Anda di halaman 1dari 6

Pemikiran Filsafat Ikhwan Al-Shafa’

Chika Rizki R, Denis Febri A, Erlangga Nur A


Kelas 5B
Pendidikan Agama Islam, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Abstract : Ikhwan al-Shafa 'is an organization that conducts scientific studies about science. The
movement of this organization is carried out clandestinely so that the information obtained about this
organization contains a lot of speculation and differences from the authors. This study was conducted to
determine the history of the emergence of the Ikhwan al-Shafa', the philosophical thoughts of the Ikhwan
al-Shafa' and their influence on subsequent Islamic thought. The results obtained are that the thoughts of
the Ikhwan al-Shafa have a major influence in the field of Islamic education, namely by integrating
rational science with religion.
Keywords :
Thought, History, Influence, Ikhwan al-Shafa'

Abstrak : Ikhwan al-Shafa‟ merupakan suatu organisasi yang melakukan pengkajian ilmiah
tentang ilmu pengetahuan. Pergerakan organisasi ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi
sehingga informasi yang didapatkan tentang organisasi ini banyak mengandung spekulasi serta
perbedaan dari para penulisnya. Penulisan ini dilakukan untuk mengetahui sejarah singkat
munculnya Ikhwan al-Shafa‟, pemikiran-pemikiran filosofis Ikhwan al-Shafa‟ serta
pengaruhnya terhadap pemikiran Islam selanjutnya. Hasil yang didapatkan adalah bahwa
pemikiran Ikhwan al-Shafa‟ ini memiliki pengaruh besar dalam bidang pendidikan Islam, yaitu
dengan mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang bersifat rasional dengan agama.

Kata Kunci :
Pemikiran, Sejarah, Pengaruh, Ikhwan al-Shafa‟

PENDAHULUAN
Berbeda dengan kebanyakan filosof muslim yang pada masanya, Ikhwan al-
Shafa‟ muncul dalam bentuk kelompok/organisasi yang menyatukan berbagai figur
filosof, denganberbagai latar belakang dan keahlian filo-saintifik. Mereka muncul
sebagai diri mereka sendiri, dan karenanya mereka mengeluarkan pemikiran-
pemikiran individual mereka dalam mengkaji sesuatu.
Ikhwan al-Shafa‟ lebih ingin memurnikan syariat Islam yang dianggapnya telah
tercemar oleh ajaran-ajaran di luar Islam, dan untuk membangkitkan kembali rasa
cinta ilmu pengetahuan di kalangan umat Islam. untuk tujuan itu dibutuhkan filsafat.
Maka, Ikhwan al-Shafa‟ mempelajari filsafat Yunani, Persia, India, dan lain-lain,
kemudian dipadukan dengan agama.1
Hal tersebut karena pada saat itu, yakni masa pemerintahan al-Mutawakkil
yang lebih cenderung kepada golongan Ahlus Sunnah menganggap bahwa semua
pemikiran atau gerakan rasionalis merupakan kalangan Mu‟tazillah yang mana
bertentangan dengan Ahlus Sunnah. Padahal Ikhwan al-Shafa‟ ini justru hendak
menggabungkan ilmu pengetahuan yang bersifat rasional dengan agama, tidak seperti
kalangan Mu‟tazillah yang hanya berpikir menggunakan rasionya saja terhadap segala
hal termasuk tentang wilayah agama yang mana tidak semua bisa dipikirkan
menggunakan rasio saja.

1 M. Syamsul Hady, “Filsafat Ikhwan Ash-Shafa”, Ulul Albab, Vol 8 No. 2, 2007, hlm 120

1|Pemikiran Filsafat Ikhwan Al -Shafa


Pemikiran-pemikiran mereka, sebagaimana dikompilasikan dalam sebuah
ensiklopedi yang diberi nama al-Rasa‟il (lengkapnya: Rasa'il Ikhwan al-Shafa wa
Khullan al,Wafa‟)2, karena sifatnya yang filosofis, tampak begitu mendasar dan rumit.
Namun, sama seperti para filosof individual lainnya, pusat perhatian pemikrian
mereka menyangkut makna-mkana laten dari keseluruhan realitas. Ikhwan al-Shafa‟
melaksanakan pertemuan-pertemuan ilmiah untuk membahas persoalan, disamping
juga melakukan berbagai ritual yang menurut mereka sebagai aktifitas yang
menyelaraskan jiwa dan memenuhi keyakinan-keyakinan mereka.
Dalam jurnal ini akan dibahas mengenai sejarah singkat kemunculan Ikhwan
al-Shafa‟ bersama dengan pemikiran-pemikiran filosofisnya, dan juga terkait pengaruh
pemikirannya terhadap perkembangan pemikiran Islam selanjutnya.

PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Kemunculan Ikhwan Al-Shafa‟
Ikhwan al-Shafa‟ adalah sebuah kumpulan persaudaraan rahasia para peneliti
muslim. Organisasi ini dipercaya berada di daerah Basra, Irak. Namun, muncul pula
spekulasi kalau kelompok rahasia ini berdiri di Bosra, Suriah. Sampai saat ini, belum
diketahui pasti kapa organisasi rahasia iniberdiri dan mengapa menggunakan nama
Ikhwan al-Shafa‟. Ignac Goldziher, salah satu ilmuwan Islam dari Hungaria,
berpendapat nama Ikhwan al-Shafa‟ berasal dari sebuah cerita fabel dari Indo-Persia
berjudul Kalila wa Dimna. Diwald, salah satu ilmuwan lain berpendapat penamaan
kelompok sesuai dengan tujuan mereka membuat ensiklopedia Ikhwan al-Shafa‟,
yakni keselamatan jiwa melalui pencapaian pengetahuan dan pemurnian hati.
Persaudaraan ini diperkirakan aktif pada abad ke-8 atau abad ke-10. Ikhwan al-
Shafa‟ mulai diketahui setelah adanya catatan Abu Hayyan al-Tauhidi yang hidup
pada masa Ikhwan berkiprah (1023). Kala itu, Irak tengah dipimpin oleh kekhalifahan
Abbasiyah, salah satu kekhalifahan dengan masa keemasan bagi Islam. Selama
kehalifahan ini, banyak ilmuwan dan filsuf menerjemahkan ilmu pengetahuan dari
berbagai daerah seperti Yunani, Cina, India, Persia, dan Mesir. Sementara itu, pada
abad ke-19, F. Dieterici menduga kemunculan Ikhwan al-Shafa‟ aktif sekitar tahun 961-
986. Pendapat itu berdasarkan laporan leksikografi di zaman Haji Khalifa dan
kehadiran sejumlah sajak dari al-Mutanabbi pada tahun 965. Massignon, salah satu
akademisi katolik yang mendalami Islam, menggunakan sajak Ibn al-Rumi yang keluar
pada tahun 896 Masehi untuk menduga kemunculan kelompok rahasia ini.
B. Pemikiran Filsafat Ikhwan al-Shafa‟
1. Metafisika
Metafisika Tentang ketuhanan, Ikhwan al-Shafa‟ pemikirannya berlandaskan
pada bilangan. Menurut mereka, ilmu bilangan ialah lidah yang mempercakapkan
kepada tauhid, al-tanzih, meniadakan sifat dan tasybih serta menolak sikap orang
yang mengingkari keesaan Tuhan. Maka pengetahuan terhadap angka membawa
kepada pengakuan tentang keesaan Tuhan, karena apabila angka satu rusak, maka
rusaklah semuanya. Tentang penciptaan alam, pemikiran Ikhwan al-Shafa‟ ini
merupakan perpaduan antara pemikiran Aristoteles, Plotunis, dan Mutakallimin.
Menurut mereka Tuhan adalah Maha Pencipta dan Maha Esa. Melalui
kemauannya, Tuhan menciptakan sebuah akal aktif atau akal pertama secara proses
emanasi. Jadi, apabila Tuhan qadim dan baqa, maka akal pertama pun demikian
halnya. Dalam akal pertama, lengkap terdapat segala potensi yang akan muncul pada

2 Ibid, hlm 123

2|Pemikiran Filsafat Ikhwan Al -Shafa


wujud selanjutnya. Maka, secara tidak langsung Tuhan melakukan hubungan dengan
alam materi, sehingga kemurnian dari ajaran tauhid dapat terjaga dengan baik.
Berikut ini adalah proses emanasi, yaitu Akal aktif atau akal pertama, Jiwa
universal, Materi pertama, Potensi dari jiwa universal, Materi kedua atau materi
absolut, Alam dari planet-planet, Anasir-anasir alam terendah, seperti udara, air, api,
dan tanah., dan Materi gabungan yang terdiri dari tumbuh-tumbuhan, mineral, dan
hewan.

Tuhan Akal Aktif/Akal Jiwa Universal


Pertama

Materi Kedua Potensi dari Materi Pertama


Jiwa Universal

Alam dari Unsur-unsur Wujud dunia


planet-planet (air, api, tanah, (mineral,
udara) pepohonan,
hewan)

Gambar 1. Hierarki Wujud


Dimulai dari Tuhan kemudian memancar menjadi delapan wujud lain dan berakhir
pada manusia (emanasi)

Ilmu bilangan (ilm al-„adad) dipandang oleh Ikhwan al-Shafa‟ sebagai cara
mememahami keesaan, sebagai ilmu yang berada di atas ilmu lainnya. Bahkan ilmu
bilangan adalah emanasi pertama dari akal yang memancar ke jiwa (soul) (Al-Risalah
al-Jami'ah, I:28), dan yang mengucapkan tauhid dan transendensi (tanzih) (Al-Risalah
al-Jami'ah, I: 30). Tidaklah mengherankan jika Ikhwan al-Shafa‟ selalu
membandingkan hubungan Tuhan dengan alam, atau secara metafisik yang ada (al-
Wujud) dengan eksistensi (al-Maujud), seperti halnya bilangan satu dengan bilangan-
bilangan lainnya.3
Wujud yang pertama sampai dengan keempat bersifat universal bilangan 1
sampai 4 mencakup semua bilangan, karena 1+2+3+4= 10, sedangkan wujud lainnya
bergabung (berdasarkan pandangan ini, Ikhwan al-Shafa‟, di tempat lain dalam Rasa'il
membagi wujud menjadi empat: Tuhan, Akal Universal, Jiwa Universal, clan al-
Hayula.4

3 Ibid, hlm 130


4 Ibid, hlm 131

3|Pemikiran Filsafat Ikhwan Al -Shafa


Proses penciptaan secara emanasi menurut al-Shafa‟ dibagi menjadi dua
macam antara lain:
a. Penciptaan sekaligus yang di mana terdapat dalam alam rohani, yaitu akal
aktif, jiwa universal dan materi pertama.
b. Penciptaan gradual yang di mana terdapat dalam jasmani, yaitu jism mutlak
dan seterusnya, serta alam semesta yang memiliki awal dan akan berakhir di
masa tertentu. Salah satu dari pemikiran Ikhwan al-Shafa‟ yang mengagumkan
adalah rentetan emanasi yang kedelapan, mereka mendahului Charles Darwin
(1809- 1882 M) mengenai rangkaian sebuah kejadian alam semesta secara
evolusi.

2. Jiwa Manusia
Jiwa seorang manusia bersumber dari jiwa Universal. Pertumbuhan dan
perkembangan dari jiwa manusia dipengaruhi langsung oleh sebuah materi
disekelilingnya. Jiwa dibantu oleh akal, agar potensi jiwa itu tidak kecewa dalam
perkembangannya. Jiwa seorang anak, awalnya bagaikan selembar kertas berwarna
putih yang masih bersih. Selembar kertas putih itu tertulis dengan terdapat tanggapan
indera yang menguhubungkan menuju otak bagian depan yang terdapat sebuah daya
imajinasi, kemudian naik kepada sebuah daya berpikir terdapat pada otak yang bagian
tengah. Di tingkat ini seseorang bisa membedakan antara salah dan benar, antara
buruk dan baik. Lalu dihubungkan menuju daya ingat yang berada pada otak di
bagian belakang. Di tingkatan ini manusia mampu menyimpan beberapa hal-hal
abstrak yang akan diterima oleh daya untuk berpikir. Tahapan tingkatan terakhir
yakni daya bicara, dimana kemampuan untuk mengungkapkan sebuah pikiran dan
ingatan melalui tutur kata kepada pendengar, atau menuangkan bahasa tulisan untuk
pembaca.
Untuk pemikiran tentang moral, Ikhwan al-Safa memiliki sifat rasionalistis.
Untuk mencapai sebuah moral, manusia harus melepas diri dari sebuah
ketergantungan terhadap sebuah materi. Manusia harus bisa memupuk rasa kasih dan
cinta untuk mencapai pada keadaan diluar kesadaran diri. Percaya tanpa melakukan
usaha, dan mengetahui tanpa melakukan sesuatu adalah sia-sia. Kesabaran, kasih
sayang, ketabahan, kelembutan dan kehalusan keadilan, gemar berkorban terhadap
orang lain, mengutamakan kebajikan rasa syukur yang kesemuannya harus dapat
menjadi sebuah karakteristik pribadi. Dan sebaliknya, kemunafikan, bahasa kasar,
kezaliman, kepalsuan, dan penipuan harus di hilangkan agar muncul perasaan yang
suci, kecintaan terhadap sesama, dan keramahan terhadap lingkungan sekitar.

C. Pengaruh pemikiran filosofis Ikhwan al-Shafa‟


Dari beberapa sumber yang saya temukan menyatakan bahwa karya Ikhwan al-
Shafa‟, yaitu Rasa’il Ikhwan as-Shafa’ kurang begitu mendapat perhatian dari kalangan
pemikir islam sendiri. Karena hal ini disebab kan pada masa kemunculan Ikhwan al-
Shafa‟ ditandai oleh keadaan yang menekan rasionalisme, mengutuk para filosof
sebagai penganut bid'ah, perusak aqidah agama.5 Yang mana pemikiran-pemikiran
Ikhwan al-Shafa‟ ini menitikberatkan pada ilmu pengetahuan yang dipenuhi oleh
rasionalisme. Selain itu juga, ada yang mengatakan bahwa ajaran dari Ikhwan al-Shafa‟
ini terlalu rumit karena pikirannya yang sangat mendasar.

5 Ibid, hlm 120

4|Pemikiran Filsafat Ikhwan Al -Shafa


Disamping itu, ada juga yang mengatakan bahwa pengaruh Rasa'il tampak
cukup berarti terhadap para pemikir sezamannya dan beberapa abad kemudian. Saat
itu, Rasa'il telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persi, Turki, Hindustan (India),
sehingga begitu populer pada abad 10, yang gagasan-gagasan kosmologis dan
metafisiknya tergambar dengan jelas dalam karya-karya cendekiawan saat itu, hingga
beberapa abad berikutnya. Rasa‟il juga dibaca dan digunakan oleh Ibnu Sina, Al-
Ghazali, dan Ibnu Haytam.6
Meskipun demikian, tetap saja Ikhwan al-Shafa‟ ini sudah memberikan
pengaruh dalam pemikiran Islam khususnya dalam bidang pendidikan. Sebagaimana
yang sudah dipaparkan pada bagian sebelumnya bahwa salah satu pemikiran filsafat
Ikhwan al-Shafa‟ adalah tentang jiwa manusia. Yang mana dari pemikirannya itu
menghasilkan beberapa konsepnya tentang pendidikan. Konsep tentang pendidikan
ini juga didasarkan pada pandangan Ikhwan al-Shafa‟ terhadap hakikat dari ilmu
pengetahuan itu sendiri, yakni bahwa yang dimaksud dengan pengetahuan adalah
tidak lain dari keberadaan gambaran objek pengetahuan pada jiwa seseorang.
Sebaliknya, kejahilan/kebodohan ialah ketiadaan gambaran tersebut dalam jiwa.7
Sehingga dengan adanya konsep tentang pendidikan ini tentunya memberikan
pengaruh terhadap pemikiran Islam khususnya yang berkaitan dengan pendidikan itu
sendiri. Pemikirannya tentang pendidikan ini menjadi referensi bagi para
pemikir/filosof pendidikan Islam, seperti Al-Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, dan
lain-lain.
Ikhwan al-Shafa‟ ini memberikan pemikirannya dalam seluruh komponen
pendidikan. Sebab pada dasarnya organisasi ini berdiri atas dasar ingin
membangkitkan kembali rasa cinta pada ilmu pengetahuan karena pada saat itu terjadi
penekanan terhadap pemikiran-pemikiran yang bersifat rasionalis karena pemimpin
yang saat itu sedang berkuasa lebih condong kepada ahlus sunnah.

SIMPULAN
Ikhwan al-Shafa‟ merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang ilmu
pengetahuan. Organisasi ini menggunakan filsafat dan agama sebagai bahan
kajiannya. Ikhwan al-Shafa‟ memiliki sebuah karya bernama Rasa'il Ikhwan al-Shafa wa
Khullan al,Wafa’ yang isinya membahas tentang berbagai ilmu pengetahuan, mulai
dari matematika, ilmu alam, psikologi, ketuhanan dan keakhiratan. Tujuan dari
Ikhwan al-Shafa‟ ini adalah untuk membangkitkan kembali ilmu pengetahuan yang
tetap dipadukan dengan dasar-dasar keagamaan sehingga manusia dapat mencapai
keselamatan dan kebebasan dunia dan akhirat.
Pemikiran-pemikiran Ikhwan al-Shafa‟ ini diantaranya adalah mengenai
metafisika yang menggunakan bilangan sebagai simbol. Pemikirannya tentang
metafisika ini mengungkapkan bahwa keberadaan sesuatu itu berasal dari
pancaran/emanasi yang Esa dan bersifat qadim dan baqa, yaitu Tuhan. Kemudian
pemikirannya tentang jiwa manusia yang menurutnya berasal dari jiwa universal yang
mana dalam perkembangannya dibantu oleh akal sehingga mampu membedakan
yang baik dan yang buruk sehingga menghasilkan moral.
Dari pemikiran-pemikiran tersebut, kemudian organisasi ini mengembangkan
konsep tentang pendidikan didasarkan pada pemikirannya tentang jiwa manusia tadi.

6Ibid, hlm 123


7Himayatul Izzati, “Pemikiran Pendidikan Ikhwan al-Shafa”, Jurnal Al-Muta‟aliyah: Jurnal
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Vol 1, No 1, 2016 hlm 105

5|Pemikiran Filsafat Ikhwan Al -Shafa


Organisasi ini juga dikenal sebagai pemikir dalam bidang pendidikan. Sehingga
pemikiran-pemikirannya tentang pendidikan ini memberi pengaruh terhadap
pemikiran pendidikan Islam selanjutnya sebagai referensi dalam pengembangannya,
yang diantaranya digunakan oleh Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan Ibnu Khaldun.

REFERENSI
Madjid Fakhri. (2001). Sejarah Filsafat Islam. Bandung : Mizan
Basri, Hasan, Mufti, Zaenal. (2009). Filsafat Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri
Izzati, Himayatul. (2016). “Pemikiran Pendidikan Ikhwan Al-Shafa”. Jurnal Al-
Muta`aliyah : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah 1 (1), 99-110. Dalam
http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/mutaaliyah/article/view/
1606. Diakses pada 9 Oktober 2021
Hady, M. (2018). Filsafat Ikhwan Ash-Shafa. Ulul Albab Jurnal Studi Islam, 8(2), 117-140.
Dalam:http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/ululalbab/article/view/6199
Diakses pada 9 Oktober 2021
Republika (2011). Dauah Abbasiyah: Al-Mutawakkil, Khalifah Pembela Ahlus Sunnah.
Dalam: https://www.republika.co.id/berita/lkaz4h/daulah-abbasiyah-
almutawakkil-khalifah-pembela-ahlus-sunnah. Diakses pada 9 Oktober 2021
Sholehah, Muslimatush. (2018). Pemikiran Pendidikan Islam Ikhwan Al-Shafa dan
Relevansinya Dalam Dunia Global. Makalah.
http://piuii17.blogspot.com/2018/09/pemikiran-pendidikan-islam-ikhwan-
al.html Diakses pada 9 Oktober 2021

6|Pemikiran Filsafat Ikhwan Al -Shafa

Anda mungkin juga menyukai