Anda di halaman 1dari 5

ETIKA POLITIK MACHIAVELLI LATAR BELAKANG Suatu negara pasti memiliki tujuan.

Tujuan negara antara lain adalah harapan atau cita-cita yang hendak dicapai oleh suatu negara. Ada beberapa teori mengenai tujuan negara, antara lain seperti teori kekuasaan negara, teori perdamaian dunia dan teori atas jaminan hak dan kebebasan. Banyak para tokoh yang memiliki konsepsi mengenai teori kekuasaan negara.Adapun tokoh-tokoh tersebut adalah Shang Yang (523 428 SM), Niccolo Machiavelli (1469 1527) dan Thomas Hobbes (1588 1679).Dante Alleghieri (1265 1321) sebagai salah satu tokoh yang berpendapat mengenai teori perdamaian dunia.Dan Immanuel Kant (1724 1904), Jean-Jacques Rousseau (1712 1778), Mostesquieu serta Kranenburg sebagai tokoh penggagas teori jaminan atas hak dan kebebasan. Tokoh-tokoh dalam teori kekuasaan negara berpendapat bahwa negara harus kuat dan bersikap otoriter agar stabilitas negara dapat terjaga. Namun yang membedakannya adalah jika Shang Yang menciptakan stabilitas politik negara dengan menghilangkan sepuluh unsur budaya, seperti upacara agama atau adat (rites), musik (music), nyanyian atau syair (odes), sejarah (history), kebaikan (vertue), kesusilaan (moral culture), penghormatan kepada orang tua (fillial piety), kewajiban persaudaraan (brotherly duty), sofisme (sifhistry), dan kejujuran (integrity); Machiavelli dengan konsepsinya bahwa seorang pangeran harus bertindak tegas dan mampu memobilisasi nafsu-nafsu rendah mereka yang ingin dikuasainya demi maksud-maksudnya sendiri; dan Hobbes dengan perspektifnya bahwa negara harus seperti Leviathan dalam menjalankan roda pemerintahan karena negara memiliki hak atas rakyat untuk memaksakan norma-norma dan ketertibannya, dan tidak memiliki kewajiban, maka bersifat absolut. Identifikasi Masalah Dari ketiga tokohYang, Machiavelli dan Hobbesyang membicarakan mengenai otoritas pemimpin yang absolut dan diktator, Machiavelli-lah yang paling dikenal hingga saat ini. Machiavelli begitu dikenal karena gagasan-gagasannya serta kehidupannya. Selain hal tersebut, karya Machiavelli yang paling termasyur di dunia, Il Prince (Sang Pangeran) menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh negarawan selama mereka berkuasa, antara lain seperti Adolf Hitler, Louis XIV, Napoleon Bonaparte, dan Mussolini. Pokok Permasalahan Baik disadari maupun tidak, banyak para pemimpin pada abad ke-21 yang masih mengadopsi serta mempraktekkan konsepsi-konsepsi Machiavelli mengenai kekuasaan. Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang pengambilan judul makalah ini.Adapun alasan lainnya adalah guna kita mengetahui pemikiran-pemikiran Machiavelli mengenai bagaimana seorang diktator membangun hegemoninya serta menjaganya. Batasan Masalah Dalam penulisan makalah ini, akan membahas mengenai etika politik Machivelli. Ada beberapa aspek yang akan dibahas mengenai etika politik tersebut, antara lain bagaimana seorang Machiavelli merumuskan sebuah kekuasaan dari aspek hubungan antara negara dan agama, aspek hubungan antara politik dan moralitas dan tentara negara yang tangguh. B. TINJAUAN TEORITIK Definisi Kekuasaan menurut Miriam Budiarjo adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah-lakunya seseorang atau sekelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkahlaku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. Sedangkan menurut Morganthau, kekuasaan sebagai kemampuan seseorang untuk mengendalikan pikiran dan tindakan orang lain. Menerut Miriam Budiarjo, kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mem-pengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah), baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri.

Konsep Konsep dari ajaran Machiavelli sendirimembicarakan mengenai kekuasaan. Machiavelli di dalam bukunya Il Prince tersebut membicarakan bagaimana sikap seorang pemimpin semestinya dalam mencari, memperbesar serta mempertahankan kekuasaan.Machiavelli mengajarkan untuk berbuat picik guna mencapai tujuan dari kekuasaan itu sendiri. Bahkan, segala carapun ia halalkan. Mahzab Niccolo Machiavelli ada salah satu tokoh politik termasyur di pada masanya. Hingga kini ia pun cukup di kenal, baik akademisi maupun para politikus. Machiavelli tergolong filsuf di abad modern dengan aliran renaisans. Selain Machiavelli, tokoh-tokoh lainnya yang mewakili mahzab renaisans adalah seperti Giordano Bruno (1548 1600) dan Francis Bacon (1561 1626). Di awal era modern di benua Eropa dan negara-negara lainnya, di mana antara agama dan negara menjadi suatu persoalan sengit.Hal ini tentu bertolak belakang dengan era pertengahandi mana pada saat itu negara berada dibawah otoritas gereja yang kekuasaan tertingginya berada di tangan Paus.Perbedaan pemikiran antara abad pertengahan dengan abad modern dapat kita lihat dengan pemikiran tokohnya masing-masing, seperti Thomas Aquinas yang mewakili abad pertengahan dan Machiavelli sendiri yang mewakili abad modern. C. BIOGRAFI MACHIAVELLI Niccolo Machiavelli atau yang lebih dikenal dengan sapaan Machivelli lahir pada tanggal 3 Mei di kota Floren, Italia. Ia terlahir dari keluarga bangsawan, di mana ayahnya (Bernardo Machiavelli) merupakan seorang pengacara. Ketika berusia 12 tahun, Machiavelli belajar mengenai ilmu-ilmu kemanusiaan di bawah asuhan Paulo Ronsiglione. Buku-buku tersebut umumnya ditulis dalam bahasa Latin yang tidak sulit bagi Machiavelli untuk memahaminya, karena pada usia 6 tahun Machiavelli sudah belajar bahasa tersebut. Machiavelli sempat duduk di bangku kuliah, tepatnya di Universitas Florence. Dibangku kuliah, ia gemar sekali mempelajari kajian-kajian dari Marcello Adriani. Setelah lulus, ia kemudian menduduki jabatan di pemerintahan, yaitu sebagai sebagai seketaris di negaranya dan juga sebagai seorang diplomat yang memberikannya banyak pengalaman berharga kenegaraan. Ketika Machiavelli berusia 25 tahun, ia menyaksikan perjuangan Gitolamo Savonarola, yaitu seorang politikus moralis yang membela kaum miskin. Namun, per-juangan Savonarola gagal.Kegagalan Savonarola dalam memurnikan moralitas karena tidak adanya kekuatan politik dan militer yang dimilikinya. Agustus 1499, ketika usianya 28 tahun, terjadi peristiwa Vitelli.Vitelli adalah seorang pemimpin tentara bayaran yang di sewa oleh pemerintah Florence untuk merebut Pisa.Karena orang-orang Pisa memberikan bayaran yang lebih kepada Vitelli dari pemerintah Florence, maka Vitelli pun urung untuk menyerang Pisa. Dari peristiwa ini, Machiavelli menyimpulkan bahwa sehebat apapun tentara bayaran yang disewa tidak akan bisa untuk dipercaya karena mudah berkhianat, dan, akan lebih baik bila kalah berperang dengan menggunakan tentara sendiri bila dibangdingkan menang dengan menggunakan tentara bayaran. Sebagai tokoh politik, Machiavelli sempat menjalin kontak dengan bangsawan tinggi kota Valentino, Cesare Borgio pada tahun 1498. Ketika Borgia ingin menaklukkan Italia yang pada saat itu dikuasai oleh Paus Julius II, Machiavelli menjadi pengamat pribadi Borgia yang cukup jeli. Karir politiknya berakhir pada tahun 1513 ketika ia di Ditangkap, diadili dan disiksa dengan alasan berkonspirasi untuk menggulingkan kekuasaan Medici. Setelah satu tahun di penjara, akhirnya ia pun di bebaskan dan kemudian merenungkan serta menuliskan hasil pengamatan dan pengalamannya selama itu di sebuah perkubenunan kecil San Casciano. Ada beberapa karya yang diciptakan oleh Machiavelli antara lain adalah Discorsi sopra la prima decade di Tito Livio (Diskursus tentang sepuluh buku pertama dari Titus Livius) terbit pada tahun 1531, La Mandragola pada tahun 1518, History of Florance (Sejarah Kota Forance), The Art of War (Seni Perang), Dialogue on Language (Dialog Bahasa), serta karyanya yang paling mendunia, yaitu

Il Prince (Sang Pangeran) yang terbit pada tahun 1532. Pada tahun 1527, Machiavelli meninggal pada usia 58 tahun. Pada tahun yang sama, Medici pun turun dari tahtanya. Tentang Machiavelli, sejarawan Swiss, Jacob Burckhardt, menulis dalam karya yang sudah disebutkan di atas sebagai berikut: Dalam hal kemampuannya untuk merekonstruksi sebuah negara, Machiavelli tak ada tandingannya. Dia selalu meng-himpun kekuatan-kekuatan yang ada sebagai kekuatankekuatan yang hidup dan aktif, serta memberikan alternatif-alternatif secara tepat dan hebat dan tidak mencoba menipu diri maupun orang lain. Dalam dirinya tidak ada jejak keangkuhan ataupun sikap berlebih-lebihan.Bukankah dia tidak menulis untuk orang banyak, melainkan entah untuk instansiinstansi pemerintah, untuk para pangeran atau untuk teman-temannya?Bahayanya tidak terletak dalam kejeniusan palsu, juga tidak dalam kesintingan konsep-konsep, melainkan dalam suatu fantasi yang kuat yang dengan segala upaya ingin dikendalikannya.Namun objektivitas politisnya sewaktu-waktu mengerikan dalam keterusterangannya, namun obejktivitas itu lahir dalam sebuah zaman yang sangat darurat dan berbahaya.Dalam zaman itu, manusia tidak lagi mudah percaya kepada hukum dan tak dapat mengadaikan kemurahhatian. D. ETIKA POLITIK MACHIAVELLI Machiavelli seorang tokoh yang cukup dikenal dan sering kita jumpai hasil pemikirannya di dalam ilmu politik dan filsafat politik dalam hal kekuasaan. Machiavelli berpendapat bahwa kekuasaan sebagai tujuan itu sendiri.Ia tidak sependapat dengan tokoh-tokoh lainnya yang menganggap kekuasaan sebagai alat atau instrumen belaka untuk mempertahankan nilai-nilai moralitas, etika bahkan agama.Bagi Machiavelli sendiri, agama, moralitas dan semua kebijakanlah yang seharusnya menjadi alat atau instrumen untuk mendapatkan, memperbesar serta mempertahankan kekuasaan. Di dalam konsepsinya mengenai kekuasaan, ada beberapa hal yang disinggung oleh Machiavelli, antara lain mengenai hubungan antara negara dengan agama, hubungan antara politik dengan moralitas dan tentara negara yang kuat. 1.hubungan antara negara dengan agama Seperti yang dikemukakan sebelumnya, seorang penguasa seharusnya menjadikan agama sebagai alat atau instrumen kekuasaan. Bagi Machiavelli, agama memiliki nilai pragmatis dan kepentingan politik praktis untuk mengintegrasikan negara, membina loyalitas, kepatuhan serta ketundukan rakyat terhadap otoritas penguasa. Hal ini ia contohkan pada bangsa Romawi dengan agamanya pada saat itu adalah agama Romawi Kuno. Agama juga dapat membantu dalam hal mengendalikan negara, menumbuhkan harapan dan semangat rakyat, menghasilkan orang-orang baik dan memalukan orang-orang jahat, dan sebagainya. Oleh karena itu, di mana ada agama, maka akan mudah mengajarkan kepada rakyat mengenai senjata. Akan tetapi, apabila tanpa adanya agama, maka akan sulit untuk memperkenalkan senjata kepada rakyat. Machiavelli juga beranggapan bahwa agama hanyalah sebuah pranata dalam kehidupan bermasyarakat yang bisa difungsikan.Dalam hal ini, gagasannya mengenai agama bersifat sekuler. Karena agama sebagai salah satu instrumen penting dalam mendapatkan, memperbesar serta mempertahankan kekuasaan, oleh sebab itu, sudah semestinya negara harus bisa mengintervensi agama.Dari pandangan Machiavelli mengenai agama ini dapat kita kategorikan Machiavelli sebagai penganut utilitarianisme dan pragmatisme. 2.hubungan antara politik dengan moralitas Menurut Machiavelli dalam hal moralitas seorang pemimpin, ia mengasumsikan bahwa seorang penguasa sudah seharusnya bisa membentuk opini umum yang bisa mengendalikan tingkah-laku warganya. Oleh karena itu, untuk memperkokoh ke-kuasaan, penguasa harus dapat memobilisasi segala nafsu rendah mereka yang ingin dikuasainya demi mencapai tujuannya tersebut. Dalam hal ini, ia mengibaratkan seorang pemimpin bermain/berwatakkan sebagai manusia maupun binatang buas. Untuk mencapai tujuannya, seorang penguasa tidak harus pertimbangan-pertimbangan moral.Di satu sisi, seorang penguasa harus bisa bertindak sangat bermoralistis, seperti bersikap jujur, berendah hati,

tetapi hal tersebut difungsikan pada saat ingin memperoleh tujuannya tersebut.Namun, apabila kondisi mendesak guna menjaga stabilitas hegemoninya, seorang penguasa bersikap sebaliknya, yaitu amoral. 3.tentara negara yang tangguh Bagi Machiavelli, seorang pangeran harus memiliki sebuah fondasi yang kuat. Apabila tidak, maka dia pasti akan dapat dihancurkan. Fondasi yang paling utama dari semua negara, baik negara yang baru, lama, atau campuran, adalah undang-undang dan pasukan yang bagus. Karena undang0undang yang bagus tidak akan terbentuk apabila tidak terdapat pasukan yang kuat, dan di mana terdapat pasukan yang kuat maka akanada undang-undang yang bagus. Tambahnya lagi, pasukan yang dimilikinya tersebut haruslah pasukan sendiri. Machiavelli beranggapan pasukan bayaran maupun pasukan asing (bantuan) tidak akan gunanya apabila dimanfaatkan/digunakan. Dalam hal ini, Machiavelli mengambil contoh seperti apa yang pernah di praktekkan oleh kerajaan Florence. Pada saat itu Florence menyewa tentara sewaan pimpinan Vitelli untuk merebut Pisa. Berhubung bayaran yang di dapat oleh Vitelli dari Pisa lebih besar dari yang diberikan oleh Florence, maka Vitelli pun mengurungkan niatnya untuk menyerang kota Pisa. E. ANALISA Niccolo Machiavelli atau yang akrab dipanggil dengan Machiavelli adalah salah satu tokoh politik dan tokoh filsafat politik yang hidup pada dalam zaman Renaisans. Tokoh ini terkenal dengan pemikirannya mengenai kekuasaan. Hal tersebut dapat dilihat dalam karyanya yang cukup terkenal, Il Prince, Machiavelli di dalam bukunya Il Prince membahas mengenai bagaimana seorang pemimpin selayaknya memimpin sebuah negara.Di dalam buku tersebut dibahas beberapa cara yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mendapatkan, memperbesar serta mempertahankan kekuasaan. Menurut Machiavelli, seorang raja sudah seharusnya dan selayaknya berwatak bagaikan Chiron, yaitu bisa menggunakan sifat manusia dan sifat binatang. Sifat manusia dan binatang tersebut harus digunakan berbarengan. Menggunakan salah satu cara berkuasa tanpa cara lainnya tidak akan berhasil. Hal tersebut direfleksikan dengan sikap dan tingkah laku seorang penguasa seperti menyingkirkan orang-orang yang berpotensial menjadi saingannya, tidak perlu mematuhi segala perjanjian dan peraturan yang ada karena dianggap sebagai faktor penghalang, dan sebagainya. Machiavelli dalam konsepsinya tersebut nampak tidak bermoral, hal tersebut berlawanan dengan tokoh lainnya, seperti Thomas Aquinas (1226 1274) dan Santo Augustinus (354 430) yang berpendapat bahwa suatu negara dalam menjalankan roda pemerintahannya harus sesuai dengan ajaran Tuhan dan penguasa yang baik harus menghindari godaan kejayaan dan kekayaan-kekayaan duniawi agar memperoleh ganjaran surgawi kelak. Meskipun etika politik ala Machiavelli ini tak bermoral, namun banyak diadopsi dan dipraktekkan oleh beberapa penguasa selama memimpin negaranya baik yang secara terang-terangan maupun secara sembunyi, seperti Napoleon Bonaparte (Prancis), Louis XVI (Prancis), Adolf Hitler (Jerman), Mussolini (Italia) serta yang belum lama ini di hukum mati, Saddam Hussein (Irak). Saddam Hussein menjabat sebagai kepala negara (presiden Irak) selama beberapa dekade. Dalam pemerintahannya, ia terbilang sangat keji. Tak segan-segan ia menghabisi semua lawan politiknya. Segala cara dihalalkannya guna mempertahankan dan memperbesar kekuasaannya. Di bawah pemerintahannya, Irak pernah mengivansi ladang minyak milik Iran pada tahun 1980 dan berakhir dengan gencatan senjata pada tahun 1988. Setelah mengivansi Iran, pada tahun 1990 Irak kembali beraksi, kali ini dengan mengivansi ladang minyak milik Kuwait. Dari contoh kasus inilah dapat kita lihat bagaimana selayaknya seorang pemimpin berkuasa ala Machiavelli. Dari pandangannya mengenai bagaimana peranan penting sebuah agama sebagai salah satu instrumen dalam mengumpulkan serta mengolah kekuasaan, mengindikasi bahwa wibawa penguasa negara tanpa agama tidak cukup menjamin lestarinya persatuan dan kekuasaan.Pandangan keagamaan Machiavelli ini menarik, karena agama sebagai sebuah institusi sakral tetap perlu terlibat dalam proses -proses politik.Ini artinya agama tidak bisa dipisahkan begitu saja sekadar karena alasan bahwa agama urusan pribadi manusia dengan Tuhannya sebagaimana diyakini kaum sekularis pada umumnya. Peran agama

dalam sebuah negara seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Thomas Hobbes juga sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh Machiavelli bahwa agam harus diintervensi sedemikian rupa sehingga dapat menjaga stabilitas kekuasaan seorang pemimpin. Machiavelli juga berpendapat memiliki angkatan perang yang kuat adalah suatu keharusan yang dimiliki sebuah negara.Angkatan bersenjata merupakan basis penting bagi seorang penguasa negara karenaangkatan bersenjatamanifestasi nyata kekuasaan negara. Menggunakan tentara sendiri akan jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan tentara sewaan. Beberapa alasan mengapa suatu penguasa tidak boleh menggunakan tentara sewaan adalah karena tentara sewaan tidak bisa disatukan, haus akan kekuasaan, tidak berdisiplin, tidak memiliki rasa takut kepada Tuhan, tidak seetia kepada penguasa (yang menyewa mereka), tidak setia sesamanya, serta tidak bertanggung jawab, menghindar dari peperangan dan bersifat oportunis. F. KESIMPULAN Machiavelli bependapat bahwa tujuan negara tidak lain adalah kekuasaan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara yang sebenarnya, yaitu kebesaran dan kehormatan. Oleh sebab itu, ia menyangkal asumsi bahwa kekuasaan adalah alat atau instrumen belaka untuk mempertahankan nilai-nilai moralitas, etika atau agama. Bagi machiavelli segala kebajikan, agama serta moralitaslah yang harus dijadikan alat untuk memperoleh memperbesar serta mempertahankan kekuasaan. Untuk memperoleh kehormatan dan kebesaran itu, seorang penguasa (raja) tidak harus menaati norma kesucian maupun agama. Bahkan kalau perlu juga berbuat licik dan tidak perlu harus menepati janji.Sebaiknya seorang penguasa berperan sebagai bintang yang merupakan perpaduan dari kancil dan singa.Selain hal tersebut, suatu negara juga harus memiliki suatu sistem militer (tentara) yang kuat dan mandiri. Ajaran Machiavelli ini lahir di saat negeri Italia terpecah belah akibat peperangan dan korupsi merajalela. Sedangkan raja (penguasa) saat itu sama sekali tidak dapat berbuat banyak karena lemah. G. DAFTAR PUSTAKA Budiarjo, Miriam. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia: Jakarta. Hardiman, F. Budi. 2007. Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia. Luka, Monsanto. 2008. Tangan Besi 100 Tiran Penguasa Dunia. Yogyakarta: Galang Press. Machiavelli, Niccolo. 2008. Niccolo Machiavelli Il Principle (Sang Pangeran). Yogyakarta: Narasi. Masoed, Mohtar. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodelogi. LP3ES: Jakarta. Suhelmi, Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia. Thamiend, Nico. 2001. Tata NegaraJakarta: Yudhistira.

Anda mungkin juga menyukai