Anda di halaman 1dari 13

PARPOL DAN PEMILU

kelompok 4:

DIANLITA TANDIRERUNG
YUDHA
ADRIANTO MARDAN
TRIJA PUTRA PAMIAN
HESRON MASSUDI
A. PARTAI POLITIK

1. Definisi Partai Politik

Menurut Carl J.Friederich : Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara
stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan
partainya dan, berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang
bersifat idiil maupun materiil.

Menurut R.H. soltau : Partai politik adalah sekelompok warganegara yang sedikit banyak
terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan
kekuasaannya untuk memilih bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan melaksanakan
kebijaksanaan umum mereka.

Menurut Sigmund Newmann : Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang
berusaha untuk menguasai kekuatan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar
persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang
berbeda.
2. Fungsi Partai Politik
Terdapat 4 fungsi utama partai politik dalam negara :
1) Partai sebagai sarana komunikasi politik; partai politik bertugas sebagai alat komunikasi dua
arah yakni menyalurkan aspirasi anggotanya kepada pemerintah dan sebaliknya menginformasikan
segala kebijaksanaan yang telah diambil pemerintah kepada para anggotanya.
2) Partai politik berfungsi sebagai sarana sosialisasi politik. Sosialisasi politik merupakan suatu
proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi mengenai suatu fenomena politik,
yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada.
3) Partai politik sebagai sarana recruitment politik, yaitu mencari dan mengajak orang
yangberbakat untuk aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
4) Partai politik sebagai sarana managemen konflik. Dalam suatu negara demokrasi perbedaan
pendapat adalah wajar terjadi.
3. Klasifikasi Sistem Kepartaian
Ada 3 macam kriteria untuk mengadakan klasifikasi partai politik:

1) Klasifikasi menurut jumlah dan fungsi anggotanya:


Partai Massa: yaitu partai yang selalu mendasarkan kekuatannya pada jumlah anggotanya.
Partai Kader : yaitu yang mementingkan kualitas, loyalitas dan disiplin anggotanya.

2) Klasifikasi berdasarkan sifat dan orientasi partai:


Partai Lindungan (Patronage Party) umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor
Partai asas/Idiologi: biasanya mempunyai pandangan hidup (idiologi) yang digariskan dalam
kebijakan pimpinan.
Partai program: yaitu partai yang berorientasi pada program-program yang knkrit.

3) Klasifikasi atas dasar jumlah partai yang berpengaruh dalam Badan Perwakilan
Menurut maurice Duverger, terdiri atas 3 sistem yaitu:
Sistem satu partai atau Partai tunggal/Mono Partai yaitu hanya ada satu partai yang berkuasa
secara dominant.
Sistem dua Partai/Dwi Partai. Dalam sistem ini diartikan sebagai adanya dua partai atau lebih,
tetapi dengan peranan dominant dari dua partai.
Sistem Multi Partai. Dimana dalam sistem multi partai ada lebih dari dua partai politik yang
berpengaruh di badan perwakilan rakyat.

4. Sejarah Pengaturan Kepartaian di Indonesia


Sejarah pengaturan partai politik di Indonesia dapat dikelompokan atas:
1) Masa Penjajahan
Tahun 1939 partai politik dibentuk dan melakukan perjuangan lewat Dewan perwakilan Rakyat (Volksraad) :
Indonesiche Nationale Groep dipimpin Moh. Yamin
Fraksi National di bawah Husni Thamrin
Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera dibawah Pimpinan Parwoto.

Diluar Volksraad: ada usaha-usaha untuk menggabungkan partai politik dengan membentuk: GAPI (Gabungan
Partai Politik), MIAI (Majelisul Islamil Alaa Indonesia), MRI (Majelis Rakyat Indonesia).

2) Masa Kemerdekaan
a. Masa Maklumat Pemerintah 3 Nopember 1945
Isi Maklumat adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah menyukai pembentukan partai-partai politik
2. Pemerintah berharap partai-partai itu terbentuk sebelum pemilihan Badan Perwakilan Rakyat.

Dari himpunan ini muncul 10 partai politik. Berdasarkan UU No 7 Th 1953 (LN. No.29 Th 1953), ditetapkan 7
April 1953 diadakan Pemilihan Umum untuk memilih anggota DPR bulan September 1955, memilih anggota
Konstituante 1 maret 1956. Jumlah partai politik yang mengikuti Pemilu adalah 24 parpol, untuk merebut 272
kursi. Perolehan suara terbesar adalah: Masyuni, PNI, Nahdatul Ulama, PKI, Sisa kursi 75 kursi diperebutkan
partai-partai kecil lainnya.
b. Masa Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Terjadi perubahan ketatanegaraan dari UUDS 1950 dengan memberlakukan UUD 1945, yang dikenal dengan
sistem Demokrasi Terpimpin. Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Presiden (Penpres) No 7 Th 1959
Tentang Syarat-Syarat Penyederhanaan Kepartaian. Pengaturan Presiden (Perpres) no 13 Th 1960 tentang
Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai. Partai-partai yang dibubarkan: Masyuni, PSI (Partai Sosialis
Indonesia). Partai yang ditolak: PSII Abikusno Tjokrosuyoso, Partai Rakyat Nasional Bebasa Dalung Lalo, Partai
Rakyat Indonesia, Partai Rakyat nasionalis Djodi Gondokoesoemo.
3) Masa Orde Baru
Semboyan Orde Baru adalah “Melaksanakan UUD 1945 secara Murni dan Konsekuen”. Pada masa orde
baru ini dikeluarkan UU No 15 Th 1969 Tentang Pemilihan Umum, dan UU No 16 Th 1969 Tentang Susunan
dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Pemilihan Umum diadakan tanggal 3 Juli 1971 yang diikuti oleh
sepuluh partai politik. MPR hasil Pemilu kemudian melakukan fusi/penggabungan dalam fraksi-fraksi:
Fraksi Persatuan Pembangunan, Fraksi Demokrasi indonesia, Fraksi karya Pembangunan, Dua fraksi
fungsional: yaitu Fraksi ABRI dan Fraksi Utusan Daerah.
Fusi ini kemudian diikuti dengan dikeluarkannya UU No 3 Th 1975 Tentang Partai Politik dan Golongan
Karya yang menyederhanakan jumlah partai (organisasi sosial politik) menjadi 3 yaitu: Partai Demokrasi
Indonesia berasaskan Nasionalisme, Partai Persatuan Pembangunan berasaskan Islam dan Golkar
berasaskan kerakyatan untuk kesejahteraan bangsa dan keadilan sosial. Tetapi asas ciri ini dihapus dengan
UU No 3 Th 1985 tentang Parpol dan Golkar, serta dengan UU No 5 Th 1985 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan. Partai diarahkan menjadi partai program. Sejak Tahun 1971 telah berhasil diadakan
pemilu legislatif setiap lima tahun sekali secara periodik yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997
dimana hasil pemilu selalu didominasi oleh Golkar.

4) Masa Reformasi
Dikeluarkan UU No 2 th 1999 Tentang Partai Politik, UU No 3 Th 1999 Tentang Pemilihan Umum dan UU
No 4 Th 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. UU No 3 th 1999 membuka kembali
kebebasan membentuk Partai politik dan boleh mencantumkan asas ciri masing-masing partai. Akhirnya
muncul sistem banyak partai. Berdasarkan UU No 31 Th 1004, berkurang secara signifikan sebanyak 24
partai dari 80 parpol yang mendaftar, karena ditentukan syarat-syarat parpol yang dapat menjadi peserta
pemilu. Kondisi sistem multipartai muncul karena masyarakat Indonesia sangat heterogen.
B. PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM

1. Masalah Perwakilan
Pengertian Pemerintah dengan sistem perwakilan, menurut Konfrensi International Comission of
Jurist di Bangkok adalah : “Pemerintah Perwakilan adalah pemerintahan yang memperoleh
keuasaan dan kewenangan dari rakyat, dimana kewenangan dan kekeuasaan itu diperoleh melalui
perwakilan yang dipilih secara bebas dan bertanggung jawab kepada pemilihnya.
Syarat-syaratnya harus ada :
a. Proteksi Konstitusional
b. Pengadilan- pengadilan yang bebas dean tidak memihak
c. Pemilihan- pemilihan yang bebas
d. Kebebasan menyatakan pendapat
e. Kebebasan berserikat dan tugas oposisi
f. Harus ada pendidikan civics

Mengenai hubungan wakil dengan yang diwakili ada bebrapa teori antara lain :
a. Teori Mandat
Menurut teori ini mandat si wakil dianggap duduk dilembaga perwakilan karena mendapat mandat
dari rakyat, sehingga disebut mandataris. Teori mandat berkembang menjadi 3, yaitu :
1. Mandat imperatif

Si wakil bertugas dan bertindak dilembaga perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh
yang diwakili.
2. Mandat bebas
a. Teori Mandat
Menurut teori ini mandat si wakil dianggap duduk dilembaga perwakilan karena mendapat
mandat dari rakyat, sehingga disebut mandataris. Teori mandat berkembang menjadi 3, yaitu :
1. Mandat imperatif
Si wakil bertugas dan bertindak dilembaga perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh
yang diwakili.
2. Mandat bebas
Ajaran ini berpendapat bahwa si wakil dapat bertindak bebas tanpa tergantung dari instruksi
yang di wakiliny
3. Mandat representatif
Disini si wakil di anggap bergabung dengan badan perwakilan (parlemen).
b. Teori Organ
Teori organ ini dianut oleh Von Gierke dan juga Jellinek dan Paul Laband. Manurut teori ini
negara merupakan organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapan dengan fungsinya
masing-masing dan saling tergantung satu dengan lainnya. Setelah rakyat memilih lembaga
perwakilan rakyat, maka rakyat tidak perlu mencampuri lembaga
tersebut.
c. Teori Sosiologis dari Rieker
Rieker menggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan bangunan politis, tetapi
merupakan bangunan sosial (masyarakat). Si Pemilih akan memilih wakilnya yang benar-benar
ahli dalam bidang kenegaraan.
d. Teori Hukum Objektif dari Leon Duguit
Wakil rakyat dapat melaksanakan tugas kenegaraannya atas nama rakyat, sedangkan rakyat
tidak akan dapat melaksanakan tugas-tugas kenegaraannya tanpa mendukung wakilnya
dalam menentukan kewenangan pemerintahan. Jadi ada pembagian kerja. Keinginan untuk
berkelompok yang disebut solidaritas merupakan dasar hukum objektif yang timbul.
e. Teori Gilbert Abcarian
Menurut Gilbert Abcarian ada 4 tipe hubungan antara wakil dengan diwakili yaitu:
Si wakil sebagai wali (trustce). Disini wakil bebas bertindak atau mengambil keputusan.
Si wakil bertindak sebagai utusan/delegasi. Disini wakil bertindak sebagai utusan atau duta yang
diwakili.
Si wakil bertindak sebagai politico. Disini wakil selaku wali dan terkadang sebagai utusan
tergantung dari materi yang dibahas.
Wakil bertindak sebagai partisan. Disini wakil bertindak sesuai dengan program partainya atau
keinginan partai yang diwakilinya.

f. Teori Prof. Dr. A Hoogerwerf


Menurutnya hubungan antara si wakil dengan yang diwakilinya ada 5 model yaitu :
a.Model delegate. Wakil bertindak sebagai yang diperintah seorang kuasa usaha yang harus
menjalankan perintah dari yang diwakilinya.
b.Model trustee. Wakil bertindak sebagai orang yang diberi kuasa, yang memperoleh kuasa penuh
dari yang diwakilinya, jadi ia dapat bertindak berdasarkan pendirian sendiri.
c.Model Politicos. Wakil kadang-kadang bertindak sebagai delegasi dan juga bertindak sebagai
kuasa penuh.
d.Model kesatuan. Disini anggota parlemen dilihat sebagai wakil seluruh rakyat.
e.Model divesifikasi (penggolongan). Anggota parlemen dilihat sebagai wakil darikelompok
teritorial, sosial atau politik tertentu.
2. Sistem Pemilihan Umum
Pemilihan umum merupakan satu cara untuk menentukan wakil-wakil rakyat yang duduk dilembaga
perwakilan rakyat. Dampak secara umum dari sistem pemilihan proporsional:
Setiap suara di wilayah pemilihan tetap dihitung secara nasional, sehingga tidak ada suara yang hilang.
Sistem ini disukai oleh partai-partai kecil, karena masih ada harapan kemungkinan dapat merebut kursi di
lembaga perwakilan rakyat. Sehingga sistem pemilihan proporsional cendrung mendorong tumbuhnya sistim
multipartai.
Perhitungan suaranya berbelit-belit.
Rakyat bukan memilih orang, melainkan partai politik.

3. Sistem Pemilu di Indonesia


Pemilu dalam perjalanan sejarahnya sebagai berikut :
a. Masa orde lama
Pemilu pertama tahun 1955, berdasarkan UU No. 7 th. 1953 yang sumber konstitusinya adalah pasal 1 ayat (2)
dan pasal 35 UUDS 1950. Sistem pemilihannya adalah sistem proporsional. Asas pemilu adalah : umum dan
berkesamaan langsung, bebas dan rahasia. Pemilu dilaksanakan bulan september 1955 untuk memilih DPR dan
bulan desember untuk memilih badan konstituante.
b. Masa orde baru
Pemilu yang kedua tahun 1971. Berdasarkan Tap MPRS No. XLII/MPRS/1968, maka pemilu dilaksanakan
selambat-lambatnya tanggal 5 juli 1971. Presiden dan DPR-Gotong Royong pada saat itu menetapkan UU No. 15
tahun 1969 tentang pemilihan umum dan UU No. 16 tahun 1969 tentang susunan DPR, DPRD dan MPR yang
menentukan susunan anggota DPR dari 460 orang maka 100 orang diisi dengan pengangkatan, khususnya bagi
golongan ABRI. Asas pemilu adalah : Langsung, umum, bebas dan rahasia. Pemilu ke 3 tahun 1977. Dalam
insfrastruktur politik terjadi penggabungan fraksi di MPR dan juga fusi partai politik. Peserta pemilu hanya 3
organisasi sosial politik berdasarkan UU No. 3 tahun 1975 tentang partai Poltik dan golongan karya. Pemilu
diselenggarakan berdasarkan UU NO. 4 tahun 1975. Pemilu keempat tahun 1982,setelah sempat diadakan
perubahan terhadap UU parpol dan golkar 1975 dan UU No. 4 tahun 1975 dengan mengeluarkan 5 paket UU
dibidang poltik tahun 1985 terutama asas partai politik hanya mengenal asas Pancasila dan asas ciri dihapuskan.
Hal ini berlaku untuk Pemilu ke V th 1987 sampai pemilu ke VI th 1992, pemilu ke VII th 1997 adalah akhir dari
masa orde baru. Asas pemilu adalah langsung, umum, bebas dan rahasia, dengan sistem perwakilan proporsional
dan sistem pengangkatan (perwakilan fungsional).
c. Masa reformasi
Pemilu ke VIII th 1999. Disusun 3 paket undang-undang di bidang politik yakni: UU No 2 th 1999 tentang
Partai politik, UU No 3 th 1999 tentang Pemilihan Umum, dan UU No 4 Th 1999 tentang Susduk MPR, DPR, dan
DPRD.
Muncullah banyak partai politik dengan asas cirinya masing-masing. Peserta Pemilu adalah 28 partai politik.
Sistem pemilihannya adalah sistem perwakilan proporsional dan pengangkatan. Pemilu ke IX th 2004, setelah
amandemen ke III UUD 1945 dan mencantumkan tentang Pemilihan Umum Bab VII B Pasal 22 E :
1) Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali.
2) Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD.
3) Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD adalah partai politik.
4) Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.
5) Pemilu diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
Dalam rangka pelaksanaan ketentuan UUD 1945 diatas, maka dibentuk empat undang-
undang di bidang politik, yaitu : UU No 31 Th 2002 tentang partai politik, UU No 12 Th 2003
tentang Pemilihan Umum, UU No 22 Th 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,
DPD dan DPRD, dan UU No 23 Th 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden. Sistem pemilihan anggota DPR dan DPRD menganut sistem pemilihan Proporsional
dengan daftra terbuka, sementara untuk DPD menganut sistem Distrik berwakil banyak.
Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden menganut sistem pemilihan
perorangan.
Analisis
Pertanyaan pertama dari UU Pemilu yang sudah disahkan di DPR adalah, apa dampaknya terhadap
masyarakat luas sebagai pemilik demokrasi?, pertanyaan tersebut tentunya beralasan karena pada intinya
ujung dari pada UU tersebut nantinya adalah kembali ke masyarakat. Pada tahun 2009 saja, masyarakat
sudah banyak yang mengambil jalan untuk tidak ikut dalam pesta demokrasi apalagi tahun 2014 nanti yang
mana sistemnya sama tidak ada bedanya.

Mantan Presiden Alm. Gus Dur pernah membuat keputusan yang kontroversi dengan mengambil
jalan golput dalam pemilu 2009. Gus Dur menambahkan, keputusan golput merupakan salah satu
mekanisme dalam sistem demokrasi karena ia menilai demokratisasi sistem politik di Indonesia tidak
berjalan. Hanya mementingkan kelompok politik semata, tidak memberi ruang bagi masyarakat.

Dengan berjalannya waktu dan seiring dengan kinerja KPU yang baru terpilih beberapa waktu yang
lalu, maka masyarakat akan semakin memahami seperti apa sebenarnya sistem pemilu di negeri ini.
Masyarakat sebenarnya sudah pintar dan sudah memiliki kesadaran untuk memilih yang terbaik apakah itu
mengambil sikap untuk tidak terlibat dan membangun sebuah gerakan baru sebagai gerakan perlawanan
terhadap sistem.

Oleh karenanya, seharusnya ada sebuah keputusan yang menguntungkan masyarakat dari hasil
rapat paripurna DPR. Bukan malah hanya memikirkan masa depan partai yang ujung-ujungnya terjadi
konflik kepentingan. Konflik kepentingan yang dimaksud tentunya lebih mengedepankan persoalan untung
ruginya dan masa depan dari partai politiknya. Kalau dirasa merugikan partai politik juga lebih memilih
untuk mengorbankan kepentingan masyarakat, hal ini bukan lagi menjadi rahasia umum tetapi sudah
menjadi ajang pertarungan di parlemen sana.

Anda mungkin juga menyukai