kelompok 1 :
Model berfikir rasional berpendapat untuk menemukan dan menjadi tolak ukur
kebenaran menggunakan akal secara logis. Maka benar atau tidaknya sesuatu diukur
dengan rasionalitas akal. Adapun model berfikit emprikal berpendapat bahwa sumber
pengetahuan adalah pengamatan dan pengalaman inderawi manusia. Sementara itu model
berfikir intuitif (irrasional) berpandangan bahwa kebenaran dapat digapai lewat
pertimbangan-pertimbangan emosional (mukashafah).
Disisi lain mengenai objek studi atau ruang lingkup yang dimiliki ilmu-ilmu sosial
sangatlah luas dan sampai saat ini para ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda. Tidak
ada kesepakatan bulat mengenai batas-batas ilmu-ilmu sosial, Misalnya Wallerstein dan
Brown yang berbeda satu dengan yang lain. Wallersteinmengelompokkan ilmu-ilmu yang
masuk ruang lingkup ilmuilmu sosial adalah Sosiologi, Antropologi, Geografi, Ilmu
Ekonomi, Ilmu Sejarah, Psikologi, Hukum, dan Ilmu Politik. Namun,Brown memandang
bahwa paket ilmu sosial meliputi Sosiologi, Antropologi, Ilmu Ekonomi, Sejarah,
Demografi, Ilmu Politik, dan Psikologi.
Humaniora menyiapkan manusia berpikir luwes, lincah dengan segala visi dan
persepsi untuk perkembangan dan penyesuaian. Pemikirannya adalah pemikiran
dengan cara bahasa yang berkembang dari dalam dan tahu beradaptasi dengan
lingkungan dan tuntutan zaman.
V. Kesimpulan
Pada masa modern yang menghendaki adanya penyatuan berbagai macam
keilmuawan yang memilki dimensi yang berbeda. Ilmu keislaman yang berdimensi
ketuhanan diharapkan dapat berintegrasi dengan ilmu-ilmu eksakta maupun sosial-
humaniora yang berdimensi kemanusiaan. Sikap ideal terhadap keduanya dengan
mendialogkan, mempertemukan, mensintesiskan agar ditemukan pemikiran-pemikiran
baru solutif atas beragam permasalahan. Diharapkan integrasi dari ilmu-ilmu sosial yang
mencakupi berbagai macam ilmu yang ada seperti Sosiologi, Antropologi, Geografi, Ilmu
sejarah, Ekonomi, Psikologi, maupun Ilmu Politik dengan ilmu-ilmu keislaman yang
mencakupi semua hal yang membicarakan tentang islam, seperti ilmu fiqh, ilmu tauhid,
ilmu tasawuf, ilmu tafsir, ilmu hadits, sejarah peradaban islam, dan lainnya dapat
melahirkan makna-makna kontekstual yang siap diterapkan dalam berbagai masa dan
tempat dimanapun umat islam berada.
Cikal bakal konsep ilmu pengetahuan Islam adalah konsepkonsep kunci dalam wahyu
yang ditafsirkan ke dalam berbagai bidang kehidupan dan akhirnya berakumulasi dalam
bentuk peradaban yang kokoh. Desain agama lebih jauh dan abstrak serta memberikan
ketenangan hidup setelah mati, sedang ilmu dan teknologi desainnya lebih pendek dan
konkrit untuk menghadapi kehidupan di dunia ini.
Dalam ilmu sosial atau sosiologi, paling tidak terdapat tiga paradigma besar yaitu,
paradigma fakta sosial, definisi sosial, dan paradigma prilaku sosial. Selanjutnya,
humaniora bertujuan untuk memajukan manusia sehingga mencapai kemanusiaan yang
sesungguhnya, menyiapkan manusia berpikir luwes, lincah dengan segala visi dan
persepsi untuk perkembangan dan penyesuaian.
Daftar Pustaka
Afwadzi, B. (2016). Membangun Integrasi Ilmu-Ilmu Sosial Dan Hadis Nabi. Jurnal
Living Hadis, 1(1), 101. https://doi.org/10.14421/livinghadis.2016.1070
Fathul Mufid. (2013). Integrasi Ilmu-Ilmu Islam. Equilibrium, 1(1), 55–71.
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/equilibrium/article/view/200
Humaedi, M. A. (2012). Pemikiran Islam Dalam Jejak Kajian Humaniora. Al-Tahrir,
12(2), 397–415.
http://jurnal.iainponorogo.ac.id/index.php/tahrir/article/download/65/66
Majduddin, M. (2018). PARADIGMA AGAMA, SOSIAL DAN HUMANIORA. Jurnal
Studi Islam, 01(01), 121.
Nasution, K. (2007). Pengantar Studi Islam (A. Aini (ed.)). AC AdeMIA+TAZZAFA
Menden.
Thohir, A. (2014). Sirah Nabawiyah Nabi Muhammad Saw dalam Kajian Ilmu Sosial-
Humaniora. Penerbit Marja.