Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PSIKOLOGI FORENSIK
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Aktual Psikologi Sosial
Dosen pengampu:
Drs. Sugiyarta Stanislaus, M. Si.
Pundani Eki Pratiwi, S.Psi., M.Psi. Psikolog

Disusun Oleh:

1. Alfaqih Hidayatullah (1511421152)

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam penegakan hukum diperlukan adanya psikologi forensik. Khususnya bagi
kasus yang membutuhkan identifikasi psikologis dari pelaku maupun korban kejahatan.
Psikologi forensik merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip psikologi untuk tujuan hukum,
terutama dalam bidang investigasi kriminal, penilaian kompetensi, penilaian risiko
kekerasan, dan pengambilan keputusan di pengadilan.
Agung dalam Sopyani (2021) menyatakan bahwa psikologi forensik memiliki
peranan penting dalam masalah penegakan hukum, 1) sebagai pencegahan, dimana psikolog
forensik disini berperan untuk membantu aparat hukum untuk melakukan sosialisasi tentang
pencegahan tindakan kriminal. 2) sebagai penanganan, dimana dalam hal ini ilmu psikologi
forensik berperan penting untuk mengidentifikasi sisi psikologis pelaku seperti membongkar
motif pelaku melakukan kriminal. 3) sebagai pemidanaan, ilmu psikologi forensik disini akan
memberikan penjelasan tentang kondisi psikologis dari pelaku sehingga aparat hukum bisa
memberikan hukuman yang sesuai dengan tindak kejahatan pelaku. 4) sebagai pemenjaraan,
di tahap ini praktisi psikolog forensik melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap
pelaku kejahatan.
Psikologi forensik telah menjadi bidang penelitian dan praktik yang penting sejak
akhir abad ke-19, ketika psikolog pertama kali mulai memberikan keterangan ahli dalam
kasus-kasus pidana. Dalam beberapa dekade terakhir ini, psikologi forensik telah
berkembang pesat dan telah memberikan peran penting dalam membantu sistem peradilan
pidana untuk membuat keputusan yang lebih tepat dan adil.
Seiring dengan meningkatnya kompleksitas sistem peradilan pidana, psikologi
forensik semakin penting dalam membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan penting yang
sering kali terjadi dalam kasus-kasus pidana. Maka dari itu, dalam makalah ini akan
membahas tentang psikologi forensik, mulai dari definisi psikologi forensik, sejarah
psikologi forensik, ruang lingkup psikologi forensik, tugas pokok psikologi forensik, dan
contoh penerapan psikologi forensik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi psikologi forensik?
2. Bagaimana sejarah adanya psikologi forensik?
3. Apa saja ruang lingkup psikologi forensik?
4. Apa saja tugas pokok dari psikologi forensik?
5. Bagaimana contoh penerapan psikologi forensik?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari psikologi forensik.
2. Untuk mengetahui sejarah kemunculan adanya psikologi forensik.
3. Untuk mengetahui ruang lingkup psikologi forensik.
4. Untuk mengetahui tugas pokok dari psikologi forensik.
5. Untuk mengetahui contoh penerapan psikologi forensik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Psikologi Forensik


Psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu psyche yang memiliki arti jiwa dan logos
yang berarti ilmu pengetahuan. Sedangkan forensik berasal dari bahasa Yunani yaitu forensis
yang memiliki arti perdebatan. Forensik merupakan ilmu yang digunakan untuk membantu
penegakan keadilan dan hukum lewat penerapan ilmu sains. Xena (2007) menyebutkan
bahwa forensik merupakan penerapan bidang ilmu pengetahuan yang akan digunakan untuk
menjawab pertanyaan penting bagi sistem hukum yang berkaitan dengan tindak pidana.
Sedangkan menurut Kaloeti, dkk (2019) psikologi forensik adalah salah satu cabang ilmu
psikologi yang mempelajari asesmen dan intervensi psikologi pada proses penegakan
keadilan dan hukum. The committee on ethical Guidelines for forensic psychology (Putwain
& Sammons, 2002) menyatakan bahwa psikologi forensik adalah seluruh pelayanan dan
kajian psikologi yang berkaitan dan dilakukan dalam dunia hukum.

B. Sejarah Psikologi Forensik


Pada tahun 1908, terdapat perbedaan pendapat yang terjadi antara Munsterberg dan
Wigmore mengenai peran psikologi di pengadilan. Dari sinilah awal mula munculnya
Psikologi Forensik. Pada saat itu, Munsterberg mengeluhkan tentang ketiadaan orang yang
resisten daripada orang-orang hukum terhadap gagasan bahwa psikolog juga dapat berperan
di pengadilan. Munsterberg melemparkan tuduhan bahwa hakim, pengacara, serta anggota
juri hukum telah memiliki pendapat bahwa yang mereka butuhkan dalam pengadilan agar
berfungsi dengan baik adalah common sense. Selanjutnya, hal ini menyebabkan Munsterberg
diadili karena tuduhannya ditanggapi oleh Wigmore. Kemudian, pada tahun 1954, seorang
hakim bernama Bazelon Sinde mengakui bahwa psikolog yang memenuhi syarat atau
kualifikasi tertentu dapat menjadi saksi dalam pengadilan. Selain itu, pada tahun 1950,
psikologi kemudian dapat bertindak dalam pengadilan karena tulisan Phares. Apabila
dijabarkan menjadi poin-poin penting, sejarah Psikologi Forensik, yaitu:
a. Munsterberg: Psikolog Forensik Pertama di Amerika
Munsterberg merupakan psikolog Jerman yang dikenal sebagai Bapak Psikologi
Terapan yang pindah ke US. Pada tahun 1909, Munsterberg telah berusaha untuk
meyakinkan banyak orang bahwa ilmu psikologi dapat diterapkan di banyak bidang lain,
termasuk industri, hukum, seni, musik, dan periklanan.
b. Psikolog dalam Peradilan Kriminal
Pada tahun 1909, psikolog dalam peradilan kriminal muncul ketika seorang
psikolog klinis bernama Grace M. Fernald bekerja sama dengan psikiater bernama
William Healy membuka klinik pertama, yaitu The Juvenile Psychopathic Institute.
Klinik ini dibangun khusus narapidana anak untuk mendiagnosis anak-anak yang
bermasalah ini.
c. Psikolog dalam Ruang Peradilan
Dalam perjalanan sejarah Psikologi Forensik, tahun 1920-an merupakan tahun di
mana psikolog US diakui dapat berperan serta dalam ruang pengadilan. Hasil eksperimen
pada persepsi visual mulai diterima secara rutin setelah dilakukan penelitian. Akan tetapi,
ada batasan sejauh mana psikolog dapat bersaksi, yaitu ketika tidak melanggar ilmu
kedokteran dan psikiater.
d. Psikolog serta Sekolah Hukum
Bapak Psikologi Forensik Amerika, yaitu William M. Marston, menemukan
hubungan yang positif serta signifikan antara tekanan darah dengan kebohongan pada
tahun 1917, yang kemudian mendorong munculnya poligraf. Namun, pengaruh ilmu
psikologi dalam hukum masih terbilang kecil hingga tahun 1954. Selanjutnya, hal ini
mendorong pihak kejaksaan agung supaya memberikan atensi-atensi kecil kepada
ilmu-ilmu sosial pada kasus Brown Board of Education. Kemudian, Hakim Bazelon
mengeluarkan pernyataan pada tahun 1962, bahwa psikolog yang memenuhi kualifikasi
dapat memberikan kesaksian berkaitan dengan gangguan mental dalam pengadilan.

C. Ruang Lingkup Bidang Psikologi Forensik


Menurut Jaenudin (2017) terdapat tiga cakupan ruang lingkup bidang psikologi
forensik, diantaranya sebagai berikut:
1. Aspek Penting dari Psikologi Forensik
Kemampuan psikologi Forensik untuk bersaksi di pengadilan, merumuskan kembali
temuan-temuan psikologis ke dalam bahasa hukum di pengadilan, dan memberikan
informasi kepada petugas hukum dalam format yang bisa dimengerti merupakan aspek
penting dalam bidang ini. Oleh sebab itu, psikologi forensik harus mampu
menginterpretasikan data psikologis dalam konteks hukum. Menurut Nietzel (dalam
Jaenudin, 2017) menegaskan bahwa psikologi klinis dapat memenuhi beragam peran
pada sistem hukum, yang mencakup bidang sebagai berikut:
a. Law Enforcement Psychology
Melakukan penelitian mengenai kegiatan lembaga hukum dan menyediakan
layanan secara langsung untuk mendukung upaya kegiatan lembaga mereka.
Contohnya, melaksanakan uji kelayakan dan keabsahan terhadap petugas polisi
yang diyakini tidak memenuhi syarat, memberikan intervensi darurat atau krisis
kepada petugas kepolisian, memberikan konseling kepada polisi mengenai
seseorang yang terlibat dalam kejahatan, dan membantu untuk menginterview
saksi pada kasus-kasus kejahatan.
b. The Psychology of Litigation
Memfokuskan efek dari beragam prosedur hukum, umumnya yang dikenakan
pada persidangan pidana dan perdata. Contohnya, memberikan usulan kepada
pengacara mengenai pemilihan juri, meneliti faktor-faktor yang menguasai
pertimbangan serta putusan juri, dan mengkaji lebih lanjut efek spesifik dari voir
dire dari kalimat pembuka, pemeriksaan pada saksi (cross-examination of
witnesses), dan kalimat penutup.
c. Correctional Psychology
Berfokus pada penyediaan dukungan psikologis bagi orang-orang yang ditahan
sebelum dinyatakan bersalah atau suatu tindak kejahatan. Mayoritas psikolog
koreksional bekerja di rehabilitasi remaja dan penjara, namun ada beberapa juga
yang mendirikan lembaga atau institusi masa percobaan ataupun berpartisipasi
dalam program pemasyarakatan khusus berbasis komunitas.
2. Bidang Garapan Psikologi Forensik
Menurut Neitzel dan Bernstein ( dalam Junaedi, 2017) terdapat 5 bidang yang sering
ditawarkan untuk psikologi forensik, yaitu sebagai berikut:
a. Kemampuan untuk melakukan persidangan atau pemeriksaan dan tanggung jawab
kriminal (criminal responsibility).
b. Kehancuran psikologis pada pemeriksaan atau persidangan sipil.
c. Kompetensi sipil
d. Pembuatan profil kriminal (criminal profiling) dan otopsi psikologis
e. Parental fitness(kelayakan orangtua) dan child custody (hak asuh anak).
3. Bidang Eksplorasi Psikologi Forensik
Menurut Sundberg et al (dalam Junaedi,2017) para spesialis dalam psikologi forensik
menyatakan bahwa penelitian psikologi forensik dapat dibagi menjadi beberapa bagian
berikut:
a. Psikologi Perbuatan Kriminal
Pada bidang ini Criminal Psychology (psikologi kriminal), Psychology of
Criminal Conduct (psikologi perbuatan kriminal), dan Psychology of Criminal
Behavior (psikologi perilaku kriminal), merupakan semua bagian yang berkaitan
dengan Psychology Study of Crime (kajian psikologis mengenai kejahatan).
b. Psikologi Klinis Forensik
Pada bidang ini Forensic Clinical Psychology (psikologi klinis forensik) dan
Correctional Psychology (psikologi Koreksional, merupakan bidang-bidang yang
dipelajari untuk memberikan pengobatan, penanganan atau rehabilitasi dan
asesmen perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial.
c. Psikologi Penyelidikan /Kepolisian
Pada bidang ini hal yang dipelajari merupakan teknik ataupun metode yang
dikenakan oleh lembaga kepolisian, seperti Investigative Psychology (psikologi
penyelidikan), Police Psychology (psikologi polisi) dan Behavioral Science (ilmu
perilaku).
d. Psikologi dan Hukum
Pada bidang psikologi dan hukum ini berfokus atau berkaitan pada proses
persidangan hukum dan sikap serta keyakinan para pesertanya yang ikut dalam
proses persidangan.

D. Tugas Pokok Psikologi Forensik


Menurut para ahli terdapat beberapa tugas pokok dari seorang Psikologi Forensik,
Berikut adalah tugasnya:
● Evaluasi Psikologis: Menilai dan mengevaluasi individu yang terlibat dalam proses
hukum seperti pelaku kejahatan, korban kekerasan, saksi, atau terdakwa dalam
persidangan. Evaluasi ini dapat mencakup penilaian terhadap kemampuan mental,
kemampuan intelektual, kelayakan menghadapi persidangan, dan potensi risiko
kekerasan.
● Saksi Ahli: Memberikan kesaksian ahli di pengadilan dalam kasus-kasus hukum.
Psikolog forensik dapat memberikan pandangan ahli mengenai pengaruh psikologis pada
tindakan dan perilaku individu serta memberikan pandangan ahli mengenai bagaimana
keputusan yang diambil di pengadilan dapat mempengaruhi kesehatan mental dan
keadaan psikologis individu.
● Konseling dan Terapi: Memberikan layanan konseling atau terapi untuk individu yang
terlibat dalam kasus-kasus hukum seperti korban kekerasan atau pelaku kejahatan.
Layanan ini dapat membantu individu untuk mengatasi trauma atau masalah kesehatan
mental lainnya yang terkait dengan keterlibatan mereka dalam proses hukum.
● Penelitian dan Analisis: Melakukan penelitian dan analisis tentang masalah-masalah
psikologis yang terkait dengan proses hukum seperti faktor-faktor yang mempengaruhi
kesaksian saksi, alasan-alasan di balik tindakan kejahatan, dan dampak hukuman pada
kesehatan mental dan perilaku individu.
● Konsultasi dan Kolaborasi: Memberikan konsultasi dan bekerja sama dengan profesional
hukum, seperti pengacara dan jaksa penuntut, untuk membantu mereka memahami
aspek-aspek psikologis dari kasus-kasus hukum yang mereka tangani.

E. Contoh Penerapan Psikologi Forensik


Penerapan psikologi forensik dapat terkait dengan berbagai teknik dan metode. Bukan
hanya untuk menguak modus atau motivasi para kriminal tetapi juga melakukan evaluasi
psikologis untuk membantu penegak hukum dalam memahami perilaku kriminal,
mengidentifikasi potensi bahaya, dan menentukan keadaan mental seseorang yang terlibat
dalam tindak pidana. Penerapan psikologi forensik dapat meliputi banyak aspek kehidupan
kriminal, mulai dari investigasi awal kasus hingga persidangan dan pemutusan hasil akhir
sidang oleh hakim. Psikolog forensik dapat membantu dalam mengevaluasi kepercayaan
saksi, mengidentifikasi potensi kekerasan dalam rumah tangga, dan memberikan saran
terkait tindakan hukum yang tepat dalam kasus kejahatan seksual. Bukan hanya itu seorang
psikolog forensik juga dapat ditempatkan di berbagai tempat.
Negara Amerika Serikat misalnya, di sana psikologi forensik dapat ditempatkan di
setiap departemen kantor kepolisian sebagai seorang konsultan. Tugas psikologi tersebut
antara lain membantu kepolisian dalam menyelesaikan banyak kasus. Selain itu tiap
pengacara di Amerika juga mempunyai seorang psikolog sebagai konsultannya. Tugasnya
tentu tak lain adalah membantu menyusun hal-hal yang akan dilakukan pengacara maupun
kliennya agar dapat memenangkan perkara di pengadilan. Setiap lapas atau penjara juga
memiliki psikologi yang bertugas melakukan rehabilitasi terhadap narapidana.
Penerapan psikologi forensik dalam suatu kasus dapat kita ambil contoh pada kasus
Sumanto pada tahun 2003 yang merupakan kasus kanibalisme yang terjadi di Purbalingga.
Pada kasus ini psikolog menyatakan bahwa Sumanto memiliki gangguan mental berupa
psikopat, sehingga pada akhirnya harus di tempatkan di bangsal khusus pengidap gangguan
jiwa (Herdiyanto & Tobing, 2016). Bukan hanya itu psikolog forensik juga dapat dimintai
pendapat atau pandangannya terkait penetapan hukum atau peraturan. Misalnya pada
penetapan hukuman kebiri pada pelaku pencabulan anak. Reza Indragiri Amriel (dalam
Monica dkk, 2021) yang merupakan psikolog forensik berpendapat pemberian tindakan
kebiri kimia tidak akan menghasilkan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Sebaliknya, tindakan tersebut dapat meningkatkan kebrutalan pelaku kekerasan seksual
karena mereka merasa diabaikan dan tidak memiliki kendali.
Pada umumnya penerapan psikologi forensik merupakan komponen penting dalam
sistem peradilan pidana. Adanya peran dari psikolog forensik diharapkan dapat membantu
dalam memberikan informasi yang akurat dan terperinci tentang perilaku kriminal. Selain itu
psikolog forensik juga bisa memberikan pendapatnya terkait peraturan dan hukuman yang
akan ditetapkan kepada narapidana. Melalui penerapan berbagai pendekatan dan teknik
evaluasi psikologis yang tepat, psikolog forensik diharapkan dapat membantu penegak
hukum dalam mengambil keputusan yang lebih baik dan memastikan keadilan dalam
kasus-kasus kriminal, sehingga membawa keadilan baik bagi pelaku maupun korban dan
keluarganya.
BAB III
KESIMPULAN

Forensik merupakan ilmu yang digunakan untuk membantu penegakan keadilan dan
hukum lewat penerapan ilmu sains. Baron dan Byrne (2004) menyebutkan bahwa psikologi
forensik merupakan penelitian dan teori psikologi terkait dengan proses hukum dan memiliki
efek dari kognitif, afektif, serta perilaku manusia. Dalam sejarahnya psikolog mulai diakui dan
diperbolehkan untuk memberikan saksi di pengadilan mulai tahun 1954. Selain itu pada 1950
tulisan Phares juga memperkuat alasan bahwa psikologi dapat diakui dan diberlakukan pada
pengadilan. Terdapat 4 poin penting mengenai sejarah psikologi forensik yaitu Munsterberg,
seorang psikolog forensik pertama di Amerika, psikolog dalam peradilan kriminal, psikolog
dalam ruang peradilan dan psikolog serta sekolah hukum.
Dalam ruang lingkup bidang psikologi forensik terdapat tiga cakupan yaitu aspek
penting, bidang garapan, dan bidang eksplorasi. Aspek penting dari psikologi forensik adalah
mampu menginterpretasi data psikologis dalam konteks hukum. Nietzel (dalam Jaenudin, 2017)
menegaskan bahwa psikologi klinis dapat memenuhi beragam peran pada sistem hukum, yang
mencakup bidang law enforcement psychology, the psychology of litigation, dan correctional
psychology. Terdapat lima bidang garapan psikologi forensik yaitu kemampuan melakukan
persidangan atau pemeriksaan dan tanggung jawab kriminal, kehancuran psikologis pada
pemeriksaan dan persidangan sipil, kompetensi sipil, pembuatan profil kriminal, otopsi
psikologis, parental fitness dan child custody. Terdapat empat bidang eksplorasi psikologi
forensik yaitu psikologi perbuatan kriminal, psikologi klinis forensik, psikologi
penyelidikan/kepolisian dan psikologi dan hukum. Tugas pokok psikologi forensik adalah
evaluasi psikologis, saksi ahli, konseling dan terapi, penelitian dan analisis, serta konsultasi dan
kolaborasi.
Daftar Pustaka

Agung, I. M. (2012). Kontribusi Psikologi Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia (The


Contribution of Psychology to Law Enforcement in Indonesia). Available at SSRN
2563440.

American Psychological Association. (2011). Specialty guidelines for forensic psychology.

Bartol, C. R., & Bartol, A. M. (2019). Introduction to forensic psychology: Research and
application. SAGE Publications.

Jaenudin, U. (2017). Psikologi Forensik. Cetakan I, CV PUSTAKA SETIA, Bandung.

Monica, M., Hartono, M. S., & Yuliartini, N. P. R. (2021). Sanksi Kebiri Kimia Dalam Tindak
Pidana Pencabulan Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang
Perlindungan Anak Ditinjau Dari Tujuan Pemidanaan Dan Perspektif Hak Asasi Manusia
(Ham). Jurnal Komunitas Yustisia, 4(2), 564-575.

Sopyani, F. M., & Edwina, T. N. (2021). Peranan Psikologi Forensik dalam Hukum di Indonesia.
Journal Psikologi Forensik Indonesia, 1(1), 46-49.

Anda mungkin juga menyukai