Anda di halaman 1dari 12

AL-HALLAJ

Makalah
Disusun untuk Memenuhi
Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Filsafat Islam Kontemporer

Oleh:

Citra Eka Pratiwi


NIM. 11160331000004
M. AMAR
NIM. 11160331000047

SANDI RAMADHANI
NIM. 1117033100000

JURUSAN AQIDAH DAN FALSAFAH ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
AL-HALLAJ

Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2018

A. Pengantar
Dalam dunia tasawuf, nama al-Hallaj bukan lah sesuatu yang asing lagi.
Tokoh tasawuf ini, oleh sebagian ulama dianggap sebagai seorang yang murtad.
Namun tidak sedikit ulama yang memuji kosep dan ajaran tasawuf beliau.
Terlepas dari semua itu, kami hendak memberikan informasi tentang al-Hallaj dan
pemikiran filsafatnya beliau. Pemikiran tasawuf al-Hallaj termasuk dalam
pemikiran tasawuf falsafi karena corak pemikirannya didasarkan kepada teori-
teori tasawuf dan falsafah.

B. Biografi Al–Hallaj
Nama lengkap al- Hallaj adalah Abu al-Mughits al-Husain ibn Manshur ibn
Muhammad al-Baidhawi (244-309 H / 857-922 M). al-hallaj yang berarti pemintal
benang, lahir di Thur, sebelah timur laut Baidha’, Persia ( Iran ). Al-Hallaj adalah
cucu dari seorang sahabat Nabi yang bernama Abu Ayyub.1
Sebelum berusia 12 tahun ia belajar menghafal Al-Quran dan menjadi
seorang hafizh (Al-Quran). Ia berusaha mencari makna batiniah dari surat-surat
Al-Quran dan menerjunkan diri ke dalam tasawwuf di madrasah Sahl at-Tustari
menuju Basrah. Dia tinggal sampai dewasa di Wasith, dekat Baghdad, dan dalam
usia 16 tahun dia telah pergi belajar pada seorang sufi yang terbesar dan terkenal,
bernama Sahl bin Abdullah al-Tustur di negeri Ahwaz.
Selanjutnya ia pergi ke Bashrah dan belajar pada seorang sufi benama Amr
Al-Makki, dan pada tahun 264 H. ia masuk kota Baghdad dan belajar pada al-
Junaid yang juga seorang sufi. Selain itu ia juga pernah menunaikan ibadah haji di

1
M. Subkhan Anshori, Filsafat Islam Antara Ilmu dan Kepentingan (Kediri: Pustaka Azhar,
2011), h. 56.

2
Makkah sebanyak tiga kali. Al-Hallaj menikah dengan Umm al-Husain, puteri
Abu Ayyub al-Aqtha’.
Dalam perjalanan hidup selanjutnya ia pernah keluar masuk penjara akibat
konflik dengan ulama fiqih. Pandangan-pandangan tasawuf yang agak ganjil
sebagaimana akan dikemukakan dibawah ini menyebabkan seorang ulama fiqih
bernama Ibn daud al-Isfahani mengeluarkan fatwa untuk membantah dan
membrantas pahamnya. Al-Isfahani dikenal sebagai ulama fiqih penganut
madzhab Zahiri, suatu madzhab yang hanya mementingkan zahir nas ayat belaka.
Fatwa yang menyesatkan yang dikeluarkan oleh Ibn Daud itu sangat besar
pengaruhnya terhadap diri al-Hallaj, sehingga al-Hallaj ditangkap dan
dipenjarakan. Tetapi setelah satu tahun dalam penjara, dia dapat meloloskan diri
berkat bantuan seoarang sifir penjara.
Dari Baghdad atas saran al-junaid ia pergi ke makkah. Disana ia
menjalankan hajinya yang pertama dan menyelesaikan umrahnya selama satu
tahun di halaman Masjid al-haram sambil berpuasa san berdzikir. Dalam suasana
seperti ini, al-Hallaj berusaha dengan caranya sendiri menyatu dengan Allah dan
mulai menyerukan penyatuan itu.
Setelah kembali ke Khuzistan, al-Hallaj mulai menanggalkan baju gamis
panjang kesufiannya dan kemudian memakai jubah agar dapat berbicara dan
berdakwah secara lebih leluasa. Inilah permulaan kewaliannya, dimana tujuan
utamanya adalah membuat setiap orang dapat menemukan Allah di dalam hatinya
sendiri. Karenanya, al-Hallaj diberi julukan Hallaj al-Asrar (pemintal hati
nurani)yang membuatnya dicurigai dan dibenci serta dijadikan bahan polemic di
antara para sufi.
Beberapa kaum Sunni dan sebagian orang Kristen yang menjadi pejabat
Negara di Baghdad menjadi pengikutnya. Teapi kalangan Mu’tazilah dan Syi’ah
yang menjadi pejabat Negara menuduhnya sebagai penipu dan menentangnya.
Lalu Al-Hallaj pergi ke khurasan untuk melanjutkan dakwahnya di antara koloni-
koloni arab di sebelah Timur Iran dan menetap disana selama lima tahun.
Kemudian Al-Hallaj kembali ke daerah Tustar, dn melalui bantuan Sekretaris
Negara, Hamid Kunna’I, ia berhasil membawa keluarganya menetap di Baghdad.

3
Kemudian Al-Hallaj melakukan Ibadah Hajinya yang kedua bersama 400
orang pengikutnya,tetapi beberapa kawan lamanya dari kalangan sufi
menuduhnya menggunakan magic dan ilmu sihir serta membat perjanjian dengan
jin. Setrelah haji keduanya ini, ia melakukan perjalanan panjang ke India dan
Turkistan. Di India ia berhasil menyebarkan Islam dan mengembangkan
pengaruhnya di sana. Buktinya, sebagian kasta yang ditarik ke dalam Islam
sampai sekarang masih disebut sebagai Mansuri (yang ditolong), dan sebuah
makam yang diyakini sebagai makamnya di Baghdad masih didatangi oleh orang-
orang Gujarat, India .
Sekitar tahun 290 H/902 M, al-Hallaj kembali ke Makkah untuk
menjalankan ibadah haji yang ketiga kalinya sekaligus yang terakhir. Ia kembali
ke sana dengan mengenakan muraqqa’ah (sehelai kain tambalan yang menutupi
bahunya) dan futha (sejenis kain celana India) yang melingkar di pinggangnya.
Ketika wukuf di Arafah, al-Hallaj berdoa agar Allah menguranginya menjadi
tiada, menjadikan dirinya direndahkan dan ditolak, sehingga hanya Allah yang
ada dalam jiwa dan bibirnya. Setelah kembali kepada keluarganya di Baghdad al-
Hallaj membangun sebuah model Ka’bah di dalam rumahnya dan berdo’a di
tengah malam di samping makam, dan pada siang hari ia mengumandangkan jalan
atau mabuk cintanya kepada Allah dan keinginannya untuk meninggal secara
terhina demi kaumnya.

“Wahai kaum imuslim, selamatkan aku dari Allah, “Allah telah membuat
darahku menjadi halal untuk engkau, maka bunuhlah aku,” seru Al-Hallaj.
Seruan ini memunculkan emosi dan memicu kecemasan di kalangan kaum
terdidik. Seorang Zhahirin, Muhammad ibn dawud, marah ketika al-hallaj
mengumumkan penyatuan mistiknya dengan Allah, ia meminta agar al-Hallaj
diseret ke pengadilan dengan melakukan provokasi agar al-Hallaj dihukum mati.
Tetapi ahli fiqih Syafi’I, Ibn Suraij, menyatakan bahwa inspirasi mistik itu diluar
ketentuan fiqih.

Pada tahun 296 H/908 M beberapa aktivis reformasi sunni (di bawah
pengaruh seorang penganut aliran Hanbali, Barbahari) melakukan perebutan
kekuasaan dan mengangkat Ibn al-Mu’taz sebagai Khalifah. Tetapi usaha mereka
gagal, dan Khalifah al-Muqtadir memulihkan kembali pejabat finansialnya yang

4
Syi’ah, Ibn Furat. Akibatnya al-hallaj menerima perlakuan represif dari orang-
orang yang bersikap anti Hanbali, tetapi ia berhasil menyelamatkan diri menuju
Sus di Ahwaz, walaupun empat pengikutnya ditahan.
Tiga tahun kemudian al-Hallaj sendiri ditahan dan dibawa ke Baghdad
sebagai korban kebencian hamid, seorang pengikut Sunni, Al-Hallaj lalu
dimasukkan ke dalam penjara selama sembilan tahun. Pada tahun 301 H/913 M,
Menteri Ibn ‘Isa, saudara sepupu dari salah seorang pengikut al-Hallaj
mengakhiriperadilan terhadap al-Hallaj dan pengikut-pegikutnya yang meringkuk
dalam penjara dengan tuntunan dibebaskan.
Sayangnya, karena provokasi represif dari musuh-musuh al-Hallaj dengan
dukungan kepala polisi yang juga lawan menteri Ibn ‘Isa, al-Hallaj dihukum tiga
hari, dan di atas kepalanya dipasang plakat bertuliskan “Agen Qarmathiyah”.
Al-Hallaj kemudian dibawa ke suatu tempat di mana ia sempat memberi
ceramah kepada kalangan narapidana lainnya. Pada tahun 303 H/915 M, al-Hallaj
merawat khalifah yang sakit demam, dan pada tahun 305 H ia “menghidupkan
kembali” pangeran putera mahkota itu. Kaum Mu’tazilah lantas mengumumkan
ajaran pedukunan al-Hallaj. Pada tahun 304-306 H, menteri Ibn ‘Isa yang
mengagumi al-Hallaj digantikan oleh Ibn Furat yang anti al-Hallaj. Namun
pengaruh sang Ratu mencegah menteri baru itu untuk membuka kembali peradilan
terhadap al-Hallaj. Pada periode ini muncul dua karya utama al-Hallaj,
yaitu Thasin al-Azal, sebuah perenungan tentang Iblis, sang monoteis yang tidak
patuh, dan karya pendeknya yang berjudul Mi’raj Nabi Muhammad, yang berhenti
di Sirat al-Muntaha.
Peradilan terhadap al-Hallaj dibuka kembali pada tahun 308-309/921-922
M. Latar belakang peradilan ini adalah adanya spekulasi keuangan Hamid yang
ditentang oleh Ibn Isa. Untuk menghancurkan pengaruh Ibn ‘Isa, Hamid membuka
kembali peradilan terhadap al-Hallaj. Kali ini ia dibantu oleh Ibnu Mujahid,
pemimpin terkemuka dari kumpulan qurra sekaligus sahabat sufi Ibn Salim dan
Asy-Syibli, tetapi menentang Al-Hallaj.
Dan akhirnya pada tanggal 18 zulqa’dah tahun 309 H(921 M). al-Hallaj
dijatuhi hukuman mati. Ia dihukum bunuh, dengan terlebih dahulu dipukul dan

5
dicambuk, lalu disalib, sesudah itu dipotong kedua tangan dan kakinya, dipenggal
lehernya, dan ditinggalkan tergantung bagian-bagian tubuh itu di pintu gerbang
kota Baghdad, dengan maksud untuk menjadi peringatan bagi ulama lainnya yang
bebeda pendirian. Arberry lebih lanjut melukiskan kasus pembunuhan al-Hallaj
sebagai berikut. “Tatkala dibawa untuk disalib, dan melihat tiang salib serta paku-
pakunya, ia menoleh ke arah orang-orang seraya berdo’a, yang diakhiri kata-kata:
“Dan hamba-hamba-Mu yang bersama-sama membunuhku ini, demi agama-Mu
dan memenangkan karunia-Mu, maka ampunilah mereka, ya Tuhan, dan
rahmatilah mereka. Karena sesungguhnya, sekiranya telah Kau anugerahkan
kepada mereka yang Kau telah anugerahkan kepadaku, tentu mereka takkan
melakukan apa yang telah mereka lakukan. Dan bila Kau sembunyikan dari diriku
yang telah Kau sembunyikan dari mereka, tentu aku takkan menderita begini.
Maha Agung Engkau dalam segala yang Kau-Lakukan,dan Maha Agung Engkau
dalam segala yang Kau kehendaki.

C. Karya al-Hallaj
Menurut Nadim seorang ahli riwayat ternama, yang banyak sekali
membicarakan al-Hallaj dan menentang pendiriannya, mencatat bahwasannya
karangannya tidak kurang daripada 47 buah. Sebagian daripadanya adalah: al-
Ahruful Muhaddasah wa Azaliyah wall Asmaul Kulliyah, Kitab al-Ushul wal
Furu, Kitab Sirrul ‘Alam wal Mab’uts, Kitab al-‘Adlu wat Tauhid wat tauhid,
Kitab ‘Ilmu Baqa’ wal fana, Kitab Madhun Nabi wal Masalul A’laa, Kitab “Hua,
Hua”. Dan Kitab ath-Thawwasin.
Kedelapan kitab ini adalah yang terpenting di antara 47 kitab, dan yang
tersebut di belakang ini “at Thawwasin” telah dicetak kembali, dan ada salinannya
dalam bahasa Persia.2

2
Prof. Dr. Hamka, Perkembangan dan Pemurnian Tasawuf, ed. Muh. Iqbal Santoso
(Jakarta: Republika Penerbit, 2016), h. 159.

6
D. Konsep Pemikiran al-Hallaj
Al-Hulul merupakan salah satu konsep dalam aliran tasawuf sebagai tipe
lain dari faham ittihad yang diajarkan Bayazid dan pertama kali dikembangkan
oleh Husein Ibnu Mansur al-Hallaj.3 Pengertian Hulul secara singkat adalah
Tuhan mengambil tempat dalam diri manusia tertentu yang sudah melenyapkan
sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana.4
Secara etimologi Hulul merupakan masdar dari kata: Halla-Yahillu-Hulul
yang bermakna: tingal dan menetapkan, demikian pula dapat bermakna:
penempatan, penyinaran, penurunan, menjelma, merintis, menepati atau
menyusup.5
Al-Hallaj berpendapat bahwa manusia itu memiliki sifat dasar yang ganda
yaitu sifat ke-Tuhanan (Lahut) dan sifat Ke-manusian (Nasut). Hululnya Tuhan
kepada manusia berkaitan dengan maqam Fana dan menurut al-Hallai terdapat
tiga tingkatan yakni: Pertama, memfanakan seluruh keinginan dan kemauan jiwa.
Kedua, semua unsur-unsur pikiran dan perasaan sehingga menyatu semata-mata
hanya kepada Allah SWT. Terakhir, menghilangkan segala kekuatan pikiran dan
perasaan serta kesadaran. Seorang sufi harus melenyapkan semua unsur sifat
kemanusiaannya sehingga yang mengisi jiwanya adalah sifat-sifat ke-Tuhanan
atau biasa juga disebut beringkarnasi dengan Allah.6
Teori Lahut yang berdasar dari pemahaman dua sifat dasar manusia, a1-
Hallaj mengambil contoh penjelasan dari kejadian Adam as. sebagai manusia
pertama ciptaan Allah SWT yang dapat dipahami sebagai copy-an dari diri-Nya,
konsep lahut dan nasut didasarkan pula pada Surah al-Baqarah ayat 34: Perintah
Allah agar Malaikat sujud kepada Adam, karena Allah telah menjelma dalam diri
Adam, sehingga harus disujudi sebagaimana sujud menyembah kepada Allah.
Pernyataan tersebut dapat dipahami dari ungkapan-ungkapan Hallaj antara lain
sebagai berikut:

3
James Hasting: Encyclopedia of Religion and Ethics. Vol. VI: 481
4
A.Qadir Mahmud: Al-Falsafah as-Sufiyuh Fi al-Islam. Dar al-Fikr, Al-Arabi, 1966, hal.337
5
Curil Glasse, The oncise Encyclopaedia of Islam, terj. Gufron: Ensikopedi Islam Ringkas Ed
1 cet.3 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 139.
6
Ira M. Lapius. Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1999), h. 172.

7
Maha suci Allah yang menampakkan nasutnya,
Seiring cemerlang bersama lahutnya
Sehingga menyatu padu, makhluk-Nya pun terlihat nyata,
Sebagaimana manusia yang makan minum layaknya
Berbaur sudah sukmamu dalam rohku
Seperti anggur dan air bening yang terpadu
Bila engkau tersentuh, maka terasa pulalah aku
Pada waktu itu Engkau dalam segalanya adalah aku
Aku yang kurindu, dan kurindukan aku jua
Kami dua jiwa terpadu jadi satu raga,
BiIa Kamu lihat aku, tampak jua Dia dalam PandanganMu,
Jika Kau lihat dia, kami dalam pengelihatanMU tampak nyata.

Syair atau ungkapan dengan teliti dapat dipahami bahwa persatuan dengan
Tuhan dalam bentuk hulul itu, wujudnya manusia itu (hallaj) tidak hilang atau
hancur, melainkan tetap ada. Sehingga dapat dipahami terdapat dua wujud yang
bersatu dalam satu tubuh, namun yang tampak dalam mata manusia hanya tetap
tubuh manusia, walaupun dalam hakekat tidak dapat penyatuan Tuhan dan
manusia digambarkan dalam persamaan menyatunya air dengan anggur, Adapun
kata-kata "Anaa al-Haq" yang keluar dari mulut al-Hallaj bukanlah bermaksud
Dia yang Maha Benar/Tuhan, melainkan Tuhan tetap Tuhan yang benar bukan al-
Hallaj adalah Tuhan. Sebagaimana penegasan Syairnya yang di ungkapkakan oleh
Harun Nasution:

Aku adalah rahasia yang Maha benar


Dan bukanlah yang Maha benar itu adalah aku
Aku hanyalah satu dari yang benar, maka
Bedakanlah antara kami

Syair penegasan al-Hallaj tersebut bila dicermati secara logika yang jernih
dan tenang, nyata-nyata tetap al-Hallaj adalah al-Hallaj sebagai hamba atau
makhluk bukan yang Maha benar. Dan Allah adalah Allah yang Maha benar
bukan al-Hallaj. Sangat perlu dipahami bahwa ungkapan sufi yang maksimal tidak
akan mungkin lansung dicerna oleh orang yang tingkat kesufiannya masih sangat
rendah, terlebih lagi yang bukan sufi dan tentu lebih celaka lagi kalau yang mau
memahami adalah orang atau penguasa dhalim yang mabuk dunia atau ulama
yang memiliki rasa ketergantungan pada pemerintah.

8
Selanjutnya, Harun Nasution mengatakan: Adalah sangat tidak logis apabila
orang-orang sufi yang sepanjang usianya beribadah mendekatkan diri kepada
Allah karena rindu, takut atau cinta sehingga berusaha mencari dan mendekati
Allah dengan jiwa yang suci dari pengaruh nafsu keduniaan mau mengaku bahwa
dirinya sebagai Tuhan, sebab bila merasa dirinya sebagai Tuhan, mengapa mau
mendekat dan mencari Tuhan.7

Adapun bentuk-bentuk Hulul:


1. Al-Hulul al-Jawari yaitu dua keadaan dimana esensi yang satu dapat
mengambil tempat pada yang lain (tanpa ada penyatuan) sebagaimana halnya
terlihat air bertempat dalam tempayang.
2. Al-Hulul al-Sayorani ialah menyatunya dua esensi sehingga tampaknya satu
esensi, seperti zat cair yang telah mengalir dalam bunga. Rupanya paham
kedua inilah yang di kembangkan al-Hallaj
.
Paham hulul yang berdasar dari asal kejadian Adam lalu dimuliakan oleh
Allah, dalam kondisi tersebut Tuhan berada atau sifat dalam diri yang nampak
dalam kemuliaan, sehingga dapat dipahami bahwa manusia dapat memiliki sifat
ketuhanan, maksudnya kebenaran itu sendiri bukanlah berarti manusia yang
memiliki kebenaran, dia juga Maha benar.8
Cara hidup mistik merupakan sikap proses seseorang yang bersifat
independen dari system ibadah yang dilakukan sebagai rahmat Allah dengan
harapan dapat mendapatkan rahmat cinta yang suci. Implementasi rasa cinta
kepada Allah Swt dan pemaknaaan suatu system ibadah yang benar antara, system
syariah dan kesufian untuk melihat dimana persamaan dan perbedaan terjadi
beberapa tanggapan, ada yang menjadikan rahmat dan bahkan ada yang
menjadikan sumber malapetaka yang berujung pada perpecahan.
Dari pembahasan di atas dapat dilihat intisari pemikiran al-Hallaj menurut
para ahli mencakup tiga ajaran yaitu:
7
Harun Nasution: Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam (Bulan Bintang: Jakarta, Cet II,
1978), h.90.
8
Lihat A. J. Arberry, Muslim sains and Mistics: (Lindong: the TP, the tth), h. 271.

9
1. Hulul, yaitu ketuhanan (Lahut) menjelma dalam diri insan (Nasut).
2. Al-Haqiqotul Muhammadiyah yaitu Nur Muhammad sebagai asal-usul
kejadian amal perbuatan, ilmu pengetahuan dan dengan perantaraan-
Nyalah seluruh amal ini di jadikan.
3. Kesatuan segala agama.

Berdasarkan pemahaman para ahli tentang al-Hallaj, ada dua alasan al-
Hallaj mengungkapkan kata-kata yang sangat kontroversial itu, yaitu:
1. Kemungkinan pertama bisa muncul karena ungkapan rasa cinta yang
sangat mendalam kepada ilahi sampai pada titik kulminasi sehingga sang
pengucap tidak sadar telah mengucapkan kata sakral itu.
2. Kalimat itu merupakan ucapan ilahi sendiri. Artinya ada kekuatan diluar
sang sufi untuk menggunakan sarana pada diri sang sufi untuk menyatakan
sesuatu yaitu kemungkinan menjamin Allah "Meminjam" mulut al-Hallaj
untuk mengekspresikan ke-Ilahian Allah pada dunia.9
Abu al-Mughis al-Husein bin Mansur bin Muhammad al-Baidawi
merupakan seorang sufi yang terkenal dengan sebutan al-Hallaj dan
memiliki tiga pokok ajaran yaitu :
a. Hulul
b. Haqiqah Muhammadiyah
c. Wahdat al-Adyan

Faham Al-Hulul merupakan salah satu bentuk Ittihad. Yang maksudnya


adalah suatu tingkatan dalam tasawuf dimana seorang sufi merasa dirinya bersatu
denangan Tuhan, suatu tingkatan saat yang mencintai telah menjadi satu.
Nur Muhammad atau Haqiqah Muhammadiyah merupakan pancaran
pertama dari zat Tuhan, bersifat qadim dan sehakikat dengan zat Tuhan.dari Nur
Muhammad inilah melimpahnya alam semesta ini.

9
Reynold A Nicholson the mystic of Islam diterjemahkan oleh tim penterjemah Bumi
Aksara dengan judul Mistik dalam lslam cet.1 (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), hal. 39.

10
Ajaran pokok lainnya dari al-Hallaj adalah Wahdat Al-Adyan, faham ini
mengemukakan bahwa hakikat semua agama adalah satu, karena semua
mempunyai tujuan yang satu yaitu mengakui dan menyembah Allah, Tuhan
semesta alam, Tuhan semua agama.

E. Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran di atas dapat kami simpilkan bahwa al-Hallaj
mempunyai konsep yaitu al-Hulul dalam pemikirannya sebagai konsep dari pada
konsep ittihad. Dalam konsep al-Hulul tersebut al-Hallaj berpendapat bahwa
dalam diri manusia terdapat dua sifat dasar yaitu Lahut yang berarti sifat
Ketuhanan dan Nasut yang berarti Kemanusiaan. Al-Hulul terbagi menjadi dua
bagian yaitu Al-Hulul al-Jawari yaitu dua keadaan dimana esensi yang satu dapat
mengambil tempat pada yang lain (tanpa ada penyatuan) sebagaimana halnya
terlihat air bertempat dalam tempayang. Al-Hulul al-Sayorani ialah menyatunya
dua esensi sehingga tampaknya satu esensi, seperti zat cair yang telah mengalir
dalam bunga. Rupanya paham kedua inilah yang di kembangkan al-Hallaj. Intisari
dari pemikiran al-Hallaj ada tiga ajaran yaitu Pertama, al-Hulul yaitu ketuhanan
(Lahut) menjelma dalam diri insan (Nasut). Kedua, Al-Haqiqotul Muhammadiyah
yaitu Nur Muhammad sebagai asal-usul kejadian amal perbuatan, ilmu
pengetahuan dan dengan perantaraan-Nyalah seluruh amal ini di jadikan. Ketiga,
Kesatuan segala agama.

F. Daftar Pustaka
Al-Taftazani, Abu Wafa’ al-Ghanimi, Tasawuf Islam: Telaah Historis dan
Perkembangannya, terj. Subkhan Anshori, Lc., Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2008.

Anshori, M. Subkhan, Filsafat Islam Antara Ilmu dan Kepentingan, Kediri:


Pustaka Azhar, 2011.

Arberry. A. J., Muslim Sains and Mistics, Lindong: the,TP,the,tth.

Glasse Curil, The oncise Encyclopaedia of Islam Terjemahan Gufron: Ensiklopedi

Hasting, James, Encyclopedia of Religion and Ethics. Vol. VI: 481.

11
Islam Ringkas Ed. I cet III, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Lapius Ira M. Sejarah Sosial Umat lslam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.

Mahmud, Qadir, Al-Falsafah As-Sufiynh Fi Al-Islam. Dar Al-Fikr, All-Arabi,


1966.

Nasution Harun, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, cet II, Bulan Bintang:
Jakarta, 1978.

Schimmel, Annemarie, Dimensi Mistik Dalam Islam, terj. Sapardi Djoko


Damono, dkk., Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.

12

Anda mungkin juga menyukai