D
I
S
U
S
U
N
OLEH : KELOMPOK 2
H E R I A N ( 23.132 )
S U P I Y A N I ( 23.153 )
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
STIT AL-HIKMAH TEBING TINGGI
2023-2024
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan inayah-
Nya sehingga penulis dapat berkumpul di kampus yang kita cintai ini.Shalawat dan salam
semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan kepada kita
jalan kebenaran.
Kami juga harapkan kritik dan saran dari teman teman agar kedepannya dapat kami
jadikan referensi dalam perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.Aamiin
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber asas ajaran Islam, Al-Qur’an dan Hadist, tidak hanya berisikan doktrin-
doktrin teologis tentang keimanan kepada Allah Swt, tetapi juga mengandung isyarat-
isyarat ilmiah tentang pendidikan. Karenanya, memberikan konsep dasar pendidikan
agama Islam, haruslah merujuk kepada informasi yang tertera, baik dalam Al-Qur’an dan
Hadist.
Secara umum, jika ditelaah, stidaknya ada tiga terma yang digunakan Al-Qur’an
dan Hadist berkaitang dengan konsep dasar pendidikan dalam Islam. Ketiga terma itu
adalah Tarbiyah, Ta’lim, Ta’dib dan Tadris. Meskipun sering diterjemahkan dalam arti
yang sama, yakni pendidikan bahkan terkadang pengajaran namun ketiga terma ini pada
dasarnya memiliki tekanan makna yang berbeda. Karenanya, semua terma tersebut perlu
di telaah untuk memperoleh pemahaman yang utuh tentang hakikat pendidikan dala
Islam. Untuk tujuan tersebut, paparan berikut akan mengetengahkan uraian disepitar tiga
terma yang maknanya selalu dinisbahkan kepada pendidikan dalam Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Tarbiyah ?
2. Bagai mana Konsep dari Tarbiyah ?
3. Apa Pengertian dari Taklim ?
4. Bagaiman Konsep dari Taklim ?
5. Apa Pengertian dari Ta’dib ?
6. Bagaimana Konsep dari Ta’dib ?
7. Apa pengertian dari Tadris ?
8. Bagaimana Konsep dari Tadris ?
C. Tujuan
Mengetahui Pengertian dan juga konsep dari Tarbiyah,Taklim,Ta’dib,dan Tadris dalam
ilmu pendidikan islam.Diharapkan kepada teman-teman memberikan saran dan juga
pertanyaan nya agar dapat kami jadikan pedoman.dalam makalah selanjutnya
1
BAB II
PEMBAHASAN
Artinya: ”Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah
mendidikku sewaktu kecil.” (QS. Al-Isra’: 24).
8. Tujuan Pendidikan
Dalam ajaran Islam, seluruh aktivitas masnusia bertujuan untuk meraih tercapainya
insan yang beriman dan bertaqwa. Apabila anak didik telah beriman dan bertaqwa, artinya
tujuannya telah tercapai. Keimanan seseorang hanya dapat dilihat dari amal perbuatannya
sebab amal perbuatan menjadi indikator yang amat penting untuk mengukur keimanan
seseorang muslim. Apabila dikaitkan dengan pendidikan Islam yang bertujuan mencetak anak
didik yang beriman, wujud dari tujuab itu adalah akhlak anak didik, sedangkan akhlak anak
didik mengacu pada kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan yang dilaksanakan
diberbagai lembaga.
Adapun berbagai metode yang digunakan dalam Konsep ilmu Tarbiyah adalah sebagai
berikut :
1. Metode ceramah
Metode ceramah adalah metode dengan memberikan penjelasan tentang sebuah materi.
Biasa dilakukan didepan beberapa orang peserta didik. Metode ini menggunakan bahasa lisan.
Peserta didik biasanya duduk sambil mendengarkan penjelasan materi yang disampaikan
pendidik. Metode ini sering digunakan Rasulullah SAW, terutama pada saat beliau
berkhutbah sebelum melaksanakan shalat jum’at.
Daya tarik ceramah, atau tabligh bisa berbeda-beda, tergantung kepada siapa
pembicarana, begaimana pribadi si pembicara, dan bagaimana bobot pembicaranya, dan apa
prestasi yang telah dihasilkannya. Semua ini akan menjadi catatan yang mendasari daya tarik
ceramah yang disampaikan. Ini mengingatkan atau memberi petunjuk, bahwa jika seorang
guru akan menggunakan metode ceramah, dan ceramahnya ingin diperhatikan orang maka
ceramahnya harus mempunyai kualitas.5
5
Abduddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pertama, 2005), hal. 159
6
2. Metode Diskusi
Diskusi adalah tukar pikiran antara dua orang atau lebih untuk menyeleseikan satu
persoalan. Secara umum diskusi adalah suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih
individu yang berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau
sasaran tertentu melalui tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat, atau
pemecahan masalah.
Bila ditelaah dari beberapa riwayat, Rasulullah SAW adalah orang yang paling
berdiskusi, meskipun pada dasarnya beliau memiliki wewenang untuk membuat keputusan
sendiri. Tetapi, sebagai bentuk rasa keguguran yang terdapat padanya, beliau tidak merasa
bosan bahkan sering mengadakan diskusi dengan para sahabat, apabila ada persoalan
bersama.6
3. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan
beberapa pertanyaan kepada peserta didik tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau
bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berfikir di antara peserta didik.
Guru mengharapkan dari peserta didik jawaban yang tepat dan berdasarkan fakta. Dalam
tanya jawab, pertanyaan adakalanya di pihak peserta didik (dalam hal ini atau peserta didik
tidak menjawab). Apabila peserta didik tidak menjawabnya, barulah guru memberikan
jawaban.7
b. Pengertian Taklim dan Konsepnya
Akar kata ta’lim adalah a’lima. Menurut ibn al-Manzhur, kata ini bisa memiliki
beberapa arti, seperti mengetahui atau mengenal, mengetahui atau merasa, dan memberi kabar
kepadanya. Kemudian menurut Luis Ma’luf, kata al- ‘ilm yang merupakan mashdar dari
‘alama bermakna mengetahui sesuatu dengan sebenar-benarnya (idrak al-syai’bihaqiqatih),
sementara kata ‘alima bermakna mengetahui dan menyakininya (‘arafatuh wa tayaqqanah).
Pengertian ta’lim sebagai suatu istilah yang digunakan untuk mengungkapkan
pendidikan dikemukakan oleh para ahli, antara lain dapat dilihat sebagai berikut :
6
Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Pustaka Jaya dan Tintamas,
1982), hal. 313.
7
Ramayulis, metodologi, (Jakarta:Kalam Mulia, 1994), hal 239.
7
1. Abdul Fatah Jalal mengemukakan bahwa Ta'lim adalah proses pemberian
pengetahuan, pemahaman. pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah,
sehingga terjadi penyucian (tazkiyah) atau pembersihan diri manusia dari segala
kotoran yang menjadikan diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang
memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat
baginya dan yang tidak diketahuinya.8 Berdasarkan pengertian ini dipahami bahwa
dari segi peserta didik yang menjadi sasarannya, lingkup term alta'lim lebih universal
dibandingkan dengan lingkup term al-tarbiyah karena al-ta‘lim mencakup fase bayi.
anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa. Sedangkan al-tarbiyah khusus diperuntukan
untuk pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak.
2. Muhammad Rasyid Rida memberikan definisi ta'lim sebagai proses transmisi berbagai
ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu,
(Rida, 1373 H: 262). Penta’rifan itu herpijak dari firman Allah Swt. surat Al-Baqarah
ayat 31 tentang ‘allama Tuhan kepada Nabi Adam as. sedangkan proses transmisi itu
dilakukan secara bertahap sebagaimana Nabi Adam menyaksikan dan menganalisis
asma yang diajarkan oleh Allah kepadanya. 9
3. Syekh Muhammad al-Naquib al-Attas memberikan makna al-ta'lim dengan pengajaran
tanpa pengenalan secara mendasar. Namun apabila al-ta‘lim disinonimkan dengan al-
tarbiyah, al-ta'lim mempunyai makna pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah
sistem. Dalam pandangan Naquib, ada konotasi tertentu yang dapat membedakan
antara term al-tarbiyah dari al-ta‘lim, yaitu ruang lingkup alta'lim lebih universal
daripada ruang lingkup al-tarbiyah sebab, al-tarbiyah tidak mencakup segi
pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial. Lagi pula, makna al-
tarbiyah lebih spesifik karena ditujukan pada objek-objek pemilikan yang berkaitan
dengan jenis relasional, mengingat pemilikan yang sebenarnya hanyalah Allah.
Akibatnya, sasarannya tidak hanya berlaku bagi umat manusia tetapi tercakup juga
spesies-spesies yang lain.
8
Abd al-Fatah Jalal, Min al-Ushul al-Tarbawiyyah fi al-Islam (Mesir: Dar al-Kutub al-
Mushriyyah, 1977), h. 17.
9
Al-Attas, Konsep Pendidikan, h. 66.
8
4. Muhammad Athiyah al-Abrasy mengemukakan pengertian al-ta'lim yang berbeda dari
pendapat-pendapat di atas. Beliau menyatakan bahwa al-ta'lim lebih khusus daripada
al-tarbiyah karena al-ta'lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan
mengacu kepada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan al-tarbiyah mencakup
keseluruhan aspek-aspek pendidikan.10
Dari beberapa asal kata pendidkan dalam Islam itu maka lahirlah beberapa pendapat
para ahli mengenai defenis pendidikan Islam tersebut antara lain: Prof. Dr. Omar Mohammad
At-Toumi Asy-Syaibany mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses mengubah tingkah
laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara
pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi
dalam masyarakat.11
Dalam al-qur’an, kata ta’lim disebutkan dalam bentuk ism dan fi’il. Dalam bentuk ism,
kata yang seakar dengan ta’lim hanya disebut sekali, yaitu mu’allamun yang terdapat dalam
surah ad-dukhan: 41. Menurut Atabik Ali A. Muhdlor, kata talim sepadan dengan kata
darrosa, terambil dari a’lama yu’allimu, ta’liman, yang secara bahasa berarti mengajar atau
mendidik.
Menurut Atabik Ali A. Muhdlor, kata talim sepadan dengan kata darrosa, terambil dari
a’lama yu’allimu, ta’liman, yang secara bahasa berarti mengajar atau mendidik.
10
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, al-Tarbiyyah al-Islāmiyah wa Falāsifatuhā (Mishr: Isa
al-Babiy al-halabiy wa Syurakah, 1963), h. 7.
11
Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Syaibani. Falasafah Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan
Bintang. 1979), h. 399.
9
c. Pengertian Ta’dib dan Konsep
Menurut shalaby, Ta’dib sudah digunakan pada masa islam klasik, terutama untuk
pendidikan yang diselenggarakan di kalangan istana para khalifah.pada masa itu, sebutan
yang digunakan untuk memanggil guru adalah muaddib. Shalaby, dengan mengutip al-jahiz,
menyatakan bahwa terma muaddib berasal dari kata adab, dan adab itu bisa berarti budi
pekerti atau meriwayatkan.12 Guru para putera khaliffah disebut muaddib dikarenakan mereka
brtugas mendidikkan budi pekerti dan meriwayatkan kecerdasan orang-orang terdahulu
13
kepada mereka. Ibn khutaibah, sebagaimana dikutib shalaby, menukilkan pesan yang
disampaikan abdul malik bin marwan kepada muaddib puteranya:
Ajarkanlah kepada mereka berkata benar, disamping mengajarkan al- qur”an,
jauhkanlah mereka dari orang-orang jahat, karena orang-orang jahat itu tidak
mengindahkan perintah tuhan dan tidak berlaku sopan. Dan jauhkan pula dari khadam
dan pelayan-pelayan, karena pergaulan dengan khadam dan pelayan-pelayan itu dapat
merusakkan moralnya. Lunakkanlah perasaan mereka agar keras pundaknya. Berilah
mereka makan daging, agar mereka berbadan kuat. Ajarkanlah syair kepada mereka, agar
mereka mulia dan berani. Suruhlah mereka bersugi dengan melintang, dan meminum air
dengan dihirup pelan-pelan, jangan diminumnya saja dengan tidak senonoh. Dan bila
kamu memerlukan menegurnya, maka hendaklah dengan tertutup, jangan sampai
diketahui oleh pelayan-pelayan dan tamu-tamu, agar ia tidak dipandang rendah oleh
mereka.14
Berdasarkan kutipan diatas, tampak bahwa terma ta’dib tidak hanya menekankan aspek
pemberian ilmu pengetahuan, tetapi juga pembentukan watak, sikap dan kepribadian peserta
didik. Karenanya, tugas seorang muaddib bukan hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga melatih
dan membimbing peserta didik agar mereka hidup dengan adab, baik secara jasmani maupun
rohani.
12
Ahmad shalaby, Sejarah Pendidikan Islam,Terj. Muchtar Yahya dan M. Sanusi Latief
(singapura:pustaka nasional Singapura, 1076), h. 32
13
Ibid, hal. 32-33
14
Ibid, hal. 34
10
Menurut al-Atas, kandungan ta’dib adalah akhlak. Hal ini senada dengan pendapat al-
zubaidi yang menyatakan bahwa kata adab dalam bahasa arab bermakna husn al-akhlaq wa
fi’l al-makarim, yang berarti budi pekerti yang baik dan perilaku terpuji, atau riyadlah alnafs
mahasin al-akhlaq, yaitu melatih/mendidik jiwa dan mempeerbaiki akhlaq.
Dalam konteks inilah, rasulullah saw mwenyatakan: “Sesungguhnya aku diutus adalah
untuk menyempurnajkan akhlaq yang mulia”. Berdasarkan hadist tersebut, maka misi utama
kerasulan muhammad saw untuk mendidik umat manusia dengan pendidikan akhlaq atau
prilaku yang mulia dan terpuji.
Munurut al-zakarny, sebagai upaya dalam pembentukan adab, ta’dib bisa di
klasifikasikan ke dalam empat macam:15
1. Ta’dib al-Akhlaq, yaitu pendidikan tata krama spritual dalam
kebenaran,yang memerlukan pengetahuan tentang wujud kebenran.yang
didalamnya segala yang ada memiliki kebenaran tersendiri dan yang
denganya segala sesuatu diciptakan.
2. Ta’dib al- khidmah,yaitu pendidikan tata krama spritual dalam pengabdian.
3. Ta’dib al-syari’ah, pendidikan tatakrama spiritual dalam syari’ah.
4. Ta’dib al-shuhbah, yaitu pendidikan tatakram spiritual dalam persahabatan.
Naquid al-Attas berkesimpulan bahwa ta’dib adalah istilah yang paling cocok, untuk
menyebutkan pendidikan dalam konteks islam, karena didalamnya terkandung arti ilmu,
kearifan, keadilan, kebijaksanaan, pengajaran dan pengasuhan yang baik. Dengan demikian,
pendidik berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat tuhan
yang tepat dalam tatanan wujud dan keberadaan. 16
Al-qur.an menyatakan bahwa contoh manusia ideal yang beraddap adalah Muhammad
SAW. Secara implisit, hal ini dinyatakan Allah swt dalam surah al- Ahzab ayat 21:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
Dia banyak menyebut Alla
15
Sayid muhammad al-Zarkany, Sarh al-Zarkany ‘ala Muwatha’ al-imam Malik,(bairut:Dar
al fikr,t.t), h. 256
16
Syed Muhammad Naquib al-Attas, konsep, h. 61.
11
d. Pengertian Tadris dan Konsepnya
Dalam Kamus Bahasa Indonesia pengajaran berarti proses, cara, perbuatan mengajar.
Dalam pengajaran adanya interaksi antara yang mengajar (muddaris) dan yang belajar
(mutadaris). Secara luas At-tadris adalah upaya menyiapkan murid agar dapat membaca,
mempelajari dan mengkaji sendiri, yang dilakukan dengan cara pengajar membacakan,
menyebutkan berulang-ulang dan bergiliran, menjelaskan, mengungkap dan mendiskusikan
makna yang terkandung di dalamnya sehingga murid mengetahui, mengingat, memahami,
serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan mencari ridha Allah. At-
Tadris dalam Hadits: Al-Juzairi memaknai tadarrusu dengan membaca dan menjamin agar
tidak lupa, berlatih dan menjamin sesuatu.
Jadi, tadris adalah pengajaran atau pembelajaran yang dilakukan dengan cara
membacakan, menjelaskan dan mendiskusikan supaya peserta didik dapat memamahi serta
mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. adris adalah suatu bentuk kegiatan yang
dilakukan oleh mudarris untuk membacakan dan menyebutkan suatu kepada mutadarris
(murid) dengan berulang-ulang dan sering. Tadris bertujuan agar materi yang dibacakan
atau disampaikan itu mudah dihapal dan diingat. Ia merupakan kegiatan pewarisan kepada
murid dari para leluhurnya.
a. Kegiatan dalam tadris tidak sekedar membacakan atau menyebutkan materi, tetapi juga
disertai dengan mempelajari, mengungkap, menjelaskan, dan mendiskusikan isi dan
maknanya.
b. Tadris adalah suatu upaya menjadikan dan membelajarkan murid (mutadarris) supaya
mau membaca, mempelajari, dan mengkaji sendiri.
c. Dalam tadris, seorang murid (mutadarris) diharapkan mengetahui dan memahami
benar yang disampaikan oleh mudarris (guru) serta dapat mengamalkan di dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Tadris dilakukan dengan niat beribadah kepada Allah SWT dan mendapat ridha-Nya.
e. Kegiatan belajar dalam tadris bisaberlangsung dengan cara saling bergantian atau
bergilirian, yaitu sebagian membaca sebagian lainnya memperhatikan dengan saing
mengoreksi, emmbenarkan kesalahan lafal yang dibaca sehingga terhindar dari
kekeliruan dan lupa.
f. Tadris menunjukan kegiatan yang terjadi pada diri manusia dalam arti yang umum.
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tarbiyah berasal dari kata rabb yang menurut Anis bermakna tumbuh dan berkembang.
Pengertian seperti ini juga diberikan oleh Al-Qurthubiy yang menyatakan bahwa pengertian
dasar kata rabb menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur,
dan menjga kelestarian atau eksistensinya. Sementara itu al-asfahany, kata al-rabb bisa berarti
mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan dengan bertahap atau membuat sesuatu untuk
mencapai kesempurnaan secara bertahap.
Akar kata ta’lim adalah alima. Menurut ibn al-manzhur, kata ini bisa memiliki beberapa
arti, sepesrti mengetahui, atau mengenal, mengetahui atau merasa, dan memberi kabar
kepadanya. Kemudian menurut luis ma’luf kata al-‘ilm yang merupakan masdar dari ‘alama
bermakna mengetahui sesuatu dengan sebenar- benarnya, sementara kata ‘alima bermakna
mengetahui dan menyakininya.
Menurut shalaby, ta’dib sudah digunakan pada masa islam klasik, terutama untuk
pendidikan yang diselenggarakan di kalangan istana para khalifah.pada masa itu, sebutan
yang digunakan untuk memanggil guru adalah muaddib. Shalaby, dengan mengutip al-jahiz,
menyatakan bahwa terma muaddib berasal dari kata adab, dan adab itu bisa berarti budi
pekerti atau meriwayatkan. Guru para putera khaliffah disebut muaddib dikarenakan mereka
brtugas mendidikkan budi pekerti dan meriwayatkan kecerdasan orang-orang terdahulu
kepada mereka.
Tadris adalah pengajaran atau pembelajaran yang dilakukan dengan cara membacakan,
menjelaskan dan mendiskusikan supaya peserta didik dapat memamahi serta mengamalkan
dalam kehidupan sehari-hari. Sebelumnya, Allah tidak pernah menurunkan kepada bangsa
Arab kitab suci yang dapat mereka pelajari. Dan sebelum kedatanganmu, Muhammad, Kami
tidak pernah mengutus kepada mereka seorang pemberi peringatan yang mengingatkan akibat
buruk dari sikap ingkar mereka.
13
DAFTAR PUSAKA
Abduddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pertama, 2005), hal.
159
Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Pustaka Jaya dan
Tintamas, 1982), hal. 313.
Ramayulis, metodologi, (Jakarta:Kalam Mulia, 1994), hal 239.
Abd al-Fatah Jalal, Min al-Ushul al-Tarbawiyyah fi al-Islam (Mesir: Dar al-Kutub al-
Mushriyyah, 1977), h. 17.
Ahmad shalaby, Sejarah Pendidikan Islam,Terj. Muchtar Yahya dan M. Sanusi Latief
(singapura:pustaka nasional Singapura, 1076), h. 32
Ibid, hal. 32-33 dan 34