Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A.
BAB 1

Pendahuluan

A. Pengertian Perkembangan Seksual.

Sebagian besar masyarakat memahami bahwa anak mengalami `


masa perkembangan, akan tetapi, terkadang sulit bagi orang tua untuk
memahami bahwa anaknya adalah mahluk seksual yang juga mengalami
perkembangan seksual. Anak mengalami perkembangan seksual secara tipikal,
atau yang biasa terjadi pada anak seusianya.
Salah satu ciri makhluk hidup, termasuk manusia, yaitu berkembang biak.
Sistem reproduksi pada manusia menjadi komponen penting dalam
menghasilkan keturunan. Sistem reproduksi pada manusia, baik pria maupun
wanita memiliki struktur organ internal dan ekternalnya masing-masing yang
memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Reproduksi adalah proses biologis suatu individu untuk menghasilkan
individu baru.[1] Reproduksi merupakan cara dasar mempertahankan diri yang
dilakukan oleh semua bentuk kehidupan oleh pendahulu setiap individu
organisme untuk menghasilkan suatu generasi selanjutnya. Cara reproduksi
secara umum dibagi menjadi dua jenis, yakni seksual dan aseksual.

B. Perkembangan Seksualitas Dan Peran Orang Tua

Perkembangan seksualitas bukan hanya perilaku pemuasan seks semata,


tapi juga mencakup pembentukan nilai, sikap, perasaan, identitas, interaksi dan
perilaku. Ketika anak menjalani perkembangan seksualnya, mereka bukan
berarti hanya berpikir tentang seks seperti orang dewasa. Perkembangan
seksualitas juga menyentuh aspek emosi, sosial, budaya dan fisik. Apa yang anak
pelajari, pikir dan rasakan mengenai seks akan membentuk sikap dan perilaku
seksnya kelak. Maka, dalam perkembangan seksual anak, orang tua perlu
memahami dan membantu agar proses perkembangan seksual berjalan secara
sehat.

Contohnya: ketika anak berusia 3 tahun membuka seluruh bajunya di depan


orang-orang, maka orang tua dapat menyampaikan pemahaman seksualitas
tentang bagian tubuh pribadi di area pribadi dan area publik. “kamu boleh
telanjang ketika mandi, tapi tidak boleh jika di hadapan sepupumu seperti ini.”
Dari hal ini anak belajar mengenai nilai dan norma perilaku seks yang tepat
sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan memahami perilaku seksual
yang tepat anak dapat mengembangkan perilaku seks yang sehat.

SEKS DAN HORMON

1. Pubertas: Hormon dan Perkembangan Ciri-Ciri Kelamin Sekunder

Ciri-ciri kelamin sekunder adalah fitur-fitur selain organ-organ reproduktif


yang membedakan laki-laki dan perempuan yang sudah matang secara seksual.
Pubertas berhubungan dengan dengan meningkatnya pelepasan hormon-
hormon oleh piyuitari anterior. Meningkatnya pelepasan hormon pertumbuhan
satu-satunya hormon pituitari anterior yang tidak memiliki kelenjar sebagai
target primernya secara langsung memengaruhi tulang dan jaringan otot untuk
menghasilkan laju pertumbuha pubertal yang pesat. Peningkatan pelepasan
hormon gonadtropik dan hormon adrenokortikotropik yang menyebabkan
gonad dan korteks adrenal meningkatkan pelepasan hormon gonadal dan
adrenal yang pada gilirannya menginisiasi kematangan genitalia dan
perkembangan ciri-ciri kelamin sekunder.

2. Hormon-Hormon Perinatal dan Perkembangan Perilaku


Mengingat fakta bahwa hormon perintal memengaruhi perkembangan otak.
Banyak penelitian tentang hormon dan perkembangan perilaku yang difokuskan
pada peran hormon-hormon perinatal dalam perkembangan perilaku
kopulatorik yang secara seksual bersifat dimorfik pada hewan-hewan
labolaorium. Menurut hipotesis aromatisasi, tertosteron perinatal tidak
secara langsung memaskulinkan otak. Otak dimaskulinkan oleh estradiol yang
btelah diaromatisai dari testosteron perinatal. Meskipun ide bahwa estradiol
hormon yang diduga keras adalah hormon perempuan adalah yang
memaskulinkan otak merupakan ide yang kontaintuitif. Pada manusia
aromatisasi tampaknya tidak dibutuhkan oleh testosteron untuk memiliki efek
memaskulinkan otak, bagaimana pun estradiol mampu memiliki efek
memaskulinkan yang serupa dengan testosteron.

3. Perbedaan Seks di Otak


Otak laki-laki cenderung lebih besar sekitar 15% dibanding otak
perempuan, dan ada sejumlah besar perbedaan anatomis lain diantara kedua
pada gagasan keunggulan laki-laki. Prinsip itu adalah semua orang terprogram
secara genetik untuk mengembangkan tubuh perempuan, laki-laki genetik
mengembangkan tubuh laki-laki hanya karena progam perkembangan yang
secara fundamental peremuan itu dikesampingkan.

4. Hormon-Hormon Fetal dan Perkembangan Organ-Organ Reproduktif


Saluran Reproduktif Internal, Enam minggu setelah pembuahan, baik
perempuan maupun laki-laki memiliki dua set reproductive duct lengkap. Pada
bulan ketiga perkembangan fetal laki-laki testis menyekresi testosteron dan
subtansi penghambat Mullerian.
5. Hormon dan Perkembangan Seksual
Diferensiasi seksual pada mamlia dimulai pada waktu fertilisasi dengan
dihasilkannya salah satu dua macam zigot: zigot dengan pasangan kromosom XX
(perempuan) atau zigot dengan pasangan XY (laki-laki). Informasi genetik
tentang kromosom sekslah yang biasanya menentukan apakah perkembangan
akan terjadi di sepanjang garis perempuan atau garis laki-laki. Hormon pelepas
menstimulasi pelepasan kedua macam gonadotropin pituitari anterior: follicle
stimulating hormone (FSH) (hormon penstimulasi folikel) dan luteinizing
hormone (LH) (hormon peluteinsasian). Semua hormon pelepas hipotalamik
seperti halnya semua hormon tropik terbukti merupakan peptida.

6. Regulasi Kadar Hormon


Pelepasam hormon diatur oleh tiga macam sinyal yang berbeda: sinyal-sinyal
dari sistem syaraf, sinyal-sinyal dari hormon, dan sinyal-sinyal dari bahan-bahan
kimia nonhormonal dalam darah(Brown,1994)
Regulasi Neural, Semua kelenjar endokrin, kecuali pituitari anterior, diatur
secara langsung oleh sinyal-sinyal dari sistem saraf.
Regulasi Hormonal, Sinyal-sinyal dari hormon-hormon itu sendiri memengaruhi
pelepasan hormon.
Pelepasan oleh Bahan-bahan Kimia Nonhormonal, Bahan-bahan kimia
bersikulasi selain hormon dapat memainkan peran dalam mengatur kadar
hormon.

Selama masa perkembangan seksualnya, anak perlu diberikan


pendampingan dan pengarahan agar perkembangan seksualnya sehat dan
mendukung perkembangan pribadinya. Namun dapat terjadi berbagai faktor
yang dapat mempercepat perkembangan seksual anak, misalkan memiliki
saudara kandung yang lebih tua. Hal ini bisa menjadi faktor pendorong anak
untuk lebih cepat mengembangkan minat dan, kesadaran dan sikap seksualnya.
Anak menjadi lebih cepat berkembang melampaui perkembangan anak
seusianya. Penting dipahami oleh orang tua, ketika anak mulai menunjukkan
perilaku yang melampaui perkembangan seksual anak seusianya, dan ketika
anak tampak kesulitan mengelola perilaku seksualnya tersebut, maka orang tua
perlu mengendalikan perilaku seskual anak secara tepat dan konsisten.

Orang tua perlu cermat mengawasi perilaku anak. Terkadang, orang tua
perlu menetapkan batasan perilaku anak. Hal ini dilakukan karena anak belum
tentu paham apa konsekuensi dari tindakannya, oleh karena itu orang-tualah
yang akan menetapkan aturan dan segera menghentikan jika terjadi perilaku
seksual yang membahayakan diri anak dan orang lain. Orang tua perlu
mengembangkan komunikasi terbuka, agar anak tahu bahwa orangtuanya
bersedia menjadi teman diskusi mengenai seks. Orang tua juga perlu
menjelaskan pada anak untuk nyaman dengan perkembangan seksualnya. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara orang tua yang bertindak sebagai role
model perilaku seksual yang sehat dan proposional.

C. Reproduksi Seksual & Aseksual

 Reproduksi Seksual ( Generatif )

Reproduksi biologis atau reproduksi seksual dalah suatu proses biologis


penggunaan seks secara rutin dimana individu organisme baru diproduksi.

Dalam reproduksi aseksual, suatu individu dapat melakukan reproduksi


tanpa keterlibatan individu lain dari spesies yang sama. Pembelahan sel bakteri
menjadi dua sel anak adalah contoh dari reproduksi aseksual. Walaupun
demikian, reproduksi aseksual tidak dibatasi kepada organisme bersel satu.
Kebanyakan tumbuhan juga memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi
aseksual.

Reproduksi seksual membutuhkan keterlibatan dua individu, biasanya dari


jenis kelamin yang berbeda. Reproduksi manusia normal adalah contoh umum
reproduksi seksual. Secara umum, organisme yang lebih kompleks melakukan
reproduksi secara seksual, sedangkan organisme yang lebih sederhana, biasanya
satu sel, bereproduksi secara aseksual.
Pada reproduksi seksual/generatif terjadi persatuan dua macam gamet dari
dua individu yang berbeda jenis kelaminnya, sehingga terjadi percampuran materi
genetik yang memungkinkan terbentuknya individu baru dengan sifat baru.

Pada organisme tingkat tinggi mempunyai dua macam gamet, gamet


jantan atau spermatozoa dan gamet betina atau sel telur, kedua macam gamet
tersebut dapat dibedakan baik dari bentuk, ukuran dan kelakuannya, kondisi
gamet yang demikian disebut heterogamet.

Peleburan dua macam gamet tersebut disebut singami. Peristiwa singami


didahului dengan peristiwa fertilisasi (pembuahan) yaitu pertemuan sperma
dengan sel telur.

Pada organiseme sederhana tidak dapat dibedakan gamet jantan dan


gamet betina karena keduanya sama, dan disebut isogamet. Bila salah satu lebih
besar dari lainnya disebut anisogamet.

 Reproduksi Aseksual ( Vegetatif )

Reproduksi Vegetatif adalah cara reproduksi makhluk hidup secara


aseksual (tanpa adanya peleburan sel kelamin jantan dan betina). Reproduksi
Vegetatif bisa terjadi secara alami maupun buatan.

 Vegetatif Alami

Vegetatif Alami adalah reproduksi aseksual yang terjadi tanpa campur tangan
pihak lain seperti manusia.
BAB 2
ISI

1. KONTROL HORMON ATAS PERILAKU SOSIAL

1. Pubertas: Hormon dan Perkembangan Ciri-Ciri Kelamin Sekunder

Ciri-ciri kelamin sekunder adalah fitur-fitur selain organ-organ reproduktif


yang membedakan laki-laki dan perempuan yang sudah matang secara seksual.
Pubertas berhubungan dengan dengan meningkatnya pelepasan hormon-
hormon oleh piyuitari anterior. Meningkatnya pelepasan hormon pertumbuhan
satu-satunya hormon pituitari anterior yang tidak memiliki kelenjar sebagai
target primernya secara langsung memengaruhi tulang dan jaringan otot untuk
menghasilkan laju pertumbuha pubertal yang pesat. Peningkatan pelepasan
hormon gonadtropik dan hormon adrenokortikotropik yang menyebabkan
gonad dan korteks adrenal meningkatkan pelepasan hormon gonadal dan
adrenal yang pada gilirannya menginisiasi kematangan genitalia dan
perkembangan ciri-ciri kelamin sekunder.

2. Hormon-Hormon Perinatal dan Perkembangan Perilaku


Mengingat fakta bahwa hormon perintal memengaruhi perkembangan otak.
Banyak penelitian tentang hormon dan perkembangan perilaku yang difokuskan
pada peran hormon-hormon perinatal dalam perkembangan perilaku
kopulatorik yang secara seksual bersifat dimorfik pada hewan-hewan
labolaorium. Menurut hipotesis aromatisasi, tertosteron perinatal tidak secara
langsung memaskulinkan otak. Otak dimaskulinkan oleh estradiol yang btelah
diaromatisai dari testosteron perinatal. Meskipun ide bahwa estradiol hormon
yang diduga keras adalah hormon perempuan adalah yang memaskulinkan otak
merupakan ide yang kontaintuitif. Pada manusia aromatisasi tampaknya tidak
dibutuhkan oleh testosteron untuk memiliki efek memaskulinkan otak,
bagaimana pun estradiol mampu memiliki efek memaskulinkan yang serupa
dengan testosteron.
Penelitian Modern tentang Dimorfisme Seksual Otak Mamalia
Ada beberapa seks penting, seperti dalam volume berbagai macam nuklei dan
traktus fibra, dalam jumlah dan tipe sel-sel neural dan glial yang menyusun
berbagai macam struktur dan dalam jumlah dan tipe sinapsis yang
menghubungkan sel-sel di berbagai macam struktur. Penelitian tenteang
dimorfisme seksual otak mamalia sedang pada masa transisi. Pada awalnya para
pakar neurosains memfokuskan diri pada mengindentifikasi dan
mendeskripsikan contoh-contoh tetapi sekarang setelah begitu banyak yang
telah didokumentasikan, mereka berusaha memahami penyebab dan fungsi
perbedaan-perbedaan itu .

Penemuan Dimorfisme Seksual Otak Mamalia yang Pertama


Upaya awal untuk menemukan perbedaan seks dalam otak mamalia difokuskan
pada faktor-faktor yang mengontrol perkembangan pola tetap dan pola siklik
pelepasan gonadotropin masing-masing pada laki-laki dan perempuan.
Eksperimen-eksperimen seminar dilaksanakan oleh Pfeiffer pada 1936. Dalam
eksperimen nya, sebagian tikus neonatal (jantan dan betina) menjalani
gonadektomi dan sebagian lainnya tidak, dan sebagian menerima transplantasi
gonad (ovarium/testis) dan sebagian lainnya tidak.
Organ-Organ Reproduktif Eksternal

Pada bulan kedua kehamilan, prekursor bipotensial organ-organ


reproduktf eksternal terdiri atas empat bagian: glans, lipatan uretral,
badanlateral dan pembengkakan labios crotal. Setelah itu organ itu mulai
terditerensiasi. Glans tumbuh menjadi kepala penis pada laki-laki atau menjadi
klitoris pada perempuan, lipatan uretral menyatu pada laki-laki atau membesar
dan menjadi labia minora. Pada perempuan, badan lateral membentuk baang
penis pada laki-laki atu tudung klitoris pada perempuan, dan pembengkakan
labioscrotal membentuk scrotum pada laki-laki atau labia mayora pada
perempuan.
3. Perbedaan Seks di Otak
Otak laki-laki cenderung lebih besar sekitar 15% dibanding otak perempuan,
dan ada sejumlah besar perbedaan anatomis lain diantara kedua pada gagasan
keunggulan laki-laki. Prinsip itu adalah semua orang terprogram secara genetik
untuk mengembangkan tubuh perempuan, laki-laki genetik mengembangkan
tubuh laki-laki hanya karena progam perkembangan yang secara fundamental
peremuan itu dikesampingkan.

4. Hormon-Hormon Fetal dan Perkembangan Organ-Organ Reproduktif


Saluran Reproduktif Internal, Enam minggu setelah pembuahan, baik
perempuan maupun laki-laki memiliki dua set reproductive duct lengkap. Pada
bulan ketiga perkembangan fetal laki-laki testis menyekresi testosteron dan
subtansi penghambat Mullerian.

5. Hormon dan Perkembangan Seksual


Diferensiasi seksual pada mamlia dimulai pada waktu fertilisasi dengan
dihasilkannya salah satu dua macam zigot: zigot dengan pasangan kromosom XX
(perempuan) atau zigot dengan pasangan XY (laki-laki). Informasi genetik
tentang kromosom sekslah yang biasanya menentukan apakah perkembangan
akan terjadi di sepanjang garis perempuan atau garis laki-laki. Hormon pelepas
menstimulasi pelepasan kedua macam gonadotropin pituitari anterior: follicle
stimulating hormone (FSH) (hormon penstimulasi folikel) dan luteinizing
hormone (LH) (hormon peluteinsasian). Semua hormon pelepas hipotalamik
seperti halnya semua hormon tropik terbukti merupakan peptida.

6. Regulasi Kadar Hormon


Pelepasam hormon diatur oleh tiga macam sinyal yang berbeda: sinyal-sinyal
dari sistem syaraf, sinyal-sinyal dari hormon, dan sinyal-sinyal dari bahan-bahan
kimia nonhormonal dalam darah(Brown,1994)
Regulasi Neural, Semua kelenjar endokrin, kecuali pituitari anterior, diatur
secara langsung oleh sinyal-sinyal dari sistem saraf.
Regulasi Hormonal, Sinyal-sinyal dari hormon-hormon itu sendiri
memengaruhi pelepasan hormon.
Pelepasan oleh Bahan-bahan Kimia Nonhormonal, Bahan-bahan kimia
bersikulasi selain hormon dapat memainkan peran dalam mengatur kadar
hormone.

7. Pelepasan Hormon Pulsatil


Salah satu konsekuensi pelepasan hormon pulsatil adalah sering kali ada
fluktasi yang besar dari menit ke menit pada kadar hormon-hormon yang
bersirkulasi. Jadi, bila pola pelepasan hormon gonadal manusia laki-laki disebut
“tetap” itu berarti abhwa tidak ada perubahan-perubahan sistematik yang besar
dari hari ke hari pada kadar hormon gonadal yang bersirkulasi dan bukan berarti
bahwa kadarnya tidak pernah bervariasi.

8. Model Rangkuman Regulasi Endokrin Gonadal


Pituitari Anterior
1. Hormon-hormon pelepas dan penhambat dilepaskan dari neuron-neuron
hipotalamik ke dalam sistem portal hipotalamopituitari.
2. Hormon- hormon pelepas hipotalamik dan penghambat hipotalamik
diangkut ke pituitary stalk oleh sistem portal hipotalamo pituitari.
3. Hormon-hormon pelepas hipotalamik dan penghambat hipotalamik
masinh-masing meningkatkan atau mengurangi pelepasan hormon-hormon
pituitari anterior ke dalam sirkulasi umum.
Pituitari Posterior
1. Oksitosin dan vasopresin disintesiskan di nuklei paraventrikuler dan
supraoptik hipotalamus.
2. Oksitosin dan vasopresin diangkut oleh pengangkut aksonal ke pituitary
stalk.
3. Oksitosin dan vasopresin dilepaskan ke sirkulasi umum dari terminal
buttons di pituitari posterior.
Menurut model ini, otak mengontrol pelepasan hormon pelepas godatropin
dari hipotalamus ke dalam sistem portal hipotalamopi tuitari yang membawanya
ke piutitari anterior. Dalam pituitari anterior, hormon pelepas gonadotropin
menstimulasi pelepasan gonadotropin yang dibawa yang diperkirakan
menstimulasi pelepasan sebuah hormon pituitari anterior disebut releasing
hormones dan diperkirakan menghambat pelepasan hormon-hormon pituitari
anterior disebut release inhibiting factors.

4. Efek-Efek Hormon Gonadal Pada Orang Dewasa


Setelah individu mencapai kematangan seksual, hormon-hormon gonadal
mulai berperan dalam mengaktifkan perilaku reproduksi. Efek-efek aktivasional
ini merupakan fokus dari dua subbagian pertama dari empat sub bagian ini.

5. Perilaku Terkait Reproduksi Dan Testosteron


Peran penting yang dimainkan oleh hormon-hormon gonadal dalam
pengaktifan perilaku seksual laki-laki di demonstrasikan dengan jelas oleh efek-
efek orkidetomi yang mengaseksualisasi.
Dua generalisasi penting dapat ditarik dari srudi Bremer. Yang pertama adalah
orkidektomi menyebabkan berkurangnya minat dan perilaku seksual, yang kedua
adalah tingkat dan derajat kehilangan itu bervariasi.

6. Perilaku Terkait Reproduksi Dan Hormon-Hormon Gonadal Perempuan


Tikus dan marmut betina matang memperlihatkan siklus pelepasan hormon
gonadal selama 4 hari. Ada peningkatan gradual dalam sekresi estrogen dengan
mengembangkan fellicle (folikel, struktur ovarian tempat pematangan telur)
dalam waktu dua hari sebelum ovulasi, diikuti oleh gelombang progesteron yang
tiba-tiba ketika telur dilepaskan.
Hubungan erat antara siklus pelepasan hormon dan siklus estrus – siklus
reseptivitas seksual – pada dan marmut tikus betina dan di banyak spesies
mamalia menunjukkan bahwa perilaku seksual betina pada spesies-spesies ini di
bawah kontrol hormonal.
Perempuan berbeda dengan tikus, marmut dan mamalia betina lain ketika
menyangkut kontrol hormobnal atas perilaku seksualnya. Motivasi seksual
maupun perilaku seksual perempuan terkait dengan siklus menstruasinya.
Bahkan perempuan adalah satu-satunya mamalia betina yang termotivasi untuk
berkopulasi selama periode nonfertilitas (Zeigler, 2007).
7. Penyalahgunaan Steroid Anabolik
Anabolic steroids (steroid anabolic) adalah steroid, misalnya testosteron yang
memiliki efek anabolik (mendorong pertumbuhan). Testosteron itu sendiri tidak
begitu berguna sebagai obat anabolik karena ia diurai dengan cepat setelah
disuntikkan dan karena ia memiliki efek samping yang tidak diinginkan para ahli
kimia telah mampu mensintesiskan sejumlah steroid anabolik yang long
acting (bekerja dalam waktu lama).

8. Efek Steroid Anabolik pada performa Keatletan


Kegagalan berbagai eksperimen untuk mengonfirmasikan manfaat yang telah
dialami oleh banyak atlet kemungkinan merupakan akibat dari dua kelemahan
penelitian eksperimental.

9. Efek Neuroprotektif Estradiol


Estradiol ditemukan mengurangi inflamasi, mendorong regenerasi aksonal
dan mendorong sinaptogenesis dan meningkatkan neurogenesis dewasa.

10. Mekanisme-mekanisme Neural Perilaku Seksual


Mengapa penelitian tentang mekanisme neural perilaku seksul difokuskan
nyaris secara eksklusif pada sirkuit-sirkuit hipotalamik Ada tiga alasan yang jelas
untuk itu. Pertama, karena kesulitan untuk mempelajari mekanisme neural
perilaku seksual manusia yang begitu kompleks, para peneliti telah memfokuskan
pada perilaku-perilaku kopulatorik yang relatif sederhana yang dapat dikontrol
(misalnya, ejakulasi, menunggangi, dan lordosis) bnatang-binatang laboratorik
yang cenderung dikontrol oleh hipotalamus. Kedua, karena hipotalamus
mengontrol pelepasan gona-dotropin, maka dialah tempat yang jelas untuk
mencari struktur-struktur dan sirkuit-sirkuityang secara seksual dimorfik, yang
mungkin mengontrol kopulasi. Ketiga, studi-studi awal mengkonfirmasikan bahwa
hipotalamus memang memainkan peran utama dalam perilaku seksual, dan
temuan ini membuat penelitian neuro-saintifik selanjutnya lebih difokuskan pada
struktur otak.
11. Hipotalamus dan Perilaku Seksual Laki-Laki
Tidak jelas mengapa jantan dengan lesi preoptik medial berhenti berkopulasi.
Salah satu kemungkinannya adalah bahwa lesi itu mendistrupsi kemampuan
jantan untuk berkopulasi.
Daerah preoptik medial tampaknya mengontrol perilaku seksual jantan melalui
sebuah traktus yang berproyeksi ke sebuah daerah otak tengah yang disebut
medan tegmental lateral. Selain itu, aktivitas neuron-neuron individual di medan
tegmental lateral tikus jantan sering kali berkorelasi dengan aspek-aspek tindakan
kopulatorik (Shimura & Shimokochi, 1990); sebagai cotoh, beberapa neuron di
medan tegmental lateral menembak dengan tingkat yang tinggi hanya selama
intromisi.

Perbedaan Seks pada Hipotalamus


Bagian-bagian hipotalamus betina dapat menghasilkan pola pelepasan
hormon bersiklus, seperti pada siklus menstruasi betina. Hipotalamus jantan tidak
dapat melakukan hal tersebut, begitu pula dengan hipotalamus betina yang telah
terpapar testosteron tambahan pada masa awal perkembangan. Pada hewan
pengerat, mekanisme pada manusia kurang dipahami, testosteron mengeluarkan
sebagian besar pengaruh yang bersifat mengatur pada hipotalamus dengan
meggunakan cara yang tidak disangka yaitu setelah testosteron tersebut diubah
menjadi estadiol. Testosteron merupakan jalan untuk mendapaatkan estradiol ke
dalam sel, ketika estradiol tidak dapat meninggalkan peredaran darah. Kadar
estradiol normal masih dapat diikat oleh alfa fetoprotein, tetapi kadar tinggi
estradiol melebihi kekampuan pengikatan alfa fetoprotein sehingga
menyebabkan estradiol masuk ke dalam sel untuk memaskulinisasi[7].

12. Hipotalamus dan Perilaku Seksual Perempuan


Oleh karena progesteron itu sendiri tidak menginduksi estrus, pasti
estradiollah yang dengan cara tertentu memprimakan sistem saraf sedemikian
rupa sehingga progesteron dapat memberikan efeknya.
Pengaruh VMN pada perilaku seksual tikus betina tampatnya dimediasi oleh
sebuah traktus yang turun keperiaqeductal gray (PAG) di tegmentum. Destruksi
pada traktus ini mengeliminasi perilaku seksual betina (Hennessey et al., 1990),
seperti halnya lesi pada PAG itu sendiri (Sakums & Pfaff, 1979).
Kelenjar hipotalamus dan pituitari wanita berinterkasi dengan ovarium
untuk menghasilkan siklus menstruasi, sebuah periode ketika kadar hormon dan
kesuburan mengalami perubahan dan berlangsung sekitar 28 hari, setelah akhir
periode menstruasi pituitari anterior melepaskan follicle stimulating hormone
(FSH)yang akan memicu pertumbuhan folikel dalam ovarium. Folikelakan
(merawat) memberikan nutrisi pada ovum dang menghasilkan beberapa tipe
esterogen, termasuk estradiol.Pada pertengahan siklus menstruasi folikel
membentuk reseptor FSH terus menerus.
Oleh Karena itu, walaupun terjadi penurunan konsentrasi FSH didalam
darah, pengaruh FSH pada folikel justru meningkat.Sebagai akibatnya folikel
memproduksi estradiol dalam jumlah yang semakin banyak. Meningkatnya
pelepasan estradium akan menyebabkan meningkatnya pelepasan FSH dan juga
pelepasan luteinizing hormone(LH) dari pituitary anterior. Gabungan dari
pengaruh FSH dan LH menyebabkan folikel melepaskan ovum.

Sisa-sisa folikel (sekarang disebut dengan korpus luteum) melepaskan


hormon progesteron yang memperisapkan uterus untuk implantasi ovum yang
telah terfertilasi.Progesteron juga menghinbisi pelepasan LH lebih lanjut. Pada
masa akhir siklus menstruasi terjadi penurunan kadar LH, FSH, estradiol dan
progesterone. Jika ovum tidak difertilisasi maka dinding uterus akan digugurkan
(mmenstrusi) dan siklus menstruasi akan berlangsung kembali. Jika ovum
difertilasi maka terjadi peningkatan terhadap kadar hormonestradiol dan
progesterone selama masa kehamilan. Salah satu konsekuensi tingginya kadar
estradiol dan progesterone adalah terjadinya aktifitas fluktuatif pada reseptor
serotonim 3 (5HT3) yang bertanggung jawab terhadap rasa mual (Rupprecht
dkk,. 2001). Ibu hamil terkadang merasa mual yang diakibatkan peningkatan
aktifitas reseptor.
Pil pengendali kelahiran mencegah kehamilan dengan cara
mengganggu siklus umpan balik normal antara ovariumdan pituitari. Pil
pengendali kehamilan yang banyak digunakan adalah pil kombinasi yang
mengandung estrogen dan prosgesteron sehingga mencegah pelepasan FSH
dan LH yang akan memicu pelepasan ovum. Kombinasi esterogen dan
progesterone juga menyebabkan pengentalan ledir serviks, sehingga
menghambat sperma bertemu dengan telur dan mencegah implantasi ovum
yang terlepas dalam uterus. Dengan demikian pil tersebut dapat mencegah
kehamilan dengan berbagai cara. Namun pil tersebut tidak dapat mencegah
penyakit seperti AIDS atau sifilis, hubungan seks yang aman bukan hanya
sekedar pencegahan kehamilan.

Perubahan hormon selama siklus menstruasi juga mengubah


ketertarikan seksual wanita. Pada masa ditengah-tengah siklus menstruasi yaitu
periode periovulatori (waktu terjadi ovulasi) ketika masa subur tertinggi, terjadi
peningkatan kadar estrogen.
SINDROM PRAMENSTRUASI
Sejumlah wanita pada hari-hari sebelum dimulainya menstruasi
mengalami kegelisahan, mudan tersinggung dan depresi dari sebuah kondisi
yang dikenal dengan namasindrom pramenstruasi(premenstrual syndromePMS)
atau gangguan disporik pramenstruasi (premenstrual dysphoric disorder).
Penggunaan istilah sindrom dan gangguan berarti merujuk ke suatu problem
medis dan memerlukan perlkuan medis, seringkali istilah tersebut juga tidak
tepat.Akan tetapi isitlah tersebut masih digunakan secara luas.

Sindrom pramenstruasi muncul ketika terjadi perubahan besar dalam


kadar hormon , sehingga masuk akal untuk mengekslorasi kemungkinan adanya
hubungan antara hormon dan PMS. Sebelum menstruasi terjadi penurunan
kadar progesterone dan estradiol, sementara terjadi peningkatan kadar kortisol
(sebuah hormone kelenjar adrenal). Akan tetapi, wanita penderita PMS memiliki
kadar fluktuasi hormone-hormon tersebut yang sama dengan wanita yang
bukan penderita PMS (Schmidt, Nieman, Danace Adams dan Robinow, 1993).
Jika memang ada hubungannya wanita penderita PMS memiliki fluktuasi yang
lebih rendah yang berlangsung sepanjang siklus menstruasi wanita penderita
PMS memiliki kadar estradiol, progesterone dan norepinefrin yang lebih
cenderung tetap dibandingkan wanita normal lain (I. Blum dkk., 2004).
Banyak penelitian yang berfokus pada metabolism progesterone.
Progesteron dimetabolisme dan berubah menjadi beberapa senyawa kimia,
antara lain alopregnanolos yang dimodifikasi sinapsis GABA sehingga
mengendalikan kecemasan dan respon terhadap stress.[8]

13. Orientasi Seksual dn Hormon-Hormon Awal


Heteroseksual dan homoseksual tidak berbeda dalam hal kadar hormon-
hormon yang bersirkulasi. Selain itu, orkidektomi mengurangi perilaku seksual
laki-laki heteroseksual maupun homoseksual, tetapi tidak mengubah arah
orientasinya dan replace ment injection (suntikan penggantian) hanya sekedar
mengaktifkan kembali preferensi yang sudah ada sebelum operasi.

14. Apa Yang Memicu Perkembangan Ketertarikan Seksual


Temuan-temuan ini berselisih jalan dengan asumsi lazim bahw ketertarikan
seksual dipicu oleh pubertas yang, seperti anda ketahui saat ini cenderung terjadi
pada umur sekitar 10,5 tahun pada anak perempuan dan 11,5 tahun pada anak
laki-laki.

15. Adakah Perbedaan Pada Otak Homoseksual Dan Heteroseksual?


Dalam studi yang banyak dipublikasikan LeVay (1991) menemukan bahwa
struktur sebuah nukleus hipotalamik pada homoseksual laki-laki berada di antara
heteroseksual perempuan dan heteroseksual laki-laki.

16. Transeksualisme
Transeksualisme adalah gangguan identitas seksual yang menyebabkan
seorang individu yakin bahwa dirinya terperangkap di tubuh jenis kelamin lain.
Lebih halusnya, transeksual menghadapi konflik yang aneh. “Saya adalah
perempuan (atau laki-laki) yang terperangkap dalam tubuh laki-laki (atau
perempuan). Tolong!” Penting untuk memahami keputusasaan mereka, mereka
tidak sekedar berpikir bahwa hidup mungkin akan lebih baik bila gender mereka
berbeda.

17. Indepedensi Orientasi Seksual dan Identitas Seksual


Ketertarikan seksual, identitas seksual dan tipe tbuh kadang-kadang tidak
saling berhubungan. Sebagai contoh, perhatikan para transeksual. Mereka,
menurut definisinya memiliki tipe tubuh salah satu jenis kelamin dan identitas
seksual jenis kelamin lawannya tetapi orientasi ketertarikan seksual mereka
adalah masalah yang tidak ada kaitannya dengan itu

2. PERKEMBANGAN SEKSUAL/PSIKOSEKSUAL
perkembangan psikoseksual adalah teori yang dibawa oleh Sigmund freud disamping teori
sadar dan tak sadar, teori yang akhirnya menjadi bukti bahwa lipido (dorongan hasrat seksual)
adalah insting terpenting untuk melestarikan spesies (dalam hidup diri sendiri).

 Tahap pertama perkembangan psikoseksual adalah FASE ORAL (usia 0;0 – 1;0)

Fase oral adalah tahap dimana bayi mulai mencari kepuasan yang dia inginkan. Pada
fase ini mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik atau daerah kepuasan seksual yang
dipilih oleh insting seksual, mulut adalah era erotis yang berperan dalam pemenuhan
kepuasan pada diri bayi tersebut. Kepuasan ini biasanya bayi dapat dengan menghisap
payudara ibunya, tidak hanya dengan menghisap payudara ibunya terkadang bayi juga
menghisap ibu jarinya sendiri. Kenikmatan atau kepuasan tidak hanya menghisap namun juga
dapat diperoleh dari rangsangan terhadap bibir, rongga mulut, kerongkongan, tingkah laku
menggigit dan mengunya (ketika bibir sudah tumbuh) serta menelan dan memuntahkan
(kalau makanan tidak memuaskan) didalam fase ini terlihat bahwa hanya ID yang terbentuk
dalam kepribadian bayi, peran ibu sangat penting dalam fase ini, kepuasan yang berlebihan
yang diberikan ibu sang bayi sangat berpengaruh terhadap masa dewasanya. Kepuasan yang
berlebihan pada fase oral akan membentuk pada masa dewasanya yakni mengumpulkan
pengetahuan atau mengumpulkan harta benda, atau gampang ditipu. Sebaliknya
ketidakpuasan ketika dewasa bayi itu akan menjadi orang yang tidak pernah puas, tamak ,
memakan apa saja. Merokok mengunyah permen karet menggigit pensil, menggunjing orang
lain, sampai berkata kotor itu juga termasuk ketidak puasan.
 Tahap kedua perkembangan psikoseksual adalah fase anal (usia 1;0 – 2/3;0)

Fase anal adalah fase dimana balita mulai tahu bagaimana cara menghilangkan
kotoran yang tidak menyenangkan dari akumulasi sisa makanan. Pada fase ini dubur
merupakan daerah pokok aktifitas dinamik, kateksis dan anti kateksis berpusat pada fungsi
eliminer (pembuangan kotoran). Dalam tahap ini peran ibu sangat dibutuhkan oleh seorang
balita, terutama dalam hal latihan defaksi (toilet training) freud meyakini bahwa toilet
training adalah bentuk mula dari belajar memuaskan ID dan SUPEREGO sekaligus dampak
toilet training terhadap kepribadian dimasa depan, tergantung kepada sikap dan metode
orang tua dalam melatih, misalnyajika ibu terlalu keras, anak akan menahan facesnya dan
mengalami sembelit, maka anak akan memiliki tingkah laku keras kepala dan kikir dimasa
mendatang, sebaliknya ibu membiarkan tanpa toilet training akan membuat anak memiliki
sifat ketidak teraturan atau jorok, distruktif, semaunya sendiri atau kekerasan kekejaman,
sebaliknya apabila ibu bersifat membimbing dengan kasih sayang (kalau anak defaksi secara
teratur) anak mendapat pengertian bahwa mengeluarkan faces adalah aktifitas yang
penting, prototip dari sifat kreatif dan produktif.

3. PENGERTIAN NEURON
Neuron adalah unit kerja dasar dari otak, sel khusus yang dirancang untuk
mengirimkan informasi ke sel saraf, otot, atau sel kelenjar. Kebanyakan neuron
memiliki badan sel, akson, dan dendrit.
Badan sel berisi inti dan sitoplasma. Akson meluas dari sel tubuh dan
sering menimbulkan banyak cabang yang lebih kecil sebelum berakhir di
terminal saraf.
Ada alas an kuat kenapa kita menginginkan dan menyukai hubungan
seksual. Aktifitas bercinta mempengaruhi otak dan tentunya menyehatkan fisik.
Menurut barry r.komisaruk,phd,professor psikologi terkemuka dari
Rutgers university di Newark, new jersey pengaruh sex terhadap otak bukanlah
subjek study yang mudah,sehingga penelitian perlu dikembangkan. Tapi para
ilmuan mulai mengungkap misteri tersebut.

4. PERILAKU PARENTAL.
Monitoring parental mengurangi frekuensi intercourse remaja melalui
pembatasan kesempatan melakukan aktivitas seksual. Akan tetapi, beberapa
studi mengindikasikan bahwa aktivitas seksual cenderung meningkat jika kontrol
parental berlebihan atau intrusif," papar Linda.

Hasil penelitiannya terhadap remaja di Pontianak menunjukkan bahwa


persepsi remaja terhadap pengetahuan parental, hubungan orang tua dengan
remaja, komunikasi yang terjalin, serta kontrol perilaku dan psikologis masih
rendah.

Sebanyak 35,3 persen remaja menganggap hubungan mereka dengan


orang tua mereka kurang baik. Bahkan 57 persen remaja menganggap bahwa
orang tua mereka sangat sibuk dengan pekerjaannya dan tidak memiliki waktu
untuk makan malam bersama atau meluangkan waktu untuk bercerita.

Karena itu, ia pun menyarankan agar kedua orang tua dapat bekerja sama
dalam melakukan pengawasan kepada anak remajanya.

"Tidak hanya dengan mengetahui dan memantau keberadaan dan


aktivitas remaja serta menyampaikan batasan dan aturan yang jelas, tetapi juga
dengan menjalin komunikasi dan hubungan yang dekat dengan anak remaja
melalui waktu kebersamaan dalam keluarga.”kata Linda”.

Anda mungkin juga menyukai