Latifatul Khumaeroh
Wulan Mulyana
2022
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim…..
Segala puji dan syukur kita atas kehadirat Allah SWT yang maha kuasa yang
telah begitu banyak memberikan nikmat-nikmatnya, nikmat iman maupun nikmat
islam dan begitu juga nikmat yang lainnya, hingga kita tak mampu untuk
menghitung nikmat tersebut. Dan juga solawat serta salam tetap tercurahkan
kepada junjungan kita, nabi agung kita nabi Muhammad SAW yang telah
membawa risalah Islam sehingga kita dapat merasakan indahnya Islam ini.
Pada makalah ini kami dari kelompok 2 akan menjabarkan makalah Qira‟atul
Kutub di kesempatan kali ini, dan judul yang akan kami presentasikan adalah
“Keutamaan Ilmu dan Ulama’ Serta Keutamaan Proses Belajar Dan Mengajar
Kitab Adab Al-Alim Wa Al-Muta‟allim” karya KH.Hasyim Asy‟ari.
Namun kami mohon maaf bila ada kekurangan dalam kami menjelaskan
makalah ini atau mungkin bahasa kami yang masih agak kaku, mohon
pengertiannya.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I (PENDAHULUAN)
A. Latar Belakang
………………………………………………………………...1
B. Rumusan Masalah
……………………………………………………………..2
BAB II (PEMBAHASAN)
A. Hakikat Guru/Pendidik
………………………………………………………..3
C. Keutamaan Proses Belajar dan Mengajar dalam kitab Adab Al-Alim Wa Al-
Muta’allim ……………………………............................................................5
Penutup …………………………………………………………………………..17
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk itu, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat penting. Hal ini
disebabkan kewajibannya tidak hanya mentransferkan ilmu pengetahuan saja,
tetapi juga dalam mengintegrasikan nilai-nilai etis. Dengan demikian dapat kita
pahami bahwa pendidik merupakan tulang punggung dalam kegiatan pendidikan
terutama yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar. Tanpa adanya
peran pendidik atau guru maka proses belajar mengajar tidak akan
berjalan.Sebenarnya tinggi kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi
ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan, pengetahuan itu didapat
dari belajar dan mengajar. Tak terbayangkan terjadinya perkembangan
pengetahuantanpa adanya orang yang belajar dan mengajar, tidak terbayangkan
adanya belajar dan mengajar tanpa adanya guru. Karena islam adalah agama,
maka pandangan tentang guru, kedudukan guru, tidak terlepas dari nilai-nilai
kelangitan.3
1
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009),hal. 137
2
Saifullah, Nalar Pendidikan Islam: Ikhtiar Memahami Pendidikan Islam Dalam Berbagai
Perspektif, (Bandung: Ciptapustaka, 2010), hal. 68
3
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja RosdaKarya, 1994).
76.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1. Apa saja Keutamaan Seorang Guru/Pendidik dalam kitab Adab Al-Alim Wa
Al-Muta’allim?
2. Apa saja Keutamaan Proses Belajar dan Mengajar dalam kitab Adab Al-Alim
Wa Al-Muta’allim?
C. Tujuan masalah
Adapun tujuan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa memahami apa saja Keutamaan Seorang Guru/Pendidik
dalam kitab Adab Al-Alim Wa Al-Muta’allim
2. Agar mahasiswa memahami apa saja Keutamaan Proses Belajar dan Mengajar
dalam kitab Adab Al-Alim Wa Al-Muta’allim
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Guru/Pendidik
Berdasarkan etimologi Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata-kata pendidik
berasal dari kata dasar didik, yang artinya memelihara, merawat, dan memberi
latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang diharapkan
tentang sopan santun, akal budi, akhlak dan sebagainya. Kemudian ditambah
awalnya menjadi pendidik, artinya orang yang mendidik.4 Dalam bahasa Inggris
pendidik disebut dengan educator. Sementara dalam bahasa Arab disebut dengan
mu’allim, murabbi, mu’addib, mursyid, dan ustadz dengan makna yang berbeda-
beda. Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidik adalah
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
tutor, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Dalam konteks pendidikan dalam Islam, pendidik (guru) adalah setiap orang
dewasa yang karna kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan
dirinya dan orang lain. Sedangkan yang menyerahkan tanggung jawab dan amanat
pendidikan adalah agama, dan wewenang pendidik dilegitimasi oleh agama,
sementara yang menerima tanggung jawab dan amanat adalah setiap orang
dewasa. Ini berarti bahwa pendidik merupakan sifat yang lekat pada setiap orang
karena tanggung jawab atas pendidikan.5
Disamping itu juga Allah SWT dan para rasul-Nya juga termasuk pendidik.
Pada hakikatnya pendidik adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya dengan
menyampaikan ilmu pengetahuan kepada orang lain. Pendidik adalah manusia
terhormat, karena ia memiliki wibawa, karisma, profesionalisme, serta
kemampuan untuk mentransfer ilmu. Dalam pandangan Islam, guru tertinggi
adalah Allah SWT, yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak
diketahuinya. Memberikan kepada manusia panca indera, akal, kalbu sebagai alat
yang dijadikan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
4
Daryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apoollo, 1999), hlm. 169
5
Syafaruddin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta; Hijri Pustaka Utama, 2018), hlm. 54
3
B. Keutamaan Ilmu dan Ulama’ dalam kitab Adab Al-Alim Wa Al-
Muta’allim
Ilmu dan ‘Ulama merupakan sesuatu yang pasti berkaitan, dalam istilah bahasa
Orang-orang yang memiliki ilmu disebut Ulama. Sedangkan menurut istilah,
Ulama adalah orang-orang yang paham dan mengetahui Ilmu serta
mengamalkannya. Sehingga, dapat dipahami Ulama merupakan Orang yang
memiliki ilmu serta mampu mengamalkannya. Dan Allah memuliakan Ulama
dengan diberikan derajat yang tinggi. Dalam surat Al-Mujadilah, ayat 11, Allah
swt berfirman :
Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara engkau dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Dalam Kitab adabul alim wal muta’allim, karya KH. Hasyim Asy’ari di
tegaskan:
أي ويرفع العلماء منكم درجات بما جمعوا من العلم والعمل
Yang dimaksud dalam hal ini adalah, Allah akan mengangkat derajat para ulama
sebab mereka sanggup memadukan antara ilmu dan amal (pengamalannya).
Orang-orang tersebut, yaitu yang memiliki ilmu dan mengamalkannya yang
disebut ‘Ulama yang dimaksud dalam Al-Qur’an ditinggikan derajatnya oleh
Allah SWT dengan beberapa derajat. Disebutkan oleh Ibnu Abbas:
درجات العلماء فوق المؤمنين بسبعمائة درجة ما بين الدرجتين خمسمائة عام:قال ابن عباس
Berkata sahabat Ibn ‘Abbas ra, “Derajat ulama itu jauh diatas orang-orang
mukmin dengan selisih 700 derajat. Sedangkan jarak antara dua derajat kira-kira
perjalanan lima ratus tahun.”
4
ْ َُش ِه َد ٱهَّلل ُ َأنَّ ۥهُ ٓاَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل هُ َو َو ۡٱل َم ٰلَِٓئ َكةُ َوُأوْ ل
قَٓاِئ ۢ َما بِ ۡٱلقِ ۡس ِۚط ٓاَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل هُ َو ۡٱل َع ِزي ُز ۡٱل َح ِكي ُم..… وا ۡٱل ِع ۡل ِم
Artinya: “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang
berhak disembah) yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)…”
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa Allah memulai firman-Nya dengan
menyebut Dzat sendiri, lalu kedua menyebut malaikat dan ketiga menyebut orang-
orang yang memiliki ilmu pengetahuan (Termasuk para Nabi dan Rasul). Dengan
bukti ini, cukup bagi kita untuk memperoleh kemuliaan, keutamaan dan
keagungan (ulama). Selain itu, dalam surat Al-Fatir, ayat 28, Allah SWT
Berfirman:
5
Artinya: Allah akan mengangkat derajat para ‘ulama (orang yang ahli dalam
bidang keilmuan), sebab mereka sanggup memadukan antara ilmu pengetahuan
dan pengamalannya.
Ibnu Abbas telah berkata ra.: “Derajat ulama’ itu jauh diatas orang mukmin
dengan selisih tujuh ratus derajat, sedangkan jarak antara dua derajat kira-kira
perjalanan lima ratus tahun”.
Allah berfirman:
Allah berfirman:
“Sesungguhnya dari hamba-hamba Allah yang takut kepada Allah adalah para
‘ulama.” (Q. S. Al-Fathir : 28)
- جزاؤهم عند ربهم جنات عدن تجري من تحتهااالنهار خالدين فيها أبدا رضي هللا عنهم ورضوا عنه ذالك
لمن خشي ربه
6
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka
itu adalah sebaik-baiknya makhluk“.
“Balasan mereka disisi Tuhan mereka adalah surga and yang mengalir
dibawahnya sungai-sungai. Mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah
ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu
adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” ( Q.S. Al Bayyinah:7-8
).
Dua ayat diatas menetapkan bahwa para ulama’ adalah orang-orang merasa
takut kepada Allah.Orang yang merasa takut kepada Allah adalah termasuk
sebaik-baik makhluk. Dengan demikian dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa
mereka adalah sebaik-baik makhluk.
Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang dikehendaki baik oileh Allah, maka Allah akan memberikan
kefahaman terhadap ilmu fiqh.”
وإذا كان ال رتبة فوق, وحسبك بهذه الدرجات مجدا وفخرا وبهذه الرتبة شرفا وذكرا, ألعلماء ورثة األنبياء
النبوة فال شرف فوق شرف الوراثة لتلك الرتبة
“Ulama’ adalah pewaris para Nabi, cukuplah bagimu dengan derajat ini untuk
memperoleh sebuah keagunaan dan kebanggaan diri. Dan (cukuplah bagimu)
dengan tingkatan ini untuk memperoleh kemuliaan dan panggilan yang agung.
Ketika sudah tidak ada lagi tingkatan di atas tingkat kenabian, maka tidak ada
satupun kemuliaan yang melebihi kemuliaan warisantingkatan tersebut.”
Ujung dari sebuah ilmu adalah pengamalan, karena pengamalan itu adalah
buah dari ilmu itu sendiri, fungsi dari pada umur dan bekal untuk akherat nanti.
7
Barang siapa yang memperoleh ilmu, maka ia akan bahagia. Barang siapa yang
tidak memperolehnya, maka ia termasuk golongan orang–orang yang merugi.
Suatu ketika di samping Rasulullah disebutkan ada dua orang laki-laki, yang
pertama adalah orang yang ahli ibadah dan yang kedua adalah orang yang ahli
ilmu. Kemudian Rasulullah berkata: “Keutamaan orang yang berilmu
dibandingkan dengan orang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaanku melebihi
kalian semua”.
و طالب العلم يستغفر له كل شيء حتى الحوت في البحر,طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة
“Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam laki-laki dan
perempuan.Orang yang mencari ilmu itu akan dimintakan ampun oleh setiap
sesuatu yang ada dimuka bumi ini sampai ikan-ikan yang berada di lautan”.
“Barang siapa berangkat pergi di pagi hari dengan tujuan mencari ilmu, maka para
malaikat akan mendo’akannya dan diberkahi kehidupannya“.
من غدا إلى المسجد ال يريد إال أن يتعلم خيرا أو يعلمه كان له كاجر حج تام
“Barang siapa yang berangkat pergi di pagi hari untuk kemasjid, sementara dia
tidak menghendaki sesuatu kecuali untuk mempelajari kebaikan atau untuk
mengajarkan kebaikan, maka berhak memperoleh pahala seperti pahalanya orang
yang melakukan ibadah haji secara sempurna”.
8
Rasulullah SAW bersabda:
ألعالم وا لمتعلم كهذه من هذه وجمع بين المسبحة والتي تليها شريكان في االجر وال خير في سائر الناس بعد
“Jadilah engkau pengajar atau pelajar atau pendengar atau pecinta terhadap ilmu
pengetahuan.Dan janganlah engkaujadi orang kelima, karena hal itulah engkau
akan binasa.
“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan amalkanlah ilmu itu kepada manusia lainnya”.
حلق الذكر,إذا رأيتم رياض الجنة فارتعوا فقيل يا رسول هللا وما رياض الجنة
9
Imam Atha’ berkata: “Yang dimaksud taman surga itu adalah majlis-majlis
yang digunakan untuk membahas masalah halal dan haram; bagaimana cara
engkau melakukan jual beli, bagaimana cara engkau melakukan shalat, bagaimana
cara engkau mengeluarkan zakat, bagaimana cara engkau melakukan ibadah haji
yang sempurna, bagaimana cara engkau melakukan pernikahan, bagaimana cara
engkau mencerai isteri dan lain sebagainya”.
10
Dan diriwayatkan, bahwa para ulama’ nanti pada hari kiamat berdiri diatas
mimbar yang terbuat dari cahaya (nur)”.
Imam Al Qadli Husain mencuplik (sebuah hadits) dalam permulaan catatan
kakinya, sesungguhnya Rasulullah telah bersabda: “Barang siapa yang mencintai
ilmu dan para ulama’, maka semua kesalahanya tidak akan ditulis selama
hidupnya”.
Ia juga mengatakan, telah diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda:
فمن صلى خلف نبي فقد غفر له,من صلى خلف عالم فكأنما صلى خلف نبي
“Barang siapa yang melakukan shalat dibelakang orang alim, maka seakan-akan ia
melakukan shalat dibelakang Nabi. Dan barang siapa yang melakukan shalat
dibelakang Nabi, maka dosa-dosanya diampuni oleh Allah”.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Dzar ra, disebutkan bahwa
menghadiri tempat-tempat yang digunakan untuk diskusi ilmiah itu lebih utama
dari pada melakukan shalat seribu rakaat (tanpa ilmu), menyaksikan seribu
jenazah dan menjenguk seribu orang sakit.
Umar Ibn Al Khattab RA. telah berkata: “Bahwa seorang laki-laki tentunya
akan keluar dari rumahnya, sementara dia mempunyai banyak dosa yang
menyamai besarnya gunung Tihamah. Ketika ia mendengar orang alim, maka ia
merasa takut dan ia kemudian bertaubat dari perbuatan dosanya, kemudian ia
kembali kerumahnya dalam keadaan besih dari dosa, oleh karena itu janganlah
kalian berpisah dari tempat–tempat para ulama’, karena sesungguhnya Allah
menciptakan sejengkal tanah pun di muka bumi ini yang lebih mulia
dibandingkan dengan tempat yang digunakan diskusi para alim ulama.
Imam Al Syarmasahy Al Maliki mencuplik sebuah hadits dalam pengantar
kitabnya “Nazdm Al Dlurar”:”Diriwayatkan dari nabi SAW, beliau bersabda:
“Barang siapa yang mengagungkan orang alim, maka sesungguhnya ia telah
mengagungkan Allah SWT, dan barang siapa yang telah meremehkan orang alim,
maka berarti ia telah meremehkan Allah dan RasulNya. Sahabat Ali Karramhullah
wajhah telah berkata: “Cukuplah dengan ilmu kemulyaan dapat diperoleh,
walaupun yang mengakui seseorang yang tidak pernah melaksanaknnya. Dan
11
cukuplah dengan kebodohan kehinaan itu diperoleh, walaupun seseorang berusaha
membebaskan diri dari kebodohan itu”.
Kemudian beliau menyanyikan sebuah lagu:
Cukuplah kemuliaan diperoleh dengan ilmuwalaupun yang mengakui (hanyalah)
orang bodoh#
Dan ia akan gembira jika suatu saat di nisbatkan paada ilmu.
Dan cukuplah kehinaan diperoleh dengan kebodohan, tetapi aku #
Dijaga bila aku dinisbatkan kepadanya. Dan aku akan marah
Ibnu Al Zubair pernah berkata: “Bahwasanya Abu Bakar pernah mengirimkan
surat kepadaku, ketika itu aku sedang berada di Iraq. Isi dari surat tersebut adalah
sebagai berikut: “Wahai anakku bergegang teguhlah pada ilmu pengetahuan,
karena ketika engkau menjadi orang miskin maka ilmu itu akan menjadi harta, dan
ketika engkau menjadi orang kaya, maka ilmu itu akan menjadi perhiasan”.
Wahb bin Munabbah berkata: “Sesuatu yang diperoleh dari ilmu itu bermacam-
macam;
1. Kemuliaan, walaupun orang yang memilikinya itu orang yang rendahan.
2. Keluhuran derajat, walaupun ia diremehkan.
3. Dekat (di hati ummat), walaupun ia berada di daerah jauh.
4. Kekayaan, walaupun ia miskin harta.
5. Kewibawaan, walaupun ia orang yang rendah diri.
12
Abu Muslim Al Khaulani RA. berkata: “Para ulama’ dibumi itu seperti
bintang-gemintang yang bergelantungan di atas langit. Jika bintang-gemintang itu
tampak bagi manusia, maka mereka mendapatkan petunjuk karenanya.Tetapi jika
bintang-gemintang itu tampak suram, maka mereka kebingungan karenanya.
13
Kebodohan itulah yang akan merusaknya pada hari nanti ketika ia ditanya.
Ilmu adalah sesuatu yang paling mulia yang diperoleh seseorang #
Orang yang tidak berilmu , maka ia bukanlah laki-laki.
Wahai saudara kecilku ! Pelajarilah ilmu dan amalkanlah #
Ilmu itu merupakan sebuah perhiasan bagi orang yang benar-benar telah
mengamalkannya. Di riwayatkan dari Muadz Bin Jabal RA. ia berkata:
“Pelajarilah ilmu pengetahuan, karena mempelajarinya adalah suatu kebajikan,
mencarinya adalah suatu ibadah, mendiskusikannya adalah tasbih, membahasnya
adalah jihad, menyerahkannya adalah upaya pendekatan diri kepada Allah SWT
dan mengajarkannya kepada orang yang tidak berilmu adalah shadaqah.
Fuzdail bin ‘Iyadl ra. telah berkata: “Orang yang alim yang mengajarkan
ilmunya kepada orang lain, maka ia akan diundang dikerajaan langit sebagai
orang besar”.
Sufyan bin ‘Uyainah telah berkata: “Kedudukan manusia yang paling tinggi
disisi Allah adalah orang yang berada di antara Allah dan di antara hamba-
hambaNya. Mereka itulah para nabi dan para ulama’”. Ia juga mengakatan: “Di
dunia ini seseorang tidak akan diberi sesuatu yang lebih utama dari pada derajat
kenabian dan tidak ada sesuatupun setelah derajat kenabian yang lebih utama dari
pada ilmu pengetahuan dan ilmu fiqh”. Kemudian ia ditanya:”Dari siapa
perkataan ini?”.Ia menjawab:”Dari seluruhpara ahli fiqh”.
Imam Al Syafi’i ra. telah berkata: “Seandainya para ahli fiqh yang selalu
mengamalkan ilmunyabukan sebagai kekasih Allah, niscaya Allah tidak akan
mempunyai seorang wali”.
Ibnu al Mubarak ra. berkata:”Seseorang itu masih dianggappandai selama
iamencari ilmu.Apabila ada seseorang menganggap bahwa dirinya pandai, maka
ia benar-benar telah bodoh”.
Imam Waqi’ berkata: “Seorang laki-laki tidak akan dikatakan orang alim,
sehingga ia mau mendengarkan orang yang lebih tua, mau mendengar orang yang
sebanding dengannya, dan mau mendengar orang yang lebih muda darinya.
Sufyan Al Tsauri berkata : “Keajaiban-keajaiban itu merata ada dimana-
mana.Pada akhir zaman seperti sekarang ini lebih merata lagi, bencana yang
14
menimpa manusia banyak.Sedangkan musibah masalah keagamaan sekarang ini
lebih banyak lagi. Bencana-bencana itu merupakan peristiwa yang besar, namun
kematian para ‘ulama merupakan peristiwa yang lebih besar. Sesungguhnya hidup
orang alim itu adalah rahmat bagi umat, sedangkan kematiannya agama Islam
menyebabkan suatu cacat”.
Dalam kitab Shahih Al Bukhari dan Al Muslim ad sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Abdullah Ibn Amr Ibn al ‘Ash RA. ia berkata: “Aku mendengar
dari Rasulullah, beliau besabda: “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu
dengan cara mencabut ilmu tersebut dari manusia, akan tetapi Allah mencabut
ilmu dari muka bumiini dengan cara mencabut nyawa orang-orang yang para
ulama’, sehingga jika seorang alim sudah tak tersisa, masyarakat mengangkat para
pemimpin yang bodoh. Maka ditanyalah pemimpin-pemimpin itu(tentang masalah
keagamaan), kemudian mereka memberikan fatwa tanpa berlandaskan ilmu
pengetahuan, sehingga mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain”.
FASHAL
Semua hal yang telah disebutkan diatas; yakni keutamaan ilmu dan orang yang
memiliki ilmu, hanyalah hak ulama yang mengamalkan ilmunya, berkepribadian
baik dan bertakwa yang bertujuan untuk memperoleh keridhaan Allah SWT, dekat
dihadapanNya dengan mendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan.
Bukanlah orang yang ilmunya dimaksudkan untuk tujuan-tujuan duniawi, yakni
jabatan, harta benda atau berlomba-lomba memperbanyak pengikut.
Telah diriwayatkan dari Nabi SAW: “Barang siapa mencari ilmu untuk
menjatuhkan para ulama’, atau berdebat dengan para ahli fiqh atau bertujuan
untuk memalingkan pandangan manusia, maka Allah akan memasukkannya ke
dalam api neraka” (H.R. At-Tirmidzi).
Dan diriwayatkan dari Nabi SAW: “Barang siapa mempelajari ilmu yang
seharusnya dicari hanya karena Dzat Allah, tetapi bia tidak mempelajarinya
kecuali untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi, maka ia tidak akan
mendapatkanaroma surgawi”.
15
Juga diriwayatkan beliau: “Barang siapa yang mecari ilmu karena selain Allah
atau menghendaki Dzat Allah maka, tempatilah tempat duduknya dari api
neraka.”
Juga diriwayatkan beliau; “Pada hari kiamatnanti akan didatangkan seorang
alim, kemudian ia dilemparkan kedalam api neraka sehingga ususnya terburai
keluar dari perutnya, kemudian ia berputar-putar didalam neraka laksana keledei
yang berputar sambil membawa alat penggiling. Kemudian penduduk ahli neraka
mengerumuninya sambil bertanya: “Apa yang menyebabkanmu seperti ini?.Ia
menjawab: “Aku memerintahkan orang lain agar melakukan kebaikan, tetapi aku
sendiri tidak melakukannya dan aku melarang orang lain agar tidak melakukan
perbuatan yang buruk, sementara aku sendiri melakukannya”.
Di riwayatkan dari Bisyr RA.: “Allah memberikan wahyu kepada Nabi Dawud
as.: ”Janganlah engkau jadikan antara aku dan engkau ada seorang yang alim yang
terfitnah, sehingga sifat takkaburnya (sombong) menjauhkan dirimu untuk
mencintai aku. Mereka itu adalah orang yang pekerjaanya menghadang hamba-
hambaku ditengah jalan”.
Sufyan Al Tsauri ra. berkata: “Ilmu itu dipelajari hanyalah untuk
bertaqwa.Kelebihan ilmu atas ilmu yang lain hanya karena ilmu digunakan
bertaqwa kepadaAllah SWT. Jika tujuan ini menjadi cacat dan niat orang yang
mencari ilmu menjadi rusak, dengan pengertian bahwa ilmu itu digunakan untuk
mencapai perolehan hal-hal duniawi; berupa harta atau jabatan, maka pahala
orang yang mencari ilmu itu benar-benar telah terhapus dan ia benar-benar telah
dengan kerugian yang amat sangat.
Al Fudlail bin ‘Iyadl telah berkata:”Para ulama’ yang fasiqdan orang–orang
yang hafal Al-Qur’an telah mendatangi aku dan nanti pada hari kiamat mereka
akan disiksa terlebih dahulu sebelum disiksanya orang yang menyembah berhala”.
Al Hasan al Basri telah berkata: ”Siksaan ilmu pengetahuan adalah hati yang
mati, kemudian ia ditanya: “Apa yang dimaksud dengan hati yang mati?.Ia
menjawab: “Matinya hati adalah mencari harta dunia dengan menggunakan
perbuatan-perbuatan akhirat”.7
7
Kitab “adabul alim wal muta’allim” Karya: KH. Hasyim Asy’ari.
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
18