Penerbit
HAWA DAN AHWA
Pekanbaru, 2016
KOMUNIKASI SOSIAL PEMBANGUNAN:
Tinjauan Komunikasi dalam Pembangunan Sosial
vi
Daftar Isi
Glosarium.......................................................................... 218
Indeks ................................................................................ 237
Daftar Kepustakaan ......................................................... 245
Tentang Penulis ............................................................... 250
ix
x
Daftar Gambar
Gambar 2.I
Unsur-unsur Komunikasi Sosial Pembangunan .................. 11
Gambar 4.I
Model A-B-X Newcomb .................................................... 74
Gambar 8.I
Kerangka Fikir Kebijakan Pembangunan
Bid. Sarana dan Prasarana ................................................. 195
Gambar 8.II
Model Rencana Pembangunan .......................................... 205
xi
xii
BAB I
Pendahuluan
1
1.2 Sejarah Komunikasi Sosial Pembangunan.
Komunikasi sosial pembangunan bisa juga disebut
komunikasi pembangunan merupakan salah satu objek studi
dalam perubahan sosial yang dianalisis melalui riset, teori
dan teknologi komunikasi dalam rangka pembangunan yang
memiliki akar sejarah yang panjang, meskipun pengakuan
resmi dari International Communication Association (ICA)
baru diberikan pada 1982. Keputusan yang dilakukan ICA
antara lain dengan mengubah Divisi Komunikasi Antar
Budaya, Intercultural Communication Division (ICD)
menjadi Divisi Komunikasi Antar Budaya dan Pembangunan,
Intercultural and Development Communication Division
(IDCD).
Benih-benih kelahiran komunikasi sosial
pembangunan dapat dirunut kembali pada akhir tahun 1950-
an, sudah terentang lebih dari setengah abad yang lalu, begitu
pula konsepsi pembangunan itu sendiri meskipun sudah
menjadi perhatian ilmuan sebelum perang dunia ke-II, namun
baru dimulai menemukan bentuknya setelah 1949 yang
bermula dari Presiden Amerika Harry S. Truman tepatnya
pada Januari 1949. Truman menyatakan bahwa setelah
berakhirnya masa perang, Amerika akan menginvestasikan
energinya secara subtansial pada usaha-usaha besar dan
konstruktif untuk menciptakan kembali perdamaian stabilitas
2
dan kemerdekaan dunia (McPhail, 2009). Butir ke-empat
dalam pidatonya itu juga menegaskan bahwa Amerika Sarikat
(AS) akan melaksanakan suatu program baru yang tangguh
dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
industri untuk perbaikan dan pertumbuhan negara-negara
miskin didunia melalui bantuan teknik dan keuangan (dalam
McPhail, 2009; Nasution, 2012).
Gagasan AS ini kemudian direalisasikan dalam
suatu kebijakan yang dikenal dengan sebutan rencana
marshall (marshall plan) yang ditujukan untuk bangsa-
bangsa di Amerika Latin, Afrika dan Asia untuk meneruskan
pembangunannya dibidang sosial-ekonomi.
Marshall plan adalah program ekonomi skala besar
pada tahun 1947-1951 oleh Amerika Serikat yang bertujuan
membangun kembali kekuatan ekonomi negara-negara di
Eropa setelah Perang Dunia II usai (The Marshall Plan was
replaced by the Mutual Security Plan at the end of 1951).
Inisiatif penamaan diambil dari Sekretaris Negara George
Marshall. Pembagian bantuan rencana marshall ini tidak
hanya untuk negara-negara Eropa namun juga negara Asia
yang terkena imbas dari Perang Dunia II.
Cikal bakal lahirnya komunikasi sosial
pembangunan antara lain dipengaruhi oleh karya Daniel
Lerner (1917-1980) yang dituangkan dalam bukunya yang
3
klasik berjudul The Passing of Traditional Society:
Modernizing The Middle East, 1958. Buku tersebut
membahas tentang peranan keberaksaraan atau kemampuan
baca tulis (literacy) dan ketertadahan media massa dalam
proses modernisasi individu di enam negara timur tengah.
Sejak saat itu berkembang rencana pembangunan
bagi negara-negara yang baru merdeka untuk mengejar
ketertinggalan dengan dorongan semangat untuk mencapai
kemakmuran sesegera dan secepat mungkin. Negara-negara
baru merdeka kebanyakan tidak begitu cermat dalam
mempertimbangkan perbedaan latar belakang sosio-kultural
mereka dengan negara-negara maju yang akan mereka turuti,
padahal perbedaan tersebut sungguh tidak memungkinkan
negara-negara baru tadi untuk sepenuhnya menempuh
langkah dan tahapan yang persis sama seperti yang dijalani
oleh negara maju dalam mencapai kemakmuran.
Jarak yang terdapat antara negara kaya dan negara
miskin hendak dijembatani melalui pembangunan yang
diartikan sebagai suatu proses peniruan (imitative process)
dalam tahapan-tahapan yang sebegitu rupa sehingga
bertingkat pula sektor-sektor yang ada maupun negara-negara
sendiri pada masyarakat tradisional akan memiliki kualitas
modern (Nasution, 2012:25-26).
4
Proses adopsi melalui peniruan konsep
pembangunan oleh negara-negara baru tersebut dinilai kurang
aplikatif terhadap kebutuhan negara-negara yang
bersangkutan karena meliputi banyak faktor, diantaranya:
ekologi dan geografi sebagai tempat dimana masyarakat
tersebut berada; demografi yang menyangkut susunan
populasi dan ciri-cirinya; kebudayaan dan kepribadian umum
sebagai terjemahan dari nilai, norma dan sikap yang berlaku
di dalam masyarakat tempatan; serta yang tak kalah penting
adalah faktor waktu, sejarah dan latar belakang masyarakat
tersebut.
7
2. Mencapai tujuan (goal attainment), merupakan
persyaratan fungsional bahwa tindakan itu diarahkan
pada tujuan-tujuannya (bersama sistem sosial). Tujuan
individu harus menyesuaikan dengan tujuan sosial yang
lebih besar agar tidak bertentangan dengan tujuan-tujuan
lingkungan sosial.
3. Integrasi (integration), menunjukkan adanya solidaritas
sosial dari bagian-bagian yang membentuknya, serta
berperannya masing-masing unsur tersebut sesuai dengan
posisinya. Integrasi hanya bisa terwujud jika semua
unsur yang membentuk sistem tersebut saling
menyesuaikan.
4. Pemeliharaan pola laten (latency), sebagai pemeliharaan
pola yang tersembunyi, yang biasanya berwujud sistem
nilai budaya yang selalu mengontrol tindakan-tindakan
individu. Nilai-nilai yang telah disepakati oleh suatu
masyarakat akan dapat mengendalikan keutuhan
solidaritas sosial.
Konsep sistem sosial adalah alat pembantu untuk
menjelaskan tentang kelompok-kelompok manusia. Model ini
bertitik tolak dari pandangan bahwa kelompok-kelompok
manusia merupakan suatu sistem. Parsons menyusun strategi
untuk analisis fungsional yang meliputi semua sistem sosial,
8
termasuk hubungan berdua, kelompok kecil, keluarga,
organisasi kompleks dan juga masyarakat keseluruhan.
Dengan kata lain sistem sosial adalah jalinan
hubungan keseimbangan antara manusia dan aspek-aspek
kehidupannya sosialnya. Aspek-aspek kehidupan sosial
seperti politik, hukum, ekonomi, agama, pendidikan,
organisasi kemasyarakatan, kesehatan, lingkungan, dan
sebagainya. Dalam suatu sistem sosial, paling tidak harus
terdapat empat komponen yang menjadi dasar, yaitu: dua
orang, terjadi interaksi di antara mereka, bertujuan, memiliki
struktur, simbol dan harapan-harapan bersama yang
dipedomaninya.
Sebagai suatu sistem sosial, ia mempunyai bagian
yang saling bergantung antara yang satu dengan yang lainnya
di dalam satu kesatuan. Kesemuanya saling mengkait satu
sama lain dalam kebudayaan yang saling menguntungkan.
9
BAB II
Unsur Komunikasi dalam Pembangunan
Umpan Balik
(Feedback)
Komunikasi (dalam)
Pembangunan
Gambar. 2.I
Unsur-Unsur Komunikasi Sosial Pembangunan
11
mengarahkan kemampuan masyarakat untuk dapat
mewujudkan cita-cita pembangunan dalam hubungan ini,
pemerintah memiliki arti yang umum dan sangat luas mulai
dari jajaran eksekutif tertinggi presiden hingga pemerintahan
desa dan kelurahan yang yang bersentuhan langsung dengan
masyarakat, begitu juga dengan legislatif mulai dari DPD,
DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, termasuk
juga unsur yang lain dalam pemerintahan yakni kekuasaan
yudikatif sebagai bagian dari kedaulatan hukum negara.
Pemerintah adalah penanggung jawab pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan yang dituntut harus mampu
mengemban tugas yang dibebankan kepadanya yang saling
kait-mengkait termasuk tugas pembangunan yang multi
dimensional. Oleh karena itu, suksesnya pembangunan di
suatu daerah sangat ditentukan oleh kualitas kinerja
pemerintahannya.
17
perspektif sebagaimana tersebut di atas mempunyai implikasi
yang cukup luas terhadap keberadaan pemerintahan daerah.
Hal itu menyangkut persoalan desain kebijakan
pemerintahan daerah sehingga diharapkan mampu
mentransformasikan fungsi-fungsi sesuai cara pandang suatu
rezim. Logika itu dapat dipahami dengan dukungan realitas
yang ada bahwa pemerintah daerah merupakan sub-
komponen geografis dari suatu negara berdaulat, sehingga ia
berfungsi memberikan pelayanan umum pada suatu wilayah
tertentu (Sarundajang, 2001:25).
Secara operasional refleksi perbedaan itu teraplikasi
dalam prinsip pengorganisasian pemerintahan daerah yang
bernuansa administratif atau politis. Secara empiris model-
model pemerintahan daerah ala Rusia dan pemeritahan
daerah model Inggris dapat dipandang sebagai reprensentasi
keadaan tersebut.
Dalam sistem pemerintahan model Rusia, semua
lembaga pemerintahan daerah merupakan bagian integral dari
birokrasi pemerinahan nasional, peraturan di setiap tingkat
didominasi oleh kebijakan partai tunggal. Sedangkan
pemerintahan daerah model Inggris, mempunyai karakteristik
otonomi yang besar, semua kekuatan bertumpu pada dewan,
menggunakan komite secara luas (Sarundajang, 2001:39).
Pemerintahan daerah model Rusia sangat bernuansa
18
administratif, berdasar prinsip-prinsip pencapaian fungsi
secara efektif dan efisien dengan mengesampingkan nilai-
nilai demokratis. Sementara pemerintahan daerah model
Inggris sangat bernuansa politis, sangat memperhatikan nilai-
nilai demokratis, sehingga pemerintahan daerah di desain
untuk keseimbangan keinginan negara dan masyarakat lokal.
Menurut Ryaas Rasyid, tujuan utama dibentuknya
pemerintahan adalah menjaga ketertiban dalam kehidupan
masyarakat sehingga setiap warga dapat menjalani kehidupan
secara tenang, tenteram dan damai. Pemerintahan modern
pada hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat,
pemerintahan tidak diadakan untuk melayani dirinya sendiri.
Pemerintah dituntut mampu memberikan pelayanan kepada
masyarakatnya dan menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap orang dapat mengembangkan
kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan
bersama (dalam Haryanto, 1997:73).
Menurut Nurul Aini Secara umum fungsi
pemerintahan mencakup tiga fungsi pokok yang seharusnya
dijalankan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah (dalam Haryanto, 1997:36-37), meliputi:
a. Fungsi Pengaturan.
Fungsi ini dilaksanakan pemerintah dengan membuat
peraturan perundang-undangan untuk mengatur
19
hubungan manusia dalam masyarakat. Pemerintah adalah
pihak yang mampu menerapkan peraturan agar
kehidupan dapat berjalan secara baik dan dinamis.
Seperti halnya fungsi pemerintah pusat, pemerintah
daerah juga mempunyai fungsi pengaturan terhadap
masyarakat yang ada di daerahnya. Perbedaannya, yang
diatur oleh pemerintah daerah lebih khusus, yaitu urusan
yang telah diserahkan kepada daerah. Untuk mengatur
urusan tersebut diperlukan Peraturan Daerah yang dibuat
bersama antara DPRD (Provinsi atau Kabupaten/Kota
dengan eksekutif.
b. Fungsi Pelayanan.
perbedaan pelaksanaan fungsi pelayanan yang dilakukan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah terletak pada
kewenangan masing-masing. Kewenangan pemerintah
pusat mencakup urusan pertahanan keamanan, agama,
hubungan luar negeri, moneter dan peradilan. Secara
umum pelayanan pemerintah mencakup pelayanan
publik (public service) dan pelayanan sipil (civil service)
yang menghargai kesetaraan.
c. Fungsi Pemberdayaan.
Fungsi ini untuk mendukung terselenggaranya otonomi
daerah, fungsi ini menuntut pemberdayaan Pemerintah
Daerah dengan kewenangan yang cukup dalam
20
pengelolaan sumber daya daerah guna melaksanakan
berbagai urusan yang didesentralisasikan. Untuk itu
Pemerintah Daerah perlu meningkatkan peran serta
masyarakat dan swasta dalam kegiatan pembangunan
dan penyelenggaraan pemerintahan. Kebijakan
pemerintah pusat dan daerah, diarahkan untuk
meningkatkan aktifitas ekonomi masyarakat, yang pada
jangka panjang dapat menunjang pendanaan pemerintah
Daerah. Dalam fungsi ini pemerintah harus memberikan
ruang yang cukup bagi aktifitas mandiri masyarakat,
sehingga dengan demikian partisipasi masyarakat di
daerah dapat ditingkatkan, lebih-lebih apabila
kepentingan masyarakat diperhatikan, baik dalam
peraturan maupun dalam tindakan nyata pemerintah.
27
Secara harfiah, partisipasi berarti turut berperan serta
dalam kegiatan, pengertian partisipasi secara luas merupakan
bentuk keterlibatan dan keikut sertaan masyarakat secara
aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dalam dirinya
(instrinsik), maupun diluar dirinya (ekstrinsik) dalam
keseluruhan proses kegiatan bersangkutan.
Perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya
harus berorientasi ke bawah dan melibatkan masyarakat luas,
melalui pemberian wewenang perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan dari tingkat pusat hingga daerah. dengan cara
ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi masyarakat
banyak, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dapat
memberdayakan dan memenuhi kebutuhan masyarakat
banyak. masyarakat harus menjadi pelaku dalam
pembangunan, masyarakat perlu dibina dan dipersiapkan
untuk dapat merumuskan sendiri permasalahan yang
dihadapi, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan,
melaksanakan rencana yang telah diprogramkan, menikmati
produk yang dihasilkan dan melestarikan program yang telah
dirumuskan dan dilaksanakan.
Partisipasi masyarakat merupakan faktor penentu
sekaligus indikator keberhasilan pembangunan, sebesar dan
sekeras apapun usaha pemerintah membangun, jika tidak
28
melibatkan dan menumbuhkan daya dukung masyarakat
maka pembangunan akan mengalami hambatan.
30
langsung atau tidak langsung, semangat berpartisipasi,
sekali-kali atau berulang-ulang.
c. Participation in benefits, adalah partisipasi masyarakat
dalam menikmati atau memanfaatkan hasil-hasil
pembangunan yang dicapai dalam pelaksanaan
pembangunan. Pemerataan kesejahteraan dan fasilitas,
pemerataan usaha dan pendpatan, ikut menikmati atau
menggunakan hasil-hasil pembangunan (jalan, jembatan,
gedung, air minum dan berbagai sarana serta prasarana
sosial) adalah bentuk dari partisipasi dalam menikmati
dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan. Penikmatan
program pembangunan juga ditujukan kepada pegawai
pengelola dalam peningkatan kesejahteraannya termasuk
peningkatan daya potensi dan kreatifitasnya. Partisipasi
pemanfaatan ini selain dapat dilihat dari penikmatan
hasil-hasil pembangunan, juga terlihat pada dampak hasil
pembangunan terhadap tingkat kehidupan masyarakat,
peningkatan pembangunan berikutnya dan partisipasi
dalam pemeliharaan dan perawatan hasil-hasil
pembangunan
d. Participation in evaluation adalah partisipasi masyarakat
dalam bentuk keikutsertaan menilai serta mengawasi
kegiatan pembangunan serta hasil-hasilnya. Penilaian ini
dilakukan secara langsung, misalnya dengan ikut serta
31
dalam mengawasi dan menilai atau secara tidak
langsung, misalnya memberikan saran-saran, kritikan
atau protes.
Wacana pembangunan yang partisipatif di Indonesia
sesungguhnya telah dimulai sejak 30 tahun yang lalu, dimana
konsep pembangunan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat telah dimasukan dalam Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) pada dekade 1970-an, sementara kebijakan yang
lebih kongkret dimulai pada dekade 1980-an.
Sejak dekade 1990-an kegiatan dirancang lebih
partisipatif melalui lembaga pengambilan keputusan tingkat
desa, kecamatan, provinsi hingga nasional, akan tetapi,
menurut pada saat itu partisipasi masyarakat lebih sebagai
jargon pembangunan, dimana partisipasi lebih diartikan pada
bagaimana upaya mendukung program pemerintah dan
upaya-upaya yang pada awal dan konsep pelaksanaannya
berasal dari pemerintah. Berbagai keputusan umumnya sudah
diambil dari atas, dan sampai kemasyarakat dalam bentuk
sosialisasi yang tidak bisa ditolak.
Sejalan dengan dikedepankannya prinsip tata
pemerintahan yang baik ditingkat Kabupaten/Kota. Maka
konsep pembangunan partisipatif mulai digagas dan
dikembangkan diberbagai daerah. Berbagai program
pemberdayaan masyarakat dilaksanakan dengan pendekatan
32
partisipatif dan meliputi semua sektor, mulai dari
pembangunan infrastruktur, pengembangan pertanian,
desentralisasi pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, dan
sebagainya.
Ketelibatan semua unsur masyarakat dalam
pembangunan adalah bentuk partisipatif. Pembangunan yang
partisipatif saat ini harus berakar dari bawah (grassroots),
memelihara keberagaman budaya, serta menjunjung tinggi
martabat serta kebebasan bagi manusia dan masyarakat.
Dengan kata lain pembangunan harus menganut paradigma
pembangunan yang berpusat pada rakyat.
Dengan demikian, perlu adanya partisipasi secara
aktif, penuh inisiatif dan inovatif dari masyarakat itu sendiri.
Sehingga partisipasi masyarakat dalam konteks ini
mengandung makna untuk menegakkan demokrasi lokal yang
selama ini “terpendam” yang sebenarnya telah dimiliki oleh
masyarakat. Partisipasi itu dapat berupa:
1. Pengawasan dan pematauan dari luar oleh kelompok-
kelompok warga negara (citizen based initiatives)
terhadap kinerja dari kebijakan sosial dan layanan-
layanan dasar pemerintah dan badan-badan swasta.
2. Peningkatan kinerja dan ketanggapan lembaga
pemerintah dengan berbagai langkah (public sector
initiatives).
33
3. Sinergi antara pemerintah yang terbuka (responsives)
dengan warga Negara dan kelompok warga Negara yang
aktif (active citizenship) dan well informed.
1
Jurnal: Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Masyarat.http://euissunarti.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Dr.-Euis-
Sunarti-Partisipasi-Masyarakat-dalam-Pembangunan-
Masyarakat.pdf.
34
e. Organisasi berorientasi pedesaan yang tumbuh bagai
jamur, merupakan inisiatif pemerintah dan banyak
membebani atau memaksakan kehendaknya pada
masyarakat.
f. Organisasi atau lembaga lokal tidak digunakan dan
dikembangkan mekanisme partisipasinya tetapi malahan
mengambil manfaat dari paket pembangunan top to
bottom.
g. Sebagai akibat langsung, struktur kekuasaan yang ada
didaerah pedesaan melayani sebagian besar kebutuhan
masyarakat kelompok elit.
h. Agen pembangunan pada mesin birokratis, seringkali
memasukan dan mengorbankan kepentingan partisipasi
masyarakat dalam rangka mengejar hasil dan prestasi.
35
Dampak (efek) dalam komunikasi maupun
pembangunan tidak bisa bantah. Setidaknya ada tiga bentuk:
kognitif (pengetahuan), afektif (emosional dan perasaan) dan
konatif (bertingkah laku). dalam perspektif kekinian
munculnya dampak atau efek tidak berdiri sendiri, dengan
kata lain bentuk-bentuk tersebut memiliki hubungan satu
sama lain yang ikut mempengaruhi proses penerimaan pesan
dan menjadi efek penentu yang dihasilkan oleh komunikasi
(secara umum).
Analisa mengenai dampak dalam kajian ini, paling
tidak meliputi empat jenis dampak, yaitu:
a. Dampak positif, dampak yang dianggap baik oleh
penyelenggara pembangunan maupun oleh orang lain.
b. Dampak negatif, dampak yang dianggap tidak baik oleh
penyelenggara pembangunan maupun oleh orang lain.
c. Dampak yang disadari (intended consequences), dampak
yang direncanakan oleh penyelenggara pembangunan.
Dampak ini adalah dampak yang diketahui dan disadari
akan terjadi. Dalam kepustakaan sosiologi, hal seperti itu
disebut sebagai fungsi manifes.
d. Dampak yang tidak disadari (unintended consequences).
Dampak yang tidak direncanakan oleh penyelenggara
pembangunan. Oleh sebab itu, dampak ini adalah dampak
yang tidak diketahui dan tidak disadari. Hal ini dalam
36
kepustakaan sosiologi disebut sebagai fungsi laten.
Dampak seperti ini biasanya sulit diketahui karena tidak
disadari atau tidak pernah dapat ditemukan dalam
proposal pembangunan oleh penyelanggara
pembangunan. Dampak yang tidak disadari sering
tergolong dampak negaif.
37
Menurut William F. Ogburn (Soekanto, 2002:303),
yang berusaha memberikan sesuatu pengertian tertentu,
walaupun tidak secara eksplisit memberikan definisi tentang
perubahan-perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan sosial
meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun
immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-
unsur material terhadap unsur immaterial.
Selo Soemardjan, perubahan sosial (Soekanto,
2002:305) adalah perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-
nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok
dalam masyarakat.
Dalam perubahan sosial dan budaya, pesan-pesan
yang terkandung itu disampaikan oleh sumber kepada
penerima melalui proses suatu proses penyebaran manusia
dan unsur-unsur budayanya (difusi) serta ide-ide
pembaharuan (inovasi). Difusi merupakan proses dimana
inovasi tersebar kedalam sistem sosial, oleh karena itu difusi
dipandang sebagai kajian komunikasi tersendiri yang
memfokuskan telaahan tentang pesan yang berupa gagasan
baru. Difusi sebagai sebuah proses penyebaran ide baru dapat
terjadi jika ada inovasi, dikomunikasikan melalui saluran
38
tertentu, dan dalam jangka waktu tertentu yang disalurkan
kepada anggota suatu sistem sosial.
Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang
dianggap baru oleh seseorang dimana kebaruannya itu
bersifat relatif. Suatu gagasan dianggap sebuah inovasi oleh
anggota sistem sosial tertentu, tetapi juga dapat dianggap
bukan inovasi oleh anggota sistem sosial lainnya.
Saluran dalam komunikasi dalam proses difusi dapat
berupa media massa atau media interpersonal. Jangka waktu
adalah banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
proses penyebaran inovasi dan proses pengambilan keputusan
adopsi oleh anggota sistem sosial. Kecepatan adopsi oleh
anggota sistem sosial tergantung pada tingkat keinovatifan
anggota sistem sosial serta ciri karakteristik inovasi yang
ditawarkan dalam pandangan anggota sistem sosial.
Sejalan dengan itu semua, hubungan yang yang ada
antara perubahan sosial dan budaya dengan komunikasi sosial
pembangunan terletak pada aktivitas difusi-inovasi yang
dilanjutkan dengan aktivitas pembangunan masyarakat
(community development) dengan tujuan agar pelaksanaan
program pembangunan tersebut benar-benar dapat terlaksana
dan berdampak positif terhadap masyarakat yang menjadi
sasaran. Perubahan sosial dan budaya yang merupakan
39
bagian sangat menentukan dalam perubahan pola-pola
komunikasi dan pembangunan.
Untuk menganalisa lebih jauh perubahan sosial dan
budaya, ilmu sosiologi dan antropologi memainkan peran
yang sangat penting karena kedua ilmu tersebut berguna
melihat dan menjelaskan gejala, kejadian sosial-budaya,
proses pergeseran msyarakat dan budaya.
Kajian sosiologi dan antropologi saat ini juga sudah
dipandang sebagai ilmu yang meililiki paradigma ganda dan
kontemporer dalam mengkaji segi-segi tertentu dalam
kehidupan manusia dan masyarakat. artinya kedua ilmu
tersebut bergerak secara dinamis searah dengan
perkembangan manusia atau masyarakat itu sendiri.
Dinamika (perubahan) sebagai inti jiwa masyarakat,
banyak sosiolog modern yang mencurahkan perhatiannya
pada masalah-masalah perubahan sosial dan kebudayaan
dalam masyarakat. Masalah tersebut menjadi lebih penting
lagi dalam hubungannya dengan pembangunan ekonomi yang
diusahakan oleh banyak masyarakat negara-negara yang
memperoleh kemerdekaan politiknya setelah perang dunia
ke-II. Sebagian besar ahli ekonomi mula mengira bahwa
suatu masyarakat akan dapat membangun ekonominya
dengan cepat, apabila telah mencukupi dan dipenuhi syarat-
syarat yang khusus diperlukan dalam bidang ekonomi. Akan
40
tetapi pengalaman mereka yang berniat untuk mengadakan
pembangunan ekonomi dalam masyarakat-masyarakat yang
baru mulai dengan pembangunan terbukti bahwa syarat
ekonomis saja tidak cukup untuk melancarkan pembangunan.
Disamping itu diperlukan pula perubahan-perubahan
masyarakat yang dapat menetralisasi faktor-faktor
kemasyarakatan yang mengalami perkembangan. Perubahan-
perubahan diluar bidang ekonomi itu tidak dapat dihindarkan
karena setiap perubahan dalam suatu lembaga
kemasyarakatan akan mengakibatkan pula perubahan didalam
lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Pada lembaga-
lembaga kemasyarakatan tersebut selalu terkait proses saling
mempengaruhi secara timbal-balik (Soekanto, 2002:302).
Tentunya keterlibatan sosiologi dan antropologi
didalam ilmu komunikasi sangat berguna untuk melihat
proses sosial. Proses sosial adalah cara-cara berhubungan,
saling bertemu dan menentukan sistem, serta hubungan-
hubungan tersebut menyebabkan perubahan-perubahan.
Perubahan sosial dan kebudayaan tersebut terjadi
pada proses belajar kebudayaan sendiri melalui proses
internalisasi (internalization), proses sosialisasi
(socialization) dan proses enkulturasi (enculturation),
selanjutnya dijelaskan sebagai berikut:
41
a. Proses internalisasi adalah proses panjang sejak seorang
individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal dunia,
individu belajar menanamkan dalam kepribadiannya
segala perasaan, hasrat, nafsu dan emosi yang diperlukan
sepanjang hidupnya. Artinya kepribadian individu yang
dipengaruhi berbagai macam stimulasi yang berada
dalam sekitaran alam dan lingkungan sosial mepengaruhi
prilaku. Bertambahnya pengalaman mengenai macam-
macam perasaan; kegembiraan, kebahagiaan, simpati,
cinta, benci, keamanan, harga diri, kebenaran, perasaan
bersalah, dosa, malu dan seterusnya. Selain perasaan-
perasaan tersebut juga berbagai hasrat, seperti hasrat
bertahan hidup, bergaul, meniru, berbakti, keindahan
adalah bagian dari kepribadian individu yang didapat
melalui proses internalisasi.
b. Proses sosialisasi berkaitan dengan proses belajar
kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial.
Dalam proses itu seorang individu dari masa anak-anak
hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam
interaksinya, dari keluarga, lingkungan tempat tinggal,
lingkungan sekolah atau tempat bekerja dan seterusnya.
c. Proses enkulturasi adalah proses seorang individu
mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta
42
sikapnya dengan adat, sistem norma dan peraturan hidup
dalam kebudayaannya.
Atas dasar ketiga proses belajar tersebut
menyebabkan terjadinya dinamika, ada yang melakukan
penyesuaian namun tidak sedikit juga yang menalami
kekakuan dalam pergaulannya, condong untuk senantiasa
menghindari aturan-aturan bahkan adapula yang hidupnya
penuh dengan konflik dengan orang lain (Koentjaraningrat,
2009:191).
Jalinan pengaruh mempengaruhi membawa kita
kedalam arus dinamika masyarakat dan kebudayaannya
melalui pelembagaan nilai, norma, prilaku dan pola-pola
tindakan diantara kelompok masyarakat melalui saluran
internaslisasi, sosialisasi dan enkulturasi yang berguna untuk
menganalisis gejala dan kejadian sosial-budaya, proses
pergeseran masyarakat.
Perubahan terjadi dalam dimensi sosial dan budaya,
sosial menyangkut aktivitas-aktivitas dan kebudayaan.
Dengan melihat itu semua, tentunya keterkaitan dengan
unsur-unsur yang terdapat dalam budaya atau kebudayaan,
menurut seorang Antropolog Belanda C. Kluckhohn, terdapat
7 (tujuh) unsur kebudayaan secara universal: peralatan dan
perlengkapan hidup manusia dan teknologi, sistem
43
pengetahuan, sistem mata pencaharian, sistem
kemasyarakatan, sistem kepercayaan, bahasa, dan kesenian.
Penulis mengadopsi salah satu dari anggapan dasar
pendekatan fungsionalisme-struktural yang dikembangkan
oleh Talcott Parsons, secara keseluruhan, pada dasarnya
perubahan-perubahan sosial terjadi melalui tiga macam
kemungkinan: penyesuaian-penyesuaian dilakukan oleh
sistem sosial tersebut terhadap perubahan-perubahan yang
datang dari luar (extra systemic change); pertumbuhan
melalui proses differensiasi; serta penemuan-penemuan baru
oleh anggota masyarakat.
Indonesia tumbuh dari proses perjalanan yang
panjang oleh bentukan sejarah, kecendrungan sosial budaya
yang dinamis maka kontak-kontak seperti itu tidak bisa
dibendung dan bersifat alamiah, derasnya pengaruh budaya
asing akibat dari kemajuan teknologi dan pengetahuan,
kebutuhan akibat pembangunan, ditambah lagi dengan daya
seleksi masyarakat yang lemah serta kurang mampu memilih
unsur kebudayaan yang asing yang benar-benar diperlukan
sesuai dengan nilai yang ada dan nilai nilai tempatan.
Oleh karena itu, proses perubahan sosial haruslah
meningkatkan kualitas hidup seluruh masyarakat tanpa
merusak lingkungan alam dan kultur serta melibatkan
44
sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam proses
pembangunan.
Perkembangan komunikasi yang bersifat dinamis
memberikan keuntungan juga membawa resiko, maka arah
perkembangan haruslah dilandasi dengan nilai-nilai
kemanusiaan yang luhur. Kongkretnya adalah perkembangan
teknologi komunikasi saat ini begitu pesatnya, setiap hari
selalu ada informasi yang terbaru tentang perkembangan
tersebut, contohnya adalah terus berkembangnya berbagai
macam jenis telepon, dari jenis telepon kabel yang
konvensional sampai kejenis telepon nirkabel seperti handy
talky (HT), telepon seluler (ponsel), PDA, tablet dan gadget
yaitu ponsel generasi terbaru yang telah menunjukan
kesiapannya sebagai perangkat multiguna sebagai peralatan
komunikasi.
Adapun menurut Marshall Mc Luhan (dalam
Novida, 2010:90) tahapan dari komunikasi dimulai dari
penemuan teknologi komunikasi yang menyebabkan
perubahan budaya, kemudian yang kedua perubahan dari
jenis-jenis komunikasi dan yang terakhir adalah membentuk
alat komunikasi dimana alat atau media komunikasi tersebut
akan mempengaruhi manusia.
Berbagai realitas inilah yang oleh Mc Luhan (dalam
Junaedi, 2007:12) disebut dengan global village, sebuah
45
perkampungan global yang terintegrasi melalui komunikasi.
Komunikasi media modern telah memberikan kesempatan
kepada jutaan manusia diseluruh dunia saling berhubungan
dengan nyaris seluruh tempat dimuka bumi tanpa harus
terbatasi lagi oleh ruang dan waktu, serta serempak juga
memberikan kesempatan melalui media massa. Suatu kondisi
yang nyaris serupa dengan kehidupan desa, dimana setiap
warga desa saling dapat berkomunikasi dengan mudah dalam
relasi sosial yang coraknya patembayan.
46
Khusus mengenai dampak yang disebabkan
pembangunan, (Mattulanda, 1994:21) dijelaskan sebagai
berikut:
a. Pembangunan itu sendiri berarti pekembangan atau
perobahan dari suatu keadaan tertentu kepada keadaan
tertentu lainnya yang bermakna positif, memberikan
kebajikan kepada manusia dan lingkungannya.
b. Pembangunan setidak-tidaknya memiliki tiga aspek
utama:
1. Aspek biofisik, ini yang membawa makna kepada
kebudayaan fisik (material culture), termasuk
lingkungan fisik alam.
2. Aspek sosial, ini yang membawa makna pada sistem
sosial. Ini menyangkut prilaku, hubungan dan
ketertiban sosial.
3. Aspek kultural, ini yang membawa makna kepada
sistem budaya. Ini menyangkut konsepsi nilai,
pemikiran dan gambaran ideologis, cita-cita abstrak.
47
udara2, merupakan contoh pengabaian faktor lingkungan.
Seluruh kota-kota yang ada di Sumatera dan Kalimantan
ditutupi oleh kabut asap, bahkan juga sampai ke negara-
negara tetatangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan
Filipina. Hampir setiap hari selama waktu tersebut
diberitakan peristiwa kebakaran hutan dan lahan: mulai dari
peyebab kebakaran, penanganan kebakaran, evaluasi
penanganan kebakaran, respon masyarakat terhadap masalah
ini.
Kejadian darurat asap tidak hanya terjadi tahun ini
saja, tetapi juga sudah bertahun-tahun lamanya. Hal ini
menunjukan bahwa permasalahan asap di sejumlah provinsi
di Indonesia telah menjadi sebuah permasalahan sistemik.
Permasalahan sistemik merupakan permasalahan yang kronis
terjadi secara berulang-ulang dan telah terjadi dalam rentang
waktu yang cukup lama. Tentunya permasalahan ini telah
diupayakan solusinya namun belum menunjukkan hasil yang
baik secera keseluruhan, bahkan masyarakat yang
mempunyai akses di media sosial (netizen) beramai-ramai
mengkritik pemerintah dengan berbagai ekspresi, salah
2
Data Badan Lingkungan Hidup, per 1 Oktober sampai dengan 25
Oktober 2015 status pencemaran udara
berbahaya.http://pekanbaru.tribunnews.com/2015/10/26/konsentras
i-pm10-bergerak-fluktuatif-dan-cenderung-meningkat.
48
satunya adalah dengan melontarkan dukungan dengan
menggencarkan tagar (tanda pagar) #MelawanAsap.
Dampak yang tak kalah menyita perhatian adalah
konflik antara penduduk tempatan dengan perusahaan
perekebunan kelapa sawit3. Ekspansi perkebunan sawit di
berbagai daerah-daerah dindonesia terus meluas, masyarakat
khawatir dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan.
Namun, penolakan-penolakan dari masyarakat, terkadang
dijawab dengan intimidasi dari perusahaan tersebut, dan
bukan tidak mungkin berujung penangkapan masyarakat
yang telibat dalam sengketa tersebut oleh kepolisian.
3
Lihat: Konflik warga dan perkebunan
sawit.http://www.mongabay.co.id/tag/konflik-warga-dan-
perkebunan-sawit/page/2/.
49
BAB III
Teknologi Komunikasi
52
3.1 Sejarah Perkembangan Teknologi Komunikasi
Dengan munculnya masyarakat informasi, muncul
pula ekonomi informasi. Industri pabrik berubah menjadi
industri informasi. Kemajuan teknologi komunikasi
menyangkut semua unsur dalam prosesnya, baik pula pada
teknologi pengirim, penyalur, pembagi atau penerima pesan
yang membawakan informasi kepada orang yang dituju.
Menurut Alvin Tofler dalam bukunya The Third Wave,
perkembangan ini dinamai dengan gelombang ketiga (1980).
Tofler membagi sejarah umat manusia menjadi tiga
gelombang (Sitompul, 2002: 8-9), yakni:
a. Gelombang pertama antara tahun 800 SM-1700 M
disebut juga gelombang pembaruan. Manusia
menemukan dan menerapkan teknologi pertanian. Tanah
merupakan dasar bagi kegiatan ekonomi, kehidupan
sosial budaya, struktur sosial dan politik. Hubungan antar
manusia sangat akrab, personal, dan komunikasi bersifat
sederhana, tulisan sebagai alat bantu. Kemudian struktur
ini diubah secara total oleh datangnya peradaban industri
gelombang kedua.
b. Gelombang kedua mulai berimpit dengan revolusi
industri. Manusia beralih keenergi terbaru seperti
minyak, batu bara, dan gas. Mulai ditemukan mesin uap
yang kemudian dipadukan dengan pabrik yang
53
menghasilkan barang-barang produksi. Industri
bersandar pada kegiatan produksi massal. Hubungan
manusia menjadi impersonal, komunikasi dikuasai oleh
media massa. Gelombang ini akhirnya tergusur oleh
gelombang ketiga.
c. Gelombang ketiga adalah peradaban yang didukung oleh
kemajuan teknologi komunikasi dan pengolahan data,
penerbangan dan aplikasi angkasa luar, energi alternatif
dan energi terbarukan serta rekayasa genetik dan
bioteknologi, dengan komputer dan mikro teknik sebagai
teknologi intinya. Pada era ini jaringan komunikasi, data
dan informasi, komputer, latihan dan teknologi
modernlah yang terpenting. Informasi merupakan faktor
penentu. Jika pada gelombang kedua mengutamakan
kekuatan fisik manusia, pada gelombang ketiga
menekankan pada kekuatan pikiran. Kehebatan
gelombang ketiga ini melanda negara-negara yang
sedang berkembang. Kemajuan teknologi informasi dan
informasi di satu sisi telah berhasil mengatasi hambatan
ruang dan waktu, di sisi lain ternyata mempertajam
ketidakseimbangan.
Proses sejarah panjang penemuan, penyempurnaan
dan pengembangan komunikasi manusia itulah yang secara
54
langsung akan mempengaruhi bentuk teknologi komunikasi
yang dapat kita nikmati saat ini.
Pandangan lain, lebih spesifik dari pandangan
Tofler dengan karya “gelombang ketiga (1980)” nya. Ada
beberapa era yang dapat dijadikan dasar pijakan untuk
melihat sejarah perkembangan teknologi komunikasi atau
komunikasi massa. Menurut Melvin DeFleur dan Sandra J.
Ball-Rockeach, bukunya Theories of Mass Communication,
1989 (dalam Nurudin, 2011:41) ada lima perkembangan
komunikasi massa:
a. Zaman penggunaan tanda dan isyarat sebagai alat
komunikasi (the age of signs and signal)
b. Zaman digunakan percakapan dan bahasa sebagai alat
berkomunikasi (the age of speech and language)
c. Zaman digunakannya tulisan sebagai alat komunikasi
(the age of writing)
d. Zaman digunakannya media cetak sebagai alat
komunikasi (the age of print)
e. Zaman digunakannya media massa sebagai alat
komunikasi (the age of mass communication).
Meskipun tahapan-tahapan tersebut menjadi
perdebatan sampai saat ini. dalam (Koentjaraningrat, 2009),
perdebatan muncul dilihat dari hakikat asal sejarah dan
evolusi manusia. Tahapan tersebut dapat dijadikan patokan
55
untuk melihat sejarah komunikasi manusia. Pengertian
manusia dan kebudayaan inilah yang menyebabkan
terjadinya perdebatan.
Dalam antropologi, kajian tentang manusia dan
masyarakat, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati,
baik yang sedang berkembang maupun yang sudah punah.
Pengertian manusia dalam antropologi sangat luas sekali,
batasan manusia adalah kebudayaan, dan kebudayaan adalah
sesuatu hal yang berkaitan dengan akal. Artinya bahwa
manusia di katakan manusia apabila ia telah mengenal
kebudayaan. Kebudayaan berevolusi secara lambat, sejajar
dengan evolusi organismenya, dan baru duaratus ribu tahun
kemudian tampak sedikit kemajuan, ketika dari penemuan
alat-alat sekitar fosil-fosil homo neandertal.
Oleh karena itu melihat perkembangan manusia dan
teknologinya dari zaman ke zaman, adalah keniscayaan yang
tidak bisa dihindari, semakin cerdas manusia, semakin
kompleks dan rumit komunikasi yang dilakukan.
Sudut pandang dalam pembangunan juga memiliki
fase-fase yang hampir sama dengan perkembangan teknologi
komunikasi, yang sebenarnya mustahil dipisahkan antara
konsep pembangunan dengan teknologi informasi dan
komunikasi. Karena pembangunan dan teknologi informasi-
komunikasi adalah bagian yang dihasilkan dari kehidupan
56
bersama yang menghasilkan kebudayaan. Pembangunan
adalah tujuan dari dihasil dari sistem teknologi yang
merupakan salah satu unsur dari tujuh unsur kebudayaan.
W.W Rostow membagi lima tahap pembangunan
(Budiman, 2000) yaitu:
a. Masyarakat tradisional, masyarakat dalam tahap ini
belum memahami ilmu pengetahuan secara luas dan
masih mempercayai kekuatan-kekuatan mistis di luar
kemampuan manusia. Manusia demikian tunduk dengan
alam dan belum bisa menguasai alam, akibatnya
produksi cenderung terbatas, mesyarakat yang cenderung
statis, tidak ada investasi dan pola serta tingkat
kehidupan antar generasi hampir sama.
b. Pra-kondisi untuk lepas landas, masyarakat tradisional
bukan tidak bergerak, hanya sangat lambat. Pergerakan
masyarakat tradisional ini kemudian akan mencapai pada
posisi prakondisi untuk lepas landas. Keadaan ini
(biasanya) terjadi karena adanya campur tangan dari
pihak luar. Pada tahap ini terjadi usaha untuk
meningkatkan tabungan, investasi pada sektor-sektor
produktif yang menguntungkan, dan meningkatkan
produksi di segala bidang.
c. Masa lepas landas, periode ini ditandai dengan
tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi
57
proses pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi ini
tabungan dan investasi menjadi meningkat dan stabil.
Industri-industri mulai berkembang dan peningkatan
dalam produksi pertanian.
d. Bergerak ke kedewasaan, proses kemajuan setelah lepas
landas ini ditandai dengan investasi yang terus-menerus,
meskipun kadang terjadi pasang surut. Industri
berkembang sangat pesat dan produksi meningkat.
Ekspor barang-barang mengimbangi impor.
Perkembangan industri tidak hanya meliputi teknik-
teknik produksi, tetapi juga dalam aneka barang yang
diproduksi, dan buka hanya terbatas pada barang yang
dikonsumsi tetapi juga barang modal.
e. Zaman konsumsi massal yang tinggi, konsumsi massal
yang tinggi-konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan
pokok untuk hidup tetapi meningkat ke kebutuhan yang
lebih tinggi. Pada periode ini investasi mencapai tahap
kedewasaan. Pembangunan merupakan proses yang
berkesinambungan yang dapat menopang kemajuan
secara terus menerus. Tahapan pembangunan Rostow
diatas didasarkan pada diktonomi masyarakat tradisional
dan masyarakat modern.
58
3.2. Perkembangan Teknologi Komunikasi di
Indonesia
Dewasa ini begitu pesat perkembangan teknologi
informasi di Indonesia. Dengan berkembangnya teknologi
informasi yang pesat ini, peran serta dari masyarakat sangat
besar dalam perkembangannya. Teknologi informasi juga
membantu hubungan antar masyarakat menjadi lebih mudah
dan efisien. Dalam kehidupan sosial bermasyarakat peran
teknologi informasi memberikan memberikan manfaat yang
besar bagi kehidupan manusia. Teknologi informasi
mempunyai dampak positif dan negatif bagi kehidupan sosial
di Indonesia.
Dampak positif teknologi informasi tentu yang
diharapkan dalam kehidupan sosial, seperti masyarakat yang
mulai mendapatkan informasi mengenai berita apapun
dengan memanfaatkan media online. Majalah atau pun koran
sudah mulai ditinggalkan. Selain itu dampak teknologi
informasi juga mempengaruhi dari berbagai bidang, seperti
bidang transportasi dapat diimplementasikan pembuatan E-
Toll Card (kemudahan pembayaran tol) yang sekarang juga
sudah mulai diterapkan di Jakarta. Dalam bidang bisnis,
pemanfaatan teknologi E-Commerce sangat membantu para
pengusaha dalam menjalankan usahanya. Dengan teknologi
ini tidak perlu lagi proses jual beli secara face to face, namun
59
cukup dengan bantuan jaringan internet semua proses bisa
dilakukan dengan efisien. Kemudian dari bidang pendidikan
dengan adanya E-Learning memungkinkan proses belajar
mengajar dari jarak jauh sehingga menjadi lebih efektif dan
efisien. Masih banyak lagi dampak positif dari
berkembangnya teknologi informasi di masa datang. Orang
yang dulunya tidak tahu tentang sesuatu, sekarang menjadi
tahu; orang yang dulunya bodoh, sekarang menjadi pintar;
orang yang dulunya sangat kolot, sekarang menjadi gaul; dan
orang yang dulunya fanatisme buta, sekarang menjadi lebih
toleran.
Namun kemajuan teknologi juga mempunyai
dampak negatif pada aspek sosial budaya seperti kenakalan
dan tindak penyimpangan dikalangan remaja dengan
mengakses situs porno, dan oknum-oknum yang salah
menggunakan media facebook sebagai media porstitusi yang
jelas dapat merusak moral para generasi muda. Dampak
negatif lain dari teknologi di masa depan juga melemahkan
rasa gotong royong dan tolong menolong sebagaimana ini
menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Orang yang dulu
sangat agamis, sekarang lebih sekuler, orang yang dulu
berjiwa gotong-royong sekarang menjadi sangat
individualistis, orang yang dulu sangat familiar sekarang
menjadi kurang bersahabat, orang yang dulu sangat sopan
60
ramah dan tawaduk sekarang sangat arogan, orang yang dulu
sangat produktif sekarang menajadi lebih konsumtif, dan
seterusnya.
Dampak kehidupan sosial di masa depan jika kita
terbawa dampak negatif mungkin akan melemahnya rasa
gotong-royong, komunikasi menjadi lebih mudah sehingga
tidak perlu tatap muka, dan dengan kemudahan yang
diberikan oleh teknologi tersebut yang apaun pekerjaan bisa
dikerjakan dengan komputer sehingga manusia akan menjadi
malas. Sedangkan dari dampak positifnya, yaitu kefektifan
dari segi biaya dan waktu, misal kemajuan teknologi dibidang
pendidikan dimana bisa mengajar dari jarak jauh sehingga
meminimalkan biaya dan waktu.
61
BAB IV
Relevansi Teori Komunikasi
dalam Pembangunan
63
langsung dan simultan. Ada dua bentuk teori komunikasi
antarpribadi yang digunakan dalam buku ini, sebagai berikut:
64
Selanjutnya, Fastinger juga menyebutkan dua situasi
umum menyebabkan munculnya dinsonansi, yaitu ketika
terjadi peristiwa atau informasi baru dan ketika sebuah opini
atau keputusan yang harus dibuat. Dimana kongisi dari
tindakan yang dilakukan berbeda dengan opini atau
pengetahuan yang diarahkan ketindakan lain. Fastinger juga
menyebutkan ada 4 (empat) sumber dinsonansi dari situasi
tersebut, yaitu:
a. Inkonsistensi logika (logical incostency), yaitu logika
berfikir yang mengingkari logika berfikir lain, misalnya
akan ada seseorang yang akan membawa Indonesia
keluar dari krisis yang melanda, namun juga percaya
Indonesia sulit untuk keluar dari krisis yang dialami.
b. Nilai budaya (cultural value), yaitu bahwa kongisi yang
dimiliki seseorang dari suatu budaya kemungkinan akan
berbeda dibudaya lainnya, misalnya sebagian besar
warga Indonesia yang mengetahui bahwa makan dengan
menggunakan tangan didaerahnya adalah suatu hal yang
wajar dinsonansikan dengan kenyataan bahwa hal
tersebut tidak wajar pada etika budaya di Inggris.
c. Opini umum (opinion generality), yaitu dinsonansi
mungkin muncul karena sebuah pendapat yang berbeda
dengan yang menjadi pendapat umum, misalnya seorang
anggota partai yang dianggap publik pasti akan
65
mendukung kandidat dalam partai yang sama, ternyata
lebih memilih kandidat dari partai lain yang merupakan
lawan dari partainya.
d. Pengalaman masa lalu (pas experience), yaitu dinsonansi
akan muncul bila sebuah kongisi tidak konsisten dengan
pengalaman masalahnya, misalnya seorang yang
mengetahui bahwa apabila hari hujan maka rumahnya
akan banjir, banjir akan mengalami dinsonansi ketika
suatu hari ternyata rumah tersebut tidak mengalami
kebanjiran.
67
antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi
antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Michael burgoon mendefinisikan komunikasi
kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga
orang atau lebih, dengan tujuan yang telah di ketahui, seperti
berbagai informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang
mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik
pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua
definisi komunikasi kelompok diatas mempunyai kesamaan,
yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan
rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok (Abu
Huraerah dan Purwanto, 2006:34).
Hal sama juga disampaikan (Effendy, 1986:8)
bahwa Komunikasi kelompok (group communication)
termasuk komunikasi tatap muka karena komunikator dan
komunikan berada dalam situasi saling berhadapan dan saling
melihat. Komunikasi kelompok adalah komunikasi dengan
sejumlah komunikasi. Karena jumlah komunikan itu
menimbulkan konsekuensi, jenis ini diklasifikasikan menjadi
komunikasi kelompok kecil dan kelompok komunikasi besar.
Dasar pengklasifikasiannya bukan jumlah yang dihitung
secara matematis, melainkan kesempatan komunikan dalam
menyampaikan tanggapannya.
68
Dapat dimaknai bahwa kelompok merupakan bagian
yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas sehari-hari.
Kelompok merupakan wahana bagi setiap orang untuk dapat
mewujudkan harapan dan keinginannya berbagi semua
informasi dalam hampir semua aspek kehidupan. Ia bisa
merupakan media untuk mengungkapkan persoalan-persoalan
pribadi, dapat merupakan sarana meningkatkan pengetahuan
anggotanya dan tentunya jika dikaitkan dengan konsep
pembangunan, maka komunikasi kelompok merupakan alat
untuk memecahkan persoalan-persoalan yang berada didalam
masyarakat, tentunya pemecahan persoalan tersebut
dijalankan dan dilaksanakan oleh para pemangku
kepentingan dengan strategi, regulasi, dan pemberdayaan,
guna pemenuhan hajat hidup orang banyak. Beberapa bentuk
teori komunikasi kelompok yang digunakan dalam buku ini,
sebagai berikut:
72
Menurut Newcomb, tingkah laku komunikasi
terbuka antara A dan B dapat diterangkan melalui kebutuhan
mereka untuk mencapai keseimbangan atau keadaan simetris
antar asatu sama lain dan juga terhadap X. Komunikasi
terjadi karena A harus berorientasi pada B, pada X dan
orientasi B pada X. Untuk mencari keadaan yang simetris, A
berusaha untuk melengkapi dirinya dengan informasi tentang
orientasi B terhadap X dan ini dapat dilakukan melalui
interaksi.
Oleh karena itu keseimbangan atau keadaan simetris
perlu dicari, A mungkin terdorong untuk mempengaruhi atau
mengubah orientasi B terhadap X, jika A menemukan
keadaan yang tidak seimbang di antara mereka. B dengan
sendirinya juga akan mempunyai dorongan yang sama
terhadap orientasi A. Besarnya pengaruh yang akan
ditanamkan oleh A dan B terhadap satu sama lain, serta
kemungkinan usaha masing-masing dalam meningkatkan
keadaan simetris melalui tindakan komunikasi akan
meningkat pada saat daya tarik (L dari Heider menunjukan
daya tarik), dan insensitas sikap terhadap X meningkat
(Goldberg dan Larson, 1985:51).
73
Newcomb, 1953
X
Topic
B A
Message Message
Receiver Sander
Gambar 4.I
Model Newcomb bekerja dalam
format segitiga atau sistem ABX
A : Sander (Source)
B : Receiver
X : Topic
Keterangan:
1. Hubungan antara A dan B adalah seperti Mahasiswa dan
Dosen, X adalah Pemerintah. Atau Surat Kabar (A/S)
dan Pembaca Umum (B/R), dan Kebijakan ( X/T).
2. Sender (S) dan Receiver (T) dapat bekerja dalam aliran
yang sama tapi saat yang sama beberapa faktor seperti
“X” dapat mempengaruhi aliran hubungan mereka.
3. Hubungan “X” mungkin orang ketiga, masalah, topik
atau kebijakan
74
4.2.3 Teori Perbandingan Sosial Fastinger
Dalam teorinya Fastinger membedakan antara
kenyataan fisik dengan kenyataan sosial. Apabila pendapat,
sikap, dan keyakinan kita dapat diukur secara fisik, berarti
kita berhubungan dengan kenyataan fisik, sehingga kita tidak
perlu lagi berkomunikasi. Akan tetapi bila pendapat, sikap
atau keyakinan kita tidak didasarkan pada kejadian yang
mudah diukur, dan kalau dapat ditemukan bukti-bukti yang
mendukung atau mungkin membantah pendapat serta sikap
keyakinan tersebut, maka kita berhubungan dengan keadaan
sosial, dan ini dapat diukur dengan baik dengan cara
berkomunikasi dengan orang lain yang kita anggap penting
bagi kita.
Jadi komunikasi acapkali timbul karena adanya
kebutuhan-kebutuhan individu untuk membandikan pendapat,
sikap,keyakinan dan kemampuan mereka sendiri dengan
orang lain.
Menurut pendapat Fastinger, dorongan yang kita
rasakan untuk berkomunikasi tentang suatu kejadian dengan
anggota lain dalam kelompok akan meningkat bila kita
menyadari bahwa kita tidak setuju dengan suatu kejadian,
apabila kejadian itu makin menjadi penting dan apabila sifat
keterikatan kelompok juga meningkat. Sebagai suatu anggota
kelompok, kita lebih cenderung mengarahkan komunikasi
75
kita tentang suatu kejadian pada mereka yang kelihatannya
paling setuju dengan kita dalam hal kejadian tersebut.
Kita juga cenderung untuk mengurangi komunikasi
dengan mereka yang kita tidak ingin lagi ikut serta sebagai
anggota kelompok. Jika ternyata anggota kelompok yang
menjadi sasaran penyampaian pendapat-pendapat kita
menunjukan gejala akan berubah pikiran, maka dorongan
yang kita rasakan untuk berkomunikasi dengan individu
tersebut akan meningkat. Penjelasan tentang teori
perbandingan sosial dari Fastinger di atas disadur dari
Goldberg dan Larson (1985:52-53).
Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan
membandingkan diri dengan orang lain. Ada dua hal yang
akan dibandingkan:
1. Pendapat.
Contohnya: A berbeda pendapat dengan B, bisa saja A
yang mengubah B atau sebaliknya. perubahan pendapat
lebih mudah terjadi daripada perubahan kemampuan.
2. Kemampuan
Contohnya: Dalam perbandingan kemampuan terdapat
dorongan searah menuju keadaan yang lebih baik atau
kemampuan yang lebih tinggi. A mampu mendapat nilai
100, B mendapat nilai 70, maka B merasa harus
meningkatkan kemampuan agar dapat mendekati A.
76
Dalam proses perbandingan manusia cenderung
memilih orang sebaya atau rekan sendiri untuk menjadi
perbandingan. Untuk mendapatkan penilaian yang seimbang,
tidak berat sebelah terhadap apa yang dilakukan. Berhentinya
perbandingan jika perbedaan pendapat atau kemampuan
dalam kelompok terlalu besar,ada kecenderungan untuk
menghentikan perbandingan tersebut. Penghentian perbedaan
karena kemampuan akan menjadi ajang kompetitif yang
positif. Tapi penghentian perbandingan karena perbedaan
pendapat akan diikuti perasaan bermusuhan atau kebencian.
80
meluruskan mindset dan paradigma yang masih keliru dari
sistem otoritarian ke demokrasi.
Lewat pernyataan tersebut jelas terlihat bahwa
betapa pentingnya peran media massa dalam mendukung
kepemimpinan untuk melakukan kebijakan dan pembangunan
bangsa. Dari pernyataan media massa agar menjadi garda
terdepan sebagai jembatan atau penghubung kepada
masyarakat dalam memberikan pemahaman-pemahaman
tentang kehidupan berdemokrasi dan bernegara.
Komunikasi massa adalah proses komunikasi
melalui media massa untuk menyampaikan informasi pada
massa. Bittner (dalam Rakhmat 1996:188) menjelaskan: mass
communication is messages communicated through a mass
medium to a large number of people (komunikasi massa
adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa
pada sejumlah besar orang).
Definisi komunikasi massa oleh Baran dalam
bukunya Introduction to Mass Communication adalah the
process of creating shared meaning between the mass media
and their audience (Baran, 2010:6). Baran juga memaparkan
karakteristik komunikasi massa adalah pesan yang bisa
diidentifikasi, melalui teknik produksi dan tidak fleksibel.
Dari sisi komunikator, komunikator dalam komunikasi massa
jumlahnya banyak dan terdapat pada struktur organisasi.
81
Komunikan bersifat banyak dan heterogen. Umpan baliknya
terlambat dan inferensial (Baran, 2010:7).
Berangkat dari berbagai definisi tersebut, maka
komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang berada
dalam organisasi dengan diarahkan pada sejumlah khalayak
yang tersebar, heterogen, dan anonim sehingga pesan yang
bersifat umum dapat sampai secara serempak dan sementara.
Salah satu unsur komunikasi massa adalah media tempat
berlangsungnya proses komunikasi.
Media menyediakan megafon bagi individu dan
organisasi untuk bersuara, dan media massa: pers, radio dan
televisi telah menjadi saluran komunikasi publik yang
dominan selama satu abad terakhir. Sekarang kita hidup pada
era yang dilingkupi berita. Berita dan informasi saling
beririsan, berbenturan, dan menyatu secara online dan offline.
Organisasi media massa menggunakan media sosial, dan
media sosial menggunakan media massa untuk memperoleh
informasi dari masyarakat, dan masyarakat menyebarkan
kembali konten profesional. Pembuat konten profesional
menggunakan media sosial.
83
kita kembali, dan yang terakhir ketujuh, media merupakan
pembatas yang menghalangi kebenaran”.
Sementara itu menurut jay Black dan Fredrick C.
Whitney, 1998 (dalam Nurudin, 2011:13) “mass
communication is process whereby mass-produced message
are transmitted to large anonymous, and heterogeneous
messes of receivers. “Komunikasi massa adalah sebuah
proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massal itu
disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim
dan heterogen”.
Banyak sekali definisi tentang komunikasi massa
yang dikemukakan para ahli komunikasi, ini dikarenakan
sudut pandang dan titik tekan yang berbeda dari para ahli
dalam mendefinisikan komunikasi massa. Namun dari sekian
banyak definisi itu ada kesamaan bahwa pada dasarnya
komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
(Nurudin, 2011:4)
Menurut Stanley J. Baran dalam bukunya
Introduction to Mass Communication: Media Literacy and
Culture (dalam Morissan 2010:8), teori komunikasi
merupakan penjelasan atau perkiraan terhadap gejala sosial
yang berupaya untuk menghubungkan komunikasi massa
kepada aspek kehidupan kultural dan sistem sosial. Dalam
memahami teori komunikasi massa perlu kita memahami
84
bahwa; tidak ada teori tunggal dalam memahami komunikasi
massa, teori komunikasi massa sering meminjam
pengetahuan dari disiplin ilmu lainnya, teori komunikasi
merupakan konstruksi manusia (human construction) dan
komunikasi massa bersifat dinamis.
Salah satu unsur komunikasi massa adalah media
tempat berlangsungnya proses komunikasi. Media massa
adalah sarana untuk mentransfer dan menyebarkan informasi
secara massal dan dapat diakses secara luas. Menurut
Tambukara (2012:13), media massa adalah institusi yang
menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan
lainnya melalui produk media massa yang dihasilkan. Fungsi
dari institusi media, yaitu sebagai saluran produksi dan
distribusi konten simbolis, sebagai institusi publik yang
bekerja sesuai aturan yang ada, keikutsertaan baik sebagai
pengirim atau penerima sukarela, menggunakan standar
profesional dan birokrasi, dan media sebagai perpaduan
antara kebebasan dan kekuasaan.
85
atau individu yang memberikan pengaruh pada media massa,
yaitu sebagai berikut:
a. Supra-Nasional (lembaga regulasi internasional atau
perusahaan multi-nasional.
b. Pemerintah (termasuk partai politik).
c. Industri Media (perusahaan media pesaing, pemasang
iklan, dan lain-lain).
d. Supra-Organisasi (rantai bisnis dan konglomerasi)
e. Komunitas (kota, bisnis lokal).
f. Intra-Organisasi (kelompok atau departemen dalam
organisasi).
g. Individu (peran, latar belakang sosial, sikap pribadi, jenis
kelamin, etnis dan lain-lain).
Kita sering kali hanya melihat bahwa media massa
sangat tergantung pada manajemen redaksi, hal ini
sebenarnya salah. Manajemen perusahaan juga berpengaruh
sangat besar, marketing, iklan, finansial, sirkulasi dan
distribusi adalah deretan tanggung jawab manajemen
perusahaan. Orientasinya jelas, bahwa produk media harus
bias dipasarkan untuk menghasilkan sumber pemasukan
modal, perolehan iklan terlihat nyata memberikan konstribusi
langsung pada pemasukan, keuangan harus dialokasikan
kepada gaji pegawai, pengadaan dan pemeliharaan sarana
86
prasarana, dan oprasionalisasi perusahaan diatur berdasarkan
prinsip ekonomis.
Bisa jadi kepentingan manajemen perusahaan akan
berbenturan dengan kepentingan manajemen redaksi, bagi
redaksi prinsip jurnalistik atau prinsip pers menjadi acuan
utama, produk media massa haruslah member manfaat
kepada masyarakat sesuai dengan fungsi pers sebagai saluran
informasi, pendidikan, hiburan, dan control sosial serta
menjalankan fungsi pengawasan. Ini menandakan bahwa
peluang perbenturan kepentingan akan semakin tinggi.
Komunikator massa bekerja dibawah tekanan yang
berasal dari peran kekuatan (power roles), termasuk
pemasang iklan (klien), pesaing (dari media lain), pihak yang
berwewenang (khususnya terkait dengan hukum dan politik),
para ahli, lembaga lainnya dan audien.
89
Dalam pemikiran ini, dilanjutkan oleh Morissan
(2010:38) ada tiga asumsi yang kita ambil menjadi gagasan
dalam landasan teori tersebut, yaitu:
a. Media mempengaruhi setiap perbuatan atau tindakan
dalam masyarakat (media infuse every act and action in
society). Asumsi ini menekankan bawa manusia tidak
dapat lari dari media, dan media mampu memberikan
pengaruh dalam setiap lini kehidupan manusia dan
masyarakat.
b. Media meperbaiki persepsi kita dan meneglola
pengalaman kita (media fix our perceptions and organize
our experiences). McLuhan menyatakan menegaskan
bahwa manusia secara langsung dipengaruhi oleh media
dan media memiliki kekuatan besar dalam
mempengaruhi pandangan kita terhadap dunia, seperti
jika seseorang menonton televisi yang menayangkan
berita, maka kemungkinan besar akan menceritakan hal
yang ditonton tersebut kepada orang lain, dan orang yang
menonton tersebut yang telah dan terpengaruh tersebut
telah memulai harinya berdasarkan apa yang ia tonton.
misalnya ia menonton berita mengenai perampokan yang
disertai pembunuhan, maka ia akan bersikap lebih
waspada dan mudah curiga terhadap orang lain yang
baru dikenalnya akibat menonton berita mengenai
90
kejahatan, orang menjadi termanipulasi oleh televisi dan
sistem kepercayaan seseorang tampaknya juga dapat
dipengaruhi secara negatif oleh televisi. McLuhan juga
menyatakan bahwa televisi memberikan pengaruh besar
dalam perubahan nilai-nilai kekeluargaan.
c. Media mengikat dunia bersama-sama (media tie the
world together). McLuhan menggunakan istilah
perkampungan global (global village) yaitu suatu kondisi
dimana media mengikat dunia menjadi suatu sistem
sosial: politik, ekonomi, hukum, budaya, kesehatan, dan
sebagainya menjadi sebuah budaya yang global.
Menurutnya media mampu menjadikan dunia tak lebih
dari sebuah desa atau kampung.
92
b. Apa, yaitu isi pesan
Faktor apa mengacu pada argumentasi yang
dikemukakan dan kekhawatiran yang timbul dari pesan.
c. Kepada siapa, yaitu karakteristik atau sifat audien.
Faktor kepada siapa mencakup hal-hal, seperti
kepribadian audien dan mudah atau tidak audien untuk
dipengaruhi.
Dalam penelitian ini, Hovland mengukur pendapat
bagaimana yang ditunjukkan oleh skala perubahan sikap yang
diberikan sebelum dan sesudah penerimaan pesan. Penjelasan
lebih lanjut dalam penelitian Hovland tersebut menemukan
dua jenis kredibilitas sumber pesan, yang terdiri dari atas
keahlian (experness) dan sifat (character). Sumber pesan
yang memiliki keahlian adalah mereka yang tampaknya
mengetahui apa yang mereka katakan, sedangkan sifat
sumber pesan ditentukan berdasarkan penilaian terhadap
kejujuran dan ketulusan kepada sumber pesan. Penelitian
menunjukan bahwa keahlian merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dari pada sifat dalam mendorong perubahan
pendapat. Namun demikian, efek persuasif yang dihasilkan
tidak lama.
Para peneliti menemukan bahwa dalam waktu
beberapa minggu tidak ada lagi perbedaan antara sumber
pesan dengan kredibilitas tinggi dengan sumber pesan
93
kredibilitas rendah, hal ini sebagai efek penidur (sleeper
effect). Orang seringkali lupa dimana mereka pertamakali
mendengarkan atau membaca suatu ide atau gagasan. Namun
demikian, penelitian ini telah menunjukan kepada kita bahwa
kredibilitas memberikan pengaruh terhadap hubungan antara
pesan dan sumber.
95
yang mempengaruhi masyarakat dan lingkungannya. Untuk
itu kita bisa melihat Harold. D. Lasswell, (1948):
a. Media berfungsi untuk memberi tahu audien mengenai
apa yang terjadi disekitar mereka.
b. Melalui pandangan yang diberikan terhadap media,
berbagai hal terjadi maka audien dapat memahami
lingkungan sekitarnya secara lebih akurat (corelation of
environmental part)
c. Pesan media berfungsi menyampaikan tradisi dan nilai-
nilai sosial kepada generasi audien selanjutnya (transmit
social norms and customs). Penyampaian warisan sosial
ini, menurut Lasswell merupakan fungsi media yang
dinilai paling kuat.
Untuk mendiskusikan lebih lanjut uses and
gratifications, para ahli megembangkan empat model
pendekatan (Morissan, 2010:85-87):
a. Model transaksional (McLeod & Backer, 1974)
Tedapat dua faktor yang dapat menghasilkan efek pada
diri audien ketika mereka menggunakan dan
mengkonsumsi media, yaitu karakteristik pesan dan
orientasi psikologis individu. Menggabungkan model
efek langsung dengan perbedaan individu. Terpaan
media terhadap diri individu akan menghasilkan efek
besar selama orientasi psikologis audien
96
memungkinkan untuk itu. Misalnya, berita mengenai
rencana pemerintah untuk menaikan gaji guru tentunya
akan memberikan efek lebih besar kepada audien yang
berprofesi sebagai guru dibandingkan profesi lainnya.
Dalam hal ini, kenaikan gaji guru memberikan efek
langsung kepada guru. Sedangkan profesi guru menjadi
pembeda antara satu kelompok audien dengan
kelompok lainnya, sekaligus menunjukkan orientasi
psikologis yang juga berbeda.
b. Model pencarian kepuasan dan aktivitas audien (A.
Rubin & Perse, 1987).
Jenis kepuasan tertentu yang dicari serta sikap audien
menentukan perhatian terhadap isi pesan dan media.
Efek yang ditimbulkan pada pikiran, emosi dan
perilaku audien bergantung pada keterlibatan mereka
terhadap pesan dan kehendak mereka berindak
(behavioral intention). Misalkan seseorang mahasiswa
yang memiliki prestasi dan atau kurang mampu akan
sangat antusias mengikuti informasi dari media tersebut
tentang kebijakan pemerintah yang memberikan
bantuan beasiswa sesuai dengan kreteria yang telah
ditetapkan dan kreteria yang telah ditetapkan tersebut
ada diri audien.
c. Model pengharapan (Palmgreen & Rayburn)
97
Dalam kerangka pemikiran model ini, kepuasan yang
dicari dari media ditentukan oleh sikap audien terhadap
media itu sendiri. Suatu sikap terdiri atas kumpulan
kepercayaan dan juga evaluasi, sebagai contoh jika
seseorang percaya bahwa situted comedy ditelevisi
dapat memberikan hiburan dan ia suka dihibur, maka ia
akan mencari pemuasan terhadap kebutuhannya
tersebut dengan menonton program drama komedi
tersebut. Namun sebaliknya ia akan menghindari jika
program drama komedi tersebut tidak sesuai dengan
pandangan hidup realistisnya.
d. Model penggunaan dan ketergantungan (A. Rubin,
Windahl, 1986)
Pendekatan ketergantungan terhadap media mula sekali
diutarakan oleh Sandra Ball-Rockeach dan Malvin
DeFleur mengenai kekuatan media massa dalam
mempengaruhi audien karena adanya sifat
ketergantungan audien terhadap isi media massa.
Rokeach dan DeFleur mengemukakan dua faktor yang
mentukan ketergantungan seseorang terhadap media:
1. Seseorang akan lebih bergantung kepada media
yang dapat memenuhi sejumlah kebutuhannya
sekaligus dibandingkan dengan media yang hanya
mampu memenuhi beberapa kebutuhan saja.
98
Termasuk faktor yang dipengaruhi oleh
karakteristiknya, misalkan sesorang yang memiliki
gangguan kesehatan sehingga tidak bisa pergi
kemana-mana akan bergantung pada media seperti
televisi untuk mendapatkan hiburan.
2. Perubahan sosial dan konflik yang terjadi
dimasyarakat akan menyebabkan perubahan pada
institusi, kepercayaan dan kegiatan yang sudah
mapan. Situasi sosial yang bergejolak (perang,
bencana, kerusuhan dan lain-lain) dapat
menyebabkan perubahan perubahan pada konsumsi
media, misalnya orang lebih bergantung pada
media untuk mendapatkan informasi dan berita.
Pada situasi sosial yang stabil kebutuhan media
juga akan berubah, dimana orang lebih menyukai
program hiburan.
Dalam pemahaman penulis teori uses and
gratification dilihat dari cara pandang diri tehadap
lingkungannya yang akan mempengaruhi cara
berfikir (kognitif), bersikap (afektif) dan
bertingkah laku (konatif), yang terintegrasi
kedalam kebutuhan-kebutuhan. Kebutuhan tersebut
berkaitan dengan upaya memenuhi keinginan dan
harapan, menghindar dari tekanan dan ketegangan,
99
sehingga kebutuhan yang besar akan menyebabkan
ketergantungan. Ketergantungan seseorang
terhadap media berbanding lurus dengan efek yang
ditimbulkan media terhadap orang bersangkutan.
Mengutip isi buku M.M Miller dan Stephen D.
Reese (1982), dalam bukunya Media Depedency as
Interaction: Efect of Exposure and Reliance on
Political Activity an Efficacy. Dalam penelitiannya
terhadap efek politik nenemukan bahwa efek media
semakin besar terjadi pada mereka yang lebih
bergantung kepada media dibandingkan dengan
mereka yang tidak.
101
efek televisi pada kehidupan sehari-hari dan pandangan
dunia.
Televisi telah jelas berubah pada berbagai tingkatan.
Tapi perubahan ini dangkal. Nilai-nilai yang mendasarinya,
demografi, ideologi, dan hubungan kekuasaan telah terwujud
hanya sedikit fluktuasi dengan hampir tidak ada yang
penyimpangan signifikan instalasi dari waktu kewaktu,
meskipun sebenarnya perubahan-perubahan sosial yang telah
terjadi. Teori kultivasi juga telah mengembangkan ide-ide
tentang bagaimana kita melihat televisi. Secara khusus,
mereka berpendapat bahwa “pemirsa menonton oleh jam”
(Gerbner, 1990:54). Teori kultivasi bersikukuh dengan
berpendapat bahwa budaya bukan rangsangan atau model
respons sederhana, model perubahan satu arah, atau model
penguatan (Morgan Signorielli, 1990).
Teori kultivasi paling sering diuji melalui
perbandingan isi televisi dan kepercayaan orang-orang
tentang sifat dari dunia. Pada awal dan mendefinisikan
pekerjaan Gerbner dan rekan-rekannya, kedua potongan teka-
teki yang disebut sebagai analisis isi dan analisis indikator
budaya. Langkah pertama untuk menguji teori budidaya
adalah penentuan konten televisi melalui conten analisis.
Kedua, pengujian proses kultivasi melibatkan individu
menilai keyakinan tentang dunia seperti apa dunia. Kemudian
102
analisis kultivasi diuji hipotesis yang terdiri dari
perbandingan antara keterangan penonton televisi dan
pemirsa televisi berat.
Jika pemirsa televisi berat cenderung memberikan
jawaban yang lebih sesuai dengan tanggapan televisi, peneliti
akan memiliki dukungan untuk hipotesis kultivasi. Beberapa
yang paling awal dari kritik teori kultivasi dicatat efek yang
relatif kecil yang ditemukan untuk proses kultivasi dan fakta
bahwa efek itu lebih jauh berkurang ketika mengendalikan
jumlah variabel demografis yang relevan (misalnya, umur,
jenis kelamin, pendidikan). Potter (1991, 1993) berpendapat
bahwa hubungan antara menonton televisi dan pandangan
dunia mungkin bukan linear dan simetris yang diduga oleh
satu teori kultivasi.
Dalam teori media dan masyarakat menjelaskan
mengenai beberapa teori yang berkaitan dengan sistem
penyampaian informasi oleh media terhadap opini publik dan
perubahan masyarakat. Mulai dari teori agenda setting, teori
spiral of silence dan teori mengenai kultivasi.
Selain menjelaskan mengenai proses pengembangan
tiap-tiap teori serta pembagian proses teori, dalam buku ini
juga membahas kritikan dan sejumlah masukan mengenai
pengembangan teori yang disesuaikan dengan pengembangan
komunikasi.
103
Teori kultivasi merupakan teori yang
menggambarkan mengenai cara perkembangan perubahan
kebiasaan masyarakat yang disebabkan oleh media massa.
Dalam teori kultivasi lebih menitikberatkan pada pengaruh
siaran televisi. Teori kultivasi ini di awal perkembangannya
lebih memfokuskan pengkajiannya pada studi televisi dan
audiens, khusus memfokuskan pada tema-tema kekerasan di
televisi. Akan tetapi dalam perkembangannya teori tersebut
bisa digunakan untuk kajian di luar tema kekerasan. Teori ini
menitik beratkan pada asumsi yang akan terjadi pada
masyarakat dari penayangan siaran televisi yang ditonton.
Salah satu contohnya adalah pada siaran televisi
yang menayangkan kekerasan dan ditonton oleh anak-anak.
Jika proses kultivasi yang disampaikan oleh media massa
terutama televisi telah mengakibatkan perubahan sikap dalam
diri anak-anak. Mereka juga seakan-akan tidak tahu lagi apa
yang semestinya dilakukan oleh anak-anak, sehingga ini
mengakibatkan anak-anak seakan telah bersikap dewasa atau
dengan kata lain merasa dirinya bukan lagi di usia yang
sebenarnya. Siaran televisi ini akan berakibat baik bila pesan
yang disampaikan adalah pesan-pesan yang baik dan
bermoral. Sebaliknya, akan menjadi bahaya besar ketika
televisi menyiarkan program-program yang bobrok dan
amoral, seperti kekerasan dan kriminalitas.
104
Dalam teori kultivasi yang dijadikan penelitian
adalah dampak yang disebabkan oleh televisi terhadap
penerimaan oleh masyarakat. Pengembangan siaran televisi
yang mempengaruhi manusia untuk menjadikannya sebagai
suatu kebutuhan dalam mendapatkan informasi terkadang
juga telah mengakibatkan terpengaruhnya cara berfikir
audien mengenai sesuatu hal yang kemudian diterapkan
dalam kehidupan kesehariannya
106
menjadi opini minoritas, di kemudian hari dapat menjadi
dominan.
Karena kekuasaannya yang begitu besar, memiliki
dampak yang awet dan mendalam terhadap opini publik.
Media massa bekerja secara berkesinambungan dengan
menyuarakan opini mayoritas untuk membungkam opini
minoritas khususnya mengenai isu-isu budaya dan sosial.
Perbedaan anatara pandangan mayoritas dan
minoritas menurut Noelle-Neumann Pandangan mayoritas,
percaya bahwa mereka yang berada dalam kelompok
mayoritas memiliki kepercayaan diri untuk menyuarakan
pendapat mereka. Mereka akan menunjukan keyakinan
dengan memakai kancing, memasang stiker mobil, dan
mencetak pendapat mereka pada pakaian yang mereka
kenakan.
Orang-orang yang tidak terpengaruh oleh spiral
kebisuan ini ialah orang-orang yang dikenal sebagai avant
garde dan hard core. Yang dimaksud dengan avant garde di
sini ialah orang-orang yang merasa bahwa posisi mereka
akan semakin kuat, sedangkan orang-orang yang termasuk ke
dalam kelompok hard core ialah mereka yang selalu
menentang, apa pun konsekuensinya (Noelle-Neumann,
1984).
107
Studi yang belum lama ini dilakukan memberi
dukungan empirik pada teori spiral kebisuan. Dalam evaluasi
masalah-masalah yang dihadapi oleh suatu komunitas di
Waukegan-Illinois, Taylor (1982) menemukan bahwa orang-
orang yang merasa opininya mendapat dukungan mayoritas
akan lebih berani mengungkapkan pendapatnya.
Demikian juga dengan orang-orang yang merasa
bahwa opininya akan mendapat dukungan di kemudian hari
(misalnya kelompok avant garde). Dengan cara yang serupa,
Glynn dan McLeod (1985) menemukan bahwa persepsi
tentang apa yang dipercayai orang lain akan mempengaruhi
ekspresi opini dan pemungutan suara. Mereka juga
menemukan bahwa kelompok hard core di antara para
pemilih lebih suka mendiskusikan kampanye politik daripada
yang lain. Yang dimaksud dengan hard core di sini ialah
orang-orang yang secara eksplisit menyukai seorang kandidat
setelah melalui beberakali wawancara. Di samping itu, Glenn
dan McLeod (1985) melaporkan juga bahwa responden-
responden mereka lebih suka melibatkan diri dalam diskusi-
diskusi politik dalam suatu pertemuan, jika orang-orang lain
yang hadir di situ pandangannya sejalan dengan pandangan
mereka.
Noelle-Newman (1984) menyatakan bahwa
kekuatan media massa diperoleh dari: 1). Kehadirannya di
108
mana-mana (ubiquity). 2). Pengulangan pesan yang sama
dalam suatu waktu. dan 3). Konsensus tentang nilai-nilai kiri
di antara mereka yang bekerja dalam media massa, yang
kemudian direfleksikan dalam isi media massa.
113
d. Makna simbol dalam interaksi dapat bergeser dari tempat
dan waktu tertentu.
Atas dasar hal-hal tersebut di atas, berarti interaksi
simbolik merupakan model penelitian yang lebih cocok
diterapkan untuk mengungkap makna prosesi budaya sebuah
komunitas. Dari prosesi itu akan terungkap makna di balik
interaksi budaya antar pelaku, artinya, yang diharapkan
adalah pengungkapan proses budaya secara natural, bukan
situasi buatan. Harus juga disadari, bahwa interaksionis
simbolik tetap memiliki berbagai kelemahan dasar. Antara
lain, seringkali model penelitian ini kurang memperhatikan
masalah emosi dan gerak bawah sadar manusia dalam
interaksi.
Interaksionisme simbolik lebih memahami hal-hal
yang. kongkret dalam interaksi baru ditafsirkan, padahal di
balik jiwa manusia terdapat gelombang besar yang kadang-
kadang tidak tampak. Namun demikian, interaksionis
simbolik tetap memiliki kekuatan empiris yang patut dipuji.
Disamping itu, melalui pemaknaan simbol berdasarkan
interaksi, berarti penafsiran selalu berada pada konteksnya.
114
8. Teori Konstruksi Sosial Realitas (Peter Berger dan
Thomas Luckman)
Media adalah agen konstruksi, dalam pandangan
konstruksionis media bukanlah sekedar saluran bebas, ia juga
subjek yang mengkonstuksi realitas, lengkap dengan
pandangan, bias dan pemihakannya. Disini media dipandang
sebagai agen konstruksi sosial yang mendefenisikan realitas.
Teori konstuksi sosial realitas merupakan
pemgembagan dari ide dari pemikiran tradisi kultural yang
dipelopori oleh James Carey (1975) yang meyatakan,
“communication is a symbolic process whereby reality is
produced, maintained and transformed”. (komunikasi adalah
proses simbolik dimana realitas diciptakan, dipelihara,
diperbaiki dan diubah). Dengan kata lain bahwa masyarakat
dan kehidupan sosialnya terjadi karena adanya interaksi yang
didalamnya ada kontak sosial dan cara bagaimana
berkomunikasi untuk mencapai pengertian, pengalaman
sebagai manusia dan sebagai komunikator.
Komunikasi dengan pendekatan kultural ini
terinspirasi dari buku yang ditulis dua orang sosiolog
kenamaan, Peter L. Berger dan Thomas Luckman pada tahun
1966 berjudul “the social construction of reality” (Morissan,
2010:134). Teori ini sangat menarik dalam menjelaskan
115
bagaimana kebudayaan menggunakan tanda dan simbol
untuk membangun dan menjaga realitas yang seragam.
Dalam teori ini tidak secara langsung menyebutkan
istilah komunikasi massa dalam bukunya, namun ini penting
bagi yang ingin memahami dan mendalami konstruksi sosial
realitas lebih lanjut mengenai efek-efek iklan dimedia,
khususnya media massa dalam membentuk realitas politik.
Paradigma konstruksionis ini mempunyai posisi dan
pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang
dihasilkan. Konstruksionis memandang realitas kehidupan
sosial (dalam Eriyanto, 2011:43) “bukanlah realitas yang
natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi, karenanya
konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah
menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut
dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi dibentuk”.
Dalam bukunya Teori Komunikasi Massa: Media,
Budaya dan Masyarakat (Morissan, 2011:135)
mencontohkan, seorang politisi atau pejabat penegak hukum
mengatakan akan menindak tegas para pelaku kejahatan. Apa
yang dimaksud politisi atau pejabat itu tentang kejahatan?
Apa realita yang tergambar dikepala pejabat atau politisi itu
atau mungkin juga anda dan masyarakat tentang kejahatan?
Perkataan kejahatan memberikan arti atau tanda (signs) sepert
pencopetan, perampokan, narkoba, premanisme, yang
116
kesemuanya dianggap sebagai kejahatan masyarakat kelas
bawah (blue collar crimes). Singkatnya, jika terjadi pencurian
atau perampokan, maka itu menjadi tanda realita yang lain,
seperti laporan mengenai kejahatan kelas atas (white collar
crimes), misalnya korupsi, penyuapan, tidak membayar
pajak, kolusi dan nepotisme tidak dianggap suatu realita
kejahatan, walaupun pelakunya bisa jadi jauh lebih tinggi dari
kejahatan yang identik dengan kekerasan fisik tadi.
Atau contoh lain, misalnya kata sejahtera, apa realita
yang ditunjukan dengan kata itu. Apakah kata itu
menggambarkan munculnya berbagai perusahaan besar yang
mencari keuntungan finansial dan selalu meminta
pengurangan pajak dari pemerintah ataukah kesejahteraan itu
menyajikan realita mengenai janda miskin yang memiliki
anak, tidak bekerja dan meminta bantuan orang lain?
Dalam pemahaman penulis, dalam memahami dan
mencermati konstruksi sosial realitas ini sangat erat kaitannya
dengan cara menanggapi bagaimana individu dalam
memaknai tentang diri yang didapat melalui proses
internalisasi yaitu suatu proses pengenalan diri dalam
membentuk kepribadian, dan proses sosialisasi sebagai
bentuk proses diri belajar terhadap lingkungan, sehingga
mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai tanda-tanda
yang ada.
117
Berger dan Luckman, menyebutkan bahwa setiap
orang dalam menginterprestasikan nilai dari simbol berbeda-
beda, ada yang biasa-biasa saja dan ditempat yang lain
menganggap memiliki nilai lebih, namun demikian simbol
atau tanda itu tetap memberikan makna.
118
BAB V
Pembangunan Sosial
119
institusional masyarakat yang menjadi sasaran, di mana
anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas
perorangan dan institusional mereka untuk memobilisasi dan
mengelola sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan-
perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas
hidup sesuai dengan aspirasi mereka sendiri.
Apabila fungsi pembangunan disederhanakan, maka
ia dapat dirumuskan ke dalam tiga tugas utama yang mesti
dilakukan sebuah negara bangsa (nation-state), yakni
pertumbuhan ekonomi (economi growth), perawatan
masyarakat (community care) dan pengembangan manusia
(human development). Fungsi pertumbuhan ekonomi
mengacu pada bagaimana melakukan “wirausaha” (misalnya
melalui industrialisasi, penarikan pajak) guna memperoleh
pendapatan finansial yang diperlukan untuk membiayai
kegiatan pembangunan. Fungsi perawatan masyarakat
menunjuk pada bagaimana merawat dan melindungi warga
negara dari berbagai macam risiko yang mengancam
kehidupannya (misalnya menderita sakit, terjerembab
kemiskinan atau tertimpa bencana alam dan sosial).
Sedangkan fungsi pengembangan manusia mengarah
pada peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia yang
menjamin tersedianya angkatan kerja berkualitas yang
mendukung mesin pembangunan. Agar pembangunan
120
nasional berjalan optimal dan mampu bersaing di pasar
global, ketiga aspek tersebut harus dicakup secara seimbang
(Suharto, 2009: 5).
Pembangunan ekonomi yang belum terakomodasi
dengan meningkatkan derajat kemajuan sosial yang dan tidak
disertai dengan suatu tingkat yang memadai dari
pembangunan bidang sosial akan mengalami kegagalan
dalam mengharmonikan tujuan-tujuan pembangunan
ekonomi dan pembangunan sosial, serta juga menjamin
bahwa keuntungan dari kemajuan ekonomi tidak dapat
dirasakan oleh seluruh masyarakat (Midgley 1995:4).
Kegagalan yang terjadi adalah akibat dari kegagalan
dalam menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan
obyektifitas pembangunan bidang sosial, misalnya
pendapatan perkapita tinggi tetapi masih banyak yang
pengangguran, pembangunan perumahan yang masif tapi
perkampungan kumuh masih banyak, dan lainnya.
Midgley (1995:7) menegaskan bahwa untuk dapat
mengatasi permasalahan pembangunan yang terdistorsi ini
(distorted development) memang dibutuhkan perspektif baru
dalam upaya pembangunan. Perspektif baru tersebut adalah
perspektif pembangunan sosial. Sejalan dengan pemikiran
Midgley, Gidden (dalam Rusmana, 2009:26) yang
mengagendakan perubahan demokrasi sosial yang digagasnya
121
sebagai alur jalan ketiga sebagai gagasan altematif yang
selama ini mengusung sistem demokrasi sosial klasik dan
Neo-liberalisme. Nilai-nilai jalan ketiga ini adalah
persamaan, perlindungan atas mereka yang lemah, kebebasan
sebagai otonomi, tak ada hak tanpa tanggung jawab, tak ada
otoritas tanpa demokrasi, pluralisme kosmopolitan,
konservatisme filosofis.
Midgley (1995:25) pembangunan sosial
merupakan sebuah proses perubahan sosial yang terencana
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
menyeluruh, yang berhubungan dengan proses dinamis dalam
pembangunan ekonomi. Pembangunan sosial berupaya
menggantikan pendekatan yang bersifat residual dan
institusional yang mendominasi pemikiran di masa lalu.
Mengaitkan kesejahteraan sosial secara langsung
dengan kebijakan-kebijakan dan program pembangunan
ekonomi adalah merupakan bagian dari pendekatan
pembangunan sosial yang menekankan pembangunan yang
berpusat pada masyarakat (people-centered development),
pembangunan ini tentunya memiliki tujuan untuk
mewujudkan self-sustaining capacity dari masyarakat itu
sendiri, sehingga dapat membangun kesadaran dan
kemampuan masyarakat dalam seluruh proses pembangunan
tersebut guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
122
BAB VI
Paradigma Pembangunan Sosial.
4
Didit Susiyanto, https://trimongalah wordpress.com
124
ukur untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dinegara-
negara berkembang. Atas keberhasilan negara-negara eropa,
dan asia khususnya jepang dalam pembangunan ekonomi
maka banyak negara-negara berkembang mulai mengadopsi
pendekatan pembangunan ekonomi dalam meningkatkan
derajat kesejahteraan masyarakat disebuah negara.
Seiring dengan perkembangan waktu dalam
perubahan perekonomian dunia, indonesia mulai mencoba
menggunakan pendekatan pembangunan ekonomi guna
meningkatkan pendapatan negara dan pertumbuhan
perekonomian agar dapat bersaing dengan negara lainnya.
Dengan asumsi indonesia menggunakan pendekatan
pembangunan ekonomi dilandasi keberhasilan negara-negara
maju dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara
guna menunjang kesejahteraan warga negara, berbagai cara
mulai dilakukan oleh Indonesia untuk mengadopsi
pembangunan ekonomi melalui kerjasama dengan negara
maju guna menarik investor asing agar menanamkan
modalnya melalui berbagai kegiatan ekonomi disektor makro
menjadi indikator baru dalam pembanguan ekonomi yang
menjadi salah satu alat dalam meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
Tidak hanya itu saja, secara kongkrit Indonesia
mulai melirik lembaga-lembaga donor seperti IMF, CGI,
125
World Bank, Paris Club sebagai lembaga yang mendorong
pertumbuhan perekonomian.
Dari konsep pembangunan ekonomi yang telah
dilakukan oleh beberapa negara maju dan diadopsi oleh
Indonesia, bahwa masalah sosial seperti kesenjangan sosial,
redistribusi pendapatan dan kemiskinan tidak bisa diatasi
melalui pendekatan pembangunan ekonomi namun
pendekatan pembangunan bentuk lain yang dapat
memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan sosial
masyarakat indonesia.
Kegagalan pembangunan ekonomi yang telah
diadopsi oleh negara-negara bekembang memunculkan
permasalahan sosial yang baru akibat dampak yang telah
diambil menimbulkan gagasan alternatif sebagai pengganti
dari pembangunan ekonomi mulai dicetuskan agar
penanganan permasalahan sosial yang ada.
Pembangunan yang berpusat pada manusia guna
meningkatkan kapasitas dan keberdayaan menjadi salah satu
tujuan dari pembangunan alternatif. Pembangunan itu disebut
pembanguan sosial. Pembangunan sosial merupakan
pendekatan pembangunan yang menjadi salah satu alternatif
pembangunan dan menjadi satu kesatuan dari pembangunan
ekonomi.
126
Lebih lanjut (dalam Midgley, 1995:37) menjelaskan
bahwa pembangunan sosial meupakan proses perubahan
sosial yang terencana yang didesain untuk mengangkat
kesejahteraan penduduk menyeluruh dengan menggabungkan
dengan proses pembangunan ekonomi yang dinamis.
127
sebagai sebuah sistem yang sangat kuat yang mencakup
seluruh negara di dunia, yaitu sistem kapitalisme.
128
d. Akan tetapi, setelah beberapa puluh tahun kemudian
tampak kesenjangan antara negara industri yang semakin
kaya dan negara pertanian semakin tertinggal.
132
6.2.4 Teori Pasca Ketergantungan.
Teori pasca ketergantungan merupakan reaksi
terhadap teori ketergantungan, tetapi belum memiliki nama
sendiri sebagai satu kelompok. Teori ini bisa disebut sebagai
teori tentang Pembangunan, yang dimana muncul setelah
adanya teori Ketergantungan.
a. Keterbelakangan negara berkembang dipengaruhi oleh
sistem dunia (eksternal).
b. Satu-satunya sistem dunia yang ada adalah sistem
perekonomian dunia.
c. Sistem perekonomian dunia adalah kekuatan yang
menggerakkan negara-negara didunia.
d. Wallerstein, membagi negara kedalam tiga kelas: negara
pusat; negara setengah pinggiran; dan negara pinggiran.
Menurut Wallerstein, dulu dunia dikuasai oleh sistem-
sistem kecil dalam bentuk kerajaan-kerajaan mini.
Masing-masing tidak saling berhubungan, kemudian
terjadi penggabungan, baik melalui penaklukan maupun
secara sukarela. Meskipun kerajaan besar itu tidak
sampai menguasai seluruh dunia, tetapi karena besarnya
mampu mengendalikan kawasannya melalui sebuah
sistem politik. Tetapi sekarang, telah muncul sistem
perekonomian dunia, maka sistem politik tak lagi
menjadi alat untuk menguasai dunia, melainkan melalui
133
pertukaran di pasar, atau yang disebut oleh Wallerstein
sebagai kapitalisme global. Kemudian ia membagi tiga
kelompok negara: pusat, setengah-pinggiran dan
pinggiran. Tetapi dinamika dari ketiga kelompok negara
ini ditentukan oleh sistem dunia. Bagi Wallerstein,
semua sistem sosial harus dilihat sebagai sebuah
keseluruhan. Negara kebangsaan dalam sebuah dunia
yang modern, bukan lagi sebuah sistem yang tertutup dan
karena itu tidak bisa dianalisis seakan-akan mereka
berdiri sendiri (Budiman, 2000:109).
e. Negara pusat lebih kuat menguasai sistem dunia dan
negara-negara bisa naik-turun kelas.
134
a. Menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang cepat
melalui industrialisasi.
b. Menitik beratkan pada teknologi padat modal
(tabungan) dan investasi.
c. Komunikator (media massa) merupakan unsur
tertinggi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi.
d. Keberhasilan pembangunan diukur melalui kenaikan
pendapatan kotor nasional (GNP)
e. Masyarakat hanya sebagai objek pembangunan
135
ini mulai ada interaksi namun belum bersifat
partisipan.
136
d. Masyarakat sebagai objek dan subjek
pembangunan.
137
masih memerlukan pengembangan dan pendalaman
konseptual agar dapat menjadi sebuah paradigma yang andal.
Pengembangan dan pendalaman ini amat urgen, oleh karena
amat sukar membayangkan akan adanya sebuah Indonesia,
yang dalam segi amat majemuk, tanpa dikaitkan dengan
Pancasila. Berawal dari sebuah cita-cita inilah masyarakat
Indonesia yang ingin memajukan pembangunan nasional,
pancasila menjadi acuan untuk membentuk negeri ini menjadi
lebih baik. Sehingga paradigma pembangunan nasional
menjadi suatu hal yang penting dalam menjalankan roda
pembangunan. Untuk meningkatkan kualitas suatu negara,
pembangunan menjadi sarana penting dalam kaitannya
mengetahui seberapa jauh suatu negara dapat membuat
rakyatnya hidup makmur dan sejahtera dilihat segi
pembangunan nasionalnya. Dalam tulisan ini dijabarkan
secara sederhana sebagai berikut:
a. Pancasila sebagai pradigma reformasi pembangunan.
b. Pancasila sebagai paradigma pambanguan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek).
c. Pancasila sebagai paradigma pembangunan: idiologi;
politik; ekonomi; sosial; budaya; pertahanan; dan
keamanan (ipoleksusbudhankam).
138
BAB VII
Indikator pembangunan
139
mengukurnya adalah diukur dari Gross National Product
(GNP) dan Gross Domestic Product ( GDP) yang dibagi
dengan Jumlah penduduk. Dengan demikian dapat diukur
produksi rata-rata setiap orang dari sebuah negara.
141
yaitu: 1). Rata-rata harapan hidup 2). Rata-rata jumlah
kematian bayi 3). Rata-rata presentasi buta huruf.
Senada juga dengan yang disampaikan dalam konsep
Indek Pembangunan Manusia (IPM) yang ditawarkan United
Nations Development Programs (UNDP) berawal dari
definisi pembangunan manusia sebagai proses memperluas
pilihan-pilihan penduduk. Ini berarti bahwa semakin banyak
pelayanan publik maka akan semakin banyak pilihan bagi
penduduk untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Ukuran kesejahteraan UNDP kemudian
menggunakan 3 komponen utama yakni berpengetahuan,
panjang umur, dan makmur. Berpengetahuan
(knowledgeable). Diukur dari angka melek huruf (amh) dan
rata-rata lama sekolah (rls); panjang umur (longevity) atau
harapan hidup (life expectacy) diukur dari angka harapan
hidup, dan makmur (decent standar of living) diukur dari
daya beli (suharto, 2009 :118).
Ketika indeks ini di dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi ternyata dimasyarakat negara
berkembang terdapat ketidaksesuaian antara tingkat
pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pertumbuhan dan
kesejahteraan penduduk. Konsep ini tentunya terlalu
menyederhanakan realita dimensi pembangunan manusia
yang begitu luas dan cendenmg mengabaikan hasil-hasi1nya.
142
Ironisnya konsep ini justru banyak dianut sebagai ukuran
keberhasilan pembangunan manusia di berbagai belahan
dunia berkembang.
Pertumbuhan penduduk paling tidak dipengaruhi
oleh tiga faktor utama dinamika penduduk, yaitu fertilitas,
mortalitas dan migrasi.
143
B
CBR = X k
P
Keterangan:
CBR = Angka kelahiran kasar.
B = Jumlah bayi yang lahir hidup.
P = Jumlah penduduk.
k = Konstanta, nilainya 1000.
B
CBR = X k
(15-49)
Pf
Keterangan:
GFR = Angka kelahiran umum.
144
B = Jumlah bayi lahir hidup.
Pf (15-49) = Jumlah penduduk wanita usia reproduksi.
k = Konstanta, nilainya 1000.
Bx
ASFRx = X k
(15-49)
Pf
Keterangan:
ASFRx = Angka kelahiran menurut kelompok usia.
Bx = Jumlah bayi yang lahir hidup dari penduduk
wanita kelompok usia tertentu.
Pf(15-49) = Jumlah penduduk wanita usia reproduksi.
k = Konstanta, nilainya 1000.
145
Dari ketiga angka kelahiran diatas, tingkat akurasi
paling tinggi adalah angka kelahiran menurut kelompok usia.
Hal ini dikarenakan dalam perhitungannya
mempertimbangkan faktor jenis kelamin, usia reproduksi
perkelompok umur dan banyaknya bayi yang lahir dari tiap
penduduk wanita, tiap kelompok umur dalam usia reproduksi.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
tinggi rendahnya tingkat kelahiran pada suatu wilayah, baik
yang sifatnya mendukung maupun menghambat. Faktor
pendukung angka kelahiran antara lain menikah pada usia
muda sehingga berpotensi untuk memiliki anak dalam jumlah
yang sangat banyak, anggapan atau kepercayaan sebagian
masyarakat bahwa banyak anak banyak rezeki dan tingginya
tingkat kesehatan masyarakat.
Faktor yang menghambat angka kelahiran antara
lain, ketentuan batas minimal usia perkawinan, penundaan
usia perkawinan karena alasan sekolah atau mengutamakan
karir terlebih dahulu dan adanya program keluarga berencana
(KB).
146
penduduk yang meninggal dunia dalam waktu tertentu dalam
tiap seribu penduduk. Banyak faktor yang menyebabkan
kematian penduduk disuatu wilayah. Beberapa diantaranya
sebagai berikut:
Pertama, faktor pendorong meliputi tingkat
kesehatan penduduk yang rendah, fasilitas kurang memadai,
bencana alam, wabah penyakit dan konflik antarbangsa atau
suku bangsa yang menyebabkan perperangan.
Kedua, faktor penghambat meliputi kualitas
kesehatan penduduk yang baik, fasilitas memadai, kesadaran
penduduk akan pentingnya kesehatan tinggi dan sanitasi yang
baik.
Seperti halnya fertilitas, angka kematian dibedakan
menjadi tiga, yaitu angka kematian kasar, angka kematian
menurut usia dan jenis kelamin dan angka kematian bayi.
Untuk melihat ukuran-ukuran tersebut, bisa dilihat pada
berikut ini:
1. Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate/CDR).
Angka kematian kasar menunjukan banyaknya jumlah
penduduk yang meninggal dunia dari tiap-tiap seribu
penduduk. Untuk menghitung angka kematian kasar pada
suatu wilayah digunakan rumus sebagai berikut:
147
D
CDR = X k
P
Keterangan:
CDR = Angka kematian kasar.
D = Jumlah penduduk yang meninggal dunia.
P = Jumlah penduduk.
k = Konstanta, nilainya 1000.
Dx
ASDR = X k
Px
Keterangan:
ASDR = Angka kematian menurut kelompok usia.
Dx = Jumlah penduduk yang meninggal pada
kelompok usia tertentu.
Px = Jumlah penduduk pada kelompok usia
tertentu.
k = Konstanta, nilainya 1000.
148
3. Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate/IMR).
Angka kematian bayi menunjukan jumlah bayi
meninggal dunia dari seribu bayi yang lahir hidup
pada priode setahun tertentu. Infant mortality
merupakan salah satu indikasi kualitas penduduk,
yaitu berhubungan dengan tingkat kesehatan ibu
dan anak, pemenuhan gizi keluarga dan kesiapan
fisik saat proses persalinan. Perhitungan angka
kematian bayi ditentukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Do
IMR = X k
B
Keterangan:
IMR = Angka kematian bayi
Do = Jumlah kematian bayi
B = Jumlah kelahiran hidup
k = Konstanta, nilainya 1000.
c. Migrasi
Pertumbuhan penduduk dalam suatu wilayah
dapat terjadi karena pertumbuhan alami saja, namun
terdapat wilayah (kota), terutama di kota besar yang
149
pertumbuhan penduduknya sangat dipengaruhi oleh
migrasi penduduk yang masuk kewilayah tersebut.
Batasan pengertian migrasi yang diberikan
Badan Pusat Statistik (BPS) adalah masyarakat yang
pindah melewati batas administratif dan perpindahan
berlangsung lebih dari 6 (enam) bulan.
Migrasi yang terjadi disebabkan oleh daya
dorong tempat asal dan daya tarik tempat tujuan, daya
dorong secara kongkrit bisa dicontohkan dengan
kehidupan desa, dan daya tarik itu berasal dari
kehidupan kota, misalkan:
a. Daya dorong kehidupan desa: tanah yang tandus,
pekerjaan yang kurang, gaji kecil, fasilitas kurang,
dan seterusnya.
b. Daya tarik kehidupan kota: jenis pekerjaan
bervariasi, pendapatan tinggi, fasilitas lengkap, dan
seterusnya.
Banyak hasil studi menunjukan bahwa faktor
utama yang mendorong orang bermigrasi biasanya
adalah faktor pekerjaan dan pendapatan, tentunya ini
meyebabkan dampak terhadap daerah asal maupun
daerah tujuan, seperti berikut ini:
150
a. Dampak migrasi terhadap daerah asal:
1. Negatif : kekurangan tenaga kerja berkualitas,
tinggal anak-anak dan orang tua, kekurangan
tenaga kerja untuk mengolah tanah pertanian,
penduduk berkurang.
2. Positif: remittance (kiriman uang dari kota),
inovasi teknologi, dan seterusnya.
b. Dampak migrasi terhadap daerah tujuan:
1. Negatif : pengangguran, kriminalitas,
pemukiman kumuh, kepadatan penduduk, dan
seterusnya.
2. Positif: tersedia tenaga kerja murah, banyak
tumbuhnya sektor informal.
Distribusi (persebaran atau kepadatan)
penduduk dalam suatu wilayah atau kota sangat
dipengaruhi oleh karakteristik wilayah atau kota
tersebut, antara lain dalam hal potensi, sumberdaya
alam, kelengkapan fasilitas dan untilitas, pekerjaan,
aksesibilitas dan keamanan. Berbagai studi menunjukan
bahwa jumlah penduduk diperkotaan mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat.
Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) 1980, 1991, 1998, lebih dari 40% penduduk
dunia tinggal didaerah perkotaan dan diperkirakan akan
151
terus bertambah secara dramatis. Walaupun demikian
terdapat perbedaan yang cukup besar dalam tingkat
urbanisasi pada skala global, sekitar 70% dari
penduduk Eropa dan Amerika tinggal diperkotaan,
tetapi terdapat kurang dari sepertiga penduduk Afrika
yang tinggal diperkotaan. Persentase ini juga lebih kecil
jika dibandingkan dengan beberapa negara Asia.
157
signifikan dari tahun ke tahun pembangunan berwawasan
lingkungan hidup terus digalakkan hingga saat ini5.
Dasar selanjutnya adalah Konferensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang pembangunan dan lingkungan,
UNCED di Brasil tahun 1992. Konsep pembangunan
berkelanjutan memperoleh bentuk dengan diterima dan
ditandatanganinya dokumen Agenda 21 Global oleh 179
negara termasuk Indonesia, yang berisikan serangkaian
strategi untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Kegiatan-kegiatan utama Agenda 21 Global adalah
pengentasan kemiskinan, kelaparan, pemberantasan berbagai
penyakit dan buta huruf, pola konsumsi diseluruh dunia,
disamping penghentian kerusakan sistem yang penting bagi
kelangsungan hidup manusia.
Dengan adanya Agenda 21 ini, di Indonesia tentunya
membawa perubahan, para pelaku pembangunan seperti
Lembaga pemerintah dan non-pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat, kalangan swasta dan masyarakat luas dapat
saling membahu, berperan serta dalam upaya pengintegrasian
5
http://www.infonews.web.id/2013/06/sejarah-hari-lingkungan-
hidup-sedunia-5.html
158
dimensi lingkungan didalam keseluruhan aspek
pembangunan sosial.
Agenda 21 terdiri dari empat bagian, bagian pertama
tentang program yang berkaitan dengan dimensi sosial
ekonomi, bagian kedua tentang pengelolaan sumberdaya dan
pencemaran, bagian ketiga tentang program untuk penguatan
kelompok utama dan keempat program pengembangan sarana
implementasi. Pada bagian keempat ini antara lain
dicantumkan komitmen negara maju untuk memberikan 0,7%
GNP nya bagi negara berkembang untuk pengelolaan
lingkungan. Untuk mengimplementasikan komitmen negara
maju itu antara lain dibangun organisasi Global
Environmental Facilities (GEF), untuk melaksanakan
pemikiran yang dikenal dengan semboyan berfikir global dan
bertindak lokal (think globally act locally). Ada tiga badan
dunia yang melaksanakan GEF ini yaitu UNDP, UNEP dan
Bank Dunia.
UNDP menyelanggarakan kegiatan yang berkaitan
dengan pengembangan manusia dan kelembagaan agar
pemerintah dan non-pemerintah mampu melindungi
lingkungan global. UNEP menyelenggarakan kegiatan yang
berkaitan dengan bantuan serta prakarsa global dan pada
Science and Technology Advisory Panel (STAP) yaitu
kelompok yang memberikan masukan bagi kebijakan GEF
159
dan membahas berbagai proyek yang didanai melalui GEF.
Sedangkan Bank Dunia meneyelenggarakan kegiatan yang
berkaitan dengan investasi. Dalam kaitannya dengan alih
teknologi, Agenda 21 lebih menekankan pada pengembangan
sarana untuk terjadinya alih teknologi, tetapi tidak secara
eksplisit memprogramkan alih teknologi itu sendiri. Untuk itu
negara-negara berkembang termasuk Indonesia harus
menyusun siasatnya sendiri yaitu dengan merubah faktor-
faktor kontekstual yang dapat diubah, seperti misalnya
kepranataannya, mempengaruhi pihak pasokan atau
mempengaruhi pihak permintaan. Jelas bahwa alih teknologi
tidak akan dengan sendirinya terjadi, juga tidak dapat
dilakukan hanya dengan mendatangkan artifak saja.
Dimulainya tanggal 13 hingga 22 Juni 2012,
Konferensi Tingkat Tinggi mengenai pembangunan
berkelanjutan, di Rio de Janeiro, Brasil, yang selanjutnya
lebih dikenal dengan KTT Rio+20, yang merupakan
konferensi PBB terbesar yang pernah diselenggarakan
dengan jumlah peserta sebanyak 29.373 orang yang terdiri
dari para pemimpin Pemerintah, bisnis dan organisasi
kemasyarakatan, pejabat PBB, akademisi, wartawan dan
masyarakat umum (delegasi sekitar 12.000 orang, LSM dan
kelompok utama 10.047 orang dan media 3.989 orang).
160
KTT pembangunan berkelanjutan atau KTT Rio+20
diikuti oleh 191 negara yang dihadiri 105 Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan dan 487 menteri. Delegasi Indonesia
dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono, didampingi oleh sejumlah Menteri. Kehadiran
Presiden RI dan sejumlah Menteri menunjukkan keseriusan
Indonesia untuk menerapkan pembangunan berkelanjutan,
termasuk kesiapan peran kepemimpinan Indonesia dalam
agenda global.
KTT Rio+20 menyepakati dokumen The Future We
Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan di tingkat global, regional, dan
nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan
terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common
vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan
berkelanjutan (renewing political commitment). Dokumen ini
memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan
Johannesburg Plan of Implementation 2002.
Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3
(tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan, yaitu: 1). Green Economy in the context of
sustainable developmentand poverty eradication, 2).
Pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan
berkelanjutan tingkat global (Institutional Framework for
161
Sustainable Development), serta 3). Kerangka aksi dan
instrumen pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
(Framework for Action and Means of Implementation).
Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable
Development Goals (SDGs) post-2015 yang mencakup 3
pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang
terinspirasi dari penerapan Millenium Development Goals
(MDGs).
Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan
dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara
konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019, dan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.
Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup, instansi
Pemerintah terkait dan seluruh pemangku kepentingan akan
menyusun langkah tindak lanjut yang lebih konkrit untuk
pelaksanaan kebijakan di lingkup masing-masing6.
Kegiatan-kegiatan utama Agenda 21 Global adalah
pengentasan kemiskinan, kelaparan, pemberantasan berbagai
penyakit dan buta huruf, pola konsumsi diseluruh dunia,
disamping penghentian kerusakan sistem yang penting bagi
kelangsungan hidup manusia.
6
http://news.okezone.com/read/2015/09/25/18/1220737/konferensi-
pbb-siap-wujudkan-tujuan-pembangunan-global.
162
VIII
Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
8.2 Demografi
Pada hakikatnya, penduduk merupakan sumber yang
sangat penting bagi pembangunan. Kerena penduduk adalah
subjek dan objek pembangunan, tentu adanya pembangunan
suatu negara karena ada penduduknya. Oleh karena itu negara
mempunyai tanggung jawab dalam meningkatkan
kesejahteraan penduduknya serta mengambil langkah-
167
langkah terhadap gangguan kesesejahteraan. Gangguan
kesejahteraan itu bisa saja ditimbulkan oleh penyebaran
penduduk yang tidak merata dan atau juga tingkat angka
kelahiran dan kematian yang tidak sesuai dengan standar
negara dalam meletakan patokan-patokan kesejateraan.
Jumlah penduduk Indonesia adalah 237.641.326
jiwa menurut data resmi sensus penduduk 2010 yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)7 Sementara
data lain menyebutkan, jumlah penduduk Indonesia terhitung
31 Desember 2010 mencapai 259.940.857. Jumlah ini terdiri
atas 132.240.055 laki-laki dan 127.700.802 perempuan. Data
ini dikeluarkan oleh Departemen Dalam Negeri8.
Perbedaan data jumlah penduduk dikarenakan
metode yang digunakan kedua lembaga tersebut
untuk mencatat jumlah penduduk Indonesia berbeda. Badan
Pusat Statistik menggunakan metode Sensus, sedangkan
Departemen Dalam Negeri menggunakan data kependudukan
seperti KTP dan Kartu Keluarga.
Para pemakai data kependudukan khususnya para
perencana dan pengambil kebijakan sangat membutuhkan
data penduduk yang bekesinambungan dari tahun ketahun,
sayangnya sumber data penduduk yang tersedia hanya secara
7
http://www.bps.go.id
8
http://www.kemendagri.go.id
168
periodik, masih belum sempurnanya cakupan pencatatan dan
ditambah lagi sinkron sumber data kependudukan yang lain
masih terdapat perbedaan yang cukup tajam padahal sama-
sama berasal dari produk pemerintah yang sama. Seperti data
diatas antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan data yang
berasal dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sehingga data tersebut belum dapat digunakan
secara maksimal untuk perencanaan pembangunan nasional.
Sementara kita ketahui bersama hampir semua perencanaan
pembangunan didukung dengan data jumlah penduduk,
persebaran dan susunannya yang relevan dengan rencana
tersebut.
Untuk itu diperlukan upaya mengurangi perbedaan
data tersebut dan sinkronisasi dari pemerintah, sehingga
asumsi yang digunakan untuk memproyeksikan hasil bisa
lebih tepat sasaran. Namun walaupun ada perbedaan dalam
penyajian data tersebut, pembahasan mengenai jumlah
penduduk tetap dilanjutkan, karena ulasan demografi tidak
bisa berhenti sampai disini, diperlukan uraian-uraian yang
lain dalam menjawab hubungan antara kesejahteraan
penduduk dengan konsep pembangunan.
169
8.2.1 Ketenagakerjaan.
Berbagai data kependudukan memperlihatkan bahwa
Indonesia masih mengalami berbagai masalah. Permasalahan
tersebut terutama bersumber dari banyaknya “supply” tenaga
kerja dan rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan untuk
menyerap angkatan kerja tidaklah sebaik apa yang
diharapkan, Indonesia belum sepenuhnya keluar dari krisis
ekonomi yang masih terus berlangsung dewasa ini.
Untuk sampai pada tingkat pemahaman lanjut
mengenai ketenagakerjaan ini ada baiknya kita melihat
pengertian dasar dari tenaga kerja, angkatan kerja dan
kesempatan kerja:
a. Tenaga kerja adalah bagian penduduk yang ikut serta dan
yang dapat diikutsertakan dalam suatu proses ekonomi:
mereka yang benar-benar bekerja, mereka yang telah
bekerja atau telah mempunyai pekerjaan tetapi akhirnya
mencari pekerjaan, mereka yang telah memasuki usia
kerja tetapi karena suatu hal belum turut aktif dalam
suatu proses produksi, seperti pelajar, ibu rumah tangga,
orang-orang tua (Reksohadiprodjo, 2001: 60).
b. Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai
pekerjaan, baik sedang bekerja maupun yang sementara
tidak sedang bekerja karena suatu sebab, seperti petani
170
yang sedang menunggu panen/hujan, pegawai yang
sedang cuti, sakit, dan sebagainya. Disamping itu mereka
yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari
pekerjaan atau mengharapkan dapat pekerjaan atau
bekerja secara tidak optimal disebut pengangguran.
Bukan angkatan kerja adalah mereka yang sedang
bersekolah, mengurus rumah tangga tanpa mendapat
upah, lanjut usia, cacat jasmani dan sebagainya, dan
tidak melakukan suatu kegiatan yang dapat dimasukkan
kedalam kategori bekerja, sementara tidak bekerja, atau
mencari pekerjaan.
c. Kegiatan ekonomi di masyarakat membutuhkan tenaga
kerja. Kebutuhan akan tenaga kerja itu dapat juga disebut
sebagai kesempatan kerja. Kesempatan kerja itu sendiri
adalah suatu keadaan yang menggambarkan terjadinya
lapangan kerja (pekerjaan) untuk diisi pencari kerja.
Kesempatan kerja di Indonesia dijamin dalam UUD 1945
pada pasal 27 ayat 2 yang berbunyi “Tiap-tiap warga
Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak”. Dari bunyi UUD 1945 pasal 27 ayat 2 itu jelas
bahwa pemerintah Indonesia untuk menciptakan
lapangan kerja bagi anggota masyarakat karena hal ini
berhubungan dengan usaha masyarakat untuk mendapat
penghasilan.
171
Jumlah penduduk adalah banyaknya orang yang
mendiami suatu wilayah negara. Dari sisi tenaga kerja,
penduduk suatu negara dapat dibagi dalam dua kelompok,
yakni kelompok penduduk usia kerja dan kelompok bukan
usia kerja. Penduduk usia kerja adalah mereka yang berumur
10 hingga 65 tahun. Namun dewasa ini usia kerja tersebut
telah diubah menjadi yang berumur 15 hingga 65 tahun.
Penduduk usia kerja dapat pula kita bagi dalam dua
kelompok, yakni kelompok angkatan kerja dan kelompok
bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah semua orang
yang siap bekerja disuatu negara. Kelompok tersebut
biasanya disebut sebagai kelompok usia produktif. Dari
seluruhan angkata kerja dalam suatu negara tidak semuanya
mendapat kesempatan bekerja. Diantaranya ada pula yang
tidak bekerja. Mereka inilah yang disebut pengangguran.
Pengangguran adalah angkatan kerja atau kelompok usia
produktif yang tidak bekerja.
Angkatan kerja banyak yang membutuhkan
lapangan pekerjaan, namun umumnya baik di negara
berkembang maupun negara maju, laju pertumbuhan
penduduknya lebih besar dari pada laju pertumbuhan
lapangan kerjanya. Oleh karena itu, dari sekian banyak
angkatan kerja tersebut, sebagian tidak bekerja atau
menganggur. Dengan demikian, kesempatan kerja dan
172
pengangguran berhubungan erat dengan ketersedianya
lapangan kerja bagi masyarakat. Semakin banyak lapangan
kerja yang tersedia di suatu negara, semakin besar pula
kesempatan kerja bagi penduduk usia produktifnya, sehingga
semakin kecil tingkat penganggurannya. Sebaliknya, semakin
sedikit lapangan kerja di suatu negara, semakin kecil pula
kesempatan kerja bagi penduduk usia produktifnya. Dengan
demikian, semakin tinggi tingkat penganggurannya.
Senada apa yang disampaikan (Tjiptoherijanto,
2001) bahwa lapangan kerja datang dari adanya pertumbuhan
ekonomi. Namun pertumbuhan yang tinggi tidak selalu
memberikan lapangan kerja yang besar. Ini berkaitan dengan
strategi pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh
pemerintah dan dunia usaha. Sebagai contoh pada kurun
waktu 1971-1980, pertumbuhan ekonomi adalah 7,9 persen
per tahun, namun daya serapnya angkatan kerja relatif kecil,
yaitu hanya bertambah tiga persen setahun.
Payaman 1996 (dalam Tjiptoherijanto, 2001)
melakukan proyeksi mengenai pertambahan angkatan kerja
dan kesempatan kerja dalam Program Jangka Panjang Tahap
Dua (PJPT II/Orde Baru). Proyeksi ini dilakukan sebelum
krisis ekonomi terjadi. Jika mengikuti proyeksi tersebut,
maka Indonesia mengalami masalah kesenjangan antara
angkatan kerja dan kesempatan kerja sampai dengan akhir
173
Repelita VI. Baru setelah Repelita VII, kesempatan kerja
diperkirakan akan berada di atas angkatan kerja. Namun
proyeksi ini dibuat sebelum adanya krisis ekonomi.
Hal lain yang juga harus diperhatikan dalam
menganalisa hubungan antara angkatan kerja dan kesempatan
kerja adalah bahwa jika kesempatan kerja berada di atas
angkatan kerja bukan berarti masalah ketenagakerjaan, atau
lebih khususnya pengangguran, teratasi. Adanya kesempatan
kerja baru merupakan “potensi” dan “potensi” tersebut
mungkin saja tidak dapat dimanfaatkan bila angkatan kerja
yang tersedia tidak memiliki kualitas yang memadai.
Untuk menyelaraskan masalah ketenagakerjaan ini
dibutuhkan suatu upaya menyuarakan kepentingan pekerja
melalui saluran mediator dan pendampingan seperti serikat
pekerja, serta negosiasi yang win-win solution mesti harus
dikembangkan oleh semua pihak, pekerja, pengusaha,
maupun pemerintah, karena tanpa keinginan untuk
mengembangkan pendekatan yang win-win solution maka
pemecahan masalah ketenagakerjaan yang bersifat
komprehensif (bukan hit and run) tidak akan pernah tercapai.
8.2.2 Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
174
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan menduduki posisi sentral dalam
pembangunan karena sasarannya adalah pengembangan
sumber daya manusia (human resource development) yang
merupakan human investement. Jika pembangunan bertolak
dari sifat hakikat manusia, berorientasi kepada pemenuhan
hajat hidup manusia sesuai dengan kodratinya sebagai
manusia maka dalam ruang gerak pembangunan, manusia
dapat dipandang sebagai “objek” dan sekaligus juga sebagai
“subjek” pembangunan.
Sebagai objek pembangunan manusia dipandang
sebagai sasaran yang dibangun. Dalam hal ini pembangunan
meliputi ikhtisar ke dalam diri manusia, berupa pembinaan
pertumbuhan jasmani, dan perkembangan rohani yang
meliputi kemampuan penalaran, sikap diri, sikap sosial, dan
sikap terhadap lingkungannya, tekad hidup yang positif serta
keterampilan kerja. Manusia dipandang sebagai “subjek”
pembangunan karena ia dengan segenap kemampuannya
menggarap lingkungannya secara dinamis dan kreatif, baik
terhadap sarana lingkungan alam maupun lingkungan sosial
175
maupun spiritual. Jadi pendidikan dan pembangunan
menunjukkan bahwa:
a. merupakan usaha dalam diri manusia sedangkan
pembangunan merupakan usaha ke luar dari diri
manusia.
b. Pendidikan menghasilkan sumber daya tenaga yang
menunjang pembangunan dan hasil pembangunan dapat
menunjang pendidikan (pembinaan, penyediaan sarana,
dan seterusnya).
8.2.3 Kesehatan
Kesehatan menurut organisasi kesehatan dunia
World Health Organization (WHO) 1948, menyebutkan
bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai suatu keadaan
fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya
ketiadaan penyakit atau kelemahan. Kesehatan menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
Pembangunan kesehatan indonesia diarahkan guna
mencapai kesadaran, kemampuan untuk hidup sehat bagi
setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan
176
meliputi usaha kesehatan dan sumberdayanya harus
dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sehingga
mencapai tujuan yang optimal.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk
mempertinggi derajat kesehatan, yang besar artinya bagi
pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia
Indonesia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan
nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat
Indonesia.
Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah
upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa
Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh
kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta
kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan
oleh periode sebelumnya. Sasaran pokok tersebut (dalam
Renstra Kemenkes 2015-2019) adalah:
a. Meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak;
b. Meningkatnya pengendalian penyakit;
177
c. Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal
dan perbatasan;
d. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal
melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan kualitas
pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
kesehatan;
e. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan
vaksin; serta
f. Meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dengan sasaran
meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat
melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial
dan pemeratan pelayanan kesehatan. Program Indonesia
Sehat dilaksanakan dengan 3 (tiga) pilar utama yaitu
paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan
kesehatan nasional: 1). Pilar paradigma sehat di lakukan
dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam
pembangunan, penguatan promotif preventif dan
pemberdayaan masyarakat. 2). Penguatan pelayanan
kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan
178
pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko
kesehatan. 3). Sementara itu jaminan kesehatan nasional
dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan benefit serta
kendali mutu dan kendali biaya (Renstra Kemenkes 2015-
2019).
187
i. Kesatuan masyarakat dengan susunan sosial yang
seragam.
Wujud kebudayaan sebagai; 1). Suatu kompleks dari
ide, nilai, norma, peraturan dan sebagainya (adat-istiadat):
yang sifatnya abstrak 2). Suatu kompleks aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat (aktivitas
sistem sosial). 3). Sebagai benda-benda hasil karya manusia
(artifak atau kebudayaan secara fisik). Setiap kebudayaan
yang hidup dalam suatu masyarakat baik berwujud sebagai
komunitas desa, kota sebagai kelompok kekerabatan yang
menampilkan corak yang khas. Corak yang khas tersebut
adalah suku-bangsa (etnic group).
Kota Pekanbaru merupakan ibu kota provinsi Riau
yang memiliki budaya melayu sebagai budaya aslinya.
Dilatar belakangi secara historikal Kota Pekanbaru tidak
terlepas dari pengaruh kerajaan melayu tempo dulu yakni
kerajaan Siak Sri Indrapura dan dengan nama Senapelan pada
waktu itu Kota Pekanbaru menjadi pusat perkembangan
pemerintahan melayu pada masa Sultan Muhammad Ali
Abdul Jalil Muazamsyah.
Latar belakang secara histori ini membuat
pemerintah Kota Pekanbaru ingin mempertahankan dan
menjadikan kebudayaan melayu sebagai budaya tempatan
dan menjadi identitas daerah. Oleh karenanya, pemerintah
188
Kota Pekanbaru mencantumkan visi kebudayaan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah
Daerah kota Pekanbaru.
Visi Kota Pekanbaru yang menginginkan Kota
Pekanbaru menjadi “pusat” kebudayaan melayu seharusnya
didukung oleh berbagai aktivitas pengembangan kebudayaan
seperti kegiatan di lembaga kesenian, pembuatan kerajinan
melayu serta praktek kebudayaan melayu dalam keseharian
masyarakat.
Peninjauan terhadap strategi kebudayaan melayu
harus dilakukan secara berkala oleh pemerintah Kota
Pekanbaru agar dapat mencapai visi sebagai pusat
kebudayaan melayu pada tahun 2025.
Strategi pemerintah Kota Pekanbaru dalam
pengembangan kebudayaan melayu merupakan salah satu
tujuan dari pemerintah Kota Pekanbaru yang tercantum pada
Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
Dilatar belakangi secara historis maka pemerintah kota
Pekanbaru ingin mempertahankan dan mengembangkan
kebudayaan melayu sebagai identitas daerah.
Dengan semakin tingginya tingkat kemajemukan
masyarakat kota, proses akulturasi kebudayaan akan semakin
terlihat bahkan jika tidak adanya strategi yang tepat maka
tidak dapat dihindari Kota Pekanbaru akan semakin
189
kehilangan identitas asli daerahnya yakni budaya melayu.
Visi Kota Pekanbaru sebagai pusat kebudayaan melayu
memerlukan managemen strategik yang baik untuk
menghindari proses perubahan pada nilai kebudayaan
setempat. Strategi pengembangan kebudayaan melayu yang
dilakukan oleh pemerintah Kota Pekanbaru diarahkan pada
kerangka etnografi.
Tahun 2007-2011 Visi kota Pekanbaru ialah
“Terwujudnya Kota Pekanbaru sebagai Pusat Perdagangan
dan Jasa, Pendidikan serta Pusat Kebudayaan Melayu,
Menuju Masyarakat Sejahtera yang Berlandaskan Iman dan
Taqwa. Selanjutnya pada tahun 2012-2017 visi kota
Pekanbaru berubah menjadi “Terwujudnya Pekanbaru
sebagai Kota Metropolitan yang Madani”.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kota Pekanbaru Tahun 2012-2017 merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Pekanbaru Tahun
2005-2025. RPJMD Kota Pekanbaru adalah penjabaran dari
RPJPD Kota Pekanbaru yang memuat visi dan misi Walikota
Pekanbaru tahun 2012-2017 serta merupakan kesinambungan
dari RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2007-2011.
190
8.5 Sarana dan Prasarana
Infrastruktur memiliki peranan yang penting sebagai
roda penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Komponen
infrastruktur yang meliputi transportasi, komunikasi dan
informatika, energi dan listrik, perumahan dan permukiman,
dan air merupakan elemen sangat penting dalam proses
produksi dan sebagai pendukung utama pembangunan
nasional, terutama dari sektor-sektor ekonomi seperti
perdagangan, industri, dan pertanian. Infrastruktur juga
berperan dalam penyediaan jaringan distribusi, sumber
energi, dan input produksi lainnya, sehingga mendorong
terjadinya peningkatan produktivitas, serta mempercepat
pertumbuhan nasional.
Peran infrastruktur dalam bidang sosial budaya
maupun lainnya berfungsi sebagai pengikat dan pemersatu
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Infrastruktur transportasi berperan penting dalam pergerakan
orang, barang, dan jasa dari satu lokasi ke lokasi lain di
seluruh penjuru dunia, sementara peran jaringan komunikasi
dan informatika memungkinkan pertukaran informasi secara
cepat (real time) menembus batas ruang dan waktu. Peran
keduanya sangat penting dan saling melengkapi baik dalam
proses produksi maupun dalam menunjang distribusi
komoditi ekonomi dan ekspor (RKP, 2012:II.5-1)
191
8.5.1 Struktur Ruang
Struktur ruang wilayah nasional antara lain meliputi
sistem pusat permukiman nasional dan jaringan transportasi
nasional. Sistem pusat permukiman nasional adalah tatanan
pusat-pusat pelayanan ekonomi, pusat-pusat pelayanan
pemerintahan dan atau pusat-pusat pelayanan jasa, yang
terorganisasi secara kesisteman, terdiri dari pusat kegiatan
nasional (PKN), pusat kegiatan wilayah (PKW), dan pusat
kegiatan lokal (PKL) untuk melayani kawasan permukiman,
kawasan perkotaan dan wilayah sekitarnya.
Sistem pusat permukiman nasional meliputi pusat
permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan.
Pusat permukiman perkotaan terdiri atas pusat kegiatan
nasional, pusat kegiatan wilayah, dan pusat kegiatan lokal.
1. Pusat kegiatan nasional adalah kawasan perkotaan yang
memenuhi salah satu atau semua kriteria sebagai berikut:
a. Berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama
kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang ke
kawasan internasional.
b. Berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa-jasa berskala nasional atau yang
melayani beberapa provinsi.
192
c. Berpotensi atau berfungsi sebagai simpul utama
transportasi skala nasional atau melayani beberapa
provinsi.
d. Berpotensi atau berfungsi sebagai pusat utama
pelayanan lintas batas antarnegara di kawasan
perbatasan.
2. Pusat kegiatan wilayah adalah kawasan perkotaan yang
memenuhi salah satu atau semua kriteria sebagai berikut:
a. Berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa-jasa yang melayani beberapa
kabupaten.
b. Berpotensi atau berfungsi sebagai simpul
transportasi yang melayani beberapa kabupaten.
c. Berpotensi atau berfungsi sebagai simpul kedua
kegiatan ekspor-impor mendukung PKN.
3. Pusat kegiatan lokal adalah kawasan perkotaan yang
memenuhi salah satu atau semua kriteria sebagai berikut:
a. Berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa-jasa yang melayani satu kabupaten
atau beberapa kecamatan.
b. Berpotensi atau berfungsi sebagai simpul
transportasi yang melayani satu kabupaten atau
beberapa kecamatan.
193
4. Pusat permukiman perdesaan merupakan desa yang
mempunyai potensi cepat berkembang dan dapat
meningkatkan perkembangan desa sekitarnya, serta dapat
melayani perkembangan berbagai usaha dan atau
kegiatan dan permukiman masyarakat di desa tersebut
dan desa-desa sekitarnya.
Sistem pusat permukiman nasional merupakan salah
satu faktor utama yang dipertimbangkan dalam
pengembangan tataran transportasi nasional (sistranas).
Sistranas saling berinteraksi dengan pengembangan wilayah,
termasuk pertumbuhan ekonomi, sosial-budaya, politik dan
pertahanan-keamanan nasional.
194
Prioritas Fokus Dampak Sasaran
Bidang Prioritas
1.Menjamin Meningkatkan Meningkatnya a. Meningkatnya
ketersediaan pelayanan kesejateraan kuantitas dan
infrastruktur sarana masyarakat kualitas
Percepatan pembangunan infrastruktur mendukung
Gambar 8.I
Kerangka Pikir Kebijakan Pembangunan
Bidang Sarana dan Prasarana
195
terkait dalam sistem transportasi baik sarana, prasarana
maupun pergerakan antara lain adalah kelaikan, sertifikasi,
perambuan, kenavigasian, sumberdaya manusia, geografi,
demografi dan lain-lain.
Keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh
peran sektor transportasi. Karenanya sistem transportasi harus
dibina agar mampu menghasilkan jasa transportasi yang
handal, berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara
terpadu, tertib, lancar, aman, nyaman dan efisien dalam
menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika
pembangunan; mendukung mobilitas manusia, barang serta
jasa; mendukung pola distribusi nasional serta mendukung
pengembangan wilayah dan peningkatan hubungan
internasional yang lebih memantapkan perkembangan
kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka
perwujudan wawasan nusantara.
Dalam pembangunan transportasi, pemerintah
mempunyai peranan sebagai pembina, sehingga berkewajiban
untuk menyusun rencana dan merumuskan kebijakan,
mengendalikan dan mengawasi perwujudan transportasi.
Untuk itu perlu diupayakan pembangunan transportasi
berkelanjutan melalui reformasi kelembagaan dan peraturan
perundang-undangan dan melakukan bundling dan
unbundling proyek kerjasama pemerintah dan swasta pada
196
sektor transportasi dan menyediakan fasilitas-fasilitas
pendukung kelayakan proyek untuk lebih menarik untuk
swasta dalam melakukan kerjasama tersebut.
Strategi untuk pelaksanaan arah kebijakan tersebut
adalah (RKP, 2012: II.5-16):
a. Melibatkan berbagai sumber pendanaan dalam
pembiayaan pembangunan infrastruktur transportasi
termasuk dana pembiayaan infrastruktur, perbankan,
pasar modal, dana pensiun, asuransi, dan obligasi, baik
domestik maupun internasional.
b. Penerapan tarif yang bersifat pemulihan biaya dan
kepastian penerapan tarif berkala, dengan
mempertimbangkan aspek sosio-ekonomi dan
kemampuan daya beli masyarakat, dan penerapan
manajemen resiko yang tepat.
c. Pemberdayaan simpul kerjasama pemerintah dan swasta
dan peningkatan kapasitas fungsi regulator ekonomi dan
penanggung jawab proyek serta reposisi BUMN sektor
transportasi sebagai operator sepenuhnya (bukan sebagai
regulator).
d. mengembangkan bundling dan unbundling pembangunan
infrastruktur transportasi, yakni bundling dengan
pengembangan pusat kegiatan, kawasan industri,
kawasan ekonomi khusus, kawasan perdagangan bebas,
197
atau sektor infrastruktur lainnya, dan unbundling melalui
penyediaan dukungan pemerintah, baik langsung
maupun tidak langsung, yang bersumber dari
APBN/APBD dan atau pinjaman/hibah luar negeri untuk
penyediaan prasarana non-komersial termasuk lahan,
sedangkan dana pihak swasta digunakan untuk
membiayai infrastruktur komersial.
Hasil pembangunan transportasi yang mampu
menunjang upaya pemerataan dan penyebaran pembangunan,
pertumbuhan ekonomi serta stabilitas nasional dengan
jaringan transportasi yang semakin berkembang luas, perlu
terus dimantapkan dan dikembangkan sejalan dengan
peningkatan tuntutan kualitas pelayanan akibat makin
meningkatnya kebutuhan mobilitas manusia dan barang serta
tuntutan peningkatan kualitas pelayanan di masa yang akan
datang.
Dengan semakin terbatasnya anggaran
pembangunan menuntut perubahan pola pikir ke arah
perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan dan
pengembangan sarana prasarana perhubungan secara efektif,
sesuai permintaan yang berdasar realitas pola aktivitas, pola
bangkitan tarikan pergerakan, sebaran pergerakan serta
keunggulan komparatif antar zone dalam suatu wilayah, yang
198
terbentuk dalam suatu tatanan transportasi wilayah yang
sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
199
d. Mendorong usaha penyediaan ketenagalistrikan pada
pembangkitan, transmisi, distribusi dan penjualan tenaga
listrik yang dilakukan baik secara terintegrasi maupun
secara terpisah.
200
8.5.5 Jaringan Irigasi dan Air Baku
Gambar. 8.II
Model Rencana Pembangunan
208
IX
Penutup
9.1 Kesimpulan
209
Tinjauan teori komunikasi dalam pembangunan
sosial ini terkait dengan komunikasi antarpribadi, komunikasi
politik, komunikasi massa, komunikasi sosial-budaya dan
kebijakan komunikasi, meliputi peran dan fungsi komunikasi
sebagai suatu aktifitas pertukaran pesan antara masyarakat
dan pemerintah. Mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi pembangunan hingga konsep pembangunan.
Kondisi yang seperti ini tentu saja tidak terlepas dari
pola-pola tindakan (pattern of action) dari individu melalui
proses institusionalisasi, sehingga miliki wawasan yang
melekat pada lembaga (institusi) sosial sebagai perencana. Ini
lebih dikenal sebagai perencanaan partisipatif.
Wawasan yang melekat pada lembaga (institusi)
sebagai perencana partisipatif menjadi modal dasar, seperti
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),
Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda),
Kementerian, Satuan Kerja Daerah, maupun pelembagaan
seperti musyawarah rencana pembangunan (musrenbang)
haruslah benar-benar menjadi media perantara dan saluran
komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat,
antar lembaga perencanaan, serta seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menetapkan keputusan
kolektif, walaupun dalam prosesnya akan membutuhkan
waktu yang sangat panjang dan melelahkan namun
210
merupakan tantangan dalam mewujudkan perencanaan yang
partisipatif.
Dari sekian penjabaran mengenai komunikasi dan
pembangunan, tentu pencapaian utama adalah kesejahteraan
dan kemakmuran. Indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Index) yang merupakan ukuran kesejahteraan
yang diperkenalkan oleh United Nations Development
Programs (UNDP) ukuran kesejahteraan UNDP kemudian
menggunakan 3 (tiga) komponen utama yakni
berpengetahuan, panjang umur, dan makmur.
Berpengetahuan diukur dari angka melek huruf dan rata-rata
lama sekolah. Panjang umur atau harapan hidup diukur dari
angka harapan hidup. Dan makmur (decent standar of living)
diukur dari daya beli.
Ukuran-ukuran tersebut kemudian menjadi ukuran
efektivitas dari program-program pembangunan, padahal
sesungguhnya ini terlalu sederhana dalam realita dimensi
pembangunan manusia yang begitu luas, ironisnya konsep ini
justru banyak dianut sebagai ukuran keberhasilan
pembangunan manusia diberbagai belahan dunia
berkembang, termasuk Indonesia. Akibatnya adalah terjadi
ketimpangan perencanaan pembangunan.
Kenyataan diatas jelas menunjukkan bahwa
pengukuran indeks pembangunan manusia di Indonesia
211
secara umum kurang memberikan langkah-langkah yang
seimbang dalam memuat kebijakan-kebijakan.
David C. Korten, menggambarkan dengan jelas
berbagai akibat yang ditimbulkan oleh mega-korporasi dunia,
di antaranya: terkurasnya modal sumber daya alam, manusia,
sosial, bahkan lembaga pemerintahan. Ia membuktikan
bahwa gaya berusaha korporasi cenderung merusak, seperti
mengikis habis hutan, perikanan, dan cadangan tambahan,
kondisi kerja di bawah standar, memberi gaji rendah,
memperlakukan buruh sebagai barang, dan masih banyak
lagi. Semua itu dibenarkan dengan dalih untuk memenuhi
kebutuhan manusia yang makin banyak dan makin
berkembang. Kelembagaan kekuasaan pemerintah juga tidak
terlepas dari penggerogotan fungsi ini. Mereka membayar
jutaan dolar dalam bentuk kontribusi kampanye untuk
memperoleh subsidi pemerintah, penghapusan utang,
penghapusan pajak, serta berjuang untuk memperlemah
standar lingkungan, kesehatan, dan perburuhan yang sangat
penting bagi masyarakat untuk jangka panjang.
Pemerintah memilih produktivitas dengan keyakinan
demokrasi akan tercapai dengan sendirinya tatkala
produktivitas menghasilkan tingkat kemakmuran tertentu
bagi rakyat, namun, strategi tersebut terbukti kurang adaptif.
Pembangunan yang menekan partisipasi dan demokrasi
212
bukan hanya menyebabkan ledakan ke dalam, namun juga
ledakan keluar. Akibat riilnya adalah krisis yang berlangsung
sejak 1997 yang disusul dengan jatuhnya rezim Orde Baru.
Namun, bukan berarti dengan demikian yang tersedia adalah
pilihan demokrasi atau partisipasi.
Produktivitas adalah alasan penting sebagai modal
dasar pertumbuhan, maka dunia hari ini adalah the only sign
of life is growth, and the only sign of growth is speed (kalau
anda tidak mau hidup ya jangan tumbuh, dan kalau mau
tumbuh harus cepat), semenjak globalisasi mendesakkan
fakta bahwa there is only two thing left in the world: the
quick and the dead (jika ingin hidup kita harus serba-cepat).
Jadi, partisipasi dan produktivitas adalah harga yang
sulit untuk ditawar, karena partisipasi dan produktivitas
adalah strategi pembangunan yang paling akomodatif dalam
melihat hasil dari pemberdayaan masyarakat.
Terakhir, yang dapat penulis sampaikan bahwa,
komunikasi dalam pembangunan adalah hubungan timbal-
bailk dan bersifat ganda, yaitu pertama; sebagai bagian
hubungan masyarakat dan pemerintah, yang kedua; adalah
sebagai sarana pemerintah yang aplikatif dalam
merencanakan, menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi
program dan kebijakan pemerintah yang adaptif terhadap
213
ruang dan waktu sebagai bagian dari pembangunan yang
berkelanjutan.
9.2 Rekomendasi
Adapun rekomendasi yang dapat diberikan,
berkaitan dengan komunikasi sosial pembangunan ini adalah:
a. Komunikasi bukanlah panasea, obat ampuh yang dapat
menyelesaikan semua penyakit (masalah-masalah) dalam
hidup ini. Namun adalah komunikasi salah satu cara
yang dapat dipakai untuk membantu atau menyelesaikan
masalah. Komunikasi adalah merupakan alat penentu
bagaimana pesan-pesan itu memberikan informasi,
mempersuasi, transmisi budaya, mendorong kohesi
sosial, pengawasan, korelasi masyarakat dan lingkungan,
pewarisan nilai dan norma dan pola tindakan terhadap
generasi selanjutnya, menggugat dan melawan
kekuasaan pemerintah.
b. Pembangunan harus diarahkan sesuai dengan kebutuhan
ruang dan mempertimbangkan perbedaan latar belakang
sosio-kultural masyarakat tempatan, serta tetap
memperhatikan lingkungan, karena pembagunan yang
partisipatif itu harus berakar dari bawah (grassroots),
memelihara keberagaman budaya, serta menjunjung
tinggi martabat dan kebebasan masyarakat.
214
c. Pendekatan manajemen dimulai dengan menyusun visi,
disusul misi, strategi, dan aksi pembangunan. Visi adalah
arah ke mana kita hendak pergi. Visi pembangunan
Indonesia adalah sebuah negara yang berisi rakyat yang
makmur, mandiri, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
artinya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan
keadilan. Misi, adalah alasan keberadaan kita sebagai
bangsa. Misi pembangunan Indonesia adalah sebagai
sebuah negara-bangsa yang merdeka, bersatu, dan
berdaulat, di dalam kerangka kehidupan bersama umat
manusia di dunia. Visi dan misi pembangunan Indonesia
harus sama bagi setiap organisasi dan masyarakat,
namun aspirasinya dapat berlainan sesuai dengan tempat
dan kondisi masing-masing.
d. Efektivitas aparatur pemerintah maupun pemerintah
daerah sebagai sumber (source) dan koordinator
perencanaan pembangunan yang terpadu dan
menyeluruh.
e. Perlunya pengendalian lingkungan dan sumber daya:
pengawasan terhadap kepemilikan lahan, pemetaan
(mapping) daya dukung untuk budidaya, konservasi yang
dilengkapi informasi daya dukung lingkungan.
215
f. Perlunya pengembangan peraturan perundang-undangan
yang berpihak pada masyarakat banyak dan bukan pada
golongan dan kepentingan tertentu.
g. Yang tak kalah penting dalam konsep pembangunan
adalah membangun mentalitas sebagai penguatan
karekter bangsa. Membangun mentalitas adalah suatu
gerakan perubahan yang dibentuk melalui konsensus
terhadap nilai-nilai masyarakat dan kebangsaan.
Membangun mentalitas dimulai dari keteladanan para
pemimpin, dan pemimpin itu merupakan contoh bagi
generasi muda yang memegang tongkat estafet
pembangunan berikutnya. Generasi muda merupakan
aset besar suatu bangsa yang dapat menjadi fondasi
tatanan kehidupan. Tokoh-tokoh besar pun
mengabadikan peran besar generasi muda dalam bingkai
sastra yang indah seperti ungkapan Soekarno yang
membakar semangat pemuda kala itu “berikan aku seribu
orang tua, niscaya aku cabut semeru dari akarnya, jika
kau beri aku satu pemuda niscaya aku akan guncangkan
dunia”. Jadi pencontohan yang baik dari pemimpin akan
menelurkan harapan dan cita yang lahir atas dasar
kesucian hati, dan menjauhkan diri dari kepentingan
sendiri, namun jika pemimpin menempatkan diri sebagai
216
figur yang buruk, maka tentu mewarisi generasi yang
buruk pula.
217
Glosarium
A
Agenda 21 : Merupakan dokumen yang berisikan
strategi untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan yang
ditandatangani oleh 179 negara
(termasuk Indonesia) yang berisikan
kegiatan-kegiatan, antara lain:
pengentasan kemiskinan, kelaparan,
pemberantasan penyakit dan buta huruf,
perubahan pola konsumsi diseluruh
dunia, penghentian kerusakan sistem
yang penting bagi kelangsungan hidup
manusia.
B
BAPPEDA : Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah. adalah lembaga teknis daerah
dibidang penelitian dan perencanaan
pembangunan daerah yang dipimpin
oleh seorang kepala badan yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada
Gubernur, Bupati/Walikota melalui
Sekretaris Daerah. Badan ini mempunyai
tugas pokok membantu Gubernur,
Bupati/Walikota dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah dibidang penelitian
dan perencanaan pembangunan daerah.
219
BAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional. adalah Lembaga Pemerintah
Non-Kementerian Indonesia yang berada
di bawah dan bertanggungjawab kepada
Presiden, dan mempunyai tugas
melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang perencanaan pembangunan
nasional sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
220
C
CBR : Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth
Rate/CBR), yaitu angka yang
menunjukkan banyaknya bayi lahir
hidup dari setiap 1000 penduduk dalam
periode tahun tertentu.
D
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat. (disingkat
DPR-RI atau DPR) adalah salah satu
lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan lembaga perwakilan rakyat.
DPR terdiri atas anggota partai politik
peserta pemilihan umum yang dipilih
melalui pemilihan umum.
221
kemudian diatur lebih lanjut dengan
undang-undang.
G
GEF : Global Environmental Facilities
organisasi yang dibentuk untuk
melaksanakan pemikiran yang dikenal,
“berfikir global dan bertindak lokal”
(think globally act locally). Ada tiga
badan dunia yang melaksanakan GEF ini
yaitu UNDP, UNEP dan Bank Dunia.
I
IPM/HDI : Indeks Pembangunan Manusia (Human
Depelopment Index) adalah pengukuran
perbandingan dari harapan hidup, melek
huruf, pendidikan dan standar hidup
untuk semua negara seluruh dunia.
223
ICA : International Communication
Association adalah asosiasi akademik
nirlaba yang didirikan pada tahun 1950
sebagai Perhimpunan Nasional untuk
Studi Komunikasi (NSSC) yang semua
anggotanya tertarik dalam studi
pengajaran, dan penerapan semua aspek
komunikasi manusia. Anggota aktif lebih
dari 4.300 Orang dan di 70 Negara,
sekitar dua pertiga diantaranya adalah
akademisi, professor dan mahasiswa
pascasarjana, anggota yang lain adalah
pemerintah, media teknologi
komunikasi, hukum bisnis, kedokteran
dan profesi lainnya. ICA berkantor pusat
di Washington DC, Amerika Sarikat.
Pada tahun 2003 diidentifikasi oleh PBB
sebagai organisasi non-pemerintah
K
Kegiatan : Kegiatan adalah bentuk aktivitas; usaha
yang dilakukan oleh satuan kerja.
M
Marshall plan : Sebutan rencana marshall yang ditujukan
untuk bangsa-bangsa di Amerika Latin,
Afrika dan Asia untuk meneruskan
pembangunannya dibidang sosial-
ekonomi. Marshall Plan adalah program
ekonomi skala besar pada tahun 1947-
1951 oleh Amerika Serikat yang
bertujuan membangun kembali kekuatan
ekonomi negara-negara di Eropa setelah
Perang Dunia II usai (The Marshall Plan
was replaced by the Mutual Security
Plan at the end of 1951). Inisiatif
penamaan diambil dari Sekretaris
Negara George Marshall. Pembagian
bantuan rencana marshall ini tidak hanya
untuk negara-negara Eropa namun juga
negara Asia yang terkena imbas dari
Perang Dunia II.
P
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB,
bahasa Inggris: United Nations,
disingkat UN) adalah organisasi
internasional yang didirikan pada
tanggal 24 Oktober 1945 untuk
mendorong kerjasama internasional.
Badan ini merupakan pengganti Liga
Bangsa-Bangsa dan didirikan setelah
Perang Dunia II untuk mencegah
228
terjadinya konflik serupa. Pada saat
didirikan, PBB memiliki 51 negara
anggota; saat ini terdapat 193 anggota.
229
R
Renstra : Rencana stategis adalah proses yang
dilakukan organisasi untuk menentukan
strategi atau arahan, serta mengambil
keputusan untuk mengalokasikan sumber
daya (termasuk modal dan sumber daya
manusia) untuk mencapai strategi ini.
231
S
Sasaran : Hasil yang akan dicapai secara nyata
dalam rumusan yang lebih spesifik dan
terukur suatu lembaga
234
V
Visi : Suatu pernyataan tentang gambaran
keadaan dan karakteristik yang ingin di
capai oleh suatu lembaga dimasa yang
akan datang.
W
WCED : World Commission on Environment and
Development. Secara resmi dikenal
sebagai Komisi Dunia untunk
Lingkungan dan Pembangunan. Misi
komisi ini adalah untuk menyatukan
negara-negara untuk mengejar
pembangunan berkelanjutan bersama-
sama. Ketua komisi, Gro Harlem
Brundland ditunjuk oleh Javier Perez de
Cuelar Sekretaris Jendral PBB, pada
bulan Desembar 1983. Pada saat itu,
Majelis Umum PBB menyadari bahwa
ada penurunan berat lingkungan manusia
dan sumberdaya alam. Untuk
menggalang negara-negara untuk bekerja
dan mengejar pembangunan
berkelanjutan bersama-sama. Gro
Harlem Brundland adalah perdana
menteri Norwegia dan terpilih karena
latar belakang yang kuat dala ilmu dan
kesehatan masyarakat. komisi Brundland
dibubarkan pada Desember 1987setelah
merilis Our Common Future juga
dikenal sebagai laporan Brundland pada
bulan Oktober 1987, sebuah dokumen
yang diciptakan dan didefenisikan arti
dan istilah “Pembangunan
Berkelanjutan”. Organisasi Our
235
Common Future dimulai pada bulan
April 1988 untuk mengantikan komisi
Brundland.
#
#MelawanAsap : Gerakan yang digunakan jejaring sosial
(nitizen) melalui media sosial dalam
menyikapi persoalan kebakaran hutan
yang menimbulkan asap.
236
Indeks
A
Afrika, 3, 152
Agenda setting, 100, 103
Agenda 21, 158, 159, 160, 162
Amerika Latin, 3
Amerika Sarikat, 3, 92
Antropologi, 40, 41, 56, 186, 187, 209
Aristoteles, 5
Asia, 3, 125, 152, 184
Auguste Comte, 6, 7
B
BPS, 150, 168, 169
Bales, 78, 79
Bittner. J, 81
Bappeda, 164, 165, 210
Bappenas, 164, 165, 210
C
Carl Hovland, 91, 92, 93
Carl. E. Larson, 66, 70, 73, 76, 78
Cultural universals,185
China, 184
Common vision, 161
D
Dampak positif, 36, 39, 59, 60, 61
Dampak negatif, 36, 47, 60, 180, 183
Dampak yang disadari, 36
Dampak yang tidak disadari, 36, 37
Daniel Lerner, 3
David C. Korten, 46, 119, 212
DeFleur, Melvin, 55, 98
237
Demografi, 5, 102, 103, 145, 169, 186, 196
Departemen kesehatan, 139
Departemen Dalam Negeri, 168
Desentralisasi, 15, 21, 33
Determinisme teknologi (technological determinism), 50, 51,
88
Difusi, 38, 39
Dinsonansi Kognitif, 64
Diversifikasi, 199
DPD, 12
DPR, 12
DPRD Provinsi, 12, 20
DPRD Kabupaten/Kota, 12, 20
E
Eksekutif, 12, 13, 20
Eksploitasi, 17, 131, 132
Elihu Katz, 94, 119
Elisabet Noelle-Neumann, 105, 107, 108
Emile Durkheim, 6, 7
Enkulturasi, 41, 42, 43
Etnografi, 186, 190
Equilibrium, 7, 78
Evaluasi, 24, 26, 48, 98, 108, 127, 139, 210, 213
Evolusi, 55, 56, 129
F
Filipina, 48, 184
Fungsional, 6, 7, 8, 129
Fungsionalisme-struktural, 7, 44
Fritz Heider, 69, 70, 71, 72, 73
G
GBHN, 32
George Gerbner, 101, 102
238
George Harbert Mead, 109
George Ritzer, 142
Global Environmental Facilities (GEF), 159, 160
Gross Domestic Product ( GDP), 140
Gross National Product (GNP), 135, 140, 159
Global Village, 46, 91
Gro Harlem Brundtland, 157
Goldberg, Alvin, 66, 73, 76,78
H
Harber Blumer, 94, 95, 110
Harbert Spencer, 6
Harry S. Truman, 2
homo neandertal, 56
Human communication, 26
Human investement, 175
I
Indeks Pembangunan Manusia, 211
India, 184
Industri, 3, 50, 53, 54, 58, 86, 128, 129, 131, 154, 167, 181,
191, 192, 193, 197, 201, 202
Industrialisasi, 120, 135
Infrastruktur, 32, 191, 197, 198, 201
Inggris, 18, 19, 22, 65, 124
Inovasi, 10, 38, 39, 151, 201
Integrasi, 7, 8, 34, 46, 64, 99, 158, 163, 200
Interaksi, 9, 11, 37, 42, 46, 67, 68, 72, 73, 78, 95, 110, 111,
112, 113, 114, 115, 136, 153, 164, 165, 187, 194, 209
Interaksi Simbolik, 109, 110, 111, 112, 113, 114
Internalisasi, 42, 43, 117
International Communication Association (ICA), 2
Intercultural Communication Division (ICD), 2
Intercultural and Development Communication Division
(IDCD), 2
239
J
Jaringan listrik dan energi, 199
Jaringan irigasi dan air baku, 201
Jaringan telekomunikasi, 200
Jaringan transportasi, 192, 195, 198
Jaringan transportasi pipa, 201, 202
K
Karl Marx, 89
Kartu Indonesia Sehat (KIS), 178
Kawasan perkotaan, 192, 193
Kehidupan sosial, 9, 13, 37, 53, 59, 61, 115, 116, 137, 209
Kebudayaan, 5, 9, 38, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 47, 56, 57, 101,
110, 111, 116, 184, 185, 186, 189, 190
Kebudayaan melayu, 188, 189, 190
Kelly, 66, 67
Kementerian, 164, 165, 207, 208, 210
Kementerian Dalam Negeri, 169
Kementerian Lingkungan Hidup, 162
Kerajaan melayu, 188
Kerajaan Siak Sri Indrapura, 188
Ketenagalistrikan, 199, 200
Keynes. J.M, 22
KBBI, 13, 35, 50
Klasik, 4, 21, 22, 24, 122
Kluckhohn. C, 43, 185
Koentjaraningrat, 43, 55, 186, 187
Komunikasi antarpribadi, 10, 26, 63, 64, 68, 210
Komunikasi kelompok, 10, 26, 66, 67, 68, 69, 78, 79
Komunikasi massa, 10, 26, 55, 81, 82, 84, 85, 94, 116, 210
Komunikasi sosial pembangunan, 1, 2, 3, 10, 11, 24, 27, 39,
209, 214
Kota Pekanbaru, 188, 189, 190
KTT Rio+20, 160, 161
240
L
Legislatif, 12, 13
Lasswell, D, Harold, 24, 25, 96
M
Makhluk sosial, 5, 167
Marshall plan, 3, 124, 127
McLuhan, Marshall, 51, 87, 88, 89, 90, 91
Media massa, 4, 39, 46, 54, 55, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86,
87, 94, 98, 100, 101, 104, 106, 107, 108, 109, 116, 135
Mega-korporasi, 212
M.M Miller, 100
Millenium Development Goals (MDGs), 162
Misi, 155, 163, 190, 206, 207, 215
Modernisasi, 4, 129, 130, 131
Moreno, 77
Morissan, 84, 89, 90, 92, 94, 96, 115, 116
Muhammad Ali Abdul Jalil Muazamsyah, 188
Musrenbang, 29, 165, 206, 210
N
Nas, P.J.M, 152
Nasution, Zulkarimen., 3, 4, 26
Negara baru merdeka, 4
Negara kaya, 4
Negara maju, 4, 124, 125, 126, 127, 130, 131, 132, 136, 159,
172
Negara miskin, 3, 4
Neo-klasik, 12, 22
Non-pemerintah, 158, 159
Non-verbal, 63, 112
O
Orde baru, 173, 213
241
P
Panasea, 214
Partisipasi, 11, 21, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 50,
163, 201, 209, 212, 213
Paradigma, 24, 33, 40, 81, 109, 116, 123, 124, 134, 135, 136,
137, 138, 178
Pembangunan berkelanjutan, 155, 156, 157, 158, 160, 161,
162, 179, 199
Pemerintah(an) 12, 13, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26,
28, 32, 33, 34, 35, 49, 86, 97, 117, 136, 158, 159, 160,
162, 165, 169, 171, 173, 174, 188, 189, 190, 192, 196,
197, 198, 200, 201, 206, 207, 208, 210, 212, 213, 214
Pemerintah(an) daerah, 18,19, 20, 21, 199, 204, 215
Pemerintahan desa, 12
Pemerintah(an) pusat, 16, 19, 20, 21, 163
Perang dunia ke-II, 2, 3 40, 124
Perdana Menteri Norwegia, 157
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), 152, 157, 160, 185
Perspektif liberal, 16
Perspektif sosialis,16,17
Perubahan sosial, 2, 10, 38, 39, 40, 41, 44, 99, 102, 122, 127,
129
Peter L. Berger, 115, 118
Proses sosial, 37, 41, 164, 209
Program Indonesia Sehat, 178
Pusat Kegiatan Nasional (PKN), 192, 193
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), 192
Pusat Kegiatan Lokal (PKL), 192
Q
Quebral, 10
R
RKP, 199, 207
242
RPJMD, 190, 206
RPJMN, 162, 206
RPJPD, 189, 190, 206
RPJPN, 162, 205, 206
R. Naroll, 187
Robert Friederichs, 124
Rusia, 18
Ryaas Rasyid, 19
S
Sandra J. Ball-Rockeach, 55, 98
SKPD, 29
Selo Soemardjan, 38
Sistem sosial, 1, 6, 7, 8, 9, 11, 38, 39, 42, 44, 47, 72, 84, 91,
129, 134, 184
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), 178
Sosialisasi, 33, 42, 43, 117
Sosio-kultural, 4, 214
Sosiometris, 77, 78
Sosiologi, 5, 6, 36, 37, 40, 41, 184, 209
Stephen D. Reese, 100
Struktur sosial, 7, 53, 70, 184
Strong, C.F, 12
Science and Technology Advisory Panel (STAP), 159
T
Talcott Parsons, 6, 7, 8, 44, 184
Teknologi komunikasi, 2, 45, 53, 54, 55, 56, 87, 89
Thibault, 66, 67
Thomas Kuhn, 123, 124
Thomas Luckman, 115, 118
Turner, 62
U
UNCED, 158
243
UNESCO, 185
UNDP, 142, 159, 211
UNEP, 157, 159
Undang-Undang Dasar 1945, 171, 204, 206, 207, 215
V
Verbal, 63, 112
Visi, 163, 185, 189, 190, 206, 207, 215,
Visioner, 207
W
World Health Organization (WHO), 176
William F. Ogburn, 38
World Commission on Environment and Development
(WCED), 155, 156, 157
W.W Rostow, 57, 58, 129
Y
Yudikatif, 12, 13
#
#MelawanAsap, 49
244
Daftar Kepustakaan
245
Hogg, M.A, Vaugan., G.M. Introduction4th Ed.
Pearson
Prentice Hall, Australia, 2005
246
Morissan., Teori Komunikasi Massa; Media, Budaya dan
Masyarakat, Penerbit Galia Indonesia, Bogor, 2011.
Nas, P.J.M., Kota di Dunia Ketiga, Penerbit Bhratara Karya
Aksara, Jakarta, 1984
Nasution, Zulkarimen., Komunikasi Pembangunan:
Pengenalan Teori dan Penerapannya, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2012.
Novida, Nia., Teknologi Industri Media dan Perubahan
Sosial, Program Studi Magister Sosiologi Pascasarjana
UMM, Yogyakarta, 2010
Nurudin., Pengantar Komunikasi Massa, PT. RajaGrafindo
Persada, Cetakan Keempat, Jakarta, 2011.
Rakhmat, Jalaluddin., Teori-teori Komunikasi, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1996.
Sarundajang, S. H., Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah,
Penerbit Erlangga: cetakan kesatu, Jakarta, 2001.
Dokumen:
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
248
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ
Tanggal 11 Agustus 2005, Perihal Petunjuk
Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah.
Subdirektorat Statistik Demografi, Proyeksi Penduduk
Indonesia 2010-2035, BPS, Jakarta, 2013
Internet:
http://news.okezone.com/read/2015/09/25/18/1220737/konfer
ensi-pbb-siap-wujudkan-tujuan-pembangunan-global.
http://www.infonews.web.id/2013/06/sejarah-hari-
lingkungan-hidup-sedunia-5.html
http://www.bps.go.id
http://www.kemendagri.go.id
249
Tentang Penulis
250