Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH AIK

PARADIGMA PENDIDIKAN
NABI KHIDLIR DALAM AL-QUR’AN

OLEH:
KELOMPOK VI

DWI ARYANI ASTUTY


HASDILLAH
ROSDYAH

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
KATA PENGATAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
Rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan “Makalah” ini
dalam bentuk yang sesederhana mungkin, tepat sesuai pada waktunya.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata “sempurna”,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi Makalah ini agar kedepannya dapat lebih
baik lagi.
Kepada para pembaca yang terhormat, jika terdapat kekurangan atau
kekeliruan dalam Makalah ini, kami memohon maaf atas kekeliruan yang kami
lakukan. Dengan demikian, tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada para
pembaca. Semoga Allah SWT memberkahi kerja keras kami dalam membuat
Makalah ini, sehingga Makalah ini benar-benar bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal hingga akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha yang telah kami lakukan.

Makassar, 17 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II ISI .......................................................................................................... 3


A. Pengertian Paradigma Pendidikan.............................................................. 3
B. Sosok Nabi Khidlir a.s. .............................................................................. 4
C. Konsep pendidikan pada Kisah Nabi Khidlir a.s. dengan Nabi Musa a.s. . 5
D. Kisah Nabi Khidlir a.s. dengan Nabi Musa a.s. ......................................... 10
E. Hikmah dari Kisah Nabi Khidlir a.s. dengan Nabi Musa a.s. .................... 13
F. Nasihat Nabi Khidlir a.s. kepada Nabi Musa a.s....................................... 14

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 17


A. Kesimpulan ................................................................................................ 17
B. Saran ........................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam agama yang kita anut dan dianut milyaran manusia di seluruh
dunia, merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya
di dunia dan di akhirat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang esensial
berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya.
Allah SWT berfirman ” Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi
petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya.” (QS. 17:9). Kita yakini sepenuh
hati, bahwa konsep apapun di dalam Islam akan membawa pada kemaslahatan
hidup di dunia dan jaminan kebahagiaan di akhirat, termasuk konsep
pendidikan.
Pendidikan merupakan hal yang sangat strategis dalam membangun
sebuah peradaban, khususnya peradaban yang Islami. Bahkan, ayat pertama
diturunkan oleh Allah SWT sangat berhubungan dengan pendidikan. Pada
hakikatnya manusia sebagai khalifah Allah SWT dibumi ini karena dari
pendidikanlah lahir sebuah generasi yang diharapkan mampu membangun
peradaban tersebut. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa kemajuan pendidikan
akan menjadi salah satu pengaruh kuat terhadap kemajuan atau kegemilangan
sebuah peradaban. Namun, konsep atau teori pendidikan mengalami sebuah
perdebatan hangat bagi para pakar atau ilmuwan.
Peran pendidikan yang semakin disadari pentingnya dalam
melahirkan sebuah generasi tidaklah cukup tanpa disertai oleh konsep yang
benar. Apabila kita menerima teori ilmiah empiris sebagai sebuah paradigma
dalam teori pendidikan, maka disadari atau tidak berarti kita telah
meninggalkan hal-hal yang bersifat metafisis dalam Al-Qur`an dan Sunnah.
Metode ilmiah dalam membangun sebuah teori harus dapat diamati
oleh panca indera. Sebuah teori yang belum bisa dibuktikan secara empiris
tidak bisa dijadikan dasar dalam menyusun sebuah teori termasuk didalamnya
teori pendidikan. Padahal, Al-Qur`an yang diwahyukan melalui Nabi
Muhammad SAW, dari masa ke masa selalu berkembang pembuktian

1
terhadap mukjizat Ilmiahnya, mulai dari masa lampau sampai masa yang akan
datang. Membahas mengenai paradigma pendidikan dari tauladan para Nabi,
maka pada makalah ini akan membahas hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini, yaitu:
1. Apa itu paradigma pendidikan?
2. Siapakah sosok Nabi Khidlir a.s itu?
3. Bagaimana konsep pendidikan pada Kisah Nabi Khidir a.s. dengan Nabi
Musa a.s.?
4. Bagaimana kisah Nabi Khidlir a.s. dengan Nabi Musa a.s.?
5. Apa hikmah dari kisah Nabi Khidlir a.s. dengan Nabi Musa a.s.?
6. Apa nasihat Nabi Khidlir a.s. kepada Nabi Musa a.s.?

C. Tujuan
Adapun tujuan pada makalah ini, yaitu:
1. Dapat mengetahui paradigma pendidikan.
2. Dapat mengetahui sosok Nabi Khidlir a.s.
3. Dapat mengetahui konsep pendidikan pada Kisah Nabi Khidir a.s. dengan
Nabi Musa a.s.
4. Dapat mengetahui kisah Nabi Khidlir a.s. dengan Nabi Musa a.s.
5. Dapat mengetahui hikmah dari kisah Nabi Khidlir a.s. dengan Nabi Musa
a.s.
6. Dapat mengetahui nasihat Nabi Khidlir a.s. kepada Nabi Musa a.s.

2
BAB II
ISI

A. Pengertian Paradigma Pendidikan


Dalam pemaknaan kata “ paradigma “ mengandung arti model pola
skema. Dengan demikian paradigma merupakan sebuah model atau pola yang
terskema dari beberapa unsur yang tersistematis baik secara filosofis,
ideologis, untuk dijadikan acuan visi hidup baik secara personal maupun
kolektif untuk masa depan. Secara etimologis, istilah paradigma pada dasarnya
berasal dari bahasa yunani yaitu dari kata “para” yang artinya disebelah atau
pun disamping, dan kata “diegma” yang artinya teladan, ideal, model, atau pun
arketif.
Sedangkan secara terminologis, istilah paradigma diartikan sebagai
sebuah pandangan atau pun cara cara pandang yang digunakan untuk menilai
dunia dan alam sekitarnya, yang merupakan gambaran ataupun perspektif
umum berupa cara- cara untuk menjabarkan berbagai macam permasalahan
dunia nyata yang sangat kompleks. Pendidikan adalah proses seseorang
mengembangkan kemampuan sikap dan tingkah laku di dalam masyarakat
tempat ia hidup, juga pendidikan itu adalah proses sosial yang terjadi pada
orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol.
Islam adalah agama penyempurna dari agama yang telah ada
sebelumnya, ajarannya melingkupi seluruh aspek kehidupan manusia, seperti
teologis, sosiologis, ibadah, hukum dan akhlak. Selain itu Islam juga sebagai
agama terakhir yang diturunkan Allah swt. Aspek-aspek yang terdapat dalam
ajaran Islam, dalam rangka membangun sikap pasrah manusia kepada Allah
SWT.
Pendidikan menurut islam mempunyai kedudukan yang tinggi. Ini
dibuktikan dengan wahyu pertama yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW yang menyuruh beliau membaca dalam keadaan beliau
ummi. Disamping itu, wahyu ini juga mengandung suruhan belajar mengenai
Allah SWT memahami fenomena alam serta mengenali diri yang merangkumi

3
prinsip- prinsip aqidah, ilmu, dan amal. Ketiga prinsip ini merupakan falsafah
pendidikan islam.
Dalam Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber utama ajaran islam
dapat ditemukan kata- kata atau istilah- istilah yang pengertiannya terkait
dengan pendidikan yaitu, rabba, ‘allama dan addaba. Misalnya yang terdapat
didalam Qs. Al-Isra’:24.

‫ض‬ ْ ‫الرحْ َم ِة ِمنَ الذُّ ِل َجنَا َح لَ ُه َما َو‬


ْ ‫اخ ِف‬ َّ ‫ب َوقُ ْل‬ ْ ‫يرا َر َّبيَانِي َك َما‬
ِ ‫ار َح ْم ُه َما َر‬ ً ‫ص ِغ‬
َ
Artinya “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil"

B. Sosok Nabi Khidlir a.s.

Sosok Nabi Khidlir Alaihi Salam yang menurut Jumhurul Mufasirin


sebagai Nabi yang dijadikan oleh Nabi Musa Alaihi Salam sebagai gurunya,
telah menimbulkan kontroversi di kalangan ulama sejak dahulu sampai
sekarang. Khidr atau khadhir atau Khidhir berasal dari bahasa Arab yang
artinya hijau. Menurut riwayat Mujahid apabila dia shalat rumput-rumput
kering yang disekelililngnya akan menjadi hijau. Segolongan orang terutama
dari kalangan kaum shufi mengatakan bahwa dia masih hidup sampai
sekarang. Banyak cerita lainnya, tetapi kebanyakan cerita tersebut berasal dari
kisah-kisah israiliyat.
Dan tentang beliau masih hidup sampai sekarang bertentangan
dengan ayat Allah : Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang
manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah
mereka akan kekal? Tiap –tiap yang berjiwa akan merasakan mati (Qs Al
Anbiya : 34-35)
Imam Bukhari dan beberapa perawi hadis yang lain menegaskan
Nabi Khidr Alaihi Salam telah wafat

4
C. Konsep pendidikan pada Kisah Nabi Khidlir a.s. dengan Nabi Musa a.s.
Dari kisah Kisah Nabi Khidlir as dengan Nabi Musa as tersebut,
dapat dikaji dan diambil konsep pendidikan. Dalam hal ini ada tujuan
pendidikan, pendidik (Khidlir), peserta didik (Musa), metode, dan situasi
pendidikan. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan Islam
Tujuan pendidikan islam yaitu bertujuan untuk membimbing
manusia agar berakhlak mulia, terampil, cerdas, bertanggung jawab atas
keselamatan dan kemaslahatan dirinya dan masyarakat. Tujuan ialah
suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan
selesai (Darajat, 2009: 29).
Sepadan dengan hal itu, Purwanto menjelaskan bahwa, “Tujuan
adalah sesuatu yang hendak dicapai. Tujuan pedidikan menurut Alquran
adalah mencapai kualitas ketakwaan kepada Allah SWT, dibarengi
dengan penguasaan ilmu-ilmu, baik ilmu yang berbasis sains, atau pun
sosial. Ilmu yang berkaitan dengan perkembangan jasmani mau pun
rohani” (Purwanto, 2015: 28).
Dari kisah Nabi Musa as dan Khidlir, pada pertemuan pertama
antara Nabi Musa as dan Khidlir dapat dipaparkan asal-usul Nabi Musa
as. Latar belakang Nabi Musa as ini kiranya menjadi bahan masukan
bagi Khidlir dalam merumuskan tujuan pendidikan, yakni pembinaan
akhlak, dari kesombongan berbalik menjadi tawadhu (rendah hati) dalam
situasi bagaimanapun.

2. Dari sisi peserta didik.


Dari sisi peserta didik, pendidikan berjalan dengan baik apabila
kesediaan dan kesetiaan antara peserta didik dan guru, agar peserta didik
dapat memiliki ilmu, ia dituntut untuk memiliki sifat-sifat tertentu dan
seorang peserta didik harus berusaha untuk memiliki kriteria-kriteria
tersebut.

5
Sebelum Nabi Musa as. berangkat mencari Khidlir beliau
memerintahkan agar menyediakan seekor ikan yang besar kemudian
disimpan pada sebuah kantong sebagai suatu tanda. Bila ikan itu hilang,
maka di situlah Khidlir tinggal. Dari peristiwa tersebut tercermin bahwa
mencari ilmu kita harus menyediakan bekal, agar kita bisa bersungguh-
sungguh dalam mencari ilmu tersebut.
Sopan santun terhadap guru dan berendah diri kepadanya
tercermin dari permohonan Nabi Musa as kepada Nabi Khidlir,
“Bolehkah aku mengikutimu agar kamu mengajarkan kepadaku ilmu
yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”. Hal
pokok pendidikan yang terkandung dalan ayat ini menjadi pelajaran agar
peserta didik memiliki motivasi yang tinggi dan memiliki sikap sopan
santun dan berendah diri. Maka sebagai murid harus memiliki sikap
beradab kepada guru, mempunyai motivasi tinggi, mencari guru, siap
dengan syarat-syarat belajar, harus siap diluruskan, siap ditegur, siap
menerima kesalahan, menambah ilmu, dan siap berintrospeksi (Rosidin,
2015: 89-93).
Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu yang
sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan
religious dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak
(Nata, 2010: 173).

3. Bagi pendidik
Bagi pendidik, guru adalah salah satu komponen pendidikan
yang memegang peranan penting dalam membantu dan mengarahkan
anak didik. Sebagai seorang guru seharusnya memiliki karakteristik yang
baik untuk mempengaruhi anak didiknya. Pandangan manusia terhadap
masalah yang gaib akan berbeda dengan pandangan Allah SWT atau
orang yang telah diajari-Nya.
Khidlir hanya mengingatkan tentang disiplin yang pernah
disepakatinya. Ia tidak berlaku sombong dengan ilmu yang dimilikinya.

6
Keinginan Khidlir akan keselamatan dan kebaikan Nabi Musa as sebagai
pembawa risalah kepada kaumnya, tercermin dari kesediaan beliau
menerima kembali Nabi Musa as berguru dengannya untuk melanjutkan
perjalanan. Dari uraian ini dapat kita rumuskan bahwa kisah Musa
memperlihatkan adanya unsur pendidikan, di mana Khidlir sebagai
seorang pendidik mengenali masalah yang dihadapi oleh peserta
didiknya, memiliki sikap kasih sayang, lemah lembut dan sabar, pemaaf
dan menguasai materi palajarannnya di mana Musa as. Tidak
mengetahui apa yang diajarkan oleh Khidlir as. Di samping itu kisah ini
juga memberikan pelajaran kepada para kaum Muslimin akan akhlak
yang harus dipegangi baik sebagai muslim secara personal maupun
ketika ia mendapat peranan sebagai guru. Maka sebagai guru harus
tegas, tidak takut menegur murid yang salah, memberikan penghargaan
dan sangsi, memberi kemudahan kepada murid, menjelaskan atas
pertanyaan murid, menetapkan aturan KBM, dan memberikan pesan atau
nasehat di akhir pembelajaran (Rosidin, 2015: 93-96).
Di dalam Alquran dan al-Sunnaħ terdapat sejumlah istilah yang
mengacu kepada pengertian pendidik. Istilah tersebut antara lain al-
murabbi (pendidik), al-mu’allīm (pengajar), al-muzakki (orang yang
melakukan pembinaan mental dan karakter yang mulia), al-muaddib
(orang yang memiliki akhlak dan sopan santun), al-mursyid (orang yang
selalu berdo’a kepada Allah), al-ustaż (guru), ulū al-albāb (orang yang
memiliki daya pikir, daya nalar, daya żikir dan spiritual), ulū al-nuhā, al-
faqih (orang yang memiliki pengetahuan agama yang mendalam) (Nata,
2010: 160-165).
Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik harus sedapat
mungkin memahami hakikat peserta didiknya sebagai subjek dan objek
pendidikan. Kesalahan dalam memahami hakikat peserta didik
menjadikan kegagalan dalam proses pendidikan (Mujib & Mudzakkir,
2008: 104).

7
Adapun manfaat dari memahami hakikat peserta didik di
antaranya adalah: Pertama, dapat menetapkan metode dan pendekatan
dalam belajar mengajar. Kedua, dapat menetapkan materi pelajaran yang
sesuai dengan tingkat kemampuannya. Ketiga, dapat memberikan
perlakuan yang sesuai dengan fitrah, bakat, dan kecenderungan, dan
kemanusiannya (Nata, 2010: 175).
Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam (2010: 74), pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik potensi afektif,
kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

4. Metode Pendidikan
Metode pendidikan merupakan cara yang dipakai untuk
mencapai tujuan pendidikan. Metode pendidikan Islam adalah prosedur
umum dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan
didasarkan atas asumsi tertentu tentang hakikat Islam sebagai supra-
sistem (Mujib & Mudzakkir, 2008: 165).
Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena
ia menjadi sarana dalam menyampaikan materi pelajaran yang tersusun
dari kurikulum. Tanpa metode suatu materi pelajaran tidak dapat
berproses secara efisien dan efektif dalam kegiatan belajar mengajar
menuju tujuan pendidikan (Arifin, 2008: 144).
Sebelum Khidlir menentukan metode yang digunakan dalam
proses pendidikan yang akan dilaksanakannya, terlebih dahulu beliau
bertanya pada peserta didiknya dalam hal ini Nabi Musa as tentang asal-
muasalnya, kedudukan dan tujuan kedatangannya. Perlakuan Khidlir
yang demikian itu berpengaruh sekali dalam menentukan metode yang
digunakan. Dalam perjalanannya dengan Khidlir, Nabi Musa as berkali-
kali bertanya kepadanya tentang pelajaran yang belum berhak

8
dipelajarinya secara tergesa-gesa. Khidlir menegurnya dengan tenang
bahwa peserta didiknya ini tidak akan bersabar.
Dari peristiwa tersebut terlihat bahwa metode yang digunakan
oleh Khidlir adalah membiasakan diri agar tidak tergesa-gesa dalam
menghukumi sesuatu, berdasarkan pada ilmu yang dimilikinya. Di
samping itu terlihat juga Khidlir as. menegakkan disiplin dengan
berusaha untuk menerangkan apa yang disepakatinya sebelum
pemberangkatan. Dari hal ini terlihat bahwa Khidlir menggunakan
metode uswah hasanah atau memberi suri tauladan yang baik, yaitu
selalu berdisiplin, menepati janji, dan sadar akan tujuan. Ajaran tersebut
merupakan bagian dari akhlak yang baik, dan dapat diambil sebagai
pedoman bagi masyarakat muslim agar selalu disiplin, menepati janji
dan lain-lain (Rosidin, 2015: 88).

5. Situasi pendidikan
Pada dasarnya pendidikan itu adalah suatu proses interaksi
antara pendidik dengan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Proses interaksi tersebut dimungkinkan oleh kenyataan
bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki sifat sosial yang besar.
Setiap proses interaksi terjadi dalam ikatan suatu situasi, tidak dalam
alam hampa. Diantara berbagai jenis situasi itu terdapat situasi yang
terdapat satu jenis situasi khusus, yakni situasi pendidikan atau situasi
edukatif.
Kalau kita simpulkan bahwa dalam situasi pendidikan perasaan
kasih sayang itu bukanlah hanya didapatkan dari kedua orang tua,
melainkan juga dari segenap pendidik yang mengadakan hubungan
dengan para peserta didiknya. Kalau kita tilik kembali kisah Nabi Musa
as dan Khidlir dalam perlawatan keduanya tercermin adanya situasi
pendidikan. Situasi tersebut dapat terlihat dari dialog diantara mereka
berdua. Sebelum terjadi perlawatan terjadi persetujuan agar Musa tidak
bertanya, karena semua akan dijelaskan nanti. Akan tetapi karena

9
perbuatan gurunya bertolak belakang dengan syari’at yang dianjurkan
dan diserukannya, maka setiap terjadi keganjilan, pada saat itu pula
ditanyakan.
Perbedaan pandangan ini dimengerti oleh gurunya, namun
bagaimanapun ia harus mengingatkan kedisiplinan peserta didiknya.
Dengan sabar dan lemah lembut Nabi Khidlir mengingatkan peserta
didiknya. Tegur sapa Khidlir terhadap peserta didiknya selama
perlawatan tersebut disampaikan dengan lemah lembut dan sabar.
Menyimak dialog yang terjadi antara Musa dan Khidlir
tercermin suatu situasi yang edukatif, yang menonjol dalam interaksi itu
adalah peranan guru dengan sifat dan sikapnya yang positif, seperti kasih
sayang, sabar, terbuka, dan menghargai anak didik sebagai pribadi yang
memiliki harga diri serta rendah diri, dan ini harusnya menjadi contoh
bagi kaum Muslimin khususnya bagi seorang pendidik/guru bagaimana
akhlak yang diterapkan Khidlir tersebut bisa kita aplikasikan dalam
kegiatan belajar mengajar kita sehari-hari.

D. Kisah Nabi Khidlir a.s. dengan Nabi Musa a.s.


Kisah Nabi Khidlir as dengan Nabi Musa as diceritakan dalam al-
Quran Surat Al-Kahfi Ayat 60-82. Adapun terjemah ayat-ayat tersebut adalah
sebagai berikut:
60. Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya, "Aku tidak akan
berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan
berjalan (terus sampai) bertahun-tahun.”
61. Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa
ikannya, lalu (ikan) itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
62. Maka ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada
muridnya, "Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa
letih karena perjalanan kita ini.”
63. Muridnya menjawab, "Tahukah engkau ketika kita mecari tempat
berlindung di batu tadi, maka aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu

10
dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan,
dan (ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh
sekali.”
64. Musa berkata, "Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula.
65. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba
Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan
yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami.
66. Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu agar engkau
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu
(untuk menjadi) petunjuk?"
67. Dia menjawab, "Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku.
68. Dan bagaimana engkau dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau
belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"
69. Musa berkata, "Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar,
dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.
70. Dia berkata, "Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau
menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku
menerangkannya kepadamu.”
71. Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu
dia (Khadhir) melubanginya. Musa berkata, "Mengapa engkau
melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?"
Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.”
72. Dia (Khadhir) berkata, "Bukanka sudah kukatakan, "Bahwa engkau tidak
mampu sabar bersamaku.”
73. Musa berkata, "Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku
dan janganlah engkau membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam
urusanku.”
74. Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan
seorang anak, maka dia (Khadhir) membunuhnya. Dia (Musa) berkata,
"Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh

11
orang lain?Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat
mungkar.”
75. Dia (Khidir) berkata: Bukankah sudah ku katakana kepadamu, bahwa
sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku.
76. Dia (Musa) berkata: Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu
sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku
menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur
kepadaku.
77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri
itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian
keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir
roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau
kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
78. Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan
kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak
dapat sabar terhadapnya.
79. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja
di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan
mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
80. Dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang
mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang
tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
81. Dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka
dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih
dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
82. Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota
itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua,
sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu
menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan
mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan

12
bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri demikian
itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya".

Dalam hal ini (Ayat 60-82 surat al kahfi) terkandung fikih tentang
rihlahnya orang alim dalam menuntut penambahan ilmu dan meminta untuk
disertai pelayan atau teman dalam rangka itu, serta berusaha menemui orang
yang mulia dan ulama walaupun tempat mereka sangat jauh (Katsir, 2010: 3,
97).

E. Hikmah dari Kisah Nabi Khidlir a.s. dengan Nabi Musa a.s.
AI Imam Fakhrur Razi mengatakan,” Ketahuilah , ayat ini (Qs Al-
Kahfi: 66) menunjukan bahwa Nabi Musa memperhatikan adab serta tata cara
yang cukup banyak dan lunak ketika ingin belajar dari nabi Khidlir. Tata cara
tersebut antara lain :
Nabi Musa merendah’kan dirinya dengan bertanya secara halus,
“Apakah engkau mengizinku untuk mengikutimu?” Padahal kita tahu Nabi
Musa adalah seorang nabi Ulul Azmi yang pernah bercakap-cakap dengan
Allah SWT dan memimpin Bani Israil. Dia pula satu-satunya Nabi yang
disebut namanya dalam Al Qur’an sebanyak 300 Kali!
Kemudian Nabi Musa mengatakan “Supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar..” ini membuktikan kepribadian luhur dan sifat
tawadlu untuk mengakui akan kebodohan dirinya di hadapan sang guru. Dan
beberapa adab lainnya
Hikmah kisah ini juga menyampaikan salah satu etika dalam
menuntut ilmu (Al-Qur’an) adalah bahwa ilmu harus dicari dari sumbernya. Ia
harus didatangi walau jauh tempatnya dan kesulitan dalam menempuhnya.
Dan Nabi Musa mencontohkan bagaimana ia walaupun seorang Nabi pilihan
(Ulul Azmi) yang sekaligus pemimpin, siap menempuh suatu perjalanan untuk
mencari ilmu.

13
F. Nasihat Nabi Khidlir a.s. kepada Nabi Musa a.s.
Dari Umar bin Al Khattab Radiyallahu Anhu , bahwa Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wa sallam bersabda, “Saudaraku, Musa Alaihissalam
berkata, Wahai Rabbi .., tampakanlah kepadaku orang yang engkau
tampakkan kepadaku di perahu..”
Allah menurunkan wahyu kepada Musa ,”Hai Musa kamu akan
melihatnya..”
Tak berapa lama kemudian datang Khidlir, dengan aroma yang
harum dan mengenakan pakaian berwarna putih. Khidlir berkata, “Salam
sejahtera atasmu wahai Musa bin Imran. Sesungguhnya Rabbmu
menyampaikan salam kepadamu beserta rahmatNYa..”
Musa berkata, ”Dialah As-Salam dan kepada-Nya kesejahteraan
serta dari Nya kesejahteraan. Segala puji bagi Allah Rabbul-alamin yng
nikmat-nikmatNya tidak dapat kuhitung dan aku tidak dapat bersyukur
kepada-Nya kecuali dengan petolongan-Nya”. Kemudian Musa berkata, “Aku
ingin engkau memberiku nasihat dengan suatu nasihat yang dengannya Allah
SWT memberikan manfaat kepadaku sepeninggalmu.”
Khidlir berkata, ”Wahai pencari ilmu, sesungguhnya orang yang
berbicara tidak lebih mudah jemu daripada orang yang mendengarkan. Maka
janganlah kau buat orang-orang yang ada disekitarmu menjadi jemu ketika
engkau berbicara kepada mereka. Ketahuilah bahwa hatimu merupakan
bejana. Kenalilah dunia dan buanglah ia dibelakangmu, karena dunia bukan
merupakan tempat tinggalmu, dan apa yang ditetapkan bagimu tidak ada di
sana. Dunia dijadikan sebagai perantara hidup hamba, agar mereka mencari
bekal darinya untuk tempat kembali. Hai Musa , letakkanlah dirimu pada
kesabaran, tentu engkau akan selamat dari dosa. Wahai Musa, pusatkanlah
minatmu pada ilmu kalau memang engkau menghendakinya. Sesungguhnya
ilmu itu bagi orang yang berminat kepadanya. Janganlah engkau menjadi
mudah kagum kepada perkataan yang disampaikan panjang lebar, karena
banyak perkataan mendatangkan aib bagi orang yang berilmu dan dapat
membocorkan rahasia yang mestinya ditutupinya.Tetapi semestinya engkau

14
berkata sedikit karena yang demikian itu termasuk taufiq dan kebenaran.
Berpalinglah dari orang bodoh dan bersikaplah secara lemah lembut
terhadap orang yang dungu, karena yang demikian itu merupakan kelebihan
para ahli hikmah dan hiasan orang-orang yang berilmu. Jika ada orang
bodoh yang mencacimu , diamlah di depannya lalu menyingkir dari sisinya
secara hati-hati karena kelanjutannya tetap menggambarkan kebodohannya
terhadap dirimu dan caciannya akan semakin bertambah gencar dan banyak.
Wahai anak keturunan Imran, janganlah engkau terlihat memiliki ilmu kecuali
hanya sedikit. Sesungguhnya asal keluar dan asal berbuat merupakan
tindakan menceburkan diri kepada sesuatu yang tidak jelas dan memaksakan
diri. Wahai anak Imran janganlah sekali-kali engkau membukakan pintu yang
tidak engkau ketahui untuk apa pintu itu ditutup dan jangan tutup pintu yang
tidak engkau ketahui untuk apa ia di buka. Wahai anak Imran, siapa yang
tidak berhenti dari dunia, maka dunia itu yang akan melahapnya. Mana
mungkin seseorang menjadi ahli ibadah jika hasratnya kepada dunia tidak
pernah habis? Siapa yang menghinakan keadaan dirinya dan membuat
tuduhan terhadap Allah tentang apa yang ditakdirkan baginya, mana mungkin
kan menjadi orang zuhud? Adakah orang yang telah dikalahkan hawa
nafsunya akan berhenti dari syahwat? Mana mungkin pencarian ilmu masih
bermanfaat bagi orang yang dipagari kebodohan? Perjalanan akan
menunjukkan ke akhirat dengan meninggalkan dunia . Wahai Musa belajarlah
apa engkau amalkan agar engkau mengamalkannya dan janganlah engkau
menampakkan amalmu agar disebut-sebut , sehingga engkau mendapat
kerusakan dan orang lain mendapat cahaya. Wahai anak Imran, jadikanlah
zuhud dan taqwa pakaianmu, jadikanlah ilmu dan zikir sebagai perkataanmu,
karena yang demikian itu membuatmu Rabbmu ridha. Berbuatlah kebaikan
karena engkau juga harus melakukan yang lainnya. Engkau telah
mendapatkan nasihatnya jika engkau menghafalkannya”.
Setelah itu Khidlir berbalik meninggalkannya, sehingga tinggal
sendirian Musa dalam keadaaan sedih. (Diriwayatkan Ath Thbrany dalam Al
Ausath, di dalam nya ada Zakaria bin Yahnya Al Wafad, yang didhaifkan

15
tidak hanya oleh satu orang, Ibnu Hibband dalam At Tsiqat. Dia menyebutkan
bahwa dia salah dalam kemaushullannya. Yang benar , didalamnya ada
riwayat dari Sufyan Ats Tsaury, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam mengatakannya, dan rijal yang lainnya tsiqat. Majma”Az Zawa’id,
10/224).

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada makalah ini, yaitu:
1. Paradigma merupakan sebuah model atau pola yang terskema dari
beberapa unsur yang tersistematis baik secara filosofis, ideologis, untuk
dijadikan acuan visi hidup baik secara personal maupun kolektif untuk
masa depan.
2. Sosok Nabi Khidlir Alaihi Salam yang menurut Jumhurul Mufasirin
sebagai Nabi yang dijadikan oleh Nabi Musa Alaihi Salam sebagai
gurunya.
3. Konsep pendidikan dalam kisah ini yakni; tujuan pendidikan islam, dari
sisi peserta didik, bagi pendidik, metode pendidikan, dan situasi
pendidikan.
4. Kisah Nabi Khidlir as dengan Nabi Musa as diceritakan dalam al- Quran
Surat Al-Kahfi Ayat 60-82.
5. Hikmah dari kisah ini, menyampaikan salah satu etika dalam menuntut
ilmu (Al-Qur’an) adalah bahwa ilmu harus dicari dari sumbernya. Ia harus
didatangi walau jauh tempatnya dan kesulitan dalam menempuhnya.
6. Sepenggal nasihat Nabi Khidlir a.s. kepada Nabi Musa a.s. yakni; “Hai
Musa, letakkanlah dirimu pada kesabaran, tentu engkau akan selamat dari
dosa. Wahai Musa, pusatkanlah minatmu pada ilmu kalau memang
engkau menghendakinya. Sesungguhnya ilmu itu bagi orang yang
berminat kepadanya”.

B. Saran
Agar kiranya makalah yang kami buat bisa bermanfaat terhadap pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. 2010. Kitab al-Akhlak. Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyah.


Anonim. (4 November 2016). Pendidikan dalam Al-Qur’an. Di akses pada 17
Desember 2019, pukul 15.43 WITA. Dalam
http://abdrahman013.blogspot.com/2016/11/pendidikan-dalam-al-
quran.html
Arifin, Muzayyin. 2008. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Daradjat, Z. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Katsir, Abul Fida Al Hafizh Ibnu Katsir. 2010. Tafsir Al Quranul ‘Azhim. Berut-
Libanon : Dar Al Fikr.
Nata, Abuddin. 2010. Manajemen Pendidikan. Jakarta : Prenada Media.
Purwanto, Y. 2015. Analisis terhadap Metode Pendidikn Menurut Ajaran Al-
Quran dalam Membentuk Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan Agama
Islam -Ta'lim. Vol.13 No.1 .

18

Anda mungkin juga menyukai