FILSAFAT POSMODERNISME
2. Tokoh Posmodernisme
a. Charles Sanders Pierce (1839-1914)
1) Riwayat Charles Sanders Pierce (1839-1914)
Charles Sanders Pierce (1839-1914), 10
September 1839 adalah seorang filsuf, ahli logika
semiotika, matematika dan ilmuan Amerika
Serikat yang lahir di Cambridge, Massachusetts.
Karya-Karya Charles Sanders Pierce (1839-1914)
diantaranya :
a. Collected Papers of
Charles Sanders Peirce, 8 vols. Edited by Charles Hartshorne, Paul Weiss,
and Arthur Burks (Harvard University Press,Cambridge, Massachusetts,
1931-1958).2)
b. The Essential Peirce, 2 vols. Edited by Nathan Houser, Christian Kloesel,
and the Peirce Edition Project ( Indiana University Press, Bloomington,
Indiana, 1992,1998).3),
(Syadali, at all. 1997).
2) Ajaran Filsafat Charles Sanders Pierce
Pada dasarnya Pierce , tidak banyak mempermasalahkan estetika dalam
tulisan-tulisannya. Meskipun demikian, teori-torinya mengenai tanda mendasari
pembicaraan estetika generasi berikutnya. Menurut Pierce, makna tanda yang
sesungguhnya adalah mengemukakan sesuatu. Dengan kata lain, tanda mengacu
kepada sesuatu.
Tanda harus diinterpretasikan sehingga dari tanda yang orisinal akan
berkembang tanda-tanda yang baru. Tanda selalu terikat dengan sistem budaya,
tanda-tanda bersifat konvensional, dipahami menurut perjanjian, tidak ada
tanda-tanda yang bebas konteks. Tanda selalu bersifat Plural (jamak), tanda-
tanda hanya berfungsi hanya kaitannya dalam kaitannya dengan tanda yang lain.
Contoh tanda merah dalam lalu lintas, selain dinyatakan melalui warna merah,
juga ditempatkan pada posisi paling tinggi (Anonim, 2012).
Dalam pengertian Pierce fungsi refresial didefenisikan melalui triadik
ikon, indeks, dan simbol. Tetapi interpretasi holistik harus juga
mempertimbangkan tanda sebagai perwujudan gejala umum, sebagai
representamen (qualisign, sisign, dan lesisign), dan tanda-tanda baru yang
terbentuk dalam batin penerima, sebagai interpretant (rheme, dicent, dan
argument) dengan kalimat lain, diantara objek, representamen, dan interpretan,
yang paling sering dibicarakan adalah objek (ikon, indeks dan simbol) (Anonim,
2012).
Jadi, apa yang dicari manusia modern selama ini, yaitu kepastian
tunggal yang “ada di depan” tidaklah ada dan tidak ada satu pun yang bisa
dijadikan pegangan. Karena, satu-satunya yang bisa dikatakan pasti, ternyata
adalah ketidakpastian, atau permainan. Semuanya harus ditunda atau
ditangguhkan (deferred) sembari kita terus bermain bebas dengan perbedaan (to
differ). Inilah yang ditawarkan Derrida, dan posmodernitas adalah permainan
dengan ketidakpastian.
Selain itu, Derrida mengkritik adanya oposisi biner (Binary
Opposition) yang selalu memberikan dikotomisasi dalam segala hal. Adanya
dikotomi baik atau buruk, makna atau bentuk, jiwa atau badan, transcendental
atau imanen, maskulin atau feminin, benar atau salah, lisan atau tulisan, dan
sebagainya. Dikotomisasi seperti ini pada akhirnya akan memunculkan hirarki,
yang menjadikan satudiatas dari yang lain.
Misalnya, maskulin lebih baik dari feminim, lisan lebih baik dari
tulisan, dan sebagainya. Oleh karena itu menurut Derrida, yang harus dilakukan
adalah pembalikan (inverse). Maksudnya, segala sesuatu dalamdekonstruksi
harus dianggap satu. Tidak ada lagi oposis biner yang memisah-misahkan,
(Annona, 2013).
c. Kegiatan Pembelajaran
Di era postmodern ini terdapat beberapa aliran yang muncul, seperti
liberalisme, progresisme, dan lainnya. Dari beberapa aliran tersebut dikemukakan dari
aliran progresisme bahwa pada dasarnya proses pendidikan menyangkut dua aspek yaitu
psikologi dan sosiologi. Dipandang dari aspek psikologi, pendidikan harus mampu
mengetahui tenaga atau daya atau potensi yang dimiliki oleh anak didik dan kemudian
harus dikembangkan keberadaannya. Dari aspek sosiologi, pendidikan merupakan
sebuah kegiatan yang tidak dapat dilepaskan dari lingkungan masyarakat yang
melingkupinya, sebab antara sekolah sebagai tempat dilakukannya proses pendidikan
dan masyarakat selalu berdampingan keberadannya. Pendidikan juga merupakan sarana
pembaharuan dan perbahan dalam masyarakat (agent of people cange), dari yang tidak
baik menjadi baik, dari yang baik menjadi lebih baik dan seterusnya (Anonim, 2014).
Sedangkan kegiatan pembelajaran menurut aliran liberalism adalah kegiatan
belajar memiliki arti yang besar jika pendidikan tersebut diarahkan oleh siswa, dan guru
sebagai fasilitator yang siap sedia untuk membantu penyelesaian masalah yang
dihadapi.Hal ini akan menjadi lebih baik dibandingkan dengan pembelajarn yang
diarahkan oleh pendidik saja. Pendidik dalam hal ini diposisikan sebagai pengorganisisr
dan penuntun kegiatan dan pengalaman belajar (Anonim, 2014).
Pelaksanaan ujian yang bersifat praktek secara langsung dalam kehiduan nyata
memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan ujian biasa paper and pencils test
yang banyak dilakukan di Indonesia. Selain itu persaingan antar siswa yang bersifat
personal tersebut seminim mungkin dihindari, hal ini dikarenakan sikap tersebut
cenderung melemahkan motivasi pada diri siswa. Penekanan dalam pembelajaran yang
dilaksanakan banyak diarahkan pada afektifnya –dalam hal ini motivasi dari- yang
nantinya mampu membentuk kemampuan kognitif anak. Psikomotorik juga termasuk
bagian yang memiliki arti penting dalam kegiatan belajar. Dalam hal penekanan
psikomotorik ini perlu adanya penyesuaian dengan pronsip-prinsip yang sudah ada
dengan sesuatu yang lebih baik (Anonim, 2014).
10. Pengembangan kurikulum pada era postmodern akan memberikan argumen terhadap
pendekatan tradisional atas logika positivisme modern kepada pelajaran sejarah sebagai
sebuah peristiwa yang perlu dipelajari. Kurikulum postmodern akan mendorong refleksi
autobiograpikhal, menjelaskan pengamatan yang didapat, memperbaiki hasil
interpretasi dan mengerti secara kontekstual. Pengetahuan dipahami sebagai
ketertarikan refleksi manusia, adanya nilai yang dianut, ada aksi yang dibangun secara
sosial.
11. Keunggulan Lahirnya Filsafat Posmodernisme
a. Pengingkaran atas semua jenis ideology. Konsep berfilsafat dalam era
postmodernisme adalah hasil penggabungan dari berbagai jenis fondasi pemikiran.
Mereka tidak mau terkungkung dan terjebak dalam satu bentuk fondasi pemikiran
filsafat tertentu.
b. Menggantikan peran cerita-cerita besar menuju cerita-cerita kecil, dimana aliran
modernism dianggap bergantung dan terpaku pada grand narrative dari kemapanan
filsafat yang hanya mengandalkan akal, dialektika roh, emansipasi subjek yang
rasional, dan sebagainya.
c. Aliran ini tidak meniru sesuatu yang ada (pemikiran) tetapimenggunakan sesuatu
yang sudah ada dengan gaya baru, dan lain-lain.
12. Kekurangan Filsafat Posmodernisme
a. Postmodernisme tidak memiliki asas-asa yang jelas (universal dan permanen).
Bagaimana mungkin akal sehat manusia dapat menerima sesuatu yang tidak jelas
asas dan landasannya? Jika jawaban mereka positif, jelas sekali hal itu bertentangan
dengan pernyataan mereka sendiri.
b. Segala pemikiran yang hendak merevisi modernisme, tidak dengan menolak
modernisme itu secara total, melainkan dengan memperbaharui premis-premis
modern di sana-sini saja. Ini dimaksudkan lebih merupakan "kritik imanen" terhadap
modernisme dalam rangka mengatasi berbagai konsekuensi negatifnya.
c. Pemikiran-pemikiran yang terkait erat pada dunia sastra dan banyak berurusan
dengan persoalan linguistik. Kata kunci yang paling populer dan digemari oleh
kelompok ini adalah "dekontruksi", dan lain-lain.