Anda di halaman 1dari 8

PENDEKATAN SOSIAL HUMANIORA DALAM STUDI ISLAM

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Pengantar Studi Islam
Yang di ampu oleh :
Setyo Pranoto, M.Pd.

Disusun Oleh :
Arildalona Ilhamawan Tarnasta
NIM : 22109020001

UNIVERSITAS ISLAM BALITAR


FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
November 2022
A. Pengertian Pendekatan, Ilmu Sosial dan Humaniora
1. Pengertian Pendekatan
Istilah pendekatan menurut bahasa sering disebut dengan madkhol (bahasa
arab) dan approach (bahasa inggris). Istilah lain yang empunyai arti dan tujuan sama
antara lain theoretical framework, conceptual framework, perspective, point of view
dan paradigma.
Adapun yang dimaksud pendekatan disini adalah cara pandang atau
paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam
memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa
agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Berbagai pendekatan
dapat dilalui dengan berbagai bidang ilmu apapun untuk mencapai pendekatan
paradigma ini. Disini dapat dilihat bahwa agama bukanlah monopoli kalangan teolog
dan normalis saja, melainkan dapat dipahami semua orang sesuai pendekatan dan
kesanggupannya. Oleh karena itu, agama hanya merupakan hidayah Allah dan
merupakan suatu kewajiban manusia sebagai fitrah yang diberikan Allah.
2. Pengertian Ilmu Sosial dan Humaniora
Menurut Taufik Abdullah, ilmu terbagi dalam dua kategori besar yaitu ilmu
eksakta dan noneksakta. Khusus ilmu noneksakta dipilah menjadi dua, yakni ilmu
humaniora dan ilmu sosial. Ilmu yang berkaitan dengan filsafat, sastra, seni, dan
bahasa dikategorikan dalam ilmu humaniora, sedangkan di luar itu adalah ilmu
sosial. Pendapat serupa disampaikan Helius Syamsudin, bahwa pengetahuan manusia
(human knowledge) umumnya dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok besar, yaitu
ilmu-ilmu alamiah (natural sciences), ilmu-ilmu sosial (social sciences), dan ilmu-
ilmu kemanusiaan (humanities). Ilmu alamiah mengkaji lingkungan hidup manusia,
ilmu sosial mengkaji manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia lainnya,
dan ilmu-ilmu kemanusiaan mengkaji manifestasi-manifestasi (eksistensi) kejiwaan
manusia. Sebagaimana disinggung di atas, bahwa ilmu-ilmu sosial adalah ilmu yang
mempelajari manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia lainnya. Definisi
serupa disampaikan Taufik Abdullah (2006:31), ilmu sosial adalah ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Sedangkan Dadang
Supardan (2008:34-35) menyampaikan ilmu sosial (social science) adalah ilmu yang
mempelajari perilaku dan aktivitas sosial dalam kehidupan bersama. Jadi yang
dimaksud ilmu-ilmu sosial (social sciences) adalah kelompok disiplin ilmu yang
mempelajari aktivitas manusia dalam hubungannya dengan sesamanya.
Objek material dari studi ilmu-ilmu sosial adalah berupa tingkah laku dalam
tindakan yang khas manusia, ia bersifat bebas dan tidak bersifat deterministik. Ia
mengandung pilihan, tanggung jawab, makna, pernyataan privat dan internal,
konvensi, motif dan sebagainya. Aktivitas manusia tersebut termasuk berpikir,
bersikap, dan berperilaku dalam menjalin hubungan sosial di antara sesamanya dan
bersifat kondisionalitas. Dengan kata lain objek tersebut sebagai gejala sosial. Gejala
sosial memiliki karakteristik fisik namun diperlukan penjelasan yang lebih dalam
untuk mampu menerangkan gejala tersebut, sebab tidak hanya mencakup fisik tetapi
juga aspek sosiologis, psikologis, maupun kombinasi berbagai aspek.
B. Pendekatan Ilmu Sosial dan Humaniora dalam Studi Islam
Islam memandang manusia sebagai ciptaan Tuhan yang memiliki kemampuan untuk
mematuhi tata tertib kehidupan sebagai satu keseluruhan baik materiil maupun spiritual.
Manusia tetap harus memenuhi kebutuhan baik itu yang bersifat ukhrowi yang berhubungan
dengan Tuhan maupun duniawi yang memerlukan hubungan baik antara manusia. Ibadah
seperti sholat, puasa dan haji ‘bisa dikatakan’ hanya sebatas membayar kewajiban kepada
Tuhan (walaupun tak sedangkal itu), buah dari ibadah yang seharusnya bisa tampak dalam
kehidupan beragama di kalangan masyarakat sering terjadi kesalahpahaman dalam
menghayati simbol dari keagamaan. Akibatnya agama lebih dihayati sebagai pengalaman
individu dan bukan sebagai keberkahan sosial secara umum. Atas dasar itulah berbagai
pendekatan dalam memahami agama dapat dilakukan untuk mencapai nilai kebenaran dari
paradigma sebuah agama agar kehadiran agama dapat dirasakan secara fungsional dan
komprehensif.
1. Pendekatan Historis dalam Studi Islam
Historis adalah asal usul, silsilah, kisah, riwayat dan peristiwa. Historis
merupakan suatu bidang ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsur tempat, waktu, objek dan latar belakang peristiwa tersebut. Melalui
pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat
empiris dan mendunia. Dari sini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau
keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan
historis. Pendekatan ini sangat penting dalam memahami agama, karena agama itu sendiri
turun dari situasi konkret dan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Sebagai
contoh pendekatan ini adalah pada zaman Khulafa al-Rasyidun sebagai berikut:
a. Abu Bakar. Situasi yang membahayakan umat di Madinah setelah wafatnya
Nabi Muhammad K. Dan munculnya Abu Bakr sebagai calon yang secara
umum diterima. Terpilihnya Abu Bakr menunjukkan kesadaran politik yang
baik dalam umat dan cepatnya pemilihan itu dirampungkan menunjukkan
bukti tekad mereka untuk bersatu dan melanjutkan tugas Nabi.
b. Umar bin Khaththab. Tindakan pertama yang dilakukan beliau adalah
mengubah kebijakan Abu Bakar terhadap para mantan pemberontak dalam
peperangan Riddah.
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sendiri memiliki dua bagian. Bagian
pertama, berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan
perumpamaan. Dalam bagian pertama ini kita mengenal banyak sekali konsep, baik yang
bersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang Allah, malaikat, akhirat, tentang
ma’ruf, munkar dan sebagainya adalah konsep-konsep abstrak. Sementara itu juga ada
konsep-konsep yang konkret dan dapat diamati seperti konsep tentang fuqoro’, dhuafa’,
mustadl’afin, dzolimin, aghniya’, mu’minin dan lain sebagainya. Sedangkan pada bagian
kedua yang berisi tentang peristiwa historis dan juga kiasan yang mengandung hikmah,
alqur’an mengajak manusia untuk merenungkan hakikat dan makna kehidupan. Misalnya
perumpamaan tentang rapuhnya sarang laba-laba, tentang luruhnya sehelai daun yang tak
lepas dari pengamatan Tuhan atau tentang keganasan samudera yang menyebabkan
orang-orang kafir berdoa.
2. Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial, proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial dan masalah-masalah sosial. Pentingnya sosiologi dalam
memahami agama disebabkan karena banyak sekali ajaran yang berkaitan dengan
masalah sosial. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Islam Alternatif menunjukkan lima
alasan pokok sebagai berikut:
a. Dalam al-Quran atau Sunnah memiliki proporsi paling banyak berkenaan
dengan urusan muamalah.
b. Ditekankan bahwa masalah muamalah dalam agama islam, ditemukan
berbarengan dengan waktunya ibadah, ibadah boleh diperpendek atau
ditangguhkan tetapi tidak ditinggalkan. Hal tersebut boleh dilakukan bila
urusan muamalahnya sangat penting dan mendesak.
c. Ibadah yang mengandung nilai kemasyarakatan diberikan pahala lebih besar
daripada ibadah yang bersifat perseorangan.
d. Islam memiliki ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau
batal, karena melanggar pelanggaran tertentu, maka tebusannya (kifaratnya)
ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
e. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa pahala amal baik dalam bidang
kemasyarakatan mengalahkan ibadah sunnah.
3. Pendekatan Antropologis dalam Studi Islam
Antropologi adalah ilmu yang mengkaji manusia khususnya tentang asal-usul,
aneka warna kulit, bentuk fisik, adat istiadat dan kepercayaan pada masa lampau.
Menurut kamus, antropologi adalah ilmu pengetahuan tentang manusia mengenai
asalnya, perkembangannya, jenis (bangsa) dan kebudayaannya. Antropologi dibagi
menjadi dua, yaitu antropologi fisik dan antropologi budaya.
Konsep “Khalifah fil Ardl” dalam Islam merupakan simbol akan pentingnya
posisi manusia dalam Islam dimana. Posisi penting manusia dalam Islam juga
mengindikasikan bahwa sesungguhnya persoalan utama dalam memahami agama Islam
adalah bagaimana memahami manusia. Persoalan-persoalan yang dialami manusia adalah
persoalan-persoalan agama. Penjelasan lain yang diungkapkan oleh Durkheim tentang
fungsi agama sebagai penguat solidaritas sosial. Kemudian Sigmund Freud yang
mengungkapkan posisi penting agama dalam penyeimbang gejala kejiwaan manusia. Hal
tersebut mencerminkan betapa agama begitu penting bagi eksistensi manusia.
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah
satu upaya memahami agama dengan melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat
dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan
memberikan jawabannya. Di Indonesia sendiri misalnya karya Clifford Geertz yang
berjudul The Religion of Java yand ditulis pada tahun 1960-an menjadi karya yang
populer sekaligus penting bagi diskusi keagamaandi Indonesia khususnya di Jawa.
Pandangan Geertz yang mengungkapkan adanya trikotomi yaitu abangan, santri dan
priyayi dalam masyarakat Jawa ternyata telah banyak mempengaruhi orang dalam
menganalisis, baik tentang hubungan antara agama dan budaya atau hubungan antara
agama dan politik. Geertz menyatakan bahwa abangan adalah kelompok masyarakat yang
berbasis pertanian, sedangkan santri yang berbasis perdagangan dan priyayi yang
dominan di dalam birokrasi, ternyata mempunyai afiliasi politik yang berbeda. Kaum
abangan lebih dekat dengan partai politik dengan isu-isu kerakyatan, priyayi dengan
partai nasionalis dan kaum santri memilih partai yang memberikan perhatian besar
terhadap masalah keagamaan.
4. Pendekatan Filosofis dalam Studi Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philos dan sophos yang berarti cinta
kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat
sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-
pengalaman manusia. Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang
dikemukakan oleh Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam,
sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau
hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.
Pendekatan filosofis berupaya mencari jawaban atas hakikat segala sesuatu atau
hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formalnya. Sebagai contoh, kita
jumpai berbagai merek pulpen dengan kualitas dan harga yang berlainan namun inti dari
semua pulpen itu adalah sebagi alat tulis. Ketika disebutkan kata “alat tulis”, maka
tercakuplah semua nama dan jenis pulpen. Louis O. Kattsof mengatakan bahwa kegiatan
kefilsafatan ialah merenung, tetapi merenung bukanlah melamun, juga bukan berpikir
secara kebetulan yang bersifat untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam,
radikal, sistematik dan universal. Mendalam artinya dilakukan sedemikian rupa hingga
dicari sampai ke batas dimana akal tidak sanggup lagi. Radikal artinya sampai ke akar-
akarnya hingga tidak ada lagi yang tersisa. Sistematik maksudnya adalah dilakukan
secara teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu dan universal, maksudnya
tidak dibatasi hanya pada suatu kepentingan kelompok tertentu atau apapun.
Berpikir secara filosofis selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran
agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti
dan dipahami secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian sebenarnya sudah
banyak dilakukan oleh para ahli. Misalnya buku yang ditulis Muhammad al-Jurjawi yang
berjudul Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuhu. Dalam buku tersebut al-Jurjawi berupaya
mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran Islam. Misalnya Islam
mengajarkan untuk melaksanakn sholat secara berjamaah. Hikmahnya antara lain agar
seseorang merasakan hikmah hidup berdampingan bersama orang lain. Atau misal Islam
mengajarkan puasa agar seseorang dapat merasakan lapar yang selanjutnya menimbulkan
rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan. Demikian pula ibadah haji
yang dilaksanakan di kota makkah, dalam waktu bersamaan, dengan bentuk dan gerak
ibadah manasik yang sama dengan yang dikerjakan oleh lainnya dimaksudkan agar orang
yang mengerjakan berpandangan luas, merasa bersaudara dengan sesama muslim dari
seluruh dunia. Thowaf, Sa’I dan ibadah lainnya yang banyak mengandung hikmah dan
filosofi mendalam.
Melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman
agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi
tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Dengan demikian pula ketika seseorang
mengerjakan suatu ibadah disertai pendekatan filosofis tidak akan merasa kekeringan
spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan. Semakin mampu menggali makna filosofis
dari suatu ajaran agama, maka semakin meningkat pula sikap, penghayatan dan daya
spiritualitas yang dimiliki seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
https://insantri.com/pendekatan-ilmu-sosial-dan-humaniora-dalam-islam/ (diakses pada hari
Selasa, 17 Januari 2023 pukul 17.42)

Anda mungkin juga menyukai