Anda di halaman 1dari 39

HAL-HAL YANG MENGGUGURKAN HUKUM PIDANA DAN HAK MENUNTUT PIDANA

Verval Van Het Recht Tot Strafverdering – Verval Van Het Recht Tot Strafuitvooring

HUKUM PIDANA, 4 Januari 2010

-Kelompok 5-
Gugurnya Hak Menuntut
• Yang Terdapat dalam KUHP
• Ne bis in idem
• Tertuduh meninggal dunia
• Kadaluwarsa
• Penyelesaian di luar proses pengadilan

• Yang Terdapat di luar KUHP


• Abolisi
• Amnesti
Ne Bis In Idem
• “Seseorang tidak boleh dituntut terhadap sesuatu delik, apabila terhadap
delik yang dilakukannya itu telah diberi keputusan hakim dan
keputusannya mempunyai kekuatan terakhir. Atau seseorang tidak dapat
dituntut lagi dalam delik itu juga, karena telah ada keputusan hakim
sebelumnya.”

• Contoh
Andi dituduh telah mencuri benda. Andi kemudian diadili dan diberikan
keputusan hakim dengan adanya ajaran “Ne bis in idem” itu, Andi
kemudian tidak boleh dituntut terhadap delik yang itu juga.
Dasar Ne Bis In Idem
• Untuk menjunjung tinggi kemuliaan hukum serta kepentingan
hakim sebagai alat perlengkapan negara.

• Untuk memberikan perasaan kepastian hukum bagi tiap


orang atau individu. Apabila ketentuan “Ne bis in idem” itu
tidak ada, maka orang yang telah diberi keputusan hakim
senantiasa masih merasa gelisah.
Syarat Ne Bis In Idem
• Perbuatan yang satu juga

• Orang yang dituntut harus orang itu juga.

• Harus ada keputusan yang telah tetap oleh hakim


dan yang mengenai perkara yang sama.
Perbuatan yang Satu Juga
• Apa yang dimaksud “Feit”?

• Pihak I: Menafsirkan “Feit” sebagai: perbuatan yang dituduhkan di dalam


penuntutan.

• Pihak II: “Feit” adalah perbuatan yang bersifat kejahatan.

• Pihak III: “Feit” adalah perbuatan yang dapat dihukum menurut undang-
undang.
Contoh Kasus
• Andi menjadi terdakwa karena ia mengambil arloji yang
ditemukan di jalan, sedang ia mengetahui bahwa barang itu
adalah bukan miliknya, dan ia mempunyai kehendak untuk
memilikinya, yang bertentangan dengan hukum. Perbuatan
Andi dapat digolongkan:

A. Pencurian

B. Penggelapan
Pencurian
• Apabila ia pada waktu mengambil arloji tersebut,
telah mempunyai niat untuk memiliki barang itu
yang bertentangan dengan hukum.
Penggelapan
• Apabila Andi pada saat mengambil arloji tersebut belum
mempunyai niat untuk memilikinya, akan tetapi niat itu
baru timbul waktu ia dalam perjalanan ke kantor polisi
untuk menyerahkan barang itu, kemudian ia merasa lapar,
yang menimbulkan lemah iman sehingga menjual arloji itu,
dan hasilnya dipakai untuk membeli makanan.
“Een Feit ataukah Lebih dari Satu Feit?”

• Sebelum tahun 1932 Hoge Raad menafsirkan


“feit” sebagai “materiel feit”.

• Setelah tahun 1932 Hoge Raad menafsirkan


“feit” lebih dari satu “feit”
Contoh Kasus
• “A dalam keadaan mabok, berada di
jalan umum dan mengganggu lalu-
lintas. Kemudian datang seorang
pegawai polisi dan hendak menangkap
A, Kemudia A marah dan memukul
Polisi tersebut.”
Pendirian Baru
A. Dalam keadaan mabok mengganggu lalu
lintas

B. Melawan Polisi yang sedang melaksanakan


tugas secara syah.
Pendirian Lama
• Berdasarkan ajaran “materiel feit” A tidak
dapat dituntut terhadap kedua perbuatan itu,
artinya apabila ia telah dituntut terhadap
“merintangi kekuasaan pemerintah”, maka ia
tidak boleh dihitung lagi mengenai perbuatan
selanjutnya.
Orang yang Ditetapkan Harus Itu Juga.
• Dengan berkerja sama Andi dan Budi melakukan
penganiayaan terhadap Celli. Oleh karena Budi misalnya
sedang berpergian, maka dilakukan penuntutan terhadap si
Andi. Dan oleh si hakim diputuskan hukuman 3 bulan penjara,
kemudian Budi datang, dan terhadap diri Budi segera
diadakan penuntutan.
Harus ada Keputusan yang Telah Tetap oleh Hakim
dan yang Mengenai Perkara yang Sama.

• Andi mencuri dan dituntut. Terhadap penuntutan itu hakim


dapat memberikan keputusan yang bermacam-macam.
Apabila cukup bukti, maka hakim dapat menjatuhkan
hukuman, yaitu 3 bulan penjara. Jika dalam hal ini Andi
tidak naik banding, maka keputusan hakim itu dapat
dilaksanakan hukumannya.
Tertuduh Meninggal Dunia
“Hak menuntut hilang oleh karena meninggal
dunianya si terdakwa.” (Pasal 77 KUHP)

Hal di atas layak karena kejahatan itu mempunyai sifat


pribadi, sepertinya kejahatan itu hanya dapat dituntut
kepada orang yang melakukannya sendiri. Dengan
meninggalnya si terdakwa atau yang dituntut, hak
untuk menuntut dan hak untuk menghukum gugur
karena kematian, yang memang sanagt tepat dengan
pastilah “hukuman”, yang hanya berlaku bagi si pelaku
itu sendiri.
Kadaluwarsa
• Apabila seseorang pada suatu waktu melakukan kejahatan
atau pelanggaran, akan tetapi terhadap orang tersebut tidak
langsung segera dilakukan penuntutan karena delik belum
dapat diketahui atau orangnya melarikan diri, maka apabila
saat melakukan kejahatan atau pelanggaran itu telah lampau
beberapa waktu sebagai ditentukan jangka waktunya oleh
undang-undang terhadap si terhukum tidak dapat dilakukan
penuntutan lagi, oleh karena hak untuk mengadakan
penuntutan telah gugur.
Dasar hukum kadaluwarsa
• Dengan lampaunya waktu yang agak lama, setelah kejahatan atau
pelanggaran itu dilakukan maka ingatan seseorang terhadap delik itu
makin lama makin lemah.

• Untuk memberikan kepastian hukum kepada individu terutama kepada si


tertuduh, terlebih-lebih bila si tertuduh telah menyingkirkan diri dari
masyarakat dan menyingkirkan itu sendiri sudah dianggap sebagai
hukuman, oleh karenanya padanya harus diberikan ketentraman hati.

• Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan praktis, maka: pada umumnya


bila dilakukan sesuatu delik dan beberapa tahun setelah delik itu
dilakukan baru diadakan penuntutan, maka barang bukti dari delik itu
sulit untuk dikumpulkan karena telah hilang, rusak, dsb. Demikian juga
saksi-saksi sulit untuk didapat, karena pindah, meninggal, atau sebab-
sebab lainnya.
Contoh Kasus
• Sepuluh tahun setelah Andi melakukan delik,
baru diadakan penuntutan terhadapnya. Pada
waktu penuntutan, telah banyak saksi-saksi
yang pergi ke luar negeri, meninggal dunia,
dsb, hingga sukar untuk memperoleh saksi-
saksi dalam perkara itu. Juga barang-barang
bukti yang umpamanya terdiri dari barang-
barang rusak.
Jangka Waktu Kadaluwarsa
• Sesudah lewat satu tahun, yaitu bagi pelanggaran dan bagi
kejahatan yang dilakukan dengan perantaraan percetakan.
• Sesudah enam tahun, yaitu bagi kejahatan yang dapat dihukum
dengan hukuman denda, kurungan, atau penjara yang tidak lebih
dari tiga tahun.
• Sesudah lewat dari dua belas tahun, yaitu bagi segala kejahatan
yang dapat dihukum dengan segala hukuman penjara yang lebih
dari tiga tahun.
• Sesudah lewat dari delapan belas tahun, yaitu bagi kejahatan yang
dapat dihukum dengan hukuman mati atau hukuman mati atau
hukuman penjara seumur hidup.
• Untuk cabang yang sebelum melakukan perbuatan itu umurnya
belum cukup delapan belas tahun, tenggang lewat waktu yang
tersebut di atas dikurangi sehingga jadi sepertiganya.
Jangka Waktu Kadaluwarsa Berlaku
• Dalam perkara memalsukan atau merusak uang tentang itu mulai dihitung dari
keesokan harinya sesudah denda, yang ditimbulkan dari tindakan memalsukan
atau merusak uang yang dipakai.

• Dalam perkara kejahatan, tenggang waktu dimulai dari keesokan harinya sesudah
orang yang terhadapnya kejahatan itu langsung dilakukan, dilepaskan atau
meninggal.

• Dalam perkara pelanggaran, tenggang waktu itu mulai dihitung dari keesokan
harinya sesudah daftar, yang menyatakan pelanggaran itu dipindahkan menurut
aturan undang-undang umum yang memerintahkan supaya daftar pencatatan jiwa
dipindahkan ke kantor panitera majelis pengadilan.
Hal yang Dapat Memberhentikan
Berlakunya Kadaluwarsa

• Stuiting van de verjaring

• Schorsing van de verjaring


Penyelesaian di Luar Proses Pengadilan
• Pengertiannya adalah menggugurkan hak untuk mengadakan
penuntutan di luar proses pengadilan. Diatur dalam pasal 82.
Dan hal ini akan berlaku apabila pelanggaran yang terjadi
adalah pelanggaran yang semata-mata diancam dengan
hukuman denda, dan tidak terhadap pelanggaran yang
diancam dengan hukuman alternatif. Cara pengguguran
penuntutan yakni dengan membayar denda tertinggi
sebagaiman diancamkan terhadap pelanggaran itu.
Yang Terdapat di Luar KUHP

• Abolisi
Abolisi adalah hak kepala negara dengam persetujuan DPR
untuk menghentikan dan meniadakan penuntutan, yang
dilakukan terhadap seseorang yang telah melakukan
kejahatan atau pelanggaran terhadap orang dimana telah
dimulai penuntutan.
 
• Amnesti
Suatu ketentuan dimana dinyatakan bahwa kejahatan
tertentu yang telah dilakukan oleh seseorang atau yang telah
dilakukan oleh beberapa orang, tidak mempunyai akibat
hukum bagi orang yang tersangkut dalam kejahatan.
Alasan-alasan Penghapus Pidana
• Ada 2 Versi:

• Versi KUHP Buku Kesatu Bab III

• Versi KUHP Buku Kesatu Bab VIII


Versi KUHP Buku Kesatu Bab III
• Alasan Pembenar

• Alasan Pemaaf
Alasan Pembenar
• Alasan yang menghapuskan sifat melawan
hukumnya perbuatan, sehingga apa yang
dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi
perbuatan yang patut dan benar
Bagian dari Alasan Pembenar
-Noodweer atau pembelaan terpaksa (Psl. 49 (1))

-Melaksanakan ketentuan UU (Psl. 50)


“Barang siapa melaksanakan ketentuan UU tidak
dipidana.”

-Melaksanakan perintah atasan (Psl 51 (1) )


“Barangsiapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh
penguasa yang wenang tidak dipidana.”
Noodweer Atau Pembelaan Terpaksa
• Pasal 49 ayat (1) : barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk
pembelaan karena ada serangan atau ancaman serangan ketikaitu yang
melawan hukum terhadap diri sendiri maupun orang lain terhadap
kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak
dipidana.
Ketentuan Terpaksa Melakukan Pembelaan:
• harus ada serangan atau ancaman serangan
• harus tidak ada jalan lain untuk menghalaukan serangan atau ancaman
serangan pada saat itu dan
• perbuatan pembelaan harus seimbangan dengan sifatnya serangan
ancaman serangan
Alasan Pemaaf
• Alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan
yagn dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum
jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi dia tidak
dipidana karena tidak ada kesalahan.
• Pembelaan melampaui batas (overmacht)
Dibagi 2, yaitu:
• vis absoluta: kekuatan fisik yang mutlak yang tidak dapat
dihindari
• vis compulsiva: kekuatan psychis yang mutlak yang tidak
dapat dihindari.
Contoh Kasus
• 2 orang yang memperebutkan 1 papan
ditengah laut
• orang yang mengabaikan 2 panggilan pada
jam yang sama untuk menghadap ke sidnag
pengadilan.
• Orang ditodong dengan pistol untuk
melakukan sesuatu perbuatan pidana
Versi KUHP Buku Kesatu Bab VIII
• A. Matinya si tertuduh
• B. Kadaluwarsa

Di luar KUHP:
• C. Grasi
Matinya Si Tertuduh
• Menurut Art gugurnya hak melaksanakan
hukuman dengan meninggalnya terhukum,
mengenai hukuman badaniah, hal itu menjadi
logis adanya.
• Mengenai denda dan pernyataan, menurut
pembuat undang-undang 1881, tidak
dikehendaki bahwa hal itu dibebankan kepada
harta peninggalannya.
Kadaluwarsa
Diatur dalam ps. 84
Hak menjalankan hukuman menjadi hilang karena lewat waktu.

Tenggang lewat waktu itu untuk pelanggaran adalah dua tahun, untuk
kejahatan yang dilakukan dengan perantaraan-percetakan lima tahun,
dan untuk kejahatan yang lain lebih sepertiga dari pada tenggang lewat
waktu hak penuntutannya.

Tenggang lewat waktu itu sekali-kali tidak boleh kurang dari lamanya
hukuman yang telah dijatuhkan.

Adapun hak untuk menjalankan hukuman mati tidak mempunyai lewat


waktu.
Grasi
• Pengampunan yang dapat menggugurkan hak
untuk melaksanakan hukuman. Grasi
diberikan oleh kepala negara tanpa
persetujuan DPR. Grasi adalah hak khusus dari
kepala negara dan grasi diatur undang-undang
tersendiri.
Alasan Pemberian Grasi
• Untuk memperbaiki akibat dari pelaksanaan undang-
undang itu sendiri yang dianggap dalam beberapa hal
kurang adil.
Misalnya:
• Apabila dengan dilaksanakannya hukuman terhadap orang
itu, akan mengakibatkan keluarganya akan terlantar. Atau
apabila terhukum sedang mempunyai penyakit yang parah.

• Demi untuk negara.


Misalnya:
• Kita mengenal peristiwa 7 juni, yaitu suatu peristiwa yang
terjadi semasa revolusi atau juga terkenal dengan sebutan
“peristiwa Tan Malaka”
Yang berhak Mengajukan Grasi
• Si terhukum sendiri.

• Setiap orang yang berhak, baik anggota keluarga terhukum


maupun bukan.

• Hakim, apabila terdapat alasan-alasan untuk itu jadi “atas


dasar jabatannya” dan tidak perlu atas permintaan terhukum
ataupun orang lain.
Cara Mengajukan Grasi
• Hakim setelah menjatuhkan keputusannya, harus memberitahukan
kepada terhukum bahwa terhukum dalam waktu 14 hari boleh
mengajukan permohonan grasi.

• Disamping itu:
• Selama terhukum harus menjalani hukuman, setiap waktu
diperbolehkan mengajukan permohonan grasi.

• Selain itu:
• Di dalam mengajukan permohonan dalam jangka waktu 14 hari tadi,
permohonan itu dapat disertai permohonan agar hukuman yang
telah dijatuhkan itu tidak dilaksanakan dahulu. Pelaksanaan hukuman
itu tidak dengan sendirinya ditunda, akan tetapi penundaan itu harus
dinyatakan dengan tegas di dalam suatu permintaan penundaan
pelaksanaan hukuman.
•THE END

Anda mungkin juga menyukai