Anda di halaman 1dari 10

Konstruksi Metodologis

Dalam upaya mengimplemantasikan pengilmuan Islam,


Kuntowijoyo menawarkan dua langkah
yang harus diambil, yakni: integralisasi dan objektifikasi.
Integralisasi adalah pengintegrasian kekayaan
keilmuan manusia dengan wahyu (petunjuk Allah dalam Al-Qur’an
beserta pelaksanaannya dalam
sunnah Nabi). Sementara, objektifikasi adalah menjadikan
pengilmuan Islam sebagai rahmat untuk
semua orang (rahmatan lil’âlamîn).
Gagasan integralisasi yang ditawarkan Kuntowijoyo berangkat dari
pandangan adanya
perbedaan yang mendasar antara ilmu-ilmu sekuler yang
merupakan produk dari peradaban Barat
dengan semangat ilmu-ilmu integralistik yang diidealkan oleh
Islam. Perbedaan paradigmatik antara
ilmu-ilmu sekuler dengan ilmu-ilmu integralistik tersebut meliputi
berbagai aspek yang dapat dirunut
mulai dari proses lahirnya sebuah ilmu, yakni pada tempat
berangkat, rangkaian proses, produk
keilmuan, dan tujuan-tujuan ilmu, yang secara umum meliputi
aspek-aspek ontologis, epistemologis,
dan aksiologis.
Setelah dilakukan proses integralisasi, maka langkah berikut yang
harus dilakukan dalam upaya
mengembangkan keilmuan Islam adalah dengan objektifikasi.
Kedua aspek ini pada praktiknya harus
berjalan secara beriringan. Objektifikasi sendiri menurut
Kuntowijoyo bermula dari internalisasi
nilai, tidak dari subjektifikasi kondisi objektif. Objektifikasi adalah
penerjemahan nilai-nilai internal
ke dalam kategori-kategori objektif.
Produk ilmu yang lahir dari induk agama harus menjadi ilmu yang
objektif. Artinya, suatu ilmu
tidak dirasakan oleh pemeluk agama lain, non-agama, dan anti
agama sebagai norma, tetapi sebagai
gejala keilmuan yang objektif semata. Meyakini latarbelakang
agama yang jadi sumber ilmu atau
tidak, tidak menjadi masalah, ilmu yang berlatarbelakang agama
adalah ilmu yang objektif, bukan
20Lihat Kuntowijoyo, Paradigma Islam, h. 329.

agama yang normatif. Maka, objektifikasi ilmu adalah ilmu dari


orang yang beriman untuk seluruh
manusia, tidak hanya untuk orang yang beriman saja.21
Dengan melakukan objektifikasi, menurut Kuntowijoyo, ada dua
hal yang bisa dihindari, yakni
sekularisasi dan dominasi. Sekularisasi terjadi karena adanya
interpretasi yang menganggap bahwa
semua peristiwa yang terjadi adalah konsekuensi logis dari gejala
objektif. Sementara, dominasi terjadi
apabila suatu umat beragama hanya menghasilkan satu produk saja
dari internalisasi atas nilai-nilai,
yaitu eksternalisasi. Sebab, titik berangkat objektifikasi sama
dengan eksternalisasi, yaitu internalisasi.
Perbedaannya terdapat pada tujuan, apabila objektifikasi ditujukan
keluar, sedangkan eksternalisasi
ke dalam umat pemeluk sebuah agama sendiri. Objektifikasi
merupakan perbuatan rasional nilai
yang diwujudkan ke dalam perbuatan rasional, sehingga orang luar
pun dapat menikmati tanpa harus
menyetujui nilai-nilai asal.
Metodologi Pengilmuan Islam
Metode strukturalisme transendental dapat dipandang sebagai
upaya pemetaan bangun pengetahuan keagamaan. Mencari
kemungkinan posisi dari ajaran-ajaran agama yang dapat
dirubah dan dikembangkan sesuai dengan kemajuan zaman.
Pemetaan ini memberi arah pada metode selanjutnya untuk
menteoritisasikan ajaran-ajaran agama dalam ranah sosial.

Untuk itu dalam rangka pengilmuan Islam, Kuntowijoyo


menawarkan dua metode, pertama adalah integralisasi, dan yang
kedua adalah objektivikasi. Maksud integralisasi adalah
penyatuan ilmu-ilmu yang terlahir dari akal budi manusia
dengan al-Qur’an atau wahyu. Sementara yang dimaksud
dengan objektivikasi adalah menjadikan pengilmuan Islam
sebagai rahmat bagi semua orang.1[22]

Kuntowijoyo menjelaskan, bahwa dalam ilmu-ilmu yang terlahir


dari akal budi manusia (Kuntowijoyo: ilmu sekuler) diawali
dengan filsafat, antroposentrisme, diferensiasi, hingga menjadi
ilmu sekular. Filsafat adalah awal berangkat ilmu-ilmu sekuler.
Rasionalisme yang berkembang pada abad 15 Mdan 16 M
menolak teosentrisme abad pertengahan. Wahyu dibuang, rasio
diagungkan.
Antroposentrisme adalah konsekuensi logis dari penolakan atas
wahyu. Di mana manusia menjadi pusat kebenaran, etika,
kebijaksanaan, dan pengetahuan. Manusia adalah pencipta,
pelaksana, dan sekaligus konsumen atas produksinya sendiri.
Waktu manusia memandang dirinya sebagai pusat, maka
terjadilah diferensiasi (pemisahan). Seluruh pengetahuan
dipisahkan dari wahyu. Karena itu kegiatan ekonomi, politik,
hukum, dan ilmu pengetahuan dipisahkan dari agama (sekular).
Kebenaran ilmu terletak pada ilmu sendiri. Maka jadilah apa
yang dinamakan dengan ilmu sekular, ilmu yang diklaim
sebagai objektif, bebas nilai, dan bebas dari kepentingan.
Namun ternyata, ilmu itu telah melampaui dirinya. Ilmu yang
semula adalah ciptaan manusia berbalik menjadi penguasa atas
manusia. Ilmu menggantikan wahyu sebagai pedoman
kehidupan.2[23]

Dalam upaya integralisasi, perlu adanya pembalikan. Sumber


pertama pengetahuan dan kebenaran haruslah agama, kemudian
bergerak menjadi teoantroposentrisme, dediferensiasi, dan ilmu
integralistik. Penjelasannya adalah, pertama, sumber
pengetahuan dan kebenaran adalah dari agama, dalam hal ini
adalah wahyu Tuhan, yaitu al-Qur’an. Kemudian, di dalam
teoantroposentrisme, kebenaran agama digabungkan dengan
kebenaran yang bersumber dari akal budi manusia. Sehingga
dalam praktiknya, terjadi dediferensiasi, yaitu menyatunya
agama dalam setiap aktivitas kehidupan, baik politik, ekonomi,
hukum, ataupun budaya. Selanjutnya dikenallah apa yang
dinamakan dengan ilmu integralistik, ilmu yang bukan sekedar
menggabungkan, tetapi juga menyatukan antara wahyu dan hasil
akal budi manusia.3[24]

Berikutnya objektivikasi. Sebelum menjelasakan objektivikasi,


perlu juga dijelaskan terminologi lain yang menyertainya, yaitu:
internalisasi, subjektivikasi, eksternalisasi, dan gejala objektif.

Internalisasi adalah proses penghayatan dan tindakan yang


dilakukan seseorang atas nilai-nilai agama yang diyakininya.
Subjektivikasi adalah suatu laku yang didasari oleh kehendak
diri, tidak dari suatu nilai keagamaan, ataupun yang lain. Dapat
dicontohkan di sini mengenai internalisasi, dalam sepak bola
misalkan. Ketika seorang striker melesakkan bola ke gawang
lawan, dia kemudian melakukan suatu tindakan semacam ritual
dengan menengadahkan tangan ke langit dengan mengucapkan:
“Subhanallah, Allahu Akbar, semua ini berkat Allah.” Adapun
subjektivikasi, misal dalam contoh serupa. Setelah striker lain
juga memasukkan bola, dia kemudian melakukan suatu atraksi
selebrasi dengan membentuk jarinya seperti pistol, dan seperti
seorang koboi dia menembak ke sana ke mari, dengan diiringi
suara dor,dor,dor, dari mulutnya. Jelas apa yang dilakukannya
ini tidak didasari oleh nilai agama, hanya sekedar ekspresi
subjektif belaka.4[25]
Adapun ekternalisasi adalah suatu tindakan yang didasarkan
oleh nilai-nilai agama yang ditujukan bagi kalangan agama yang
sama. Contoh adalah umat Islam yang mengeluarkan zakat
hartanya. Mengeluarkan zakat jelas didorong oleh keyakinan
agama, sementara zakatnya itu sendiri ditujukan untuk kalangan
umat seagama. Kemudian objektivikasi. Ia adalah suatu tindakan
yang didasarkan oleh nilai-nilai agama, tetapi disublimasikan
dalam suatu tindakan objektif, sehingga diterima semua orang.
Tujuannya adalah untuk semua orang, melintasi batas-batas
agama, budaya, suku, dan lain-lain. Dalam istilah Kuntowijoyo,
objektivikasi adalah penterjemahan nilai-nilai internal ke dalam
kategori-kategori objektif.5[26] Contohnya adalah Pancasila.

Terakhir adalah gejala objektif. Ia adalah bentuk dari hasil


subjektivikasi dan objektivikasi. Bedanya adalah, jika
subjektivikasi tidak didasarkan dari nilai tertentu, karena ia
berangkat dari dorongan diri, sementara objektivikasi diawali
oleh proses internalisasi.

Dapat digambarkan seperti ini:

Internalisasi -----------> Eksternalisasi

Internalisasi------------>Objektivikasi-------------> Gejala
Objektif

Subjektivikasi-----------> Gejala objektif


Demikianlah bentuk diagramnya. Dari internalisasi, ketika
diarahkan pada umat seagama, maka bentuk ekpresinya
dinamakan eksternalisasi. Kemudian dari internalisasi juga,
dengan melalui proses objektivikasi, maka nilai-nilai internal
berubah dalam bentuk gejala objektif yang dapat diterima oleh
semua orang. Sementara subjektivikasi juga memunculkan
gejala objektif, hanya saya ia tidak berangkat dari penghayatan
nilai-nilai agama. Dan inilah bedanya antara gejala objektif dari
subjektivikasi dan gejala objektif dari objektivikasi.

http://fahmiriady.blogspot.co.id/2011/11/belajar-mengilmukan-
islam-bersama.html

Di indonesi islam menjadi agama resmi dan menjadi mayoritas. Penduduk Indonesia terdiri dari
berbagai etnis, ras, budaya, suku, bahasa, dan agama.

Masyarakat dalam pandangan Islam merupakan alat atau sarana untuk


melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang menyangkut kehidupan bersama.
Karena itulah masyarakat harus menjadi dasar kerangka kehidupan duniawi
bagi kesatuan dan kerjasama umat menuju adanya suatu pertumbuhan
manusia yang mewujudkan persamaan dan keadilan. Pembinaan masyarakat
haruslah dimulai dari pribadi-pribadi masing-masing wajib memelihara diri,
meningkatkan kualitas hidup, agar dalam hidup wajib memelihara diri,
meningkatkan kualitas hidup, agar dalam hidup di tengah masyarakat itu, di
samping dirinya berguna bagi masyarakat, ia juga tidak merugikan antara
lain. Islam mengajarkan bahwa kualitas manusia dari suatu segi bisa
dipandang dari manfaatnya bagi manusia yang lain. Dengan pandangan
mengenai status dan fungsi individu inilah Islam memberikan aturan moral
yang lengkap kepadanya. Aturan moral lengkap ini didasarkan pada waktu
suatu sistem nilai yang berisi norma-norma yang sama dengan sinar tuntutan
religious seperti: ketaqwaan, penyerahan diri, kebenaran, keadilan, kasih
sayang, hikmah, keindahan dan sebagainya.
Ketika agama dilihat dengan kacamata agama maka agama akan memerlukan
kebudayaan. Maksudnya agama (islam) telah mengatur segala masalah dari yang paling kecil
contohnya buang hajat hingga masalah yang ruwet yaitu pembagian harta waris dll. Sehingga
disini diperlukan sebuah kebudayaan agar agama (islam) akan tercemin dengan kebiasaan
masyarakat yang mencerminkan masyarakat yang beragama, berkeinginan kuat untuk maju dan
mempunyai keyakinan yang sakral yang membedakan dengan masyarakat lainnya yang tidak
menjadikan agama untuk dibiasakan dalam setiap kegiatan sehari-hari atau diamalkan sehingga
akan menjadi akhlak yang baik dan menjadi kebudayaan masyarakat tersebut.
Sedangkan jika agama dilihat dari kebudayaan maka kita lihat agama sebagai
keyakinan yang hidup yang ada dalam masyarakat manusia dan bukan agama yang suci dalam
(Al-Qur’an dan Hadits) Sebuah keyakinan hidup dalam masyarakat maka agama akan bercorak
local, yaitu local sesuai dengan kebudayaan masyarakat tersebut.

sumber makalh q :

1. Al-qur’an
2. Hadits
3. Gazalba, Drs. Sidi,masyarakat islam sosiologi dan sosigrafi,bulan
bintang ,Jakarta,1976
4. Harwantioko Neltje F. Katuuk. Pengantar sosiologi dan ilmu sosial
dasar. Penerbit GunaDarma
5. Idianto Muin: Sosiologi SMA/MA Jilid 1,(Jakarta: Erlangga,2006)
6. http://www.markijar.com/2016/04/keberagaman-bangsa-
indonesia.html
7. http://dokumen.tips/documents/makalah-agama-peran-dan-fungsi-
agama-dalam-kehidupan-manusia.html
8. https://www.scribd.com/doc/134683647/MAKALAH-Peranan-
Agama-Islam
9. https://faisalthahir.wordpress.com/2013/12/18/potret-
keberagamaan-masyarakat-muslim-di-indonesia/
10. http://masyarakatdlmislam.blogspot.co.id/2015/06/makalah-
singkat.html
11. https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat
12. https://sosialsosiologi.blogspot.co.id/2012/12/definisi-
masyarakat.html
13. https://www.academia.edu/7041033/Bentuk_Masyarakat
14. http://pengertian-pengertian-
info.blogspot.co.id/2015/05/pengertian-masyarakat-islami-
menurut.html
15. http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-
s1-2004-nurjanahni-1555-bab2_419-7.pdf
16. https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
17. http://galanganggriawan.blogspot.co.id/2014/10/makalah-
kebudayaan-dan-masyarakat.html
18. http://camagun.blogspot.co.id/2015/07/hubungan-manusia-
dengan-kebudayaan.html
19. http://goon-faiq.blogspot.co.id/2015/03/makalah-sosiologi-
masyarakat-dan.html
20. http://fresh-lookout.blogspot.co.id/2012/03/pengaruh-
budaya-asing-terhadap.html
21. https://id.wikipedia.org/wiki/Agama
22. http://baihaqi-annizar.blogspot.co.id/2015/03/hubungan-
agama-dan-kebudayaan.html
23. http://duwihernas.blogspot.co.id/2014/08/kebudayaan-
islam.html
24. http://disseminate01.blogspot.co.id/2012/12/contoh-makalah-
kebudayaan-islam.html
25. https://www.academia.edu/20183917/KEBUDAYAAN_ISLAM
26. https://mindaudahedu.wordpress.com/2012/05/26/kebudayaa
n-dalam-islam-2/
27.

Anda mungkin juga menyukai