi terhentinya napas
secara periodik pada saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang
yang mengorok keras, sering terjaga dimalam hari, insomnia, mengatuk
berlebihan pada siang hari, sakit kepala dipagi hari, iritabilitas, atau
mengalami perubahan psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung.
5. Somnabulisme
Merupakan suatu keadaan perubahan kesadaran, fenomena tidur
bangun terjadi pada saat bersamaan. Sewaktu tidur, penderita melakukan
aktivitas motorik yang biasa dilakukan seperti berjalan, berpakaian, atau
pergi ke kamar mandi dan lain-lain. Akhir kegiatan tersebut kadang
penderita terjaga, kemudian sejenak kebingungan dan tidur kembali. Ia
tidak ingat kejadian tersebut, lebih banyak terjadi pada anak-anak, dan
penderita mempunyai resiko cedera.
6. Nighmare/Night Terror
Biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur, umunya terjadi pada
anak usia 6 tahun atau lebih, setelah tidur beberapa jam, anak tersebut
langsung terjaga dan berteriak, pucat, dan ketakutan. Hal ini dikarenakan
tidur yang disertai dengan mimpi buruk. Mereka yang sering
mengalaminya memiliki kecenderungan untuk mengalami skizofernia.
Akan tetapi mereka yang mampu mengelolanya dengan baik dapat
menjadikan pribadi yang kreatif dan artistik.

K. PATOFISIOLOGI YANG TERJADI PADA GANGGUAN TIDUR


1. Insomnia
a. Sering terbangun di tengah malam, sehingga sering mengantuk di
keesokan harinya.
b. Perubahan suasana hati.
c. Susah untuk memulai tidur dan tidak bisa menutup mata.
d. Kantong mata hitam.
e. Merasa letih dan lelah di sepanjang hari dan secara terus-menerus
mengalami kesulitan untuk tidur di malam harinya.
f. Bisa mudah tidur, tetapi bangun terlalu awal dan tidak dapat tidur
kembali.
2. Hipersomnia
a. Merasa lelah yang hebat sepanjang hari.
b. Selalu ingin tidur di siang hari.
c. Merasa tetap mengantuk meskipun telah tidur malam dan tidur siang.
d. Sulit berpikir dan membuat keputusan, pikiran tidak jernih.
e. Apatis (kurang emosi, motivasi, atau antusiasme).
f. Sulit berkonsentrasi atau mengingat.
g. Peningkatan risiko kecelakaan, terutama kecelakaan kendaraan
bermotor.
3. Narkolepsi
Para peneliti mempercayai bahwa dalam hampir 90% dari orang
yang menderita narkolepsi disebabkan oleh kekurangan hipocretim/
orexin ligan. Oleh karna itu, para ahli mempercayai bahwa narkolepsi
adalah genetik di alam karna fungsi normal dan abnormal
neurotransmitter modulasi kekebalan. Namun para peneliti telah mampu
mengembangkan tes diagnostik baru yang melibatkan mengukur cairan
cerebrospinal untuk tingkat hypocretin. Dan jika masalah dapat dilihat
dalam tingkat kini. Maka terapi penggantian hyprocetin dapat diberikan.
Namun, pengobatan ini masih dalam tahap perkembanagan dan tidak
tersedia untuk merawat orang yang menderita narkolepsi.
4. Apnea Saat Tidur
Apnea menyababkan ngantuk yang berbahaya selama siang hari
selain itu apnea tidur terkait dengan masalah jantung dan paru-paru
termasuk tekanan darah tinggi. Saat siang hari, pasien mengantuk yang
berlebihan, konsentrasi rendah, daya ingat menurun dan mudah marah.
Dalam jangka panjang kondisi ini bisa menyebabkan tekanan darah
tinggi, penyakit jantung, stroke dan kematian mendadak selama
seseorang itu tidur.
Seseorang yang mengalami gangguan mendengkur atau apnea tidur
merasa sanat lelah disiang hari mereka bahkan dapat tertidur ketika
sedang bekerja, berkendara, sedang berdiskusi, sedang membaca atau
menonton tv. Selain itu pada pasien yang memiliki gangguan apnea tidur
mengalami dengkuan yang keras, kebanyakan orang yang mengalami
gangguan ini sering sekali diselingi dengan tarikan nafas panjang yang
spontan dan cepat kemudian orang tersebut akan mudah tersinggung,
diakibatkan kaena kurangnya tidur dan stres untuk menjalani hidup
normal.
5. Somnabulisme
a. Berdiri dari tidurnya dan membuka mata layaknya orang yang
terbangun dari tidur.
b. Matanya tidak memiliki “sinar” dan ekspresi layaknya orang yang
terjaga.
c. Berjalan berkeliling rumah, mungkin membuka dan menutup pintu
dan menghidupkan atau mematikan lampu.
d. Melakukan aktifitas rutin seperti berpakaian atau memasak bahkan
yang lebih berbahaya adalah mengemudikan kendaraan. Terkadang
bahkan berbicara atau beraktifitas lain dengan gaya yang canggung.
6. Nighmare/Night Terror
a. Gejala utamanya adalah satu atau lebih episode bangun dari tidur,
mulai dengan berteriak karena panik, disertai anxietas (kecemasan)
yang hebat, seluruh tubuh bergetar dan hiperaktivitas otonomik
seperti jantung berdebar-debar, napas cepat, pupil melebar dan
berkeringat.
b. Episode ini dapat berulang dan lamanya setuap episode berkisar 1-10
menit, dan biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur malam.
c. Relatif tidak bereaksi terhadap berbagai upaya orang lain untuk
mempengaruhi keadaan teror tidurnya, dan kemudian dalam
beberapa menit setelah bangun biasanya terjadi disorientasi dan
gerakan-gerakan berulang.
d. Ingatan terhadap kejadian, kalaupun ada sangat minimal (biasanya
terbatas pada satu atau dua bayangan yang terpilah-pilah).
e. Tidak ada bukti gangguan organik.

L. ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH ISTIRAHAT DAN


TIDUR
1. Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif Data Obyektif
a. Tidur sebelum dan selama sakit a. Observasi kebutuhan tidur:
1) Waktu mulai tidur 1) waktu mulai tidur
2) Lama tidur 2) Lama tidur
3) Kualitas bangun tidur 3) Keadaan tidur.
b. Masalah tidur b. Masalah tidur
1) Keluhan yang dialami/ 1) Apakah pasien tampak masih lelah
dirasakan selama tidur 2) Apakah matanya merah kurang tidur
2) Apakah sering mimpi yang 3) Apakah pasien masih tampak lesu
dapat mempengaruhi tidur dan tidak bergairah
3) Faktor-faktor lain misalnya 4) Apakah masih tampak mengantuk
5) Adakah menampakkan wajah kurang
bising, nyeri, dan lain-lain yang
bergairah, ansietas, gelisah, dan lain-
mempengaruhi tidur pasien
4) Apakah sering terbangun lebih lain
awal atau pada saat tidur dan
susah melanjutkan tidur
5) Apakah kesulitan memulai tidur

2. Diagnosis Keperawatan
Menurut NANDA (2015-2017), masalah gangguan istirahan dan tidur
berhubungan dengan:
Diagnosa
Faktor yang Berhubungan Batasan Karakteristik (Subjektif/
Keperawatan
(Etiologi/E) Objektif/ Symptom/S)
(Problem/P)
Deprivasi Tidur  Apnea tidur  Ansietas
 Demensia  Apatis
 Enuresis terkait tidur  Fleeting nystagmus
 Ketidaksinkronanirama  Gangguan Persepsi
sirkadian yang terus  Gelisah
menerus  Halusinasi
 Mimpi buruk  Keletihan
 Narkolepsi  Malaise
 Pola tidur tidak  Mengantuk
 Tremor tangan
menyehatkan
 Perubahan Konsentrasi
 Program Pengobatan
Gangguan Pola  Gangguan karena  Kesulitan jatuh tertidur
Tidur pasangan tidur  Ketidakpuasan tidur
 Halangan Lingkungan  Menyatakan tidak merasa
 Imoobilisasi cukup istirahat
 Kurang Privasi  Penurunan Kemampuan
 Pola tidur tidak Berfungsi
menyehatkan  Perubahan pola tidur normal
Insomnia  Ketakutan  Bangun terlalu dini
 Ketidaknyamanan fisik  Gangguan pola tidur
 Berduka  Kesulitan memulai tidur
 Depresi  Gangguan status kesehatan
 Ansietas  Sering membolos
 Faktor lingkungan  Tidur tidak memuaskan
 Higiene tidur tidak  Perubahan konsentrasi
adekuat  Perubahan mood
 Konsumsi alkohol  Penurunan kualitas hidup
 Sering mengantuk  Kurang bergairah
 Stressor
Kesiapan -  Menyatakan minat
Meningkatkan meningkatkan tidur
Tidur

3. Perencanaan Keperawatan (Intervensi)


Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Deprivasi Tidur NOC NIC
berhubungan dengan Setelah dilakukan
apnea tidur asuhan keperawatan 1 X  Observasi TTV
 Berikan posisi semi
DS: Pasien mengeluh 24 jam pasien dapat
flower saat pasien
sering henti napas saat tidur normal. Dengan tidur.
tidur kriteria hasil:  Berikan terapi
DO:  Pernapasan tidak oksigenasi pada
 Pemeriksaan TTV terganggu pasien.
 Pernafasan sesak  Tingkat kelelahan  Edukasi tentang
saat tidur berkurang penyakit yang
 TTV batas normal dialami.
Gangguan pola tidur NOC NIC
berhubungan dengan pola Setelah dilakukan  Pemberian obat
tidur tidak menyahatkan asuhan keperawatan 3 X  Terapi relaksasi
DS: Pasien mengatakan 24 jam pasien mampu  Edukasi tentang
susah tidur dan badan mengatasi masalah pola pentingnya tidur
tidak fit setelah bangun tidur: berkuaitas
tidur  Kualitas tidur baik  Bantu
DO:  Badan kembali fit menghilangkan
 Wajah pucat setelah tidur situasi stress
 Mata Bengkak sebelum tidur
Insomnia berhubungan NOC NIC
dengan depresi Setelah dilakukan  Berikan terapi
DS: Pasien mengatakan asuhan keperawatan 3 X relaksasi
sering begadang 24 jam pasien terpenuhi  Berikan lingkungan
DO: kebutuhan tidurnya yang nyaman
 Mata sembab Dengan kriteria hasil:  Bantu pasien
 Badan lemas tak  Waktu tidur menyelesaikan
bersemangat tercukupi masalahnya
 Kualitas tidur baik
Kesiapan peningkatan NOC NIC
tidur Setelah dilakukan  Lakukan Pemijatan
asuhan keperawatan 3 X  Relaksasi Otot
DS 24 jam pasien terpenuhi Progresif
 Pasien mengatakan kebutuhan tidurnya  Manajemen
minat meningkatkan Dengan kriteria hasil: Pengobatan
tidur  Kualitas Tidur Baik  Terapi Musik
DO
-
DAFTAR PUSTAKA

I Sudarta, Wayan. 2016. Pengkajian Fisik Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen


Publishing

Komalasari, Renata. 2013. Rujukan Cepat Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC

Mubarak, Wahit Iqbal, dkk.2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan, Aplikasi Pada Praktik Klinik.


Jakarta: Salemba Medika

Riyadi S, Harmono H. 2012. Standard Operating dalam Praktik Klinik


Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Setiya Wahyudi, Andri. 2016. Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra Wacana
Media

Tarwoto dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA Internasional. 2015. Nursing Diagnoses:Definitions & Classification


2015-2017. Jakarta: EGC.

Bulecheck, Gloria., dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Lowa:


Mosby Elsavier.

Jhonson, Marion. 2013. Lowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC).


St. Louis, Missouri: Mosby.

Anda mungkin juga menyukai