Ikhwan as shafa muncul setelah wafatnya Al Farabi. Kelompok ini berhasil menghimpun
pemikirnnya dalam sebuah ensiklopedi tentang ilmu pengethun dan fislafat yang dikenal dengan Rasail
Ikhwan as shafa. Identitas pemuka mereka tidak jelas karena memang mereka merahasiakan diri.
Sebagai klompok baru ikhwan as shafa merekrut anggota baru melalui hubungan perorangan dan
dilakukan oleh orang-orang terpercaya.
Ikhwan as shafa (persaudaraan suci) adalah nama sekelompok pemikir islam yang bergerak
secara rahasia dari sekte Syiah Isma ‘iliyah yang lahir pada abad 4H/10 M di Basrah, Irak. Kelompok ini
juga menamakan dirinya Khulan Al- Wafa’, Ahl Al- Adl, dan Abna’ Al- Hamd. Salah satu
ajaran Ikhwan Ash- Shafa adalah paham taqiyah(menyembunyikan keyakinan). Paham ini
disebabkan basis kegiatannya berada di tengah- tengah masyarakat Sunni yang notabene adalah
lawan ideologi dari Ikhwan Ash- Shafa. Ikhwan As- Shafa sering juga disebut dengan
perkumpulan para mujtahidin dalam bidang filsafat yang banyak memfokuskan perhatiannya
pada bidang dakwah dan pendidikan.
Yang berpusat di basrah yang saat itu merupakan ibukota kekhalifahan Abassiyah sekitar abad
ke-10 masehi. Nama lengkap kelompok ini adalah Ikhwan al-Shafa wa Khullan al-Wafa wa Ahl al-Hamd
wa Abna’ al-Majd. Kelompok yang lahir kira-kira tahun 373H/983M ini terkenal dengan risalahnya,
mereka muncul dan memainkan peran penting dalam pemikiran dan kajian filsafat. Sebuah penjelasan
yang tertulis dalam risalah itu mengungkapkan, persaudaraan ini solid dan memiliki banyak anggota.
Keberadaan mereka tersebar di sejumlah negara Islam. Para ikhwan berasal dari beragam profesi, mulai
dari kalangan kerajaan, wazir, gubernur, sastrawan, pedagang, bangsawan, ulama, ahli hukum, dan
lainnya.1 Dalam upaya memperluas gerakan, ikhwan al-shafa’ mengirimkan orang-orangnya ke kota-kota
tertentu untuk membentuk cabang-cabang dan mengajak siapa saja yang berminat kepada keilmuan
dan kebenaran, terutama dari orang-orang muda yang masih segar dan cukup berhasrat agar mudah
dibentuk. Walaupun demikian kerahasiaan organisasi mereka tetap terjaga, calon anggota perhimpunan
ini dituntut keras untuk berpegang teguh satu sama lain dalam mengahadapi segala bahaya dan
kesukaran, untuk membantu dan menopang satu sama lain baik dalam perkara duniawi maupun rohani,
dan menjaga diri agar tidak bersahabat dengan persaudaraan yang tercela.
Dari beberapa buku diantaranya karangan Dr. Hasyimsyah dikatakan bahwa terdapat empat
tingkatan anggota, yaitu :
Tingkat I : terdiri dari pemuda cekatan berusia 15-30 tahun yang memiliki jiwa yang suci dan pikiran yang
kuat. Mereka ini berstatus murid, maka wajib petuh dan tunduk secara sempurna kepada guru.
Tingkat II : adalah al-ihkwan al-akhyar yang berusia 30-40 tahun. Pada tingkat ini mereka sudah mampu
memelihara persaudaraan, pemurah, kasih sayang, dan siap berkorban demi persaudaraan.
Tingkat III : adalah al-ikhwan al-fudhala al-kiram yang berusia 40-50 tahun. Merupakan tingkat
dewasa.Mereka sudah mengetahui namus al-ilahi sebagai tingkat para nabi.
1
https://ftp.unpad.ac.id/koran/republika/2010-08-31/republika_2010-08-31_020.pdf
Tingkat IV : adalah tingkat tertinggi setelah sesorang mencapai usia 50 tahun ke atas. Mereka pada
tingkat ini sudah mampu memeahami hakikat sesuatu, seperti halnya malaikat, sehingga mereka sudah
berada di atas alam realitas.2
Nama mereka kian melambung melalui tulisan Rasa’il al-Ikhwan al-Shafa (risalah atau
ensiklopedia). Meskipun masyhur, tak terlalu banyak yang diketahui tentang Ikhwan al-Shafa, terutama
para actor intelektualnya. Para sejarawan dari masa ke masa, berusaha menyingkap tabir misteri yang
melingkupi persaudaraan ini. Informasi awal mengenai keberadaan mereka diperoleh dari buku harian
milik seorang cendekia, Abu Hayyan al-Tauhidi, seperti dikutip dari Atlas Budaya Menjelajah Khazanah
Peradaban Gemilang karya Ismail dan Lois Lamya al-Faruqi, menyebutkan lima tokoh Ikhwan. Mereka
adalah Zaid ibnu Rifa’ah, Abu Sulaiman Muhammad ibnu Masyhar al-Bisti yang dikenal pula dengan
nama al-Maqdisi, Abu al-Hasan Ali ibnu Harun al-Zanjani, Abu Ahmad al-Mihrajani, serta al-Awqii. Nama-
nama itu diyakini sebagai anggota kunci Ikhwan al-Shafa sekaligus penulis Rasa’il.
Sebagian kalangan menganggap, Rasa’il adalah karya keturunan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Ada
juga yang berpendapat, penulisnya merupakan para filsuf Mu’tazilah periode pertama. Lebih jauh, Philip
K Hitti dalam History of the Arabs mengungkap alas an kerahasiaan Ikhwan al-Shafa. Dia berpendapat,
dalam perkembangannya, kelompok ini sempat melancarkan gerakan oposisi terhadap penguasa.
Caranya adalah dengan mendiskreditkan sistem pemikiran dan agama yang popular.
Adapun sebutan Ikhwan al-Shafa, kemungkinan diambil dari cerita seekor merpati dalam kisah Kalilah
wa Dimnah. Ini adalah kisah tentang sekelompok hewan yang berpura-pura menjadi sahabat dekat atau
ikhwan al-shafa, satu sama lain berhasil menghindar dari perangkap pemburu.
Beberapa sumber sejarah menyebut bahwa ikhwan adalah perkumpulan para pemikir yang
menuangkan gagasan dan ide dalam ranah filsafat Islam. Kelompok ini memiliki banyak nama, antara
lain Khulan al-Wafa’, Ahl al-Adl, dan Abna’ al-Hamd, dan membangun cabang di Bagdad, ubukota
kekhalifahan Abbasiyah. Terlepas dari polemic tentang identitas Ikhwan, tak bisa dimungkiri kontribusi
mereka bagi perkembangan gerakan kajian filsafat dalam Islam pada abad pertengahan. Kelompok ini
menghimpun pemikiran dan doktrin filsafat dalam Rasa’il al-Ikhwan al-Shafa yang disusun seperti
ikhtisar atau ensiklopedi tentang ilmu pengetahuan. Gaung karya mereka ini sangat luar biasa. Karya
monumental ini telah memengaruhi ensiklopedi-ensiklopedi ilmu setelahnya serta dipelajari di berbagai
negara.
Tema besar Ikhwan adalah ingin mengembalikan keutamaan etika Islam yang asli. Ikhwan
menganggap, sebagai jiwa manusia sudah terkontaminasi dengan kesesatan dunia sehingga harus
dibimbing ke jalan yang benar. Dan melalui filsafat, seseorang bisa mendekatkan diri lagi dengan Tuhan.
Oleh karena itu, Ikhwan sangat mendorong terwujudnya perpaduan antara filsafat Yunani dan syariat,
seperti pernah dirintis oleh Ibnu Sina atau al-Farabi. Bila keduanya dapat menyatu, terciptalah formula
yang sempurna. “Hanya filsafat yang dapat memberikan kebenaran doktrin dan kearifan praktis,”
demikian tulisan yang tertuang dalam Rasa’il. Tentang syariat dan filsafat, kelompok ini mempunyai
penjelasan tersendiri. Syariat dipandang sebagai obat bagi orang sakit. Begitu pula, menjadi sarana
untuk penyembuhannya. Disisi lain, filsafat sebagai obat bagi orang sehat, dimaksudkan untuk menjaga
kesehatannya. Filsafat juga bisa memungkinkan manusia meraih kebajikan serta mempersiapkan untuk
menuju keabadian. Dengan begitu, ada kaitan di antara keduanya. Filsafat menempatkan syariat dalam
skemanya walaupun syariat menolak filsafat. Ikhwan juga menaruh perhatian besar terhadap ilmu
2
http://filsafatkebingungan.blogspot.com/2015/10/makalah-filsafat-islam-ikhwan-al-shafa.html
pengetahuan. Menurut mereka, ilmu pengetahuan dan upaya mencarinya, berada di urutan terdepan di
antara berbagai kebajikan. Ini adalah kewajiban utama setelah pengakuan akan keberadaan Allah SWT
dan Rasulullah SAW.
Karya monumental Ikhwan al-Shafa adalah ensiklopedia Rasail Ikhwan al-Shafa. Rasail Ikhwan
Ash-Shafa wa Khilan al-Wafa didirikan pada abad ke 4 H yang dikarang oleh 10 orang yang mengaku
dirinya sebagai pakar tapi mereka merahasiakan identitasnya. Dari isi ensiklopedi tersebut kita dapat
menafsirkan bahwa Ikhwan al-Shafa mencoba melakukan penjelasan-penjelasan yang terkait dengan
agama dan ilmu pengetahuan. Ensiklopedi ini secara garis besar, dapat dibagi menjadi 4 kelompok :
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ikhwan al-Shafa merupakan organisasi Islam militan yang telah berhasil menghimpun
pemikiran-pemikiran mereka dalam sebuah ensiklopedi, Rasail Ikhwan al-Shafa. Melalui karya
ini kita dapat memperoleh jejak-jejak ajaran mereka, baik tentang ilmu pengetahuan, filsafat, dan
agama. Terlepas dari sisi positif dan negatif, Ikhwan al-Shafa telah menjadi bagian kajian
filsafat pendidikan Islam, Filsafat Islam, bahkan Tafsir Al-Qur’an Esotoris.
Saran
Semoga saja dengan adanya makalah Filsafat Islam dengan judul “Tokoh Ikhwan As-
Shafa” dapat menjadi referensi penulis dan pembaca khususnya Mahasiswa Universitas
Islam Attahiriyah untuk mengikuti mata kuliah Filsafat Islam. Adapun saran penulis
sehubungan dengan bahasan makalah ini, kepada rekan mahasiswa agar lebih
meningkatkan, menggali dan mengkaji lebih dalam tentang hubungan tokoh tokoh Islam lainnya.
Daftar Pustaka
Nata,Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.
Al- Fakhuri, Tarikh al Falsafah al- Arabiyah, Beirut : Massasat li al- Thaba’ah wa al- Nasyr,
1963.
Dahlan, Abdul Azis, Filsafat dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2003.
De Boer,T.J,Tarikh al- Falsafah fi al- Islam, Kairo: Lajnah al- Ta’lif wa al-Tarjamah wa al
Nasyr,1938.
Farukh, Omar A, Aliran- aliran filsafat Islam ,Bandung : Nuansa Cendekia, 2004.
Sejarah