PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
Atiyah Rauzanah M
NIM: 13720044
YOGYAKARTA
2017
1
A. Latar Belakang
sekitarnya. Dalam sebuah rumusan khas ilmu mantiq (logika) disebutkan “al-
etika diartikan sebagai ilmu tentang baik dan buruk, hak dan kewajiban moral
(akhlak).2 Sebagai sebuah landasan etis, etika merujuk pada segala jenis tindak
tanduk manusia, baik sebagai individu (etika individu) maupun sebagai komunitas
perbuatan dikatakan beretika atau sebuah keputusan dapat dikatakan etis apabila
keputusan itu mampu dijelaskan pada khalayak sesuai prinsip yang diyakini
pelaku.3 Etika menurut Franz Magnis Suseno terdiri dari etika umum dan etika
1
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran Tentang Paradigma Islam
dan Sistem Islam (Yogyakarta: Gema Insasi, 2004), hlm. 8
2
https://kbbi.web.id/etika. Diakses pada 26 Nopember 2017.
3
Patricia J. Parson, Etika Public Relation (Yogyakarta: Erlangga, 2006), hlm. 125
4
Franz Magnis Suseno, Etika Politik:Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 13
2
Etika sebagai sebuah landasan etis lahir pada era filsafat Yunani atau
sekitar 2500 tahun yang lalu, yaitu ketika struktur-struktur politik tradisional
harus ditata. Momen ini kemudian bertambah ketika paham tatanan hirarkis
kosmos kekuasaan raja tidak lagi mendapat legitimasi oleh rakyatnya sehingga
menuntut refleksi filosofis terhadap prinsip dasar kehidupan berpolitik. Era ini
disebut industrialisasi.5 Sebuah era dimana manusia tidak lagi bergatung pada
jaringan informasi berkembang luas. Sebagai akibat dari perluasan itu, maka
permasalahan yang harus diputuskan pun bertambah luas karena tidak lagi
ditangani oleh alam. Meski tabiat manusia tidak bisa hidup sendiri dalam artian ia
selalu membutuhkan orang lain untuk bekerja sama dalam mencapai hajat
hidupnya, namun sayangnya ia juga memiliki tabiat layaknya hewan yang suka
menyerang. Oleh karenanya agar hal itu tidak terjadi, diperlukan sosok figur yang
menjamin hak-hak kebebasan mereka sebagai individu. Fungsi ini juga ditegaskan
Ibnu Khaldun saat menjelaskan peradaban manusia secara umum yang disitu ia
ini dapat dilihat pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat dan
menjadi entitas yang tak bisa dilepaskan dari aktivitas manusia modern saat ini.
Beragam wacana pun hadir dan terpecah menjadi dua kelompok yaitu mereka
5
Ibid., hlm 3
6
Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm. 71
3
yang menolak terhadap kemajuan dan sebaliknya, mendukung kemajuan. Pihak
yang menolak beralasan kemajuan dunia tak ubahnya seperti awal kehancuran.
pada peradaban beberapa abad silam. Problematika ini semakin menguat karena
daripada nilai kebersamaan. Hal inilah yang kemudian menarik untuk dibahas Di
sisi lain peradaban bertujuan memanusiakan manusia, namun disisi lain peradaban
kajian dan penyesuaian terus menerus agar tetap relevan dan berguna bagi
peradaban manusia.
didapat bila ia hidup dalam asosiasi masyarakat. Dalam khazanah ilmu sosial
bahwa hanya di dalam negara sebuah monopoli kekerasan fisik dapat dilegitimasi
77
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara,
Masyarakat dan Kekuasaan. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), Hlm. 44
4
secara sah pada segenap warga negaranya. 8 Berangkat dari penjelasan ini
sebagai sebuah pedoman hidup maka ia harus begandengan dengan negara yang
mempunyai akses kuasa. Hal ini dikarenakan sifat normatifitas etika itu sendiri
yang tidak akan bernilai manfaat jika tidak melalui pihak berwenang. Sebaliknya,
sebuah cita-cita negara tidak akan mampu tercapai bila ia menihilkan nilai-nilai
etika. Dengan demikian kita masuk pada pembahasan mengenai tugas etika
politik. Menurut Suseno, etika politik memiliki peran yang sifatnya subsider
politik Islam. Sebagai sebuah prinsip etis yang khas ketimuran, jenis etika ini
Hadits. Berbeda dengan konsep Barat yang mengesampingkan aspek religius dan
mengedepankan sekularitas. Tentu bukan tanpa sebab mengapa kedua etika ini
lahir dan mampu berkembang dalam dunianya masing-masing. Meski tak bisa
8
Miriam Budiharjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), Hlm. 40
9
Franz Magnis Suseno, op.cit. hlm 1
10
Franz Magnis Suseno, op.cit hlm 49-50
5
dipungkiri dalam sejarahnya mereka saling berkontribusi dalam memberikan
Bertolak pada wacana politik Islam khususnya etika politik Islam perlu
kiranya kita sedikit mengenal beberapa tokoh seperti Ibnu Abi Rabi, al-Farabi, al-
dan penyampaian amanat. Dalam hal kekuasaan negara misalnya, Ibnu Abi Rabi
menegaskan legitimasi khilafah atau imamah dilakukan dengan dua cara yaitu
melalui ahl al ihktiyar atau delegasi dari imam sebelumnya. Sedikit berbeda
dengan ketiganya, Ibnu Taimiyah lebih menekankan peran imamah dari pada
11
Penjelasan mengenai sejarah pemikiran politik barat ini dapat ditelurusi lebih lanjut dalam
Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Filsafat dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke-3
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010)
12
Muh In ‘Amuzzahidin,”Etika Politik Dalam Islam”, dalam Wahana Akademika: Jurnal Studi
Islam dan Sosial Vol. 2 No. 2 tahun 2015 dalam
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/wahana/article/view/382/pdf diakses pada 26 Nopember
2017 pukul 22: 05 WIB
13
Pembahasan ini secara keseluruhan dapat dilihat dalam jurnal Ibid dan dalam Ayi Sofyan, Etika
Politik Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012) hlm. 257-276.
6
disegani sehingga mampu menolak kezaliman serta pertikaian diantara
sesamanya.14
Di Indonesia wacana etika politik sampai hari ini juga masih ramai
ini disebabkan permasalahan etis dunia politik Indonesia seolah tidak mengenal
15
kata final. Namun demikian ada sebagian dari mereka yang mencurahkan
perhatiannya pada masalah ini seperti romo Franz Magnis Suseno,16 Nurcholis
14
Ibidd., hlm. 288-294
15
Beberapa hal yang menjadi permasalah etika politik di Indonesia yaitu soal politik dinasti yang
selain karena tujuannya melanggengkan kekuasaan sepihak, juga menghambat rekruitmen partai
politik dan menghilangkan hak berpolitik sebagian orang yang jauh dari akses kuasa. Beberapa
kalangan juga menganggap sistem politik ini rentan korupsi. Seperti politik dinasti Bupati Klaten
Gubernur Banten yang keduanya cukup mengandalkan keluarga terdekat seperti suami dan
adiknya demi melanggengkan kekuasaan. Selain itu keduanya juga akhirnya terkena Operasi
Tangkap Tangan (OTT) KPK karena menerima gratifikasi. Kedua, korupsi pejabat daerah yang
berdasar data Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2015 mencapai 183 orang dan terdiri dari
pejabat tingkat kabupaten dan propinsi. Ketiga, mekanisme kontrol atas pejabat korup di Indonesia
yang masih lemah yang menghasilkan para mantan narapidana korupsi ini kembali mencalonkan
diri di pemilihan kepala daerah dan berhasil seperti Bupati Solok (H Gusmal), Bupati Natuna
(Rusnadi) dan Bupati Minahasa Utara (Vonie Anneke Panambunan) Bupati Minahasa Utara (Data
ICW, 2016). Sumber: http://www.pikiranmerdeka.co/2017/11/25/dilema-populisme-dan-habitus-
korupsi/,http://www.tribunnews.com/nasional/2016/09/18/rekruitmen-parpol-tak-berjalan-akibat-
politik-dinasti,http://www.beritasatu.com/hukum/455771-icw-dinasti-politik-rentan-korupsi.html,
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/12/31/oj1a2y354-perludem-dinasti-
politik-rentan-korupsi, https://nasional.sindonews.com/read/1167712/12/kasus-bupati-klaten-kian-
buktikan-politik-dinasti-rawan-korupsi-1483411052,
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/06/21/ternyata-pejabat-swasta-paling-banyak-
tertangkap-korupsi-kpk. Diakses pada 26 Nopember 2017
16
Lihat Franz Magnis Suseno, op.cit. Buku itu membahas secara teoritis urgensi etika politik
sebagai prinsip moral dasar kenegaraan modern. Selain itu pembahasan serupa juga, ia buat dalam
judul 12 Tokoh Etika Abad ke-20 yang diterbitkan oleh Kanisius tahun 2000.
17
Nurcholis Madjid (Cak Nur) merupakan seorang tokoh intelektual pluralis di Indonesia sehingga
wajar bila perhatiannya pada etika politik di Indonesia juga menekankan semangat pluralitas yang
tertuang dalam pancasila. Lihat Eka Zuliana,”Konsep Etika Politik Menurut Pemikiran Nurcholis
Madjid” dalam Tesis Program Studi Pemikiran Islam (Medan: Pascasarjana Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara, 2015) dalam
http://repository.uinsu.ac.id/1741/1/TESIS%20Eka%20Zuliana.pdf diakses pada 26 Nopember
2017
18
Kedua tokoh ini sama-sama mencita-citakan adanya suatu model kepemimpinan tinggi (high
politics-high leadership). Bedanya Amien Rais lebih menekankan pada implementasi ajaran tauhid
sedangkan Akbar Tandjung pada pendekatan tiga dimensi (tujuan, sarana dan aksi). Lihat Dhanil
7
pembahasan inilah penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam pemikiran dua
tokoh besar yang pernah eksis pada zamannya yaitu Ibnu Taimiyah dan Max
etika politik ini dalam konteks tertentu memiliki kesamaan bentuk meski lahir dan
hidup pada situasi dan latar yang berbeda. Ibnu Taimiyah merupakan ulama
fundamentalis abad ke-13 yang lebih dikenal dengan Syaikhul Islam sedangkan
Max Weber merupakan sosiolog besar Jerman abad ke-19. Beberapa buah
pemikirannya penulis yakini masih relevan bila diaplikasikan pada konteks saat
ini.
Taqi Ad-Din Abu Abas Ahmad Ibn Abi Al Halim Ibn Abd As-Salam Ibn
seorang ulama berkebangsaan Syiria yang lahir tepat lima tahun setelah jatuhnya
Baghdad. Ia lahir dari keluarga besar ulama bermadzhab Hanbali. Saat berumur
berada di keluarga ulama yang memberikan banyak pengaruh positif pada dirinya,
ia pun dikenal sebagai sosok yang pandai meski usianya masih belia, selain itu ia
juga dikenal cermat serta tegas dalam pendirian. Meski demikian ia tidak jarang
maupun dengan penguasa semasa ia hidup yaitu Dinasti Mamluk. Dalam salah
Septian,”Pemikiran Politik Amien Rais: Suatu study Analisis tentang Adiluhung/high politics dan
Aplikasinya di Indonesia” dalam Skripsi Departemen Ilmu Politik (Medan: Universitas Sumatera
Utara, 2009) dalam
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/14867/09E00696.pdf?sequence=1 diakses
pada 26 Nopember 2017 dan Abbas, “Etika Politik Akbar Tandjung” dalam Skripsi Aqidah
Filsafat (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2008) dalam http://digilib.uin-
suka.ac.id/2415/ diakses pada 26 Nopember 2017
8
satu teori politiknya, ia sangat menentang teori Khilafah yang menurutnya tidak
sesuai dengan ajaran Alqur’an dan spirit kenabian. Begitu juga pendapatnya yang
kontroversial bahwa lebih baik dipimpin pemimpin kafir selagi adil daripada
dipimpin pemimpin muslim tetapi dzalim.19 Apabila ditelusuri lebih lanjut maka
berarti:
daripada figuritas pemimpin itu sendiri. Selain itu bila diperdalam lebih lanjut
atas realitas sosial yang terjadi semasa hidupnya. Dengan berbagai fatwa yang ia
fungsi pemerintah pada sumber aslinya yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Hal ini dapat
19
Pernyataan ini disampaikan oleh Khalik dalam studi mengenai pro-kontra pemimpin non
muslim dengan mengacu pada pemikiran Ibnu Taimiyah. Lihat Abu Tholib Khalik,”Pemimpin
Non-Muslim Dalam Perspektif Ibnu Taimiyah” dalam Jurnal Analis Vol. 14, No. 4, Juni 2004,
hlm. 60-61 dalam https://media.neliti.com/media/publications/58306-ID-pemimpin-non-muslim-
dalam-perspektif-ibn.pdf diakses pada 26 Nopember 2017
20
Ibnu Taimiyah, Pedoman Islam Bernegara (terj. Assiyasatus Syari’ah fi islahir Ra’iy war
Ra’iyyah) (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1977) hlm 230
9
surah an-Nisa ayat 58-59 yang berisi kewajiban pemimpin menunaikan amanah,
dengan etika tanggung jawab Max Weber.22 Dalam karyanya yang membahas
meskipun dilakukan dengan cara “negatif”. Hal ini menurut Johansen mendekati
orientasi hasil dari pada cara seperti yang dihasilkan Ibnu Taimiyah dalam
Siyasah Syar’iyyah-nya. 23
Max Weber adalah ilmuan sosial berkebangsaan Jerman yang hidup pada
abad ke-20. Ia lahir di Erfurt, Thuringia, 21 April 1864 dan wafat pada 14 Juni
1920.24 Meski ayahnya seorang birokrat dan ibunya merupakan wanita protestan
terpelajar, kedua orang tua ini seringkali bertentangan satu sama lain yang
akhirnya mempengaruhi kepribadian Weber. The Protestan Ethic and the Spirit of
21
Ibid., hlm. 9-10
22
Baber Johansen,” A Perfect Law in Imperfect Society: Ibn Taymiyya’s Concept of Governance
in the Name of the Sacred Law” p: 259-293 in The Law Applied: Contextualizing the Islamic
Shari’a, edited by B. G. W. Bearman, Peri, Wolfhart Heinrichs (London: I.B Tauris, 2008).
23
Ibid., hlm. 283
24
George Ritzer, Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir
Postmodern ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm 194-197
10
ajaran protestan terhadap perkembangan kapitalisme di Eropa sekaligus
menunjukkan ketertarikan Weber pada studi agama. Dalam karyanya itu Weber
jelang akhir hayatnya pada Januari 1919 sebagai pemenuhan undangan rektor
dalam konteks drama politik yang tinggi. 25 Dalam kuliah itu Weber menampilkan
sebuah materi yang lepas dari asumsi metodologisnya baik sebagai sosiolog
mendidik para politisi yang tergerus oleh pendiriannya sendiri sebagai seorang
“politisi keyakinan”. Dalam kuliah itu juga Weber membedakan dua model etika
yaitu etika maksud baik (Jerman: Gesinnungsethik) serta etika tanggung jawab
diri pada keyakinan akan maksud baik serta mengupayakan pengambilan jarak
25
Eric Thomas Weber, Morality, Leadership and Public Policy: On Experimentalism in Ethics
(London-New York: Continuum, 2011), hlm. xxxiv
11
atas dirinya sendiri dan berani bertanggung jawab dengan menerima konsekuensi
atas pilihannya.26
Dari pembahasan ini penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut konsep
etika politik Ibnu Taimiyah dan Max Weber yang mana kedua konsep ini
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep etika politik Ibnu Taimiyah dan etika tanggung jawab
Max Weber ?
1. Tujuan Penelitian:
2. Manfaat Penelitian:
26
Lihat Max Weber, Sosiologi terj. Noorkholis dan Tim Penerjemah Promothea (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009)
12
b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan pada
tindakan politik.
D. Tinjauan Pustaka
banyak dikaji oleh banyak kalangan. Untuk Ibnu Taimiyah, kajian yang telah
dilakukan penulis petakan menjadi beberapa tema seperti bidang ekonomi yang
telah dibahas oleh Arskal Salim berjudul Etika Intervensi Negara Perspektif Etika
Politik Ibnu Taimiyah. Buku hasil tesis ini ingin melihat sejauh mana etika politik
hanya dilakukan bila kondisi darurat serta dengan tujuan menjaga stabilitas
Taimiyah. Penulis buku ini sebenarnya ingin menunjukkan salah seorang ilmuan
ekonomi saat ini seperti persoalan hak milik, penetapan harga, uang, kepentingan,
27
M. Arskal Salim, Etika Intervensi Negara: Perspektif Etika Politik Ibnu Taimiyah (Jakarta:
Logos, 1999), hlm. 13
13
kemitraan, perpajakan, regulasi negara yang semuanya bertujuan untuk menjamin
tema seperti pemikiran politiknya yang telah dibahas oleh Mehraj ud Din berjudul
Apprehending the Political Thought of Ibn Taymiyah. Artikel dalam jurnal ini
sangat kontroversial itu dilakukannya dalam kondisi sangat berhati-hati dan penuh
konsepsi negara dengan bertolak pada masa Nabi SAW di Madinah dan
kekhilafahan sesudahnya. Buku ini berakhir pada sebuah kesimpulan bahwa apa
yang terjadi pada masa Nabi Muhammad itu merupakan nubuwwah dan bukan
imamah. Imamah hadir setelah kematian Nabi Saw. Kedua, menurut Khan
mengembaikan tatanan ummah pada kondisi masa lalu disebabkan kondisi yang
28
Abdul Azhim Islahi, Economics Concepts of Ibn Taimiyah (Britain: The Islamic Foundation,
1988), hlm 11
29
Mehraj ud Din, “Apprehending the Political Thought of Ibn Taimiyah” in Islam and Muslim
Societies: A Social Science Journal, Vol 7, No. 2 (2014) p. 109-117
14
sudah sangat berbeda. Begitu juga dalam penyelenggaraan negara yang bisa
dibangun Ibnu Taimiyah mengacu pada konsep maslahah dan bertujuan untuk
pemimpin non muslim menurut Khalik dikeluarkan karena Ibnu Taimiyah melihat
dan bukan pada kesalehannya.35 Begitu juga terkait hukum taat pada penguasa
dzalim hal itu mutlak dilakukan demi terhindarnya kedzaliman yang lebih besar.36
Temuan teori pemerintahan Ibnu Taimiyah juga sudah dibahas oleh Baber
Johansen dalam sebuah jurnal berjudul A Perfect Law in Imperfect Society: Ibn
30
Lihat Qamaruddin Khan, The Political Though of Ibn Taimiyah (Delhi: Adam, 1992), hlm. 181-
185
31
M. Risno,”Konsep Kepemimpinan Negara yang Ideal Menurut Ibnu Taimiyah” dalam Skripsi
Jurusan Jinayah Siyasah (Yogyakarta: Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
2006)
32
Abu Tholib Khalik,”Pemimpin Non-Muslim Dalam Perspektif Ibnu Taimiyah” dalam Jurnal
Analis Vol. 14, No. 1 2014
33
Luluk Husnawati,”Hukum Ketaatan Kepada Penguasa Dzalim Menurut Ibnu Taimiyah” dalam
Skripsi (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2015)
34
Op.cit., hlm. 108-110
35
Lihat Op.cit., hlm 1-32
36
Op.cit., hlm 58-60
15
Hasilnya teori pemerintahan Ibnu Taimiyah ini dilatari oleh berbagai konflik yang
melanda Dinasti Mamluk dimana ia juga sering terlibat konflik baik dengan
sesama ulama maupun dengan penguasa. Selain itu seorang pemimpin dalam
seperti perspektif studi agama oleh Amuzzahidin berjudul Etika Politik Dalam
pemikir muslim seperti Ibnu Abi Rabi, Al Farabi dan Al Mawardi. Jurnal ini
Selain itu studi komparatif yang membandingkan konsep etika politiknya dengan
etika politik Ibnu Khaldun. Secara garis besar skripsi ini berkesimpulan bahwa
konsep etika politik Ibnu Khaldun tertuang dalam konsep ashabiyah yang lebih
bagi seluruh umatnya.39 Berikutnya tesis Dedi Syaputra membahas konsep etika
politik Ibnu Taimiyah dengan menggunakan perspektif studi agama dan etika
37
Baber Johansen, “A Perfect Law in Imperfect Society: Ibn Taymiyya’s Concept of Governance
in the Name of the Sacred Law.” in The Law Applied: Contextualizing the Islamic Shari’a, edited
by B. G. W. Bearman, Peri, Wolfhart Heinrichs (London, UK: I.B Tauris, 2008) p. 259-293
38
Muh In’Amuzzahidin, “Etika Politik Dalam Islam.” Dalam Jurnal Wahana Akademika Vol. 2
No. 2 tahun 2015 dalam Retrieved
(http://journal.walisongo.ac.id/index.php/wahana/article/view/382 diakses pada 26 Nopember
2017
39
Lihat Asep Sholahuddin, “Pemikiran Etika Politik Ibnu Taimiyah dan Ibnu Khaldun” dalam
Skripsi (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2014), hlm. 72-75
16
global Hans Kung. Tesis ini berkesimpulan bahwa etika politik Ibnu Taimiyah
dibangun atas keinginan mengembalikan konsep ini pada Qur’an dan Hadits.
Kedua, ijtihad sosialnya dilakukan Ibnu Taimiyah atas dasar menghindari taqlid
temukan dalam beberapa judul berikut. Seperti dalam tema studi biografi yang
mana telah dilakukan oleh Mianto41, Syamsuddin42, dan Paul43. Kajian Miyanto
lebih terpusat pada sosok Weber sebagai Nabi etika protestan dan bapak
disebabkan virus influenza tipe A subtipe H1N1 dan telah diidapnya sejak
studi ilmu sosial. Jurnal ini lebih membahas secara kronologis kehidupan Weber
40
Dedi Syaputra, “Etika Politik: Studi Pemikiran Ibnu Taimiyah Dalam Kitab Al-Siyasah Al-
Syar’iyyah Fi Islah Al-Ra’i Wa Al-Ra’iyyah.” Dalam Tesis (Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga, 2011) , hlm. 104-105. Dedi, dalam pembahasan ini selain bertolak bada buku Siyasah
Syari’ah Ibnu Taimiyah juga bertolak pada tesis sejenis seperti Politik kenegaraan: Pemikiran
Ibnu taimiyah dan Al Ghazali dengan perspektif maslahan mursalah karangan Jeje Abdul Razak
(1999), Politik Hukum dalam Islam. Telaah Kritis Kitab Siyasah Syari’ah karangan Giyarso
Widodo (2010), dan tesis M. Nur (1997) tentang Realisme Ibn Taimiyah: Telaah Kritis Pemikiran
Islam Era Skolastik . Lihat ibid hlm 8-11
41
Miyanto Nugroho Agung, “Weber: Nabi Etika Protestan, Bapak Verstehen” dalam Pax Humana:
Jurnal Humaniora Yayasan Bina Darma, Vol. III No. 1 tahun 2006
42
Syamsuddin Abdullah, “Max Weber: Hidupnya, Karya-karyanya dan Sumbangannya” dalam
Jurnal Al-Jami’ah No. 21 tahun 1979 dan dimodifikasi 24 Mei 2013 pada http://digilib.uin-
suka.ac.id/445/ dan diakses pada 30 Nopember 2017.
43
Paul Honigsheim, The Unknown Max Weber, edited by A. Sica (New Brunswick USA-London
UK: Transaction, 2003).
44
Miyanto Nugroho Agung, op.cit., Hlm. 57-64
45
Syamsuddin Abdullah, op.cit, hlm. 31-59
17
membahas sisi lainnya yaitu sebagai seorang sosiolog pedesaan, antropolog
sosial juga sudah dikaji oleh Ajat47 dan Sumintak.48 Hasilnya dalam Sumintak
agama selain berperan positif dalam memberikan pedoman hidup manusia di sisi
memastikan hubungan itu dalam perilaku politik. Hasilnya, selain faktor agama,
faktor sipil berupa keadilan politi, ekonomi, sosial, budaya juga mendorong
ahas hal serupa hanya saja ia lebih meringkas karya-karya pilihan Weber seputar
kapitalisme.51
46
Paul Honigsheim, op.cit., hlm, 3-33
47
Ajat Sudrajat, “Agama dan Perilaku Politik” dalam Jurnal Humanika UPT-MKU UNY, No. 1
Th. 1 tahun 2002 dalam
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131862252/penelitian/Agama+dan+Perilaku+Politik.pdf diakses
pada 30 Nopember 2017
48
S Sumintak, “Agama dan Perubahan Sosial: Studi Kritis Pemikiran Max Weber” dalam Skripsi
(Palembang: UIN Raden Fatah, 2015) dalam http://eprints.radenfatah.ac.id/219/ diakses pada 30
Nopember 2017
49
Ajat Sudrajat, op.cit., hlm. 1-15
50
S Sumintak, op.cit., hlm 105-106
51
Stainslav Andreski, Max Weber: Kapitalisme, Birokrasi dan Agama (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1989) Hlm. 1-11
18
Telaah pemikiran sosio-historis Weber juga sudah dilakukan oleh Roth
Persepsi ini hadir karena perubahan situasi intelektual saat itu yang di sisi lain
mengarah kepada sekularisasi serta sisi lain muncul skeptisisme atas hukum
menjaga masa depan sebagai sejarah, sehingga terbuka terhadap kehendak dan
Durkheim juga telah dilakukannya dalam konteks kapitalisme serta lahirnya teori
pembagian kerja.54
Dalam tema moralitas dan politik, kajian tentang Weber juga sudah
52
Guenther Roth and Wolfgang Schulchter, Max Weber’s Vision of History: Ethics and Methods
(USA: University of California Press, 1984 )
53
Ibid., hlm. 195-206
54
Anthony Giddens, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisa Karya Tulis Marx,
Durkheim dan Max Weber (Jakarta: UI-Press, 1986). Lihat juga dalam buku ini di bab 4 terkait
analisa Giddens.
55
Hans Henrik Brunn, Science, Values and Politics in Max Weber’s Methodology (Great Britain:
Ashgate, 2007)
56
Charles Turner, Modernity and Politics in the Work of Max Weber (London-New York:
Routledge, 1992)
57
J.P. Mayer, Max Weber and German Politics: A Study in Political Sociology (London: Faber
and Faber, 1944)
58
Wolfgang J. Mommsen, The Political and Social Theory of Max Weber (Chicago: The
University of Chicago Press, 1989)
59
Andreas Kalyvas, Democracy and the Politics of the Extraordinary (New York: Cambridge
University Press, , 2008)
60
Roger Brubaker, The Limit of Rationality: An Essay on the Social and Moral Thought of Max
Weber (London-New York: Routledge, 1984)
19
Perbedaanya Brunn lebih meninjau tulisan metodologis Weber dengan
politik yang dialami Weber terdapat pelajaran bahwa tugas sebagai pribadi ideal
dalam menghadapi sebuah tragedi bukan dengan cara berpikir bagaimana lari dari
62
kenyataan itu namun dengan siasat agar bisa menghadapinya. Mayer menelaah
Weber dalam kajian sosiologi politik Jerman dimana Weber terlibat langsung
dianalisis secara terpisah karena hal itu merupakan cerminan dari realita yang
mengacu pada tulisan-tulisan Max Weber, Hannah Arendt, dan Carl Schmitt, ia
serta permulaan awal (new beginnings) ditujukan untuk mendeskripsikan asal usul
politik yang bermuara pada kelahiran konstitusi serta berakhir pada harapan akan
meninjau kekayaan serta interaksi ambigu antara karya emipiris serta pandangan
61
Hans Henrik Brunn, op.cit., Hlm 239-274
62
Charles Turner, op.cit., hmn 122-123.
63
Tulisan ini berakhir dengan kesimpulan panjang mengenai refleksi akan kuatnya ideologi kristen
yang memuat dorongan pertaubatan sehingga hal ini seharusnya bisa disadari segenap masyarakat
Jerman agar bangkit dari kekalahan PD I serta pengandaian para sekutu: Perancis, Inggris, USA,
dan Russia untuk bersama-sama membangun kembali Jerman dengan mengesampingkan elitisme
masing-masing. Lihat J.P. Mayer, op.cit., hlm 92-94
64
Selain itu dalam pembahasan keterkaitan teori politik-sosialnya, menurut Mommsen, Teori
sosialnya merupakan cerminan dari realitas politik yang dialaminya meski ia sudah berusaha keras
untuk tetap objektif dalam merumuskannya. Lihat Wolfgang J. Mommsen, op.cit., hlm vii-x
65
Lihat Andreas Kalyvas, op.cit., hlm 292-300
20
moralnya berkesimpulan tesis empiris serta moral Weber tentang masyarakat
sketsa pada rasionalitas dan rasionalisme yang membekas pada karya Weber. 66
E. Kerangka Teoritik
Sebuah pemikiran tidak mungkin lahir dari ruang hampa. Oleh karenanya
dalam rangka memahaminya sebagai sebuah kesatuan utuh seorang peneliti perlu
kembali konteks sosial dimana sebuah pemikiran itu lahir baik melalui
pemikiran beserta sebabnya. Sejalan dengan hal itu, penelitian pemikiran politik
Ibnu Taimiyah dan Max Weber juga memerlukan pemahaman atas konteks sosial
persamaan model pemikiran dalam konteks tertentu. Hal ini dapat dilihat skema
66
Rogers brubaker, op.cit. hlm vi
67
Sumber gambar: Olahan peneliti
21
Pemikiran Ibnu Taimiyah tidak terlepas dari unsur ketimuran yang sangat
Hadits. Begitu juga dengan Max Weber yang pemikirannya tidak terlepas dari
berakar pada ajaran Kristen. Hubungan dialogis antara konteks sosial dengan
subjek inilah yang akan menjadi sasaran pembahasan sebab kelahiran pemikiran
keduanya.
22
keseluruhan yang koheren, dan dihidupkan kembali dalam pikiran subyek
yang melakukan pemahaman atasnya”. 68
Sejalan dengan hal itu, seorang ilmuan sosial Inggris Anthony Giddens
juga menjelaskan bahwa sebuah praktek sosial memuat hubungan dualitas antara
agen dan struktur. Kedua unsur ini (agen-struktur) memuat watak hubungan itu.
Selanjutnya juga dikatakan bahwa objek kajian ilmu sosial sendiri merupakan apa
yang sudah, sedang atau akan dilakukan seseorang melalui tindakannya. Pada
poin yang terakhir ini meski baru sebatas rencana namun didalamnya telah
hermeneutic” yaitu sebuah teori yang menjelaskan hubungan timbal balik antara
praktik sosial yang dilakukan subjek kajian dengan wacana ilmiah yang
70
dibangunnya. Teori ini akan dipakai dalam menganalisis hubungan pemikiran
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi pustaka (library
research). Menurut Sutrisno Hadi penelitian ini merupakan jenis penelitian yang
68
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual, (Bandung: Pustaka
Setia, 1985), hlm 9-10. Rahman kemudian menambahkan lagi perlunya pertimbangan konteks
sosial yang menjadi respon subjek dalam melakukan pemahaman itu. Ibid., hlm. 10
69
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: Suatu Pengantar (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2016), hlm 51-52
70
Ibid., hlm. 52
23
seluruh data-datanya dihimpun dari dokumen tertulis baik itu buku, jurnal,
71
majalah, dan sejenisnya. Dilanjutkan Nursapia bahwa jenis penelitian ini
dilakukan karena permasalahan yang dikaji bersumber dari gejala yang ada dalam
2. Pendekatan Penelitian
Mengingat penelitian ini berhubungan dengan sejarah pemikiran tokoh,
maka penelitian ini akan menggunakan pendekatan historis dengan mengacu pada
kronologi masa lampau sebagai setting pemikiran tokoh. Selain itu metode
yang menjadi dasar pemikiran tokoh sehingga diharapkan dapat memudahkan saat
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi ke dalam data primer dan data
a. Data Pimer:
pemikiran yang akan dikaji yaitu “Siyasah Syar’iyah” Ibnu Taimiyah dan
b. Data Sekunder:
71
Nursapia Harahap,”Penelitian Kepustakaan” dalam Jurnal Iqra’ Vol. 8, No. 1(2014), hlm. 68
72
Nursapia Harahap, loc.cit
24
4. Metode Pengumpulan Data.
Metode pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan riset pustaka
yang memuat informasi tentang topik penelitian. Data penelitian yang merupakan
sumber tertulis ini didapat dari dokumen, maupun arsip tertulis seperti buku, dan
lain sebagainya.
menjadi informasi.
73
John W. Cresswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed , edisi ke-3
(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 277
25
G. Sistematika Pembahasan
skripsi yang diterbitkan Program Studi Sosiologi UIN Sunan Kalijaga 74 dengan
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metode
biografis Ibnu Taimiyah dan Max Weber yang terdiri dari daftar riwayat hidup
pemikiran Ibnu Taimiyah dan Max Weber tentang etika politik. Bab Keempat,
berisi analisis komparatif pemikiran kedua tokoh dengan menggunakan teori yang
telah diajukan. Bab kelima, adalah penutup yang sekaligus berisi konklusi atas
74
Achmad Zainal Arifin, Pedoman Penulisan Proposal/ Skripsi Sosiologi. edited by Musa.
(Yogyakarta: Program Studi Sosiologi Fishum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013).
26
DAFTAR PUSTAKA
Abbas. 2008. Etika Politik Akbar Tandjung. Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Aqidah
Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Abdullah, Syamsuddin. 1979. Max Weber: Hidupnya, Karya-Karyanya Dan
Sumbangannya. Dalam Al-Jami’ah No. 21 Dimodifikasi 24 Mei 2013.
Retrieved (http://digilib.uin-suka.ac.id/445/).
Agung, Miyanto Nugroho. 2006. Weber: Nabi Etika Protestan Bapak Verstehen.
Dalam Pax Humana: Jurnal Humaniora Yayasan Bina Darma. Vol 3. No. 1
Andreski, Stainslav. 1989. Max Weber: Kapitalisme, Birokrasi dan Agama terj.
Hartono Hadikusumo Yogyakarta: Tiara Wacana.
Anshari, Endang S. 2004. Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran Tentang
Paradigma Islam & Sistem Islam. Yogyakarta: Gema Insani.
Arifin, Achmad Zainal. 2013. Pedoman Penulisan Proposal/ Skripsi Sosiologi.
Editor Musa. Yogyakarta: Program Studi Sosiologi Fishum UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Brubaker, Roger. 1984. The Limits of Rationality: An Essay Oh the Social and
Moral Thought of Max Weber. London-New York: Routledge.
Brunn, Hans Henrik. 2007. Science, Values and Politics in Max Weber’s
Methodology. Great Britain: Ashgate.
Budiharjo, Miriam. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Cresswell, John. W. 2015. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif
dan Mixed , edisi ke-3 Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Giddens, Anthony. 1986. Kapitalisme Dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisa
Karya Tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber terj. Soeheba Kramadibrata.
Jakarta: UI-Press.
Harahap, Nursapia. Penelitian Kepustakaan. Dalam Jurnal Iqra’ Vol. 8, No. 1
Husnawati, Luluk. 2015. Hukum Ketaatan Kepada Penguasa Dzalim Menurut
Ibnu Taimiyyah. Skripsi. Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah.
In’Amuzzahidin, Muh. 2015. Etika Politik Dalam Islam. Jurnal Wahana
Akademika 2 (No 2). Retrieved
(http://journal.walisongo.ac.id/index.php/wahana/article/view/382).
Islahi, Abdul Azim. 1988. Economics Concepts of Ibn Taimiyah. 3rd ed. Britain:
The Islamic Foundation.
27
Johansen, Baber. 2008. A Perfect Law in Imperfect Society: Ibn Taymiyya’s
Concept of Governance in the Name of the Sacred Law. Dalam The Law
Applied: Contextualizing the Islamic Shari’a. Editor Peri Bearman, Wolfhart
Heinrichs, Bernard G. Weiss London-UK: I.B Tauris.
Kalyvas, Andreas. 2008. Democracy and the Politics of the Extraordinary. New
York: Cambridge University Press.
Khaldun, Ibnu. 2011. Muqaddimah terj. Masturi Ilham, Malik Supar, Abidun
Zuhri. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
Khalik, Abu Tholib. 2014. Pemimpin Non-Muslim Dalam Perspektif Ibnu
Taimiyah. Jurnal Analis Vol 14 No. 4.
Mayer, J. P. 1944. Max Weber and German Politics: A Study in Political
Sociology. London, UK: Faber& Faber.
Mommsen, Wolfgang J. 1989. The Political and Social Theory of Max Weber.
Cambridge: Polity Press.
Parsons, Patricia J. 2006. Seni Praktik Pr: Etika Public Relation: Panduan Praktik
Terbaik terj. Sigit Purwanto. Yogyakarta: Erlangga.
Priyono, B.Herry. 2016. Anthony Giddens: Suatu Pengantar. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai
Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahman, Fazlur. 1985. Islam Dan Modernitas, Tentang Transformasi Intelektual
terj. Ahsin Mohammad. Bandung: Pustaka.
Risno, M. 2006. Konsep Kepemimpinan Negara Yang Ideal Menurut Ibnu
Taimiyah. Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syarah
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Roth, Guenther dan Wolfgang Schulchter. 1984. Max Weber’s Vision of History:
Ethics and Methods. USA: University of California Press.
Salim, M.Arskal. 1999. Etika Intervensi Negara: Perspektif Etika Politik Ibnu
Taimiyah. Jakarta: Logos.
Septian, Dhanil. Pemikiran Politik Amien Rais: Suatu study Analisis tentang
Adiluhung/high politics dan Aplikasinya di Indonesia. Skripsi. Medan:
Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, 2009)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/14867/09E00696.pdf
?sequence=1
Sholahuddin, Asep. 2014. Pemikiran Etika Politik Ibnu Taimiyah Dan Ibnu
Khaldun. Skripsi. Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah.
28
Sofyan, Ayi. 2012. Etika Politik Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Sudrajat, Ajat. 2002. Agama dan Perilaku Politik. Dalam Jurnal Humanika UPT-
MKU UNY No. 1.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131862252/penelitian/Agama+dan+Perilaku
+Politik.pdf.
Suhelmi, Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan
Pemikiran Negara, Masyarakat Dan Kekuasaan. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Sumintak, S. 2015. Agama Dan Perubahan Sosial: Studi Kritis Terhadap
Pemikiran Max Weber. Skripsi. Palembang: Universitas Islam Negeri Raden
Fatah. Retrieved (http://eprints.radenfatah.ac.id/219/).
Suseno, Franz Magnis. 2001. ETIKA POLITIK: Prinsip-Prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Syam, Firdaus. 2010. Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Filsafat dan
Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke-3. Jakarta: Bumi Aksara.
Syaputra, Dedi. 2011. Etika Politik: Studi Pemikiran Ibnu Taimiyah Dalam Kitab
Al-Siyasah Al-Syar’iyyah Fi Islah Al-Ra’i Wa Al-Ra’iyyah. Tesis.
Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
Taimiyah, Ibnu. 1977. Pedoman Islam Bernegara terj. Firdaus. Jakarta: PT Bulan
Bintang.
Turner, Charles. 1992. Modernity and Politics in the Work of Max Weber. London-
New York: Routledge.
29
30
31