Proposal Penelitian
Oleh :
PENDAHULUAN
Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia,
maka etika politik berarti suatu standar nilai yang disarikan dari nilai-nilai
dan menjelaskan legitimasi politik serta budaya politik masyarakat. Dengan demikian
manusia, dan bukan hanya sebagai warga terhadap negara, hukum yang berlaku dan
sebagainya.1
bagaimana filsafat mulai tersusun berdasarkan tema dan figur tertentu didalam
pemikiran filsafat. Filsafat moral Socrates merupakan titik pembuka dari maraknya
pemikiran sofis dalam menjelaskan etika secara rasional dan mendalam. Plato, dalam
sebuah dialog yang dilakukan oleh Socrates. Dalam bagian pertama buku Republic
dijelaskan apa dan bagaimana suatu keadilan. Konsep mengenai keadilan tersebut
1 ?
Syafiee, Inu Kencana, Etika Politik, (Reka Cipta:2012), Hal. 3
akan mengarah kepada sosok pemerintaham dan pemimpin yang baik dibahas dalam
Republic.2
daulah al- madinah) atau imperium yang luas terbentang. Ada yang mengacu pada
filsafat politik idealisme da nada pula yang mengacu pada filsafat politik realisme.
Ada yang mendengungkan kebebasan dan ada pula yang memberlakukan sistem
dictator. Ada yang melandaskan pada etika dan agama dan ada pula yang
memisahkan politik dari etika dan agama. Ada yang memunculkan teori-teori radikal
dan revolutif dan ada pula yang mempertahankan teori-teori normatif, dan
seterusnya.3
Bangsa Indonesia yang beranggapan sebagai bangsa yang berbudi luhur ini
telah mengalami krisis moral. Kenyataannya kini telah berbalik: kekerasan, politik
uang dan korupsi mendominasi warna kehidupan politik di Indonesia. Itu semua
itu bukan terjadi spontan atau peristiwa insidental belaka. Peristiwa-peristiwa tragis
2
Muhammad Fadil, “ Gagasan Dasar Mengenai Etika dan Negara Menurut Plato ( Sebuah
Pengenalan Awal Filsafat Politik Klasik)” : Paradigma hal. 54
3
Dr. Ali Abdul Mu’ti Muhammad, Filsafat Politik Antara Barat dan Islam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2010), h. 5
4
Haryatmoko, Etika Politik dan Kekuasaan, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2014), h. Vii
Sebagai bukti nyata yang terjadi di dunia perpolitikan Indonesia adalah contoh
kasus isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang di lakukan oleh Front
Pembela Islam (FPI). Aksi unjuk rasa FPI di depan gedung DPRD DKI Jakarta dan
Balai Kota DKI Jakarta pada jumat, 03 Oktober 2014 yang berakhir rusuh. FPI
menolak pelantikan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI
Jakarta mengantikan Joko Widodo. FPI menolak ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta
karena menurut FPI, kursi Gubernur DKI Jakarta harus diisi oleh kader muslim.
Alasannya adalah sesuai dengan asas proporsional penduduk Jakarta yang mayoritas
tandingan. Kelompok FPI menyatakan bahwa Fachrurozi Ishaq adalah Gubernur DKI
yang sah.5
duka di Negara kesatuan Republik Indonesia ini, dan hal ini harus disembuhkan yaitu
diantaranya; loyalitas terhadap atasan, di Indonesia begitu seseorang dilantik para staf
jajah kita melihat mereka berkulit putih sehingga menganggap mereka berdarah biru
maka derajat mereka ditinggikan, setelah Indonesia merdeka maka pegawai negeri
dianggap pemerintah yang menggantikan, oleh karena itu untuk menjadi pegawai
negeri orang menyogok sebanyak apapun, sehingga terjadilah KKN, biaya hidup
5
http://news.liputan6.com/demo-tolak-ahok-rusuh-2-kader-fpi-divonis-masing-masing-2-
bulan. Di akses pada hari Sabtu, 18 juni 2022, pada pukul: 21.00 WIB
yang tinggi (hedonisme), gagal tekhnologi, pelayanan lemah, mutu pegawai rendah,
ini berdasi, berpangkat, bergelar, dan naik turun mobil mewah dengan sederetan para
pengawal dan para pembela, namun demikian sejak turunnya Jendral Soeharto dari
kursi kekuasaan yang selama 32 tahun telah berkuasa, para demonstrasi yang
sebagian besar terdiri dari perwakilan mahasiswa se Indonesia istilah dan spanduk
paling banyak diangkat adalah pemberantasan KKN, namun yang anehnya KKN ini
dianggap sudah menjadi budaya bangsa yang membuat negeri ini semakin terpuruk
kedalam kerendahan mutu sumber daya manusia di Indonesia, namun tetap saja
Indonesia berada pada peringkat teratas dalam KKN ini dan pelakunya tetap hidup
dalam kekuasaan.7
Dengan contoh kasus tersebut, jelas bahwa etika tidak lagi menjadi hal
penting dalam praktik perpolitikan di Indonesia. Sebagai bangsa yang plural, sudah
sepatutnya bangsa Indonesia menyikapi kemajemukan ini dengan sikap yang positif.
SARA sebagai pertimbangan. Padahal, berasal dari Suku, Agama, Ras atau kelompok
berlaku di Indonesia.
6
DR. Inu Kencana Syafiee, etika politik, Reka Cipta, April 2012 cet ke-1, h. 189
7
Ibid, h. 187
Perkembangan etika politik di Indonesia kini sangat mengandalkan ukuran-
ukuran material. Penyimpangan etika berpolitik menjadi suatu yang diterima dalam
pemerintahan dalam praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Keadaan itu tidak
mempertimbangkan etika dalam berpolitik jika faktanya korupsi yang merajalela dan
penulis tertarik mengangkat tokoh filsafat barat klasik, yaitu Plato. Ada beberapa
alasan mengapa penulis tertarik mengangkat tokoh ini. Pertama, Plato merupakan
tokoh besar dan figur yang tersohor dalam dunia filsafat. Kedua Plato banyak
melahirkan pemikiran-pemikiran mengenai Negara dan seperti apa negara ideal itu,
juga Plato merupakan guru dan memiliki pemikiran fondasi etika politik.
Terkait permasalaha etika politik, menurut Plato negara itu adalah keadilan,
dan negara itu lahir karena manusia tidak mampu memenuhi kebutuahnnya sendiri,
Selanjutnya seorang yang memimpin negara haruslah seorang yang filsuf dan
hendaknya memiliki sikap layaknya seorang filsuf, yang memiliki pemikiran yang
dilandasi dengan rasa keingintahuan yang tinggi serta rasa kritis terhadap suatu hal
8
Sylvester G. Sukur, Republik, (Yogyakarta: Narasi Pustaka Promethea), Cet Ke-1
Untuk menilai ilmu pengetahuan politikus harus dipertanyakan intelektualnya
berbeda dengan seorang politikus yang tidak tahu apa-apa, ada beberapa jenis untuk
membedakan orang yang tahu dengan tidak tahu, pertama berdasarkan tingkat
pengetahuan orang tersebut, kedua berdasarkan luas wilayah jangkauan sesuatu yang
perlu diketahui.9
adalah perbedaan cara pandang (perspektif) dan sangat tergantung dorongan dari
manusia itu sendiri yang sudah dikatakan di atas sebagai fitrah manusia yang
konteks ini adalah bagaimana manusia memposisikan diri selain pemahaman terhadap
manusia yang dalam Islam masuk dalam kategori “ihsan” yang secara harfiah berarti
kebaikan. Dorongan ihsan itu sendiri akan melahirkan sebuah prilaku, yaitu moral
atau etika.
komunitas. Manusia, seperti halnya binatang, merupakan komunitas yang terdiri dari
individu-individu, bukan individu yang hidup oleh kalangan mereka sendiri dengan
9
Inu Kencana Syafiee, Etika Politik, April 2012, Bandung: Reka Cipta, h. 6
kata lain, bukan individu yang hidup sendiri-sendiri. 10 Dalam suatu kelompok suku
manusia, bahkan seperti sekarang di antara sekian bangsa, tingkah laku atau kelakuan
manusia dikuasai oleh penjagaan diri atau pemeliharaan diri dan penjagaan kelompok
manusia pun hanya berada di bawah perawatan ibu. Tetapi kehidupan di dalam semua
masyarakat primitif, yang ada hanyalah peperangan yang tiada henti. Dan ketika
kaum pria mengawini wanita dari suku lain, pertalian keluarga akan tergantung pada
pihak ayah. Di China sebuah negara dengan sistem kesukuan pra-eksistensi ide
mengambil istri dari lain suku telah lazim, sehingga perkawinan dalam sukuyang
Ini akan menempatkan kita pada pengertian bahwa seluruh isi alam
mengalami evolusi bilai kebaikan suku, namun nilai-nilai itu ada dan dicari hanya
demi kesenangan belaka serta demi penjagaan diri, tidak didasarkan pada prinsip
seperti yang kita pahami sekarang. Sebagai contoh, membunuh seorang anggota suku,
akan dihukum dengan dendam berdarah atau dengan pembayaran onta yang sangat
banyak atau dibayar dengan kekayaan lain yang berhubungan dengan kematian, tetapi
10
H.G. Sarwar, Filsafat Al-Qur'an, Penerbit CV. Rajawali jakarta: 1988, hal 173
pembunuhan terhadap orang asing tidak hanya akan diampuni, malahan terkadang
sangat didukung.11
yang dilakukan oleh anggota suku, sebagai perbuatan yang tidak benar. Dia
memandang kepada kesatuan ummat manusia dia melihat kesatuan seluruh kehidupan
semua itu. Umat manusia, pada akhirnya, melihat bahwa dialah yang benar sementara
lawan-lawannya salah.12
kesempurnaan batin (euthymia). Hal ini akan diperoleh ketika manusia hidup dalam
kenikmatan dan pantangan. Keseimbangan ini perlu di usahakan, dan yang bertugas
membuat jiwanya menjadi sebaik mungkin. Yang dimaksudkan jiwa disini adalah
11
Ibid, hal 179
12
Ibid, hal 179
13
Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, penerbit IRCiSoD. 2013, hal.
146
intisari kepribadian manusia. Adapun tujuan membuat jiwa sebaik mungkin ialah
sebagai kebajikan. Oleh karena itu, keutamaan yang dimaksud bukan hanya
keutamaan sebagai manusia itu sendiri. Jadi, keutamaan termasuk moralitas, bukan
demikian, orang yang mempunyai keutamaan atau kebajikan adalah orang yang
sepak bola, tentu ia mengetahui bagaimana bermain sepak bola yang baik, tentu saja
ia mempunyai keutamaan sebagai pemain sepak bola. Demikian juga manusia yang
bagaimana hidup yang baik. Jika ia melakukan dosa, berarti ia tidak mengetahui
Pertama, manusia yang berbuat salah dengan sengaja berarti ia tidak memiliki
benar, ia tidak akan berbuat salah. Kedua, keutamaan itu menyeluruh. Sebagai
contoh, orang yang mempunyai keutamaan tidak bersifat sombong, maka pada saat
14
Ibid, hal. 146
yang sama, ia juga memiliki keutamaan-keutamaan yang lain, seperti keadilan,
kebaikan, dan sebagainya. Mustahil ia memiliki satu keutamaan dan tidak memiliki
keutamaan di bidang yang lain. Ketiga, karena keutamaan adalah pengetahuan, maka
keutamaan, sebagaimana pengetahuan yang lain, dapat diajarkan kepada orang lain.15
mengontribusikan sebuah pemikiran klasik, tokoh yang berasal dari Yunani, yaitu
Dari latar belakang masalah diatas, maka hal yang paling fundamental dikaji
penelitian ini tidak mengambang dari pembahasan pokok, maka yang menjadi batasan
15
Ibid, hal. 147
Adapun tujuan dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Tujuan Penelitian
2. Kegunaan Penelitian
(library research)
D. Penjelasan Judul
Penelitian ini berjudul “Etika Politik Perspektif Plato”. Ada dua istilah yang
Pertama, Etika secara etimologis berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang
berarti watak ataupun kesusilaan.16 Jadi etika pada dasarnya dapat diartikan sebagai
suatu kesediaan jiwa seseorang untuk senentiasa patuh pada seperangkat aturan-
aturan kesusilaan.17 Menurut kamus besar bahasa Indonesia, etika diartikan sebagai
sebuah bidang ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan apa yang buru, serta
hak dan kewajiban moral (akhlak).18 Etika juga diartikan sebagai suatu sikap yang
maupun organisasi tertentu.19 Etika merupakan suatu cabang ilmu tentang kesusilaan
hidup dalam suatu lingkungan masyarakat, yang dapat memahami tentang baik dan
buruk.20
Kata “politik” berasal dari kosa kata “politics” yang memiliki makna
bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau Negara yang menyangkut
proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-
16
K. Bertens, Keprihatinan Moral, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 2
17
Ibid.
18
Sugiyono, Yeyen Maryeni, kmus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008),
h.399
19
Eddy Kristiyanto (ed), Etika Politik Dalam Konteks Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius,
2001), h. 23
20
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), h.
278
tujuan itu.21 Berdasarkan pengertian-pengerian pokok tentang politik maka secara
Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia
terjadi di Barat menyatu dalam kepercayaan bahwa kekuatan akal manusia untuk
ilmu pengetahuan yang semakin beragam. Secara umum dapat diartikan Etika Politik
berarti kesediaan jiwa seseorang untuk mematuhi aturan-aturan yang ditetapkan untuk
Sejak masa remaja Plato sudah aktif dalam lingkaran diskusi Socrates. Selanjutnya, ia
juga aktif dalam pergulatan polotik di Athena. Namun, sejak jatuhnya hukuman mati
dari rezim yang berkuasa kepada gurunya, Socrates, pada 399 SM Plato
mengesampingkan politik dan menyuntukkan diri dalam filsafat. Peristiwa itu teramat
melukai batinnya. Pada tahun 388 SM Plato bertolak ke Italia dan Sicillia. Di sana ia
Adapun maksud dari judul penelitian “Etika Politik Perspektif Plato” adalah
suatu kajian ilmiah terhadap suatu pemikiran Plato tentang bagaimana etika politik itu
untuk peradaban manusia sehingga hidup dalam dinamika sosial yang membawa
kemajuan.
E. Tinjauan Pustaka
Sejauh pembacaan penulis terhadap literature ataupun karya ilmiah yang ada,
penulis belum menemukan pembahasan tentang topik yang sama dengan yang penulis
bahas pada penelitian ini. Namun terkait dengan objek kajian ada beberapa peneliti
yang sudah dilakukan terkait dengan pembahasan ini. Berikut uraian singkat terhadap
penelitian terdahulu.
Penelitian dan kajian yang sudah dilakukan oleh para peneliti tentang Plato
diantaranya; pertama, penelitian yang dilakukan oleh Abdul Hakim dengan judul
Negara Dalam Perspektif Plato. Penelitian ini lebih mengarah kepada konsep Negara
ideal menurut Plato dan penjambaran mengenai pengertian dan hakikat Negara, asal-
23
Sylvester G. Sukur, Republik, (Yogyakarta: Narasi Pustaka Promethea), Cet Ke-1, h. 484
24
Abdul Hakim, Negara Dalam Perspektif Plato, Ilmu Ushuluddin, vol 9, 15 Dec, 2009, h.
72
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Hieronymous Simorangkir yang
mengetahui jiwa manusia itu bersifat abadi. Bagi Plato kehidupan kini dan esok diatur
keutaman-keutamaan.25
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Izul Haq Lidinillah dengan judul
Kesejajaran Idea Plato dengan Doktrin Islam menemukan bahwa teori idea Plato
adalah pemikirannya tentang alam semesta mengenai semua aspek baik segi
semua yang ada karena ada satu, yang satu tersebut menyebabkan yang banyak
sehingga munculah sesuatu yang dapat dimengerti, dengan kata lain Plato
belum ada penelitian yang mengkaji pemikiran Plato dalam bidang etika politik atau
belum ada penelitian yang mengkaji etika politik perspektif Plato secara spesifik.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian yang penulis angkat ini menjadi penelitian
yang berbeda dalam konteks kajian dari penelitian sebelumnya agar terhindar dari
25
Hieronymous Simorangkir, Jiwa Manusia Dalam Pandangan Plato, Jurnal FIlsafat-
Teologi, vol 3, 2 Jun, 2004, h.90
26
Izul Haq Lidinilah, Kesejajaran Idea Plato dengan Doktrin Islam,Jurnal Aqidah dan
Fisafat Islam, vol 5, dec, 2020, h. 81
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
dengan masalah yang dipecahkan. Dapat pula berupa pemikiran atau gagasan dari
seorang tokoh yang terdapat dalam karyanya maupun karya orang lain yang
membahasnya.27
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi dua, yaitu sumber primer, meliputi
karya Plato yang telah diterjemahkan yakni : Republik. Kemudian sumber sekunder
dalam penelitian ini adalah tulisan atau karya orang lain yang ada hubungannya
dengan pembahasan dalam skripsi ini, serta karya-karya yang mendukung yang
membahas tokoh yang diteliti oleh penulis baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Dalam hal ini, penulis melakukan pengumpulan data dari sumber-sumber atau
27
M. Nazir, metode penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), cet. Ke-5, h. 27
yang didalamnya memuat atau terkait dengan pemikiran Plato dan penulis lain yang
literature, kemudian penulis mulai mengambil data yang diperlukan terkait dengan
penelitian ini. Selanjutnya dilakukan pengkajian, pemahaman dan telaah kritis juga
analisis teks buku yang tersusun secara sistematis sesuai dengan pokok dan batasan
a. Metode Heuristika
secara ilmiah untuk memecahkan masalah dan menemukan pandangan baru.28 Dari
metode ini penulis berusaha menggali realitas yang ada mengenai pemikiran Plato
yang ada pada dirinya sehingga menemukan pandangan dan konsep baru sebagai
b. Deskriptif Analitis
28
Ibid., h. 51.
Deskriptif analitis adalah sebuah metode dalam mengelola data penelitian
dengan cara memberikan gambaran dan pemaparan secara umum kemudian dianalisa
pemikiran Plato terhadap etika politik, kemudian dianalisa dan diambil kesimpulan.
c. Interpretasi
dipahami untuk menangkap makna yang dimaksud oleh tokoh secara khas. Dengan
metode interpretasi pemikiran Plato dapat di tela’ah dan dipahami secara mendalam.
G. Sistematika Penulisan
skripsi maka penulis merangkup dalam bentuk V bab pembahasan dan setiap bab
punya pembahasan tersendiri namun saling berkaitan antara satu dengan yang lain,
yaitu :
29
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, metodologi penelitian filsafat ( Yogyakarta:
Kanisius, 1992), Cet Ke-2, h. 54.
30
Ibid., h. 63.
Bab I : Bab ini mengulas tentang latar belakang masalah, rumusan dan
Bab II : Bab ini mengulas tentang latar konteks kehidupan Plato, yaitu
Bab V : Bab ini adalah penutup, dimana berisikan kesimpulan yaitu jawaban
politik.