Anda di halaman 1dari 12

Filsafat Imanensi; Gilles Deleuze

Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu
Pada Mata Kuliah Filsafat Barat Modern

Oleh:
Citra Eka Pratiwi
NIM. 11160331000004

AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
Filsafat Imanensi; Gilles Deleuze
Jurusan Studi Agama-Agama, Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2018

Gilles Deleuze
Gilles Deleuze (bahasa Perancis: [ʒil dəløz] lahir 18 Januari 1925 – meninggal
November 1995 pada umur 70 tahun) adalah seorang filsuf adala Prancis. Dari
tahun 1960an hingga akhir hidupnya, Deleuze telah menulis banyak karya filsafat
yang kompleks dan sangat berpengaruh mengenai filsafat itu sendiri namun juga
mengenai sastra, politik, psikoanalisa, sinema dan lukisan. Hingga masa pensiunn
ya di tahun 1988, ia juga merupakan seorang profesor di bidang filsafat.1

Imanensi
Imanen atau imanensi adalah paham yang menekankan berpikir dengan diri
sendiri atau subjektif. Istilah imanensi berasal dari Bahasa Latin immanere yang
berarti "tinggal di dalam".2 Imanen adalah lawan kata dari transenden. Pertama
kali, istilah ini diajukan oleh Aristoteles yang memiliki arti "batin" dari suatu
objek, fenomena atau gejala. Kemudian dikembangkan oleh Kant dan berlaku
sampai sekarang.

Dalam istilah Filsafat Ketuhanan, Tuhan yang imanen berarti Tuhan berada di
dalam struktur alam semesta serta turut serta mengambil bagian dalam proses-
proses kehidupan manusia. Berbeda dengan transenden yang sangat mengagungkn
Tuhan yang begitu jauh sehingga mereka sangat hormat. Imanensi lebih dekat
dan terbatas pada pengalaman manusia, seperti dikemukakan Hume dalam teori fe
nomenalisme empiris dan Kanti dalam Crtitique of Pure Reason.

1
Wikipedia, Gilless Deleuze, https://id.wikipedia.org/wiki/Gilles_Deleuze (diakses pada 8
November 2018, pukul 21.00 WIB).
2
Wikipedia, Imanen, https://id.wikipedia.org/wiki/Imanen (diakses pada tanggal 9 November
2018, pukul 20.15 WIB).

2
Dalam bidang aliran agama, imanensi sangat ditekankan oleh ajaran Panteisme
untuk menentang transendensi. Hal ini dimaksudkan agar manusia lebih akrab
dengan Tuhan dalam kehidupannya. Namun terdapat pandangan bahwa hal ini
hanya akan membatasi Allah yang maha kuasa atas keh idupan manusia,
Allahkehilangan unsur misterinya. Dalam Teologi Kristen, imanen dapat dilihat
dalam ajaran Trinitas, yaitu Allah yang memiliki pribadi begitu nyata, Allah
menjadi begitu dekat dengan umat-Nya. Sifat Allah yang imanen terkadang akan
membuat manusia hanya berpikir bahwa Allah dekat, hal ini kurang tepat, maka
dibutuhkan sifat transenden juga. Allah yang transenden adalah Allah yang
melampaui segala yang ada. Allah yang tidak terbatas untuk memimpin dunia.

Transenden
Transenden (Inggris: transcendent; Latin: transcendere) merupakan cara berpikir
tentang hal-hal yang melampaui apa yang terlihat, yang dapat ditemukan di alam
semesta. Contohnya, pemikiran yang mempelajari sifat Tuhan yang dianggap
begitu jauh, berjarak dan mustahil dipahami manusia.3 Secara etimologis adalah
Transenden terdiri dari dua kata: kata "trans" yang berarti seberang, melampaui,
atas, dan kata "scandere" yang berarti memanjat Istilah ini bersama-sama dengan
bentuk-bentuk lain seperti "transendental", "transendensi", dan "transendentalism"
,digunakan dengan sejumlah cara, dan dengan sejumlah penafsiran tersendiri
dalam sejarah filsafat. Beberapa pengertian dari transenden adalah: lebih unggul,
agung, melampaui, superlatif, melampaui pengalaman manusia, berhubungan
dengan apa yang selamanya melampaui pemahaman terhadap pangalaman biasa
dan penjelasan ilmiah. Para filsuf yang memiliki ide transenden tentang Tuhan
dimulai dari Pythagoras, Plato, Philo Judaeus yang mengatakan bahwa Allah yang
transenden memiliki sifat bertolak belakang dengan Allah yang imanen seperti
diyakini oleh Stoikisme dan Panteisme. Immanuel Kant juga pernah memakai
istilah ini untuk menggambarkan adanya unsur a priori yang memberikan inspirasi

3
Wikipedia, Transenden, https://id.wikipedia.org/wiki/Transenden (diakses pada tanggal 9
November 2018, pukul 20.20 WIB).

3
gagasan kepada manusia untuk berpikir tentang dunia yang supratemporal. Dalam
arti inilah Kant menggunakan istilah "estetika transendetal" dan "logika
transendetal.

"Menurut Rudolf Otto, sewaktu mengalami yang transenden, manusia mengalami


dua perasaan yang bertentangan. Di satu sisi manusia merasa sangat tertarik
karena pesona fascinosum, namun di sisi lain ia merasakan gemetar dan ketakutan
karena yang transenden itu tremendum, yaitu memiliki daya pemaksaan dan
menakutkan. Sewaktu mengalami yang transenden itu, manusia akan lupa siapa
dirinya terhanyut pada yang transenden dan menikmati perjumpaan dengannya.
Istilah Tuhan yang transenden artinya Tuhan melampaui dunia ini, hal ini
berseberangan dengan keyakinan tentang Tuhan yang berada dalam realitas dunia
ini yang disebuh imanen. Namun, beberapa pemikir kemudian mengkombinasikan
pemikiran Tuhan yang transenden sekaligus imanen, Tuhan ada di dunia ini
sekaligus melampaui dunia ini.

Frans Magnis Suseno menguraikan relasi Tuhan yang transenden itu dengan
dunia. Yang pertama, hubungannya memang bersifat transenden, artinya
eksistensinya tidak bergantung pada dunia karena ia tak terbatas dan tak
terhingga. Namun, yang ilahi dan transenden itu sekaligus juga imanen, artinya ia
meresapi apa pun yang ada, tak ada tempat di dunia ini di mana yang ilahi tidak
hadir di situ. Hal ini berarti, yang ilahi dibedakan dari dunia bukan seperti dua
benda, atau dua objek, dibedakan satu dari yang lain. Dunia yang terbatas ini
memang bergantung pada ilahi yang tak terbatas sehingga Allah menjadi
penunjang adanya dunia. Dalam bahasa sederhana: Tuhan itu, sebagai yang
transenden, di mana-mana tidak ada, dan sekaligus yang imanen, di mana-mana
ada.

Deleuze dan Imanensi Absolutnya


Dalam sejarah filsafat Prancis Kontemporer, Deleuze adalah sosok salah satu
filsuf di zaman itu. Deleuze yang pertama kali secara eksplisist mengangkat

4
imanensi sebagai problem utama filsafat kontemporer, misalnya dalam tesis
kecilnya tentang 'Ekspresionisme' dalam fislafat Spinoza di tahun 1968.4

Kemudian imanensi Deleuze berbagi menjadi dua fase yaitu mulai dari fase awal
(termasuk Difference and Repetition dan Logic of Sense) yang masih
terkontaminasi oleh sejenis konsep tentang negativitas hingga fase akhir (mulai
Anti Odipus hingga Immanence A Life) yang menampakkan upaya dan
pemusatan term 'imanensi' pada pemikiran utamanya.

Fase Awal; Negatifitas Relatif


Tujuh Kriteria Imanensi
Tujuh kriteria imanensi Deleuze ditunjukan sebagai cara untuk mengidentifikasi
strukturalisme yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi filsafat post-
strukturalisme. Pada tahun 1967, kata Deleuze yang menjadi problem pembahasan
adalah problematika bahasa. Banyak filsuf kontemporer seperti Hegel, Lacan,
Foucault, Barthes, Levi, dan lain-lain yang berkutat pada persoalan bahasa. Maka
Deleuze mengumpulkan semua argumentasi mereka dalam skema pokok. Dalam
problematika bahasa yang menjadi pokok persoalannya adalah "makna", Berikut
adalah pembahasan mengenai tujuh kriteria imanensi Deleuze.

Kriteria Pertama; Yang Simbolik


Strukturalisme hadir dengan yang simbolik dengan posisi yang Imajiner dan yang
Riil. Imajiner dan yang Riil ini adalah satu kesatuan yang menghablur jadi satu.
Deleuze melihat bahwa kesatuan ini membentuk sejenis "titik transenden" yang
melampaui gabungan antara Riil dan Imajiner.5 Titik ini disebut dengan "Ilusi"
yang muncul dari yang Riil dan Imajiner.

4
Martin Suryajaya, Imanensi dan Transendensi; Sebuah Rekonstruksi atas Ontologi dalam Tradisi
Filsafat Prancis Kontemporer (Jakarta: AksiSepihak, 2009), h. 161.
5
Martin Suryajaya, Imanensi dan Transendensi; Sebuah Rekonstruksi atas Ontologi dalam
Tradisi…, h. 164.

5
Kemudian diantara yang Riil dan Imajiner muncul istilah Simbolik yang
disebutkan oleh Lacan. Kemudian Deleuze menerangkan relasi gabungan antara
yang Riil-Imajiner-Simbolik itu dengan angka 1, 2 dan 3. Ia menulis bahwa yang
Riil itu pada dirinya tak terpisahkan dari yang sejenis ideal tentang unfikasi atau
totalitas yang Riil cenderung terarah pada satu, yaitu kebenarannya. Hal ini sama
apa yang ada dalam teori Platonisme, yaitu memandang yang satu (to Hen)
sebagai hakikat dari segala yang hakikat (Riilnya).

Kemudian yang dimaksud adanya yang Imajiner adalah gambaran dari yang Riil
tersebut. Imajiner juga bisa disebut dengan representasi dari yang Riil, inilah yang
menjadi kritik Deleuze dalam pemikirannya. Imajiner bagi Deleuze posisinya
pada modus pencerminan (mirroring) atau pengadaan (doubling). Simbolik ini
diantara yang Riil dan Imajiner berperan sebagai asal usul. Kenapa muncul
Simbolik, sebab dari keduanya yang Riil dan Imajiner membentuk sebuah relasi
dan dari relasi itu muncul Simbolik sebagai asal usul adanya istilah Struktur.

Kata Deleuze simbolik itu tidak tereduksikan oada tatanan yang Riil dan yang
Imajiner dan lebih dalam daripada keduanya, sebab kata Deleuze Simbolik tidak
membahas soal bentuk melainkan soal struktur karena struktur tidak ditentukan
oleh bentuk.melainkan oleh elemen-elemen atomik. Kedua Simbolik bukanlah
figur Imajiner karena segala figur ini mengandaikan mekanisme pemindahan-
tempatan yang bersifat struktur. Ketiga, Simbolik tidak berhubungan dengan
esensi sebab esensi adalah hasil dari kombinasi elemen-elemen formal yang tidak
memiliki bentuk dan makna kecuali dalam relasinya dengan elemen lain.

Kriteria Kedua; Lokasi atau Posisional


Persoalan pada struktur Simbolik adalah makna. Menurut Deleuze makna
senantiasa bersifat (Posisional). Ada tiga konsekuensi dari kriteria lokal

6
(Posisional) ini. Pertama, bahwa makna dioroduksi oleh non-makna.6 Jika
disimpulkan maka makna baru muncul ketima elemen itu diobservasi dalam
relasinya dengan elemen lain. Kata Deleuze makna merupakan hasil dari
kombinasi elemen-elemen yang tak bermakna. Jadi makna adalah efek yang
muncul dari posisi elemen Simbolik yang tertentu dalam keseluruhan formasi
elemen Simbolik ini. Jika dihitung pada dirinya tidak memiliki makna, maka
munculnya makna dari yang tidak bermakna.

Yang kedua adalah kaitannya dengan sebuah permainan yaitu digambarkan seperti
permaina catur, dimana di dalam permaina catur ada ruang dan yang membentuk
sebuah tatanan simbolik. Maka Deleuze merumuskan manifesto strukturalisme
dengan sebaris formula sederhana yaitu "Berpikir adalah melempar dadu".
Yang ketiga adalah bahwa strukturalisme tidak terpisahkan dengan suatu
materialisme baru, suatu atheisme baru, suatu anti-humanisme baru, karena
seluruh posisi selalu bersifat rasional dengan posisi lainnya, maka tidak ada posisi
yang absolut (entah itu Ide, Absolut, Tuhan atau Manusia) yang melampaui
relasionalitas.

Kriteria Ketiga; Diferensial dan Singular


Istilah relasi dalam wacana Strukturalis oleh Deleuze dibagi menjadi tiga jenis
melalui persamaan matematis persamaan 3+2=5 atau 3:2=1.5 disebut Deleuze
sebagai persamaan yang memiliki tipe relasi Riil. Cirinya adalag masing-masing
elemennya memiliki otonomi. Kedua disebut Imajiner yang nampak pada
proposisi semisal X2+Y2-R2=0, dalam proposisi ini tidak memilki nilai yang
spesifik tetapi dapat ditentukan. Ketiga adalah Simbolik yaitu ada dua contoh
relasi, pertama dalam persamaan ydy+xdx=0 dy/dx=-x/y. Bisa dilihat dalam
contoh Simbolik ini bahwa “dy” sepenuhnya tidak ditentukan dalam relasi dengan
“y”. “dx” tidaklah memiliki eksistensi, nilai maupun makna. Namun, relasi dy/dx
itu dapat ditentukan. Pada intinya setiap elemen tidaklah bermakna jika tidak ada
relasi.
6
Ibid., h. 166.

7
Strukturalis dapat dikenali lewat tiga indikator yaitu elemen Simbolik, relasi
diferensial dan titik singular. Deleuze menjabarkan hubungan ketiganya yaitu
pertama, elemen Simbolik dapat dilihat dari Obyek dalam domain yang tengah
diobservasi. Kedua, relasi diferensial adalah apa yang teraktualisasikan dalam
relasi antar obyek itu. Ketiga singularitas dapat ditemukan di sekujur tubuh
struktur sebagai titik yang mendistribusikan peran pada Obyek yang
menempatinya, singkatnya; elemen, relasi dan titik.
Jika elemen Simbolik dan relasi diferensialnya menentukan hakikat entitas yang
mengaktualisasikannya, maka singular menyediakan koordinat dari posisi-posisi
yang menentukan peran dari entitas yang menempatinya.

Deleuze menulis, Subyek yang sesungguhnya adalah struktur itu sendiri yang
diferensial dan yang singular, relasi diferensial dan titik singular, determinasi
resiprokal dan determinasi kompleks.

Kriteria Keempat; Diferensiator dan Diferensiasi


Kata Deleuze, struktur itu bersifat virtual, maksudnya adalah bahwa struktur itu
bukannya tidak ada dan bukan realitas, namun ia tidak menyatu dengan realitas
aktual.7 Deleuze menyatakan, bahwa struktur itu Riil tanpa aktual, artinya struktur
iru ada tanpa mesti terobservasi dalam aktualitasnya dan struktur itu berurusan
dengan realitas tanpa berada diseberang obyeknya. Contoh daripada pernyataan
ini adalah pada tatanan musik, bahwa segala elemen didalamnya eksis secara
berasamaan sekaligus, sebagai sebuah komposisi, dalam virtualitasnya. Namun,
baru teraktualisasi ketika aturan-aturan tertentu untuk memainkan particular itu
dijelaskan. Nah, semua virtualitas yang koeksis ini “ada sebelum” Obyek serta
elemen dari domain terkait, namun bukan sebagai sesuatu yang transenden
terhadap Obyek-obyek itu.

7
Ibid., h. 171.

8
Jadi koeksistensi ini menyeluruh dan tidak tercampur. Begitu juga dengan
struktur, bahwa ia menyeluruh namun aktualisasinya selalu parsial; apa yang
terstrukturalisasikan adalah suatu relasi tertentu diposisi tertentu.
Menurut Deleuze, struktur itu merupakan system relasi diferensial dan
melaksanakan diferensiasi atas spesies dan bagiannya sendiri yaitu struktur itu
sendiri.

Deleuze menyatakan bahwa struktur hanya dapat dibaca, ditemukan dan diambil
kembali melalui efek-efek yang dihasilkan. Intinya struktur dapat diketahui
melaui eksistensinya melalui efek.

Kriteria Kelima; Serial


Setiap struktur selalu tersusun oleh seri-seri itulah yang memungkinkan adanya
interaksi rasional diferensial antar elemen-elemen. Menurut Deleuze, eksistensi
seri ini diperkuat oleh fakta bahwa titik singularitas tidak sekedar memproduksi
atau mempresentasi seri yang ada, titik itu niscaya mengartikulasikan perbedaan
dalam suatu tatanan yang memiliki otonominya sendiri tatanan yang memiliki
otonominya sendiri, tatanan yang dimaksud adalah seri yang lain. Nah,
maksudnya adalah bahwa struktur selalu mengandaikan seri yang tanpanya ia tak
dapat berdiri.8

Delauze memberikan contoh serial dari analisis Lacan tentang kisah “The
Purloined Letter” karya Edgar Allan Poe yang diangkat oleh Deleuze. Dibaca
secafa structural, dalam kisah ini ada dua seri yaitu seri pertama terdiri dari tiga
posisi, meliputi Raja yang tidak mengetahui tentang keberadaan surat, Ratu yang
menyimpan surat itu dengan menyembunyikannya di tempat terbuka, dan Menteri
yang melihat semua keadaan itu kemudian mengambil surat itu tanpa
sepengetahuan keduanya. Pada seri kedua, terdiri dari tiga posisi juga, meliputi
Polisi yang tidak menemukan apa pun di kamar hotel Sang Menteri, setelah

8
Ibid., h. 174.

9
menggedeledahnya, menteri yang menyembunyikan surat itu di tempat terbuka
dan Putra Mahkota yang melihat segalanya, mengambil surat itu.

Dari kedua seri itu berelasi satu sama lain, tetapi seri yang satu tidak
memproduksi seri yang lain, secara persis sama. Setiap posisi menumpang pada
posisi yang lain sedemikian sehingga tidak ada satu pun posisi yang dapat diisolir.
Oleh karena itu setiap term dalam seri-seri itu bertumpu pada “kemenyimpangan”
atau pemindah tempatan yang terjadi dalam relasinya dengan term yang lain.
Yang ditekankan oleh Deleuze disini adalah bahwa pemindah-tempatan semacam
ini tidak dari luar struktur. Seluruh gerak itu sepenuhnya struktural dan tidak
mengandaikan adanya suatu posisi transenden di luar struktur yang mendorong
tergelarnya prosesi itu.

Kriteria Keenam; Persegi Kosong


Deleuze menggambarkan kriteria keenam ini sebagai Objek=X. Objek yang
dimaksud ini tidak memiliki posisi yang tetap melainkan berdislokasi, bersikulasi,
dan satu seri ke seri yang lain. Karakteristik lain dari Objek=X atau Persegi
Panjang ini adalah bahwa ia tidak terbedakan dari tempatnya, karena Obyek=X itu
selalu dalam kondisi ter-displace dari segala tempat yang tetap selain tempat yang
ia bawa dalam pemindah-tempatan itu. Obyek=X adalah nama lain dari tempat
lain yang menjadi wadah kosong bagi semua posisi struktural. Itulah sebabnya
seluruh komunikasi atau interaksi antara struktur terjadi dalam ruang kosong alias
Obyek=X mereka masing-masing.9

Deleuze menjelaskan ada empat aspek yang perlu diperhatikan dalam proses
identifikasi atas Obyek=X. Pertama memahami bagaimana Obyek itu
mensubordirnasikan tatanan yang lain dari struktur. Kedua memahami bagaimana
Obyek itu sendiri tersubordirnasi kepada tatanan lain. Ketiga, memahami
bagaimana seluruh Obyek=X dan tatanan struktur berinteraksi satu sama lain.
Keempat, memahami kondisi-kondisi tertentu dimana dimensi tertentu dari
9
Ibid., h. 176.

10
struktur tidak berkembang dengan sendirinya melainkan tetap berkoordinasi
kepada aktualisasi dari tatanan struktural yang lain.

Kriteria Ketujuh; Dari Subyek ke Praktik


Kriteria ketujuh atau terakhir dari strukturalisme ini mencakup mekasnisme
struktural yang memungkinkan proses subyektifitasi struktur itu teraktualisasi
ketika terdapat entitas-entitas Riil, katakanlah. Subyek yang menempati ruang
strukturalnya. Namun bukan berarti bahwa Subyek individual memiliki sifat
determinative atas struktur. Jauh sebelum proses tersebut ruang-ruang struktural
itu selalu terisi oleh elemen Simbolik. Maka bagi Deleuze, telah selalu terjadi
suatu penagihan remplissement yang azali atau mendahului pengisian subyek-
subyek Riil. Namun, dalam struktur itu tentu ada ruang kosong, yang tempatnya
tidak ada proses pemindah-tempatan relasional yang diperlukan oleh elemen-
elemen Simbolik untuk bersikulasi.10

Fase Akhir; Purifikasi Imanensi


Imanensi Absolut
Deleuze menulis sebuah essai tentang “Empirisme Transendental” artinya
pandangan yang menyatukan realitas dan pemahaman tentangnya, antara ada dan
pemikiran ke dalam suatu ranah yang melingkupi keduanya yaitu ranah Imanensi.
Dengan demikian tidak ada lagi distingsi antara Subyek dan Obyek. Konsep kata-
kata meja, sore hari, semuanya adalah koeksis dalam ranah yang sama, yakni
ranah transcendental ini mesti dibedakan dari “Transenden”; ranah imanensi itu
bersifat transendental namun Subyek dan Obyek bersifat transenden. Deleuze
menekankan bahwa dari ranah Imanensi ini tidak imanen pada sesuatu diluarnya.
Imanensi absolut adalah pada dirinya. Ia tidak dalam sesuatu pada sesuatu; ia
tidak bergantung pada Obyek atau pun dimiliki oleh Subyek ketika Imanensi

10
Ibid., h. 180.

11
bukan lagi Imanensi terhadap apa pun selain dirinya sendiri, barulah kita dapat
berbicara tentang ranah Imanensi.11

Daftar Pustaka
Suryajaya, Martin, Imanensi dan Transendensi; Sebuah Rekonstruksi atas
Ontologi dalam Tradisi Filsafat Prancis Kontemporer. Jakarta:
AksiSepihak, 2009.

Wikipedia, Gilless Deleuze, https://id.wikipedia.org/wiki/Gilles_Deleuze (diakses


pada 8 November 2018, pukul 21.00 WIB).

Wikipedia, Imanen, https://id.wikipedia.org/wiki/Imanen (diakses pada tanggal


November 2018, pukul 20.15 WIB).

Wikipedia, Transenden, https://id.wikipedia.org/wiki/Transenden (diakses pada


tanggal 9 November 2018, pukul 20.20 WIB).

11
Ibid., h. 183.

12

Anda mungkin juga menyukai