PENDAHULUAN
1
Ketetapan MPR No. VI Tahun 2001
1
2
2
Romdhon Prihatin, Konsep Etika Politik dalam Pemikiran Franz Magnis Suseno (Yogyakarta:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014) hlm. 6
BAB II
PEMBAHASAN
3
Bakir Ihsan, Etika dan Logika Berpolitik: Wacana Kritis atas Etika Politik, Kekuasaan, dan
Demokrasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hlm. iii
3
4
4
Bakir Ihsan, Etika dan Logika Berpolitik: Wacana Kritis atas Etika Politik, Kekuasaan, dan
Demokrasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hlm. v
5
Prof. I.R. Poedjawijatna, ETIKA: Filsafat Tingkah Laku (Jakarta: PT Bina Aksara, 1982) hlm. 15
6
3. Determinisme
Ialah aliran filsafat yang mengingkari adanya kehendak
bebas. Paham ini menganggap setiap kejadian atau tindakan,
baik yang menyangkut jasmani maupun rohani, merupakan
konsekuensi dari kejadian sebelumnya dan berada di luar
kemauan.
4. Adanya Kehendak Bebas
Ditegaskan bahwa manusia itu dalam bertindak memang
terbatas oleh kodratnya, yaitu kemanusiaan.6 Pada dasarnya
elite politik itu mempunyai sifat yang sama dengan benda-
alam yang bukan manusia, sehingga elite politik juga terikat
pada hukum-alam yang sama pula. Para elite politik pada
dasarnya juga manusia yang memiliki sifat lainnya karena ia
mampu berpikir, maka elite politik harus mentaati hukum
berpikir jika ia tidak mau tersesat dan tujuannya mencapai
kebenaran. Arti ‘bebas’ disini adalah kebebasan untuk
melakukan tindakan, dan kebebasan ini adalah pilihan.
5. Gejala-gejala Tindakan
Penilaian kesalahan atau kesengajaan itu penting. Elite politik
dalam tindakannya dapat memilih, karena itu padanya
terdapat kehendak bebas. Penentuan terletak pada kita sendiri.
Penentuan merupakan unsur kehendak.
6. Penentuan Istimewa
Adanya kehendak bebas pada diri manusia, maka elite politik
dapat menentukan sendiri tindakannya. Yang harus diingat
bahwa kehendak bebas ini tidak akan mengurangi penentuan
dan pembatasan manusia pada kodratnya. Manusia memang
terbatas, tetapi keterbatasan manusia membuat ia menjadi
istimewa, yaitu ia dapat memilih. Manusia diberi oleh Tuhan
berupa keterbatasan supaya ia dapat bertindak dengan pilihan,
6
Prof. I.R. Poedjawijatna, ETIKA: Filsafat Tingkah Laku (Jakarta: PT Bina Aksara, 1982) hlm. 21
7
7
Prof. I.R. Poedjawijatna, ETIKA: Filsafat Tingkah Laku (Jakarta: PT Bina Aksara, 1982) hlm. 25
8
Prof. I.R. Poedjawijatna, ETIKA: Filsafat Tingkah Laku (Jakarta: PT Bina Aksara, 1982) hlm. 44
8
9
Prof. I.R. Poedjawijatna, ETIKA: Filsafat Tingkah Laku (Jakarta: PT Bina Aksara, 1982) hlm. 49
9
10
Franz Magnis Suseno, ETIKA POLITIK: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2016) hlm. 25
10
12
Bakir Ihsan, Etika dan Logika Berpolitik: Wacana Kritis atas Etika Politik, Kekuasaan, dan
Demokrasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hlm. 20
13
Bakir Ihsan, Etika dan Logika Berpolitik: Wacana Kritis atas Etika Politik, Kekuasaan, dan
Demokrasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hlm. 111
12
ini akan memiliki masa depan yang suram, merugi, dan mengancam nasib
demokrasi yang kita bangun saat ini.
14
Bakir Ihsan, Etika dan Logika Berpolitik: Wacana Kritis atas Etika Politik, Kekuasaan, dan
Demokrasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hlm. 109
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Etika politik merupakan hasil dari penalaran logika politik warga
negara itu sendiri. Secara ideologis, Indonesia sebenarnya memiliki
landasan yang cukup kuat bagi terbentuknya etika politik, melalui ideologi
Pancasila sebagai landasan sintesis dari sekian ragam ideologi (nilai) yang
mendunia.
Politik merupakan suatu hal terpenting dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, tanpa adanya sistem atau unsur politik suatu
negara tidak akan berjalan, walaupun terkadang politik menjadi hal negatif
karena penuh dengan cara-cara kotor dan amoral.
Fenomena politik yang terjadi belakangan ini cenderung mengarah
kepada hal yang negatif, sehingga mengotori demokrasi. Tata aturan yang
disahkan oleh para wakil rakyat dilanggar, bahkan oleh mereka sendiri.
Mereka memainkan tata tertib yang mereka susun sendiri dengan berbagai
tafsir untuk mengutamakan kepentingannya. Tak jarang mereka juga
menempuh berbagai cara untuk memuaskan hasratnya.
Yang dibutuhkan negara ini bukan lah mengumbar kesalahan orang
lain demi menutupi kekurangan diri sendiri. Tapi cara pandang yang
mengutamakan kejujuran (transparansi) politik, yang berarti jujur
mengakui keberhasilan pihak lain sebagaimana mengakui kekurangan diri
sendiri.
13
DAFTAR PUSTAKA
Prihatin, Romdhon. 2014. Konsep Etika Politik dalam Pemikiran Franz Magnis
Suseno. Yogyakarta; Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Ihsan, Bakir. 2009. Etika dan Logika Berpolitik: Wacana Kritis atas Etika Politik,
Kekuasaan, dan Demokrasi. Bandung; PT Remaja Rosdakarya.
14