Anda di halaman 1dari 17

PEMIKIRAN FILSAFAT IKHWAN ASH SHAFA

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah : Filsafat Islam

Dosen Pengampu : Vika Fitrotul uyun, M.Ag, S.Fil

Disusun oleh :

Gilang Wafa Salsabila I.B 141118048

Lutfi Fauziah 141118084

Muhamad Viki Riskiyanto 141118100

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA TEGAL

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehendak dan pertolongan Allah SWT,
penyusun dapat menyelesaikan makalah tentang “Pemikiran Filsafat Ikhwan Ash-
Shafa” dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Dalam menyelesaikan makalah ini,
penyusun menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya
kepada semua pihak yang membantu, terutama kepada dosen pengampu, yaitu
Vika Fitrotul Uyun, M.Ag, S.Fil serta rekan-rekan yang telah memberikan
semangat dan motivasi untuk menyelesaikan masalah ini.

Penyusun menyadari dalam pembuatan makalah ini masih adanya kekurangan


dan kesalahan, hal itu disebabkan karena keterbatasan penyusun, baik dalam
pemahaman materi, maupun dalam referensi yang dijadikan rujukan dan sumber
penyusunan makalah. Mudah-mudahan penyusunan makalah ini mendapat ridha
Allah serta kita semua dapat mengambil manfaat keilmuan yang terdapat
didalamnya.

Tegal, 31 Maret 2021

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR. ................................................................................... ii

DAFTAR ISI. .................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Ikhwan Ash-Shafa’ ................................................................ 3


B. Pemikiran Filsafat Ikhwan Ash-Shafa’ ................................................ 4
C. Karya-karya Ikhwan Ash-Shafa’.......................................................... 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 13

DAFTARPUSTAKA…………………………………………………………14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengkaji Filsafat Islam tidak semudah membalikan telapak tangan.
Ia sarat dengan muatan teologis dan historis. Secara historis, tarik menarik
kepentingan bahwa keaslian filsafat berasal dari Yunani atau Islam. Begitu
juga secara teologis, penerimaan Filsafat kerap berbenturan antara
pandangan keimanan dan pemikiran liberal filsafat. Seorang pemikir Barat
Oliver Leaman berpendapat bahwa filsafat Yunani sebenarnya pertama kali
diperkenalkan kepada dunia islam lewat karya-karya terjemahan berbahasa
Arab, lalu ke bahasa Yahudi kemudian ke Bahasa latin, atau dari bahasa
Arab lalu ke bahasa Latin. Berbeda dengan al- Farabi yang berpendapat
bahwa filsafat berasal dari Irak terus ke Mesir dan ke Yunani, kemudian
diteruskan ke Syiria dan sampai ke tangan orang Arab.
Belakangan ini banyak bermunculan karya-karya filsafat dari tokoh-
tokoh Islam. Bagi beberapa pihak hal ini mengejutkan mengingat adanya
anggapan banyak orang tentang keengganan Islam berfilsafat sejak Al
Ghazali mengembangkan kritiknya terhadap filsafat dan para filosof muslim
terutama Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd. Gerakan pemikir Islam lain yang tak
kalah terkenal dalam dunia filsafat Islam adalah Ikhwan Ash-Shafa’ ,
sejarah dan keberadaan mereka menjadi misteri yang cukup bagus untuk
dikaji sehingga menjadi sebuah khazanah keilmuan yang bisa dipetik
kebaikan dari mereka dan bisa dikritisi serta bisa diluruskan apa-apa yang
menyimpang dari pemikiran mereka.
Berdasarkan uraian diatas, maka pemakalah akan membahas tentang
biografi Ikhwan Ash-Shafa’ , pemikiran, dan karya-karya Ikhwan Ash-
Shafa’ .

B. Rumusan Masalah

1
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi dari Ikhwan Ash-Shafa’?
2. Bagaimana pemikiran filsafat menurut Ikhwan Ash Shafa’?
3. Apa saja karya-karya Ikhwan Ash-Shafa’?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui biografi tokoh Ikhwan Ash-Shafa’
2. Mengetahui pemikiran filsafat menurut Ikhwan Ash-Shafa’
3. Mengetahui karya-karya dari Ikhwan Ash-Shafa’

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Biografi Ikhwan Ash Shafa


Ikhwan Ash-Shafa muncul setelah wafatnya Al Farabi. Kelompok
ini berhasil menghimpun pemikirannya dlam sebuah ensiklopedia tentang
ilmu pengetahuan dan filsafat yang dikenal dengan “ Rasail Ikhwan Ash-
Shafa”. Identitas pemuka mereka tidak jelas karena mereka merahasiakan
diri. Sebagai kelompok rahasia, Ikhwan Ash-Shafa merekrut anggota baru
melalui hubungan perseorangan dan dilakukan oleh orang-orang terpercaya.
Ikhwan Ash-Shafa (Persaudaraan Suci) adalah nama kelompok
pemikir Islam yang bergerak secara rahasia dari sekte Syi’ah Islamiyah
yang lahir pada abad ke 4 H (10 M) di Basrah. Kelompok ini juga
menamakan dirinya Khulan Al- Wafa, Ahl Al-Adl, dan Abna’ Al-Hamd.
Salah satu ajaran Ikhwan Ash-Shafa adalah paham taqiyah
(menyembunyikan keyakinan ). Paham ini disebabkan basis kegiatanya
berada di tengah-tengah masyarakat Sunni yang notabene adalah lawan
ideologi dari Ikhwan Ash-Shafa (Syi’ah). Kerahasiaan kelompok ini juga
disebabkan oleh dukungan mereka terhadap paham mu’tazillah yang terlah
dihapuskan oleh mazhab negara oleh khalifah Abbasiyah Al-Mutawakkil
(sekte suni). Kaum rasionalis dicopot jabatan dari pemerintah dan diusir dari
Baghdad.
Menurut As-Sijistani (w. 391 H/ 100 M) para pemuka mereka
adalahb Abu Sulaiman Al-Busti (terkenal dengan gelar Al-Muqaddas) Abu
Al-Hasan Az-Zanjani, Abu Ahmad An-Nahrajuri (Alias Al-Mihrajani), Abu
Al Hasan Al Aufi, dan Zaid bin Rita’ah. Kalangan Syi’ah, terutama
kalangan Syi’ah Ismailiah mengklaim bahwa Ikhwan Ash-Shafa adalah
kelompok dari kalanga mereka. Walaupun identitas mereka tidak jelas dari
risalah ensiklopedis yang ia hasilakan, menurut Abu Hayyan At-Tauhidi (w.
414/1023) dan data internal dalam risalah mereka, dapat disimpulkan bahwa
mereka berasal dari masa antara tahun 347 H / 958 M sampai tahun 373 H/

3
983 M atau dari perempat dari ketiga abad ke 4 H. pusat kegiatan mereka di
Basrah, tetapi di Baghdad juga terdapat cabang dari kelompok rahasia itu.
Pemikiran mereka layak dikaji karena lebih dari sekedar kajian
artifisial. Penyebutan mereka sebagai “Orang –orang yang tertidur didalam
gua Adam” sebagaimana dalam kitabnya Rasa’il yang diambil dari Al-
Quran dan dari tujuh orang yang tertidur dalam legenda Ephesus,
mencerminkan misteri identitas mereka. Pengaruh gagasan Plato
Aristoteles, dan terutama Plotinos ada dalam filsafat Ikhwan.
Sumber-sumber Arab menyebutkan nama masing-masing secara
berbeda-beda, mungkin hal ini merupakan tindakan kerahasiaan yang
mereka upayakan sehingga sedikit sekali yang kita ketahui tentang
kehidupan merekan pada zaman sekarang. Jemaah Ikhwan Ash-Shafa terdiri
atas empat kelompok :
1. Al-Ikhwan al-Abrar ar-Ruhama (para saudara yang baik dan
dikasihi) berusia dari 15 – 29 tahun
2. Al-Ikhwan al-Akhyar al-Fudala (para saudara yang terbaik dan
utama ) berusia dari 30 - 39 tahun
3. Al-Ikhwan al-Fudala al- Kiram (para saudara yang utama dan mulia
) berusia dari 40 – 49 tahun.
4. Kelompok yang berusia 50 tahun ke atas, kelompok elite yang
hatinya telah terbuka dan menyaksikan kebenaran dengan mata hati.1

B. Pemikiran Filsafat Ikhwan Ash Shafa


Menurut anggota Ikhwan As-Shafa, filsafat memiliki tiga taraf, yaitu
: (1) taraf permulaan, yakni mencintai pengetahuan, (2) taraf pertengahan,
yaitu mengetahui sejauh mana manusia hakikat dari segala yang ada, (3)
taraf akhir, yaitu berbicara dan beramal dengan sesuatu yang sesuai dengan
pengetahuan. Menurut mereka, filsuf atau orang bijak (hakim) adalah orang
yang perbuatan , aktivitas dan akhlaknya kukuh, pengetahuannya hakiki,
tidak melakukan sesuatu yang menimbulkan bahaya dan tidak pula

1
Mustofa Hasan, Sejarah Filsafat Islam (Bandung: CV Pustaka Setia), hlm. 119-120

4
meletakan sesuatu bukan pada tempatnya. Tujuan filsafat dalam pengajaran
mereka adalah menyerupai Tuhan. (at-tasyabbuh bi al-Hah) sejauh
kemampuan manusia. Untuk mencapai tujuan itu, manusia harus berijtihad
(berupaya bersungguh-sungguh) menjauhkan diri dari berkata bohong dan
meyakini akidah yang batil, pengetahuan yang keliru, dan akhlak yang
rendah, serta berbuat jahat dan melakukan pekerjaan secara tidak sempurna.
Aktivitas filsafat dikatakan sebagai upaya menyerupai Tuhan karena Tuhan
hanya mengatakan yang benar dan melakukan kebaikan. Dalam penilaian
mereka, syariat telah dikotori oleh kebodohan dan kesesatan manusia dalam
memahaminya.2
1. Filsafat Alam
Sebagaimana Al Farabi, Ikhwan Ash-Shafa' juga menganut paham
penciptaan alam oleh Tuhan melalui cara emanasi. Akan tetapi, paham
emanasi mereka berbeda dengan paham emanasi Al Farabi. Menurut
mereka, Tuhan memancarkan akal universal atau akal aktif. Akal universal
memancarkan jiwa universal. Jiwa universal memancarkan materi pertama,
yaitu bentuk dan jiwa. Dari materi pertama muncul tabiat-tabiat yang
menyatu dengan jiwa. Jiwa universal dengan bantuan akal universal
menggerakkan mater pertama sehingga mengambil bentuk yang memiliki
dimensi panjang, lebar, dan tinggi. Dengan demikian, terwujud tubuh yang
mutlak. Dengan tubuh mutlak itu tersusun alam falak/langit dan unsur yang
empat (tanah, air, udara, dan api). Karena pengaruh gerakan langit yang
berputar, terjadi percampuran unsur yang empat sehingga dapat muncul
mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Di alam langit, yang lebih
dahulu muncul adalah wujud yang lebih mulia (akal universal, kemudian
jiwa universal, dan seterusnya). Adapun di bumi, yang paling akhir muncul
adalah yang paling mulia (didahului oleh mineral, tumbuhan, hewan, dan
manusia). Apabila diurutkan, kemunculan wujud itu dari yang pertama
sampai yang terakhir, urutannya adalah: (1)Tuhan, (2)akal universal,

2
Ibid, hlm. 122-123

5
(3)jiwa universal, (4)materi pertama dan bentuk, (5)tabiat, (6)tubuh mutlak,
(7)falak/langit, (8)unsur yang empat, (9)yang dilahirkan dari empat unsur
dan/jiwa, mulai dari benda-benda mineral, tumbuhan, binatang, dan
manusia. Jika menurut Al Farabi penciptaan alam merupakan akibat
aktivitas Tuhan berpikir tentang dirinya, pada filsafat diri-NYA, pada
filsafat Ikhwan Ash-Shafa' penciptaan alam oleh Tuhan merupakan
manifestasi kepemurahan Tuhan. Tuhan menciptakan segenap alam rohani
dan potensi alam raga yang tersusun. Ia menciptakan alam rohani sekaligus,
sedangkan alam raga yang tersusun diciptakan-NYA berangsur-angsur
dengan mengubah dari keberadaan potensial pada keberadaan aktual.
Keberadaan seorang ayah aktual lebih dahulu daripada keberadaan anak
secara aktual, tetapi keberadaan keduanya secara potensial adalah sama.
Tuhan berperan sebagai sebab pertama dan langsung bagi keberadaan akal
universal, tetapi hanya sebagai sebab pertama dan tidak langsung bagi
keberadaan dan terjadinya perubahan pada segenap ciptaan-NYA yang lain.
Tuhan adalah Wujud Yang Mahasempurna. Sejak azali, pada diri-
NYA terdapat bentuk-bentuk dari (pengetahuan) segala wujud yang ada.
Bentuk-bentuk dari segala yang ada itu, dilimpahkan-NYA pada akal
universal secara langsung, dan pada jiwa universal melalui akal universal.
Oleh sebab itulah, dikatakan bahwa Tuhan adalah guru akal universal, akal
universal adalah guru jiwa universal, jiwa universal adalah guru para
malaikat, para malikat adalah guru para nabi dan filsuf, sedangkan para nabi
dan filsuf adalah guru segenap manusia. Pada jiwa manusia, bentuk atau
segenap pengetahuan itu, pada mulanya belum secara aktual, tetapi secara
potensial saja. Melalui berbagai jalan (tangkapan indra, pemikiran akal
instingtif, akal yang diupayakan, atau melalui ilham dan wahyu)
pengetahuan itu mengaktual dalam jiwa manusia secara bertahap.3
2. Filsafat dan Angka

3
Ibid, hlm. 123-124

6
Membaca selintas teks Rasa'il akan menemukan besarnya perhatian
Ikhwan pada angka. Menurutnya, seseorang mempelajari terlebih dahulu
matematika dan bilangan sebelum mempelajari cabang-cabang pengetahuan
lain (yang lebih tinggi), seperti fisika, logika, dan ketuhanan (Rasail, 1: 49).
Ikhwan memegang "keyakinan Phytagorean" bahwa sifat dasar hal-hal yang
diciptakan adlah sesuai dengan dasar bilangan dan menyatakan, "Inilah
mazhab pemikiran Ikhwan kami "(Netton, 1982: 10). Mereka juga
mengikuti keyakinan Pythagorean dalam hal kepeduliannya yang besar
pada angka-angka tertentu. Secara khusus, Ikhwan memberikan perhatian
khusus terhadap angka empat, penghormatan yang melampaui bidang
matematika murni. Mereka menaruh perhatian misalnya pada empat musim,
empat angin, empat arah mata angin, dan empat unsur Empedoclean, serta
empat sifat dasar dan empat jenis cairan dalam diri manusia. Kecapi
mempunyai empat senar dan materi dapat dibagi menjadi empat jenis.
Alasan dibalik pemuliaan terhadap angka empat ini ditemukan dalam
pernyataan, Tuhan menciptakan "banyak hal dalam kelompok empat-empat
dan... materi-materi alam tersusun secara empat-empat yang pada dasarnya
berkaitan atau selaras, dengan empat prinsip spiritual yang berkedudukan
diatas mereka, yang terdiri atas Sang Pencipta, Akal Universal, Jiwa
Universal, dan Materi Pertama" (Netton, 1982 : 12-14).
Bentuk-bentuk atau "ide-ide" (ideal) Platonik dalam Rasa'il Ikhwan
ash Shafa tidak dapat dikatakan bersifat Platonik. Akan tetapi, yang sangat
ditekankan Ikhwan Ash-Shafa' adalah konsepsi mereka filsuf Platonik
sebagai pahlawan. Dalam bagian-bagian yang memiliki kaitan erat setidak-
tidaknya dengan kerangka dialog Phaedo dan Crito, Socrates dikagumi dan
dihormati sebagai seorang filsuf besar yang mengetahui cara mati dengan
gagah berani. Yang juga menarik adalah bahwa Ikhwan Ash Shafa
menyesuaikan deskripsi mengenai adegan kematian Socrates dengan
doktrin sendiri. Socrates dibuat seolah-olah mengucapkan terminologi yang
sangat mengingatkan kita hierarki pilihan Ikhwan Ash-Shafa' (Netton,
1982: 16-19). Pandangan Plato bahwa raga merupakan penghalang bagi

7
tercapainya kesempurnaan jiwa juga dianut Ikhwan Ash-Shafa', tetapi
mereka menolah epistemologi Plato yang mencurigai persepsi indra.
Mereka menjelaskan dengan cermat bahwa metode pengajaran harus
melalui indra, kemudian intelek, dan akhirnya diskusi logis. Tanpa indra,
seseorang tidak dapat mengetahui apa-apa (Rasa'il 3: 424). Itulah perbedaan
yang paling jelas antara pandangan Ash-Shafa' dan pandangan Plato
(Netton, 1982: 17-18).
Kontribusi Aristoteles pada karya-karya Ikhwan Ash-Shafa' adalah
dalam bidang terminologi metafisika, bidang yang sering "diserbu" oleh
terminologi Neoplatonisme. Oleh karena itu, ditemukan istilah substansi
dan aksiden, materi dan bentuk, potensi dan aktualitas, dan beberapa istilah
Aristotelian lain yang tersebar diseluruh teks mereka. Dua contoh
bagaimana istilah-istilah dasar Aristoteles di Neoplatoniskan dalam karya
Ikhwan Ash-Shafa': yang pertama berkaitan dengan empat sebab klasik
Aristoteles.
a. Diantara empat sebab tumbuhan, dua yang dapat dianggap/diakui
bersifat Atistotelian : sebab materiel tumbuhan adalah ... empat unsur,
sebab finalnya (al-'illah al-ilgha'iyyah) adalah ketentuan penyediaan
bagi binatang, tetapi sebab efisiennya (al-'illah al-fa'iliyyah) adalah
kekuatan Universal, sedangkan sebab formalnya (al-'illah al-
shuriyyah) berkaitan dengan alasan-alasan kebinatangan yang panjang
penjelasannya. (Rasa'il 2: 155; Netton, 1982: 25).
b. Menggambarkan apa yang dilakukan Ikhwan As-Shafa' terhadap
kategori Aristoteles. Jika hierarki, pembagian, dan emanasi dapat
dikatakan sebagai ciri-ciri kunci Neoplatonisme, setidaknya dua yang
pertama, tampak jelas secara utuh dalam kutipan berikut: Substansi,
pertama-tama, terbagi kedalm aspek-aspek jasmani (jasmani) dan
spiritualnya (rohani). Substansi jasmani dibagi lagi menjadi yang
berkaitan dengan alam langit atau alam angkasa (falaki) dan alam natur
(thabi'i), dan begitu seterusnya hingga pembagian akhir: menjadi
binatang-binatang yang lahir dari kandungan, telur, dan materi yang

8
telah membusuk. Kuantitas (kamm) juga dibagi menjadi kuantitas yang
terpisah (munfashil) dan yang terikat (muttashil) (Rasa'il, 1: 408-9;
Netton, 1982: 37). Metamorfosis (perubahan bentuk) paling luar biasa
yang mengambil alih istilah-istilah Aristoteles adalah berikut ini, ketika
bentuk dikemukakan dalam tema substansi: Ikhwan Ash-Shafa'
menulis, "Ketahuilah bahwa ada dua jenis bentuk (ash-shurah): yang
menyusun (muqawwimah) dan yang menyempurnakan (mutammimah).
Para sarjana menyebut bentuk-bentuk yang menyusun sebagai
substansi (jawahir) dan bentuk-bentuk yang menyempurnakan sebagai
aksiden (a'radh)." (Rasa'il, 1: 401; Netton, 1982: 45).4
3. Filsafat Agama
Dibidang keyakinan praktis, Ikhwan Ash-Shafa’ membicarakan
tentang agama dan hukum-hukum. Ikhwan Ash-Shafa’ tidak merasa puas
terhadap agama-agama yang ada. Namun demikian mereka menekankan
pada setiap orang untuk memilih salah satu agama. Menganut agama yang
tidak sempurna lebih baik daripada menjadi kafir, sebab dalam setiap agama
terdapat unsur kebenaran. Ikhwan Ash-Shafa’ memandang Islam sebagai
agama terbaik, agama yang paling baik dan sempurna dari segala agama.
Dengan dasar ini, Ikhwan Ash-Shafa’ menyatakan bahwa segala tema
metafisika didalam kitab-kitab suci misalnya mengenai penciptaan,
mengenai Adam, setan, pohon pengetahuan, kebangkitan kembali, Hari
Perhitungan, dan surga dianggap sebagai simbol-simbol dan harus dipahami
secara alegoris. Hanya orang-orang awam yang tidak dapat berpikir mandiri
secara memadai, yang memahami tema-tema ini secara harfiah. Seperti
ketika Allah Berfirman, bahwasanya Allah Subhanahuwata’ala
menurunkan hujan dari langit, maka mereka mengartikannya bahwasanya
yang dimaksud hujan adalah Qur’an. Setiap orang harus diberi kebebasan
untuk menganut agama yang dipilihnya, dia boleh pula mengubah
(mengganti) agamanya, barangkali bahkan sering, sekalipun diharapkan dia

4
Ibid, hlm. 124-127

9
dapat mencari agama terbaik dizamannya. Namun demikian, dia harus
menghindari pendapat-pendapat yang bertentangan dengan dan doktrin-
doktrin yang tidak benar. Ikhwan Ash-Shafa’ memformulasikan suatu sikap
yang pasti terhadap semua agama, sekte dan madzhab-madzhab teologi
yang ada. Islam dipandang oleh Ikhwan Ash-Shafa’ sebagai agama terbaik,
agama yang paling baik dan paling sempurna dari segala agama. Al-Qur’an
menghapuskan semua kitab yang diturunkan sebelumnya. Al-Qur’an
sebagai kitab terakhir mengukuhkan isi kitab-kitab sebelumnya dan
menghapuskan apa-apa yang bertentangan dengan ajarannya. Nabi
Muhammad adalah pemimpin semua Nabi dan beliau adalah Nabi terakhir.
Dari sini dapat diketahui bahwa Ikhwan memandang semua agama memiliki
kebenaran yang harus dihargai, oleh karena itu tidak ada fanatisme terhadap
kelompok agama tertentu. Sehingga para pengikutnya bisa mempelajari
pengetahuan dari agama mana saja. Hanya saja mereka mengklaim bahwa
Agama Islam yang terbaik.5
C. Karya-karya Ikhwan Ash-Shafa’
Ikhwan Ash-Shafa’ menghasilkan sebagai magnum opus
(masterpiece)-nya yang terhimpun dalam kumpulan tulisan yang terdiri atas
52 risalah dengan keluasan dan kualitas beragam yang mengkaji subjek-
subjek yag berspektrum luas yang merentang dari musik sampai sihir.
Tekanannya sangat didaktik, sedangkan kandungannya sangat eklektik. Hal
ini memberikan cerminan pedagogis dan kultural zaman mereka serta
beragm filsafat dan kredo masa itu. Rasa’il dibagi menjadi empat bagian
utama : 14 terfokus pada ilmu matematis, 17 membahas ilmu kealaman, 10
berhubungan dengan ilmu psikologis dan intelektual dan 11 mengakhiri
empat jilid edisi Arab terakhir dengan memusatkan perhatian pada
metafisika atau ilmu teologis.

5
Makalah Nih. 2014. Konsep Pemikiran Ikhwan Ash-Shafa’.
https://makalahnih.blogspot.com/2014/10/konsep-pemikiran-ikhwan-al-shafa.html (diakses
tanggal 30 Maret 2021)

10
Aspek pokok Rasa’il adalah bagian utama yang menampilkan
perdebatan panjang antara manusia dan para utusan dari kerajaan binatang.
Ini mengisi sebagian besar Risalah ke 22 yang berjudul On How the
Animals and Their Kinds are Formed (Netton, 1982: 2). Bagian ini telah
ditelaah secara ilmiah, dianalisis serta diterjemahkan oleh L.E Goodman
(1978).
Seyyed Hossein Nasr (1978 : 39) dia menerjemahkan bagian dari
suatu wacana (Rasa’il 4: 42) yang didalamnya “ terdapat informasi
universalitas sumber-sumber mereka, dengan memasukan wahyu dan alam.
Ikhwan As-Shafa membagi pengetahuan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1)
pengetahuan adab/sastra, (2) pengetahuan syarat, dan, (3) pengetahuan
filsafat. Pengetahuan Filsafat dibagi menjadi empat bagian, yaitu
pengetahuan matematika, pengetahuan logika, pengetahuan fisika, dan
pengetahuan ilahiah/metafisika. Pengetahuan adab/sastra dan pengetahuan
filsafat merupakan hasil upaya jiwa manusia. Bagi mereka pengetahuan
yang paling mulia ialah pengetahuan syariat atau nubuwwah, yaitu
pengetahuan yang diperoleh oleh nabi melalui wahyu, sedangkan yang
paling mulia setelahnya ialah pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang
tidak diperoleh melalui wahyu, tetapi melalui pemikiran akal yang
mendalam. Dilihat dari segi objek pengetahuan, dalam pengajaran Ikhwan
Ash-Shafa’ pengetahuan yang paling mulia dalah pengetahuan tentang
Tuhan dan sifat–sifat yang layak bagi-Nya, kemudian menyusul
pengetahuan tentang hakikat jiwa, hal-ihwalnya, dan hubungannya dengan
raga (tubuh), keberadaanya yang sementara dalam tubuh, kelepasanya dari
tubuh, dan keberadaanya kembali di alam jiwa. Selanjutnya, pengetahuan
tentang hari berbangkit (kiamat), hari berhimpun, hari perhitungan amal,
hari masuk surga/neraka dan penjumpaan dengan Tuhan. Mereka
mengajarkan agar para anggota jemaah Ikhwan Ash-Shafa mempelajari

11
semua pengetahuan, tidak mengabaikan suatu buku, dan tidak fanatik
terhadap salah satu mazhab agama.6

6
Mustofa Hasan, op.cit., hlm. 120-122

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ikhwan Ash-Shafa’ merupakan kelompok pemikir “Islam” yang
bergerak secara rahasia dan mereka diklaim oleh sekte Syi’ah, yang lahir
sekitar abad ke 4 H (10 M) di Basrah, yang telah berhasil menghimpun
pemikiran-pemikiran mereka dalam sebuah ensiklopedi, Rasail Ikhwan
Ash-Shafa’. Melalui karya ini dapat diperoleh informasi tentang jejak-jejak
ajaran mereka, baik tentang ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama. Terlepas
dari sisi positif dan negatif, Ikhwan al-Shafa telah menjadi bagian kajian
filsafat pendidikan Islam, mereka memiliki beberapa tingkatan
keanggotaan, yaitu a) Al–Ikhwan Al-Abrar Ar-Ruhama’ (para saudara yang
baik dan dikasihi), berusia 15 ampai 29 tahun. b) Al- Ikhwan Al-Akhyar Al-
Fudala’ (para saudara yang terbaik dan utama), berusia dari 30 sampai 39
tahun. c) Al-Ikhwan Al-Fudala ‘ Al- Kiram (para saudara yang utama dan
mulia), berusia 40 sampai 49 tahun. d) Al-Kamal, Kelompok yang berusia
50 tahun keatas, yaitu kelompok elit yang hati mereka telah terbuka
dan menyaksikan kebenaran dengan mata hati.
Mereka lebih menekankan pada ilmu pengetahuan yang bersifat
mutlak, jangan sampai ajaran agama menjadikan manusia terkungkung pada
suatu pemikiran. Mereka membolehkan mengambil “hikmah” dari ajaran
manapun juga. Dan juga selalu menempatkan segala sesuatu pada
pemikiran/akal karena menurut keyakinan mereka bahwa akal adalah
bentuk emanasi dari Allah. Dalam teori Filsafatnya Ikhwan Ash-Shafa’
memiliki perhatian besar terhadap angka. Secara khusus, Ikhwan
memberikan perhatian terhadap angka empat, suatu penghormatan yang
melampaui bidang matematika murni: mereka menaruh perhatian,
misalnya,; pada empat musim, empat angin, empat arah mata angin, dan
empat unsur Empedoclean.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Makalahnih.blogspot.com. (2014, Oktober). Konsep Pemikiran Ikhwan Al-Shafa.


Diakses pada 30 Maret 2021, dari
https://makalahnih.blogspot.com/2014/10/konsep-pemikiran-ikhwan-al-
shafa.html

14

Anda mungkin juga menyukai