Anda di halaman 1dari 14

Supporting Lecturer : Dr. A. Rahman H.I, M.

Si

COMMUNICATION THEORY
Cultivation Theory, Mass Communication

By : Dewani Rachma Soba - 44219110181


FIKOM - PUBLIC RELATIONS
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Berawal dari sejarah hadirnya  televisi sebagai salah satu bentuk media massa yang

digemari dan telah menyulap jutaan manusia untuk terpaku dalam menerima pesan-pesan

yang ditayangkan.    Dimana media massa  adalah  sebuah alat penangkap siaran bergambar

atau penghadiran gambar-gambar penyiaran  (broadcast image)  yang disejajarkan dengan

penemuan  roda, karena mampu mengubah sistem peradaban dunia. Bahkan Catherine

Cookson dan Charles Dickens menguraikan betapa mengesankannya medium yang

dinamakan televisi sehingga pada hakikatnya televisi dianggap sebagai sebuah fenomena

kultural, sekaligus medium dimana sepenggal aktivitas budaya hadir dan menjamah kita di

dalam rumah.

Perkembangan televisi berdasarkan periode efeknya mulai hadir tahun 1948 sampai

1990‐an ketika Perang Dunia II selesai sekitar tahun 1945. Televisi disadari telah menjadi

babak baru terbentuknya media massa yang dapat memberikan efek kekuatan media  (the

powerful of media)  secara dramatis pada khalayak yang diterpa  (exposure).  Bahkan

kehadiran media televisi telah memberikan pengaruh komersial pangsa pasar dan khalayak

di Amerika, berdasarkan dukungan data tahun 1954, menunjukkan bahwa terdapat 55

persen rumah tangga di Amerika telah memiliki perangkat televisi (Pavlik, 2004). Efek

tersebut juga telah mengundang banyak kajian-kajian menarik yang membahas masalah

televisi sebagai sebuah pengalaman yang membentuk cara berpikir kita tentang dunia.

Sedangkan di Indonesia perkembangan dan teknologi televisi telah dimulai bersamaan

dengan dilangsungkannya peristiwa olah raga Asian Games di tahun 1962. Sejak saat itu

embrio penyiaran televisi lahir bersamaan dengan didirikannya TVRI oleh Presiden

Soekarno. Hal ini ditunjang dengan kehadiran Satelit Palapa untuk pertama kalinya ditahun

1976, TVRI bisa diterima hampir seluruh tanah air. Saat itu program siaran yang

ditampilkan mengenai pembangunan, hiburan, dan pendidikan mudah diterima oleh

masyarakat awam. Sehingga,    masyarakat bisa  well-informed  dengan berbagai peristiwa

yang terjadi di sekitar mereka.

1.2 Rumusan Masalah

Penulis telah menyusun beberapa poin yang akan dibahas dalam makalah ini. Diantaranya

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana munculnya Teori Kultivasi?

2. Apa yang dimaksud dengan Teori Kultivasi?

3. Bagaimana Penerapan Teori Kultivasi dalam kehidupan Nyata?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan dari penulisan makalah ini

adalah untuk mendeskripsikan tentang Teori Kultivasi dalam Ilmu Komunikasi agar kita

dapat mengenal dan mengetahui tentang teori tersebut.

Communication Theory : Cultivation, Mass Communication 2


Sejarah
Gagasan kemunculan teori kultivasi dilatar belakangi oleh situasi yang terjadi pada

tahun 1960-an di Amerika. Pada masa itu efek media massa khususnya tayangan kekerasan

di televisi menarik perhatian khalayak umum karena cukup tingginya tayangan yang

mengandung kekerasan yang di tayangkan pada kala itu. Banyaknya jumlah muatan

kekerasaan dalam tayangan TV pada waktu itu mendorong kekhawatiran para orang tua,

guru dan pengkritik TV dari dampak tayangan kekerasaan. Ketika itu khalayak umum,

orang tua dan pengkritik TV menduga bahwa adanya hubungan antara banyaknya muatan

kekerasan dalam tayangan TV dengan perilakun agresif dan kekerasaan di masyarakat.

Tentu saja dugaan ini tidak boleh hanya menjadi sekedar dugaan dan memberikan penilaian

hanya berdasarkan perasaan, tetapi harus dibuktikan. Sehingga pada tahun 1976, Presiden

Lyndon Johnson membentuk Komisi Nasional Penyebab dan Pencegahan Kekerasan

yang  disusul  dengan  pembentukan Komite Penasihat Ilmiah mengenai TV dan Perilaku

sosial pada tahun 1972. Dimana kedua badan yang telah dibentuk itu diberikan tugas untuk

meneliti pengaruh media massa, khususnya Televisi.

Teori kultivasi (Cultivation Theory) pertama kali dikenalkan oleh Professor George

Gerbner ketika ia menjadi dekan Annenberg School; of Communication di Universitas

Pennsylvania Amerika Serikat (AS). Tulisan pertama yang memperkenalkan teori ini

adalah Living with Television: The Violenceprofile, Journal of Communication. Awalnya,

Gerbner melakukan penelitian tentang “Indikator  Budaya” dipertengahan tahun 60-an

untuk mempelajari pengaruh menonton televisi. Dengan kata lain, Gerbner ingin

mengetahui dunia  nyata seperti apa yang dibayangkan, dipersepsikan oleh penonton

televisi itu? Itu juga bisa dikatakan bahwa penelitian kultivasi yang dilakukannya lebih

menekankan pada “dampak” (Nurudi, 2004, p. 157).

Menurut Signorielli dan Mogan (1990) dalam (Saefudin & Venus, 2005, p. 83),

Analisis Kultivasi merupakan tahapan lanjutan dari paradigma penelitian tentang efek

media yang sebelumnya dilakukan oleh Gerbner, yaitu cultural indicators, yang

menyelidiki (1) proses institusional dalam produksi isi media, (2)image(kesan) isimedia,

(3) hubungan antara terpaan pesan televisi dengan keyakinan dan perilaku khalayak. Dalam

mengawali apa yang kemudian akan dikenal sebagai analisis kultivasi, mereka sedang

membuat argument kausal (causal argument  ) [televisi mengkultivasi  –    menyebabkan  –

konsepsi akan realitas sosial].

Analisis kultivasi adalah sebuah teori yang memprediksikan dan menjelaskan formasi

dan pembentukan jangka panjang dari persepsi, pemahaman dan keyakinan mengenai dunia

sebagai akibat dari  konsumsi akan pesan-pesan media. Garis pemikiran Gerbner dalam

Analisis Kultivasi menunjukkan bahwa komunikasi massa, terutama televisi mengkultivasi

keyakinan tertentu mengenai kenyataan yang dianggap suatu yang umum oleh konsumen

komunikasi massa.

Communication Theory : Cultivation, Mass Communication 3


Sebagaimana diamati oleh Gerbner “Kebanyakan dari apa yang kita ketahui, atau kita pikir

kita ketahui, sebenarnya tidak pernah kita alami sendiri secara pribadi, kita mengetahui hal-

hal  ini  karena  adanya  cerita-cerita  yang  kita  lihat  dan dengar di media (Ricard West &

Lyn H, 2013, p. 82). Menurut Wood, kata ‘cultivation’sendiri merujuk pada proses

kumulatif dimana televisi menanamkan suatu keyakinan tentang realitas sosial kepada

khalayaknya (Wood, 2000, p. 87)

Konsep
Konsep-konsep penting pada teori kultivasi terdiri dari, yang pertama adalah

Diferensial kultivasi, yang kedua adalah mainstreaming dan yang ketiga adalah resonansi.

Diferensial kultivasi merupakan presentase perbedaan dalam respons antara  penonton

televisi,  yang dibagi  menjadi dua  yaitu penonton  televisi kelas berat  (heavyviewer  ) dan

juga penonton televisi kelas ringan (light viewer  ) (Ricard West & Lyn H,2013). Light

viewer (penonton ringan dalam arti menonton rata-rata dua jam perhari atau kurang dan

hanya tayangan tertentu) dan heavy viewer (penonton berat), menonton rata-rata empat jam

perhari atau lebih dan tidak hanya tayangan tertentu (Infante, D.A.,Andrew S., 2003, p. 65).

Konsep penting yang kedua teori kultivasi adalah mainstreaming. Mainstreaming

diartikan sebagai kemampuan memantapkan dan menyeragamkan berbagai pandangan di

masyarakat tentang dunia di sekitar mereka  (TV stabilize and homogenize views within a

society). Dalam proses ini televisi pertama kali akan mengaburkan (bluring), kemudian

membaurkan (blending) dan melenturkan (bending) perbedaan realitas yang beragam

menjadi pandangan mainstream  tersebut  (Junaidi,2018, p. 46). Mainstreaming terjadi

ketika, terutama bagi penonton kelas berat (heavyviewer), symbol-simbol televisi

mendominasi sumber informasinya lainnya dan ide mengenai dunia. Karena menonton

terlalu banyak, konstruksi realitas sosial seseorang  bergerak ke arah mainstream (Ricard

West & Lyn H, 2013, p. 88).

Sedangkan konsep penting yang ketiga adalah resonance. Resonance memiliki

pengertian yaitu  mengimplikasikan  pengaruh  pesan media dalam  persepsi  realita

dikuatkan ketika apa yang dilihat orang di televisi adalah apa yang mereka lihat dalam

kehidupan nyata (Junaidi, 2018, p. 46). Resonasi (resonance) terjadi ketika hal-hal didalam

televisi, dalam kenyataannya, kongruen dengan realitas keseharian para penonton. Dengan

kata  lain, realitas  eksternal  objektif  dari  penonton  beresonansi dengan realitas televisi

(Ricard West & Lyn H, 2013, p. 89).

Communication Theory : Cultivation, Mass Communication 3


Karakteristik
Menurut teori ini, pada dasarnya ada tiga tipe penonton Televisi yang memiliki

karakteristik yang bertentangan, yaitu :

1. Pecandu atau penonton fanatik (heavy viewer)

Penonton fanatik (heavy viewer) ini ditandai dengan menonton Televisi lebih dari 4 jam

perhari, ini disbeut juga “the television type”.

2. Penonton menengah

Penonton menengah ditandai dengan menonton Televisi 2 – 4 jam per hari.

3. Penonton biasa

Penonton biasa ditandai dengan menonton Televisi kurang dari 2 jam.

Langkah - Langkah
Teori kultivasi menekankan pada sistem makro pengaruh televisi terhadap masyarakat

secara keseluruhan. Karenanya untuk menggambarkan pandangan mereka tentang televisi

sebagai sebuah media yang berpengaruh secara budaya, para peneliti kultivasi bersandar

pada 4 (empat) tahapan proses, yaitu analisis sistem pesan, membentuk berbagai pertanyaan

tentang realitas sosial pemirsa, survei khalayak, dan membandingkan realitas sosial dari

pemirsa kelas ringan dengan pemirsa kelas berat.

Analisis sistem pesan merupakan alat untuk membuat sistematis, reliabel, dan kumulatif

suatu pengamatan tentang isi pesan televisi. Para peneliti kultivasi mengembangkan

sebuah hipotesa tentang apa yang akan orang pikirkan tentang berbagai aspek realitas

jika semua yang diketahui mengenai suatu isu atau fenomena merupakan hasil potret

televisi.

Menyusun pertanyaan-pertanyaan tentang realitas sosial pemirsa.

Melakukan survei khalayak dengan tujuan untuk mengetahui atau memahami kehidupan

khalayak termasuk di dalamnya melakukan survei terhadap tingkat konsumsi televisi

oleh khalayak. Survei dilakukan dengan memberikan pertanyaan yang disusun

berdasarkan realitas sosial. Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian digunakan untuk

mengevaluasi karakterstik spesifik dari partisipan. Berbagai item yang diukur

diantaranya adalah konsumsi televisi, hubungan antara karakteristik kebiasaan

menonton televisi dan kondisi sosial, ekonomi, dan pandangan politik para partisipan.

Communication Theory : Cultivation, Mass Communication 4


Perbedaan kultivasi sebagai jumlah persentase perbedaan tanggapan antara pemirsa

ringan dan pemirsa berat. Hal-hal yang diukur adalah jenis kelamin, usia, pendidikan,

dan karakteristik lainnya.Hasil dari penelitian tersebut kemudian digambarkan

oleh  Michael Morgan  dan  Nancy Signorielli. Mereka manyatakan bahwa berbagai

pertanyaan yang disampaikan kepada responden tidak secara khusus menyebut televisi,

dan kepedulian responden terhadap sumber informasi mereka terlihat tidak relevan. Hal

ini menghasilkan hubungan antara jumlah menonton dan kecenderungan untuk

memberikan respon terhadap pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan dalam

terminologi dominan dan fakta repetitif, nilai-nilai, dan ideologi dunia televisi,

mengurangi konstribusi televisi terhadap konsepsi realitas sosial pemirsa..

Asumsi
Menurut (Ricard West & Lyn H, 2013, p. 85) dalam bukunya mengemukakan

posisi bahwa realitas yang dimediasi menyebabkan konsumen memperkuat realitas sosial

media mereka. Analisis kultivasi membuat beberapa asumsi. Karena teori ini  dari dulu

hingga kini merupakan teori yang didasarkan pada televise, ketiga asumsi ini menyatakan

hubungan antara media dan budaya:

Televisi, secara esensi dan fundamental, berbeda dengan bentuk-bentuk mediamassa

lainnya.

Televisi membentuk cara berpikir dan membuat kaitan dari masyarakat kita.

Pengaruh dari televisi terbatas.

Asumsi yang pertama,  Analisis Kultivasi menggaris bawahi keunikan dari televisi.

Televisi berada di dalam lebih dari 98 persen rumah di Amerika Serikat. Televisi tidak

membutuhkan kemampuan membaca, sebagaimana dengan media cetak. Tidak seperti film,

televisi pada dasarnya  gratis (selain biaya yang dikeluarkan pertama kali untuk pesawat

televisi dan biaya iklan yang ditambahkan  para produk-produk yang kita beli). Tidak

seperti radio, televisi mengombinasikan gambar dan suara. Televisi tidak membutuhkan

mobilitas, sebagaimana pergi ketempat ibadah misalnya, atau pergi ke bioskop  atau teater.

Televisi  adalah  satu - satunya  medium  yang  pernah diciptakan yang tidak memiliki

batasan usai- maksudnya, orang dapat menggunakannya dalam tahun - tahun awal dan

akhir dari kehidupan mereka, dan juga tahun - tahun di antaranya. Oleh karena itu, televisi

mudah diakses dan tersedia bagisiapa saja, televisi merupakan “senjata budaya utama” dari

budaya kita (Ricard West& Lyn H, 2013, p. 85)

Communication Theory : Cultivation, Mass Communication 5


Asumsi yang Kedua, berkaitan dengan dampak dari televisi. Gerbner dan Gross (1972)

dalam (Ricard West & Lyn H, 2013, p. 87) menyatakan bahwa “Substansi dari kesadaran

yang dikultivasi oleh TV tidak merupakan sikap dan opini yang lebih spesifik dibandingkan

asumsi-asumsi yang lebih mendasar mengenai fakta-fakta kehidupan dan standart-standart

penilaian yang mendasari penarikan kesimpulan”. Maksudnya, televisi tidak lebih berusaha

untuk mempengaruhi kita melainkan melukiskan gambaran yang lebih kurang meyakinkan

mengenai seperti apa dunia. sebenarnya. Gerbner (1998) dalam (Ricard West & Lyn H,

2013, p. 87) mengamati  bahwa  televisi  mencapai  orang,  rata-rata, lebih dari tujuh jam

sehari.  Selama  kurun waktu ini, televisi menawarkan “sistem penceritaan kisah yang

terpusat”. Gerbner sepakat dengan Walter Fisher bahwa orang hidup di dalam kisah.

Gerbner, sebaliknya menyatakan bahwa kebanyakan kisah di dalam masyarakat modern

sekarang berasaldari televisi.  Fungsi kebudayaan utama dari  televisi adalah untuk

menstabilisasi pola- pola sosial, untuk memperkuat resistensi terhadap perubahan. Televisi

adalah medium sosialisasi dan enkulturasi. Gerbner dan koleganya menyatakan bahwa pola

berulang dari pesan dan gambar televisi yang dihasilkan secara massal membentuk

mainstream dari lingkungan simbolis umum yang memperkuat konsepsirealitas yang paling

banyak dipegang. Kita hidup dalam hal kisah-kisah yang kita ceritakan, kisah-kisah

mengenai hal apa yang ada, kisah mengenai bagaimana sesuatu bekerja, dan kisah

mengenai apa  yang  harus  dilakukan dan  televisi  menceritakan semua kisah tersebut

melalui berita, drama, dan iklan kepada hampir semua orang - Gebner, 1978 dalam (Ricard

West & Lyn H, 2013, p. 87). Analisis Kultivasi memberikan cara pemikirn alternative

mengenai kekerasan dalam TV. Beberapa teori seperti pembelajaran sosial (Social Learning

Theory) Bandura, 1977 dalam (RicardWest & Lyn H, 2013, p. 88) mengasumsikan bahwa

kita cenderung melakukan kekerasan setelah terpapar kekerasan itu sendiri.

Asumsi Ketiga, menyatakan bahwa dampak dari televisi terbatas. Hal ini mungkin

terdengar aneh, apalagi melihat fakta bahwa televisi tersebar sangat luas. Tetapi, kontribusi

kepada budaya yang dapat diamati, diukur, dan independen relatif kecil. Gerbner

menggunakan anologi zaman es untuk membedakan Analisis Kultivasi dari pendekatan

dampak terbatas. Analogi zaman es (ice age analogy) menyatakan  bahwa “sebagaimana

pergeseran temperature rata-rata sebanyak beberapa derajat dapat mengakibatkan zaman es,

atau hasil akhir pemilihan umum dapat ditentukan dengan batas yang  tipis, demikian

pula  dampak  yang  relatif  kecil  namun  tersebar luas  dapat membuat perbedaan besar.

‘Ukuran” dari “dampak’ jauh lebih tidak penting dibandingkan dengan arah dari

kontribusinya yang berkelanjutan”Gerbner, dkk. 1980dalam (Ricard West & Lyn H, 2013,

p. 88). Argument ini tidak menyatakan bahwadampak dari televisi tidak memiliki

konsekuensi.

Communication Theory : Cultivation, Mass Communication 6


Sebaliknya, walaupun dampaktelevisi terhadap budaya yang dapat diukur, diamati dan

independen pada satu titikwaktu tertentu mungkin terlihat kecil, dampak ini tetap saja ada

dansignifikan. Lebih jauh lagi Gerbner dan   koleganya dalam   (Ricard West & Lyn H,

2013,   p.  88) menyatakan bahwa ini bukan merupakan kasus dimana menonton tayangan

program televisi tertentu akan menyebabkan suatu perilaku tertentu (misalnya menonton

Without a trace  akan menyebabkan seseorang menculik  orang lain) tetapi  menonton

televisi secara umum memiliki dampak yang kumulatif dan menyebar luas

terhadap  pandangan kita mengenai dunia.Sedangkan dalam (Saefudin & Venus, 2005, p.

84) asumsi dasar teori kultivasiadalah sebagai berikut:

1. Televisi merupakan media yang unik. Keunikan tersebut ditandai oleh karakteristik

televisi yang bersifat Pervasive (menyebar dan hampir dimiliki seluruh keluarga),

Assesible (dapat diakses tanpa memerlukan kemampuan literasi atau keahlian lain), dan

Coherent (mempersentasikan pesan dengan dasar yang sama tentang masyarakat

melintasi program dan waktu).

2. Semakin banyak seseorang menghabiskan waktu untuk menonton televisi, semakin

kuat kecenderungan seseorang menyamakan realitas televisi dengan realitas sosial.

3. Light Viewers (penonton ringan) cenderung menggunakan jenis media dansumber

informasi yang lebih bervariasi (baik komunikasi bermedia maupun sumber personal),

sementara heavy viewer (penonton berat) cenderung mengandalkan televisi sebagai

sumber informasi mereka.

4. Terpaan pesan televisi yang terus menerus menyebabkan pesan tersebut diterima

khalayak sebagai pandangan konsenseus masyarakat.

5. Televisi membentuk mainstreaming dan resonance.

6. Perkembangan teknologi baru memperkuat pengaruh televisi (www.aber.ac.uk/media

/documents/short/cultiv.html)

Isi Teori
Epistimologis dari  cultivation  adalah penanaman.  Cultivation Theory  atau  Teori

Kultivasi  adalah sebuah teori dalam konteks keterkaitan  media massa  dengan penanaman

terhadap suatu nilai yang akan berpengaruh pada  sikap  dan  perilaku  khalayak, atau bisa

disebut salah satu teori dalam  komunikasi  massa yang mencoba menjelaskan keterkaitan

antara media komunikasi (dalam hal ini televisi) dengan tindak kekerasan. Melalui kaca

mata kultivasi, cara pikir masyarakat di konstruksi sedemikian rupa sehingga leading

opinion yang dilakukan televisi (media massa) dapat diterima oleh khalayak, meski

seringkali proporsionalitas dari pemberitaan amat minim. Berikut teori kultivasi oleh

Gebner :

Communication Theory : Cultivation, Mass Communication 7


Pandangan Analisis Kultivasi

Menurut teori kultivasi, media, khususnya televisi, merupakan sarana utama proses belajar

anda tentang masyarakat dan kultur anda. Teori kultivasi berpendapat bahwa pecandu berat

televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan.

Kultivasi dan Pemirsa Berat Televisi

Rata-rata pemirsa menonton televisi empat jam sehari, pemirsa “berat” menonton lebih

lama lagi. Gerbner menyatakan, terhadap pemirsa “berat”, televisi memonopoli dan

memasukkan sumber-sumber informasi, gagasan, dan kesadaran lain. Dampak semua

keterbukaan ke pesan-pesan yang sama menghasilkan apa yang oleh para peneliti disebut

kultivasi, atau pengajaran pandangan bersama tentang dunia sekitar, peran-peran bersama,

dan nilai-nilai bersama. Jika teori kultivasi benar, maka televisi mungkin mempunyai

dampak yang penting tetapi tidak tampak di masyarakat. Televisi mungkin menyebabkan

pemirsa ”berat” mempunyai persepsi “dunia yang kejam”.

Media (televisi) sebagai Penyebar Kultivasi

Kekejaman di media sangat sulit untuk didefinisikan dan diukur.  George Gerbner yang

mengikuti `violence` atau kekejaman yang disiarkan  dalam program televisi,

mendefinisikan tindakan kejam atau `violence act` (atau ancaman) dari melukai atau

membunuh seseorang, tergantung dari metode yang digunakan secara sendiri-sendiri atau

dari konteks keadaan sekitar tayangan tersebut.  Bertalian ragam penyajiannya, media

massa khususnya audio visual, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pengelolanya agar

mencapai sasarannya, antara lain dengan menjawab pertanyaan: Who (siapa); Says what

(mengatakan apa); In which channel (dengan melalui saluran apa); To whom (ditujukan

kepada siapa); With what effect (menimbulkan efek apa). Tetapi kenyataannya tayangan

tentang kekerasan dan kesadisan baik dalam rumah tangga maupun dalam kehidupan

masyarakat menjadi salah satu primadona tayangan yang sering disiarkan di media televisi

tanpa mempertimbangkan kepada siapa ditujukan dan bagaimana efek yang akan

ditimbulkan. Contohnya adalah efek jangka panjang yang ditimbulkan televisi seperti yang

dijelaskan dalam Cultivation Analisist.

Analisis terhadap Televisi

Tujuan awal dari analisis oleh George Gerbner ini adalah menghasilkan suatu indeks

tahunan pada minggu-minggu tertentu pada tayangan televisi yang menampilkan adegan

kekerasan. Kultivasi sendiri adalah hasil dari menonton tv secara umum, hal itu bukan

merupakan gejala yang universal kecuali pengaruh mainstreamingnya.

a.Hasil penelitian terhadap proyek indikator kultural menurut Gerbner :

- Televisi secara mendasar berbeda dengan media massa yang lain.

- Medianya adalah ”central cultural arm” pada masyarakat Amerika.

- Fungsi kultural televisi adalah menstabilkan pola-pola sosial, menanamkan perlawanan

pada perubahan dan merupakan media sosialisasi dan enkulturasi

- Substansi dari penanaman nilai kesadaran oleh televisi adalah tidak banyak pendapat

seperti dasar asumsi tentang fakta-fakta kehidupan.)

Communication Theory : Cultivation, Mass Communication 8


- Penampakan nilai-nilai kebudayaan seperti kerukunan relatif kecil.

b.Hasil penelitian Gerbner tentang televisi:

- Pengaburan perbedaan tradisional dari pandangan penonton tentang dunia mereka

- Pencampuran realita kedalam aliran kebudayaan televisi.

- Pembelokan aliran ketertarikan secara institusional pada televisi

c.Kelebihan Analisis kultivasi:

- Mengkombinasikan teori tingkat makro dan mikro

- Menyediakan penjelasan lengkap tentang peran unik televisi

- Menggunakan studi empiris untuk mempelajari kemanusiaan

- Efek penegasan ulang sebagai sesuatu yang melebihi perubahan tingkah laku diamati

- Menggunakan keragaman efek isu

- Menyediakan dasar untuk perubahan social  

d.Kekurangan analisis kultivasi :

- Sulit diaplikasikan pada media yang tidak menggunakan televisi

- Memfokuskan pada penonton berat televisi

- Mengasumsikan bahwa televisi itu sejenis

- Banyak menimbulkan masalah

e.Empat produk analisis kultivasi :

- Meneliti penonton

- Membandingkan realitas sosial penonton berat dengan ringan

- Merumuskan pertanyaan tentang realitas sosial penonton 

- Menyebut analisis sistem perpesanan pada televisi

Perbedaan Cultivation Analisist dengan Bullet Theory atau Hypodermic theory

Pada dasarnya Cultivation Analisist yang dikembangkan Gerbner dikenalkannya pada

kelompok repowerfull media, teori ini ada kemiripan dengan pandangan awal Bullet

Theory atau Hypodermic needle theory ( teori jarum hipodermik)   Perbedaan mendasar

antara Cultivation Analisist yang dikembangkan Gerbner dengan Bullet Theory atau

Hypodermic needle theory adalah : Jika Cultivation Analisist mampu membangun suatu

pandangan dan mainstreaming dalam jangka panjang, artinya efek dari penayangan

gambaran realita yang terus dan sering ditayangkan di media televisi dapat menimbulkan

Efek dalam jangka waktu yang relatif lebih panjang. Misalnya saat media sering

menampilkan berita kejahatan seksual di televisi maka dalam jangka waktu yang relatif

lama orang akan berasumsi bahwa dunia sekarang ini tidak aman, padahal kenyataannya

tidak seperti itu. Jika Bullet Theory atau Hypodermic needle theory lebih pada pengamatan

pengaruh media dalam jangka pendek. Berdasarkan pengamatan spekulatif dan belum

berdasarkan penelitian empiris seperti penelitian yang dilakukan oleh Lazarsfeld dkk,

mengenai kecenderungan dalam masyarakat ketika terjadi propaganda menunjukkan

adanya pengaruh yang kuat dari media. Menurut Lazarsfeld jika khalayak diterpa peluru

komunikasi mereka tidak jatuh terjerembab. Kadang-kadang peluru itu tidak menembus,

dan sering juga efek yang timbul berlainan dengan tujuan si penembak. 

Communication Theory : Cultivation, Mass Communication 9


Paradigma Penelitian yang dilakukakan George Gerbner

Jika dilihat dari apa dan bagaimana penelitian yang dikembangkan Gerbner maka penelitian

yang dikembangkan Gerbner masuk dalam paradigma postmodernisme. Dalam paradigma

ini, ilmu yang didapat, berasal dari masyarakat yang diteliti dan peneliti tidak boleh

mengubah apapun dari manusia yang diteliti. Hal itu dikarenakan manusia yang diteliti

tidak ditempatkan sebagai obyek penelitian tetapi ditempatkan sebagai subyek penelitian

yang unik. Dan karena manusia tidak ditempatkan sebagai obyek maka peneliti hanya

menggunakan cara berfikir manusia yang diteliti. Pada paradigma penelitian

postmodernisme kebanyakan tidak memperhatikan teori-teori yang besar yang ada. Salah

satu contoh dari paradigma postmodernisme dapat dilihat dalam kajian cultural studies.

Kajian dalam postmodernisme lebih banyak menelaah budaya dari masyarakat kapitalis

sedangkan Gerbner masih dalam kajian media effect, yang tidak secara khusus

mempersoalkan apa yang menjadi tema kajian kalangan postmodernisme.

Ringkasnya, Gerbner meringkas teori kultivasi dalam enam proposisi sebagai berikut:

Televisi merupakan suatu media yang unik yang memerlukan pendekatan khusus untuk

diteliti.

Pesan-pesan televisi membentuk sebuah sistem yang koheren mainstrem dari budaya

kita.

Sistem-sistem isi pesan tersebut memberikan tanda-tanda untuk kultivasi.

Analisis kultivasi memfokuskan pada sumbangan televisi terhadap waktu untuk berpikir

dan bertindak dari golongan golongan sosial yang besar dan heterogen.

Teknologi baru seperti VCR memperluas daripada mengelakkan jangkauan pesan

televisi

Analisis kultivasi menfoluskan pada penstabilan yang meluas dan penyamaan akibat-

akibat (gerbner, dalam Signorielli dan morgan, 1990:253

Penerapan Pada Kehidupan


Para penonton berat akan cenderung melihat dunia nyata seperti apa yang digambarkan

di televisi. Semakin sering kita menonton suatu program televisi, kita akan semakin

terpengaruh oleh program itu. Jika kita menonton acara seperti Buser, Patroli atau Sergap di

televisi swasta Indonesia akan terlihat beberapa perilaku kejahatan yang dilakukan

masyarakat. Dalam acara itu diketengahkan tidak sedikit kejahatan yang bisa diungkap.

Dalam pandangan kultivasi dikatakan bahwa adegan yang tersaji dalam acara-acara itu

menggambarkan dunia kita sebenarnya. Bahwa di Indonesia kejahatan itu sudah

sedemikian mewabah dan kuantitasnya semakin meningkat. Acara itu seolah

menggambarkan dunia kejahatan seperti itulah yang sebenarnya ada di Indonesia.

Communication Theory : Cultivation, Mass Communication 10


Contoh lain, semakin sering kita menonton suatu sinetron, kita akan semakin beranggapan

bahwa sinetron itu adalah suatu realitas. Jika kita sering melihat tokoh ibu tiri yang kejam

di sinetron, maka di dunia nyata kita akan beranggapan bahwa ibu tiri itu kejam dan kita

akan benci jika ayah kita menikah lagi.Hawkins dan Pingree (1982) menemukan model

proses kultivasi, yaitu bahwa proses kultivasi dalam pikiran kita terbagi dua, yaitu learning

dan constructing. (J. Bryant and D. Zillman (Eds), 2002). Apa yang dilihat oleh audiens

kemudian akan melalui tahap belajar dan diikuti tahap mengkonstruksi dalam pikiran

audiens tersebut. Efek tayangan televisi, seperti yang dilakukan oleh Leonard Eron dan

Rowell Huesman  mengenai efek jangka panjang dari televisi dengan memfokuskan

risetnya pada anak-anak yang tumbuh dari 8-22 tahun. Tontonan yang dinikmati pada 8

tahun akan mendorong kriminal pada usia 30 tahun. Sedangkan pernyataan dari Journal of

Youth and Adolescence,  memuat bahwa bentuk kegemaran, tema-tema antagonis, dan

sosok keperkasaan para lelaki yang menginspirasikan musik heavy metal, ternyata sangat

digandrungi remaja lelaki yang berprestasi rendah dan tidak mampu belajar dengan baik di

sekolah.Selanjutnya temuan-temuan riset yang dilakukan oleh Baron dan Byrne yang

menemukan bahwa terdapat tiga fase dalam riset kultivasi, antara lain  pertama : fase Bobo

Doll, kedua adalahfase penelitian laboratorium  dan ketiga adalah  fase riset

lapangan  (Baron dan Byrne dalam Rakhmat,  2005). Fase ini dirintis oleh Bandura dan

kawan-kawannya yang mencoba meneliti apakah anak-anak yang melihat orang dewasa

melakukan tindakan agresi juga akan melakukan agresi sebagaimana yang mereka lihat.

Hasilnya  kelompok pertama dan kedua melakukan tindakan agresif, hasilnya sebanyak 80-

90 persen dari jumlah kelompok tersebut.  Fase kedua penelitian kultivasi yang mencoba

mengganti obyek perilaku agresif secara lebih realitis, yaitu bukan lagi boneka plastik

melainkan manusia. Adegan kekerasan diambilkan dari film-film yang dilihat para remaja

yaitu film serial televisi The Untouchtables. Liebert dan Baron, yang melakukan penelitian

generasi kedua ini di tahun 1972, membagi para remaja menjadi dua kelompok yaitu

kelompok pertama melihat film The Untouchtables yang berisi beragam adegan kekerasan,

dan yang kedua melihat adegan menarik dari televisi tapi tidak dibumbui adegan kekerasan

sama sekali.Kemudian mereka diberi kesempatan untuk menekan tombol merah yang

dikatakan dapat menyakiti remaja yang berada di ruangan lain. ternyata kelompok pertama

lebih banyak dan lebih lama menekan tombol merah dari pada kelompok kedua.

Sedangkan    Fase ketiga dilakukan Layens dan kawan-kawan di Belgia tahun 1975.

Perilaku agresif diamati pada situasi ilmiah bukan di laboratorium dan dengan jangka

waktu yang lama,  kegiatan obyek yang diteliti juga tidak diganggu sama sekali.Mereka

dibagi kedalam dua kelompok, dimana kelompok    pertama menonton lima film berisi

adegan kekerasan selama seminggu dan kelompok kedua menonton lima film tanpa adegan

kekerasan.Selama seminggu itu pula perilaku mereka diamati secara intens, dan ternyata

kelompok pertama lebih sering melakukan adegan kekerasan (Rakhmat,  2005  ).Nancy

Signorielli (Littlejohn, 1996) melaporkan studi tentang sindrom dunia kejam.Pada aksi

kekerasan di program televisi bagi anak, lebih dari 2000 program termasuk 6000 karakter

utama selama  prime time  dan akhir pekan (weekend) dari tahun 1967-1985, menganalisis

dengan hasil yang menarik, 70%  prime time  dan 94% akhir pekan (weekend) termasuk

aksi kekerasan.

Communication Theory : Cultivation, Mass Communication 11


Analisis ini membuktikan  heavy viewers  memandang dunia muram dan kejam

dibandingkan dengan orang yang jarang menonton televisi. Tidak salah jika kemudian

Gerbner dan kawan-kawan melaporkan bahwa  heavy viewers  melihat dunia lebih kejam

dan menakutkan seperti yang ditampilkan televisi dari pada orang-orang yang jarang

menonton.Contoh yang lain, para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap

bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya. Misalnya, tentang perilaku

kekerasan yang terjadi di masyarakat. Para pecandu berat televisi akan mengatakan sebab

utama munculnya kekerasan karena masalah sosial (karena televisi yang ditonton sering

menyuguhkan berita dan kejadian dengan motif sosial sebagai alasan melakukan

kekerasan). Padahal bisa jadi sebab utama itu lebih karena keterkejutan budaya (cultural

shock) dari tradisional ke kehidupan modern. Teori kultivasi berpendapat bahwa pecandu

berat televisi membentuk suatu realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan.  Sebagai

contoh pencandu berat televisi menyatakan bahwa kemungkinan seseorang menjadi korban

kejahatan adalah 1 berbading 10. Dalam kenyataan angkanya adalah 1 berbanding 50.

Pecandu berat televisi mengira bahwa 20% dari total penduduk dunia berdiam diri di

Amerika. Kenyataannya hanya 6%. Pecandu berat percaya bahwa persentase karyawan

dalam posisi manajerial atau professional adalah 25%. Kenyataannya hanya 5% (Devito,

1997, lihat juga Nurudin, 2004, Ardianto dkk, 2004). Bagi pecandu berat televisi, apa yang

terjadi pada televisi itulah yang terjadi pada dunia sesungguhnya.Di indoenasia sendiri,

program acara sinetron yang diputar televisi swasta Indonesia nyaris seragam. Misalnya

Paris Falling in Love, Janji Suci, ABG, dan lain-lain. Masing-masing sinetron tersebut

membahas konflik antar orang tua dan anak serta hamil di luar nikah. Para pecandu berat

televisi akan mengatakan bahwa di masyarakat sekarang banyak gejala hamil di luar nikah,

karena televisi lewat sinetronnya banyak atau bahkan selalu menceritakan kasus tersebut.

Bisa jadi pendapat tersebut tidak salah, tetapi itu terlalu menggeneralisasi kesemua lapisan

masyarakat. Bahwa ada gejala hamil di luar nikah itu benar, tetapi mengatakan bahwa

semua gadis hamil di luar nikah itu salah. Para pencandu sinetron itu sangat percaya bahwa

apa yang terjadi pada masyarakat, itulah seperti yang dicerminkan dalam sinetron-

sinetron.Termasuk di sini konflik antara orang tua dan anak. Kognisi penonton akan

mengatakan saat ini semua anak memberontak kepada orang tua tentang perbedaan antara

keduannya, seperti “orang tua kuno, ketinggalan zaman.” Mereka yakin bahwa televisi

adalah potret sesungguhnya dunia nyata. Padahal seperti yang bisa dilihat, tidak sedikit

anak-anak yang masih hormat atau bahkan masih mengiyakan apa yang dikatakan orang

tua mereka.Pada kateori aplikasi teori kultivasi dalam kaca mata kekerasan, Gerbner juga

berpendapat bahwa gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan

simbolik tentang hukum dan aturan, alih-alih perilaku kekerasan yang diperlihatkan di

televisi merupakan refleksi kejadian di sekitar kita. Jika adegan kekerasan itu

merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi situasi, seperti yang digambarkan

dalam adegan televisi, bisa jadi yang terjadi sebenarnya juga demikian. Jadi, kekerasan

yang ditayangkan di televisi dianggap sebagai kekerasan yang memang sedang terjadi di

dunia ini.

Communication Theory : Cultivation, Mass Communication 12


Kesimpulan
Teori kultivasi lahir ketika terjadinya kekhawatiran pada orang tua, guru dan pengkritik

Televisi terkait efek tayangan kekerasan yang cukup  tinggi. Teori kultivasi(Cultivation

Theory) pertama kali dikenalkan oleh professor George Gerbner. Televisimerupakan media

yang unik, Semakin banyak seseorang menghabiskan waktu untukmenonton

televisi,  semakin  kuat  kecenderungan seseorang  menyamakan realitastelevisi dengan

realitas sosial, Light Viewers (penonton ringan) cenderungmenggunakan jenis media dan

sumber informasi yang lebih bervariasi (baikkomunikasi bermedia maupun sumber

personal), sementara heavy viewer (penonton  berat) cenderung mengandalkan

televisi sebagai sumber informasi mereka, Terpaan pesan televisi yang terus menerus me

nyebabkan  pesan  tersebut  diterima  khalayaksebagai pandangan konsenseus masyarakat,

Televisi membentuk mainstreaming dan  resonance, Perkembangan teknologi baru

memperkuat pengaruh televisi. Sedangkan konsep penting yang ada pada teori kultivasi

yaitu Ligth viewer dan heavy viewer,resonansi dan juga mainstreaming.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjabaran tentang teori kultivasi dan beberapa

contoh dampak dari teori kultivasi ialah bahwa teori kultivasi menitikberatkan pada media

Televisi sebagai media yang paling berpengaruh dan pada program kekerasan yang paling

banyak menyebabkan dampak yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku individu atau

penonton yang menerima adegan kekerasan tersebut.Penonton fanatik (heavy viewer)

merupakan audiens yang biasanya menonton TV lebih dari 4 (empat) jam setiap harinya

yang akan mempresepsikan bahwa adegan-adegan yang ditayangkan di TV merupakan

kejadian yang sebenarnya yang terjadi di kehidupan nyata. Hal tersebut kemudian dapat

menyebabkan perubahan sikap, opini dan perilaku individu tersebut dalam kehidupan yang

sebenarnya.

Daftar Pustaka
Infante, D.A., Andrew S., R. & D.  F. . (2003).  Building Communication Theory. LongGrove:

Waveland Press.Junaidi. (2018). Mengenal Teori Kultivasi dalam Ilmu Komunikasi

CultivationTheory in Communication Science,4(1), 42  –  51.  Nurudi. (2004).Komunikasi

Massa. Malang: Cespur.Ricard West & Lyn H, T. (2013). Pengantar Teori Komunikasi Analisis

dan Aplikasi.Jakarta: Salemba Humanika.Saefudin, H. A., & Venus, A. (2005). “ Cultivation

Theory ,” (56), 83–  90.Wood, J. T. (2000). Communication Theories in Action. California:

Belmont. Nurudin Komunikasi Massa Jakarta. http://moehdoc.blogspot.com/2015/12/teori-

kultivasi.htmlMorrisan; Andy C.W & Farid H.U.  (2010).  Teori Komunikasi

Massa.  Bogor:  Ghalia Indonesia. https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-

cultivation-dalam-ilmu-komunikasi/4326/4. Yogyakarta: Graha Ilmu.West, Richard & Turner

H. Lynn. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta. Salemba

Humanika. http://nurudin-umm.blogspot.com/2008/11/cultivation-theory-teori-kultivasi.html

Communication Theory : Cultivation, Mass Communication 13

Anda mungkin juga menyukai