PENDAHULUAN
ini merdeka secara de jure pada tahun 1945. Partai politik pertama dibentuk oleh
menekankan pada akar ideologi partai, penekanan partai sebagai alat untuk
1
dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, partai politik merupakan sebuah
organisasi, dan sebagai sebuah organisasi partai politik merupakan entitas yang
Partai adalah alat perjuangan atas sebuah nilai yang mengikat kolektivitas
Dan yang terakhir adalah instrumen untuk meraih kekuasaan adalah melalui
pemilu, bukan yang lainnya. pada titik ini partai politik berbeda dengan kelompok
politik, partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh
sekelompok warga Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan
1
Sigit Pamungkas. PARTAI POLITIK (Teori dan Praktik di Indonesia). Yogyakarta, Perum Griya
Saka Permai, 2011, hal 5.
2
Ibid.,hal 7.
2
Partai politik merupakan institusi yang menjadi penyangga bekerjanya
cara paling masuk akal untuk mewujudkan kedaulatan rakyat maka selama itu
keberadaan partai politik tidak akan terhindarkan. Kehadiran partai politik telah
dalam relasi itu. Lebih dari itu partai politik juga telah mengubah alur elit politik,
alur yang sebelumnya tertutup berubah menjadi terbuka. Dengan adanya partai
politik jabatan-jabatan politik yang semula hanya dapat diduduki oleh golongan
masyarakat.
Dari beberapa definisi yang dijelaskan oleh para ahli menerangkan bahwa
memperjuangkan aspirasi rakyat banyak. Ini dibuktikan dengan budaya dan etika
politik yang ditunjukan oleh para pejabat-pejabat dan para anggota legislatif
kepentingan pribadi.
3
Maka dari itu proses rekruitmen anggota partai sangat penting bagi partai
politik, jika partai politik gagal melakukan fungsi ini maka berarti ia berhenti
parlemen, ada sejumlah gejala yang tidak kondusif bagi proses membangun
dominasi oligarki dalam proses rekrutmen. Elite partai di daerah sangat berkuasa
penuh terhadap proses rekrutmen, yang menentukan siapa yang bakal menduduki
“nomor topi” dan siapa yang sengsara menduduki “nomor sepatu”. Bagaimanapun
pola oligarki elite itu tidak demokratis, melainkan cenderung memelihara praktik-
praktik KKN yang sangat tertutup. Pola tidak menghasilkan parlemen yang
representatif dan mandatori, melainkan parlemen bertipe partisan yang lebih loyal
Pihak kandidat sama sekali tidak mempunyai sense terhadap konstituen yang
tidak tahu siapa kandidat yang bakal mewakilinya, yang kelak akan membawa dan
bisa “membeli kucing dalam karung”. Masyarakat juga tidak bisa menyampaikan
3
Ibid. Hal 85.
4
karena hal ini merupakan otoritas penuh partai politik. Proses dialog yang terbuka
antara partai dengan masyarakat hampir tidak ada, sehingga tidak ada kontrak
hanya memberikan “cek kosong” kepada partai yang kemudian partai bisa
Ketiga, dalam proses rekrutmen tidak dibangun relasi (linkage) yang baik
antara partai politik dan masyarakat sipil. Masyarakat sipil hanya dipandang
secara numerik sebagai angka, bukan sebagai konstituen yang harus dihormati dan
sebagai underbow, sebuah mesin politik yang memobilisasi massa, bukan sebagai
tidak memandang partai politik sebagai bagian dari gerakan sosial (social
kekayaan, bukan pada misi perjuangan politik yang berguna bagi masyarakat.
absah dan partisipasi itu tidak diatur dalam udang-undang atau peraturan daerah.
5
Keempat, dalam proses rekrutmen, partai politik sering menerapkan
kapasitas, dan misi perjuangan. Para mantan tentara dan pejabat diambil bukan
jaringan kekuasaan. Para pengusaha dicomot karena mempunyai duit banyak yang
bisa digunakan secara efektif untuk dana mobilisasi hingga money politics. Para
(yang selama ini menjadi penjaga moral) juga diambil karena mempunyai
haus akan kekuasaan dan ingin menjadikan partai sebagai jalan untuk mobilitas
pada misi perjuangannya tidak mau bergabung atau sulit diajak bergabung ke
partai politik, sebab dalam partai politik tidak terjadi dialektika untuk
partai semakin kentara ketika undang-undang mewajibkan kuota 30% kursi untuk
kaum perempuan.
tidak diisi dengan pengembangan ruang publik yang demokratis, dialog yang
terbuka dan sebagai arena untuk kontrak sosial untuk membangun visi bersama,
janji. Bagi para pendukung partai, kampanye menjadi ajang pesta dan arena untuk
6
menyalurkan ekspresi identitas yang kurang beradab. Mereka bisa memperoleh
“wur-wur” dalam bentuk jaket, topi, kaos, atribut-atribut partai lain secara gratis,
menerima sembako atau sekadar uang bensin, dan lain-lain. Ketika kampanye
digelar, yang hadir hanyalah fungsionaris partai dan para pendukungnya, bukan
konteks “massa mengambang” yang kurang terdidik dan kritis. Dalam jangka
secara sehat sehingga menghasilkan jutaan pemilih tradisional yang sangat rentan
pendidikan politik secara sehat belum terjadi. Partai politik tidak memainkan
sekarang sebagian besar rakyat Indonesia adalah silent majority, yang tenang,
apatis (masa bodoh) dan tidak kritis dalam menghadapi proses politik. Akibatnya
budaya politik yang partisipatif (civic culture) belum terbangun. Kondisi seperti
ini tentu saja tidakmemungkinkan terjadinya proses rekrutmen secara terbuka dan
partisipatif.
partai politik menjadi titik permulaan yang harus dilakukan partai politik terutama
dalam proses pengkaderan anggotanya maupun promosi elite politik baru. Namun
bagi sebagian besar partai politik di negeri ini masalah tersebut tidaklah begitu
7
rekrutmen politik ini. Rekrutmen politik adalah sebagai fungsi mengambil
individu dalam masyarakat untuk dididik, dilatih sehingga memiliki keahlian dan
peran khusus dalam sistem politik. Dharapkan dari proses rekrutmen ini individu
yang dididik dan dilatih tersebut memiliki pengetahuan, nilai, harapan dan
dari aktifitas partai politik di manapun berada. Sayangnya di Indonesia, fungsi ini
baru dapat berjalan ketika pemilu akan diadakan. Lemahnya fungsi rekrutmen
politik ini sebenarnya sudah dapat dijumpai terutama sejak verifikasi partai politik
tingkat akar rumput dilakukan lebih cermat oleh KPU, maka dapat dilihat
yang sedang melakukan seleksi kandidat sesuai dengan yang dibutuhkan partai,
salah satunya adalah partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Dilansir dari
beberapa media lokal Cianjur partai Gerindra telah menerima dan mendapatkan
beberapa calon Bupati yang telah lolos verfikasi partai. Dalam pelaksanaan
dukungan terhadap calon Bupati yang sudah mereka usung sebelumnya di Dewan
Pimpinan Cabang Gerindra Kab. Cianjur. Seperti dilansir dari jpnn.com, ketua
organisasi kaderisasi dan keanggotaan (okk) DPC Gerindra Kab. Cianjur tidak
8
persetujuan dari ketua umum partai. Hal ini sangat membingungkan masyarakat
(DPC) Partai Gerindra Cianjur dengan beberapa alsan dan pertimbangan tertentu.
Partai gerindra merupakan partai politik yang bisa dikatan baru dalam dunia
terjang partai Gerindra tidak bisa dianggap remeh, bahkan dalam waktu beberapa
tahun partai yang di pimpin oleh Prabowo Subianto ini telah mendapat tempat dan
dapat disejajarkan dengan partai besar lainnya. Dibalik itu semua partai ini
baik di tingkat legislatif maupun eksekutif. Maka dari itu sangat dirasa sesuai bila
9
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dirumuskan di atas, maka penulis
1.3.Tujuan Penelitian
1.4.Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
dalam bidang sosial dan politik, khususnya dalam bidang rekruitmen partai
politik.
b. Manfaat Praktis
10
Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah meningkatkan
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
cara merinci hubungan sebab akibat yang terjadi4. Berikut teori yang digunakan
dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini penyajian konsep-konsep atau teori
yang berkaitan dengan judul penelitian, didapat dari beberapa sumber, baik dari
1. Partai Politik
Partai politik pada awalnya lahir di Negara-negara Eropa Barat pada abad
proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang
menjadi penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah dipihak lain5.
undang no 2 tahun 2008 tentang partai politik dijelaskan, bahwa pengertian partai
politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok
warga negara indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-
4
Sardar Ziaddin. Penelitian Kuantitatif dan Kuanlitatif. Bandung; Mizan. 1996
5
Mirian Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta; Gramedia. 2008, Hal 397-398.
12
cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,
6
Khoirudin. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Menakar Kinerja Partai Politik Era
Transisi di Indonesia. Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 2004, Hal 191-192.
7
Sigmund Neumann dalam Inu Kencana Syafiie dan Azhari. Sistem Politik Indonesia. Bandung;
PT Refika Aditama. Hlm 78.
13
mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita sama. Adapun biasanya
Partai politik merupakan institusi politik yang memiliki salah satu fungsi
pemilu. Melalui rekrutmen politik, juga akan menjamin kontinuitas partai politik,
dan kelestarian partai politik. Rekrutmen politik merupakan salah satu fungsi
elementernya. Menurut Ichlasul Amal, partai politik adalah suatu kelompok yang
mengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk dipilih oleh rakyat sehingga
b. Fungsi-fungsi Partai
Selama ini berbagai fungsi yang melekat pada partai politik dilekatkan
begitu saja lewat mekanisme, dalam bahasa LaPalambara, ‘fiat’ (latin) atau ‘kun
fayakun’ (arab), artinya jadi maka jadilah yang itu bersifat logis dan teoritis.
Padahal partai politik itu apakah fungsi, posisi, dan bobotnya dalam sistem politik
tidak dirancang oleh suatu teori tetapi ditentukan oleh kejadian-kejadian yang ada.
empirik yang dikerjakan partai politik dan berlangsung melalui proses evolusi
yang panjang.
8
Op.cit...Miriam Budiardjo, Hlm; 160-161.
14
Kesulitan untuk melekatkan fungsi apa yang semestinya menjadi atribut
partai disebabkan dua hal. Pertama, diantara ahli kepartaian sendiri tidak pernah
mencapai kesepakatan tentang apa yang dimaksud dengan kata fungsi. Beberapa
ahli menggunakan kata fungsi untuk menunjukan aktivitas nyata partai politik,
seperti kontestasi dalam pemilu, sementara ahli yang lain menggunakannya untuk
Dari berbagai studi tentang partai politik, fungsi partai tidak selalu
konseptualisasi V.O. KEY tentang kerangka tiga bagian partai, yaitu parta di
dan partai di institusi pemerintah ( party in the government). Berikut adalah daftar
Gambar 1.1
Tiga Bagian Partai Politik
Partai di Elektorat
(identifier dan pemilih partai)
9
Sigit Pamungkas. Partai Politik (Teori dan Praktik di Indonesia). Institute for Democracy and
welfarism (IDW). Yogyakarta. 2011, Hal 15
10
Ibid., Hal 15.
15
Pertama adalah fungsi partai di elektorat (parties in the electorate). Pada
bagian ini fungsi partai menunjuk pada penampilan partai politik dalam
2. Pendidikan warga negara. Partai politik adalah edukator, pada konteks itu
yang stabil pemilih membutuhkan jangkar politik dan partai politik dapat
Pada fungsi ini menunjuk pada fungsi-fungsi yang melibatkan partai sebagai
organisasi politik, atau proses-proses didalam organisasi partai itu sendiri. Pada
bagian ini partai politik setidaknya memiliki empat fungsi sebagai berikut.
16
1. Rekruitmen kepemimpinan politik dan mencari pejabat pemerintahan,
pada fungsi ini partai politik aktif mencari, meneliti dan mendesain
2. Pelatihan elit politik, dalam fungsi ini partai politik melakukan pelatihan
jabatan politik.
artikulasi kepentingan.
persoalan pemerintahan partai telah identik dengan sejumlah aspek kunci proses
17
2. Pengorganisasian pemerintahan. Pada fungsi ini partai politik
partai yang tidak berkuasa membentuk blok politik diluar partai penguasa.
c. Rekruitmen Politik
Negara karena proses ini menentukan orang-orang yang akan menjalankan fungsi-
fungsi sistem politik negara itu melalui lembaga-lembaga yang ada. Oleh karena
itu, tercapai tidaknya tujuan suatu sistem politik tergantung pada kualitas
18
“kebun rahasia politik” yang menyimpan banyak misteri dan belum banyak yang
terungkap.
yang terbuka dan tertutup. Dalam model rekruitmen terbuka, semua warga
orang-orang yang benar-benar sudah teruji saja yang akan berhasil keluar
keadaan masyarakat atau yang dikenal sebagai platform politiknya serta nilai
11
Inu Kencana,Syafie, Pengantar Ilmu Politik (Bandung: Pustaka RekaCipta,2009),hal.58
19
dalam jabatan birokrasi dan jabatan administrasi. Teori Almond dan Powell
rekruitmen politik juga dikenal istilah jalur-jalur politik yang perlu kita
atau individu artinya jalur ini menjadi kriteria dasar dalam perekrutan
Semua faktor-faktor tersebut perlu kita kaji dan fahami karena tidak
12
Joko J Prihatmoko. Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Semarang: Pustaka Pelajar, 2005. Hal
200-203.
20
politik merupakan dunia yang keras penuh persaingan taktik dan teknik.
pengaruh besar dikalangan masyarakat. Hal ini menjadi salah satu tujuan
dari terbentuknya suatu partai politik yang perlu kita ketahui. Seperti yang
21
mengemban tugas kenegaraan. Fenomena ini dikenal dengan nama
marga atau suku seseorang mendapat jabatan dari sesame marga atau
sukunya.
ditarik untuk bersaing dalam jabatan publik, sedangkan seleksi kandidat adalah
Menurut Norris terdapat tiga tahap dalam rekruitmen politik, pertama yaitu
sertifikasi. Tahap sertifikasi adalah tahap pendefinisian kriteria yang dapat masuk
syarat dan permintaan (demand) dari penyeleksi ketika memutuskan siapa yang
dinominasikan. Yang terkahir adalah tahap pemilu, ialah tahap terakhir yang
22
masing-masing tahap dapat dilihat sebagai permainan progresif tangga nada
Gambar 1.2
Kandidat Independen
tanpa penominasian
poartai apapun
13
Norris dalam Sigit Pamungkas. Partai Politik (Teori dan Praktik di Indonesia). Yogyakarta
Institute for Democracy and Welfarism 2011. Hal 93
23
3. Dimana kandidat di seleksi?
regulasi yang ditetapkan negara. Sedangkan pada model eklusif terdapar sejumlah
kondisi yang membatasi hak pemilih untuk dapat ikut serta dalam seleksi
Gambar 1.3
Inklusif Eksklusif
Yang disebut lembaga ini dapat berupa satu orang, beberapa atau banyak orang,
24
diklasifikasikan dalam sebuah kontinum, sama seperti kontinum kandidasi,
berdasarkan tingkat inklusifitas dan eklusifitas. Pada gambar 1.4, pada titik
ekstrim, penyeleksi adalah sangat inklusif, yaitu pemilih yang memiliki hak
memilih dalam pemilu. Dalam ekstrim yang lain, yaitu selektor sangat eklusif
formal atau informal. Disebut informal apabila tidak ada standar norma yang
dibakukan dan terdapat sedikit aturan dan regulasi konstitusional yang mengikat.
Gambar 1.5
14
Ibid. Hal 94
15
Norris dan Lovenduski. Political Recruitment (Gender, Race and Class in The British
Parliament). Cambridge 1995. Hal 2-8.
25
Pertama informal terpusat. Tipe ini mekanismenya kemungkinan
Formal terpusat dan formal regional adalah eksekutif partai pusat dan
diseleksi secara eksklusif oleh penyeleksi partai pada tingkat nasional tanpa
metode desentralisasi16.
16
Hazan. Comparing Democracies 2: New Challanges in the Studi of Elections and Voting.
London, Sage Publications LTD, 2006. Hal 108.
26
Gambar 1.6
F
Sub Sektor Terdesentralisasi
U
kelompok-
N kelompok sub-
G sosial bersyarat
S
I Sektor luas/
O kelompok sosial
N
A Nasional Terpusat
L
Nasional Regional Lokal
TERITORIAL
Sumber: Rahat and Hazan (2001:301)
kandidat partai yang diantaranya dilakukan oleh pemimpin partai lokal, komite
dari cabang sebuah partai, semua anggota atau pemilih di sebuah distrik
dua model yang konfrontatif, yaitu model pemilihan vs penunjukan. Dalam sistem
tanpa seorang penyeleksi pun dapat mengubah daftar komposisi. Sementara itu
27
persetujuan oleh agensi partai yang lain kecuali penominasian oleh partai atau
tentang partai sebagai agen demokrasi menjadi dasar bahwa model yang
kecil menentukan kandidat untuk membuat daftar pendek. Tahap kedua sebuah
perwakilan terpilih dari partai bisa menambah atau mengurangi kandidat dengan
kembali kandidat incumbent. Ketiga, anggota partai akan memilih kandidat untuk
Gambar 1.7
Eksklusif Inklusif
menggunakan sistem penunjukan dan voting. Prinsip yang harus ditaati dalam
28
multi tahap tersebut kerumitan yang muncul terkait dengan kandidasi, isu
pembilahan kelas, agama, seks, ras, bahasa, daerah, dan sebagainya. Berikut
organisasi dan harapan yang mereka inginkan, terdapat dua tipe aktivis partai
yang dihasilkan dalam proses seleksi kandidat, yaitu tipe aktivis partai profesional
dan tipe partai amatur. Aktivis partai profesional adalah pekerja partai yang
loyalitas pertamanya ditujukan kepada partai itu sendiri dan gaya bekerjanya
adalah pragmatis. Mereka ini adalah pendukung partai reguler yang mendukung
partainya baik dalam situasi baik dan buruk. Tipe kedua adalah amatur, tipe ini
17
Sigit Pamungkas. Partai Politik (Teori dan Praktik di Indonesia). Yogyakarta Institute for
Democracy and Welfarism 2011. Hal 100-101
29
insentive) yang melihat aktivitas partai hanya salah satu alat untuk mencapai
Partai politik dengan aktivitas amatur akan memiliki prilaku yang berbeda
tertentu. Bagi mereka, isu adalah tujuan dan partai adalah alat mencapai tujuan.
Loyalitas aktivis amatur kepada partai berbanding lurus dengan komitmen partai
terhadap isu-isu strategis. Mereka ini kurang dapat membuat kompromi dengan
posisi mereka untuk memenangkan pemilu. Kedepan tipe amatur akan muncul
perhatian pada isu-isu top partai sebagai agenda. Ketika mereka memimpin partai
sering membawa angin perubahan yang kuat baik dalam unsur internal maupun
Pada tipe aktivis profesional atau pragmatis, tujuan mereka adalah sukses
dalam pemilihan, posisi isu dan kandidat adalah jalan atau alat untuk mencapai
populer tetapi bukan dengan mempermainkan isu utama. Pada titik ini, pemimpin
aktivis yang tumbuh dengan orientasi isu, aktivis purist dan kolega pragmatis
mereka18.
18
Ibid. Hal 102
30
Tabel 1.1
Perbandingan kandidat Profesional dan Amatur
Klasifikasi lain tentang output kandidat dalam rekruitmen politik yaitu tipe
terdapat empat tipe kandidat yaitu loyalis partai (party loyalist), pelayan
meliputi: orang dalam partai (party insider), penyokong partai (party adherent),
(group agent).
31
Tabel 1.2
32
Tabel 1.3
Model ideal kandidasi eksekutif dan tipe ideal jalan menuju kekuasaan
Tipe Knadidat Orang dalam Penyokong partai Independen yang Agen kelompok
partai bergerak bebas
Model rekruitmen politik antara partai politik yang satu dengan yang
lainnya tidak pasti sama. Terdapat perbedaan model rekruitmen antara partai yang
satu dengan yang lainnya. perbedaan model rekruitmen itu tergantung pada
politik.
variabel legal dan variabel partai politik. Detail dua variable tersebut berbeda
33
operasionalisasi faktor determinasi proses rekruitmen itu kemudian akan
variabel legal yang mempengaruhi rekruitmen politik adalah: besaran distrik, tipe
keuangan partai.
kembali, dan bentuk negara. Pada variabel partai politik, faktor yang
dengan uang19.
19
Ibid. Hal 104-105
34
Tabel 1.4
Variabel
Legal
Besaran Moderat (4-6) atau Rendah (1-3) Tinggi Tidak puas
distrik tinggi (lebih dari 7)
Tipe daftar Tertutup Terbuka atau Terbuka Tidak jelas
tertutup
Pemilu ulang Ya Ya Tidak Ya
Organisasi Kesatuan Federal Federal Tidak jelas
geografik
Kesatuan Kuat Kuat Lemah Tidak jelas
legislatif
Variabel
partai
Sentralisasi Sentralistik seleksi Lokalistik pemilu Lokalistik Komporasi
keinklusifan elit pendahuluan seleksi sendiri peran
kelompok
fungsional
dalam
seleksi
Organisasi Birokratik Berbasis patronase Tidak teratur Berbasis
partai atau PI tidak kelompok
relevan
Koneksi Kontrol partai atau Pembiayaan negara Bisnis privat Pembiayaan
keuangan pembiayaan negara kepada individu dan atau oleh atau
partai melalui partai independen pembiayaan melalui
pribadi kelompok
fungsional
Tipe kandidat Loyalis partai Pelayan konstituen Entrepreneur Delegasi
kelompok
Sumber: Siavelis dan Morgenstern (2008:18)
35
Tabel 1.5
Model ideal Kandidasi Eksekutif dan Tipe ideal jalan menuju Kekuasaan
Variabel Legal
Aturan Kemenangan Pluralitas dengan Dua putaran Dua putaran
kemenangan pluralitas threshold (runoff) (runoff)
pluralitas sederhana
Pemilu serentak Serentak Serentak Tidak serentak Tidak serentak
36
2. Definisi Konseptual
pembatasan antara konsep yang satu dengan yang lainnya agar tidak terjadi
3. Output rekruitmen politik adalah hasil dari suatu proses rekruitmen atau
bagaimana dan tipe kandidat seperti apa yang ada didalam partai politik
hasil rekruitmen.
37
3. Definisi Operasional
a. Tahap sertifikasi
b. Tahap penominasian
c. Tahap pemilu
38
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
kualitatif yaitu metode dalam penelitian suatu objek, suatu peristiwa pada masa
tersebut pada kondisi yang alamiah (Natural Setting). Menurut Moh. Nazir
kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi serta suatu sistem pemikiran
bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk
20
Haris Herdiansyah. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika.2010, Hlm 9.
39
2. Lokasi Penelitian
Dalam hal ini lokasi atau objek penelitian penulis yaitu kantor Dewan
3. Jenis Data
a. Data Primer
Data Primer adalah informasi atau data yang diperoleh secara langsung
dari tempat penelitian atau lapangan dari unit analisa sebagai objek penelitian.
mendapatkan data yang akurat. Informan dalam penelitian ini dilakukan secara
terkait yang sudah diseleksi dan dianggap mampu dan mengetahui tentang
informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini adalah
data ini sebagai sumber utama dalam penelitian untuk mendapatkan informasi
langsung yang tepat dan benar mengenai proses rekruitmen yang terjadi di dalam
Partai Gerindra.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data-data atau informasi yang diperoleh secara tidak
langsung, tetapi didapat dari sumber bacaan dan sumber-sumber lainnya seperti
40
dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah khususnya yang terkait dengan
objek penelitian. Data sekunder juga dapat berupa majalah, buletin, publikasi dari
sebagainya yang dijadikan sebagai landasan serta hal-hal yang terkait dengan
dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan dan didapat melalui data-data
primer.
41
b. Observasi adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti mengamati
real (nyata) terjadi didalam unit analisa dengan cara peneliti terlibat
langsung kepada situasi yang terjadi didalam unit analisa itu sendiri.
terkait dengan keadaan konsep penelitian didalam unit analisa, dan terkait
mendapatkan data yang valid yaitu dengan melihat data-data yang ada di
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
fenoma yang terjadi didalam unit analisis dengan pemikiran yang logis dan
metodelogi terkait dari semua data yang didapatkan dari naskah wawancara,
42
b. Mengabstraksikan tema-tema fenomena sosial yang bersifat induktif.
d. Dialogkan teori lokal dengan teori-teori lain yang ada dalam penelitian21.
21
Dian Eka Rahmawati, Diktat Metode Penelitian Sosial, Laboratorium Ilmu Pemerintahn UMY, 2010. Hlm
32‐35
43
DAFTAR PUSTAKA
Norris dan Lovenduski. (1995). Political Recruitment (Gender, Race and Class in
The British Parliament). Cambridge.
44