Anda di halaman 1dari 5

KONSEP EMANASI MENURUT IKHWĀN AL-SHAFĀ’

Paper
Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu
Pada Mata Kuliah Falsafah Islam Klasik

Oleh:
Citra Eka Pratiwi
NIM 11160331000004

JURUSAN AQIDAH DAN FALSAFAH ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
KONSEP EMANASI IKHWĀN AL-SHAFĀ’
Oleh: Citra Eka Pratiwi
Jurusan Aqidah dan Falsafah Islam, Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018

A. Pengantar
Dalam paper saya kali ini akan membahas tentang konsep emanasi dari dua
tokoh yaitu Al-Farabi yang terkenal dengan falsafah Akal yang sepuluh1 dan
Ikhwān al-Safā yang sebenarnya bukan satu orang tokoh namun tepatnya adalah
sekelompok orang. Konsep emanasi Ikhwān al-Safā sendiri dijelaskan dalam
bukunya yang bernama Rasā’il Ikhwān al-Safā. Adanya pembahasan dari dua
tokoh tersebut dikarenakan perbedaan konsep emanasi mereka, maka untuk itu
saya akan menjelaskannya sebagai berikut.

B. Pengertian Emanasi dan Emanasi Neo-Platonisme (Teori Pemancaran)


Emanasi dalam bahasa Inggris adalah emanation dan dalam bahasa latin e
(dari) manare (mengalir). Emanasi adalah doktrin mengenai terjadinya dunia.
Dunia terjadi karena ada proses di mana yang ilahi meleleh. Sebuah alternatif
doktrin penciptaan. Konsep emanasi menghubungkan tata kekal dan tata
sementara, biasanya melalui tahan-tahap antara. Di Barat, Gnostisisme dan
Neoplatonisme merupakan falsafah emanasionistik. Falsafah-falsafah Panteistik
condong ke arah ini.2

C. Konsep Emanasi Ikhwān Al-Safā


Seperti Al-Farabi, Ikhwān al-Safā juga menganut paham teori pemancaran
atau emanasi. Namun, dalam konsep Ikhwān al-Safā terdapat sembilan tingkat
struktur emanasi yang terdiri dari3:

Sang Pencipta
1
Harun Nasution, Falsafat Agama. Jakarta: PT Bulan Bintang, 2009, c. 9, h. 83.
2
Lorens Bagus, Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996, c.1, h. 193.
3
Sayyed Hossein Nasr and Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam. Bandung:
Penerbit Mizan, c. 1, h. 281.

2

Akal

Jiwa

Materi Pertama

Alam

Raga Mutlak (Substansi Material)

Bola Langit

Empat Unsur

Wujud-wujud dunia
(Mineral, tumbuhan, dan hewan)

Emanasi yang dianut Ikhwān al-Safā seperti di atas hampir sama betul
dengan emanasi Plotinus.4 Menurut Ikhwān al-Safā terjadinya emanasi ini karena
kemurahan dan kebaikan yang terdapat pada Tuhan yang kemudian memancar
dari-Nya sebagaimana cahaya yang memancar dari matahari. Kemudia dari
pancaran pertama muncul Akal Aktif atau Universal, kemudian muncul Jiwa
Universal, dari yang terakhir inilah memancar Materi Pertama.5
Pada Materi Pertama ini merupakan jiwa rohani yang mendapatkan sifat
jasmani berupa dimensi seperti panjang, lebar, dan tinggi.6 Meskipun materi
pertama termasuk dalam kategori rohani yang bersifat kekal, materi pertama
4
Dra. Syarifah Syafe’i, Tesis: Alam Rohani dalam Filsafat Ikhwan Al-Sāfā. Padang: Program
Pascasarjana, IAIN Imam Bonjol Padang, 2006), h. 66.
5
Sayyed Hossein Nasr and Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam. Bandung:
Penerbit Mizan, c. 1, h. 281.
6
Dra. Syarifah Syafe’i, Tesis: Alam Rohani dalam Filsafat Ikhwan Al-Sāfā. Padang: Program
Pascasarjana, IAIN Imam Bonjol Padang, 2006, h. 68.

3
tidaklah lengkap dan sempurna atau lebih rendah tingkatannya dari pada Akal
Universal dan Jiwa Universal. Materi Pertama yang menerima bentuk pertama
kemudian bersatu dengan tabiat yang merupakan kekuatan dari Jiwa Universal.
Maka dari bersatunya Materi Pertama dan Tabiat muncul Materi Kedua atau Raga
Mutlak. Dalam Materi Kedua atau Raga Mutlak ini muncul sembilan falak yang
mempunyai jiwa masing-masing. Sembilan falak (langit) itu adalah alam jasmani
yang disebut dengan alam semesta. Dalam hal ini Ikhwān al-Safā berpendapat
bumi yang berada dalam pusat gerakan sembilan falak itu diam saja, dan yang
bergerak aktif adalah sembilan falak itu, gerak dari sembilan falak itu berputar
7
mengelilingi bumi. Dari gerakan itulah muncul Empat Unsur yang berada di
bumi dan lapisan angkasa di bawah falak ke-9 (falak bulan). Dari Empat Unsur itu
muncul mineral, tumbuhan, hewan, dan yang terakhir adalah manusia.8

D. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada konsep
emanasi Al-Farabi dan Ikhwān al-Safā memiliki persamaan yaitu Tuhan atau
Yang Esa adalah penyebab awal terciptanya alam semesta. Namun, dalam konsep
emanasi Al-Farabi Materi Utama atau Pertama ada dalam Akal X, sedangkan
dalam konsep Ikhwān al-Safā Materi Pertama ada setelah Jiwa Universal. Jadi
dalam konsep Al-Farabi Sepuluh Akal tersebut tidak langsung mengatur sepuluh
kawasan alam semesta, jadi Akal I mengatur secara tidak langsung kawasan langit
pertama, Akal II mengatur secara tidak langsung kawasan langit bintang-bintang
tetap, dan demikian seterusnya sampai Akal X yang mengatur secara tidak
langsung kawasan bumi, maka oleh sebab itu Materi Pertama ada dalam Akal X.
Sedangkan dalam konsep Ikhwān al-Safā Tuhan hanya memancarkan satu
akal saja, yang dari Akal itu memancar Jiwa Universal. Jiwa Universal itu yang
menggerakan langsung alam semesta. Jiwa Universal itu meresap ke seluruh
bagian dari tubuh sembilan langit dan tubuh-tubuh lain yang ada di bumi, maka

7
Dra. Syarifah Syafe’i, Tesis: Alam Rohani dalam Filsafat Ikhwan Al-Sāfā. Padang: Program
Pascasarjana, IAIN Imam Bonjol Padang, 2006, h. 70.
8
Dra. Syarifah Syafe’i, Tesis: Alam Rohani dalam Filsafat Ikhwan Al-Sāfā. Padang: Program
Pascasarjana, IAIN Imam Bonjol Padang, 2006, h. 77.

4
Materi Pertama yang merupakan emanasi dari Jiwa Universal ini membentuk
alam jasmaninya yaitu mineral, tumbuhan, dan hewan termasuk manusia.

E. Daftar Pustaka
Dahlan, Dr. Abdul Aziz, Pemikiran Falsafi dalam Islam. Jakarta: Djambatan,
2003.

Fakhry, Madjid, Sejarah Filsafat Islam. Terj. R. Mulyadhi Kartanegara. Jakarta:


Dunia Pustaka Jaya, 1987.

Hoesin, Dr. Oemar Amin, Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1959.

Hunnex, Milton D., Peta Filsafat: Pendekatan Kronologis dan Tematis. Terj.
Zubair. Jakarta: Teraju, 2004.

Nasution, Harun, Falsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 2003.

Syafe’i, Dra. Syarifah, Alam Rohani dalam Filsafat Ikhwān al-Safā. Program
Pascasarjana, UIN Imam Bonjol Padang, 2006.

Syarif, M. M., Para Filosof Muslim. Bandung: PT Mizan, 1989.

Anda mungkin juga menyukai