BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap daerah pasti memiliki masyarakat yang majemuk. Setiap masyarakat tesebut
pastinya juga memiliki aktivitas yang beragam, seperti masyarakat yang hidup dekat pantai
sebagai nelayan, masyarakat perkotaan sebagai pegawai. Dalam melakukan aktivitasnya,
masyarakat pasti berkomunikasi melalui bahasa untuk menunjang interaksi mereka. Namun pada
umumnya, ragam interaksi bahasa yang digunakan berbeda-beda dikarenakan latar belakang
budaya asal yang juga berbeda, misalnya saja seperti yang terjadi di daerah pesisir. Di semua
kegiatan yang berlangsung diantara masyarakat- masyarakat pesisir tersebut terjadi interaksi
komunikasi dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda.
Dari setiap budaya tersebut memiliki bahasa yang berbeda sehingga keberagaman budaya
komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat pesisir juga memiliki keragaman bahasa. Hubungan
komunikasi antar budaya mampu memberikan keuntungan dalam aktualiasasinya misalnya
terhadap peningkatan pengetahuan dan cara pandang seseorang tentang dunia melalui orangorang baru dari budaya yang baru dijumpai.
Menurut Ting Toomey (1953) , budaya sebagai komponen dari usaha manusia untuk
bertahan hidup dan berkembang dalam lingkungan partikular mereka. The Ecological Adaptation
Function yaitu fungsi budaya dalam memfasilitasi proses-proses adaptasi di antara diri,
komunitas kultural dan lingkungan yang lebih besar, The Cultural Communication Function
yaitu koordinasi antara budaya dengan komunikasi, budaya mempengaruhi komunikasi dan
komunikasi
mempengaruhi
budaya.
Dengankata
lain,
budaya
diciptakan,
dibentuk,
Melihat interaksi komunikasi yang terjadi antar masyarakat daerah pesisir. peneliti ingin
melakukan riset terhadap keberagaman budaya khususnya bahasa yang digunakan oleh
masyarakat dalam berinteraksi di lingkungan daerah pesisir.
1.3.2 Tujuan Penelitian
1.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola interaksi penggunaan bahasa pada
interaksi sosial masyarakat pesisir .
1.4
Manfaat Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Penelitian Terdahulu
dengan mudah menyesuaikan diri dan diterima oleh masyarakat di sekitar lingkungan daerah
pesisir.
Dramaturgis merupakan pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serentetan
pertunjukan drama dalam sebuah pentas. Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau
teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter
manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari
tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan.
Dalam Dramaturgi terdiri dari Front stage (panggung depan) dan Back Stage (panggung
belakang). Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi
pertunjukan. Front stage dibagi menjadi 2 bagian, Setting yaitu pemandangan fisik yang harus
ada jika sang actor memainkan perannya. Dan Front Personal yaitu berbagai macam
perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang actor. Front personal masih terbagi menjadi
dua bagian, yaitu Penampilan yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status
social actor. Dan Gaya yang berarti mengenalkan peran macam apa yang dimainkan actor dalam
situasi tertentu. Back stage (panggung belakang) yaitu ruang dimana disitulah berjalan scenario
pertunjukan oleh tim (masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masing-masing actor)
Goffman (1956) mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Beliau menggali segala
macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang
menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan
karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu
kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Goffman mengacu pada
pertunjukan sosiologi.
Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai
tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri Goffman ini adalah penerimaan penonton akan
manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang
memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa
penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk
lain dari komunikasi.
Komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila dalam komunikasi
konvensional manusia berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal dan nonverbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka
dalam dramaturgis, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati
peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau. Perlu diingat, dramatugis
mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk
mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar
manusia ada kesepakatan perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan
akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat
mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut.
2.2.3 Teori Interaksi Simbolik dalam Interaksi Sosial Masyarakat Pasar Pantai Panarukan
Peneliti memilih teori ini karena dalam proses komunikasi yang terjadi khususnya dalam
berbagai macam interaksi yang dilakukan oleh masyarakat Pasar Pantai Panarukan mengandung
banyaknya hal-hal yang dipertukarkan termasuk dalam gaya, bahasa, cara berpakain dan lain
sebagainya yang mengandung makna dari setiap simbol-simbol yang digunakan oleh masyarakat
setempat.
Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni
komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha
memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek.
Menurut teori interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi
manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Secara ringkas, interkasionisme simbolik
didasarkan pada premis-premis berikut: pertama, individu merespons suatu situasi simbolik.
Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik dan sosial berdasarkan makna yang
dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Kedua, makna adalah produk
interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui
penggunaan bahasa. Ketiga, makna diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke
waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.
Komunikasi yang efektif tergantung pada tingkat kesamaan makna yang didapat
partisipan yang saling bertukar pesan. Fisher berpendapat, untuk mengatakan bahwa makna
dalam komunikasi tidak pernah secara total sama untuk semua komunikator, adalah dengan tidak
mengatakan bahwa komunikasi adalah sesuatu yang tak mungkin atau bahkan sulit tapi karena
komunikasi tidak sempurna (Gudykunst dan Kim, 2003: 269-270). Jadi untuk mengatakan
bahwa dua orang berkomunikasi secara efektif maka keduanya harus meraih makna yang relatif
sama dari pesan yang dikirim dan diterima (mereka menginterpretasikan pesan secara sama).
2.3.
Kerangka Pemikiran
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian yang saya gunakan adalah paradigma konstruktivis, karena peneliti
menggunakan teori dramaturgi dan interaksi simbolik sebagai pendekatannya. Dan teori
dramaturgi dan interaksi simbolik termasuk dalam ranah wilayah konstruktivis.
penelitian
adalah
interpretice
kualitatif
karena
peneliti
mencoba
menginterpretasikan apa Saja yang dinyatakan oleh sasaran penelitian berdasarkan fikiran dan
perasaan penelitian itu sendiri.
Penulis terlebih dahulu mengobservasi dengan mengamati situasi dan keadaan lingkungan,
kemudian melakukan wawancara kepada pedagang, untuk mendapatkan informasi yang relevan.
Terakhir langkah dilakukan dengan teknik catat, yaitu mencatat semua informasi yang diberikan
dari pedagang yang telah diwawancara .Selanjutnya, proses pengumpulan data sebagai berikut:
3.5.1
Teknik Observasi
Observasi partisipasi akan dilakukan sepanjang, pada saat, dan sebelum proses penelitian
berlangsung di kawasan pasar pantai pesisir Panarukan dengan cara wawancara bertahap
maksudnya ialah peneliti mencoba melakukan pendekatan dengan pedagang dengan cara turut
serta membeli dagangan yang dijual oleh si pedagang terus menerus selama proses penelitian.
Setelah data didapatkan, selanjutnya mengobservasi situasi dan keadaan. Melalui teknik ini
peneliti akan mendapatkan data tentang keberagaman budaya bahasa antar masyarakat di daerah
Pasar Pantai Panarukan
3.5.2 Teknik Wawancara
Setelah hasilnya ditranskripsi selanjutnya dengan mewawancarai masyarakat yang berada
di daerah Pasar Pantai Panarukan
3.5.3
Teknik Catat
Hasil dari proses wawancara tersebut kemudian ditranskripsi beserta konteks yang
dituturkan oleh informan. Setelah itu, akan didapatkan data tentang wujud keberagaman budaya
bahasa antar masyarakat di daerah Pasar Pantai Panarukan
3.6
interaktif. Artinya sebagai peneliti kualitatif sebenarnya analisis telah dilakukan sejak mula tema
penelitian ini dikeluarkan, dirancang, dicari datanya di lapangan dan setelah semua data
terkumpul.
3.7
wawancara yang telah didapat selanjutnya data hasil wawancara tersebut diklasifikasikan
berdasarkan aspek keanekaragaman bahasa yang terjadi pada masyarakat daerah Pasar Pantai
Panarukan
3.7.1. Tabel Kegiatan Penelitian
Kegiatan Hasil :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan Pasar Pantai Panarukan sehingga penelitian ini dapat
menjadi gambaran tentang keberagamaan budaya bahasa yang terdapat pada masyarakat
setempat dengan alasan di daerah pasar pantai Panarukan banyaknya masyarakat yang berasal
dari berbagai macam daerah, tidak hanya dari daerah asli Panarukan saja.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi wilayah penelitian
Penelitian yang kami lakukan ini terletak di wilayah pesisir pantai Panarukan lebih
tepatnya di daerah Pasar Pantai Panarukan. Adapun wilayah penelitian kami tersebut lebih
didominasi oleh para pedagang dan para nelayan tetapi kami berfokus kepada para pedagang di
daerah kawasan pesisir pantai Panarukan. Daerah Pasar Pantai Panarukan yang menjadi tempat
penelitian kami ini selalu ramai dilalui kendaraan karena terletak dekat dengan obyek wisata
pantai Pasir Putih Situbondo. Bahasa yang digunakan olehmasyarakat asli adalah Bahasa Madura
Bahasa Pada Masyarakat Daerah Pesisir di mana menurut informan yang telah kami
wawancarai bahwa penduduk di daerah kawasan pasar pantai Panarukan tersebut tidak semuanya
berdomisili asli orang Panarukan, melainkan ada juga orang-orang dari luar daerah Panarukan
atau transmigrasi. Tidak hanya berasal dari Jawa Timur saja, tapi juga berasal dari Jawa Tengah .
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakaat di kawasan pasar pantai pesisir Panarukan saling
menghargai dan menghormati satu sama lain, dan mereka juga menyesuaikan bagaimana cara
berbicara dan bertutur kata dalam penggunaan bahasa di daerah pasar pantai Panarukan
walaupun banyak juga terdapat orang-orang berasal dari luar kota bengkulu namun masyarakat
tidak menemukan kesulitan dalam berinteraksi satu sama lainnya. Masyarakat di kawasan pasar
pantai Panarukan tersebut tidak begitu sulit memahami dan berinteraksi dengan anggota
masyarakat lainnya di kawasan tersebut, karena mereka juga
karakteristik masyarakat di kawasan tersebut, jadi dalam penggunaan bahasa tidak begitu sulit
untuk mereka pahami satu sama lain.
4.3.2. Pembahasan.
Dari hasil penelitian ini, kami menemukan bahwa masyarakat di kawasan Pasar Pantai
Panarukan saling menghormati. Mereka hidup dengan damai. Tidak saling menyakiti satu sama
lain. Para pendatang dari luar daerah saling menyesuaikan diri dengan penduduk asal.
Pada saat berinteraksi dengan masyarakat asli di sekitar pemukiman, mereka melakukan
dramaturgi, dimana pada saat berbicara dengan masyarakat sekitar atau dengan para pembeli
mereka tetap menggunakan bahasa Madura , tetapi jika sedang berada di rumah dan berbicara
dengan keluarganya mereka sering kali menggunakan bahasa daerahnya. Contohnya pada
informan kedua, ibu Nadi yang merupakan transmigran dari Jawa tengah saat berbicara dengan
masyarakat sekitar kawasan pasar pantai Panarukan atau ketika sedang melayani pembeli
(termasuk peneliti) ia menggunakan bahasa Madura atau bahasa Indonesia, tetapi jika berada di
rumah di lingkungan keluarganya atau berkomunikasi dengan anggota keluarga , ia
menggunakan bahasa Jawa walaupun itu pada saat berdagang.
Mereka mengikuti kebiasaan masyarakat sekitar agar bisa diterima dengan baik dan
mencoba bertukar simbol simbol dengan masyarakat yang lainnya. Tetapi pada saat mereka
berkomunikasi dengan anggota keluarganya mereka menggunakan bahasa daerah asal. Mereka
melakukan ambivalensi dengan tujuan agar mereka tidak kehilangan kebudayaan asli mereka.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah
melakukan
penelitian
peneliti
menyimpulkan
bahwa
pendatang
melakukan
interaksi
dengan
orang
diluar
dramaturgis
agar
bisa
diterima
dan
membaur
dengan
temukan
selama
5.2. Saran
Sehubungan
dengan
masalah
yang
peneliti
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Tubbs, Stewart L., Sylvia Moss. 2004. Human Communication, Konteks-Konteks Komunikasi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.