Anda di halaman 1dari 16

ARTIKEL ILMIAH

PELANGGARAN KODE ETIK JURNALISTIK


DALAM PEMBERITAAN INFOTAINMENT DI MEDIA MASSA
(Analisis Pada Permasalahan Pribadi Selebritis)

Lusiana

E1101201002

Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Komunikasi Massa

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2021
PELANGGARAN KODE ETIK JURNALISTIK
DALAM PEMBERITAAN INFOTAINMENT DI MEDIA MASSA
(Analisis Pada Permasalahan Pribadi Selebritis)
Lusiana
Program Studi Ilmu Komunikasi
Universitas Tanjungpura
E1101201002@student.untan.ac.id

Abstrak

Infotainment biasanya menyajikan karya,kegiatan atau kesejahteraan


finansial selebritis. Namun satu hal yang pastinya tidak luput adalah pemberitaan
miring dari selebritis seperti sensasi dan konflik yang masuk ke ranah pribadi
selebritis. Konflik dan permasalahan pribadi selebritis yang seharusnya tertutup
untuk diketahui publik namun secara terang-terangan diangkat di media.
Infotainment yang meliput pemberitaan mengenai permasalahan selebritis menjadi
produk utama sebagian besar pemilik media, karena masih banyak diminati
masyarakat. Infotaiment tetap eksis dipicu dari tidak lepasnya peran masyarakat
yang punya rasa ingin tahu yang tinggi tentang kehidupan selebritis. Pemilik
perusahaan yang memiliki kepentingan untuk meraup keuntungan dan wartawan
yang bekerja dibawah tuntutan dalam tugas peliputan untuk menghasilkan sebuah
berita seringkali bersebrangan dengan kode etik jurnalistik dalam memproduksi
berita infotainment. Dalam hasil analisis dari dua kasus yang dibahas yaitu kasus
video asusila Gisella Anatasia dan kasus kaburnya Rachel Vennya dari karantina
menjadi bukti nyata bahwa masih ada awak media, baik dalam proses peliputan
sampai dalam pengajuan beritanya melanggar kode etik jurnalistik yang terlihat
dari pasal 2,4 dan 9 yaitu pelanggaran privasi,berita yang tidak berimbang dan
pelaksanaan tugas jurnalitik yang tidak profesional.

Kata kunci: Komunikasi Massa, Media Massa, Infotainment, Kode Etik


Jurnalistik
BAB 1

LATAR BELAKANG MASALAH

Infotainment sebagai produk jurnalistik posisinya masih


dipertanyakan. Namun ada argumen penguat yang menyatakan
infotainment bisa masuk ke dalam produk jurnalistik karena pemberitaan
mengenai selebritis dalam peliputannya juga berlandaskan pada metode
dan teknik jurnalistik. Di antaranya memuat reportase,kaidah cover both
sides dan 5 W dan 1 H. Pada tahun 2005 para pegawai infotainment
tergabung dalam keanggotaan Persatuan Wartawan Indonesia sehingga
infotainment dapat menjadi salah satu produk jurnalistik yang disebut
sebagai jurnalisme infotainment.

Beberapa topik yang biasanya ditayangkan dalam pemberitaan


infotainment mencakup dari kehidupan para selebritis,mulai dari
gosip,sensasi,prestasi,konflik dan segala aktivitasnya yang menjadi bagian
tidak terelakan dari pemberitaan media. Apalagi pemberitaan sensasional
selebrtis menjadi topik yang paling sering diliput media seperti konflik
dalam rumah tangga, dan permasalahan yang mencakup ranah pribadi
selebritis. Namun ini menjadi hal yang biasa untuk dikonsumsi oleh
publik. Mulai dari kita mengawali aktivitas di pagi hari hingga menjelang
malam kita disuguhkan dengan berbagi berita infotainment.

Infotainment adalah hasil perubahan wujud dari merumpi, atau


bergosip keseharian masyarakat ke dalam media televisi. Televisi seperti
memfasilitasi dan menjadi pupuk penyubur budaya bergosip melalui
infotainment (Santosa,2012:3). Terpaan berita infotainment ini tidak bisa
kita hindari,hal ini terjadi karena misalnya saja program televisi
infotainment di Indonesia cukup mendominasi. Didukung di era digital
seperti ini, setiap kita membuka handphone ada saja notifikasi dari media
online ataupun berita infotainment yang muncul di beranda media sosial
kita. Dunia kehidupan selebritis menjadi produk yang laku dijual, yang
tadinya hanya sekedar untuk informasi hiburan semata merambah menjadi
pembahasan yang seru sebagai bahan rumpi bagi sebagian besar khalayak
penerima informasi.

Infotainment biasanya menyajikan karya,kegiatan atau


kesejahteraan finansial selebritis. Namun satu hal yang pastinya tidak
luput adalah pemberitaan miring dari selebritis seperti sensasi dan konflik
yang masuk ke ranah pribadi selebritis. Konflik dan permasalahan pribadi
selebritis yang seharusnya tertutup untuk diketahui publik namun secara
terang-terangan diangkat di media. Tidak heran lagi jika berita-berita ini
menghiasi pemberitaan media masaa. Permasalahan pribadi selebritis
menjadi topik yang sering diberitakan secara berulang-ulang,tentunya
tidak hanya di satu media melainkan menjadi pembahasan yang menarik
dan menjadi trending di hampir semua media massa.

Perusahaan yang bernaung di dalam media massa tentunya juga


mengedepankan sisi bisnisnya. Infotainment yang meliput pemberitaan
mengenai permasalahan selebritis menjadi produk utama pemilik media,
karena masih dan paling banyak diminati masyarakat. Sehingga pemilik
perusahaan yang memiliki kepentingan untuk meraup keuntungan
seringkali bersebrangan dengan kode etik jurnalistik dalam peliputan
berita oleh medianya. Karena hal tersebut, pelaku media massa menjadi
menghiraukan kode etik jurnalistik untuk memperoleh berita-berita dengan
menggali hingga ke ranah atau wilayah pribadi selebritis hingga
menjalankan tugas jurnalistiknya dengan tidak profesional,sebenarnya ini
juga menjadi dilema tersendiri bagi mereka. Jika diteliti lagi dari sisi
pengertian jurnalitsik, dapat dikatakan infotainment merupakan salah satu
produk jurnalistik karena menayangkan berita tentang suatu peristiwa atau
kejadian sehari-hari namun dalam peliputan dan pencarian beritanya para
wartawan yang bekerja di bidang infotainment cenderung menghiraukan
kode etik jurnalistik yang berlaku (Iswandi, 2006:99).
BAB 2

KERANGKA TEORI

A. Komunikasi Massa
Komunikasi massa (mass communication) merupakan suatu proses
penyampaian pesan termasuk di dalamnya berupa informasi dan gagasan
kepada orang banyak atau khalayak melalui media massa. Pengertian
tersebut sejalan dengan pendapat Bittner yang menyatakan komunikasi
massa adalah suatu pesan yang dikomunikasikan dengan bantuan media
massa kepada sejumlah besar orang.
Menurut pendapat ahli komunikasi Gerbener komunikasi massa
adalah produksi berbasis teknologi dan kelembagaan dan distribusi aliran
pesan yang terus-menerus dibagikan secara luas dalam masyarakat
industri. Dari yang disampaikan Garbener bisa dikatakan bahwa ada suatu
produk yang dihasilkan dari komunikasi massa yaitu berupa informasi
pesan-pesan komunikasi.
Produk yang dihasilkan akan didistribusikan, disebarkan kepada
masyarakat secara luas dan berlanjut terus menerus dalam selang waktu
yang tetap seperti harian,mingguan bahkan bulanan. Komunikasi massa
dalam proses memproduksi pesan tidak bisa mengandalkan perorangan
saja melainkan haruslah ada lembaga dan membutuhkan bantuan teknologi
dalam prosesnya dengan demikian ini juga mendorong masyarakat indutri
banyak melakukan komunikai massa (Ardianto, 2007:3).

B. Media Massa
Pada tahun 1920-an istilah media massa mulai digunakan untuk
menggambarkan jenis media yang secara khusus dirancang agar dapat
mencapai jangkauan penerima informasi berskala luas.
Media merupakan bentuk rujukan lain dari kata medium yang
mempunyai arti perantara atau penengah. Sementara itu, massa adalah
kata serapan yang berasal dari bahasa inggris “mass” yang diartikan ke
dalam bahasa indonesia sebagai kelompok atau kumpulan. Jadi dapat
disimpulkan media massa adalah jalur perantara termasuk didalamnya
alat-alat yang digunakan oleh massa dalam hubungannya dengan satu
sama lain. (Soehadi,1978:38).
Cangara membagi media massa ke dalam lima karateristik.
Pertama, sifat melembaga media massa yang artinya dalam mengelola
media di dalamnya terdapat banyak orang atau sekumpulan orang.
Sejumlah orang ini akan berperan dalam pengupulan,pengelolan hingga
pada penyajian informasi. Kedua, media massa komunikasinya satu arah,
jadi komunikasi yang terjadi kemungkinannya minim untuk adanya
komunikasi atau dialog antara komunikator dan komunikan. Jika adapun
maka respon atau umpan balik biasanya membutuhkan waktu dan terdapat
jeda waktu. Ketiga, informasi dari media massa disampaikan secara
meluas dan serempak,dengan demikian waktu dan jarak bukan lagi
menjadi suatu tantangan yang berarti. Penyampaian pesan bergerak dalam
waktu yang bersamaan dan secara luas sehingga dapat tersampaikan dan
diterima oleh khalayak luas secara serentak. Keempat, menggunakan alat-
alat teknis dan mekanis, seperti radio,surat kabar,radio,dan televisi.
Kelima, bersifat terbuka, jadi pesan yang disampaikan dapat diterima dan
diperoleh siapa saja,kapan saja,dimana saja tanpa batasan apapun.
Dilihat dari perkembangannya hingga saat ini,jenis media massa
menurut bentuknya digolongkan ke dalam tiga jenis :
1) Media massa cetak, yang informasinya disebarkan melalui
lembaran kertas seperti koran dan majalah.
2) Media massa elektronik, yang informasinya disiarkan
melalui gambar dan suara dibantu dengan teknologi eletro
seperti televisi dan radio.
3) Media massa online, yang informasinya dipublikasikan di
internet melalui situs.
C. Infotainment
John Hopkins University di Amerika Serikat merupakan pelopor
pertama konsep infotainment. Adanya asumsi bahwa informasi meskipun
dibutuhkan oleh masyarakat tetapi oleh mereka tidak bisa diterima begitu
saja dengan mudah, terutama merubah perilaku dan sikap dari negatif
menjadi lebih ke arah positif. Sehingga konsep infotainment ini menjadi
cara yang diperlukan untuk menjadi umpan yang dapat mengambil atensi
masyarakat. Entertainment atau dunia hiburan yang bisa menarik perhatian
khalayak menjadi pilihan untuk disusupkan di tengah-tengah proses
penyampaian informasi.
Dikutip dari ensiklopedia bebas yang tersedia di internet, kata
Infotainment lahir dari penciptaan istilah baru atau neologisme. Kemudian
istilah infotainment menjadi dikenal secara umum sebagai bentuk berita
ringan yang menyampaikan informasi menghibur. Infotainment
merupakan singkatan atau kependekan dari istilah bahasa inggris yaitu
information-entertainment. Di indonesia infotainment akrab dengan acara
televisi yang menayangkan berita selebritis dengan cara penyampaian
yang unik dan berciri khas.
Di Indonesia infotainment diartikan sebagai hiburan yang dikemas
dalam sebuah informasi. Hal ini menjadikan sisi hiburannya menjadi
substansi yang perlu disampaikan kepada khalayak. Akibatnya cukup
sering informasi yang disampaikan media kepada khalayak bukanlah
informasi yang diperlukan atau dibutuhkan namun informasi yang sekedar
dianggap dapat memberikan hiburan (Iswandi, 2006: 66).

D. Kode Etik Jurnalistik


Sama seperti pekerjaan lainnya menjadi seorang jurnalis juga
mempunyai tanggung jawab besar bagi yang menjalaninya. Berita yang
diterbitkan dan disiarkan kepada khalayak bisa mempengaruhi masyarakat
untuk bersikap terhadap suatu permasalah atau isu yang tersampaikan
kepadanya. Agar kemerdekaan pers dan hak publik untuk memperoleh
informasi yang benar dapat terpenuhi, jurnalis membutuhkan sebuah
pedoman atau landasan etika dan moral ketika menjalani profesinya.
Sehingga kepercayaan publik dapat terjaga, produksi berita dapat
dilakukan secara profesional dan integritas dapat terwujud. Semua
pertanggungjawaban itu dapat dilaksanakan jurnalis dengan berpedoman
pada kode etik jurnalistik.
Pers dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan perannya
perlu menghormati hak asasi setiap orang. Hal ini membuat pers ditekan
untuk profesional dan terbuka agar masyarakat dapat mengawasi dan
mengontrolnya. KEJ atau Kode etik jurnalistik secara singkat dan umum
memiliki arti sebagai kumupulan atau himpunan yang berisikan etika di
bidang jurnlastik. Dimana dalam penyusunanya dibuat oleh, dari dan
untuk pelaku media massa yaitu kaum jurnalis atau wartawan itu sendiri
dan diterapkan juga hanya sebatas untuk kalangan jurnalis atau wartawan
saja.
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklrasi Universal
Hak Asasi manusia (HAM) PBB melindungi kemerdekaan dan kebebasan
berpendapat, berekspresi dan pers. Untuk memperoleh informasi dan
berkomunikasi masyarakat menggunakan kemerdekaan pers sebagai
sarananya. Hal ini berguna untuk memenuhi kebutuhan hakiki dan
menaikan kualitas kehidupan manusia. Wartawan Indonesia mewujudkan
kemerdekaan pers dengan menyadari adanya tanggung jawab
sosial,kepentingan bangsa,norma-norma agama dan keberagaman
masyarakat (Sukardi,2007:109).
BAB 3

ANALISIS

A. Tidak Menghormati dan Menjunjung Tinggi Kehidupan Pribadi


(Kasus Video Asusila Gisel)
Menurut Dandy Koswaraputra yang mempunyai peran sebagai
Ketua Bidang Pendidikan, Etik, dan Profesi Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) mengenai batasan sejauh mana hak privasi seseorang dapat dijadikan
berita. Dandy menyampaikan bahwa jurnalis atau wartawan dapat
memberitakan wilayah privasi seseorang jika hal tersebut ada kaitannya
dengan publik. Seseorang yang secara kasarnya dikatakan privasinya dapat
diusik dan berakhir dengan dijadikan berita karena berkaitan dengan
publik ialah tindakan dari pejabat publik.
Berkaca dari kasus asusila yang melibatkan selebritis tanah air
sebelumnya yaitu Ariel, Cut Tari dan Luna Maya. Dewan Pers sudah
mengambil sikap dengan menekankan bahwa jurnalis Indonesia haruslah
dengan konsisten menaati dan menegakkan KEJ atau kode etik jurnalistik
dalam membuat berita serta juga dalam proses peliputan kasus video
asusila atau cabul yang dimaksudkan. Pemberitaan dan proses peliputan
seutuhnya dan secara mutlak haruslah dilakukan dengan menghormati hak
privasi dan menimbang pengalaman traumatik yang dialami narasumber
sehingga jurnalis diharapkan dapat berhati-hati dan menahan diri (Pasal 2
dan Pasal 9 Kode Etik Jurnalistik)
Awal November 2020 masyarakat Indonesia dikejutkan dengan
pemberitaan video skandal mesum yang dilakukan oleh artis Gisella
Anastasia dengan seorang pria yang bukan dari kalangan selebriti yang
oleh media diungkapkan namanya sebagai Michael Yukinobu de Fretes.
Di awal hebohnya pemberitaan ini Gisella menepis serta membantah
bahwa pemeran wanita dalam video asusila tersebut adalah dirinya.
Namun seiring dengan berjalannya kasus, Gisella mengakui bahwa
memang benar dirinya lah yang berada di dalam video tersebut. Hingga
akhirnya ia bersama rekan prianya ditetapkan menjadi tersangka. Gisella
atau yang akrab disapa Gisel beserta pemeran pria dalam video tersebut
yaitu Nobu dijerat Undang-Undnag Nomor 44 tentang pornografi yang
secara spesifik tertera pada pasal 4 ayat 1 yang juga terkait (juncto)
dengan pasal 29 dan atau pasal 8. Hukuman masa tahan yang bisa dihadapi
keduanya mnimal enam bulan penjara dan paling lama dua belas tahun
masa kurungan. Namun didasarkan pada pertimbangan penyidik, Gisel
hanya dikenakan wajib lapor setiap hari Senin dan Kamis sehingga tidak
ada penahanan.
Dari pengamatan yang ada, media tidak hanya berfokus pada
proses hukum yang menjerat Gisella Anastasia karena video asusila
tersebut. Namun media malah beramai-ramai membuat berita yang jika
dilihat sudah melanggar kode etik jurnalistik mengenai skandal video
tersebut. Pelanggaran ini dapat dilihat dari beberapa berita yang
dipublikasikan di portal media online. Pertama, dalam
banjarmasin.tribunnews.com terpampang berita dengan mengambil judul
“Wajah Ayah Ibu Nobu Disorot…” berita ini sendiri menampilkan atau
memuat tampilan foto Nobu bersama anggota keluarganya, yang terdiri
dari ayah, ibu beserta ketiga saudara Nobu. Dalam berita tersebut juga
menuliskan nama lengkap dari saudara- saudara Nobu bahkan pekerjaan
kakak sulung Nobu dicantumkan. Selain itu, Nobu juga menjawab
pertanyaan media mengenai bagaimana reaksi keluarganya ketika
mengetahui kasus yang menimpa dirinya. Nobu memberikan respon
pertanyaan tersebut dengan mengatakan bahwa ayahnya jatuh sakit dan
kondisinya lemah sekali setelah mendengar Nobu terjerat kasus hukum.
Seharusnya media tidak sepantasnya mempublikasikan keluarga dari
pelaku karena tidak berkaitan sama sekali dengan kasus video tersebut.
Seperti yang ditekankan dalam pasal 9 Kode Etik Jurnalistik dalam point
penafsiran “Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang
dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik”
Kedua dalam aceh.tribunnews.com, postingan berita yang
diterbitkan bisa dikatakan lebih ekstrim lagi dalam melanggar kode etik
jurnalistik. Judul yang dipakai adalah “…ini pemeran,lokasi hotel dan
tahun rekaman video”. Isi berita tentunya saja menejelaskan siapa nama
pemeran video tersebut namun terlihat hanya nama Gisel yang
dicantumkan dengan jelas sementara itu untuk pemeran prianya hanya
dicantumkan inisial padahal keduanya sama-sama pelaku dalam video
asusila tesebut. Kemudian lokasi dan tahun pembuatan video yang menjadi
viral tersebut juga dituliskan dalam berita. Untuk nama lokasi tidak tertera
secara spesifik tetapi hanya dicirikan sebagai salah satu hotel mewah di
daerah Medan serta dikatakan video tersebut direkam di tahun 2017.
Walaupun tidak secara spesifik, namun tentu saja ini tetap menjadi
petunjuk bagi khalayak yang mempunyai rasa ingin tahu yang berlebihan
tentang urusan orang lain. Pelanggaran selanjutnya yang dapat dilihat
mengacu pada penggunaan tangkapan layar dari klip video asusila tersebut
di halaman muka berita dengan keterangan “viral video panas berdurasi 19
detik…” Hal ini tentunya menjadi tanda tanya apakah media memang
tidak menyadari bahwa dimuatnya potongan video asusila seperti itu
sebenarnya melanggar kode etik jurnalistik dan hukum ranah pribadi atau
privasi beserta pornografi.
B. Memuat Berita yang Tidak Berimbang dan Proses Peliputan yang
Tidak Profesional (Kasus Rachel Vennya)
Media yang membuat dan mempublikasikan berita yang tidak
berimbang dan berdasarkan opini yang menjurus menghakimi. Maka
artinya media yang bersangkutan telah melanggar Kode Etik Jurnalistik
pada pasal 1 dan 3. Kemudian proses peliputan berita yang dilakukan
wartawan dengan tidak profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistiknya bersebrangan dengan kode etik jurnalistik pasal 2.
Pada bulan November 2021, selebgram atau selebriti instagram
Rachel Vennya dilaporkan kabur ketika menjalani karantina di Wisma
Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. Kejadian tersebut pun menarik perhatian
sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya warganet (warga internet)
hingga nama Rachel Vennya sempat trending di media sosial twitter.
Rachel Vennya dikomentari dengan beragam pernyataan yang mayoritas
kontra dengan perilakunya yang kabur dari karantina. Komentar tersebut
bukannya tak beralasan, karena melihat situasi dunia terkhususnya di
Indonesia yang bersusah payah untuk berjuang menurunkan angka kasus
covid-19 dan Rachel sebagai seorang influencer dicap tidak memberikan
contoh yang baik. Kejadian ini berawal dari kepulangan Rachel Vennya
dari New York,Amerika serikat untuk menghadiri acara pegelaran pekan
mode New York Fashion Week. Tudingan kaburnya Rachel mencuat ke
publik setelah salah satu pengguna akun instagram yang juga diketahui
sebagai nakes (tenaga kesehatan) memebrikan komentar di salah satu
unggahan foto Rachel. Nakes tersebut memberikan pernyataan bahwa
dirinya merupakan petugas yang melakukan penginputan data di tempat
Rachel dikarantinakan yaitu di Wisma Atlet. Komisari Besar Yusri Yunus
yang merupakan Kabid Humas Polda Metrro Jaya menyampaikan dalam
perkara ini ada emapat tersangka yang ditetapkan yaitu Rachel,manajer
Rachel,pacar Rachel yang juga seorang selebgram bernama Salim
Nauderer dan satu orang warga sipil. Mereka dijerat dengan undang-
undang tentang Kekarantinaan Kesehatan No.6/2018 dengan ancaman
hukuman kurungan penjara satu tahun.
Dipicu dari kasus karantina ini, media pun semakin melirik
kehidupan pribadi Rachel Vennya dengan membuat berita yang dikaitkan
dengan kasus kabur karantina yang dilakukan olehnya. Beberapa media
online mengangkat berita yang jika ditelaah sudah melanggar kode etik
jurnalistik pasal 3 mengenai keberimbangan berita. Pertama dalam potal
berita online suara.com, media online ini membuat berita yang berjudul
“Rachel Vennya disebut sekamar dengan pacar…” Selain sudah masuk ke
ranah pribadi yang bersangkutan, isi berita juga tidak berimbang. Dalam
berita dipaparkan bahwa ada warganet yang memberikan pernyataan
bahwa Rachel meminta kamar yang sama dengan pacarnya kemudian hal
tersebut dikatakan membuat warganet lainnya menjadi gaduh. Selain itu
berita tersebut juga memuat komentar Nikita Mirzani yang juga
merupakan seorang selebriti yang mana isi komentarnya cenderumg
menghakimi. Tidak adanya keberimbangan berita ini terlihat dari tidak
adanya konfirmasi,verifikasi kepada pihak yang diberitakan. Padahal
fakta dari narsumber yang memiliki wewenang untuk menjawab
pertanyaan ini yaitu Rachel Vennya sendiri membantah isu tersebut
melalui klarifikasi yang diunggah dalam saluran Youtube Boy William.
Seharusnya pihak media meminta penjelasan terlebih dahulu dari orang
yang diberitakan sehingga tidak menggiring opini publik yang dapat
merusak citranya.
Ketika Rachel bersama kekasihnya Salim selesai memenuhi
panggilan sebagai tersangka buntut dari kasus pelarian kabur dari
karantina wisma atlet tampak awak media beramai-ramai mengerumuni
mereka. Dari tayangan stasiun televisi,media online bahkan sampai ke
media sosial dapat dilihat dalam proses peliputan terdapat pelanggaran
kode etik jurnalistik dan juga prinsip dalam perlindungan privasi. Para
awak media mulai dari jurnalis dan kameramen tampak melakukan
tindakan mendorong,bahkan beberapa alat peliputan mereka membentur
tubuh dari Rachel dan Salim kemudian kontak fisik seperti memegang
bagian tubuh sumber berita juga tidak luput. Kerumunan awak media ini
pun menghalangi sumber berita untuk masuk ke dalam mobil pribadi
mereka. Sebagian besar jurnalis yang berada dalam peliputan tersebut
tampak memaksa Rachel maupun Salim untuk berbicara,karena
bungkamnya sumber berita,beberapa wartawan melontarkan kalimat tidak
pantas yang cenderung menyindir seperti “Malu ya buat ngomong?”,
“Rachel,udah bahagia belum Rachel?” “Nanti mau karantina dimana
Rachel?” pertanyaan itu pun lantas disauti wartawan lainnya dengan
kalimat menyidir “di Bali ya?” Bahkan ada satu jurnalis yang
memprovokasi keadaan yang sudah sangat rusuh tersebut dengan
menyebut dan berteriak bahwa Salim telah memukulnya, padahal pada
rekaman terlihat jelas, Salim tidak melakukan kekerasan apapun, gerak
tubuh Salim lebih menunjukkan bahwa ia ingin membelah kerumunan
untuk menciptakan ruang agar bisa masuk ke dalam mobil. Dari hal
tersebut wartawan tidak menjalankan tugas secara profesional dan tidak
mematuhi kode etik. Wartawan perlu mengetahui dalam kondisi apapun
tidak ada pembenaran atas pelanggaran kode etik jurnalistik.
BAB 3

KESIMPULAN

Permasalahan pribadi selebritis yang sebenarnya masuk ke dalam


ranah pribadi menjadi topik yang krusial dalam infotaiment. Selebritis
dengan konflik,sensasi,skandal tidak akan luput dari pemberitaan
media,bagaimanpun caranya awak media akan berusaha menggali
informasi lebih dalam mengenai permasalahn pribadi selebritis. Hal yang
menjadi tabu untuk diketahui oleh publik namun oleh media diangkat
terang-terangan ke permukaan. Sehingga tidak mungkin berita-berita
seperti ini tidak menghiasi media massa mulai dari media elektronik, cetak
dan online. Topik pemeberitaan permasalahan selebritis digoreng oleh
media secara berulang-ulang dengan berbagai framing. Pemberitaan
seperti ini tentunya tidak hanya eksis pada satu media melainkan menjadi
suatu hal yang menarik kemudian paling banyak dibicarakan dan dilihat
atau trending di hampir semua media massa.
Perusahaan media bisa melihat besarnya peluang keuntungan dari
pemberitaan dengan topik permasalahn selebritis karena tidak lepas dari
peran masyarakat yang punya rasa ingin tahu yang tinggi tentang
kehidupan selebritis. Hal ini pun memacu pemilik perusahaan yang
memiliki kepentingan untuk meraup keuntungan dan wartawan yang
menjalankan tugas jurnalistiknya menjadi ditekan untuk medapatkan
informasi dan membuat berita, sehingga menerobos kode etik jurnalistik.
Dalam analisis dari dua kasus di atas yaitu kasus video asusila Gisella
Anatasia dan kasus kaburnya Rachel Vennya dari karantina menjadi bukti
nyata bahwa awak media baik dalam proses peliputan sampai menyajikan
berita melanggar kode etik jurnalistik yang terlihat dari pasal 2,4 dan 9
yaitu pelnggaran privasi,berita yang tidak berimbang dan pelaksanaan
tugas jurnalistik yang tidak profesional.
DAFTAR PUSTAKA

(n.d.). Dipetik Desember 30, 2021, dari Wikipedia:


https://id.wikipedia.org/wiki/Infotainmen

Atmakusumah. (2010, Juni 22). Privasi, Pornografi, Dan Etik Jurnalistik. Dipetik
November 3, 2021, dari Lembaga Pers Dr.Soetomo:
https://lpds.or.id/kajian/kajian-media/privasi-pornografi-dan-etik-jurnalistik/

Dewan Pers. (2010, Juni). OK Buletin. Dipetik November 30, 2021, dari DewanPers:
https://dewanpers.or.id/assets/ebook/buletin/buletin_juni2010.pdf

Kompas. (t.thn.). Kode Etik Jurnalistik. Dipetik November 4, 2021, dari Kompas.com:
https://inside.kompas.com/kode-etik-jurnalistik

Pratiwi, M. R. (2014). Pemberitaan Masalah Rumah Tangga Selebritis sebagai Media


spectacle (Guy Debord) .

Putri, V. K. (2021, Desember 4). Komunikasi Massa: Pengertian Menurut Para Ahli dan
Cirinya. Dipetik Desember 4, 2021, dari Kompas.com:
https://www.kompas.com/skola/read/2021/12/04/135003269/komunikasi-
massa-pengertian-menurut-para-ahli-dan-cirinya

Velrahga, R. S. (2020, April 14). Etika Jurnalistik dan Polemik Batasan Hak Privasi. Dipetik
Desember 3, 2021, dari mediapublica:
http://mediapublica.co/2020/04/14/etika-jurnalistik-dan-polemik-batasan-hak-
privasi/

Anda mungkin juga menyukai