Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PSIKOLOGI DALAM LINTAS SEJARAH

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Psikologi Umum

Dosen Pengampu : Drs. Chamdani M.Pd.

Disusun oleh :

Kelompok 2

1. Okty Widiarti (K7119206)


2. Ulfah Fauziah (K7119267)
3. Wakhid Sandi Nugroho (K7118136)
Kelas I C

PROGRAM S1 PGSD KAMPUS KEBUMEN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam resume ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini

Kebumen, September 2019

Penyusun
PETA KONSEP

PSIKOLOGI UMUM BAB II


“PSIKOLOGI DALAM LINTAS SEJARAH”

Psikologi Sebagai Psikologi Sebagai Aliran Psikologi


Bagian Dari Filsafat Ilmu Yang Mandiri

1. Psikologi Plato 1. Psikologi Lama (Kuno) 1. Struktualisme

2. Psikologi Aristoteles 2. Psikologi Modern 2. Aliran


Fungsionalisme
3. Psikologi Rene Descartes
a. William James
4. Psikologi John Locke
b. James Rownland
5. Psikologi Leihbniz Angell
6. Psikologi George Berkeley 3. Aliran Psikoanalis
7. Psikologi David Hume 4. Aliran Psikologi Gestalt
8. Psikologi John Stuart Mill 5. Aliran Behaviorisme
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu jiwa atau psikologi adalah suatu cabang dari ilmu pengetahuan
yang mempelajari, menyelidiki, atau membahas fungsi-fungsi kejiwaan dari
orang yang sehat. Atau dengan perkataan lain psikologi mempelajari aktivitas
kehidupan kejiwaan dari orang yang normal. Sejarah psikologi berawal dari
berkembangnya ilmu filsafat yang membahas tentang “jiwa”. Sejak zaman
filsuf-filsuf besar seperti socrates telah berkembang filsafat mental yang
membahas secara jelas persoalan “jiwaraga”. Kemudian ada Rene Descartes
mengemukakan bahwa manusia memiliki dimensi jiwa dan raga yang tidak
dapat dipisahkan.
Di dalam ilmu jiwa atau psikologi sendiri terdapat bermacam-macam
definisi tentang ilmu jiwa. Mulai dari tokoh-tokoh psikologi mereka berusaha
mengartikan psikologi sesuai dengan cara pandang dan pikiran mereka
masing-masing hingga lahirnya berbagai aliran dalam psikologi. Semua itu
tidak terlepas dari adanya usaha dalam mengartikan psikologi secara spesifik
agar lebih mudah dipahami khalayak umum.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Psikologi sebagian dari filsafat
2. Apa saja aliran-aliran Psikologi
3. Bagaimanakah Psikologi sebagai ilmu mandiri
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui psikologi sebagian dari filsafat
2. Untuk mengetahui aliran-aliran Psikologi
3. Untuk mengetahui bagaimana Psikologi sebagai ilmu mandiri
BAB II
PEMBAHASAN

A. Psikologi sebagai bagian dari ilmu filsafat


Pada zaman sebelum Masehi, jiwa manusia sudah menjadi topik pembahasan
para filsuf. Saat itu, para filsuf sudah membicarakan aspek-aspek kejiwaan manusia
dan mereka mencari dalil, pengertian, serta berbagai aksioma umum, yang berlaku
pada manusia.

Ketika itu, psikologi memang sangat terpengaruh oleh filsafatnya sendiri. Hal
tersebut dimungkinkan karena para ahli psikologi pada masa itu adalah ahli-ahli
filsafat atau para ahli filsafat waktu itu juga ahli psikologi.

Sebelum tahun 1879, jiwa dipelajari oleh para filsuf dan para ahli ilmu faal
(fisiologi), sehingga psikologi dianggap sebagai bagian dari kedua ilmu tersebut
(Fauzi,1997:14). Selain pengaruh dari ilmu faal, psikologi juga dipengaruhi oleh
suatu hal yang tidak sepenuhnya berhubungan dengan ilmu faal, meskipun erat
hubungannya dengan ilmu kedokteran yaitu hipnotisme (Dirgagunarsa, 1996:36).
Menurut singgih Dirgagunarsa, hipnotisme timbul karena adnya kepercayaan bahwa
dalam alam ini terdapat kekuatan- kekuatan misterius, yaitu magnetic. Paracelsus
(1493-1541), seorang ahli mistik, menunjukkan bahwa dalam tubuh manusia terdapat
magnet yang sama halnya dengan bintang-bintang di langit dapat mempengaruhi
tubuh manusia melalui pemancaran yang menembus angkasa. Dalam hubungan itu,
Van Helmont (1577-1644) mengemukakan doktrin animal magnetism, yaitu cairan
yang bersifat magnetis dalam tubuh manusia dapat dipancarkan untuk mempengaruhi
badan, bahkan jiwa orang lain. (Dirgagunarsa, 1996:36)
Para ahli ilmu filsafat kuno, seperti Plato (429-347 SM) dan Aristoteles (384-322
SM), telah memikirkan hakikat jiwa dan gejala-gejalanya. Pada zaman kuno, tidak
ada spesialisasi dalam lapangan keilmuan, sehingga boleh dikatakan bahwa semua
ilmu tergolong dalam apa yang disebut filsafat itu. Sementara ahli filsafat ada yang
mengatakan bahwa filsafat adalah induk ilmu pengetahuan.

Sebagai induk ilmu pengetahuan, filsafat adalah ilmu yang mencari hakikat
sesuatau dengan menciptakan pertanyaan dan jawaban secara terus-menerus,
sehingga mencapai pengertian yang hakiki tentang sesuatu. Masa itu belum ada
pembuktian-pembuktian empiris, melainkan berbagai teori dikemukakan berdasarkan
argumentasi logika belaka. Psikologi benar-benar masih merupakan bagian dari
filsafat dalam arti yanag sebenarnya.

Filsafat itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, philosophia; dari philos, cinta;
atau philia, persahabatan, kasih sayang, kesukaan, kemudian sophos, orang bijak; atau
sophia, kebijakan, pengetahuan, keahlian atau pengalaman praktis, intelegensi. Bakry
(1871:17) mengatakan bahwa filsafat ialah sejenis pengetahuan yang menyelidiki
segalka sesuatau dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia,
sehaingga menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikat dapat dicapai akal
manusia dan bagaimana siakp manusia setelah mencapai pengetahuan itu.

Pada abad pertengahan, psikologi masih merupakan bagian filsafat, sehingga


objeknya tetap hakikat jiwa, sementara metodenya masih menggunakan argumentasi
logika.

Uraian oleh para filsuf abad pertengahan umumnya berkisar seputar ketubuhan
dan kejiwaan. Berbagai pendangan mengenai ketuhanan dan kejiwaan dapat
digolongkan. Dalam dua hal, yaitu Dirgagunarsa, 1996:17) :
1. Pandanagan bahwa antara ketubuhan dan kejiwaan (antara aspek psikis dan
fisik) tidak dapat dibedakan karena merupakan suatu kesatuan. Pandangan ini
disebut monism.
2. Pandangan bahwa ketubuhan dan kejiwaan pada hakikat dapat berdiri sendiri,
meskipun disadari bahwa antara kejiwaan dan ketubuhan merupakan suatu
kesatuan. Ini disebut dualism.

Tokoh-tokoh abad pertengahan, antara Rene Descartes (1596-1650) yang terkenal


dengan teori tentang kesadaran, Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) yang
mengutarakan teori kesejajaran psikofhisik (psychophysical paralellism), John Locke
(1632-1704) dengan teori tabula rasa.

1. Psikologi Plato (429-347 SM)

Plato dilahirkan pada 29 Mei 429 SM di Athena. Sewaktu berumur 20 tahun,


filsuf Yunani yang dikabarkan terlahir dikalangan “ keluarga terhormat” ayahnya,
Ariston, disebut-sebut sebagai titisan Dewa poseidon---ini menjadi murid Socrates
yang dapat memberi kepuasan sepenuhnya pada hasratnya terhadap pengetahuan dan
kebijaksanaan. Disamping itu, ia mempunyai perasaan kepenyairan yang dalam.
Setelah Socrates menginggal, ia merantau ke Mesir, Sisilia, dan Italia Selatan. Pada
tahun 389 SM, dibukanya sekolah filsafat di Athena yang diberi nama “acedemia”.
Disini, ia mengajar 40 tahun lamanya, hanya terputus sementara karena kepergiannya
ke Silsilia beberapa kali. Dalam usia 81 tahun, ia meninggal di tanah kelahirannya
(Schmid, 1980: 10).

Buku-buku yang pada umumnya bertalian dengan psikologidan akhlak, antara


lain, buku Phaedo tentang jiwa dan keabadian sesudah mati, dan buku phaedrus
tentang cinta (poerwantana,et.al.,1988:89; schmid, 1980:10;Dirgagunarsa, 1996:13).
Ajarannya yang terkenal ialah tentang “ idea”.
Tentang “jiwa”, Plato menyebutkan sebagai bersifat immaterial. Ini karena
sebelum masuk ke tubuh kita, jiwa sudah ada terlebih dahulu di alam para sensoris.
Hal ini dikenal sebagai pre-eksistensi jiwa dari Plato. Jadi, menurut Plato jiwa
menempati dua dunia, yaitu dunia sensoris (penginderaan) dan dunia idea (yang
bersifat aslinya adalah berfikir).

Bahwa manusia tersusun atas jiwa dan badan, merupakan suatu konsep klasik
yang berulang kali dinyatakan kembali dallam tulisan-tulisan filsafat. Plato
menekankan perbedaan itu sedemikian rupa, sehingga kita berbicara tentang
dualisme. Dalam pandangan Plato, dualisme antara jiwa dan badan bersifat etis-
religius. Jiwa ialah bagian manusia yang tidak dapat mati; setelah berulang kali
dipenjarakan dalam badan lewat inkarnasi, akhirnya jiwa itu,setelah disucikan dari
kesalahan sendiri, mencapai dunia yang lebih luhur, dunia tempat kita memandang
idea-idea yang murni dan abadi. Jiwa hidup terus sesudah badan mati dan bahkan
sudah ada sebelummanusia lahir kembali dalam bentuk badan yang baru. Semula,
Plato melukiskan badan itu sebagai penjara dan kuburan bagi jiwa, kemudian sebagai
alat atau sarana bagi jiwa, kemudian meningkat dan ia memandang badan sebagi
gambaran jiwa yang patut kita hormati (peursen, 1991:231).

Dalam teorinya tentang “idea”, Plato melukiskan pertentangan antara kenyataan


rohani yang tidak dapat musnah, dan kehidupan di dunia ini, yang dialami secara
indrawi; teori ini berkaitan dengan pandangannya mengenai terpisahnya jiwa manusia
yang tidak dapat mati dan badan yang akan musnah. Idea-idea itu mewujudkan
adanya yang paling tinggi dan paling nyata, tetapi terarah juga pada idea tentang
kebaikan yang terdapat di sebelah sana, segala sesuatu yang ada. Nilai ini mendorong
Plato untuk menerjunkan diri ke dalam kehiidupan sehari-hari dan dengan demikian,
ia ingin membina watak manusia di tengah-tengah masyarakat polis itu. Di dalam
alam raya pun, idea-idea itu berpengaruh dengan pemberian wujud pada alam
kebendaan yang masih tanpa wujud ( Peursen, 1991: 251).
Teori Plato tentang idea-idea (Plato’s Theory of ideal formz) pada dasarnya meliputi
dua alam (Tule, ed., 1995: 125-126) :

1. Alam transenden (noumenal) yang absolut, sempurna, bentuk-bentuk ideal


yang berubah dimana yang baik merupakan yang utama yang biasanya
ditafsirkan sebagai keindahan dan kebenaran; juga merupakan sumber dari
segala sesuatu yang lain, seperti keadilan, ketentraman, semangat;dan
2. Alam fenomenal (dunia tampak) yang tersusun dari segala sesuatu yang
berupaya berubah, tapi selalu gagal untuk meniru ( menjiplak, ikut serta
dalam, menagmb il bagian dari) bentuk-bentuk ideal.

Cinta (atarksi, afinitas) yang dimiliki sesuatu ke arah kesempurnaan yang inheren
dalam bentuk-bentuk ideal ini mengilhami (menyebabkan, mendorong) benda-benda
di dunia fenomenal untuk berubah, bergerak, beraksi, mencari tujuan. Alam
fenomenal adalah alam yang kita indrai, alam biasa, pengalaman sehari-hari. Alam
bentuk abadi adalah alam nyata, sejati, permanen yang terkadang dapat sedikit
disingkapkan oleh rasio setelah melewati proses pendisiplinan yang memadai.
Abstraksi seperti kesamaan, rupa, memberi indikasi sederhana bahwa bentuk-bentuk
itu memang ada. Bentuk-bentuk eksis secara independen dari kesadaran.

2. Psikologi Aristoteles (384-322 SM)

Aristoteles adalah murid terbesar Plato. Filsuf Yunani yang lahir di Stagirus
(stegira), Chelcide, sebelah barat laut Aegean itu, adalah putra Nichomachus, tabib
pribadi istana raja di macedonia, juga sebagi anggota serikat kerja medik yang disebut
Sons of Aesculpius.

Pada usia tujuh belas tahun, Aristoteles dikirim ke akademik Plato di Athena. Di
sana dia belajar dan mengajar di bawah bimbingan Plato, dari tahun 347. Selama dua
bbelas tahun berikutnya, Aristoteles menagajar dan menagdakan riset di bidang
biologi, zoologi,botani, dan fisiologi di berbagi tempat.
Pada tahun 342, ia ditugaskan oleh Raja Philippus untuk mendidik putranya,
iskandar Zulkarian (Iskandar Agung) selama tujuh tahun. Kemudian ia kembali ke
athena, dan dari tahun 335 hingga tahun 325 SM, ia memberi kuliah filsafat di
lorong-lorong Lyceum. Disebabkan gaya mengajarkan yang sambil berjalan kian ke
mari. Mazhab filsafatnya di namakan Mazhab peripatetis. Di pagi hari, diajarkan
soal-soal yang paling mendalam untuk mereka yang sudah maju penegtahuannnya.
Waktu malam, diajarkan bagian bagian pengantarnya secara populer. Ia selalu
mendapat bantuan dari Iskandar. Setelah Iskandar meninggal dunia, dia diadukan
karena dituduh murtad. Ia kemudian lari ke Chalcis di Eubua, dan meninggal pada
tahun berikutnya, yakni tahun 322 SM, dalam usia 63 tahun.

Karya-karya Aristoteles di bidang psikolgi adalah De Anima (tentang sifat-sifat


dasar jiwa) dan parra Naturalia (esei-esei mengenai beberapa topik seperti sensasi,
persepsi, memori, tidur, dan mimpi).

Dalam De Anima, Aristoteles mengemukakan macam-macam tingkah laku


manusia dan adanya perbedaan tingkat tingkah laku pada organisme-organisme yang
berbeda-beda. Tingkah laku pada organisme, menurut Aristoteles, memperlihatkan
tingkatan sebagai berikut (dirguganarsa,1996:15) :

a. Tumbuhan : memperlihatkankan tingkah laku pada taraf vegetatif (bernafas,


makan tumbuh)
b. Hewan : selain tingkah laku vegetatif, juga bertingkah laku sensitif(merasakan
melalui panca indra). Jadi hewan berbeda dari tumbuhan karena hewan
mempunyai faktor perasaan, sedangkan tumbuhan tidak. Persamaannya adalah
pada tumbuhan maupun hewan terdpat tingkah laku vegetatif, misalnya dalam
hal peredaran makanan.
c. Manusia : manusia bertingkah laku vegetatif, sensitif, dan rasional. Manusia
berbeda dari organisme-organisme lainnya, karena dalam bertingkah laku,
manusia menggunakan rasionya, yaitu akal atau pikirannya.
Aristoteles adalah orang pertama yang secara eksplisit menyatakan bahwa
manusia adalah berakal budi (russell,1991:37). Argumennya untuk pandangan ini,
menurut Bertrand Russell, sekarang tampaknya tidak kuat lagi, yaitu bahkan sebagian
orang sanggup menjumlah angka-angka.

Aristoteles telah menamakan manusia sebagai makhluk karena kodratnya (Phusei)


hidup dalam masyarakat (politikon zoon). Akan tetapi, istilah ini masih dapat
diartikan sebagai cara hidup bersama seperti masyarakat lebah dan semut. Namun,
keserasian yang dengan sendirinya timbul dari kodrat, menurut C.A. Van Peursen,
tiadak di terima lagi oleh ahli-ahli pikir zaman modern (Peursen, 1991:223).

Menurut mandeville (1670-1733), masyarakat lebah, sebagi cermin masyarakat


manusia, baru dapat berjalan dengan baik karena “ kebejatan” masing-masing
anggotanya; ini tampak dari subjudul bukunya: The Fable Of The Best Or Private
Vices Made Public Benefit.

Di dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai bapak logika. Logikanya disebut


sebagai logika Tradisional, karena nantinya berkembang dengan apa yang disebut
sebagai logika modern. Logika Aristoteles itu sering juga disebut logika formal.

Jika orang-orang sofis banyak yang menganggap bahwa manusia tidak akan
mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam Metophysich menyatakan bahwa
manusia dapat mencapai kebenaran (Mayer, dalam Tafsir, 1993:52). Salah satu teori
metafisika Aristoteles yang penting ialah pendapatnya bahwa matter dan form itu
bersatu; matter memberikan substansi tertentu, form membungkusnya. Setiap objek
terdiri atas matter dan form ( Mayer, dalam Tafsir, 1993:52). Jadi, ia telah mengatasi
dualisme Plato yang memisahkan matter dab form; bagi Plato, matter itu potensi dan
form itu aktualitas.

Materi atau alam kebendaan, dalam psndangan Aristoteles, selalu bertalian


dengan kemungkainan untuk diberi wujud, dan tidak mempunyai arti sendiri. Materi
hanya berarti apabila diberi wujud. Bila membicarakan zat hidup, Aristoteles
menekankan aspek ini : hidup berarti terlaksananya pemberian wujud (Intelecchiez).
Bahkan, biarpun tak dapat dilepaskan dari wujud kehidupan, niscaya harus ada. Tak
ada bentuk-bentuk hidup bila tak ada materinya.

Secara menyeluruh, Aristoteles memandang dunia dan manusia sebagai sebuah


proses perkembangan yang berlangsung terus-menerus. Proses ini dikuasai oleh oleh
keterarahan final, yakni terarah pada “yang baik . filsafat Aristoteles adalah suatu
teologi (“telos”, bahasa yunani, berarti “tujuan”): seluruh perkembangan kosmos
dikuasai oleh gagasan tentang “yang baik” itu.

Dalam metafisika, Aristoteles mengatakan bahwa seluruh proses perkembangan


dikuasai oleh aktus murni yang seluruhnya sempurna, dan yang merupakan “cause
finalis”, penyebab berupa tujuan, (akhir) bagi seluruh proses perkembangan al;am
semesta.

Akhirnya, pada Aristoteles, kita menyksikan bahwa pemikiran filsafat lebih maju,
dasar-dasar sains diletakkan. Tuhan dicapai denagn akal, tetapi ia percaya pada
Tuhan. Jasanya dalam menolong Plato dan socrates memerangi orang sofis, dalam
pandanagn Tafsir ( 1993:52), karena bukunya yang menjelaskan palsunya logika yang
digunakan oleh tokoh-tokoh sofisme.

3. Psikologi Rene Descartes (1596-165 M)

Sumbangan Descartes yang menonjol dalam bidang psikologi ialah ingin


memecahkan persoalan tentang hubungan antara psikis atau jiwa (mind) dan
badan (min-body problem). Menurut Descartes psikis merupakan dunia mental dan
badan atau jasmani merupakan dunia material (material world), dua hal yang
mempunyai sifat-sifat yang berbeda.

Menurut Descartes, bahwa ilmu jiwa adalah ilmu pengetahuan mengenai gejala-
gejala kesadaran manusia. Jadi kesadaran adalah faktor yang paling menentukan
dalam psikologinya. Menurut Descartes, bahwa hubungan antara psikis berpengaruh
pada badan, tetapi badan tidak berpengaruh pada psikis. Tertapi menurut Descartes
psikis dapat mempengaruhi badan, dan sebaliknya badan juga dapat mempengaruhi
psikis. Jadi hubungannya tidak searah tetapi dua arah.

Dalam pandangan Socrates, Psikologi (ilmu jiwa) adalah ilmu pengetahuan


mengenai gejala-gejala pemikiran atau gejala-gejala kesadaran manusia, terlepas dari
badannya. Raga manusia yang terdiri atas materi dipelajari oleh ilmu pengetahuan
yang lain, terlepas dari jiwanya. Menurut Descartes, badan itu seperti halnya mesin,
tak ada bedanya kerja badan dengan kerja mesin. Ia menjelaskan bahwa tiap aspek
berfungsi badan-seperti pencernaan, penginderaan, itu bekerja secara mekanis.

Menurut Descartes, ada dua macam tingkah laku, yaitu tingkah laku mekanis
yang terdapat pada semua hewan dan merupakan bagian dari tingkah laku manusia
dan tingkah laku rasional yang hanya terdapat pada manusia. Menurut Descartes,
hubungan antara jiwa dan badan, yakni paham yang interaksionisme, yaitu ada
hubungan (interaksi) antara badan dan jiwa.

4. Psikologi John Locke (1632-1704 M)

Locke memusatkan studinya terutama pada fungsi kognitif, yaitu bagaimana


psikis itu memperoleh pengetahuan. Ia menolak pendapat bahwa adanya pengertian-
pengertian pembawaan. Menurut Locke, anak tidak dilengkapi oleh pengetahuan
apapun pada waktu dilahirkan. Menurut Locke, pengetahuan itu diperoleh melalui
pengalaman. Menurutnya, anak dilahirkan itu seperti Tabula rasa, bagaikan kertas
putih bersih yang akan ditulisi oleh pengelaman. Jhon Locke adalah merupakan
tokoh empirisme (empiricism)

Teorinya yang sangat penting adalah “tabula rasa” (tabula= meja, rasa
= lilin), yaitu meja yang tertutup lapisan lilin putih. Kertas putih bersih dapat ditulis
dengan tinta warna apa pundan warna tulsiannya akan sama dengan warna tinta
tersebut. Begitu pula halnya dengan meja yang berlilin, dapat dicat berwarna-warni,
sebelum ditempelkan. Anak diumpamakan bagaikan kertas putih bersih, sedangkan
warna tinta, diumpamakan sebagai lingkungan (pendidikan) yang akan berpengaruh
terhadapnya.

Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan, dan


pendidikan dalam arti perkembangan individu. Jadi lingkungan di mana orang itu
hidup adalah faktor terpenting yang membentuk kepribadian orang itu. Akan menjadi
apakah orang itu kelak, sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman apakah
yang akan mengisi tabula rasa tersebut. Sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir
dianggap tidak ada pengaruhnya. John Locke mengemukakan bahwa jiwa manusia
dihubungkan dengan dunia luar melalui panca indra. Benda-benda yang terdapat
diluar diri manusia, setelah itu ditangkap oleh pancaindra diteruskan ke dalam jiwa
manusia, setelah itu ditangkap sebagi ide-ide. Jiwa menurut Locke adalah gabungan
dari ide-ide campuran itu, jadi, ide dapat dipecah-pecah menjadi beberapa ide.

5. Psikologi Leibniz (1646-1716)

Nama lengkapmya Gottfried Wilhem Von Leibniz. Filsuf sejarawan,


matematikawan, dan fisikawan Jerman ini lahir di Leipzig pada tahun 1646 dan
meninggal pada tahun 1716. Leibniz dianggap sebagai orang yang memelopori studi
psikologi di Jerman.ia menempuh pendidikanya di Universitas Leipsig, tempat ia
belajar hokum dan filsafat.

Sebagai seorang psikolog ia mempelajari ihwal badan dan jiwa. Hubungan


badan dan jiwa dikatakannya beraifat pararel menurut Leibniz badan dan jiwa diatur
dalam hokum yang sama yang disebut sebagai psychophycal parallelism. Leibniz
berpendapat bahwa tingkah laku tubuh manusia diatur oleh hokum khusus yang
disebut hokum mekanika.Substansi menurut Leibniz adalah hidup, dan setiap sesuatu
terjadi ntuk satu tujuan.Penuntun prinsip filsafat Leibniz adalah “prinsip akal uang
mencukupi”, yang dirumuskan “sesuatau harus mempunyai alasan”. Bahkan, Tuhan
juga harus mempunyai alasan untuku setiap yag diciptakan-Nya. Kita lihat bahwa
prinsip ini menuntun filsafat Leibniz.

Leibniz dalam disertasinya mengutarakan dugaanya bahwa “materi” dan


“kuantitas” sama saja. Ia menempatkan materi dan roh pada taraf yang sama. Secara
dinamis, Leibniz menggambarkan kenyataan yang apabila dipandang dari dalam,
terdiri atas unsur-unsur daya rohani (modane).Akan tetapi, jika unsur-unsur itu
didekati dari luar, tampak sebagai materi dan keluasan. Konsep “kuantitas” ini
semakin menghampakan konsep “materi”, bahkan pengertian tentang ruang bukan
“kosong” lagi, meainkan dipersempit, disamakan dengan angka dan ukuran.

Leibniz berpendapat, banyak dunia yang secara logis mungkin dan semua itu
dapat diciptakan oleh Tuhan, bahwa beberapa diantaranya tidak disertai oleh dosa
ataupun penderitaan’ dan bahwa dalam dunia actual, jumlah orang yang terkutuk jauh
lebih banyak daripada jumlah orang yang selamat.Menurut pendapat Leibniz, dunia
yang sesungguhnya berisi kemauan bebas. Dalam hubungan dengan kebebasan ini, ia
mengatakan “kita semakin bebas, semakin kita bertindak bertanggung jawab, dan
semakin diperbudak, semakin kita dikendalikan oleh nafsu-nafsu kita”.

Menurut Leibniz, dunia seperti adanya, tidak mungkin menjadi lebih baik dari
keadaan sekaranng. Hal itu disebabkan kebijakan, kebaikan, dan kemahakuasaan
tuhan telah mengharuskan dia untuk menciptakan dunia ini sebagai yang terbaik dari
antara semua dunia yang mungkin dicipta.

6. Psikologi George Berkeley (1685-1753 M)

George Berkeley adalah seorang filsuf Irlandia yang juga menjabat sebagai
uskup di Gereja Anglikan. Bersama John Locke dan David Hume, ia tergolong
sebagai filsuf empiris Inggris yang terkenal.

Berkeley adalah salah satu tokoh berpengaruh dalam filsafat Barat, doktrin-
doktrinnya mengerahkan pengaruh yang sangat signifikan pada filsafat analitik.
Sebagai matematikawan, George Berkeley dikenal karena pemikiran kritiknya
terhadap teori-teori matematika.

Ia dilahirkan pada 12 Maret 1685 di County Kilkenny, Irlandia. Berkeley


mengembangkan suatu pandangan tentang pengenalan visual tentang jarak dan ruang.
Selain itu, ia juga mengembangkan sistem metafisik yang serupa dengan idealisme
untuk melawan pandangan skeptisisme.

Inti pandangan filsafat Berkeley adalah tentang "pengenalan". Menurut


Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara subyek yang mengamati
dan obyek yang diamati. Pengamatan justru terjadi karena hubungan pengamatan
antara pengamatan indra yang satu dengan pengamatan indra yang lain. Misalnya,
jika seseorang mengamati meja, hal itu dimungkinkan karena ada hubungan antara
indra pelihat dan indra peraba. Indra penglihatan hanya mampu menunjukkan ada
warna meja, sedangkan bentuk meja didapat dari indra peraba. Kedua indra tersebut
juga tidak menunjukkan jarak antara meja dengan orang itu, sebab yang
memungkinkan pengenalan jarak adalah indra lain dan juga pengalaman. Dengan
demikian, Berkeley mengatakan bahwa pengenalan hanya mungkin terhadap sesuatu
yang kongkret.

7. Psikologi David Hume (1711-1776 M)


Filsuf Skotlandia ini lahir di Edinburgh dan belajar di Edinburgh University.
Tema sentral filsafat Hume pada intinya adalah pengalaman terdiri atas kesan dan ide.
Ada prinsip-prinsip tertentu yang memandu kita dalam mengasosiasi ide ide, yaitu
persamaan (resemblance), penghampiran (contiguity), serta sebab dan akibat.
Pengalaman menghasilkan pada diri kita kebiasaan (custom), yang bertanggung
jawab menghubungkan dua peristiwa suksesif secara kausal. Ia membuat pembedaan
penting antara hal hal faktual dan hubungan ide ide.
Buku Hume, Treatise of Human Nature (1739), ditulisnya pada saat ia masih
sangat muda, yaitu ketika berusia dua puluh tahunan. Buku tersebut tidak banyak
menarik perhatian orang sehingga Hume pindah ke subjek lain, kemudian menjadi
seorang yang terkenal sebagai sejarawan.
David Hume menafsirkan bahwa unsur niscaya dalam hukuman kausalitas itu
disebabkan oleh watak proses rasional yang digunakan untuk mencapai hukum
tersebut. Ia mengatakan bahwa jika salah satu proses pikiran digunakan untuk
memperoleh hukum ini dan selalu menyebabkan adanya proses pikiran yang lain
yang segera mengikutinya, berkembang dua proses tersebut, dengan berlalunya masa,
ikatan yang kuat dan permanen, yang kita namakan ikatan asosiasi gagasan. Asosiasi
itu diikuti sejenis keniscayaan rasional sedemikian sehingga gagasan yang
berhubungan dengan salah satu proses mental tersebut, demikian pula dengan
gagasan yang berhubungan dengan proses yang lain-mewujud dalam pikiran.
Dalam teorinya, bundle theory of the mind, Hume menyatakan bahwa pikiran
tidak lebih dari seberkas atau sekumpulan persepsi berbeda, yang bergantian satu
sama lain dengan kecepatan yang tidak tercermati, serta berada dalam perubahan dan
pergerakan terus-menerus. Pikiran bukanlah sebuah substansi mental, melainkan
semata-mata merupakan seberkas pengalaman yang terjadi secara berurutan sejak
lahir hingga mati. Seluruh rangkaian tersebut membentuk kumpulan, dan kumpulan
ini dapat dinamakan pikiran atau jiwa. Kejadian-kejadian dalam setiap kumpulan
dihubungkan oleh ciri-ciri, seperti : keserupaan persepsi, kedekatan pengalaman
dalam waktu dan tempat, keteraturan urutan antarpersepsi, dan memori. Jika unsur-
unsur ini tidak ada, kita tidak dapat dikatakan memiliki pikiran atau diri. Pikiran tidak
mengada sebagai sebuah entitas berdiri sendiri terlepas dari ciri-ciri tersebut.
Hume menyebutan tiga dalil asosiasi, yaitu: asosiasi karena berdekatan dalam
waktu dan ruang, asosiasi karena permasamaan arti, dan asosisasi karena sebab
akibat. Akhirnya, pada taraf perkembangan ini, psikologi masih merupakan cabang
dari filsafat dan pada masa sekarang terdapat berbagai tafsiran mengenai psikologi
semacam itu. Pada umumnya, psikologi semacam itu masih dianggap prescientific
dan belum bertaraf ilmu pengetahuan karena merupakan pendapat dan anggapan yang
belum diketahui kebenarannya secara empiris eksperimental.
8. Psikologi John Stuart Mill (1806-1873 M)
John Stuart Mill lahir di London pada tahun 1806. Filsuf ekonom, moralis
Inggris ini adalah putra James Mill, sejarawan, filsuf dan psikolog. Karena latar
belakang dan pendidikan ayahnya ini, John Stuart Mill tertarik pada filsafat dan
psikologi, sebagaimana terlihat dalam bukunya, Logic (1843).
Mill mengacu pada suatu cita-cita mengenai manusia, tepatnya pada suatu
gagasan tentang apa dan bagaimana manusia itu seharusnya. Ternyata, ia mengacu
pada kodrat manusia sebagai patokan untuk menentukan perbedaan kualitatif antara
kegiatan-kegiatan yang membawa kesenangan. Ia menekankan tindakan untuk
menyempurnakan dan memajukan kodrat manusia.
Selanjutnya, ia juga menekankan gagasan tentang individualitas, yang berarti
pengembangan diri pribadi. Yang dimaksudkan dengan itu lebih merupakan usaha
untuk mengintegrasikan semua daya dalam diri seseorang acara harmonis. Hal itu
tidak hanya diajarkan dalam karyanya, tetapi juga dan terutama dalam karyanya yang
berjudul On Liberty.
Salah satu ucapan Mill yang banyak diingat orang sampai sekarang adalah
"The liberty of individual must be thus far limited; he must not make himself a
nuisance to other people" (Kemerdekaan pribadi dengan demikian haruslah jauh
dibatasi, hingga ia tidak dapat membuat dirinya sendiri menjadi pengganggu bagi
orang lain).
Dalam bukunya On Liberty, Mill mengatakan “Umat manusia tidak luput dari
kesalahan. Kebenarannya hanya setengah benar. Oleh sebab itu, kesatuan umat
manusia, jika bukan merupakan hasil suatu perbandingan yang sempurna dan sebebas
mungkin, bukan merupakan hasil suatu yang diinginkan. Keanekaragaman bukan
suatu masalah, melainkan suatu nilai. Sama seperti keberadaan berbagai pendapat itu
bermanfaat, juga bermanfaat bahwa terdapat berbagai percobaan dalam cara
kehidupan, bahwa berbagai jenis karakter diberi ruang gerak yang bebas, kecuali jika
merugikan orang-orang secara praktis" (Puntsch,1996:22).
Mill melihat bahwa kecenderungan umum manusia tidak bersabar dan berlapang
hati, sehingga kadang-kadang ia selalu memaksakan pedapatnya kepada orang lain.
Kecenderungan tersebut menyebabkan Mill merasa perlu untuk merumuskan
sekaligus menunjuķkan betapa penting dan fundamentalnya kebebasan menyatakan
pendapat. Menurutnya, "Apabila seluruh umat manusia memiliki pendapat yang
sama, dan hanya satu yang berbeda, manusia yang lainnya tidak berhak untuk
membungkam pandangan orang yang satu ini, juga apabila orang satu ini memiliki
kekuasaan, ia tidak berhak membungkam seluruh umat manusia". Selanjutnya,
demikian kata John Stuart Mill, "membungkam pendapat yang tidak umum, bukan
hanya salah, melainkan juga dapat menghancurkan. Sebab, tindakan ini mengandung
arti merampas kesempatan orang lain untuk berkenalan dengan buah pikirannya yang
mungkin benar ataupun setengah benar, sehingga membungkam segala pertukaran
pikiran berarti menganut anggapan bahwa kita selalu benar".
Teori pengetahuan Mill adalah suatu bentuk fenomenalisme, yang tema sentral
nya adalah materi merupakan kemungkinan permanen dari sensasi dan benda-benda
(objek-objek) yang harus dipamdang sebagai eksistensi fenomenal.

B. PSIKOLOGI SEBAGAI ILMU YANG MANDIRI

Psikologi dapat disebut sebagai ilmu yang mandiri karena memenuhi syarat
berikut:
1) secara sistematis psikologi dipelajari melalui penelitian-penelitian ilmiah dengan
menggunakan metode ilmiah,

2) memiliki struktur keilmuan yang jelas,

3) memiliki objek formal dan material,

4) menggunakan metode ilmiah seperti eksperimen, observasi, sejarah kasus (case


history), pengetesan dan pengukuran (testing and measurement),

5) memiliki terminilogi khusus seperti bakat, motivasi, inteligensi, kepribadian,

6) dan dapat diaplikasikan dalam berbagai adegan kehidupan.

Psikologi dikukuhkan sebagai ilmu yang berdiri sendiri oleh Wilhem Wundt
dengan didirikannya laboratorium psikologi pertama di dunia, di Leipzig, tahun 1879.
Sebelumnya, bibit-bibit psikologi sosial mulai tumbuh , yaitu ketika Lazarus dan
Steindhal pada tahun 1860 mempelajari bahasa, tradisi,dan institusi masyarakat untuk
menemukan "jiwa umat manusia" (human mind) yang berbeda dari "jiwa individual"
(Bonner dalam Sarwono,1997:10).

Tokoh lain pada awal dijadikannya psikologi sebagai ilmu yang mandiri, adalah
Herman Ludwig Ferdinand von Helmholtz (1821-1894). Ia di kenal sebagai seorang
empiriskus dengan keahlian dalam ilmu faal, fisika, dan psikologi. Sebagai
empiriskus, ia menentang mentalism, dan menurutnya, psikologi merupakan
pengetahuan yang eksak dan banyak bergantung pada matematika. Meskipun
demikian, ia mengakui adanya naluri (instinct) walaupun masih dianggapnya sebagai
misteri yang belum terpecahkan. Ia pun mengakui bahwa hewan mempunyai
kepandaian khusus yang tidak dipengaruhi oleh pengalaman.

Sejak psikologi berdiri sendiri dengan menggunakan metode-metodenya dalam


pembuktian dan penyelidikan , timbul berbagai aliran yang bercorak khusus. Adapun
ciri-ciri khusus sebelum abad ke-18, antara lain (Effendi dan Praja, 1993:30):
1. Bersifat almamater, berdasarkan hukum-hukum sebab-akiba;t

2. Bersifat mekanis;

3. Bersifat sensualistis-intelektualistis (mementingkan pengetahuan dan daya


pikir);

4. Mementingkan kuantitas;

5. Hanya mencari hukum-hukum

6. Gejala-gejala jiwa dipisahkam dari subjeknya;

7. Jiwa dipandang pasif;

8. Terlepas dari materi.

Denga mengetahui ciri-ciri khas dari psikologi kuno (berdasarkan filsafat dan
ilmu alam) kita dapat memhetahui ciri-ciri khas dari psikologi modern, yang antara
lain tampak sebagai berikut (Effendi dan Praja,1993:30-31).

1. Bersifat totalitas;

2. Bersifat telologis (bertujuan);

3. Vitalistis biologis ( jiwa dipandang aktif dan bergerak dalam hidup manusia);

4. Melakukan pendalaman dan penyelaman terhadap jiwa (verstehend);

5. Berdasarkan nilai-nilai;

6. Gejala-gejala jiwa dihubungkan dengan subjeknya;

7. Memandang jiwa aktif dinamis;

8. Mementingkan fungsi jiwa;


9. Mementingkan mutu atau kualitas;

10. Lebih mementingkan perasaan.

Dalam uraian yang lebih simpel, perbedaan antara psikologi lama (kuno) dan
psikologi modern adalah sebagai berikut (Kasiraman,1983: 10).

1. Psikologi Lama (Kuno)

a.Psikologinya adalah psikologi unsur, yaitu mendasarkan pandangan pada


elemen dan unsur-unsur yang berdiri sendiri dan diselidiki sendiri-sendiri.

b.Dalam peninjauannya, mencari hukum sebab-akibat, hukum kausal,


dan bersifat mekanis.

c.Meninjau kehidupan kejiwaan secara terpisah dari subjeknya, yaitu


manusia. Sehingga disebut kehidupan jiwa yang pasif.

2. Psikologi Modern

a.Mendasarkan peninjauannya pada psikologi totalitas, yaitu berpangkal pada


keseluruhan psychophysis.

b. Dalam meninjau kehidupan kejiwaan, melihat hubungan kejiwaan


sebagai bagian dari kehidupan manusia, sebagai kehidupan kejiwaan dari manusia
sebagai makhluk hidup yang mempunyai tujuan tertentu. Jadi, meninjau kehidupan
secara teologis

c.Psikologi dalam peninjauannya selalu mendasrkan pada peninjuan


kehidupan kejiwaan dalam hubungannya dengan subjeknya, yaitu manusia. Jadi,
kehidupan kejiwaan yang aktif.

Psikologi lama diwakili, antara lain oleh aliran-aliran psikologi fisiologis,


psikologi unsur, dan psikologi asosiasi. Adapun psikologi modern dengan
otonominya sebagai ilmu pengetahuan, antara lain diwakili oleh ilmu jiwa dalam
(depthpsychology), psikologi pikir, psikologi individual (personalistis), behaviorisme,
psikologi Gestalt (Gestalt psychology), psikologi kepribadian, dan lain-lain
(Kasiram,1983:10; Effendi dan Praja, 1993:31).

Sementara itu, sebelum sampai pada psikologi eksperimental oleh Wilhelm


Wundt, terdapat dua teori yang mulai mengarahkan berdirinya psikologi sebagai
ilmu. Kedua teori itu adalah (Fauzi,1977:23-24) berikut ini

a. Psikologi Nativistik atau Psikologi Pembawaan

Teori ini mengatakan bahwa jiwa terdiri atas beberapa faktor yang dibawa
sejak lahir, yang disebut pembawaan atau bakat.

b. Psikologi Asosiasi atau Psikologi Empiris

Teori ini, berisi ide-ide yang didapatkan melaui pancaindra dan saling
diasosiasikan satu sama lain, melalui prinsip-prinsip: kesamaan,
kontras,kelangsungan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sobur, Alex, 2009, Psikologi Umum, Bandung : Pustaka Setia

2. Ahmadi, Abu, 1998, Psikologi Umum, Jakarta : Rineka Cipta

3. Desmita, 2006, Psikologi Perkembangan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.


http://aniendriani.blogspot.com/2011/02/psikologi-sebagai-bagian-dari-filsafat.html

https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2014/12/george-berkeley-filsuf-empiris-
inggris.html

Kesimpulan

Sebanarnya jiwa manusia sudah menjadi topik pembahasan para filsuf sebelum
zaman Masehi. Para filsuf sudah membicrakan aspek-aspek kejiwaan manusia dan
mencari dalil, pengertian, serta berbagai aksioma umum yang berlaku pada zaman
manusia. filsafat adalah ilmu yang mencari hakikat sesuatau dengan menciptakan
pertanyaan dan jawaban secara terus- menerus, sehingga mencapai pengertian yang
hakiki tentang sesuatu.

Pada abad ke-19 psikologi berpisah dari filsafat dan menjadi ilmu yang mandiri.
Namun ketika itu, psikologi masih sangat dipengaruhi oleh cara-cara berfikir filsafat.
Hal itu karena ahli psikologi waktu itu juga ahli filsafat.Pada abad pertengahan,
psikologi masih merupakan bagian filsafat, sehingga objeknya tetap hakikat jiwa,
sementara metodenya masih menggunakan argumentasi logika. Pada abad
pertengahan muncul beberapa tokoh, salah satunya Plato dan Aristoteles.

Plato menerangkan tentang “jiwa”.Plato menyebutkan sebagai bersifat immaterial. Ini


karena sebelum masuk ke tubuh kita, jiwa sudah ada terlebih dahulu di alam
para sensoris. Hal ini dikenal sebagai pre-eksistensi jiwa dari Plato. Jadi, menurut
Plato jiwa menempati dua dunia, yaitu dunia sensoris (penginderaan) dan dunia idea (
yang bersifat aslinya adalah berfikir).
Selain itu Palto juga mengeluarkan teorinya tentang “ idea”, Plato melukiskan
pertentangan antara kenyataan rohani yang tidak dapat musnah. Teori ini berkaitan
dengan pandangannya mengenai terpisahnya jiwa manusia yang tak dapat mati dan
badan yang akan musnah.

Aristoteles adalah orang pertama yang secara eksplisit menyatakan bahwa manusia
adalah berakal budi ( russell,1991:37).Aristoteles telah menamakan manusia sebagai
makhluk karena kodratnya ( Phusei) hidup dalam masyarakat ( politikon zoon). Akan
tetapi, istilah ini masih dapat diartikan sebagai cara hidup bersama seperti masyarakat
lebah dan semut.

Di dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai bapak logika. Logikanya disebut


sebagai logika Tradisional, karena nantinya berkembang dengan apa yang disebut
sebagai logika modern. Logika Aristoteles itu sering juga disebut logika formal.

Akhirnya, pada Aristoteles, kita menyksikan bahwa pemikiran filsafat lebih maju,
dasar-dasar sains diletakkan.

http://psychologyhana.blogspot.com/2014/06/psikologi-sebagai-bagian-dari-
ilmu_7.html

Anda mungkin juga menyukai