Anda di halaman 1dari 14

Mitos dan Kenikmatan Filsafat:

Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi

Alex Sobur

ABSTRAK

Filsafat memiliki sejumlah mitos yang sering mengurungkan minat orang mempelajarinya: filsafat itu
abstrak, sulit, tidak memiliki kegunaan praktis. Namun, sesungguhnya filsafat memiliki banyak
kegunaan: (1) filsafat dapat membantu untuk memperluas pandangan, menempatkan suatu bidang
ilmiah dalam perspektif yang lebih luas; (2) filsafat dapat membantu untuk belajar berpikir kritis dan
menganalisis segala masalah yang timbul secara tajam; (3) melalu filsafat, segala pemikiran dan
cara pengungkapannya dapat diasah dan dipertajam; (4) melalui studi filsafat, kita dapat mengerti
lebih mendalam dunia di mana kita hidup; (5) studi etika—sebagai salah satu cabang filsafat—dapat
menanamkan kesadaran etis dalam jiwa seseorang. Dalam dunia ilmu, secara teoretis filsafat
mampu memberikan pemahaman yang esensial tentang manusia, sehingga pada gilirannya kita bisa
meninjau secara kritis asumsi-asumsi yang tersembunyi di balik teori-teori yang terdapat di dalam
bidang ilmu kita masing-masing; secara praktis, filsafat berguna untuk mengetahui apa dan siapa
manusia secara menyeluruh. Berkaitan dengan komunikasi, filsafat meneliti komunikasi secara kritis
dan diakletis. Filsafat bersikap kritis, tidak pernah berpuas diri, selalu bersedia membuka kembali
perdebatan. Sikap kritis terhadap dirinya sendiri termasuk hakikat filsafat. Dialektis berarti bahwa
setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran tesis—antitesis dan antitesisnya
antitesis. Filsafat komunikasi adalah suatu disiplin yang menelaah pemahaman secara fundamental,
metodologis, sistematis, analitis, kritis, dan holistis, teori dan proses komunikasi yang meliputi
segala dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya, tekniknya, dan
metodenya. Filsafat mempersoalkan apakah hakikat manusia komunikan, dan bagaimana ia
menggunakan komunikasi untuk berhubungan dengan realitas lain di alam semesta ini. Filsafat
melihat posisi komunikasi dalam hubungan timbal balik antara manusia dan alam semesta.

Pengantar
sekali tidak merasa terbebani oleh segala gelar yang
Anda pernah mendengar nama Elie Abel? disandangnya. Ia masih mengajar, masih menulis,
Inilah kisahnya. Konon, setelah lebih dari 40 tahun masih gembira.
menjadi wartawan dan profesor, Elie Abel Mengapa Abel meninggalkan televisi untuk
menyandang begitu banyak gelar: Harry dan menjadi profesor dan dekan? “Saya semakin
Norman Chandler Professor of Communication kurang terpukau akan segi show-business dari
pada Universitas Standford; Godfrey Lowell Cabot pemberitaan televisi. Dulu dan sekarang saya rasa
Profesor dan Dekan Jurnalisme pada Universitas bahwa jaringan-jaringan mempunyai seluruh uang
Columbia; koresponden Washington dan luar di dunia tetapi tidak pernah ada cukup selera atau
negeri untuk New York Times; koresponden keberanian. Yang jadi minat utama adalah bahwa
Diplomatik dan kepala biro London, NBC News; penilaian peringkat dan pemberitaan dalam banyak
kepala biro Washington, Detroit News. Ia juga situasi sudah tergeser mundur oleh hiburan
penerima “Pulitzer Prize” untuk reportase populer yang murahan” (Rivers & Mathews, 1994).
internasional, dan sebagainya. Namun Abel sama Anda juga tahu John Stuart Mill? Berikut ini

Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 15
adalah kata-katanya yang terkenal: “Jika seluruh uang? Tetapi jika anak-anakmu dan cucu-cucumu
umat manusia memiliki pendapat yang sama, dan tumbuh menjadi orang-orang jahat, apa gunanya
hanya satu darinya yang berlainan, manusia yang uangmu?” Nada yang hampir mirip dikemukakan
lainnya itu tidak berhak untuk membungkam Themistocles dari zaman Yunani Kuno: “Aku lebih
pendapat orang yang satu ini; begitu pula jika or- memilih manusia tanpa uang, daripada uang tanpa
ang yang satu ini memiliki kekuasaan, ia tidak perikemanusiaan.”
berhak membungkam seluruh umat manusia”
(Sobur, 2001:295). Membungkam pendapat yang
tidak umum, kata Mill, bukan saja salah melainkan Mitos Filsafat
juga bisa menghancurkan karena tindakan ini Filsafat itu Abstrak. Demikianlah salah satu
mengandung arti dirampasnya kesempatan orang mitos yang kerap kita dengar setiap kali kita
lain untuk berkenalan dengan buah pikirannya yang berbincang soal filsafat. Konon, kata banyak or-
mungkin saja benar, atau pun setengah benar, ang, filsafat itu sangat sulit. Cuma sebagian kecil
sehingga membungkam segala pertukaran pikiran orang yang sanggup mempelajari atau
yang berarti menganut bahwa kita selalu benar memahaminya. Sesungguhnya memang ada
(Mill, 1948:14). banyak mitos tentang filsafat. Mitos-mitos itu
Apa yang dapat kita petik dari kisah Abel beredar tidak hanya di kalangan awam, tetapi juga
ataupun ucapan Mill di atas, keduanya, sebetulnya, pada sebagian agamawan, seniman, usahawan, dan
telah mengajarkan kita tentang filsafat hidup. sebagian ilmuwan.
Filsafat, betapapun ia mengagumkan, janganlah Sebagian agamawan, seperti dituturkan
dianggap terlalu serius,” begitu kata Robert C. Shodiq (dalam Palmquis, 2002:v), berpandangan,
Salomon dan Kathleen M. Higgins dalam bukunya memegang erat-erat kitab suci sebagai pegangan
Sejarah Filsafat. Kalau filsafat diartikan sebagai hidup sudah lebih dari cukup, sehingga filsafat
pemaksaan secara mendasar, radikal, total terhadap yang tidak menjanjikan kebenaran-mutlak tidaklah
apa yang ada, maka setiap manusia mempunyai diperlukan. Sebagian seniman merasa, filsafat tidak
filsafatnya masing-masing. Penjahat pun, kata akan membantu kita dalam menikmati keindahan.
Jakob Sumardjo (2003), memiliki filsafat hidup ini. Sebagian usahawan bilang, filsafat cuma
Rupa-rupa persoalan hidup manusia, itulah membuang-buang waktu karena dengan belajar
sumber filsafat. Itu pula sebabnya dalam pelajaran filsafat, kita tidak akan menghasilkan laba. Sebagian
filsafat pun kita mengenal “filsafat uang.” ilmuwan mengira, mereka berkewajiban untuk
Barangkali tak ada penemuan manusia yang begitu melepaskan diri secara total dari filsafat untuk
kontroversial seperti uang. Pembicaraan tentang mempertahankan keilmiahan mereka.
uang biasanya selalu dikaitkan dengan masalah Mitos-mitos tersebut membuat sebagian or-
moral. Baikkah uang itu, jahatkah uang itu? ang begitu skeptis terhadap yang namanya filsafat.
Bagaimana peran uang dalam kehidupan manusia? Lantas untuk apa kita belajar filsafat? Manfaat
Mereka yang tidak menyetujui uang apakah yang dapat kita peroleh dari belajar filsafat?
mengatakan bahwa uang adalah akar kejahatan. Kalau filsafat saja tidak berguna untuk apa pula
Uang itu seperti kotoran, kata Francis Bacon. Atau, kita belajar filsafat komunikasi? Apakah setiap ilmu
dalam kehidupan sehari-hari, orang sering berucap: itu memerlukan filsafat?
“Untuk apa kamu memburu uang seharian, kalau Memang harus kita akui, umumnya
kamu mati uang tak bisa kamu bawa” tentu saja masyarakat tidak mempunyai pandangan yang
demikian, karena di akhirat tak ada money changer. tinggi atau proporsional—untuk tidak mengatakan
Di akhirat, mata uangnya hanyalah amal baik. Maka meremehkan—ihwal filsafat. Kerap bisa kita
itu, pepatah Cina sering mengatakan: “Jika anak- saksikan tanda-tanda yang mengisyaratkan
anakmu dan cucu-cucumu tumbuh menjadi orang- kecenderungan yang meremehkan manfaat filsafat.
orang saleh, mengapa kamu masih memikirkan Lihatlah, sekadar untuk menyebut contoh, film

16 M EDIATOR, Vol. 5 No.1 2004


nasional kita, Taksi, yang diproduksi tahun 1990. memperluas pandangan calon sarjana. Dalam kuliah
Film ini disutradarai Arifin C. Noer (kini, sudah filsafat, mahasiswa diajak untuk melihat di luar
almarhum). Salah satu cuplikan dalam film tersebut tembok ilmu pengetahuan yang ditekuninya.
dikisahkan, Giyon (diperankan Rano Karno) Filsafat dapat membantu untuk menempatkan
mengakui dirinya sarjana filsafat, namun ia tidak bidang ilmiahnya dalam perspektif yang lebih luas.
tahu harus berbuat apa dengan ilmunya. Ia hanya Jika seorang sarjana hanya tahu tentang bidang
bisa bekerja sebagai sopir taksi. keahliannya sendiri, ia akan mempunyai
Sesuram itukah filsafat? Agaknya, di kalangan pandangan yang sempit. Filsafat ingin melihat
akademis pun, seperti pernah dilontarkan Franz keseluruhan dan tidak membatasi diri pada salah
Magnis-Suseno (1992:3), kedudukan filsafat jauh satu detail saja. Ia dapat memberi sumbangan yang
dari terjamin. “Kalau saya memperkenalkan diri berarti untuk memperoleh suatu pandangan
sebagai dosen filsafat pada seorang anggota elite holistik.
intelek Indonesia yang betul-betul ahli dalam salah Kedua, filsafat dapat membantu agar
satu bidang ilmiah, tak jarang saya mencium reaksi mahasiswa belajar berpikir kritis dan menganalisis
yang dia mau merahasiakannya, yaitu suatu segala masalah yang timbul secara tajam. Seorang
pertanyaan skeptis tentang di mana tempat filsuf ingin “melihat” ketika banyak orang lain
kesibukan filsafat dalam kalangan ilmu-ilmu, dan “menutup mata.” Ia ingin bersikap kritis terhadap
apa kita di Indonesia tidak sebenarnya memerlukan apa saja, termasuk ilmu pengetahuan empiris,
‘ahli yang sungguh-sungguh’, misalnya di bidang termasuk pula kegiatannya sendiri. Banyak orang
kedokteran, teknologi, ekonomi, dan sebagainya berpandangan berat sebelah dalam penalaran
daripada filosof,” tutur Magnis-Suseno. mereka, karena menerapkan pola berpikir yang serba
Kalau begitu, apa gunanya kita belajar filsafat? “hitam putih.” Ini malah berbahaya, karena bisa
Pertanyaan tentang “manfaat” tentu saja pada menimbulkan fanatisme dengan segala
ujung-ujungnya meminta jawaban yang bersifat konsekuensi negatifnya. Studi filsafat dapat
praktis dan konkret. Jawaban atas pertanyaan melatih kita untuk berpikir dengan nuansa-nuansa
tentang apa gunanya telepon adalah ‘untuk yang semestinya.
berkomunikasi’. Persis jawaban semacam ini tidak Ketiga, diharapkan pula bahwa filsafat
bisa diberikan oleh orang yang belajar filsafat. mempermudah bagi calon sarjana untuk
Filsafat itu tidak bisa menghasilkan teknologi mengungkapkan pemikirannya dengan jelas dan
seperti yang dengan sangat gemilang dibuktikan tepat. Dalam hal ini, terdapat hubungan erat antara
oleh ilmu-ilmu alam. Filsafat juga tidak bisa secara berpikir dan bahasa. Kalau bahasanya kacau, hal
langsung menghasilkan penataan sosial, seperti itu menandakan bahwa pemikirannya juga kacau.
yang bisa dilakukan sosiologi atau ekonomi. Sebaliknya, kalau berpikirnya tidak jelas,
Mengharapkan sebuah efek material tertentu dari perumusannya dalam bahasa juga tidak akan jelas.
filsafat sebenarnya tidaklah proporsional. Namun, Peribahasa Prancis mengatakan, qui se comprend
apakah filsafat lantas tidak berguna? bien s’explique bien (yang mengerti dengan baik,
dapat mengungkapkan pemikirannya dengan baik
pula). Jadi, dengan mempelajari filsafat, segala
Manfaat Filsafat pemikiran sekaligus cara pengungkapannya dapat
Dengan, terutama, mengarahkan perhatian ke diasah dan dipertajam.
peranan filsafat di fakultas non-filsafat, kita sebagai Keempat, manfaat lain yang bisa kita peroleh
mahasiswa, dosen, atau sekadar peminat biasa, dari studi filsafat ialah bahwa dari beberapa segi
sebetulnya bisa memperoleh banyak manfaat. kita mengerti lebih mendalam dunia di mana kita
Pelbagai manfaat itu, antara lain (Bertens, 1993: hidup. Orang yang memiliki sedikit bekal filsafat
42-43): seringkali akan lebih baik pemahamannya tentang
Pertama, filsafat dapat membantu untuk berbagai tema atau topik tulisan yang disajikan

Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 17
dalam media massa. Misalnya, di bidang politik manusianya (Beerling, dalam Tafsir, 2002). Yang
dan sosial, terdapat banyak aliran dengan latar dimiliki oleh manusia adalah kebudayaan. Yang
belakang filosofisnya: sosialisme, liberalisme, berdiri di belakang kebudayaan itu adalah agama
komunisme, totalitarisme, dan sebagainya. dan filsafat. Filsafat itu sendiri adalah bagian
Kelima, studi etika—sebagai salah satu penting atau inti kebudayaan. Agama dalam arti
cabang filsafat—pada khususnya dapat tertentu juga merupakan inti kebudayaan.
menanamkan kesadaran etis dalam jiwa sang calon Terlepas dari kegunaan filsafat di atas,
sarjana. Tentunya, setiap orang harus bertingkah persoalannya sekarang, kalau filsafat itu penuh
laku etis, tidak hanya terbatas pada orang yang dengan mitos, seperti disinggung di muka, apakah
pernah mempelajari etika. Namun demikian, dengan para filsuf kemudian menyarankan untuk
memperoleh pengetahuan lebih sistematis tentang menghilangkan atau membabat habis segala mitos
nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral, calon sarjana tersebut? Sama sekali tidak. Sebab, ada beberapa
bisa lebih siap untuk menjalankan profesinya nanti mitos yang tak dapat dilenyapkan. Bahkan, filsafat
dengan lebih baik. pun sesungguhnya membutuhkan mitos tertentu.
Jadi, secara teoretis filsafat mampu Dan mitos itu, sebagaimana dikatakan Muhammad
memberikan kepada kita pemahaman yang esensial Shodiq (dalam Palmquis, 2002:vi), memberi hasil
tentang manusia, sehingga pada gilirannya kita positif yang luar biasa. Umpamanya, mitos bahwa
bisa meninjau secara kritis asumsi-asumsi yang “filsafat itu laksana pohon.” Saya hanya ingin
tersembunyi di balik teori-teori yang terdapat di sekali berbagi keyakinan saya kepada Anda, seperti
dalam ilmu-ilmu tentang manusia. Sedangkan halnya Stephen Palmquis telah membagi
secara praktis filsafat bukan saja berguna untuk keyakinannya kepada saya lewat buku bagusnya,
mengetahui apa dan siapa manusia secara The Tree of Philosophy (Pohon Filsafat) bahwa
menyeluruh, melainkan juga untuk mengetahui semua orang yang berakal sehat bisa mempelajari
siapakah sesungguhnya diri kita di dalam atau memahami filsafat dan bahkan mampu
pemahaman tentang manusia yang menyeluruh itu. berfilsafat.
Pemahaman yang demikian pada gilirannya akan Tetapi, untuk mencapai tingkat “siap
memudahkan kita dalam mengambil keputusan- memahami” filsafat, kita tentu saja mesti memahami
keputusan praktis atau dalam menjalankan aktivitas konsep-konsep dasarnya; kita harus mengerti
hidup kita sehari-hari; dalam mengambil makna dari istilah-istilah yang mereka pergunakan.
setiap peristiwa yang setiap saat kita jalani; dalam Perkembangan sejarah filsafat, sebagaimana
menentukan arah dan tujuan hidup kita yang banyak ditulis para filsuf, sebetulnya merupakan
umumnya penuh dengan ketidakpastian. akumulasi dari segala peristilahan itu. Tanpa
Dalam pandangan Ahmad Tafsir, belajar memahami istilah-istilah tersebut, betapapun
filsafat merupakan salah satu bentuk latihan untuk baiknya filsuf itu bertutur, kita tetap saja sulit
memperoleh kemampuan berpikir serius. mengerti. Misalnya saja, dapatkah Anda memahami
Kemampuan ini akan memberikan kemampuan uraian Stanley J. Grenz (1996) tentang sebuah
memecahkan masalah secara serius; menemukan “percakapan hermeneutis” berikut ini:
akar persoalan yang terdalam; menemukan sebab Gadamer bukan hanya mencetuskan sebuah teori
terakhir suatu penampakan (Tafsir, 2002:19). sastra baru di sini. Konsepnya mempunyai
Memang, tidak semua orang memerlukan implikasi yang luas sampai mencakup seluruh
filsafat. Namun, orang-orang yang ingin ikut realitas hidup ini. Seperti Nietzsche dan Heidegger,
terlibat dalam membangun dunia seyogianya ia menggunakan pengalaman seni untuk memahami
mengetahui ajaran-ajaran filsafat. Hal ini penting, hubungan antara bahasa dan realitas. Ia
sebab dunia ini sesungguhnya dibangun oleh dua menyimpulkan bahwa pada dasarnya hubungan
kekuatan besar, yakni agama dan atau filsafat. Jika kita dan dunia bersifat linguistik. Dari area linguistik
ini muncullah makna.
kita tahu filsafatnya, kita akan tahu tentang

18 M EDIATOR, Vol. 5 No.1 2004


Konsep Gadamer ini (seperti juga Nietzsche dan ence vecue) tersebut atau Lebenswelt tersebut yang
Heidegger) menyingkirkan epistemologi juga disebut dunia irreflechi. Seluruh efektivitas
pencerahan. Makna tidak menyatu dalam realitas bergantung pada cogito prareflektif. Cogito reflektif
ini, seolah-olah dapat disingkapkan oleh “subjek (kesadaran reflektif) adalah tematisasi cogito
yang mengetahui” (knowing-self). Sang subjek tidak prareflektif. Tanpa cogito prareflektif, cogito
sedang menyingkapkan makna yang tersembunyi; reflektif akan berlangsung in vacuo.
yang disebut “makna” baru ada setelah sang penafsir
terlibat dalam dialog dengan “teks” realitas dalam
Menyimak kutipan-kutipan di atas boleh jadi
dunia. kita dibuat putus asa atau frustrasi. Frustrasi karena
Gadamer memberikan dasar yang lebih luas untuk kita seolah dibuat tidak berdaya oleh serentetan
menolak pandangan Descartes terhadap diri istilah dan nama-nama yang “menyerbu” pikiran
manusia dan pandangan rasionalitas modern. kita. Kutipan di atas sukar kita pahami jika kita tidak
Percakapan kita dengan sebuah teks bukanlah mengerti istilah-istilah tentang “realitas,” “makna,”
sebuah acara yang kita adakan. Percakapan kita “epistemologi pencerahan,” “knowing self,”
dengan teks adalah sebuah permainan (game) di “teks,” “pandangan rasionalitas modern,”
mana kita berpartisipasi di dalamnya.
“permainan (game),” “ada,” “ada yang sedang
Atau, dapatkah Anda memahami buah pikiran mengada,” “cogito,” “kesadaran prareflektif,” “de
Heidegger tentang konsep “ada” yang memang facto,” “lebenswelt,” “irreflechi,” “in vacuo”;
sukar diikuti ini sebagaimana dijelaskan van juga mengenai nama-nama Gadamer, Nietzsche,
Peursen (1991:96): Heidegger, Descartes, Sartre. Tentu saja kita bisa
Heidegger menjelaskan, bahwa “ada” itu bukanlah
membaca buku-buku filsafat yang berkaitan
sebuah konsep yang umum. Dan bukan pula sebuah dengan itu. Salah satunya adalah Kamus Filsafat.
benda di belakang benda-benda lainnya, semacam Untuk memahami “realitas” saja, misalnya,
dasar purba atau sebab awal. Bukan juga sesuatu filsafat justru memulai dengan sebuah pertanyaan:
“ada” yang meliputi segala-galanya dan yang antara “untuk apa mempersoalkan realitas?” Menafsirkan
lain menjadi khusus dalam diri manusia. Mengenai apa itu “realitas” menjadi sangat penting guna
“ada” itu tak dapat diberikan sebuah definisi mewujudkan realitas itu sendiri, teristimewa dalam
seolah-olah merupakan esensi sesuatu barang; realitas sosial.
setiap deskripsi yang memberikan konsep-konsep
Setidaknya, ada tiga macam metode
sudah bertolak pada eksistensi yang konkret. Baik
Heidegger maupun Sartre, tetapi masing-masing
mempelajari filsafat (Tafsir, 2002:20): metode
dengan caranya sendiri, menegaskan bahwa sistematis, metode historis, dan metode kritis.
eksistensi mendahului esensi. Tetapi manusia yang Dengan belajar filsafat melalui metode
hidup dalam waktu dan yang sifatnya kontingen sistematis, perhatian kita terpusat pada isi filsafat,
mempunyai pertalian hakiki dengan “ada” itu. bukan pada tokoh atau periode. Dengan
“Ada” lantas kita bayangkan sebagai sebuah kata menggunakan metode sistematis berarti kita
kerja, sebuah peristiwa: ada yang sedang mengada. menghadapi karya filsafat. Selanjutnya, metode
Dalam hidup sehari-hari kita melihat seorang tukang historis digunakan jika kita mempelajari filsafat
yang sedang bekerja. Pagi hari ia datang, kemudian
dengan cara mengikuti sejarahnya, dalam arti
melaksanakan pekerjaannya. Tetapi “ada” ini
merupakan pelaksanaannya sendiri.
mengikuti sejarah pemikiran. Ini dapat dilakukan,
misalnya, dengan membicarakan tokoh demi tokoh
Simak pula penjelasan Poespoprodjo (1987:14) menurut kedudukan dalam sejarah. Kemudian,
ihwal kesadaran prareflektif seperti kutipan di metode kritis digunakan oleh mereka yang
bawah ini: mempelajari filsafat tingkat intensif. Berbeda
Betapa pentingnya kesadaran prareflektif (un dengan dua metode lainnya, metode ini memerlukan
cogito prereflexif ) sulit untuk dilebih-lebihkan. Dari prasyarat, yakni pengetahuan dasar filsafat,
sinilah filsafat bertolak, bahkan de facto kesadaran pengetahuan ala kadarnya.
reflektif, diumpan oleh pengalaman hidup (experi- Awal dari filsafat adalah bertanya. Bertanya

Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 19
tentang apa saja. Dengan kata lain, filsafat yaitu realitas yang berada di dalam dirinya yang
mempersoalkan realitas. Dua unsur yang penting menyangkut kehendak dan kesadarannya. Jadi,
dalam berfilsafat adalah “mempersoalkan” dan ternyata realitas yang Anda persoalkan itu, yang
“realitas”. Kedua kata ini tidak segera menjadi jelas. bernama “kemiskinan”, bisa memiliki banyak arti.
Untuk memahaminya diperlukan sebuah deskripsi, Realitas itu bisa berarti realitas alamiah, realitas
keterangan, atau penjelasan yang panjang. sosial, realitas-mirip alam, realitas sebagaimana
Penjelasan pendek tentang masalah “kemiskinan” adanya, realitas yang seharusnya, realitas
berikut ini, misalnya, barangkali juga bisa sebagaimana kita menafsirkannya, dan seterusnya.
membantu Anda menuju ke pemahaman sederhana Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa
ihwal “realitas”: antara orang yang mempersoalkan dan realitas itu
Peristiwa bencana alam yang menimpa sendiri terjadi hubungan timbal-balik (Hardiman,
tetangga Anda dulu sehingga turut membuatnya 2003:16).
miskin adalah sebuah realitas. Lalu, sikap terhadap
peristiwa itu, misalnya memandangnya sebagai Kenikmatan Filsafat
takdir yang menentukan kemiskinannya, juga
sebuah realitas. Begitu pun, pesta perkawinan Jika konsep-konsep dasar dan istilah-istilah
yang mahal untuk menampilkan diri sebagai warga filsafat—seperti dalam hal memahami konsep atau
terhormat, itu pun sebuah realitas. Jaringan lintah istilah “realitas”—sudah Anda pahami, maka mitos
darat yang menghisap tetangga itu, sampai pada bahwa filsafat itu abstrak, atau bahwa filsafat itu
ajaran guru-gurunya, pidato-pidato para pejabat, sulit, akan berubah atau berganti menjadi suatu
khotbah-khotbah para tokoh agama, pergaulan kenikmatan, sesuatu yang manyenangkan.
dengan teman-teman sekampungnya, juga realitas. Simaklah, misalnya, prosa liris dari Will Durrant
Perang teluk, susunan ekonomi dunia, tertib moral ketika ia memulai bukunya yang terkenal, The Story
internasional, ekspor migas, nonmigas, pajak, of Philosophy: The Lives and Opinions of the
pungutan, budget negara, devisa, modal, dan Greater Philosophers:
distribusi, semuanya ini yang turut mempermudah Ada kenikmatan dalam filsafat, dan ada pesona
atau mempersulit masyarakat Indonesia, warga bahkan pada fatamorgana metafisika. Inilah yang
kampungnya, dan akhirnya sampai kepada “nasib”- dirasakan setiap pencari ilmu sebelum kebutuhan
nya, juga sebuah realitas. Ternyata, kata “realitas” hidup jasmaniah menyeretnya dari puncak
masih membutuhkan banyak keterangan pemikiran ke lorong pasar perjuangan ekonomi.
Kebanyakan di antara kita tahu hari-hari indah dalam
(Hardiman, 2003).
puncak kehidupan kita ketika filsafat menjadi apa
Meski demikian, berdasarkan ilustrasi di atas, yang disebut Plato ‘kebahagiaan yang tercinta’;
sedikitnya Anda mulai bisa menangkap apa yang ketika kecintaan kepada Kebenaran (yang agak
dimaksud dengan “realitas.” Peristiwa alam sukar dicapai itu) tampak jauh lebih mulia daripada
merupakan realitas yang berbeda dari realitas- nafsu hewani dan sampah duniawi. Dan selalu ada
realitas yang lain, misalnya, khotbah-khotbah, saja sisa-sisa kerinduan—dalam diri kita—akan daya
pidato-pidato, jaringan lintah darat, dan tarik kebijaksanaan yang awal itu (Durant, 1982).
seterusnya. Yang satu peristiwa alam, yang lainnya Begitulah Durant. Ia tidak menulis filsafat
peristiwa manusiawi. Yang satu realitas alamiah, sebagaimana umumnya para filsuf. Ia menulis,
sedang yang lain realitas sosial. Yang satu terjadi seperti novelis. Filsafat dalam tangannya,
karena proses-proses alamiah, yang lain terjadi meminjam kata-kata Jalaluddin Rakhmat (1995),
karena proses-proses hubungan antarmanusia. bukan lagi arus gagasan yang mengernyitkan dahi;
Kedua realitas itu berada di luar diri tetangga itu. tetapi garis-garis pelangi yang menyinari hati.
Namun, bagaimana dengan sikapnya, Kenikmatan filsafat lain juga bisa kita jumpai
pandangannya, pikirannya, perasaannya terhadap dalam Sophie’s World (1991) buah karya Jostein
realitas objektif itu? Ini pun realitas jenis lain lagi, Gaarder. Sophie’s World ini adalah sebuah novel

20 M EDIATOR, Vol. 5 No.1 2004


tentang sejarah filsafat sejak awal adalah teman kebijaksanaan.
perkembangannya di Yunani hingga abad kedua Pythagoras (572-497) adalah orang pertama
puluh. Buku ini pertama kali terbit pada 1991 dalam yang memakai kata philosophia. Begitu menurut
bahasa Norwegia dengan judul Sofie’s Verden dan versi sejarah. Ketika ditanya apakah ia seorang
hingga kini telah diterjemahkan ke dalam lebih dari bijaksana, maka dengan rendah hati Pythagoras
30 bahasa di seluruh dunia, termasuk bahasa In- menyebut dirinya sebagai philosophos, pencinta
donesia. Di sini, kita mengenalnya dengan judul kebijaksanaan (lover of wisdom).
Dunia Sophie (1996). Banyak sumber yang menegaskan bahwa
Berbeda dengan Elements of Philosophy-nya sophia mengandung arti yang lebih luas dari
Louis O. Kattsoff yang menggunakan pendekatan sekadar kebijaksanaan. Dalam kata sophia juga
analitis dengan berbagai variasinya, atau karya terkandung makna, antara lain (Mudhofir, 1996:2):
A.C. Ewing, The Fundamental Questions of Phi- (1) kerajinan, (2) kebenaran pertama, (3)
losophy, yang cenderung menerapkan pendekatan pengetahuan yang luas, (4) kabajikan intelektual,
eksistensial; berbeda pula dengan bukunya Mark (5) pertimbangan yang sehat, dan (6) kecerdikan
B. Woodhouse, A Preface to Philosophy, yang dalam memutuskan hal-hal praktis. Dengan
lebih menekankan pada pendekatan metodologis, demikian, asal mula kata filsafat itu sangat umum,
pada buku Sophie’s World-nya Gaarder, kita bisa yang pada pokoknya adalah mencari keutamaan
temukan sebuah pendekatan yang berbeda, yakni mental (the pursuit of mental excellence).
pendekatan historis. Metode ini, dalam penilaian Mulanya memang filsafat diartikan sebagai
para penikmat filsafat, sering dipandang baik bagi the love of wisdom atau love for wisdom. Pada
para pemula. Hal ini barangkali cukup beralasan, fase ini, filsafat berarti sifat seseorang yang
sebab dalam pendekatan ini, pemikiran para filsuf berusaha menjadi orang yang bijak atau sifat yang
terpenting dan latar belakang mereka dipelajari ingin atau cinta pada kebijaksanaan. Pada fase ini,
secara kronologis. filsafat juga berarti sebagai kerja seseorang yang
berusaha menjadi orang yang bijak. Jadi, yang
pertama filsafat sebagai sifat, dan yang kedua
Memahami Filsafat filsafat sebagai kerja (Tafsir, 2002:11).
Filsafat termasuk ilmu pengetahuan yang pal- Dari segi lain, filsafat juga bisa kita pahami
ing luas cakupannya. Oleh karena itu, langkah sebagai suatu sikap hidup, sebagai suatu metode,
pertama untuk memahami filsafat adalah meninjau sebagai kelompok persoalan, sebagai kelompok
dari segi etimologi, segi asal-usul kata itu. teori atau sistem pemikiran, sebagai analisis logis
Istilah “filsafat” dalam bahasa Indonesia dalam memahami bahasa dan makna istilah, dan
memiliki padanan kata falsafah (Arab), philoso- sebagai usaha untuk memperoleh pandangan yang
phy (Inggris), philosophia (Latin), philosophie menyeluruh (Mudhofir, 1996:2-6).
(Jerman, Belanda, Prancis). Semua istilah tersebut Apa yang disebut sikap itu, menurut
bersumber pada istilah Yunani, philosophia. Istilah Thustone (dalam Edwards, 1957), adalah “derajat
Yunani philein berarti “mencintai”, sedangkan afek positif atau afek negatif terhadap objek
philos berarti “teman”. Selanjutnya istilah sophos psikologis.” Secord & Backman (1964)
berarti “bijaksana,” sedangkan sophia berarti menyebutnya sebagai “keteraturan tertentu dalam
“kebijaksanaan”. hal afeksi (perasaan), kognisi (pemikiran), dan
Secara etimologis, sebetulnya ada dua arti dari predisposisi konasi (tindakan) seseorang terhadap
filsafat yang sedikit berbeda. Pertama, jika istilah suatu aspek di lingkungan sekitarnya.” Sebagai
filsafat mengacu pada asal kata philein dan suatu sikap hidup, filsafat selalu mengkritisi
sophos, maka artinya mencintai hal-hal yang pelbagai problema kehidupan dan alam semesta
bersifat bijaksana. Kedua, jika filsafat mengacu secara luas, tenang, dan mendalam.
pada asal kata philos dan sophia, maka artinya Sebagai suatu metode, filsafat menawarkan

Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 21
metode berpikir secara reflektif (perenungan Marx, dan August Compte. Teori atau sistem
mendalam), penyelidikan yang menggunakan pemikiran filsafati itu dimunculkan oleh masing-
argumentasi, berpikir secara teliti dan hati-hati. masing filsuf untuk menjawab masalah-masalah
Istilah metode itu sendiri mengandung makna seperti yang dikemukakan di atas. Besarnya kadar
sebagai “cara bertindak menurut sistem aturan subjektivitas seorang filsuf dalam menjawab
tertentu” (Bakker, 1986:10). Dengan metode masalah-masalah itu, tentu saja, menjadikan kita
dimaksudkan supaya kegiatan praktis sulit untuk menentukan teori atau sistem pemikiran
terlaksanakan secara rasional dan terarah, agar yang baku dalam filsafat. Perbedaan itu disebabkan
mencapai hasil optimal. Filsafat berupaya oleh perbedaan konotasi filsafat, pengaruh
memikirkan seluruh pengalaman manusia secara lingkungan dan pandangan hidup yang berbeda,
jelas dan mendalam. Suatu perenungan serta akibat perkembangan filsafat itu sendiri.
kefilsafatan tidak boleh mengandung pernyataan- Definisi James melihat konotasi filsafat pada
pernyataan yang saling bertentangan (Kattsoff, pemikiran tentang sesuatu yang tidak bisa lagi
1996:9). diusahakan oleh sains, karena itu filsafat dikatakan
Sebagai kelompok persoalan, filsafat melihat sebagai “kumpulan pertanyaan yang tidak pernah
adanya persoalan-persoalan abadi (perennial terjawab oleh sains secara memuaskan” (Tafsir,
problems) yang dihadapi manusia. Misalnya, 2002:12).
apakah kebenaran itu? Apakah perbedaan antara Dalam hal filsafat sebagai analisis logis
benar dan salah? Apa makna kehidupan manusia tentang bahasa dan penjelasan makna istilah, di
di dunia? Apakah manusia mempunyai kehendak sini dimaksudkan bahwa kebanyakan filsuf kerap
bebas untuk menentukan nasibnya sendiri ataukah menggunakan metode analisis untuk menjelaskan
sudah ditentukan oleh Tuhan. Pertanyaan- arti suatu istilah dan pemakaian bahasa. Para filsuf
pertanyaan semacam itu tidak mudah dijawab, mengatakan bahwa analisis tentang makna bahasa
sebab akan memunculkan pertanyaan susulan merupakan tugas pokok filsafat dan tugas analisis
terus-menerus. Di sinilah tugas para filsuf untuk konsep sebagai satu-satunya fungsi filsafat. Para
bisa berusaha memikirkan sekaligus menjawab filsuf analitika seperti G.E. Moore, Bertrand Russell,
persoalan-persoalan tersebut. Ludwig Wittgenstein, G. Ryle, dan J.L. Austin
Konon, orang yang mula-mula sekali berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah
menggunakan akal secara serius adalah orang menyingkirkan kekaburan-kekaburan dengan cara
Yunani yang bernama Thales (624-546 SM). Orang menjelaskan arti istilah-istilah atau ungkapan yang
inilah yang digelari “Bapak Filsafat” (Tafsir, 2002:1). dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dipakai dalam
Gelar itu diberikan kepadanya karena ia kehidupan sehari-hari. Menganalisis berarti
mengajukan pertanyaan yang aneh, “What is the menetapkan arti secara tepat dan memahami saling
nature of the world stuff?” Apakah sebenarnya hubungan di antara arti-arti tersebut. Sebutlah,
bahan alam semesta ini? Ia sendiri menjawabnya: umpamanya, tentang “ada”. Kata “ada”, jika kita
air. Sejak itu, silih bergantilah para filsuf analisis, ternyata dapat mengandung nuansa arti.
sezamannya dan sesudahnya memberikan Apakah “ada”-Nya Tuhan sama dengan “ada”-
jawabannya. Kian lama persoalan yang dipikirkan nya manusia? Kalau dikatakan surat kabar, radio,
manusia, semakin rumit dan luas pula atau televisi itu “ada”, apakah sama dengan “ada”-
pemecahannya. nya manusia? Dengan begitu, kata “ada” bisa
Sebagai sekelompok teori atau sistem berarti “ada dalam ruang-waktu”, “ada secara
pemikiran, maka sejarah filsafat selalu ditandai transenden”, “ada dalam pikiran” atau “mungkin
dengan pemunculan teori-teori atau sistem-sistem ada”.
pemikiran yang terlekat pada nama-nama filsuf Untuk pertama kalinya buah pikiran yang
besar sebutlah, misalnya, Socrates, Plato, mulai mengagetkan manusia awam dilontarkan
Aristoteles, Thomas Aquinas, Spinoza, Hegel, Karl Heraclitus yang hidup pada sekitar tahun 500-an

22 M EDIATOR, Vol. 5 No.1 2004


SM, yaitu ketika ia menyatakan bahwa sebenarnya Teori nilai pada intinya membicarakan
yang sungguh-sungguh ada, yang hakikat, ialah kegunaan pengetahuan seperti diuraikan di atas.
gerak dan perubahan. Jadi, bila orang awam melihat Kegunaan filsafat itu sesungguhnya sangatlah
sebuah patung dini hari yang diam, sesungguhnya luas. Di mana pun dan pada apa pun diterapkan, di
patung itu bergerak dan berubah terus. Indera situ filsafat memiliki kegunaan. Jika digunakan
kitalah, kata Heraclus, yang tertipu atau yang dalam pendidikan, kita akan melihat bahwa filsafat
menipu. Lantas, filsuf lain, Parmanides—juga or- berguna bagi pendidikan; bila digunakan dalam
ang Yunani—berhasil menyusun argumentasi bahasa, ia berguna dalam bahasa; bila digunakan
sebaliknya bahwa yang hakikat, yang sungguh- dalam komunikasi, ia pun berguna dalam
sungguh ada, ialah diam, tetap, tak berubah, tak komunikasi; dan seterusnya.
bergerak. Jika kita melihat anak panah yang Agaknya, cukup sampai di sini perbincangan
meluncur dari busurnya, sebetulnya anak panah kita tentang filsafat. Tidak pada tempatnya jika saya
itu diam, alias tidak bergerak. menguraikan filsafat secara detail dalam uraian
Jika dikatakan bahwa filsafat itu merupakan singkat ini. Anda, tentunya, bisa membaca buku-
usaha untuk memperoleh pandangan menyeluruh, buku lain yang secara khusus membahas ihwal
ini berarti bahwa filsafat mencoba menggabungkan filsafat secara lebih komprehensif.
kesimpulan-kesimpulan dari berbagai ilmu dan
pengalaman manusia menjadi suatu pandangan
dunia yang konsisten. Para filsuf berhasrat
Filsafat Komunikasi
meninjau kehidupan tidak dengan perspektif yang Awal dari suatu penguasaan ilmu ialah
khusus seperti dilakukan seorang ilmuwan. Para menguasai filsafat ilmunya. Suatu ilmu adalah
filsuf memakai pandangan yang menyeluruh suatu keutuhan pendapat-pendapat yang tersusun
terhadap kehidupan sebagai suatu totalitas. secara sistematis dan terangkai secara logis satu
Secara garis besar, filsafat mempunyai tiga sama lain, biasanya selama berabad-abad,
cabang utama, yaitu (Suriasumantri,1999; Tafsir, disesuaikan dan dikembangkan dengan kemajuan
2002): teori pengetahuan (epistemologi), teori masyarakat di mana ia berkembang. Boleh jadi,
hakikat (ontologi), dan teori nilai (aksiologi). suatu saat suatu cabang ilmu berkembang menjadi
Teori pengetahuan pada dasarnya membahas suatu ilmu tersendiri. Hal itu terjadi, antara lain,
secara mendalam segenap proses yang terlihat dengan ilmu politik, sosiologi, dan ilmu komunikasi
dalam upaya kita untuk memperoleh pengetahuan. yang melepaskan diri dari ilmu hukum. Suatu
Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh (rumpun) ilmu adalah ibarat suatu pohon beriringan
melalui proses tertentu yang dinamakan metode yang makin lama makin tegak dan kian kukuh.
keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan, tak
dengan buah pemikiran yang lainnya. Karena ilmu terkecuali ilmu komunikasi, mempunyai filsafatnya.
merupakan sebagian dari pengetahuan, yakni Hal ini disebabkan oleh perkembangan ilmu-ilmu
pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu, pada umumnya, yang pada masa lampau
maka ilmu dapat juga disebut pengetahuan berpangkal pada filsafat. Sedemikian besarnya
keilmuan. pengaruh dari peranan filsafat di masa lampau
Teori hakikat membahas semua objek, dan terhadap ilmu pengetahuan, sehingga filsafat
hasilnya ialah pengetahuan filsafat. Apa yang sering disebut-sebut sebagai “ibu dari semua ilmu
dimaksud hakikat itu? Hakikat ialah realitas; realitas pengetahuan” (Susanto, 1995:vii).
ialah ke-real-an; “real” artinya kenyataan yang Sudah sejak lama filsafat menaruh perhatian
sebenarnya; jadi, hakikat adalah kenyataan yang pada komunikasi (Rakhmat, 1994:8). Setidaknya,
sebenarnya, keadaan sebenarnya tentang sesuatu, sejak kelompok Sophist yang menjual retorika pada
bukan keadaan sementara atau keadaan yang orang-orang Yunani. Aristoteles, misalnya, pernah
menipu, bukan pula keadaan yang berubah. menulis tiga jilid buku yang berjudul De Arte

Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 23
Rhetorica, yang oleh para komunikolog disebut- mempunyai hak untuk berada dan dianggap benar,
sebut sebagai buku pertama tentang retorika yang sehingga tidak bisa begitu saja ditiadakan atau
paling sistematis dan paling lengkap. Namun, dianggap tidak benar oleh proposisi lawannya. Di
filsafat tidak melihat komunikasi sebagai alat untuk sini jelas bahwa pemikiran dialektis menolak
memperkokoh tujuan kelompok, seperti halnya pemikiran yang sama sekali formal. Pemikiran for-
pandangan sosiologi. Filsafat meneliti komunikasi mal dapat membayangkan secara abstrak adanya
secara kritis dan diakletis. Disebut kritis dalam arti satu kebenaran yang dapat meniadakan kebenaran-
bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah kebenaran lainnya. Sedangkan pemikiran dialektis
membiarkan sesuatu sebagai sudah selesai, selalu menekankan isi atau substansi dari masing-masing
bersedia, bahkan senang, membuka kembali kenyataan empiris yang tidak boleh saling
perdebatan. Filsafat secara hakiki memerlukan dan mengecualikan. Ini berarti pemikiran dialektis
menyenangi debat. Sikap kritis terhadap dirinya tertuju pada pendekatan yang lebih kaya dan
sendiri termasuk hakikat filsafat. Berpikir kritis mendalam.
sesungguhnya juga adalah berpikir dialektis. Keempat, berpikir dialektis berarti berpikir
Dialektis berarti bahwa setiap kebenaran menjadi dalam kerangka kesatuan teori dan praxis. Kerap
lebih benar dengan setiap putaran tesis—antitesis terjadi kesalahpahaman bahwa persoalan kesatuan
dan antitesisnya antitesis. teori dan praxis dianggap sebagai persoalan
Ihwal berpikir dialektis ini mungkin akan lebih bagaimana suatu teori itu applicable (dapat
jelas kalau kita merujuk pada pendapat Hegel dalam diaplikasikan) untuk suatu kehidupan praktis.
karya utamanya, The Phenomenology of Mind Kesalahpahaman ini muncul akibat kurangnya
(1966:234-240). Hegel mengkategorikan pengertian akan asal-usul persoalan kesatuan teori
dialektikanya itu ke dalam empat pengertian. dan praxis.
Pertama, berpikir secara dialektik berarti Jika bangsa Yunani kuno telah memiliki
berpikir dalam totalitas. Maksud totalitas di sini sinonim untuk istilah komunikasi maka kata itu
bukan sekadar keseluruhan, di mana unsur- adalah retorika, suatu kata yang tetap
unsurnya yang bertentangan berdiri sejajar. dipertahankan dalam bahasa Inggris, namun
Namun, pengertian totalitas itu lebih dimaksudkan disertai modifikasi yang luas dalam artinya (Fisher,
sebagai keseluruhan yang mempunyai unsur-unsur 1986:18).
yang saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), Kini, kita mempergunakan istilah retorika
saling berkontradiksi (melawan dan dilawan), dan (kerap dengan disertai awalan ‘hanya’) untuk
saling bermediasi (memperantarai dan diantarai). memberikan arti omong kosong, lazimnya bersifat
Kedua, seluruh proses dialektis itu dibuat-buat, dan dengan kekhasan yang
sebenarnya merupakan “realitas yang sedang mengorbankan kebenaran ataupun pemikiran yang
bekerja” (working reality). Di sini akan menjadi mendalam, seperti dalam ungkapan “Ah, itu ‘kan
jelas bahwa proses dialektis yang meliputi, cuma retorika saja.” Tetapi, dua ribu tahun yang
kontradiksi, negasi, dan mediasi itu bukan semata- lalu istilah itu menunjuk kepada suatu bidang studi
mata abstrak melainkan terjadi dalam realitas. yang dipandang sangat tidak dapat diabaikan dan
Ketiga, berpikir dialektis berarti berpikir dalam sangat berharga untuk mencapai sukses dalam
perspektif empiris-historis (Magnis, 1982:72-94; masyarakat Yunani kuno.
Sindhunata1983:36). Dalam hal ini perlu dibedakan Aristoteles merumuskan retorika sebagai
antara kontradisksi dialektis dan kontradiksi logis. bidang studi yang meliputi semua sarana persuasi
Menurut logika tradisional, dua proposisi (tesis yang mungkin bisa diperoleh dan selanjutnya
dan antitesis) tidak pernah benar kedua-duanya. menskematiskan sarana itu di bawah rubrik ethos,
Menurut pemikiran dialektis, anggapan tersebut pathos, dan logos yang luas. Ethos sama dengan
sangat tidak memadai dengan kenyataan empiris konsep komunikator dewasa ini atau kredibilitas
historis. Dalam kenyataan empiris, setiap proposisi sumber. Pathos dapat diartikan sebagai bukti yang

24 M EDIATOR, Vol. 5 No.1 2004


tidak logis dan telah sering diartikan, dalam arti hilang sebagai subbidang kajian—dalam arti yang
yang disederhanakan secara berlebihan sebagai tinggal hanya istilah komunikasi saja sebagai
penunjuk pada premis emosional yang mendasari istilah yang akan membedakan ilmu itu dari yang
atau secara implisit terkandung di dalamnya. Logos lain dalam suatu universitas—perubahan seperti
mencakup imbauan berdasar argumen yang logis, itu barangkali, sebagaimana anggapan para pakar
landasan formal yang oleh Aristoteles dipandang komunikasi, memang tidak dapat dihindari lagi.
lebih banyak sebagai entimem retoris daripada Namun, bagaimanapun, tradisi retorika yang
silogisme logis. Ini, seperti dikutip Fisher (1986:19), mendasari evolusi studi komunikasi dewasa ini,
dikembangkan dalam pengungkapan sistem logika tak akan pernah hilang atau pun dibuang.
Aristoteles dalam Organon.
Pelbagai gerakan yang mengutamakan
tatacara berpidato dari abad ke-19 (dan pada Persoalan Filsafat Komunikasi
permulaan abad ke-20 di Amerika Serikat) Selama manusia bertanya ihwal dunia, mereka
memberikan penekanan pada ketentuan ucapan diganggu oleh misteri sifat manusia. Aktivitas
atau penyampaian. Adanya penekanan pada aspek hidup kita yang paling umum—hal-hal yang kita
semacam itu lebih lanjut telah meningkatkan yakini—menjadi teka-teki besar manakala kita
ketidaksenangan orang atas para pembicara yang mencoba memahaminya. Komunikasi
amat berlebihan mematuhi tatacara berbicara, berhubungan dengan seluruh kehidupan manusia,
pembicara yang berbicara asal saja, serta pembicara dan setiap studi terhadap aktivitas manusia harus
yang tinggi-rendah nadanya terlalu khas menyentuhnya. Beberapa pakar memperlakukan
(stereotip). Gerakan yang mengutamakan tatacara komunikasi sebagai sentral, sementara yang lain
berpidato ini telah mengembangkan suatu zaman melihatnya lebih sebagai pelengkap, namun
yang lebih baru dan lebih modern lagi. komunikasi selalu berada di sana (Littlejohn,
Berdasarkan ulasan di atas dapatlah 2002:2).
dimengerti mengapa, misalnya, studi komunikasi Apa pun pendapat orang tentang komunikasi,
dewasa ini mencakup tradisi lisan, namun dan batasan apa pun yang coba untuk
perbedaan-perbedaan evolusioner yang ada dalam diketengahkan dari seribu satu macam definisi,
kebudayaan telah memperluas studi itu sehingga namun ada satu kata kiranya yang akhir-akhir ini
mencakup fenomena lain, ketimbang hanya sekadar menjadi sangat terkenal sebagai akibat pemakaian
berpidato dan aktivitas persuasif. Tradisi lisan itu secara berulang-ulang dalam banyak penelitian
masih tetap penting menurut pengertian yang adalah bahwa komunikasi itu ubiquitous (Fisher,
dianut oleh Speech Departments yang terdahulu 1986:8), komunikasi itu selalu berada di mana pun
karena ia dipakai sebagai landasan berpijak untuk dan kapan pun. Karena itu, apa yang ditandaskan
identifikasi diri mereka dalam berbagai universi- Littlejohn di atas bahwa komunikasi berhubungan
tas—mereka, kata Fisher, menyebut dirinya sebagai dengan seluruh kehidupan manusia, tampaknya
jurusan Speech Communication. Malcolm tidaklah berlebihan.
MacLean (1969, dalam Fisher, 1986) telah Lantas apa yang menjadi fokus perhatian
memperolok-olok istilah itu karena ia menganggap filsafat komunikasi, atau apa yang hendak dikaji
bahwa istilah tersebut hanyalah merupakan filsafat komunikasi dalam melihat persoalan
pengulangan saja dan mempunyai makna yang komunikasi manusia yang sedemikian luas itu?
dangkal. Meski begitu, istilah speech communica- Seperti halnya bidang filsafat yang sangat luas
tion secara jelas mengidentifikasikan studi dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat
komunikasi yang telah secara langsung tumbuh dijangkau oleh pikiran serta bidang yang berupaya
dari tradisi retorika dan pemakaiannya yang memahami atau mengerti dunia dalam hal makna
berdasarkan penalaran yang demikian benar-benar dan nilai-nilainya (Mudhofir, 1996:1), maka filsafat
mengandung arti. Bila kemudian kata speech akan komunikasi adalah “suatu disiplin yang menalaah

Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 25
pemahaman (verstehen) secara fundamental, eksplisit?
metodologis, sistematis, analitis, kritis, dan holistis, Ontologi adalah cabang filsafat yang
teori dan proses komunikasi yang meliputi segala berhubungan dengan alam, atau dalam pengertian
dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, yang lebih sempit, alam benda-benda yang
tujuannya, fungsinya, tekniknya, dan metodenya” biasanya ingin kita ketahui. Sebenarnya,
(Effendy, 1993:321). epistemologi dan ontologi bergandengan tangan
Filsafat mempersoalkan apakah hakikat karena konsepsi kita tentang pengetahuan
manusia komunikan, dan bagaimana ia tergantung pada bagian pikiran kita tentang alam
menggunakan komunikasi untuk berhubungan yang dapat diketahui. Dalam ilmu-ilmu sosial,
dengan realitas lain di alam semesta ini; apakah ontologi berhubungan, sebagian besar, dengan
kemampuan berkomunikasi ditentukan oleh sifat- alam eksistensi manusia, dan dalam komunikasi
sifat jiwa manusia atau oleh pengalaman; mereka berpusat pada alam interaksi sosial
bagaimana proses komunikasi berlangsung sejak manusia. Isu-isu ontologis penting karena cara
kognisi ke afeksi sampai perilaku; apakah medium seorang penyusun teori mengonseptualisasikan
komunikasi merupakan faktor sentral dalam proses komunikasi tergantung, sebagian besar, pada cara
penilaian manusia; dsb. Filsafat melihat posisi mengukur bagaimana komunikator dipandang.
komunikasi dalam hubungan timbal balik antara Seluruh teori komunikasi dimulai dengan asumsi
manusia dan alam semesta. Kaum fenomenologi, tentang makhluk, dan isu-isu pada area ini
misalnya, melihat pesan sebagai objek kesadaran merefleksikan ketidaksepakatan mengenai alam
yang dinamis. Pesan ditelaah dengan pengalaman manusia. Isu-isu ontologis itu adalah:
menghubungkannya pada kondisi-kondisi empiris (1) Sampai sejauh mana manusia membuat pilihan-
yang menjadi konteks pesan tersebut. pilihan nyata? (2) Sampai sejauh mana manusia
Sekurangnya terdapat tiga isu filosofis dalam memahami ihwal keadaan versus sifat? (3) Sampai
studi komunikasi, yakni isu-isu yang berkenaan sejauh mana pengalaman manusia individual ver-
dengan epistemologi (issues of epistemology), isu- sus sosial? dan (4) Sampai sejauh mana komunikasi
isu ontologi (issues of ontology), dan isu-isu aksio- dikontekstualisasikan?
logi (issues of axiology)(Littlejohn, 2002: 26-30). Aksiologis adalah cabang filsafat yang
Epistemologi adalah cabang filsafat yang berkenaan dengan nilai-nilai. Bagi pakar
mempelajari pengetahuan, atau bagaimana orang komunikasi, tiga isu aksiologis berikut ini harus
mengetahui apa yang mereka akui mengetahuinya. pula dianggap sebagai isu-isu penting, yakni: (1)
Setiap diskusi yang baik pada penelitian dan teori, Dapatkah teori bebas nilai? (2) Sampai sejauh mana
sudah tentu akan kembali ke isu epistemologinya. praktik penelitian mempengaruhi proses yang
Karena berbagai disiplin terlibat dalam studi dipelajari? dan (3) Sampai sejauh mana ilmu
komunikasi dan perbedaan hasil pemikiran pengetahuan harus berupaya mencapai perubahan
mengenai penelitian dan teori, maka isu-isu sosial?
epistemologi terlalu penting untuk diabaikan begitu
saja dalam filsafat komunikasi. Dalam kaitan ini,
banyak isu dasar dapat diekspresikan melalui Penutup
pertanyaan-pertanyaan seperti: (1) Sampai sejauh Demikianlah, filsafat komunikasi bila
mana pengetahuan dapat eksis sebelum menggunakan bahan-bahan deskriptif yang
pengalaman? (2) Sampai sejauh mana pengetahuan disajikan sub-subbidang studi komunikasi—
dapat dipastikan? (3) Dengan proses apa komunikasi politik, jurnalistik atau komunikasi
pengetahuan muncul? (4) Apakah pengetahuan massa, komunikasi bisnis, periklanan, public rela-
paling baik dipahami secara parsial (sebagian- tions, dan manajemen komunikasi, sekadar
sebagian) atau secara keseluruhan? dan (5) Sejauh menyebut beberapa subbidang kajian
mana pengetahuan dapat dinyatakan secara komunikasi—dan melampaui deskripsi tersebut

26 M EDIATOR, Vol. 5 No.1 2004


dengan menyelidiki atau menanyakan sifat Kattsoff, Louis O. 1996. Pengantar Filsafat.
dasarnya, nilai-nilainya dan kemungkinan- Penerjemah Soejono Soemargono. Yogyakarta:
kemungkinannya, maka jelas bahwa filsafat Tiara Wacana.
komunikasi pada dasarnya bertujuan memberikan
Littlejohn, Stephen W. 2002. Theories of Human
pemahaman (understanding) sekaligus
Communication. Seventh Edition. Belmont,
kebijaksanaan (wisdom). M
CA: Wadsworth/Thomson Learning.
Magnis, Franz von. 1982. “Manusia dan
Pekerjaannya; Berfilsafat Bersama Hegel dan
Daftar Pustaka Marx,” dalam Soerjanto Poespowardojo dan
Bakker, Anton. 1986. Metode-Metode Filsafat. K. Bertens (ed.). Sekitar Manusia; Bunga
Jakarta: Ghalia Indonesia. Rampai tentang Filsafat Manusia. Jakarta:
PT Gramedia. Hlm. 72-94.
Bertens, K. 1993. “Mengajar Filsafat: Apa
gunanya?” dalam G. Moedjanto et al (ed.). Magnis-Suseno, Franz. 1992. Berfilsafat dari
Tantangan Kemanusiaan Universal; Konteks. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Antologi Filsafat, Budaya, Sejarah-Politik Mills, John Stuart. 1948. On Liberty On and
& Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 38-56. Consideran on Representatif Government.
Durant, Will. 1982. The Story of Philosophy: The Oxford: Basil Blackwell.
Lives and Opinions of the Greater Philoso- Mudhofir, Ali. 1996. “Pengenalan Filsafat,” dalam
phers. 3rd Edition. New York: Simon and Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat
Schuster. UGM. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty. Hlm.
Edwards, A.L. 1957. Techniques of Attitude Scale 1-29.
Construction. New York: Appleton Century Palmquis, S. 2002. Pohon Filsafat; Teks Kuliah
Croft, INC. Pengantar Filsafat. Penerjemah Muhammad
Effendi, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori & Shodiq. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Peursen, C.A. van. 1991. Orientasi di Alam Filsafat.
Aditya Bakti. Penerjemah Dick Hartoko. Jakarta: PT
Fisher, B. Aubrey. 1986. Teori-Teori Komunikasi. Gramedia Pustaka Utama.
Penerjemah Soejono Trimo. Bandung: Poespoprodjo, W. 1987. Interpretasi. Bandung:
Remadja Karya CV. Remadja Karya CV.
Gaarder, Jostein. 1996. Dunia Sophie; Sebuah Rakhmat, Jalaluddin. 1994. Psikologi Komunikasi.
Novel Filsafat. Penerjemah Rahmani Astuti. Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Bandung: Mizan.
—————. 1995. “Pengantar,” dalam Tim Penulis
Grenz, Stanley J. 1996. A Primer on Posmodernism. Rosda. Kamus Filsafat. Bandung: PT Remaja
Michigan: William B. Eerdmans Publishing Co. Rosdakarya.
Hardiman, F. Budi. 2003. Melampaui Positivisme Rivers, William L. & Cleve Methews. 1994. Etika
dan Modernitas; Diskursus Filosofis tentang Media Massa dan Kecenderungan untuk
Metode Ilmiah dan Problem Modernitas. Melanggarnya. Penerjemah Arwah Setiawan.
Yogyakarta: Kanisius. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hegel, G.W.F. 1966. The Phenomenology of Mind. Secord, P.F. & C.W. Backman. 1964. Social Psy-
Translated with an introduction and notes by chology. New York: McGraw-Hill Book Com-
J.B. Baillie. London: Humanities Press. pany.

Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 27
Shodiq, Muhammad. 2002. “Pengantar Suriasumantri, Jujun S. 1999. Ilmu dalam
Penerjemah” dalam Stephen Palmquis, Pohon Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Filsafat; Teks Kuliah Pengantar Filsafat.
Susanto, Astrid S. 1995. Filsafat Komunikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. v-x.
Bandung: Binacipta.
Sindhunata. 1983. Dilema Usaha Manusia
Tafsir, Ahmad. 2002. Filsafat Umum. Bandung:
Rasional. Jakarta: PT Gramedia.
Rosda Karya.
Sobur, Alex. 2001. Etika Pers; Profesionalisme
dengan Nurani. Bandung: Humaniora Utama
Press.
Sumardjo, Jakob. 2003. Mencari Sukma Indone-
sia. Yogyakarta: AK Group.

M M M

28 M EDIATOR, Vol. 5 No.1 2004

Anda mungkin juga menyukai