Anda di halaman 1dari 17

KONSEP DASAR MOTIVASI

A. Pengantar
Menurut Tosi dan Carrol (1976) motivasi dengan prestasi kerja merupakan suatu hubungan yang
kompleks, motivasi kerja berkaitan dengan kepuasan para karyawan. Suatu pekerjaan yang dilakukan oleh
para manajer adalah memotivasikan karyawannya, demi meningkatkan prestasi dan produktifitas kerja.
Motivasi kerja diberi pertimbangan utama dalam manajemen saat ini, karena hal itu member
sumbangan besar terhadap prestasi dan produktifitas kerja. Para manajer dan psikolog umumnya
mengumpamakan bahwa prestasi kerja bermanfaat bagi motivasi dan keahlian karyawan (Saal & Knight
1988). Perumpamaan ini membawa implikasi bahwa tanpa motivasi terhadap kerja, keahlian atau usaha
untuk bekerja dari seorang individu tersebut tidak dapat meningkatkan prestasi kerjanya. Selain itu, juga
jika motivasi untuk bekerja tidak disertai dengan keahlian untuk bekerja, maka motivasi tersebut tidak akan
meningkatkan prestasi kerja.

B. Pengertian Motivasi
Motivasi dalam bahasan inggris disebut motivation yang berasal dari bahasa latin movere yang
dimaksud “menggerakkan” (Steers & Porter, 1975). Motivasi merupakan suatu konsep yang kompleks dan
banyak diantara para psikolog dan sosiolog sependapat, Seperti Littman (Jones, 1958) mengusulkan agar
dikesampingkan saja penelitian tentang motivasi tersebut. Tetapi sebaliknya mereka perlu memberi
perhatian pada aspek-aspek tingkah laku tanpa harus mempertimbangkan ada atau tidaknya aspek-aspek
motivasi. Banyak ahli yang menggunakan dasar behaviorisme yang cenderung sulit menerima konsep
motivasi karena sifatnya yang subjektif dan tidak dapat diamati. Hal ini dapat dilihat dari contoh ahli dalam
aliran behaviorisme, yaitu B. F. Skinner yang member pengertian motivasi sebagai berikut :
“……if you want people to be productive and active in various ways, the important thing is to analyze the
contingencies of reinforcement, not the need to be satisfied” (Evans, 1968).
Ada beberapa definisi konseptual motivasi dan motivasi kerja yang telah ditemukan seperti yang
diungkapkan oleh Murray (1968) memberi definisi motivasi sebagai berikut :
“……Sebuah factor yang mengakibatkan munculnya, member arah dan menginterpretasikan perilaku
seseorang. Hal ini biasanya di bagi dalam dua komponen, yaitu dorongan dan penghapusan. Dorongan
mengacu pada proses internal yang mengakibatkan seseorang itu bereaksi. Penghilangan mengacu pada
terhapusnya pada proses internal yang mengakibatkan seseorang itu bereaksi. Penghilangan mengacu
pada terhapusnya motif seseorang disebabkan individu tersebut telah berhasil mencapai satu tujuan atau
mendapati ganjaran memuaskan.”
Kemudian Lawyer (1973) member definisi motivasi sebagai berikut :
“……Perilaku yang dikontrol oleh pengontrolan pusat manusia yang mengarahkan individu untuk mencapai
sesuatu tujuan”.
Menurut Arifin Hj. Zainal (1984) motivasi adalah :
“……Sebagai sesuatu yang bersumber dari dalam atau dari luar. Ia mempunyai tugas dan arah serta akan
terus terjadi sehingga menghasilkan apa yang individu tersebut hayati. Proses ini terus berjalan sebagai
satu perputaran di dalam perilaku seseorang.”
Layman melihat motivasi kerja mengandung tiga komponen utama, yaitu :
1) Menggerakkan (energizing), Menggerakkan timbul apabila individu mempunyai kehendak atau keinginan
untuk seseuatu kehendak atau keinginan yaitu motif dan merupakan sebab perilaku muncul. Perilaku
adalah digerakkan oleh tujuan yang dapat memuaskan kehendak atau keinginan karyawan tersebut
2) Tujuan dan
3) Intensif.
Penyangkalan konsep motivasi tersebut merupakan suatu hal yang tidak dapat diterima. Vinecke
(1962) misalnya, menegaskan motivasi memang pada tingkatan-tingkatan tingkah laku yang
mempengaruhi prestasi dan dapat didefinisikan, yaitu secara tidak langsung konsep motivasi itu dapat
dioperasionalkan. Jelaslah bahwa motivasi tersebut merupakan salah satu aspek dalam memahami
tingkah laku. Kendler (1965) menyatakan konsepnya bahwa tingkah laku sebagai gambaran empat dasar
dan saling terpisah, yaitu :
1) Sensasi (Sensation);
2) Pembelajaran (Learning);
3) Persepsi (Perception);
4) Motivasi (Motivation);
Selanjutnya Peak (1955) mengatakan bahwa dalam membicarakan tingkah laku, perlu
mempertimbangkan aspek-aspek pembelajaran, motivasi, persepsi, sikap, dan harapan. Ini berarti motivasi
merupakan salah satu sebab atau penentuan tingkah laku. Sesungguhnya suatu tingkah laku itu adalah
dimunculkan oleh factor-faktor internal dan eksternal. Salah satu factor internal tersebut adalah motivasi.
C. Konsep Dasar Motivasi
Konsep dasar motivasi dapat dipahami atau diterima karena :
1) Fenomena tersebut tidak dapat diperhatikan secara langsung;
2) Motivasi adalah suatu proses hipotesis yang dapat disimpulkan dengan cara memperhatikan tingkah laku
seseorang mengukur perubahan-perubahan dalam prestasi atau mengharapkan penjelasan tentang
kebutuhan-kebutuhan dan tujuannya;
Namun dari penjelasan di atas sulit membuat kesimpulan berdasarkan tingkah laku, karena tingkah
laku itu bukan disebabkan oleh satu motif saja dan motif yang sama juga ditunjukkan dalam berbagai
tingkah laku yang berbeda. Menarik kesimpulan dari prestasi juga mempunyai konsekuensinya, karena
prestasi juga bergantung pada kemampuan seseorang dan persepsi terhadap pekerjaan. Sementara
itu, penjelasan seorang individu juga terbatas karena masih dapat dipertanyakan baik individu tersebut
dapat menangani secara tepat atau tidak tentang bentuk kekuatan motifnya (Wexley & Yulk, 1977).
Dalam latar belakang, kesulitan-kesulitan mengukur motivasi, pada dasarnya telah dibuktikan
bahwa konsep motivasi amat bermanfaat dalam menganalisis tingkah laku dalam organisasi. Antara lain
konsep ini dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan :
a. Mengapa organisasi memilih suatu kegiatan, sedangkan yang lain tidak ?
b. Mengapa kegiatan tersebut akan terus dilakukan dengan serius walaupun menghadapi persaingan?
Jadi konsep motivasi mencoba menjelaskan mengapa manusia melakukan apa yang sedang atau
hendak mereka lakukan.
Sebagai suatu topic yang telah lama mendapat perhatian, maka terdapat banyak definisi motivasi
yang telah dikemukakan. Jones (1958)) misalnya, mendefinisikan motivasi sebagai berikut :
“….How behavior get started, is energized, is sustained, is director, is stopped, and what kind of subjective
reaction is present in the organism while all this is going on.”
Sementara Vroom (1964) juga memberi definisi sebagai berikut :
“…..a process governing choices made by persong or lower organisms among alternative forms of voluntary
activity.”
Selanjutnya Steers & Porter (1975) member tiga komponen motivasi, yaitu :
a. Apa yang membangkitkan (energizer) tingkah laku?
b. Apa yang mengarahkan (directs) atau menghubungkan (channels) tingkah laku?
c. Bagaimana tingkah laku itu dipertahankan (maintained)?
Akhirnya, Arkes & Garske (1977) menulis sebagai berikut :
“…….The study of motivation is investigation of influences on the araousal, strength, and ditection of
behavior.”
Definisi atau rumusan dijabarkan oleh Steers & Porter serta Arkes & Garske tersebut merupakan
rumusan konsep tentang motivasi berdasarkan pada beberapa definisi yang lebih awal. Termasuk juga
rumusan mereka tersebut dapat diterima sebagai suatu konsep dasar yang member gambaran tentang
sifat-sifat motivasi, baik yang bersumber dari dalam ataupun dari luar adalah yang mewujudkan dan
membangkitkan atau menghidupkan suatu tingkah laku yang mempunyai tujuan dan arah serta terus
berjalan sehingga berhasil. Proses ini terus berjalan sebagai suatu perputaran dalam tingkah laku
seseorang. Untuk menjelaskan perputaran tersebut, model atas tingkah laku seperti yang dikemukakan
oleh Leavit (1978).
Model dasar tingkah laku yang dikemukakan oleh Leavit itu didasarkan pada perumpamaan bahwa
tingkah laku manusia tersebut adalah :
1) Disebabkan oleh sesuatu, yaitu rangsangan;
2) Dimotivasikan;
3) Dimotivasikan pada tujuan.
Ada berbagai pendapat tentang proses motivasi tersebut. Swift (1969) misalnya, member
pandangan tentang adanya tiga kelompok, yaitu :
1) Menjelaskan bahwa motivasi sebagai suatu proses metabolism, yaitu jika seseorang makan-makanan
akan menghasilkan suatu tenaga. Tenaga tersebut sebagian disimpan dan selebihnya dikeluarkan dalam
bentuk tingkah laku, hal tersebut dinamakan motivasi;
2) Motivasi juga dianggap sebagai kekuatan internal yang merupakan suatu proses dinamis, yaitu tenaga
yang dihasilkan akan membangkitkan individu untuk bereaksi dan akan diarahkan pada tujuan;
3) Melihat motivasi sebagai suatu hubungan antara kebutuhan yang dipersepsikan (perceived need) dengan
tujuan meneruskan dorongan (drive).
Kebutuhan yang dipersepsikan tersebut terdiri dari kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikologis. Jika
telah terbentuk persepsi tersebut akan timbul dorongan sebagai suatu tenaga. Kemudian terbentuklah motif,
yaitu yang akan menunjukkan arah yang hendak dicapai. Selanjutnya harus diketahui apa yang akan dicari,
yaitu tujuan (Iran & Arifin, 1980).
Selain tiga pandangan di atas, suatu pandangan lain tentang proses motivasi yang dikemukakan
oleh Dunnette & Kirchner (1965) ada empat bagian di dalam motivasi, yaitu :
1) Kebutuhan atau harapan;
2) Tingkah laku;
3) Tujuan;
4) Umpan balik;
Secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :
Jika ada kebutuhan dan harapan ini akan menjadi sebagai activator karena kedua keadaan
tersebut dan yang serupa dengannya mewujudkan keadaan ketidakseimbangan internal dalam diri individu.
Individu akan mencoba menguranginya. Selanjutnya tercapainya kebutuhan dan harapan secara umum
diikuti oleh kepercayaan yang tingkah laku atau tindakannya akan dapat mengurangi ketidakseimbangan
tersebut, yaitu baik yang ada sasaran atau tujuan yang hendak dicapai akan memberikan informasi kembali
kepada individu. Informasi kembali tersebut akan membuat individu akan menyesuaikan diri dengan
keadaan internal jika memerlukannya.
Menurut Tosi & Carrol (1976) motivasi dengan prestasi kerja merupakan suatu hubungan yang
kompleks, motivasi kerja berkaitan dengan kepuasan para karyawan. Suatu pekerjaan yang dilakukan oleh
para manajer adalah memotivasikan karyawannya, demi meningkatkan prestasi dan produktifitas kerja.
Motivasi kerja dapat didefinisikan secara oprasional sebagai berikut :
Kesungguhan atau usaha dari individu untuk melakukan pekerjaannya guna mencapai tujuan
organisasi di samping tujuan sendiri. Tujuan organisasi adalah sebagai motif di luar control individu, namun
individu juga mempunyai kebutuhan sendiri yang dapat dicapai melalui pekerjaan yang dilakukan untuk
mencapai prestasi kerja yang diharapkan antara pihak organisasi dan pihak individu itu sendiri.
MOTIVASI DALAM BELAJAR
( Oleh Drs. Robert J.Songgok )

1. Guru Sebagai Penggerak Motivasi


2. Konsep-konsep Dasar Tentang Motivasi
3. Teori-teori Tentang Motivasi
4. Motivasi Di Dalam Kelas
5. Motivasi dan Aspek-aspek Pengajaran.
6. Motivasi dan Persekitaran.
7. Teknik-teknik Memotivasi Murid Dalam Belajar.

1. GURU SEBAGAI PENGGERAK MOTIVASI

Sebagai seorang guru, kita memiliki pelbagai tanggung jawab dan tugas yang harus
dilaksanakan sesuai dengan tuntutan profesi guru.Tugas utama dan terpenting yang
menjadi tanggung jawab seorang guru adalah memajukan, merangsang dan
membimbing pelajar dalam proses belajar. Segala usaha kearah itu harus dirancang
dan dilaksanakan. Guru yang berkesan dalam menjalankan tugasnya adalah guru yang
berjaya menjadikan pelajarnya bermotivasi dalam pelajaran. Oleh itu untuk
keberkesanan dalam pengajaran, guru harus berusaha memahami makna motivasi
belajar itu sendiri dan mengembangkan serta menggerakkan motivasi pemberlajaran
pelajar itu ke tahap yang maksimum.
Guru dapat memahami motivasi belajar jika sewaktu mengajar dia dapat
melaksanakan langkah-langkah seperti berikut:

1. Mengenal pasti tingkat kecerdasan para pelajar.

2. Melaksanakan teknik memotivasi pelajar.

3. Merumuskan tujuan belajar dan mengaitkan tujuan itu dengan keperluan dan minat
pelajar.

4. Menerapkan kemahiran bertanya kepada pelajar.

5. Melaksanakan aktiviti pengajaran dengan urutan yang sistematik.

6. Melaksanakan penilaian diagnostik.

7. Melaksanakan komunikasi interpersonal.

Memotivasi pelajar merupakan salah satu langkah awal yang harus dilakukan oleh
seorang guru dalam pengajaran dan pembelajaran. Jika guru telah berjaya membangun
motivasi pelajar semasa pengajaran dan pembelajaran bermakna guru itu telah berjaya
mengajar. Namun pekerjaan ini tidaklah mudah. Memotivasi pelajar tidak hanya
menggerakkan pelajar agar aktif dalam pelajaran, tetapi juga mengarahkan dan
menjadikan pelajar terdorong untuk belajar secara terus menerus, walaupun dia berada
di luar kelas ataupun setelah meninggalkan sekolah.

Untuk meyakinkan diri kita bahawa memotivasi pelajar dalam belajar merupakan
tugas guru dan berkewajiban pula melaksanakannya, maka pendekatan Behavioristik
perlu kita jadikan pedoman dalam mengajar. Para pakar Behavioristik mengemukakan
bahawa motivasi ditentukan oleh persekitaran. Guru merupakan persekitaran yang
sangat berperanan di dalam proses belajar. Oleh kerana itu, meningkatkan motivasi
pelajar dalam pelajaran merupakan tugas yang sangat penting bagi guru.

Mengapa usaha memotivasi pelajar itu sangat penting bagi guru? Sesetengah guru
mungkin beranggapan bahawa tugas mereka sebagai guru hanyalah mengajar sahaja,
bukan menimbulkan minat pelajar terhadap apa yang mereka ajarkan. Guru-guru
seperti ini menghabiskan masa mereka di dalam kelas semata-mata hanya untuk
menuangkan bahan pelajaran kepada pelajar. Mereka tidak peduli sama ada isi
pelajaran yang mereka ajarkan atau yang mereka terangkan itu dapat diterima oleh
pelajar untuk dijadikan sebagai miliknya atau tidak. Mereka tidak memperhatikan
apakah bahan yang mereka ajarkan itu bermanfaat dan mempengaruhi tingkah laku
atau perkembangan pelajar ke arah yang positif. Guru-guru seperti ini tidak menyedari
bahawa pelajar-pelajar yang tidak berminat tidak akan dapat menerima pelajaran
dengan baik.

Pelajar yang tidak berminat terhadap apa yang diajarkan oleh guru tetapi dia
diharuskan mempelajarinya, dapat menimbulkan suatu perasaan benci terhadap mata
pelajaran itu, bahkan untuk selanjutnya pelajar itu tidak akan ingin pernah
mempelajarinya. Di dalam kelas yang kita ajar mungkin kita akan mendengar pelajar
berkata, "Saya tidak mampu belajar Bahasa Inggeris" atau "Saya tidak dapat belajar
matematik." Jika kita teliti permasalahannya, bukan kerana kedua-dua mata pelajaran
tersebut sukar atau tidak menyenangkan, tetapi kerana guru kedua-dua mata pelajaran
itu tidak menggunakan strategi yang berkesan, sehingga pelajar tidak tertarik untuk
mempelajarinya. Pelajar tidak bermotivasi, malahan merasakan mata pelajaran
tersebut menjadi menyiksa mereka.

Guru seharusnya menggunakan masa yang banyak sewaktu mengajar untuk


memotivasi pelajar-pelajarnya. Pelajar yang termotivasi dengan baik dalam pelajaran
akan melakukan lebih banyak aktiviti dan lebih cepat belajar jika dibandingkan
dengan pelajar yang kurang atau tidak termotivasi semasa belajar. Ini memandangkan,
jika guru dapat membangunkan motivasi pelajar terhadap pelajaran yang diajar maka
diharapkan pelajar akan sentiasa meminati mata pelajaran tersebut.

Sesungguhnya usaha memotivasi pelajar dalam pendidikan adalah merupakan suatu


proses (1) membimbing pelajar untuk memasuki pelbagai pengalaman yakni proses
belajar sedang berlangsung; (2) proses menimbulkan semangat dan keaktifan pada diri
pelajar sehingga dia benar-benar bersedia untuk belajar; dan (3) proses yang
menyebabkan perhatian pelajar tertumpu kepada satu arah atau tujuan pada satu masa,
iaitu tujuan belajar.
Situasi kelas yang pelajar-pelajarnya termotivasi dapat mempengaruhi sikap belajar
dan tingkah laku pelajar. Pelajar yang termotivasi untuk belajar akan sangat tertarik
dengan berbagai tugas belajar yang sedang mereka kerjakan; menunjukkan ketekunan
yang tinggi; variasi aktiviti belajar mereka pun akan lebih banyak. Di samping
keterlibatan mereka dalam belajar lebih besar, mereka juga kurang menyukai tingkah
laku yang negatif yang dapat menimbulkan masalah disiplin.

Oleh kerana itu, dalam upaya menjaga dan meningkatkan disiplin kelas maka motivasi
pelajar mesti dipertimbangkan. Ini bermakna meningkatkan motivasi pelajar dalam
belajar merupakan suatu cara yang baik dalam menghindari tingkah laku pelajar yang
negatif, kerana mereka terlibat aktif dalam belajar dan terangsang untuk belajar.

Sebenarnya tujuan jangka panjang dalam membangun dan mengembangkan motivasi


pelajar dalam belajar adalah terbentuknya motivasi kendiri. Kita sebagai guru ingin
agar pelajar selalu terdorong untuk mengembangkan minatnya untuk belajar walau di
mana pun dia berada. Kita berharap agar pelajar-pelajar kita sentiasa ingin menimba
pelbagai ilmu pengetahuan walaupun mereka telah lepas dari bimbingan kita. Tujuan
pendidikan yang paling utama adalah untuk membangkitkan dalam diri pelajar suatu
motivasi yang kuat dan terus menerus untuk belajar. Hal ini akan menjadi suatu
kecenderungan dan kebiasaan dalam melakukan proses belajar selanjutnya.

Yang menjadi persoalan sekarang ialah bagaimana caranya kita semasa melakukan
pelbagai usaha untuk membangun dan mengembangkan motivasi pelajar semasa
belajar? Para pakar Humanistik, misalnya Carl Rogers, seorang pakar psikologi
mengemukakan bahawa pada dasarnya di dalam diri setiap manusia ada keinginan
yang sangat kuat untuk belajar yang bersifat semulajadi. Jadi, di dalam diri pelajar
keinginan itu sudah ada. Guru hanya mengembangkan atau memupuk keinginan itu
sehingga keinginan belajar itu dapat direalisasikan dalam bentuk prestasi yang
maksimum. Para pakar Behavioristk pula, misalnya B.F. Skinner, seorang pakar
pendidikan mengemukakan bahawa motivasi pelajar sangat ditentukan oleh
persekitarannya. Pelajar akan termotivasi semasa belajar jika persekitaran belajar
dapat memberikan rangsangan sehingga pelajar tertarik untuk belajar. Guru harus
mengatur persekitaran atau suasana belajar secara bijaksana sehingga pelajar
termotivasi untuk belajar.
Dalam proses mengajar dan belajar, guru dituntut memiliki pelbagai pengetahuan dan
pemahaman yang bermanfaat untuk menimbulkan dan meningkatkan motivasi
pelajarnya semasa belajar, sehingga proses belajar yang dibimbingnya berjaya secara
optimal. Oleh kerana itu, guru perlu memahami dan menghayati serta menerapkan
pelbagai prinsip dan teknik-teknik untuk membangkitkan dan meningkatkan motivasi
pelajar dalam pembelajaran. Memang banyak sekali prinsip dan teknik yang berbeza-
beza yang perlu diketahui oleh guru, kerana di dalam usaha memotivasi pelajar
sesungguhnya tidak hanya satu prinsip dan teknik yang paling mujarab dipakai untuk
semua pelajar, sepanjang masa, dan untuk semua situasi. Berbeza mata pelajaran,
berbeza keperibadian pelajar, dan berbeza keperibadian guru menuntut perbezaan
prinsip dan teknik yang dipakai dalam memotivasi pelajar. Oleh kerana itu, perbezaan
mata pelajaran, keperibadian pelajar dan keperibadian guru harus dipertimbangkan
dalam memilih prinsip-prinsip dan teknik-teknik yang akan dipakai dalam memotivasi
pelajar.

Di dalam kelas yang pelajar-pelajarnya terdiri dari kelompok yang memiliki


kemampuan yang sama namun berbeza keperibadian dan minat, variasi prinsip-prinsip
dan teknik-teknik yang dipakai akan lebih banyak. Di dalam kelas mungkin kita akan
menemui beberapa orang pelajar yang mampu memotivasi dirinya sendiri. Pelajar-
pelajar seperti ini tidak banyak memerlukan pertolongan dari guru untuk merangsang
minat mereka dalam belajar, kerana mereka mampu mendorong diri mereka sendiri.
Kebanyakan pelajar akan mempunyai motivasi belajar jika kita menggunakan
berbagai teknik untuk memotivasi mereka, namun ada pula sejumlah pelajar yang
baru akan termotivasi jika kita melakukan usaha-usaha khusus bagi mereka. Oleh
kerana itu kita sebagai guru hendaklah fleksibel dalam memakai berbagai pendekatan
dalam merangsang minat pelajar dalam belajar, serta mampu menerapkan berbagai
prinsip dan teknik yang berbeza sesuai dengan keperluan masing-masing pelajar .

2. KONSEP-KONSEP DASAR TENTANG MOTIVASI


Motivasi merupakan jantung-nya proses belajar. Oleh kerana motivasi begitu penting
dalam proses pembelajaran, maka tugas guru yang pertama dan terpenting adalah
membangkitkan atau membangun motivasi pelajar terhadap apa yang akan dipelajari
oleh pelajar. Motivasi bukan sahaja menggerakkan tingkah laku, tetapi juga
mengarahkan dan memperkuat tingkah laku. Pelajar yang bermotivasi dalam
pembelajaran akan menunjukkan minat, semangat dan ketekunan yang tinggi dalam
pelajaran, tanpa banyak bergantung kepada guru.

Menurut para pakar motivasi terdapat dua jenis motivasi yang umum, iaitu motivasi
intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang
disebabkan oleh faktor pendorong yang murni berasal dari dalam diri individu, dan
tujuan tindakan itu terlibat di dalam tindakan itu sendiri, bukan di luar tindakan
tersebut. Berbeza dengan motivasi ekstrinsik, iaitu keinginan bertingkah laku sebagai
akibat dari adanya rangsangan dari luar atau kerana adanya kekuasaan dari luar.
Tujuan bertingkah laku pun tidak terlibat dalam tingkah laku itu sendiri, tetapi berada
di luar tindakan tersebut.

Di dalam proses belajar, motivasi intrinsik lebih berkesan mendorong pelajar dalam
belajar. Namun bukan bermakna bahawa motivasi ekstrinsik perlu dihindari sama
sekali. Motivasi ekstrinsik dapat memancing timbulnya motivasi intrinsik. Banyak
pelajar yang termotivasi secara ekstrinsik dapat berjaya dengan baik dalam belajar,
seperti halnya dengan pelajar-pelajar yang termotivasi secara intrinsik, asalkan guru
dapat membantu mereka dengan cara yang tepat sesuai dengan keperluan mereka. Ada
berbagai cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam membangkitkan motivasi pelajar
dalam belajar melalui pengembangan motivasi ekstrinsik, seperti memberikan
penghargaan atau celaan, membangun persaingan, memberikan hadiah atau hukuman,
dan memberi tahu kemajuan yang dicapai oleh pelajar. Masing-masing cara
mempunyai kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahannya sendiri. Guru harus
menentukan cara yang paling tepat sehingga berbagai kelemahan dapat dikurangi atau
dihindarkan sama sekali, dan sebaliknya kekuatan-kekuatan yang ada dikembangkan
dan dimanfaatkan sebesar-besarnya.
3. TEORI-TEORI TENTANG MOTIVASI

Menurut teori Keperluan, manusia termotivasi untuk bertingkah laku adalah kerana
ingin memenuhi bermacam-macam keperluan seperti berikut:

1. Keperluan fizikal, iaitu meliputi keperluan makan, minum, seks atau kenikmatan
dan keselamatan fizikal lainnya. Oleh kerana itu sekolah hendaknya menyediakan
persekitaran yang menimbulkan kenikmatan, keamanan secara fizikal bagi para
pelajar, sehingga mereka merasa senang dan nyaman dalam belajar.

2. Keperluan emosional, iaitu meliputi keperluan untuk mencapai prestasi dan harga
diri. Ini dijadikan dorongan yang memotivasi dalam belajar dengan cara melibatkan
pelajar dalam menentukan tujuan dan aktiviti untuk mencapai tujuan belajar. Aktiviti
belajar hendaklah benar-benar bermanfaat bagi pelajar. Tugas-tugas belajar hendaklah
cukup mencabar pelajar untuk berusaha secara maksimum, tidak terlalu mudah dan
tidak pula terlalu sukar. Urutan-urutan aktiviti belajar hendaklah diatur sedemikian
rupa sehingga pelajar benar-benar dapat berhasil dalam belajar, sekalipun dia adalah
pelajar yang lembab. Dalam hal ini guru memperlakukan pelajar dengan penuh
manusiawi dan menhormati serta menghargai mereka.

3. Keperluan kognitif, iaitu meliputi keperluan untuk berhasil menciptakan atau


memecahkan suatu suasana konflik atau hal-hal yang saling bertentangan dan
keperluan untuk mendapatkan rangsangan. Untuk itu guru perlu memberi tahu pelajar
tentang tujuan pelajaran sehingga mereka mengetahui keberhasilan yang bagaimana
yang diharapkan untuk mereka capai. Berbagai macam cara penyajian dapat
dilaksanakan, seperti melalui teka-teki, pertanyaan yang mengundang perdebatan atau
berbagai pendapat untuk menjawabnya, memunculkan pandangan-pandangan yang
berlawanan atau berbeza atau aneh sehingga pelajar-pelajar terangsang untuk berfikir
dan membahasnya. Menyediakan rangsangan dengan memberikan maklumat baru dan
berkualiti melalui ceramah, demonstrasi dan perbincangan.

Abraham Maslow, seorang pakar motivasi terkenal dan pencipta teori keperluan
mengemukakan suatu hubungan hirarki di antara pelbagai keperluan. Menurutnya jika
keperluan pertama terpuaskan atau terpenuhi, maka keperluan kedua dirasakan oleh
individu sangat penting untuk dipuaskan. Demikian seterusnya sampai keperluan yang
paling tinggi, iaitu keperluan aktualisasi diri.

Para pakar Humanistik menitik-beratkan pentingnya motivasi dari dalam diri sendiri
(self-motivation). Mereka menganjurkan agar guru-guru mendorong berkembangnya
rasa ingin tahu dan minat semulajadi pelajar dalam belajar. Para pakar Behavioristik
pula menekankan pentingnya persekitaran dalam menciptakan kondisi yang
memotivasi pelajar. Mereka menganjurkan agar guru mengaitkan belajar dengan
rangsangan yang menimbulkan perasaan senang dan membentuk tingkah laku pelajar
melalui pemberian hadiah atau berbagai penguatan lainnya.

4. MOTIVASI DI DALAM KELAS

Dengan memahami teori-teori yang termasyhur tentang motivasi, maka guru dapat
mengembangkan lapan (8) jenis motivasi di dalam kelas, iaitu: (1) motivasi tugas; (2)
motivasi aspirasi; (3) motivasi persaingan; (4) motivasi afiliasi; (5) motivasi
kecemasan; (6) motivasi menghindar; (7) motivasi penguatan; dan (8) motivasi yang
diarahkan oleh diri sendiri.

Motivasi tugas adalah motivasi yang ditimbulkan oleh tugas-tugas yang ditetapkan
sama ada oleh guru, murid sendiri, mahupun yang dirancangkan oleh guru dan murid
secara bersama-sama. Pelajar yang memiliki motivasi tugas memperlihatkan
keterlibatan dan ketekunan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar.
Motivasi tugas hendaklah dibangun di dalam diri pelajar dan ini dapat dilakukan oleh
guru kalau dia mengetahui cara-caranya.

Motivasi aspirasi yang tinggi tumbuh dengan subur kalau pelajar memiliki perasaan
sukses. Perasaan gagal dapat menghancurkan aspirasi pelajar dalam belajar. Oleh
kerana itu guru jangan menjadikan pelajar selalu gagal, walaupun ini bukan bermakna
guru harus menjadikan pelajar sukses terus menerus. Suatu konsep yang harus
ditanam oleh guru kepada pelajar agar ia memiliki aspirasi yang tinggi adalah bahawa
kesuksesan atau kegagalan ditentukan oleh 'usaha', bukan oleh kemampuan atau
kecerdasan.

Persaingan yang sihat dapat menjadi motivasi yang kuat dalam belajar. Namun
memupuk rasa persaingan yang berlebih-lebihan, di kalangan pelajar dalam belajar
dapat menimbulkan persaingan yang tidak sihat, kerana pelajar bukan menjadi giat
belajar, tetapi dengan berbagai cara berusaha mengalahkan pelajar lain untuk
mendapatkan status. Membangun persaingan dengan diri sendiri pada setiap pelajar
akan menimbulkan motivasi persaingan yang sihat dan berkesan dalam belajar.

Motivasi afiliasi adalah dorongan untuk melaksanakan kegiatan belajar dengan


sebaik-baiknya, kerana ingin diterima dan diakui oleh orang lain. Pelajar-pelajar yang
masih kecil berusaha meningkatkan usaha dan prestasi dalam belajar agar dia dapat
diterima dan diakui oleh orang dewasa, iaitu guru dan ibu bapanya. Namun para
remaja lebih terdorong belajar untuk mendapatkan penerimaan dan perakuan dari
rakan sebaya. Oleh kerana itu, guru-guru yang mengajar pelajar-pelajar yang masih
kecil hendaknya memberikan perhatian dan penghargaan yang penuh terhadap
peningkatan usaha dan hasil belajar yang ditampilkan oleh pelajar. Bagi pelajar
remaja, guru hendaknya dapat memanfaatkan kelompok untuk meningkatkan usaha
dan prestasi belajar ahli kelompok.

Kecemasan dapat mendorong usaha dan hasil belajar. Tetapi kecemasan yang
berlebihan dapat menurunkan keghairahan dan hasil belajar. Pelajar yang telah
memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar jika mengalami kecemasan dapat
menurunkan motivasinya itu. Demikian juga dengan pelajar-pelajar yang memiliki
kecerdasan (IQ) rendah kalau mengalami kecemasan menyebabkan usaha dan hasil
belajar mereka menjadi bertambah merosot. Tetapi kecemasan sangat berkesan untuk
meningkatkan usaha dan hasil belajar pelajar yang bermotivasi rendah dan yang
memiliki kecerdasan tinggi.

Motivasi penguatan dapat ditimbulkan melalui diagram kemajuan belajar murid,


memberikan komentar pada setiap kertas tugas, ujian dan peperiksaan pelajar dan
memberikan penghargaan. Guru hendaklah menjauhi pemahaman bahawa pemberian
angka sebagai sumber utama untuk menimbulkan motivasi penguatan, kerana menitik-
beratkan pemberian angka dalam memotivasi pelajar dapat menimbulkan persaingan
yang tidak sihat dan akan menimbulkan kecemasan di dalam kelas.

Motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri sangat berkesan dalam meningkatkan
motivasi pelajar dalam belajar. Pelajar-pelajar ini menunjukkan tingkah laku yang
mandiri dalam belajar dan mempunyai sistem nilai yang baik yang melatar-belakangi
tingkah laku mereka itu. Pembentukan sistem nilai-nilai yang menjadi tanggung jawab
guru pada setiap pelajar, sehingga pelajar-pelajar memiliki motivasi yang diarahkan
oleh diri sendiri adalah sangat penting. Bagi pelajar-pelajar yang telah memiliki
motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri, guru hanya perlu memberikan pelayanan
yang sesuai dengan tuntutan aktiviti belajar mereka.

5. MOTIVASI DAN ASPEK-ASPEK PENGAJARAN

Aspek-aspek yang terlibat dalam pengajaran yang meliputi sikap guru, kaedah
pengajaran, bahan pelajaran, media pengajaran dan penilaian hasil pengajaran sangat
mempengaruhi minat dan keghairahan pelajar dalam belajar.

Sikap atau tingkah laku guru dijadikan model oleh pelajar-pelajarnya. Pelajar-pelajar
meniru sikap atau tingkah laku guru, sama ada yang pantas mahupun yang buruk.
Gaya guru dalam memimpin kelas juga mempengaruhi suasana kelas dan kegiatan
pelajar dalam belajar. Guru yang memberi semangat kepada pelajar dengan
menekankan bahawa semua pelajar dapat berhasil dalam belajar, asal berusaha keras,
rajin, tekun dan tidak mengenal putus asa, akan menimbulkan semangat pelajar untuk
belajar. Mereka tidak takut untuk salah dalam belajar, kerana mereka yakin jika salah,
mereka boleh berusaha lagi untuk memperoleh yang benar. Guru seperti ini
mengembangkan standard (tingkat kualiti) kesuksesan yang disebut
"Multidimensional Classroom". Berbeza dengan gaya guru yang mengembangkan
standar kesuksesan "Unidimensional Classroom", yang menekankan bahawa
kesuksesan hanya dapat diraih oleh pelajar yang mempunyai potensi inteligensi tinggi
atau pelajar yang cerdas. Pelajar-pelajar yang dianggap guru kurang berpotensi
inteligensi tinggi atau kurang cerdas, tidak bersemangat untuk belajar dan merasa diri
mereka tidak mampu untuk menyelesaikan tugas-tugas belajar. Gaya guru dalam
memimpin kelas seperti ini buruk pengaruhnya terhadap suasana kelas dan motivasi
pelajar.

Tingkah laku pelajar dalam belajar dapat pula mempengaruhi keberkesanan


pengajaran. Kalau tingkah laku pelajar positif maka guru-guru cenderung
menampilkan pengajaran yang berkesan, dan jika tingkah laku pelajar negatif maka
guru-guru cenderung untuk menampilkan pengajaran yang kurang berkesan. Ada di
antara guru-guru yang memberikan pelayanan yang tidak sama terhadap pelajar-
pelajar yang berbeza status sosial-ekonomi, berbeza jenis kelamin, berbeza
kebudayaan dan berbeza prestasi belajarnya. Tentu sahaja cara ini tidak sesuai dengan
idea pendidikan yang sebenarnya.

Kaedah mengajar yang dapat mengghairahkan dan meraih minat pelajar untuk belajar
adalah memungkinkan pelajar terlibat secara aktif dalam belajar. Berbagai model
mengajar yang dikembangkan oleh Bruce Joyce dan Marsha, memungkinkan
keterlibatan pelajar yang maksimum dalam belajar. Model-model kaedah mengajar ini
menuntut keaktifan pelajar sesuai dengan taraf perkembangan masing-masing pelajar.
Pada taraf perkembangan pelajar yang tertinggi diharapkan pelajar-pelajar dapat
belajar mandiri; melakukan kegiatan belajar tanpa tergantung banyak terhadap guru.

Bahan pengajaran sangat penting peranannya dalam meningkatkan motivasi pelajar


dalam proses pembelajaran. Guru harus mengenal faktor-faktor yang harus
dikembangkan dalam memilih bahan pelajaran. Di samping itu guru juga harus mahir
dalam mengelola bahan pengajaran sehingga menarik dan memudahkan pelajar untuk
memahami bahan pengajaran tersebut.
Media pengajaran dapat berfungsi untuk mendorong murid belajar dengan minat dan
keghairahan yang tinggi apabila media pengajaran itu dipilih dengan
mempertimbangkan ciri-ciri pelajar, tujuan pengajaran, jenis bahan pengajaran itu
sendiri dan bentuk penilaian pengajaran yang akan dilaksanakan. Untuk memilih
media pengajaran yang baik maka guru perlu mengetahui langkah-langkah yang harus
ditempuhnya.

Aspek pengajaran lainnya yang dapat mempengaruhi motivasi pelajar dalam belajar
adalah pelaksanaan penilaian pengajaran. Penilaian pengajaran yang dapat
meningkatkan aktiviti murid dalam belajar, adalah penilaian yang dapat memberitahu
pelajar tentang kelemahan dan kekuatannya dalam belajar dan penilaian itu dirasakan
oleh pelajar sebagai penggambaran yang benar tentang taraf penguasaannya dalam
belajar. Penilaian hendaknya diikuti dengan tindak lanjut dari guru, iaitu membantu
pelajar untuk meningkatkan taraf penguasaan belajar yang sempurna, sehingga pelajar
dapat berprestasi lebih tinggi.

6. MOTIVASI DAN PERSEKITARAN

Persekitaran sekolah mahupun persekitaran rumah penting peranannya dalam


meningkatkan motivasi pelajar dalam belajar. Guru mahupun ibu bapa hendaknya
dapat menciptakan persekitaran sekolah dan persekitaran rumah yang memungkinkan
keghairahan dan minat murid belajar menjadi meningkat. Persekitaran fizikal sekolah,
sama ada yang menyangkut pengaturan ruangan kelas mahupun pengaturan jumlah
pelajar dalam satu kelas, hendaknya mempertimbangkan persyaratan fizikal mahupun
psikologikal yang menunjang keberkesanan pelajar dalam belajar.

Situasi sosial dalam kelas hendaknya dapat menjamin perasaan aman dan tingginya
kerjasama dikalangan pelajar dalam mencapai tujuan akademik.
Ibu bapa dapat menciptakan situasi fizikal mahupun psikologikal yang menyokong
minat dan keghairahan anaknya dalam belajar. Penyediaan kesempatan yang
diperlukan anak dalam belajar di rumah mahupun di luar sangat menunjang
kesuksesan anak dalam belajar. Membina hubungan akrab dengan anak dan
memberikan perhatian yang tinggi penting dan patut dilakukan oleh ibu bapa, kalau
mahu anaknya berjaya dalam belajar.

7. TEKNIK-TEKNIK MEMOTIVASI MURID DALAM BELAJAR

Banyak teknik yang dapat dipergunakan guru untuk meningkatkan motivasi murid
dalam belajar. Guru hendaknya selalu ingat betapa pentingnya memberikan alasan-
alasan kepada pelajar mengapa mereka harus belajar dengan sungguh-sungguh dan
berusaha untuk berprestasi sebaik-baiknya. Guru juga perlu menjelaskan kepada
pelajar-pelajar apa yang diharapkan dari mereka selama dan sesudah proses belajar
berlangsung. Lebih jauh, guru perlu mengusahakan agar pelajar-pelajar mengetahui
tujuan jangka pendek dari pelajaran yang sedang diikutinya. Ingatlah bahawa ada
cara-cara yang berkesan dan ada pula cara-cara yang tidak berkesan dalam
memberikan penghargaan untuk meningkatkan kegiatan belajar, sikap terhadap
belajar dan sikap terhadap diri sendiri murid, tetapi jangan lupa bahawa untuk pelajar-
pelajar tertentu mungkin dapat merosak motivasi belajar mereka. Oleh kerana itu,
anda sebagai guru harus berhati-hati dalam melaksanakan ujian dan memberikan
angka atau markah kepada pelajar.

Cubalah guru melakukan sesuatu yang menimbulkan kekaguman kepada pelajar untuk
merangsang perasaan ingin tahunya. Memang baik sekali untuk menimbulkan minat
belajar, jika sekali-sekala guru memberikan aktiviti dengan memperkenalkan sesuatu
yang baru bagi para pelajar. Berilah pelajar-pelajar kesempatan untuk mendapatkan
penghargaan. Jadikan jangka masa belajar awal (permulaan) menjadi lebih mudah
bagi pelajar dan usahakan agar semua pelajar mendapat kesempatan untuk merasa
sukses. Tingkatkan motivasi pelajar dengan merangsang perasaan ingin tahu dengan
cara memperkenalkan contoh-contoh yang khas dalam menerapkan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip. Doronglah pelajar untuk mempergunakan pengetahuan dan
kemahiran serta pengalaman yang telah mereka pelajari dari bahan pelajaran
sebelumnya untuk mempelajari bahan-bahan yang baru. Cubalah masukan unsur
permainan dalam proses belajar untuk menarik minat dan memudahkan pemahaman
pelajar terhadap bahan yang dipelajari. Doronglah pelajar anda untuk melaksanakan
usaha-usaha penemuan atau berbagai percubaan (penyelidikan) untuk menemukan
sesuatu yang belum pernah ada.

Guru haruslah berusaha untuk sedapat mungkin mengurangi persaingan di antara


pelajar-pelajar dalam meningkatkan motivasi untuk mencapai prestasi akademik.
Jauhilah perkara-perkara atau kejadian-kejadian yang dapat menimbulkan keengganan
murid untuk belajar, sama ada yang merupakan ketidak-selesaan secara fizikal
mahupun yang menyebabkan hilangnya harga diri pelajar. Jangan ada keinginan guru
untuk menghukum pelajar dengan maksud agar pelajar akan belajar, tetapi sebaliknya
berilah mereka penghargaan. Terakhir yang patut diperhatikan oleh guru dalam
meningkatkan motivasi pelajar adalah bahawa guru hendaknya peka terhadap suasana
atau iklim sosial sekolah dan benar-benar memahami bagaimana pengaruh iklim
sosial itu terhadap nilai-nilai yang dipegang oleh para pelajar.

Guru hendaklah berhati-hati terhadap apa yang sedang berlangsung di dalam kelasnya
dan mencuba merasakan apabila mengajar sesuatu topik dengan cara tertentu. Buatlah
kumpulan pengalaman mengajar anda untuk dijadikan cermin dalam mengadakan
perbaikan-perbaikan. Janganlah takut melakukan berbagai percubaan untuk
menemukan cara yang terbaik dalam mengajar. Oleh kerana itu anda harus yakin akan
pentingnya belajar melalui pengalaman. Jika suatu cara yang anda lakukan berjalan
lancar, lakukan lagi; tetapi jika cara itu tidak atau sedikit sekali memotivasi murid
dalam belajar, tinggalkan cara itu. Mengajar adalah suatu proses yang menuntut
perbaikan secara cermat dan terus menerus.

Anda mungkin juga menyukai