Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL PANCASILA

TEMA:

Etika Politik Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

JUDUL:

Membangun Nuansa Politik di Indonesia Sesuai Dengan Etika Politik


Pancasila

Nama : Briliant Rivcy Kastanja

NIM : 041515357

Fakultas : Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik

Jurusan : D3 Perpajakan
BAB I

Pendahuluan

Sumber utama masalah di Indonesia berasal dari politik. Hampir tidak ada aspek yang
menyangkut hajat hidup orang banyak yang tidak ditentukan oleh keputusan politik. Dalam
sistem demokrasi, melalui politik, orang yang terpilih diberi kekuasaan untuk mengelola
negara. Baik atau buruk suatu negara sedikit banyak ditentukan oleh kualitas orang- orang
yang mengurus negara. Sayangnya, teori- teori indah dan mulia tentang politik banyak yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Tidak bisa dipungkiri, hampir semua aspek kehidupan sudah
dipolitisasi. Agama, ekonomi, investasi, bencana alam, kesehatan, sosial, olahraga,
pendidikan, hukum dan lainnya sudah menjadi komoditas politik. Politisasi dilakukan hanya
untuk kepentingan politik belaka. Untuk menang dalam pemilu, tidak sedikit partai politik
mengusung calon hanya dari aspek popularitas daripada kualitasnya. Kualitas politisi juga
tidak berbeda jauh dengan partai politik. Sangat sulit menemukan politisi yang kompeten,
negarawan dan berintegritas.

Melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia, maka diperlukan sebuah refleksi sebagai
tindakan nyata terhadap perilaku dan etika politik para elite (pemerintah). Hal ini tidak bisa
tidak, harus dilakukan jika menghendaki bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik. Memang
mereka (elite) menginginkan agar Indonesia menjadi bangsa yang besar dan disegani, akan
tetapi cita-cita ini kandas oleh perilaku yang ditunjukkan oleh mereka sendiri. Sisi lainnya
adalah dalam berbagai persoalan yang terjadi dalam masyarakat, para elite politik tadi kerap
kali membutakan suara dan mata hatinya. Sehingga persoalan yang timbul dalam masyarakat
tidak pernah selesai dan bahkan semakin bertumpuk.

Lunturnya etika politik yang terjadi pada para pelaku politik di Indonesia juga
berpengaruh pada hilangnya tatanan yang bermoral dan rasional. Salah satu contoh adalah
penggalian situs budaya yang dilakukan oleh seorang pejabat mencerminkan semakin tidak
terkontrolnya tindakan dan sikap para pejabat di Indonesia. Dengan demikian pantaslah
diungkapkan bahwa para pejabat yang ada telah kehilangan rasionalitasnya dan memenuhi
pikirannya dengan hal-hal yang berbau mitos. Dengan tindakan tersebut mencerminkan
bahwa bangsa Indonesia tidak lagi memiliki rasa percaya diri (self-confidence) sebagai
sebuah bangsa.
BAB II

Kajian Pustaka

I. Landasan Teori

a. Definisi Etika

Demikianlah, etika mengacu pada ilmu filsafat yang berkaitan dengan kebaikan atau
keburukan tindakan manusia. Etika mengacu pada nilai-nilai dan kepercayaan yang sangat
penting bagi individu maupun masyarakat. Nilai-nilai tersebut membantu untuk membentuk
karakter manusia dalam masyarakatnya, mengajari mereka tentang apa yang baik dan buruk.
Etika mengandaikan pengetahuan prinsip dasar tersebut dan tanggung jawab untuk membuat
pilihan yang sesuai bila diperlukan. Sebagian besar filsuf menegaskan bahwa etika
mengandaikan nilai-nilai yang bersifat universal dan tidak terikat dengan satu masyarakat
atau periode zaman tertentu (Suresh & Raghavan, 2005: 3-4). Etika berkaitan dengan apa
yang baik dan benar bagi masyarakat. Sebagian besar masyarakat pada umumnya menerima
prinsip etika berikut ini: kejujuran, integritas, memenuhi komitmen, menaati kesepakatan,
adil dan berpikiran terbuka serta bersedia mengakui kesalahan, peduli dan berbelas kasih,
menghormati martabat manusia, bertanggung jawab untuk meraih keunggulan dan
mempertanggungjawabkan satu keputusan dan konsekuensinya. Definisi dan praktik prinsip-
prinsip tersebut cenderung bersifat kontekstual dan berubah sejalan dengan perkembangan
zaman dan norma masyarakat. Istilah yang cukup dekat dengan “etika” adalah “moral”.
(Sumber: BMP ASIP 4406-M1)

b. Definisi Etika Politik

Etika politik adalah salah satu sarana yang diharapkan bisa menghasilkan suasana
harmonis antar pelaku dan antar kekuatan sosial politik serta antar kelompok kepentingan
lainnya untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan
kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi dan golongan. Pokok-pokok etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan,
sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab,
menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa. Berbicara mengenai etika
berpolitik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita harus mengakui bahwa saat ini
banyak kalangan elite politik cenderung berpolitik dengan melalaikan etika kenegarawanan.

Etika politik menuntun agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat dan
dipertanggungjawabkan pada prinsip moral. Etika politik dapat membantu masyarakat untuk
merealisasikan ideology negara yang luhur ke dalam realitas politik yang nyata misalnya
dengan merefleksikan apa inti keadilan social, apa dasar etis kerakyatan, bagaimana
kekuasaan harus ditangani secara martabat manusia.

Menurut Franz Magnis Suseno etika politik pada dasarnya merupakan salah satu
cabang dari filsafat. Sebagai sebuah usaha ilmiah, filsafat dibari ke dalam beberapa cabang.
Dua cabang utama filsafat adalah filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat teoritis
mempertanyakan apa yang ada dan bagaimana manusia harus bersikap terhadap apa yang ada
tersebut. Sedangkan filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika.
Etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban pelaku politik sebagai
manusia, bukan hanya sebagai warga negara terhadap negara dan hukum yang berlaku. Etika
politik berfungsi sebagai metode penyelidikan tentang nilai dan tingkah laku manusia.
BAB III

Pembahasan

Berbagai permasalahan yang sering terjadi mulai dari penyelenggara negara baik di
lembaga eksekutif maupun di legislatif baik itu kasus korupsi, gratifikasi sampai dengan
hoax yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab membawa dampak yang
buruk bagi perkembangan demokrasi Indonesia saat ini. Kita sering berfikir bahwa
bagaimana kosep demokrasi yang ideal yang sesuai dengan pancasila agar kita dapat sampai
pada sila pancasila yang kelima yaitu memberikan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Peran sentral terhadap cita demokrasi yang beriringan dengan cita nomokrasi adalah
suatu keniscayaan. Pembangunan politik hukum melalui Peraturan Perundang-Undangan di
Indonesia harus sesuai dengan Pancasila dan etika politik yang dibangun oleh para elite
politik adalah suatu keharusan untuk memberikan sebuah gambaran besar untuk menghadapi
persoalan bangsa saat ini. Kita patut meyakini bahwa etika dalam kehidupan berbangsatidak
boleh tunduk pada situasi apa adanya. Etika berbangsa juga seharusnya dapat didesain ulang.
Di sinilah sebenarnya terletak peran hukum seperti hukum positif (yuridis) memiliki fungsi
perekayasaan sosial (social engineering) untuk mengubah situasi (social existence) dan
orientasi (social consciousness) dalam kehidupan berbangsa.

Eksperimen ketatanegaraan memunculkan paradoks dimana-mana. Konstelasi


perpolitikan di Indonesia di satu sisi menunjukkan ciri-ciri egalitarian, namun pada saat
bersamaan juga menampilkan elitisme dengan lahirnya dinasti perpolitikan di sejumlah
daerah. Partai-partai politik tumbuh tenggelam, tetapi keberadaan mereka sama sekali tidak
berkorelasi positif dengan kelahiran baru figur-figur pemimpin yang andal dan mampu
merebut kepercayaan publik. Kepercayaan terhadap lembagalembaga negara dan aparatur di
dalamnya juga tidak kunjung meningkat, seiring dengan merebaknya korupsi berjamaah,
suap-menyuap, dan berbagai skandal penyalahgunaan wewenang lainnya.

Pembangunan politik hukum masih belum menjangkau aspek etika dan moralitas dalam
sistem hukum Indonesia. Tentu saja hal ini membuat produk hukum yang dihasilkan hanya
mencerminkan kepentingan kelompok atau golongan elit tertentu. Idealnya etika dan moral
ini ada dalam setia diri manusia. Terlebih bagi individu yang memiliki kekuasaan seperti
pembentuk Undang-Undang.

Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum, artinya selain Pancasila masih
ada sumbersumber hukum yang lain. Sumber hukum belum tentu merupakan hukum dalam
arti peraturan perundang-undangan. Hukum nasional yang bersumber dari Pancasila
merupakan  hasil eklektisasi dari berbagai sukmber hukum itu. Oleh sebab itu, hukum
nasional Indonesia merupakan produk eklektik antar berbagai sumber hukum materiil yang
ada di dalam masyarakat seperti Hukum Islam, Hukum Adat, Hukum Barat, dan
konvensikonvensi internasional.

Etika mengacu pada ilmu filsafat yang berkaitan dengan kebaikan atau keburukan
tindakan manusia. Etika mengacu pada nilai-nilai dan kepercayaan yang sangat penting bagi
individu maupun masyarakat. Nilai-nilai tersebut membantu untuk membentuk karakter
manusia dalam masyarakatnya, mengajari mereka tentang apa yang baik dan buruk. Etika
mengandaikan pengetahuan prinsip dasar tersebut dan tanggung jawab untuk membuat
pilihan yang sesuai bila diperlukan. Sebagian besar filsuf menegaskan bahwa etika
mengandaikan nilai-nilai yang bersifat universal dan tidak terikat dengan satu masyarakat
atau periode zaman tertentu (Suresh & Raghavan, 2005: 3-4).

Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu
yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia.Sedangkan hukum negara yakni
hukum yang menjadi pijakan beberapa cabang pemerintahan dan yang harus mereka patuhi
dalam menjalankan kekuasaan.Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari
sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.Peran sentral terhadap cita
demokrasi yang beriringan dengan cita nomokrasi adalah suatu keniscayaan. Pembangunan
politik hukum melalui Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia harus sesuai dengan
Pancasila dan etika politik yang dibangun oleh para elite politik adalah suatu keharusan untuk
memberikan sebuah gambaran besar untuk menghadapi persoalan bangsa saat ini.

Etika Politik Pancasila merupakan percabangan dari filsafat politik Pancasila yang
memandang baik dan buruknya suatu perbuatan maupun perilaku politik dengan dasar
Filsafat Politik Pancasila. Adapun definisi Filsafat Politik Pancasila yaitu segenap keyakinan
yang diperjuangkan penganutnya dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia
berdasarkan Pancasila.

Seperti yang kita pahami, etika tentunya membantu manusia dalam hal penentuan
mengenai tindakan yang perlu dilakukan dan apa alasannya hal tersebut harus dilakukan.
Pancasila sebagai dasar negara merupakan etika bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan nilai-nilai etika yang dapat kita temukan
dalam Pancasila dimanifestasikan dalam bentuk tatanan seperti berikut:

 Tatanan bermasyarakat memiliki nilai-nilai dasar seperti pelarangan akan eksploitasi


sesama manusia. Semua orang wajib untuk berperikemanusiaan dan juga berkeadilan
sosial.

 Tatanan bernegara memiliki nilai-nilai dasar merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan
makmur.

 Tatanan luar negeri memiliki nilai ketertiban dunia, perdamaian abadi, kemerdekaan,
dan keadilan sosial.

 Tatanan pemerintah daerah dengan nilai-nilai permusyawaratan yang mengakui asal-


usul atau latar belakang keistimewaan daerah.

 Tatanan hidup beragama dengan kebebasan beribadah sesuai dengan keyakinan


masing-masing.

 Tatanan bela negara, hak dan kewajiban warga negara untuk membela negara.

 Tatanan pendidikan, dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.

 Tatanan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat.

 Tatanan hukum dan keikutsertaan dalam pemerintahan, dan

 Tatanan kesejahteraan sosial dengan nilai dasar kemakmuran bagi seluruh


masyarakat.

Contoh kasusnya dapat kita temukan dalam kegiatan kampanye yang (harusnya) sesuai
dengan etika Pancasila.  Dalam kampanye, orang-orang dapat menjalankan dengan caranya,
akan tetapi harus tetap dengan memegang prinsip sebagai berikut:

 Berkampanye dengan tetap mengusung nilai-nilai kemanusiaan, contohnya dengan


tetap menjaga keamanan pihak lain, tidak merugikan orang lain, dan menjaga
hubungan baik dengan sesama agar tetap harmonis, sehingga bentrokan tidak akan
pernah terjadi. Hal ini berdasarkan pada sila ke-3.

 Peraturan dalam kegiatan berkampanye harus dipatuhi, sebab dengan menaati


ketentuan berarti memberi keselamatan bagi diri kita semua. Hal tersebut berdasarkan
pada sila ke-4.

 Pemilu dan kampanye memiliki tujuan akhir kemakmuran dan kesejahteraan hidup
bersama. Oleh sebab itu, sebaiknya hindari hal-hal yang menjadi penghambat usaha-
usaha menuju kesejahteraan bersama. Langkah tersebut berdasarkan sila ke-5.

 Dengan menyadari bahwa semua perbuatan yang tidak baik dengan


mengatasnamakan Pemilu atau kampanye tidak akan lepas dari pengawasan Tuhan
Yang Maha Esa. Hal ini didasarkan pada sila ke-1.

 Permasalahan inti politik tentu saja tidak terbatas pada masalah kekuasaan. Namun,
politik ialah tentang seperangkat keyakinan dalam kehidupan bermasyarakat, juga
berbangsa dan bernegara yang diperjuangkan oleh orang-orang yang meyakininya.
Demikian adalah pengertian “politik” secara ilmiah. Adapun pengertian “politik”
secara non-ilmiah yaitu yang memiliki prinsip perjuangan demi memenangkan
kekuasaan. Bahkan cenderung mengabaikan nilai kemanusiaan, sehingga
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Etika elit politik dalam politik hukum sangatlah penting mengingat suatu sikap elit
untuk menetapkan kebijakan negara sesuai dengan perkembangan masyarakat yang kemudian
dipilih sesuai dengan prioritas dan juga diselaraskan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta
ditetapkan dalam produk hukum. Setiap elit politik dan pejabat negara untuk bersikap jujur,
amanah, siap melayani, memiliki keteladanan, rendah hati, berjiwa besar dan siap mundur
dari jabatan apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya
bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.
BAB IV

Penutup

1. Kesimpulan

Melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia, maka diperlukan sebuah refleksi sebagai
tindakan nyata terhadap perilaku dan etika politik para elit politik. Hal ini tidak bisa tidak,
harus dilakukan jika menghendaki bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik. Memang
mereka para pelaku politik menginginkan agar Indonesia menjadi bangsa yang besar dan
disegani, akan tetapi cita-cita ini kandas oleh perilaku yang ditunjukkan oleh mereka sendiri.
Sisi lainnya adalah dalam berbagai persoalan yang terjadi dalam masyarakat, para elite politik
tadi kerap kali membutakan suara dan mata hatinya. Sehingga persoalan yang timbul dalam
masyarakat tidak pernah selesai dan bahkan semakin bertumpuk.

2. Saran

Para pelaku politik di Indonesia terutama kader-kader partai hendaknya diberilkan


pelatihan terlebih dahulu tentang bagaimana cara berpolitik yang baik dan benar serta sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila agar mereka dapat mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam
menjalankan roda pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Materi Pokok Pancasila MKD4114 Pancasila oleh Lasiyo; Sri Soeprapto; Reno
Wikandaru.
2. Buku Materi Pokok Ilmu Politik IPEM4215 oleh Riaty Raffiudin.
3. Buku Materi Pokok Etika Profesi Kearsipan ASIP4406 oleh Nurdin H. Kistanto
4. Etika Politik: Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern; Franz Magnis-Suseno (1988)
5. Jurnal “Memahami Tentang Beberapa Konsep Politik” oleh Abdulkadir B. Nambo dan
Muhamad Rusdiyanto Puluhuluwa
6. Dinamika Politik Kontemporer; Yudi Rusfiana (2017)
7. Jurnal Etika Politik Dalam Politik Hukum Di Indonesia Hartati; Firmansyah Putra (2019)

Anda mungkin juga menyukai