PROGRAM FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015/2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul Ontologi Filsafat
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tugas Filsafat Ilmu ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan
implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial.
Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat
ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana
suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut
dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan
alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi
dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan
untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap
masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik
bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga
untuk memahami masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan
dan mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian
yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita
memperoleh pengetahuan,ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat
segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang
membahas tentang guna pengetahuan. Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah
penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan
pembahansannya.
3
Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat,hanya
saja berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula. Epistemologi sebagai
teori pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan,bagaimana
kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain.Ontologi membahas tentang
apa objek yang kita kaji,bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan
daya pikir.Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan
kita akan pengetahuan di atas,klasifikasi,tujuan dan perkembangannya.
Di antara ketiga teori disebut ontologi dikenal sebagai satu kajian kefilsafatan
yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan
sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat
ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan
orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal
sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi
terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Thales berpenderian bahwa
segala sesuatu tidak berdiri dengan sendirinya melainkan adanya saling keterkaitan
dan keetergantungan satu dengan lainnya .
Ontologi secara ringkas membahas realitas atau suatu entitas dengan apa
adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta.
Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas
tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola
berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan
sebagai dasar pembahasan realita.
4
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk menjelaskan pengertian dari ontologi.
2. Untuk menjelaskan sudut pandang dari ontologi.
3. Untuk menjelaskan aliran-aliran ontologi.
4. Untuk menjelaskan asumsi-asumsi dari ilmu.
5. Untuk menjelaskan manfaat dari ontologi filsafat.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal
seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum
membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf
yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang
merupakan asal mula segala sesuatu.
6
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti
sesuatu yang berwujud (being) dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang
pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada
menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada manusia,
ada alam, dan ada kausa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dan
tertib dalam keharmonisan. Ontologi dapat pula diartikan sebagai ilmu atau teori
tentang wujud hakikat yang ada. Obyek ilmu atau keilmuan itu adalah dunia empirik,
dunia yang dapat dijangkau pancaindera. Dengan demikian, obyek ilmu adalah
pengalaman inderawi. Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada logika
semata. Pengertian ini didukung pula oleh pernyataan Runes bahwa ontology is the
theory of being qua being, artinya ontologi adalah teori tentang wujud.
30( )
7
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
Manusia dalam kajian kali ini lebih difokuskan kepada subjek pendidikan,
bahwa dalam dunia pendidikan manusialah yang banyak berperan. Karena
dilakukannya pendidikan itu tidak lain diperuntukan bagi manusia, agar tidak timbul
kerusakan di bumi ini. Dalam pendidikan bahwa manusia dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu sebagai pendidik dan peserta didik.
Sedangkan anak didik (peserta didik) adalah makhluk yang sedang berada
dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing.
Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik
optimal kemampuan fitrahnya. Pengertian tersebut berbeda apabila anak didik
(peserta didik) sudah bukan lagi anak-anak, maka usaha untuk
menumbuhkembangkannya sesuai kebutuhan peserta didik, tentu saja hal ini tidak
bisa diperlakukan sebagaimana perlakuan pendidik kepada peserta didik (anak didik)
yang masih anak-anak. Maka dalam hal ini dibutuhkan pendidik yang benar-benar
dewasa dalam sikap maupun kemampuannya.
Dalam pandangan modern, anak didik tidak hanya dianggap sebagai obyek
atau sasaran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subyek
8
pendidikan, dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam
proses belajar mengajar. Dengan demikian bahwa peserta didik adalah orang yang
memerlukan pengetahuan, ilmu, bimbingan dan pengarahan. Islam berpandangan
bahwa hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses memperolehnya dilakukan
melalui belajar kepada guru. Karena ilmu itu berasal dari Allah, maka membawa
konsekuensi perlunya seorang peserta didik mendekatkan diri kepada Allah atau
menghiasi diri dengan akhlak yang mulai yang disukai Allah, dan sedapat mungkin
menjauhi perbuatan yang tidak disukai Allah.
Bertolak dari hal itu, sehingga muncul suatu aturan normatif tentang perlunya
kesucian jiwa sebagai seorang yang menuntut ilmu, karena ia sedang mengharapkan
ilmu yang merupakan anugerah Allah. Ini menunjukkan pentingnya akhlak dalam
proses pendidikan, di samping pendidikan sendiri adalah upaya untuk membina
manusia agar menjadi manusia yang berakhlakul karimah dan bermanfaat bagi
seluruh alam.
9
2.2 Sudut Pandang dalam Filsafat Ilmu
10
2.3.1 Apakah yang ada itu? (What is being?)
Dalam memberikan jawaban masalah ini lahir lima filsafat, yaitu sebagai
berikut :
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin
dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal
berupa materi ataupun berupa ruhani. Tidak mungkin ada hakikat masing-
masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber
yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Plato
adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia
menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah
monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini
kemudian terbagi ke dalam dua aliran :
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi,
bukan ruhani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme.
Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-
546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena pentingnya
bagi kehidupan. Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur
asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari
segala kehidupan. Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat
alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat
dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang merupakan asal kejadian
alam.
11
b. Idealisme dalam Filsafat
Idealisme diambil dari kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu
yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik
yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap
hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu.
Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang
pada kebenaran sejati.
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan
roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan
berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan
kehidupan dalam alam ini.
12
Doubt). Disamping Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza (1632-1677
M), dan Gitifried Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M).
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan
Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan
terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran
ini adalah William James (1842-1910 M), yang mengemukakan bahwa tiada
kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri
sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak
ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif.
Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia.
13
5. Aliran Agnostisisme dalam Filsafat
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-
tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan
julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa
manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku
individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu
orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang
mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya
manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean
Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia selalu
menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada), melainkan a entre
(akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham
pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui
hakikat benda, baik materi maupun ruhani.
Apakah yang ada itu sebagai sesuatu yang tetap, abadi, atau berubah-ubah?
Dalam hal ini, Zeno (490-430 SM) menyatakan bahwa sesuatu itu sebenarnya
khayalan belaka. Pendapat ini dibantah oleh Bergson dan Russel. Seperti yang
dikatakan oleh Whitehead bahwa alam ini dinamis, terus bergerak, dan merupakan
struktur peristiwa yang mengalir terus secara kreatif.
14
2.3.3 Di manakah yang ada itu? (Where is being?)
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu berada dalam alam ide, adi kodrati,
universal, tetap abadi, dan abstrak. Sementara aliran materilisme berpendapat
sebaliknya, bahwa yang ada itu bersifat fisik, kodrati, individual, berubah-ubah, dan
riil.
Objek ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi
filsafat pada umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontologi banyak di
gunakan ketika kita membahas yang ada dlaam konteks filsafat ilmu.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan
pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam
setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang
meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
1. Objek Formal
15
2. Metode dalam Ontologi
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
3.2 Saran
Belajar hendaknya menjadi salah satu karakter yang selalu melekat di dalam
perilaku suatu bangsa. Dari hal itulah setiap bangsa berusaha mengunggulakan
pendidikan sebagai sebuah fondasi dari pendirian sebuah bangsa. Proses pendidikan
tidak terlepas dari konsep ontology, epistemologi, dan akasiologi didalam
pengkajiaanya dimana pelaksannanya harus mencerminkan aktualisasi dari cita - cita
suatu bangsa. Ontologi dari sebuah pendidikan adalah mengubah baik perilaku,
kognitif, dan psikomotor sebagai sebuah perubahan yang riil dimana penerapannya
kepada peserta didik harus dilandasi dengan humanisme yang akan merubah dari
ketiga aspek tersebut dari background atau intake yang buruk atau kurang baik
menjadi lebih baik. Hakekat dari sebuah pendidikan haruslah secara proper berniat
dan berperilaku sebagai penerang suatu bangsa dari kegelapan berpikir. Pemerintah
sebagai pemangku kebijakan harus memiliki peran dan tindakan serius di dalam
memecahkan persoalan pendidikan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Soetriono dan Hanafie, Rita. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: Andi Offset.
http://junitarohma.blogspot.co.id/2013/09/makalah-ontologi-filsafat-
ilmu_6181.html
http://harisreinald3.blogspot.co.id/2013/03/ontologi.html
19