Anda di halaman 1dari 12

PERBANDINGAN PERSPEKTIF TEORETIS DALAM ILMU KOMUNIKASI: …

Karman

PERBANDINGAN PERSPEKTIF TEORETIS DALAM ILMU KOMUNIKASI:


TELAAH BUKU “THEORIES OF HUMAN COMMUNICATION”

Karman
Pusat Penelitian dan Pengembangan Aptika dan IKP
Badan Litbang SDM, Kementerian Kominfo
Jl. Medan Merdeka Barat No. 9, Jakarta 10110
karman@kominfo.go.id

ABSTRAK
Ilmu komunikasi merupakan ilmu yang bersifat multidisipliner, memiliki keanekaragaman
perspektif. Ini tergambar dalam buku “Theories of Human Communication” yang ditulis oleh
Littlejohn. Tulisan ini akan membandingkan perspektif dan perkembangan perspektif dalam buku
tersebut. Perubahan pembahasan perspektif teori dalam buku ilmu komunikasi tersebut terlihat
pada muncul-dan-hilangnya teori komunikasi antara satu edisi dengan edisi lainnya. Perubahan
pembahasan teori ini antara lain terlihat dalam teori perkembangan hubungan personal, teori
sistem, rhetorical sensitivity, teori kritis, dan teori struktur tanda dan makna. Kami berkesimpulan
bahwa ini keragaman perspektif ilmu komunikasi karena adanya masalah dalam pendefinisian
konsep komunikasi seperti dulu dibuktikan Frank Dance (1970), aktivitas keilmuan, dan perbedaan
sumber perspektif ilmu komunikasi. Sementara itu, perubahan pembahasan perspektif teori dalam
buku disebabkan logika pasar. Para pengguna/konsumen buku yang memberikan umpan balik
berupa saran mengenai teori mana saja yang perlu mendapat perhatian dan mana yang dihilangkan.
Pembaruan buku tidak menunjukkan pembaruan ilmu komunikasi.
Kata Kunci: Ilmu Komunikasi, Perspektif Teoretis, Theories Of Human Communication

PENDAHULUAN
Latar Belakang

I
lmu komunikasi memiliki keanekaragaman perspektif. Berbeda dari disiplin ilmu lainnya yang
memiliki satu konsep pokok. Berangkat dari konsep poko itulah, ilmu itu berkembang,
mempunyai cabang. Sebagai contoh, ilmu Fisika memiliki konsep pokok “energi”. Konsep
pokok ilmu politik adalah: power. Konsep pokok ilmu ekonomi adalah: kelangkaan. Konsep pokok
tersebut jauh lebih dulu ada ketimbang ilmu itu lahir. Persoalan energi itu sudah ada sejak dulu,
jauh sebelum ilmu fisika itu ada. Kelangkaan sumber daya alam sudah ada sejak dulu jauh sebelum
ilmu ekonomi itu ada. Karena kelangkaan itulah, mereka hidup secara berpindah-pindah. Jauh
sebelum dirumuskan teori-teori ilmu politik, masyarakat prasejarah sudah kenal konsep kekuasaan.
Sementara itu, ilmu komunikasi memiliki ragam perspektif, berbeda dari ilmu lain.
Keragaman perspektif ini dapat dilihat dari buku-buku yang menjelaskan teori ilmu komunikasi
manusia. Salah satu buku yang banyak dirujuk dan berkembang pesat “Theories of Human
Communication” yang ditulis oleh Littlejohn (akademisi dari Universitas New Mexico). Buku
“Theories of Human Communication” sekarang sudah dipublikasikan sampai pada edisi ke-10
(sepuluh). Ini menunjukkan bahwa kedua buku tersebut banyak dipakai dalam pendidikan ilmu
komunikasi di dunia.
Tulisan ini akan membandingkan perspektif dan perkembangan perspektif yang ada di
dalam buku tersebut. Tulisan ini bertujuan menemukan perspektif dan perubahannya pada edisi-
edisi buku “Theories of Human Communication”. Penulis akan membahasnya untuk memberikan

99
MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER KOMUNIKASI MASSA
Vol. 14 No. 2 (Juli - Desember 2018) Hal : 99 - 110

penjelasan faktor/kondisi yang menyebabkan perubahan perspektif dalam buku teori ilmu
komunikasi tersebut. Untuk tujuan tersebut, penulis menelaah perubahan perspektif dalam buku
Theories of Human Communication tersebut, khususnya, edisi ke-3 sampai edisi ke-10.

PEMBAHASAN
Perubahan Perspektif dalam Theories of Human Communication
Buku “Theories of Human Communication” ditulis oleh Wiliam Stephen Littlejohn (edisi 1
– 7). Edisi selanjutnya (8 – 10), Littlejohn menulisnya bersama dengan Karen A. Foss (akademisi
universitas New Mexico) . Edisi 1 (satu) – 7 (tujuh), Littlejohn membagi pembahasan ilmu
komunikasi menurut topik-topik dan konteks dalam ilmu komunikasi. Topik tersebut adalah: (1)
teori sistem; (2 ) teori tanda dan bahasa; (3) teori diskursus; (4) teori produksi pesan; (5) teori
penerimaan dan pemrosesan pesan; (6) teori interaksi simbolik, strukturasi, dan konvergensi; (7)
teori realitas sosial dan budaya; (8) teori pengalaman dan interpretasi; (9) teori kritis.
Adapun Tema kontekstual yang ada di buku edisi 5 ini adalah: (1) hubungan; (2) kelompok
pengambil keputusan; (3) jaringan organisasi; (4) komunikasi dan media. Littlejohn, menguraikan
topik dan konteks di atas dengan teori-teori ilmu komunikasi yang digolongkan ke dalam salah satu
topik dari topik-topik teori ilmu komunikasi di atas. Teori-teori dalam nomenklatur tersebut
berubah. Perubahan tersebut dapat dikategorikan menjadi perubahan (1) pemetaan/penggolongan
dalam membahas teori dan (2) perubahan pembahasan substansi teori.
Perubahan dalam struktur pembahasan buku dimulai edisi ke-8 (delapan) (Littlejohn &
Foss, 2005). Struktur “Theories of Human Communication” disesuaikan dengan konsep atau
elemen komunikasi, yaitu: komunikator, pesan, percakapan, hubungan; kelompok; organisasi;
media; budaya dan masyarakat. Uraian dalam membahas teori dalam buku edisi ke-8 (delapan) ini
mengikuti tradisi paradigma teori dalam ilmu komunikasi yang diperkenalkan oleh Robert Craig
(Craig, 1999). Craig Ia memetakan teori-teori ilmu komunikasi menjadi tujuh tradisi, yaitu:
Retorika, Semiotika, Fenomenologi, Sibernetika, Sosiopsikologi, Sosiokultural, dan Kritis (Craig,
1999). Pemetaan teori ilmu komunikasi menjadi tujuh dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tradisi retorika memahami komunikasi sebagai seni praktis. Komunikator memahami
persoalan komunikasi sebagai hal yang perlu diatasi melalui pesan-pesan yang dirancang secara
cermat, strategi, dan pendekatan-pendekatan umum untuk daya tarik logis dan emosional. Pesan
diatur oleh seni dan metode. Tradisi Semiotika memfokuskan pada tanda-tanda dan simbol-simbol.
Komunikasi adalah jembatan antara dunia privat dari individu-individu dengan tanda-tanda untuk
mendapatkan makna. Teori-teori semiotika sering bertentangan dengan teori-teori yang
menekankan bahwa kata-kata memiliki makna yang tepat, tanda-tanda merepresentasikan obyek
atau bahasa yang bersifat netral.
Tradisi fenomenologi memberi perhatian pada pengalaman pribadi. Komunikasi adalah
pertukaran pengalaman pribadi melalui dialog. Wacana yang muncul mencakup istilah-istilah
seperti pengalaman, diri, dialog, genuine, supportiveness dan keterbukaan. Tradisi Sibernetika
memahami komunikasi sebagai kegiatan pemrosesan informasi dan persoalan-persoalan yang
dihadapi dikaitkan dengan gangguan, overload dan malfungsi. Tradisi ini menentang argumen-
argumen yang membuat perbedaan antara mesin dengan manusia atau mengasumsikan hubungan
linear sebab-akibat. Tradisi Sosiopsikologi memusatkan perhatian pada aspek-aspek komunikasi
yang mencakup ekspresi, interaksi dan pengaruh. Wacana dan tradisi ini menekankan pada
perilaku, variabel, efek, kepribadian dan sifat, persepsi, kognisi, sikap dan interaksi.
Teori dalam tradisi sosiokultural fokus kepada tatanan sosial sebagai pusat kajian dan
melihat komunikasi sebagai perekat masyarakat. Persoalan dan tantangannya diarahkan pada

100
PERBANDINGAN PERSPEKTIF TEORETIS DALAM ILMU KOMUNIKASI: …
Karman

konflik, alienasi dan kegagalan untuk melakukan koordinasi. Tradisi ini menggunakan bahasa
antara lain, masyarakat, struktur, ritual, aturan dan kultur. Tradisi Kritis melihat komunikasi
sebagai perencanaan sosial dari kekuasaan dan penindasan. Teori-teori kritis memberi respons
terhadap persoalan-persoalan ideologi, kekuasaan dan dominasi. Istilah-istilah dalam tradisi ini
adalah ideologi, dialektika, opresi, peningkatan kesadaran, resistensi, dan emansipasi (Craig, 1999).
Littlejohn menjelaskan komponen komunikasi dengan teori-teori yang ia golongkan ke
dalam salah satu dari tradisi terori tersebut. Sebagai contoh, ketika menjelaskan media, Littlejohn
akan menjelaskan teori-teori apa saja yang menjelaskan media dari masing-masing tradisi.
Perspektif teoretis dalam membahas media antara lain dari Jean Baudrillard (semiotika), agenda
setting (tradisi sosial kultural), uses and gratification (tradisi sosio psikologi), spiral kesunyian
(silence) (tradisi sibernetika), atau perspektif kajian feminis (tradisi kritis). Begitu juga ketika
membahas elemen-elemen lainnya (komunikator, kelompok, hubungan, dsb.). Sebelumnya (edisi
ke-3 – ke-7), Littlejohn membagi teori-teori ilmu komunikasi menjadi lima genre teori. Genre atau
kelompok tersebut adalah: strukturalisme-fungsionalisme, kognitif dan perilaku, interaksionis,
interpretatif, dan kritis (Littlejohn, 1989, 1992, 1996, 1999). Adapun Perbedaan pada aspek
perspektif dapat diuraikan sebagai berikut.
Pertama, teori tentang personal pada buku edisi ke-4 (empat) ini diberikan perhatian lebih
(Littlejohn, 1992). Teori bidang ini diperbaiki dengan 1) memberikan penjelasan yang lebih
lengkap; 2) penambahan teori-teori yang pada edisi ke-3 (dan edisi sebelumnya) tidak disebut.
Teori yang hadir pada edisi keempat adalah teori tentang informasi dan ketidakpastian dalam
hubungan, teori pengungkapan diri, serta adanya penjelasan praktik teori hubungan dalam konteks
pertemanan, perkawinan, dan konflik. Namun, edisi keempat ini menghilangkan beberapa teori
yang ada pada edisi ketiga, yaitu teori konflik dalam hubungan antar personal, yaitu: game theory
dan teori atribusi atas konflik (attributive theory of conflict). Edisi kelima, Littlejohn memperbaiki
penjelasan agar dipahami bagi mahasiswa stratum 1. Ini ia lakukan setelah mendapat masukan dari
mahasiswa.
Kedua, terkait dengan teori sistem. Sejak edisi ke-4, buku disusun sesuai konteks topik
ilmu komunikasi dan konteks tema dalam ilmu Komunikasi. Sebagai contoh, di bagian III,
dipaparkan tema-tema ilmu komunikasi yang mencakup: (1) hubungan (2) kelompok pengambilan
keputusan, (3) jaringan-jaringan organisasi, dan (4) komunikasi & media. Penjelasan yang hilang
dari buku edisi ke-8 adalah tentang perilaku-perilaku yang dianggap komunikasi dan perilaku yang
tidak tergolong komunikasi. Namun Littlejohn tidak menyebut bahwa itu sebenarnya cocoknya
untuk komunikasi langsung saja secara tatap muka. Komunikasi dengan media tidak dapat
dijelaskan dengan Littlejohn tersebut. Penjelasan yang hilang tersebut adalah sebagai berikut.
Littlejohn merangkum pemikiran-pemikiran mengenai perilaku manusia yang dianggap
sebagai komunikasi. Menurut Littlejohn, ada 9 (sembilan) perilaku manusia yang dianggap
tindakan komunikasi. Perilaku komunikasi tersebut, yaitu: not-received symptomatic behavior,
incidentally perceived symptoms, symptoms attended to; not-received nonverbal messages,
incidentally nonverbal messages, nonverbal messages attended to; not-received verbal messages,
incidentally verbal messages, verbal messages attended to. Kesembilan perilaku komunikasi di atas
merupakan jawaban dari dua simpul pertanyaan: 1) Apakah komunikasi harus memiliki tujuan; (2)
Apakah komunikasi harus diterima? apakah komunikasi terjadi secara disengaja/intensional, baik
verbal dan nonverbal ataukah secara tidak sengaja, apakah komunikasi diterima atau tidak.
Penjelasan mengenai kesembilan perilaku yang dianggap perilaku komunikasi di atas dijelaskan
sebagai berikut (Littlejohn, 2002).
Dari sembilan perilaku di atas, manakah yang tergolong komunikasi dan mana yang bukan
komunikasi? Di edisi 7, dijelaskan ada sembilan perilaku yang mungkin dianggap komunikasi.

101
MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER KOMUNIKASI MASSA
Vol. 14 No. 2 (Juli - Desember 2018) Hal : 99 - 110

Penjelasan ini sebagai respons atas perdebatan yang abadi mengenai definisi ilmu komunikasi.
Sembilan perilaku komunikasi ini kemudian disederhanakan menjadi tiga model: model pengirim-
penerima; model penerima; model perilaku komunikasi.
Menurut model pengirim-penerima, komunikasi itu harus memiliki tujuan, ditujukan
kepada seseorang, dan pesan komunikasi tersebut diterima oleh penerima. Menurut model
penerima, komunikasi mencakup pesan-pesan yang memberikan makna yang diterima oleh
khalayak, komunikan/penerima baik dikirim secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Menurut
model perilaku komunikasi, komunikasi itu mencakup proses pengiriman pesan yang disengaja dan
diterima oleh penerima. Namun, untuk mengetahui apakah pesan yang disampaikan itu memiliki
tujuan ataukah tidak sangat sulit ditentukan. Akhirnya, ini menentukan bahwa aktivitas komunikasi
itu terjadi baik dimaksudkan atau diniatkan maupun tidak dimaksudkan. Pada buku edisi ke-9, ada
penambahan teori dari perspektif feminisme yaitu teori “kajian media menurut feminis” (Littlejohn,
2002).
Ketiga, teori kritis. Pada edisi ke-3 (tiga), ia menjelaskan teori-teori kritis, yaitu: teori
feminis, teori kelompok terbisukan, kritik marksis, teori kritis Frankfurt (Littlejohn, 1989). Pada
edisi ke-4 dan ke-5, ia menjelaskan tradisi kritis dengan teori: feminis, pemikiran Frankfurt School,
teori kelompok terbisukan, kritik marksis (Littlejohn, 1992, 1996). Perbedaannya dari edisi ketiga
adalah ia menambahkan teori dalam tradisi kritis dengan tradisi cultural studies atau yang dikenal
dengan Birmingham School, dan wacana patriarki (patriachal universe of discourse). Pada edisi
ke-6 (enam), elemen penjelasan teori dalam topik tradisi kritis berubah. Topik teori kritis mendapat
tambahan dari perspektif dari Michael Foucault (dari Perancis), dan konsep “kuasa dan bahasa”
(Littlejohn, 1999).
Pada edisi ke-7, perbedaannya dari edisi sebelumnya adalah hilangnya pembahasan khusus
tentang teori kelompok terbisukan. Di sisi lain, edisi ini ada pembahasan baru tentang perspektif
teori retorika, yaitu: invitational rhetoric, yang ia kategorikan dalam konteks kajian feminisme
(Littlejohn, 2002). Pada edisi ke-8 (delapan), teori dalam tradisi kritis banyak bermunculan, yaitu:
Standpoint theory, identitas sebagai konstruksi dan tindakan, queer theory, hermeneutika
kecurigaan menurut Mumby, teori Deetz tentang managerialisme dan demokrasi organisasi, teori
kritis tentang media, jender dan ras, serta teori modernisme, posmodernisme, posstrukturalisme,
poskolonialisme (Littlejohn & Foss, 2005). Pada edisi ke-9 (sembilan), Littlejohn menambahkan
teori dalam tradisi kritis dengan teori co-cultural theory, kritik bell hook tentang media (Littlejohn
& Foss, 2008).
Keempat, rhetorical sensitivity. Teori ini dijelaskan pada edisi ke-3. Teori Rhetorical
Sensitivity dijelaskan dalam pembahasan tentang teori komunikasi antarpribadi, personal
processes. Dalam buku edisi ke-4, 5, dan 6 teori ini dibahas dalam konteks produksi pesan. Edisi
ke-6 ini adalah edisi terakhir yang menjelaskan Teori rhetorical sensitivity. Pada edisi ke-7, 8, dan
9 teori ini tidak dijelaskan lagi (Littlejohn, 2002; Littlejohn & Foss, 2005, 2008). Secara umum,
teori atau tradisi tentang retorika kurang mendapat perhatian khusus ketika Littlejohn membahas
teori-teori dalam 7 (tujuh) tradisi seputar: komunikator, pesan, percakapan, hubungan, kelompok,
organisasi, media, dan budaya & masyarakat. Namun, pada buku edisi 10, tradisi retorika muncul.
Retorika sedikit itu pun teorinya Aristoteles yang mengatakan “good man speaks well” (Littlejohn
& Foss, 2011).
Kelima, terkait dengan teori struktur tanda dan makna. Dalam pembahasan soal ini,
“theories of human communication” mengalami perubahan. Pada edisi ke-3 dijelaskan tentang
struktur bahasa serta respons kalangan yang disebut posstrukturalisme. Derrida dan Michel
Foucault memberi respons dengan konsep dengan gramatologi. Selain itu, edisi ke-3 ini juga
membahas teori komunikasi nonverbal: Teori Birdwhistle tentang kinesiks, Teori Hall tentang

102
PERBANDINGAN PERSPEKTIF TEORETIS DALAM ILMU KOMUNIKASI: …
Karman

proksemiks, dan Ekman dan Friesen. Berbeda dari edisi ke-3, edisi ke-4 tidak lagi membahas
pemikiran Derrida dan Foucault tentang gramatologi (Littlejohn, 1992).
Di sisi lain, dimunculkan konsep semiotika dari Morris, Sussane Langer, dan Umberto
Eco. Edisi ke-5 dan ke-6 ini memperkaya penjelasan tentang struktur bahasa di atas dengan konsep
“structural linguistics” dan “generative grammar” yang sebelumnya tidak ada (Littlejohn, 1996,
1999). Edisi ke-7 memperkaya konsep tanda dengan pemikiran Peirce. Edisi ke-8 dan ke-9
menjelaskan teori tanda secara terpisah sesuai dengan unsur komunikasi (pesan, media, budaya dan
masyarakat). Teori semiotika yang dimunculkan adalah (1) “relativitas linguistik” dan “elaborated
and restricted codes” ketika Littlejohn membahas budaya & masyarakat; (2) semiotika Jean
Baudrillard saat ia membahas media; dan (3) teori nonverbal coding (Littlejohn & Foss, 2005,
2008).

Memaknai di Balik Perubahan Perspektif


Perubahan pembahasan topik seperti penulis gambarkan di atas adalah contoh saja.
Perubahan pada buku karya Littlejohn di atas terjadi pada banyak topik dan tradisi. Littlejohn
mengatakan dalam setiap kata pengantarnya, bahwa dasar revisi dalam bukunya itu berdasarkan
survei dan masukan dari para sarjana ilmu komunikasi. Artinya, perubahan pembahasan teori
mengikuti logika pasar (mahasiswa, akademisi ilmu komunikasi). Perbedaan setiap edisi itu terjadi
atas dasar masukan dari kebutuhan proses pengajaran ilmu komunikasi, tidak dihasilkan dari proses
pertimbangan/evaluasi ilmiah. Jadi, orientasi perubahan adalah kepentingan untuk mempermudah
proses mengajar. Ini tidak berarti bahwa edisi terkini itu adalah yang paling relevan.
Buku Littlejohn memiliki keterbatasan. Saya menyoroti keterbatasan buku yang kurang
memberikan perhatian teori jaringan sosial. Teori jaringan tidak dibahas, hanya disinggung
komunikasi yang dimediasi komputer. Jaringan komunikasi adalah pola kontak yang diciptakan
oleh arus pesan di antara komunikator melalui waktu dan tempat. Tujuan memahami jaringan
adalah untuk mendapatkan penjelasan mengenai: bagaimana terbentuknya, bertahannya, bubarnya,
pembentukkan kembali jaringan-jaringan.
Jaringan dan arus komunikasi global menjadi bagian integral dan membentuk “masyarakat
jaringan”. Bentuk sosial dan organisasi ini dibangun atas dasar arus material dan simbol yang
menghubungkan orang dan objek baik lokal maupun global tanpa ada hambatan batasan organisasi,
institusi, nasional dan tradisional (Monge, Peter R., Contractor, 2003). Teori-teori jaringan sosial
antara lain: teori self-interest, teori structural holes, theories of mutual self-interest and collective
action, contagion theories, exchange and dependency theories, theories of homophily, social
support theories, theories of network evolution.
Ini bisa jadi karena Littlejohn sendiri mengatakan di dalam kata pengantarnya bahwa ia
adalah seorang generalis, tahu banyak hal tapi tidak mendalami satu aspek atau tradisi teori ilmu
komunikasi tertentu. Littlejohn bukan ahli bidang semiotika, bukan ahli fenomenologi, retorika
dsb. Kelebihannya adalah ia mampu mengantarkan pelajar terhadap teori ilmu komunikasi. Pelajar
yang ingin mendalami salah satu aspek tersebut agar mengambil buku dari tokoh terkemuka di
bidang tersebut. Pelajar yang ingin mendalami semiotika sebaiknya merujuk ke tokoh semiotika
(seperti Morris, Langer, Ferdinand de Saussure, Pierce, Roland Barthes, Jacque Derida) dan
memperkayanya dengan tokoh-tokoh bidang diskursus seperti Ludwig Withgenstain, Riceour,
Gadamer dan lain sebagainya. Edisi terbaru buku karya Littlejohn dan Foss tidak berarti
menunjukkan perkembangan terkini dari teori ilmu komunikasi. Akan tetapi ia mendasarinya atas
masukan dari pengguna buku tersebut alias pasar.
Aktivitas dan istilah komunikasi bersifat multiperspektif. Komunikasi memberikan
keragaman konsep dan konseptualisasi makna yang relevan pada konteks tertentu. Oleh karena itu,

103
MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER KOMUNIKASI MASSA
Vol. 14 No. 2 (Juli - Desember 2018) Hal : 99 - 110

dalam melakukan kegiatan ilmiah yang mengkaji objek kajian yang multidimensi dan perspektif ini
diperlukan proses pendalaman dan eksplikasi. Ini membantu peneliti agar fokus kepada makna
yang sesuai dengan konteks penelitian baik pada tataran konseptual (yang luas) maupun pada level
observasi. Ini penting karena komunikasi memiliki banyak ragam definisi dan teori. Eksplikasi
membantu dalam merumuskan definisi agar bersifat inklusif (mencakup konsep yang diperlukan)
dan eksklusif (mengeluarkan makna yang tidak diperlukan) sesuai tujuan penelitian. Penyebab
banyaknya perspektif adalah sebagai berikut.
Pertama, Masalah pendefinisian konsep komunikasi. Komunikasi memiliki banyak definisi
yang berbeda baik dari sisi cakupan (luas sempitnya) dan konteks dari definisi itu sendiri. Ini
menunjukkan kontribusi disiplin ilmu lain yang mengkaji komunikasi. Definisi komunikasi yang
beragam tersebut merupakan gambaran dari keragaman konsep yang ada pada komunikasi. Sebab,
setiap definisi pasti mengandung minimal satu konsep.
Sulitnya merumuskan definisi tunggal komunikasi disebabkan kenyataan bahwa kata
komunikasi sudah menjadi leksikon (kosa kata) yang ajag dalam masyarakat. Dalam kosa kata
bahasa Inggris, komunikasi banyak digunakan oleh pengguna bahasa tersebut. Oleh karena itu, sulit
mendefinisikan komunikasi secara tunggal untuk kepentingan pengetahuan/akademis. Usaha untuk
membuat definisi tunggal kata komunikasi sudah dilakukan oleh para akademisi. Namun, usaha
tersebut terbukti tidak membuahkan hasil yang membahagiakan. Bahkan mustahil membuat
definisi tunggal komunikasi.
Pada tahun 1970 saja, Frank Dance berhasil menghimpun 126 definisi kata komunikasi.
Kesimpulannya adalah membuat definisi tunggal merupakan sesuatu yang mustahil tercapai.
Konsekuensinya, teori dalam komunikasi begitu banyak. Banyaknya definisi ilmu komunikasi
(Dance, 1970, pp. 204–8) menggambarkan pula beraneka ragamnya perbedaan konsep-konsep
dalam ilmu komunikasi. Craig adalah salah seorang berpendirian seperti ini. Usaha yang dilakukan
untuk mengatasi persoalan pendefinisian komunikasi adalah dengan melakukan pemetaan definisi-
definisi komunikasi. Ini yang dilakukan oleh Littlejohn, Michel Motley, Peter Anderson, dan
Clevenger. Teori itu minimal memiliki konsep (teori primitif) yang kemudian menjadi teori baik
bila memiliki kemampuan menjelaskan atau kemampuan memprediksi gejala lingkungan.
Ada beberapa konsep yang sentral komunikasi yang disepakati oleh kalangan ilmuan
antara lain komunikasi sebagai (a) proses sosial yang melibatkan interaksi dan relasi, (b) sebagai
simbolik yang mencakup representasi fenomena, dan (c) komunikasi sebagai transaksi. Konsep-
konsep dalam komunikasi yang membedakan antara satu definisi dengan definisi lainnya adalah
apakah komunikasi itu hanya terjadi pada aktivitas sosial saja, dan apakah komunikasi itu harus
didasari niat (Miller, 2005).
Keragaman konsep yang ada dalam definisi komunikasi -simbol, interaksi, hubungan
sosial, proses sosial, pengurangan ketidakpastian, proses, transmisi, respons organisme terhadap
stimulus, situasional, kesamaan, replikasi memori, kekuasaan. Dance (Dance, 1970) menunjukkan
keragaman perspektif dalam memahami fenomena komunikasi. Membuat definisi tunggal terhadap
realitas atau fenomena komunikasi yang multidimensi menjadi kontradiktif karena multidimensi
komunikasi pembentuk karakter komunikasi yang multidisipliner.
Walaupun definisi tunggal komunikasi tidak bisa dilakukan, pendefinisian komunikasi
tetap menjadi hal yang penting untuk menentukan konsep apa yang diteliti, serta konteks
penelitian. Keinklusifan dan keeksklusifan definisi komunikasi dipahami secara kontekstual. Saya
sendiri memahami komunikasi sebagai proses sosial untuk menyampaikan pesan dari satu pihak ke
pihak lainnya secara sadar, baik verbal maupun nonverbal dengan tujuan mengurangi
ketidakpastian. Jadi, pesan di sini adalah informasi, pesan yang memiliki makna, dan yang
mengurangi ketidakpastian antara pihak-pihak yang berkomunikasi.

104
PERBANDINGAN PERSPEKTIF TEORETIS DALAM ILMU KOMUNIKASI: …
Karman

Kedua, aktivitas keilmuan (scientific inquiry). Aktivitas keilmuan memiliki tipe-tipe yang
berbeda-beda. Perbedaan tipe aktivitas keilmuan menghendaki penggunaan metode, paradigma,
dan teori yang berbeda pula. Metode keilmuan –menurut Littlejohn- dapat dikelompokkan menjadi
3 (tiga) tipe : 1) Scientific Scholarship; 2) humanistic Scholarship; dan 3) Social Science
Scholarship.
Menurut tipe scientific scholarship, ilmu pengetahuan dikaitkan dengan objektivitas. Tipe
ini juga menekankan sesuatu yang “di sana”. Replikasi dalam studi haruslah membuahkan hasil
yang identik. Tipe ini lebih tertarik pada teori yang cakupannya umum. Tipe ini fokus kepada
pengungkapan realitas dunia serta berusaha menemukan konsensus atau mereduksi
keanekaragaman manusia dengan cara generalisasi. Standardisasi dan replikasi penting dalam ilmu
pengetahuan. Dunia atau realitas sudah ada dan siap diamanati dan dijelaskan.
Menurut tipe humanistic scholarship, ilmu pengetahuan bersifat subjektif; berusaha
menemukan kreasi-kreasi individual (bukan menghasilkan standardisasi); menekankan pada “di
sini”. Tujuannya berusaha memahami respons subjektif manusia. Tipe ini lebih tertarik pada teori
yang cakupannya individual serta fokus kepada pengungkapan realitas manusia. Tipe social science
scholarship merupakan perpanjangan dari ilmu pengetahuan alam, dengan meminjam metode
dalam ilmu fisika, namun, tipe ini berbeda. Tipe ini menggunakan pendekatan dalam scientific
scholarship tapi objek yang dikaji adalah manusia yang biasa dikaji oleh tipe humanistic
scholarship. Berbeda dari ilmu alam yang objeknya adalah benda mati, dalam ilmu sosial objeknya
adalah manusia yang memiliki pengetahuan, nilai, dan mampu membuat penafsiran sendiri dan
melakukan tindakan. Oleh karena itu, pertimbangan sisi kemanusiaan perlu dilibatkan dalam
kegiatan ilmiah atau penelitian.
Ilmu komunikasi adalah salah satu dari ilmu sosial. Oleh karena itu, Kegiatan scholarship
dalam Ilmu komunikasi memiliki karakteristik seperti ada pada scientific scholarship dan
humanistic scholarship. Tipe keilmuan ini berimplikasi pada subject matter ilmu komunikasi. Dulu
ilmu komunikasi memiliki dua tradisi utama : retorika dan tradisi saintifik. Dengan munculnya 3
(tiga) tipe scholarship ini, ilmu komunikasi berkembang.
Teori dikonstruksi dari konsep/kategori atau taksonomi. Ia menjadi elemen dasar teori.
Teori yang baik selain mengandung konsep juga memberikan penjelasan terkait dengan keteraturan
dan pola antar variabel. Konsep menentukan proses penelitian. Ia lahir dari persepsi terhadap
tindakan manusia dan realitas melalui proses (1) generalisasi yang dilakukan oleh mental individu,
(2) abstraksi atas realitas objektif (proses berpikir induktif); (3) struktur kognitif yang
memungkinkan perbedaan konsep di kalangan orang awam dan kalangan ilmuan (lihat Dance,
1970: 202).
Karena lahir dari konstruksi dan persepsi individu, konsep berbeda bahkan bertentangan
satu sama lain. Ini terlihat dari banyaknya teori komunikasi. Perbedaan teori ilmu komunikasi
tersebut disikapi dengan melihat aspek kegunaan teori tersebut untuk menjawab pertanyaan atau
rumusan masalah penelitian. Konsep yang menjadi kajian itulah yang menjadi panduan penelitian,
bidang penelitian (simbol, proses interaksi atau hubungan, transmisi, atau kekuasaan yang
tersembunyi, dan lain-lain). Dalam riset bidang komunikasi, peneliti dituntut fokus pada konsep
tertentu yang spesifik.
Ketiga, perbedaan sumber perspektif ilmu komunikasi. Komunikasi adalah disiplin ilmu
yang bersifat interdisipliner yang mendapat pengayaan perspektif dari disiplin ilmu lain (psikologi,
sosiologi, politik, matematika, bahasa, teknik, matematika, ekonomi, dan pendidikan). Aktivitas
manusia selalu berkaitan dengan komunikasi. Ini berimplikasi pada keanekaragaman dan
perkembangan ilmu komunikasi. Ini terlihat dari konteks sejarah bagaimana proses

105
MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER KOMUNIKASI MASSA
Vol. 14 No. 2 (Juli - Desember 2018) Hal : 99 - 110

institusionalisasi dan perkembangan ilmu komunikasi. Tulisan ini adalah mengulas bagaimana
perkembangan perspektif ilmu komunikasi lahir.
Ilmu komunikasi lahir dan berkembang di Amerika (negara Barat) sehingga konteks yang
terjadi memengaruhi karakteristik teori ilmu komunikasi. Keterlibatan Amerika dalam perang
dunia, industrialisasi, dan urbanisasi menjadi konteks penting ilmu komunikasi. Ini berimplikasi
bahwa perspektif teori ilmu komunikasi berorientasi kepada Amerika. Ilmu komunikasi mendapat
pengaruh dari kajian-kajian lain. Kajian yang memberikan pengaruh besar adalah kajian tentang
media massa dan komunikasi publik. Pengaruh lainnya adalah perkembangan (evolusi) dalam
praktik ilmu komunikasi.
Periode 1900-1940, paham behaviorisme mendominasi di Amerika pada aspek metodologi,
khususnya dalam disiplin ilmu psikologi, sosiologi, dan politik. Penelitian pada saat itu berorientasi
ke penelitian yang berorientasi positivistik. Demikian juga penelitian komunikasi. Penelitian
komunikasi juga diwarnai oleh karakteristik paham pragmatisme. Di sisi yang lain, situasi perang
dunia juga memberikan orientasi studi komunikasi lebih ke konteks komunikasi politik seperti
propaganda, opini publik, dan pidato/retorika. Pendekatan yang lazim digunakan adalah analisis isi
kuantitatif untuk mengetahui isi propaganda dan pidato.
Sementara itu, kondisi sosial demografi Amerika sendiri tengah mengalami urbanisasi. Ini
mendorong disiplin keilmuan mengkaji isu-isu tersebut. Ilmu sosiologi dan psikologi sosial fokus
mengkaji mengenai dampak dari urbanisasi dan dampak ekologi perkotaan. Ilmu komunikasi
mengkaji media massa terkait dengan penciptaan budaya nasional masyarakat urban Amerika dan
perubahan tatanan sosial masyarakat Amerika yang heterogen karena banyaknya imigran.
Ilmu psikologi memberikan pengaruh kepada ilmu komunikasi dalam kaitannya dengan
sosial (psikologi sosial). Pengaruh ilmu psikologi ini memberikan karakteristik penelitian ilmu
komunikasi yang bersifat studi fungsionalisme, eksperimental, behaviorisme. Fokus penelitian pada
waktu itu adalah: studi resepsi, dampak pesan, persuasi, dan perubahan perilaku. Selain mendapat
kontribusi dari bidang tersebut (sosiologi, psikologi, dan politik), komunikasi memengaruhi bidang
pendidikan. Isu yang menjadi titik perhatian berkaitan dengan pemanfaatan teknologi komunikasi
seperti radio untuk pendidikan, strategi komunikasi instruksional dalam pendidikan, dan
keterampilan komunikasi dalam pendidikan.
Konteks penting lainnya adalah proses industrialisasi di Amerika. Industrialisasi
memunculkan merek nasional. Ini mendorong komunikasi berkembang untuk kepentingan praktis:
iklan, komunikasi pemasaran, memahami perilaku konsumen. Riset komunikasi membantu
menjelaskan bagaimana melakukan komunikasi pemasaran/iklan yang efektif melalui media
tertentu, bagaimana efek iklan. Pada periode 1940-1965 (setelah perang dunia II), riset komunikasi
mengalami konsolidasi menjadi disiplin yang interdisipliner dan matang. Penelitian komunikasi
bukan hanya aspek komunikasi saja seperti komunikasi massa, propaganda dan opini publik,
penelitian tentang radio, media cetak, gambar bergerak tapi juga semua aspek komunikasi. Tujuan
penelitian komunikasi juga lebih bernilai, yaitu menciptakan tatanan kehidupan yang demokratis.
Sebagai bidang keilmuan yang mandiri, ilmu komunikasi difasilitasi oleh faktor (1) adopsi
kata-kata sehingga menjadi istilah yang tertata, (2) pembentukan subject matter ilmu komunikasi,
(3) memiliki standar konsepsi yang standar mengenai proses komunikasi yang paling dasar. Di
sinilah, kontribusi ilmiah dari Wilbur Schramm menjadi amat penting. Inti dari komunikasi itu
adalah model efek sumber-ke-penerima. Ini kemudian berkembang menjadi model linear seperti
linear flow and effect model, two-steps flow model, difussion of innovation. Model ini cocok untuk
komunikasi dari level kecil (antarpribadi) sampai komunikasi menggunakan media massa.
Penelitian ilmu komunikasi di Amerika mendapat sumber perspektif baru dari ilmu sosial
Eropa: marxisme, dan bidang pemikiran tertentu: semiotika, sosiolinguistik, kajian budaya

106
PERBANDINGAN PERSPEKTIF TEORETIS DALAM ILMU KOMUNIKASI: …
Karman

kontemporer. Ilmu sosial tersebut -dalam ilmu komunikasi Amerika- menjadi “ferment-in-the-
field”. Perjumpaan para peneliti ilmu komunikasi Amerika dan kelompok di Frankfurt School
memperkaya tradisi penelitian ilmu komunikasi yang positivistik dengan perspektif yang melihat
bidang kajian ilmu komunikasi dari aspek sejarah dan moral. Perubahan ilmu komunikasi di
Amerika juga terjadi untuk kajian film (dan budaya populer) yang sebelumnya menjadi kajian
komunikasi berubah menjadi kajian yang independen. Perspektif Chicago School yang selaras
dengan perspektif Eropa menambah pendekatan non-kuantitatif dalam penelitian.
Konsolidasi ilmu komunikasi identifikasi penelitian yang spesifik khususnya tentang
komunikasi publik dan komunikasi interpersonal. Perceraian atau perpisahan ini berimplikasi
kepada akses yang terbatas terhadap konsep bahasa dan sosialita. Perpisahan ini terus berlangsung
saat penelitian komunikasi menjadi jurusan pidato dan jurnalisme.
Menyikapi gejala ini, kita bisa merujuk ke penjelasan Schramm bahwa sebenarnya media
massa merupakan perpanjangan indra dan duplikasi tanda manusia (Schramm, 1972). Fungsi
komunikasi itu sendiri tak tergantikan dengan hadirnya media massa itu, tapi melengkapi
komunikasi antarpribadi. Fungsi komunikasi itu dapat disederhanakan empat, yaitu: informasi,
instruksional, persuasif, dan hiburan. Dalam perjalanannya, riset dalam jurnalisme dan pidato
mengadopsi metode yang lazim dalam penelitian komunikasi. Perbedaan memang ada namun itu
karena misi departemen tersebut. Sebagai contoh, Cornell University menekankan pada tradisi
pidato/retorika Aristoteles.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa komunikasi berkembang erat dengan konteks
kemunculannya. Perkembangan perspektif teori ilmu komunikasi diperoleh setelah mendapat
orientasi dari disiplin ilmu lain, pemikiran tertentu. Ilmu komunikasi menjadi „tuan rumah‟ yang
baik bagi pemikiran-pemikiran lain. Ilmu komunikasi kontemporer memang didominasi oleh tradisi
pemikiran dalam konteks Barat (Amerika dan Eropa). Namun, pemikiran lain berpeluang orientasi
teori ilmu komunikasi.
Pemberian orientasi terhadap teori ilmu komunikasi dari perspektif negara-negara bukan
Barat ditunjukkan Littlejohn dalam “Encyclopedia of Communication Theory”. Ia memberikan
pengayaan yang menjadi sumber perspektif teori dan ilmu komunikasi dengan munculnya teori
berorientasi non-Barat yang tidak ada pada buku sebelumnya (theories of human communication).
Teori-teori non-western tersebut adalah “Asian Communication Theory”, “Confucian
Communication Theory”, “Hawaiian Ho’oponopono Theory”, “Hindu Communication Theory”,
“Japanese Kuuki Theory”, “Indian Rasa Theory”, “Taoist Communication Theory” (Littlejohn,
Stephen., Foss, 2009).
Kincaid mencatat sejumlah perbedaan antara perspektif Asia dan Barat. Sebagai contoh
(pertama) teori Timur lebih fokus kepada keseluruhan, perspektif barat lebih fokus kepada
pengukuran unit-unit yang kecil tanpa melihatnya sebagai bagian yang integral dalam satu kesatuan
proses. Kedua, Teori Barat didominasi oleh pandangan individualisme yang memandang kepada
aktivitas komunikasi sebagai bentuk usaha individu dalam mencapai tujuannya. Sementara itu,
teori Timur memandang hasil komunikasi tidak direncanakan, tapi hasilnya bersifat alamiah
(Kincaid, 1987, pp. 331–353).
Banyak teori ilmu komunikasi dari perspektif Barat cenderung bersifat kognitif dan
individualistis. Sementara teori ilmu komunikasi dari Timur cenderung bersifat emosi, perasaan
dan mengandung unsur spiritual serta memandang komunikasi sebagai hasil. Ketiga, dalam
kaitannya dengan bahasa dan pemikiran. Sebagian besar teori-teori Barat didominasi oleh bahasa.
Di Timur didominasi oleh simbol verbal, khususnya pidato, kurang dimainkan dan dipandang
dengan skeptis. Gaya pemikiran barat juga kurang begitu dipercaya dalam tradisi Timur.
Pandangan filosofis Timur bersifat intuitif yang diperoleh dari pengalaman langsung. Pandangan

107
MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER KOMUNIKASI MASSA
Vol. 14 No. 2 (Juli - Desember 2018) Hal : 99 - 110

ini tidak bisa diperoleh dengan mengintervensi peristiwa yang alamiah, yang menjelaskan mengapa
diam begitu penting dalam komunikasi Timur. Terakhir, hubungan dikonsepkan berbeda oleh
perspektif Barat dan Timur. Dalam teori Barat, hubungan ada antara dua atau lebih individu.
Sementara itu, teori Timur melibatkan status, peran, dan kekuasaan (Littlejohn, 2002, p. 5).

PENUTUP

Banyaknya ragam definisi dan teori komunikasi menunjukkan keragaman perspektif dalam
komunikasi. Inilah yang menyebabkan upaya merumuskan definisi tunggal istilah komunikasi
menimbulkan perdebatan panjang dan berakhir pada kegagalan. Definisi apa pun harus bersifat
inklusif dan eksklusif. Upaya mendefinisikan komunikasi dengan syarat seperti itu yang sulit
dilakukan kecuali dalam konteks tertentu. Keragaman definisi komunikasi berimplikasi pada
konstruksi teori ilmu komunikasi yang bersifat multidisipliner. Definisi tunggal komunikasi
menghilangkan karakteristik komunikasi itu sendiri yang multidimensi. Alih-alih merumuskan
definisi tunggal komunikasi.
Konsekuensinya dari keragaman tersebut -dalam melakukan kegiatan penelitian-, adalah
peneliti harus mengambil posisi perspektif teori tertentu untuk mendapatkan penjelasan atau
memahami realitas sosial. Agar mencapai tujuan penelitian atau menjawab rumusan pertanyaan ini,
peneliti harus fokus pada konsep yang digunakan baik pada level definisi konseptual maupun
definisi operasional. Di sini, proses eksplikasi membantu perumusan definisi agar sesuai dengan
konteks penelitian cara yang dilakukan adalah dengan melakukan tinjauan literatur konsep.
Bagi peneliti Indonesia, ini menjadi tantangan karena dari deretan teori-teori non-western
tersebut tidak ada yang khas Indonesia. Ini memerlukan usaha untuk rekontekstualisasi ilmu
komunikasi yang Barat tersebut untuk konteks Indonesia. Ilmu komunikasi bertautan, inheren di
dalamnya konteks dan tradisi yang mengembangkan teori tersebut. Tradisi teoretis itulah yang
digunakan Littlejohn dan Foss dalam memaparkan teori-teori ilmu komunikasi. Tiap teori
memandang dari sudut yang berbeda. Tidak semua teori sama dalam hal validitasnya atau aspek
kemanfaatannya. Peneliti pun terkadang menemukan bahwa teori-teori tertentu lebih bermanfaat
daripada teori lainnya. Oleh karena itu, kita harus bersikap membuka diri, bukannya menutup diri
dan menghindari orientasi multi teoretis.

DAFTAR PUSTAKA

Craig, R. T. R. T. (1999). Communication theory as a field. Communication Theory.


https://doi.org/10.1111/j.1468-2885.1999.tb00355.x
Dance, F. E. X. (1970). The “Concept” of Communication. Journal of Communication.
https://doi.org/10.1111/j.1460-2466.1970.tb00877.x
Kincaid, D. L. [Ed]. (1987). Communication theory: Eastern and Western perspectives.
Communication Theory: Eastern and Western Perspectives.
Littlejohn, Stephen., Foss, K. A. (2009). Encyclopedia of Communication Theory. London: SAGE
Publication Inc.
Littlejohn, S. W. (1989). Theories of Human communication (3rd ed.). Belmont-California:
Wadsworth Publishing Company.
Littlejohn, S. W. (1992). Theories of Human Communication (4th ed.). Belmont-California:
Wadsworth Publishing Company.
Littlejohn, S. W. (1996). Theories of Human Communication (5th ed.). Belmont-California:
Wadsworth Publishing Company.

108
PERBANDINGAN PERSPEKTIF TEORETIS DALAM ILMU KOMUNIKASI: …
Karman

Littlejohn, S. W. (1999). Theories of Human Communication (6th ed.). Belmont-California:


Wadsworth Publishing Company.
Littlejohn, S. W. (2002). Theories of Human Communication (7th ed.). Belmont-California:
Wadsworth Group.
Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2005). Theories of Human Communication (8th ed.). Belmont-
California: Wadsworth Publishing Company.
Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2008). Theories of Human Communication (9th ed.). Belmont-
California: Wadsworth Publishing Company.
Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2011). Theories of Human Communication (10th ed.). Illinois:
Waveland Press, Inc.
Miller, K. (2005). Communication theories: Perspectives, processes, and contexts. New York:
McGraw-Hill Higher Education.
Monge, Peter R., Contractor, N. S. (2003). Theories of Communication Networks. New York:
Oxford University Press.
Schramm, W. (1972). The Process of Communication. In W. Schramm & D. F. Roberts (Eds.), The
Process and Effects of Mass Communication (revised ed). London: University of Illinois
Press.

109
MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER KOMUNIKASI MASSA
Vol. 14 No. 2 (Juli - Desember 2018) Hal : 99 - 110

110

Anda mungkin juga menyukai