Alex Sobur
ABSTRAK
Filsafat memiliki sejumlah mitos yang sering mengurungkan minat orang mempelajarinya: filsafat itu
abstrak, sulit, tidak memiliki kegunaan praktis. Namun, sesungguhnya filsafat memiliki banyak
kegunaan: (1) filsafat dapat membantu untuk memperluas pandangan, menempatkan suatu bidang
ilmiah dalam perspektif yang lebih luas; (2) filsafat dapat membantu untuk belajar berpikir kritis dan
menganalisis segala masalah yang timbul secara tajam; (3) melalu filsafat, segala pemikiran dan
cara pengungkapannya dapat diasah dan dipertajam; (4) melalui studi filsafat, kita dapat mengerti
lebih mendalam dunia di mana kita hidup; (5) studi etika—sebagai salah satu cabang filsafat—dapat
menanamkan kesadaran etis dalam jiwa seseorang. Dalam dunia ilmu, secara teoretis filsafat
mampu memberikan pemahaman yang esensial tentang manusia, sehingga pada gilirannya kita bisa
meninjau secara kritis asumsi-asumsi yang tersembunyi di balik teori-teori yang terdapat di dalam
bidang ilmu kita masing-masing; secara praktis, filsafat berguna untuk mengetahui apa dan siapa
manusia secara menyeluruh. Berkaitan dengan komunikasi, filsafat meneliti komunikasi secara kritis
dan diakletis. Filsafat bersikap kritis, tidak pernah berpuas diri, selalu bersedia membuka kembali
perdebatan. Sikap kritis terhadap dirinya sendiri termasuk hakikat filsafat. Dialektis berarti bahwa
setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran tesis—antitesis dan antitesisnya
antitesis. Filsafat komunikasi adalah suatu disiplin yang menelaah pemahaman secara fundamental,
metodologis, sistematis, analitis, kritis, dan holistis, teori dan proses komunikasi yang meliputi
segala dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya, tekniknya, dan
metodenya. Filsafat mempersoalkan apakah hakikat manusia komunikan, dan bagaimana ia
menggunakan komunikasi untuk berhubungan dengan realitas lain di alam semesta ini. Filsafat
melihat posisi komunikasi dalam hubungan timbal balik antara manusia dan alam semesta.
Pengantar
sekali tidak merasa terbebani oleh segala gelar yang
Anda pernah mendengar nama Elie Abel? disandangnya. Ia masih mengajar, masih menulis,
Inilah kisahnya. Konon, setelah lebih dari 40 tahun masih gembira.
menjadi wartawan dan profesor, Elie Abel Mengapa Abel meninggalkan televisi untuk
menyandang begitu banyak gelar: Harry dan menjadi profesor dan dekan? “Saya semakin
Norman Chandler Professor of Communication kurang terpukau akan segi show-business dari
pada Universitas Standford; Godfrey Lowell Cabot pemberitaan televisi. Dulu dan sekarang saya rasa
Profesor dan Dekan Jurnalisme pada Universitas bahwa jaringan-jaringan mempunyai seluruh uang
Columbia; koresponden Washington dan luar di dunia tetapi tidak pernah ada cukup selera atau
negeri untuk New York Times; koresponden keberanian. Yang jadi minat utama adalah bahwa
Diplomatik dan kepala biro London, NBC News; penilaian peringkat dan pemberitaan dalam banyak
kepala biro Washington, Detroit News. Ia juga situasi sudah tergeser mundur oleh hiburan
penerima “Pulitzer Prize” untuk reportase populer yang murahan” (Rivers & Mathews, 1994).
internasional, dan sebagainya. Namun Abel sama Anda juga tahu John Stuart Mill? Berikut ini
Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 15
adalah kata-katanya yang terkenal: “Jika seluruh uang? Tetapi jika anak-anakmu dan cucu-cucumu
umat manusia memiliki pendapat yang sama, dan tumbuh menjadi orang-orang jahat, apa gunanya
hanya satu darinya yang berlainan, manusia yang uangmu?” Nada yang hampir mirip dikemukakan
lainnya itu tidak berhak untuk membungkam Themistocles dari zaman Yunani Kuno: “Aku lebih
pendapat orang yang satu ini; begitu pula jika or- memilih manusia tanpa uang, daripada uang tanpa
ang yang satu ini memiliki kekuasaan, ia tidak perikemanusiaan.”
berhak membungkam seluruh umat manusia”
(Sobur, 2001:295). Membungkam pendapat yang
tidak umum, kata Mill, bukan saja salah melainkan Mitos Filsafat
juga bisa menghancurkan karena tindakan ini Filsafat itu Abstrak. Demikianlah salah satu
mengandung arti dirampasnya kesempatan orang mitos yang kerap kita dengar setiap kali kita
lain untuk berkenalan dengan buah pikirannya yang berbincang soal filsafat. Konon, kata banyak or-
mungkin saja benar, atau pun setengah benar, ang, filsafat itu sangat sulit. Cuma sebagian kecil
sehingga membungkam segala pertukaran pikiran orang yang sanggup mempelajari atau
yang berarti menganut bahwa kita selalu benar memahaminya. Sesungguhnya memang ada
(Mill, 1948:14). banyak mitos tentang filsafat. Mitos-mitos itu
Apa yang dapat kita petik dari kisah Abel beredar tidak hanya di kalangan awam, tetapi juga
ataupun ucapan Mill di atas, keduanya, sebetulnya, pada sebagian agamawan, seniman, usahawan, dan
telah mengajarkan kita tentang filsafat hidup. sebagian ilmuwan.
Filsafat, betapapun ia mengagumkan, janganlah Sebagian agamawan, seperti dituturkan
dianggap terlalu serius,” begitu kata Robert C. Shodiq (dalam Palmquis, 2002:v), berpandangan,
Salomon dan Kathleen M. Higgins dalam bukunya memegang erat-erat kitab suci sebagai pegangan
Sejarah Filsafat. Kalau filsafat diartikan sebagai hidup sudah lebih dari cukup, sehingga filsafat
pemaksaan secara mendasar, radikal, total terhadap yang tidak menjanjikan kebenaran-mutlak tidaklah
apa yang ada, maka setiap manusia mempunyai diperlukan. Sebagian seniman merasa, filsafat tidak
filsafatnya masing-masing. Penjahat pun, kata akan membantu kita dalam menikmati keindahan.
Jakob Sumardjo (2003), memiliki filsafat hidup ini. Sebagian usahawan bilang, filsafat cuma
Rupa-rupa persoalan hidup manusia, itulah membuang-buang waktu karena dengan belajar
sumber filsafat. Itu pula sebabnya dalam pelajaran filsafat, kita tidak akan menghasilkan laba. Sebagian
filsafat pun kita mengenal “filsafat uang.” ilmuwan mengira, mereka berkewajiban untuk
Barangkali tak ada penemuan manusia yang begitu melepaskan diri secara total dari filsafat untuk
kontroversial seperti uang. Pembicaraan tentang mempertahankan keilmiahan mereka.
uang biasanya selalu dikaitkan dengan masalah Mitos-mitos tersebut membuat sebagian or-
moral. Baikkah uang itu, jahatkah uang itu? ang begitu skeptis terhadap yang namanya filsafat.
Bagaimana peran uang dalam kehidupan manusia? Lantas untuk apa kita belajar filsafat? Manfaat
Mereka yang tidak menyetujui uang apakah yang dapat kita peroleh dari belajar filsafat?
mengatakan bahwa uang adalah akar kejahatan. Kalau filsafat saja tidak berguna untuk apa pula
Uang itu seperti kotoran, kata Francis Bacon. Atau, kita belajar filsafat komunikasi? Apakah setiap ilmu
dalam kehidupan sehari-hari, orang sering berucap: itu memerlukan filsafat?
“Untuk apa kamu memburu uang seharian, kalau Memang harus kita akui, umumnya
kamu mati uang tak bisa kamu bawa” tentu saja masyarakat tidak mempunyai pandangan yang
demikian, karena di akhirat tak ada money changer. tinggi atau proporsional—untuk tidak mengatakan
Di akhirat, mata uangnya hanyalah amal baik. Maka meremehkan—ihwal filsafat. Kerap bisa kita
itu, pepatah Cina sering mengatakan: “Jika anak- saksikan tanda-tanda yang mengisyaratkan
anakmu dan cucu-cucumu tumbuh menjadi orang- kecenderungan yang meremehkan manfaat filsafat.
orang saleh, mengapa kamu masih memikirkan Lihatlah, sekadar untuk menyebut contoh, film
Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 17
dalam media massa. Misalnya, di bidang politik manusianya (Beerling, dalam Tafsir, 2002). Yang
dan sosial, terdapat banyak aliran dengan latar dimiliki oleh manusia adalah kebudayaan. Yang
belakang filosofisnya: sosialisme, liberalisme, berdiri di belakang kebudayaan itu adalah agama
komunisme, totalitarisme, dan sebagainya. dan filsafat. Filsafat itu sendiri adalah bagian
Kelima, studi etika—sebagai salah satu penting atau inti kebudayaan. Agama dalam arti
cabang filsafat—pada khususnya dapat tertentu juga merupakan inti kebudayaan.
menanamkan kesadaran etis dalam jiwa sang calon Terlepas dari kegunaan filsafat di atas,
sarjana. Tentunya, setiap orang harus bertingkah persoalannya sekarang, kalau filsafat itu penuh
laku etis, tidak hanya terbatas pada orang yang dengan mitos, seperti disinggung di muka, apakah
pernah mempelajari etika. Namun demikian, dengan para filsuf kemudian menyarankan untuk
memperoleh pengetahuan lebih sistematis tentang menghilangkan atau membabat habis segala mitos
nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral, calon sarjana tersebut? Sama sekali tidak. Sebab, ada beberapa
bisa lebih siap untuk menjalankan profesinya nanti mitos yang tak dapat dilenyapkan. Bahkan, filsafat
dengan lebih baik. pun sesungguhnya membutuhkan mitos tertentu.
Jadi, secara teoretis filsafat mampu Dan mitos itu, sebagaimana dikatakan Muhammad
memberikan kepada kita pemahaman yang esensial Shodiq (dalam Palmquis, 2002:vi), memberi hasil
tentang manusia, sehingga pada gilirannya kita positif yang luar biasa. Umpamanya, mitos bahwa
bisa meninjau secara kritis asumsi-asumsi yang “filsafat itu laksana pohon.” Saya hanya ingin
tersembunyi di balik teori-teori yang terdapat di sekali berbagi keyakinan saya kepada Anda, seperti
dalam ilmu-ilmu tentang manusia. Sedangkan halnya Stephen Palmquis telah membagi
secara praktis filsafat bukan saja berguna untuk keyakinannya kepada saya lewat buku bagusnya,
mengetahui apa dan siapa manusia secara The Tree of Philosophy (Pohon Filsafat) bahwa
menyeluruh, melainkan juga untuk mengetahui semua orang yang berakal sehat bisa mempelajari
siapakah sesungguhnya diri kita di dalam atau memahami filsafat dan bahkan mampu
pemahaman tentang manusia yang menyeluruh itu. berfilsafat.
Pemahaman yang demikian pada gilirannya akan Tetapi, untuk mencapai tingkat “siap
memudahkan kita dalam mengambil keputusan- memahami” filsafat, kita tentu saja mesti memahami
keputusan praktis atau dalam menjalankan aktivitas konsep-konsep dasarnya; kita harus mengerti
hidup kita sehari-hari; dalam mengambil makna dari istilah-istilah yang mereka pergunakan.
setiap peristiwa yang setiap saat kita jalani; dalam Perkembangan sejarah filsafat, sebagaimana
menentukan arah dan tujuan hidup kita yang banyak ditulis para filsuf, sebetulnya merupakan
umumnya penuh dengan ketidakpastian. akumulasi dari segala peristilahan itu. Tanpa
Dalam pandangan Ahmad Tafsir, belajar memahami istilah-istilah tersebut, betapapun
filsafat merupakan salah satu bentuk latihan untuk baiknya filsuf itu bertutur, kita tetap saja sulit
memperoleh kemampuan berpikir serius. mengerti. Misalnya saja, dapatkah Anda memahami
Kemampuan ini akan memberikan kemampuan uraian Stanley J. Grenz (1996) tentang sebuah
memecahkan masalah secara serius; menemukan “percakapan hermeneutis” berikut ini:
akar persoalan yang terdalam; menemukan sebab Gadamer bukan hanya mencetuskan sebuah teori
terakhir suatu penampakan (Tafsir, 2002:19). sastra baru di sini. Konsepnya mempunyai
Memang, tidak semua orang memerlukan implikasi yang luas sampai mencakup seluruh
filsafat. Namun, orang-orang yang ingin ikut realitas hidup ini. Seperti Nietzsche dan Heidegger,
terlibat dalam membangun dunia seyogianya ia menggunakan pengalaman seni untuk memahami
mengetahui ajaran-ajaran filsafat. Hal ini penting, hubungan antara bahasa dan realitas. Ia
sebab dunia ini sesungguhnya dibangun oleh dua menyimpulkan bahwa pada dasarnya hubungan
kekuatan besar, yakni agama dan atau filsafat. Jika kita dan dunia bersifat linguistik. Dari area linguistik
ini muncullah makna.
kita tahu filsafatnya, kita akan tahu tentang
Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 19
tentang apa saja. Dengan kata lain, filsafat yaitu realitas yang berada di dalam dirinya yang
mempersoalkan realitas. Dua unsur yang penting menyangkut kehendak dan kesadarannya. Jadi,
dalam berfilsafat adalah “mempersoalkan” dan ternyata realitas yang Anda persoalkan itu, yang
“realitas”. Kedua kata ini tidak segera menjadi jelas. bernama “kemiskinan”, bisa memiliki banyak arti.
Untuk memahaminya diperlukan sebuah deskripsi, Realitas itu bisa berarti realitas alamiah, realitas
keterangan, atau penjelasan yang panjang. sosial, realitas-mirip alam, realitas sebagaimana
Penjelasan pendek tentang masalah “kemiskinan” adanya, realitas yang seharusnya, realitas
berikut ini, misalnya, barangkali juga bisa sebagaimana kita menafsirkannya, dan seterusnya.
membantu Anda menuju ke pemahaman sederhana Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa
ihwal “realitas”: antara orang yang mempersoalkan dan realitas itu
Peristiwa bencana alam yang menimpa sendiri terjadi hubungan timbal-balik (Hardiman,
tetangga Anda dulu sehingga turut membuatnya 2003:16).
miskin adalah sebuah realitas. Lalu, sikap terhadap
peristiwa itu, misalnya memandangnya sebagai Kenikmatan Filsafat
takdir yang menentukan kemiskinannya, juga
sebuah realitas. Begitu pun, pesta perkawinan Jika konsep-konsep dasar dan istilah-istilah
yang mahal untuk menampilkan diri sebagai warga filsafat—seperti dalam hal memahami konsep atau
terhormat, itu pun sebuah realitas. Jaringan lintah istilah “realitas”—sudah Anda pahami, maka mitos
darat yang menghisap tetangga itu, sampai pada bahwa filsafat itu abstrak, atau bahwa filsafat itu
ajaran guru-gurunya, pidato-pidato para pejabat, sulit, akan berubah atau berganti menjadi suatu
khotbah-khotbah para tokoh agama, pergaulan kenikmatan, sesuatu yang manyenangkan.
dengan teman-teman sekampungnya, juga realitas. Simaklah, misalnya, prosa liris dari Will Durrant
Perang teluk, susunan ekonomi dunia, tertib moral ketika ia memulai bukunya yang terkenal, The Story
internasional, ekspor migas, nonmigas, pajak, of Philosophy: The Lives and Opinions of the
pungutan, budget negara, devisa, modal, dan Greater Philosophers:
distribusi, semuanya ini yang turut mempermudah Ada kenikmatan dalam filsafat, dan ada pesona
atau mempersulit masyarakat Indonesia, warga bahkan pada fatamorgana metafisika. Inilah yang
kampungnya, dan akhirnya sampai kepada “nasib”- dirasakan setiap pencari ilmu sebelum kebutuhan
nya, juga sebuah realitas. Ternyata, kata “realitas” hidup jasmaniah menyeretnya dari puncak
masih membutuhkan banyak keterangan pemikiran ke lorong pasar perjuangan ekonomi.
Kebanyakan di antara kita tahu hari-hari indah dalam
(Hardiman, 2003).
puncak kehidupan kita ketika filsafat menjadi apa
Meski demikian, berdasarkan ilustrasi di atas, yang disebut Plato ‘kebahagiaan yang tercinta’;
sedikitnya Anda mulai bisa menangkap apa yang ketika kecintaan kepada Kebenaran (yang agak
dimaksud dengan “realitas.” Peristiwa alam sukar dicapai itu) tampak jauh lebih mulia daripada
merupakan realitas yang berbeda dari realitas- nafsu hewani dan sampah duniawi. Dan selalu ada
realitas yang lain, misalnya, khotbah-khotbah, saja sisa-sisa kerinduan—dalam diri kita—akan daya
pidato-pidato, jaringan lintah darat, dan tarik kebijaksanaan yang awal itu (Durant, 1982).
seterusnya. Yang satu peristiwa alam, yang lainnya Begitulah Durant. Ia tidak menulis filsafat
peristiwa manusiawi. Yang satu realitas alamiah, sebagaimana umumnya para filsuf. Ia menulis,
sedang yang lain realitas sosial. Yang satu terjadi seperti novelis. Filsafat dalam tangannya,
karena proses-proses alamiah, yang lain terjadi meminjam kata-kata Jalaluddin Rakhmat (1995),
karena proses-proses hubungan antarmanusia. bukan lagi arus gagasan yang mengernyitkan dahi;
Kedua realitas itu berada di luar diri tetangga itu. tetapi garis-garis pelangi yang menyinari hati.
Namun, bagaimana dengan sikapnya, Kenikmatan filsafat lain juga bisa kita jumpai
pandangannya, pikirannya, perasaannya terhadap dalam Sophie’s World (1991) buah karya Jostein
realitas objektif itu? Ini pun realitas jenis lain lagi, Gaarder. Sophie’s World ini adalah sebuah novel
Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 21
metode berpikir secara reflektif (perenungan Marx, dan August Compte. Teori atau sistem
mendalam), penyelidikan yang menggunakan pemikiran filsafati itu dimunculkan oleh masing-
argumentasi, berpikir secara teliti dan hati-hati. masing filsuf untuk menjawab masalah-masalah
Istilah metode itu sendiri mengandung makna seperti yang dikemukakan di atas. Besarnya kadar
sebagai “cara bertindak menurut sistem aturan subjektivitas seorang filsuf dalam menjawab
tertentu” (Bakker, 1986:10). Dengan metode masalah-masalah itu, tentu saja, menjadikan kita
dimaksudkan supaya kegiatan praktis sulit untuk menentukan teori atau sistem pemikiran
terlaksanakan secara rasional dan terarah, agar yang baku dalam filsafat. Perbedaan itu disebabkan
mencapai hasil optimal. Filsafat berupaya oleh perbedaan konotasi filsafat, pengaruh
memikirkan seluruh pengalaman manusia secara lingkungan dan pandangan hidup yang berbeda,
jelas dan mendalam. Suatu perenungan serta akibat perkembangan filsafat itu sendiri.
kefilsafatan tidak boleh mengandung pernyataan- Definisi James melihat konotasi filsafat pada
pernyataan yang saling bertentangan (Kattsoff, pemikiran tentang sesuatu yang tidak bisa lagi
1996:9). diusahakan oleh sains, karena itu filsafat dikatakan
Sebagai kelompok persoalan, filsafat melihat sebagai “kumpulan pertanyaan yang tidak pernah
adanya persoalan-persoalan abadi (perennial terjawab oleh sains secara memuaskan” (Tafsir,
problems) yang dihadapi manusia. Misalnya, 2002:12).
apakah kebenaran itu? Apakah perbedaan antara Dalam hal filsafat sebagai analisis logis
benar dan salah? Apa makna kehidupan manusia tentang bahasa dan penjelasan makna istilah, di
di dunia? Apakah manusia mempunyai kehendak sini dimaksudkan bahwa kebanyakan filsuf kerap
bebas untuk menentukan nasibnya sendiri ataukah menggunakan metode analisis untuk menjelaskan
sudah ditentukan oleh Tuhan. Pertanyaan- arti suatu istilah dan pemakaian bahasa. Para filsuf
pertanyaan semacam itu tidak mudah dijawab, mengatakan bahwa analisis tentang makna bahasa
sebab akan memunculkan pertanyaan susulan merupakan tugas pokok filsafat dan tugas analisis
terus-menerus. Di sinilah tugas para filsuf untuk konsep sebagai satu-satunya fungsi filsafat. Para
bisa berusaha memikirkan sekaligus menjawab filsuf analitika seperti G.E. Moore, Bertrand Russell,
persoalan-persoalan tersebut. Ludwig Wittgenstein, G. Ryle, dan J.L. Austin
Konon, orang yang mula-mula sekali berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah
menggunakan akal secara serius adalah orang menyingkirkan kekaburan-kekaburan dengan cara
Yunani yang bernama Thales (624-546 SM). Orang menjelaskan arti istilah-istilah atau ungkapan yang
inilah yang digelari “Bapak Filsafat” (Tafsir, 2002:1). dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dipakai dalam
Gelar itu diberikan kepadanya karena ia kehidupan sehari-hari. Menganalisis berarti
mengajukan pertanyaan yang aneh, “What is the menetapkan arti secara tepat dan memahami saling
nature of the world stuff?” Apakah sebenarnya hubungan di antara arti-arti tersebut. Sebutlah,
bahan alam semesta ini? Ia sendiri menjawabnya: umpamanya, tentang “ada”. Kata “ada”, jika kita
air. Sejak itu, silih bergantilah para filsuf analisis, ternyata dapat mengandung nuansa arti.
sezamannya dan sesudahnya memberikan Apakah “ada”-Nya Tuhan sama dengan “ada”-
jawabannya. Kian lama persoalan yang dipikirkan nya manusia? Kalau dikatakan surat kabar, radio,
manusia, semakin rumit dan luas pula atau televisi itu “ada”, apakah sama dengan “ada”-
pemecahannya. nya manusia? Dengan begitu, kata “ada” bisa
Sebagai sekelompok teori atau sistem berarti “ada dalam ruang-waktu”, “ada secara
pemikiran, maka sejarah filsafat selalu ditandai transenden”, “ada dalam pikiran” atau “mungkin
dengan pemunculan teori-teori atau sistem-sistem ada”.
pemikiran yang terlekat pada nama-nama filsuf Untuk pertama kalinya buah pikiran yang
besar sebutlah, misalnya, Socrates, Plato, mulai mengagetkan manusia awam dilontarkan
Aristoteles, Thomas Aquinas, Spinoza, Hegel, Karl Heraclitus yang hidup pada sekitar tahun 500-an
Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 23
Rhetorica, yang oleh para komunikolog disebut- mempunyai hak untuk berada dan dianggap benar,
sebut sebagai buku pertama tentang retorika yang sehingga tidak bisa begitu saja ditiadakan atau
paling sistematis dan paling lengkap. Namun, dianggap tidak benar oleh proposisi lawannya. Di
filsafat tidak melihat komunikasi sebagai alat untuk sini jelas bahwa pemikiran dialektis menolak
memperkokoh tujuan kelompok, seperti halnya pemikiran yang sama sekali formal. Pemikiran for-
pandangan sosiologi. Filsafat meneliti komunikasi mal dapat membayangkan secara abstrak adanya
secara kritis dan diakletis. Disebut kritis dalam arti satu kebenaran yang dapat meniadakan kebenaran-
bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah kebenaran lainnya. Sedangkan pemikiran dialektis
membiarkan sesuatu sebagai sudah selesai, selalu menekankan isi atau substansi dari masing-masing
bersedia, bahkan senang, membuka kembali kenyataan empiris yang tidak boleh saling
perdebatan. Filsafat secara hakiki memerlukan dan mengecualikan. Ini berarti pemikiran dialektis
menyenangi debat. Sikap kritis terhadap dirinya tertuju pada pendekatan yang lebih kaya dan
sendiri termasuk hakikat filsafat. Berpikir kritis mendalam.
sesungguhnya juga adalah berpikir dialektis. Keempat, berpikir dialektis berarti berpikir
Dialektis berarti bahwa setiap kebenaran menjadi dalam kerangka kesatuan teori dan praxis. Kerap
lebih benar dengan setiap putaran tesis—antitesis terjadi kesalahpahaman bahwa persoalan kesatuan
dan antitesisnya antitesis. teori dan praxis dianggap sebagai persoalan
Ihwal berpikir dialektis ini mungkin akan lebih bagaimana suatu teori itu applicable (dapat
jelas kalau kita merujuk pada pendapat Hegel dalam diaplikasikan) untuk suatu kehidupan praktis.
karya utamanya, The Phenomenology of Mind Kesalahpahaman ini muncul akibat kurangnya
(1966:234-240). Hegel mengkategorikan pengertian akan asal-usul persoalan kesatuan teori
dialektikanya itu ke dalam empat pengertian. dan praxis.
Pertama, berpikir secara dialektik berarti Jika bangsa Yunani kuno telah memiliki
berpikir dalam totalitas. Maksud totalitas di sini sinonim untuk istilah komunikasi maka kata itu
bukan sekadar keseluruhan, di mana unsur- adalah retorika, suatu kata yang tetap
unsurnya yang bertentangan berdiri sejajar. dipertahankan dalam bahasa Inggris, namun
Namun, pengertian totalitas itu lebih dimaksudkan disertai modifikasi yang luas dalam artinya (Fisher,
sebagai keseluruhan yang mempunyai unsur-unsur 1986:18).
yang saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), Kini, kita mempergunakan istilah retorika
saling berkontradiksi (melawan dan dilawan), dan (kerap dengan disertai awalan ‘hanya’) untuk
saling bermediasi (memperantarai dan diantarai). memberikan arti omong kosong, lazimnya bersifat
Kedua, seluruh proses dialektis itu dibuat-buat, dan dengan kekhasan yang
sebenarnya merupakan “realitas yang sedang mengorbankan kebenaran ataupun pemikiran yang
bekerja” (working reality). Di sini akan menjadi mendalam, seperti dalam ungkapan “Ah, itu ‘kan
jelas bahwa proses dialektis yang meliputi, cuma retorika saja.” Tetapi, dua ribu tahun yang
kontradiksi, negasi, dan mediasi itu bukan semata- lalu istilah itu menunjuk kepada suatu bidang studi
mata abstrak melainkan terjadi dalam realitas. yang dipandang sangat tidak dapat diabaikan dan
Ketiga, berpikir dialektis berarti berpikir dalam sangat berharga untuk mencapai sukses dalam
perspektif empiris-historis (Magnis, 1982:72-94; masyarakat Yunani kuno.
Sindhunata1983:36). Dalam hal ini perlu dibedakan Aristoteles merumuskan retorika sebagai
antara kontradisksi dialektis dan kontradiksi logis. bidang studi yang meliputi semua sarana persuasi
Menurut logika tradisional, dua proposisi (tesis yang mungkin bisa diperoleh dan selanjutnya
dan antitesis) tidak pernah benar kedua-duanya. menskematiskan sarana itu di bawah rubrik ethos,
Menurut pemikiran dialektis, anggapan tersebut pathos, dan logos yang luas. Ethos sama dengan
sangat tidak memadai dengan kenyataan empiris konsep komunikator dewasa ini atau kredibilitas
historis. Dalam kenyataan empiris, setiap proposisi sumber. Pathos dapat diartikan sebagai bukti yang
Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 25
pemahaman (verstehen) secara fundamental, eksplisit?
metodologis, sistematis, analitis, kritis, dan holistis, Ontologi adalah cabang filsafat yang
teori dan proses komunikasi yang meliputi segala berhubungan dengan alam, atau dalam pengertian
dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, yang lebih sempit, alam benda-benda yang
tujuannya, fungsinya, tekniknya, dan metodenya” biasanya ingin kita ketahui. Sebenarnya,
(Effendy, 1993:321). epistemologi dan ontologi bergandengan tangan
Filsafat mempersoalkan apakah hakikat karena konsepsi kita tentang pengetahuan
manusia komunikan, dan bagaimana ia tergantung pada bagian pikiran kita tentang alam
menggunakan komunikasi untuk berhubungan yang dapat diketahui. Dalam ilmu-ilmu sosial,
dengan realitas lain di alam semesta ini; apakah ontologi berhubungan, sebagian besar, dengan
kemampuan berkomunikasi ditentukan oleh sifat- alam eksistensi manusia, dan dalam komunikasi
sifat jiwa manusia atau oleh pengalaman; mereka berpusat pada alam interaksi sosial
bagaimana proses komunikasi berlangsung sejak manusia. Isu-isu ontologis penting karena cara
kognisi ke afeksi sampai perilaku; apakah medium seorang penyusun teori mengonseptualisasikan
komunikasi merupakan faktor sentral dalam proses komunikasi tergantung, sebagian besar, pada cara
penilaian manusia; dsb. Filsafat melihat posisi mengukur bagaimana komunikator dipandang.
komunikasi dalam hubungan timbal balik antara Seluruh teori komunikasi dimulai dengan asumsi
manusia dan alam semesta. Kaum fenomenologi, tentang makhluk, dan isu-isu pada area ini
misalnya, melihat pesan sebagai objek kesadaran merefleksikan ketidaksepakatan mengenai alam
yang dinamis. Pesan ditelaah dengan pengalaman manusia. Isu-isu ontologis itu adalah:
menghubungkannya pada kondisi-kondisi empiris (1) Sampai sejauh mana manusia membuat pilihan-
yang menjadi konteks pesan tersebut. pilihan nyata? (2) Sampai sejauh mana manusia
Sekurangnya terdapat tiga isu filosofis dalam memahami ihwal keadaan versus sifat? (3) Sampai
studi komunikasi, yakni isu-isu yang berkenaan sejauh mana pengalaman manusia individual ver-
dengan epistemologi (issues of epistemology), isu- sus sosial? dan (4) Sampai sejauh mana komunikasi
isu ontologi (issues of ontology), dan isu-isu aksio- dikontekstualisasikan?
logi (issues of axiology)(Littlejohn, 2002: 26-30). Aksiologis adalah cabang filsafat yang
Epistemologi adalah cabang filsafat yang berkenaan dengan nilai-nilai. Bagi pakar
mempelajari pengetahuan, atau bagaimana orang komunikasi, tiga isu aksiologis berikut ini harus
mengetahui apa yang mereka akui mengetahuinya. pula dianggap sebagai isu-isu penting, yakni: (1)
Setiap diskusi yang baik pada penelitian dan teori, Dapatkah teori bebas nilai? (2) Sampai sejauh mana
sudah tentu akan kembali ke isu epistemologinya. praktik penelitian mempengaruhi proses yang
Karena berbagai disiplin terlibat dalam studi dipelajari? dan (3) Sampai sejauh mana ilmu
komunikasi dan perbedaan hasil pemikiran pengetahuan harus berupaya mencapai perubahan
mengenai penelitian dan teori, maka isu-isu sosial?
epistemologi terlalu penting untuk diabaikan begitu
saja dalam filsafat komunikasi. Dalam kaitan ini,
banyak isu dasar dapat diekspresikan melalui Penutup
pertanyaan-pertanyaan seperti: (1) Sampai sejauh Demikianlah, filsafat komunikasi bila
mana pengetahuan dapat eksis sebelum menggunakan bahan-bahan deskriptif yang
pengalaman? (2) Sampai sejauh mana pengetahuan disajikan sub-subbidang studi komunikasi—
dapat dipastikan? (3) Dengan proses apa komunikasi politik, jurnalistik atau komunikasi
pengetahuan muncul? (4) Apakah pengetahuan massa, komunikasi bisnis, periklanan, public rela-
paling baik dipahami secara parsial (sebagian- tions, dan manajemen komunikasi, sekadar
sebagian) atau secara keseluruhan? dan (5) Sejauh menyebut beberapa subbidang kajian
mana pengetahuan dapat dinyatakan secara komunikasi—dan melampaui deskripsi tersebut
Alex Sobur. Mitos dan Kenikmatan Filsafat: Pengantar ke Pemikiran Filsafat Komunikasi 27
Shodiq, Muhammad. 2002. “Pengantar Suriasumantri, Jujun S. 1999. Ilmu dalam
Penerjemah” dalam Stephen Palmquis, Pohon Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Filsafat; Teks Kuliah Pengantar Filsafat.
Susanto, Astrid S. 1995. Filsafat Komunikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. v-x.
Bandung: Binacipta.
Sindhunata. 1983. Dilema Usaha Manusia
Tafsir, Ahmad. 2002. Filsafat Umum. Bandung:
Rasional. Jakarta: PT Gramedia.
Rosda Karya.
Sobur, Alex. 2001. Etika Pers; Profesionalisme
dengan Nurani. Bandung: Humaniora Utama
Press.
Sumardjo, Jakob. 2003. Mencari Sukma Indone-
sia. Yogyakarta: AK Group.
M M M