ORGANISASI
BAB I
PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah diatas adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan motivasi kerja?
2. Apa saja teori-teori motivasi?
3. Apa yang dimaksud dengan kepuasaan kerja dalam organisasi?
C. TUJUAN
Adapun tujuan berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian motivasi kerja.
2. Untuk mengetahui apa saja teori-teori motivasi.
3. Untuk mengetahui teori kepuasaan kerja dalam organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
NEEDS
DRIVES INCENTIVES
Motivasi di dalam dunia kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan semangat atau
dorongan kerja. Menurut Asad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut
pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan
besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi kerja.
Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja, kemampuan dan peluang.
Keterkaiatan antara motivasi dan prestasi kerja dapat di rumuskan sebagai berikut:
Bila motivasi kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun kemampuannya
ada dan baik, serta memiliki peluang.
Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang
proaktif seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan
yang dituntut oleh pekerjaannya atau akan berusaha untuk mencari, menemukan atau
menciptakan peluang di mana ia akan menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat
berprestasi yang tinggi. Sebaliknya, motivasi kerja yang bersifat reaktif, cenderung menunggu
upaya atau tawaran dari lingkungannya.
Motivasi kerja merupakan pemberian dorongan. Pemberian dorongan ini dimaksudkan
untuk mengingatkan orang-orang atau karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai
hasil sesuai dengan tuntutan perusahaan. Oleh karena itu seorang manajer dituntut pengenalan
atau pemahaman akan sifat dan karateristik karyawannya, suatu kebutuhan yang dilandasi oleh
motif dengan penguasaan manajer terhadap perilaku dan tindakan yang dibatasi oleh motif, maka
manajer dapat mempengaruhi bawahannya untuk bertindak sesuai dengan keinginan organisasi.
Menurut Martoyo (2000) motivasi kinerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan
atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi adalah suatu faktor
yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh karena
itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap
tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia pasti memiliki sesuatu faktor yang mendorong
perbuatan tersebut. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat penting bagi tinggi
rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan atau pekerja
untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan
tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang besar dari para karyawan maka hal tersebut
merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi
tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
1. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada
karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
2. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial/ uang,
akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusia dan lain sebagainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental
yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memberikan kekuatan
yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidak
seimbangan.
Teori motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan (content
theory) dan teori proses (process theory). Teori ini dikenal dengan nama konsep Higiene, yang
mana cakupannya adalah:
1. Isi Pekerjaan, Hal ini berkaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu pekerjaan yang dimiliki
oleh tenaga kerja yang isinya meliputi: Prestasi, upaya dari pekerjaan atau karyawan sebagai aset
jangka panjang dalam menghasilkan sesuatu yang positif di dalam pekerjaannya, pengakuan,
pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, pengembangan potensi individu.
2. Faktor Higienis, suatu motivasi yang dapat diwujudkan seperti halnya : gaji dan upah, kondisi
kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan antara pribadi, kualitas supervisi.
Pada teori tersebut bahwa perencanaan pekerjaan bagi karyawan haruslah menunjukkan
keseimbangan antara dua faktor.
B. TEORI-TEORI MOTIVASI
Teori motivasi bervariasi, yaitu menurut isi motivasi dan proses motivasi. Teori yang
berhubungan dengan pengidentifikasian isi motivasi berkaitan dengan apa yang memotivasi
tenaga kerja. Sedangkan teori proses lebih berkaitan dengan bagaimana proses motivasi
berlangsung. Sehingga dalam modul 2 ini akan dibahas delapan teori motivasi, empat teori dari
teori motivasi isi, yaitu: teori tata tingkat-kebutuhan, teori eksistensi-relasi-pertumbuhan, teori
dua faktor, teori motivasi berprestasi, dan empat teori motivasi proses, yaitu: teori penguatan,
teori tujuan, teori expectacy, dan teoriequity. Kedelapan teori ini akan memberikan kontribusi
tentang motivasi kerja.
b. Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori ERG adalah siangkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth needs, yang
dikembangkan oleh Alderfer, yang merupakan suatu modifikasi dan reformulasi dari teori tata
tingkat kebutuhan dari Maslow.
Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu:
1) Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan substansi material, seperti
keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan fisiological dan rasa aman dari Maslow.
2) Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk memelihara hubungan
antarpribadi yang penting. Individu berkeinginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan
orang lain yang dianggap penting dalam kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang
bermakna dengan keluarga, teman dan rekan kerja. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan sosial
dan dan bagian eksternal dari esteem(penghargaan) dari Maslow.
3) Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki
seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh. Selain kebutuhan aktualisasi,
juga termasuk bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri Maslow.
Teori ERG mengandung suatu dimensi frustasi-regresi. Dalam teori ERG, dinyatakan
bahwa apabila suatu tingkat kebutuhan dari urutan tertinggi terhalang, akan terjadi hasrat
individu untuk meningkatkan kebutuhan tingkat lebih rendah. Sebagai contoh, ketidakmampuan
memuaskan suatu kebutuhan akan interaksi sosial, akan meningkatkan keinginan untuk memiliki
banyak uang atau kondisi yang lebih baik. Jadi frustasi (halangan) dapat mendorong pada suatu
kemunduran yang lebih rendah.
Perkalian di atas memiliki makna bahwa jika seseorang rendah pada salah komponennya maka
prestasi kerjanya pasti akan rendah. Dengan kata lain apabila performance kerja(prestasi kerja)
seseorang rendah, maka ini dapat merupakan hasil dari motivasi yang rendah pula, atau
kemampuannya tidak baik, atau hasil kedua komponen (motivasi) dan (kemampuan) yang
rendah.
Untuk dapat mengetahui tinggi rendahnya suatu motivasi dari karyawan Vroom (dalam
Berry, 1998) menentukan perkalian ketiga komponen sebagai berikut:
Expectancy (E = harapan) adalah pengharapan keberhasilan pada suatu
tugas.Instrumentality (I = alat) dan Valence (V = nilai-nilai) adalah respon terhadap outcome,
seperti perasaan positif, netral dan negatif.
Dengan bekerja maka setiap orang akan merasakan akibat-akibatnya. Setiap orang
memiliki sasaran-sasaran pribadi yang ia harapkan dapat ia capai sebagai akibat dari prestasi
kerja yang ia berikan. Akibat-akibat ini jelas akan memiliki nilai (valence) yang berbeda-beda
bagi setiap individu, di mana nilainya bisa positif maupun negatif.
Perusahaan sebagai suatu organizational behavior mempunyai harapan-harapan terhadap
produktivitas setiap tenaga kerjanya, misalnya mengharapkan prestasi kerja yang optimal.
Apabila seorang tenaga kerja dapat berprestasi kerja sesuai dnegan yang diharapkan oleh
perusahaan, seberapa jauh sasaran pribadi karyawan tersebut dapat dipenuhi? Dengan kata lain,
sejauh mana atau sebesar bagaimanakan dapat diharapkan oleh tenaga kerja bahwa prestasinya
akan memberikan akibat-akibat yang diharapkan. Dalam hal ini kemungkinan tercapainya
sasaran-sasaran pribadi satu persatu melalui tercapainya produktivitas yang diharapkan oleh
perusahaan ini, dinamakan oleh Vroom sebagai instrumentality
Jika misalnya prestasi kerja yang tinggi merupakan outputnya seseorang tenaga kerja,
sejauh mana kemungkinan yang dirasakan oleh tenaga kerja bahwa tenaga yang akan diberikan
dan usaha yang akan dilakukan dapat membuahkan prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan
oleh perusahaan dari dia?
Jika sesorang karyawan memiliki harapan dapat berprestasi tinggi, dan jika ia menduga
bahwa dengan tercapainya prestasi yang tinggi ia akan merasakan akibat-akibat yang ia
harapkan, maka ia akan memiliki motivasi yang tinggi untuk bekerja. Sebaliknya jika karyawan
merasa yakin bahwa ia tidak dapat mencapai prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan
perusahaan daripadanya maka ia akan kurang motivasinya untuk bekerja.
Lebih lanjut Berry (1998) menjelaskan bahwa karyawan akan memiliki motivasi yang
tinggi, apabila usaha mereka menghasilkan sesuatu melebihi dari apa yang diharapkan.
Sebaliknya, motivasi akan rendah, apabila usaha yang dihasilkan kurang dari apa yang
diharapkan.
2) Model Lawler dan Porter
Lawler dan Porter dalam menjelaskan motivasi berdasarkan ketiga komponen sebagai
berikut:
Performance merupakan hasil interaksi perkalian dari effort, ability dan role perception.
Effort adalah banyaknya energi yang dikeluarkan karyawan dalam situasi tertentu. Ability adalah
karakteristik individual seperti intelegensi, manual skill, traitsyang merupakan kekuatan
potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya relatif stabil. Sedangkan role perception adalah
kesesuaian antara effort yang dilakukan seseorang dengan pandangan evaluator atau atasan
langsung tentang job requirementnya. Dalam model Lawler dan Porter diketahui
bahwa performance merupakan hasil interaksi perkalian antara effort (motivasi), ability dan role
perception.
Dengan demikian berdasarkan hasil uraian kedua teori di atas dapat disimpulkan bahwa
pengharapan atas prestasi kerja akan menentukan motivasi karyawan.
Comparison persons bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain,
atau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.
Individu atau karyawan akan merasa adil atau puas apabila A = B seimbang. Sedangkan
individu akan merasa tidak adil jika A > B, di mana salah satu untung. Sebagai contoh, sekretaris
seorang kepala bagian merasa bahwa berdasarkan kesibukannya sehari-hari ia bekerja jauh lebih
keras (sampai harus lembur) daripada sekretaris dari kepala bagian lain, sehingga mengharapkan
hasil-keluaran (gaji) yang lebih besar dari rekannya. Ia akan merasa tidak adil jika ternyata gaji
yang ia terima sama besarnya dengan gaji yang diterima oleh rekannya.
Menurut Howell & Dipboye (dalam Munandar, 2001) jika terjadi persepsi tentang
ketidakadilan, menurut teori keadilan orang akan dapat melakukan tindakan-tindakan berikut:
1) Bertindak mengubah masukannya, menambah atau mengurangi upayanya untuk bekerja
2) Bertindak untuk mengubah hasil-keluarannya, ditingkatkan atau diturunkan
3) Menggeliat/merusak secara kognitif masukan dan hasil-keluarannya sendiri, mengubah
persepsinya tentang perbandingan masukan dan hasil keluarannya sendiri
4) Bertindak terhadap orang lain untuk mengubah masukan dan/atau hasil keluarannya
5) Secara fisik meninggalkan situasi, keluar dari pekerjaan
6) Berhenti membandingkan masukan dan hasil keluaran dengan orang lain dan mengganti dengan
acuan lain atau mencari orang lain untuk dibandingkan
Gambar 4
Hubungan antara Prestasi dan Kepuasan Kerja (Handoko.2001)
b. Perputaran pegawai dengan absensi.Perusahaan atu organisasi senantiasa mengharapkan
kepuasan kerja meningkat perputaran karyawan dan absensi menurun bukan
sebaliknya.Sebagaimana dapat dilihat dalam gambar 5: bahwa kepuasan kerja yang lebih rendah
baisanya akan mengakibatkan perputaran karyawan /pegawai lebih tinggi.Yang bersangkutan
lebih mudah meninggalkan perusahaan dan mencari kesempatan di perusahaan
lainnya. Hubungan ini berlaku juga untik absensi (Kemangkiran). Para karyawan yang kurang
memperoleh keouasan kerja akan cendrung lebih sering absent.
Gambar 5 Model Umum Hubungan Antara Kepuasan Kerja
Dengan Perputaran Pegawai dan Absensi (Handoko.2001)
c. Umur dan jenjang pekerjaan, bahwa semakin tua umur karyawan/pegawai mereka cenrung lebih
terpuaskan dengan pekerjaan-pekerjaannya. Dengan alasan seperti: Pengharapan yang lebih
rendah dan penyesuaian lebih baik terhadap situasi kerja dan lebih berpengalaman. Sedangkan
pegawai/karyawan yang lebih muda cendrung kurang terpuaskan karena berbagai harapan yang
lebih tinggi kurang penyesuian dan alasan lainnya. Hubungan tersebut dapat dilihat
dalam gambar 6.
Gambar 6 Model Umum Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Umur & Jenjang
Pekerjaan (Handoko.2001)
Dari gambar diatas menunjukan juga bahwa orang dengan jenjang pekerjaan yang lebih
tinggi cenderung lebih mendapatkan kepuasan kerja, misalnya pegawai yang mempunyai
kemampuan dan ketrampilan tinggi cenderung memperoleh kepuasan kerja lebih besar dari pada
yang tidak berkemampuan dan tidak terampil.
Gambar 7
Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja (Robbins.2001)
Demikian pula peneraan konsep manajeen berbasis sekolah (school based management)
yang selaras dengan otonomi pendidikan merupakan kegiatan (action) dalam rangka
memperoleh outcome seperti halnya kualitas pendidikan. Dengan diperolehnya kualitas
pendidikan maka kepuasan yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan persekolahan akan
merasakan pula. Apabila dengan penerapan program life skill dengan pendekatan Brood Based
education (BBE). Selain masih menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan
tahun.
BAB III
KESIMPULAN
Salah satu aspek dalam meningkatkan kinerja karyawan ialah pemberian motivasi (daya
perangsang) kepada karyawan, dengan istilah populer sekarang pemberian kegairahan bekerja
kepada karyawan. Telah dibatasi bahwa memanfaatkan karyawan yang memberi manfaat kepada
perusahaan. Ini juga berarti bahwa setiap karyawan yang memberi kemungkinan bermanfaat ke
dalam perusahaan, diusahakan oleh pimimpin agar kemungkinan itu menjadi kenyataan. Usaha
untuk merealisasi kemungkinan tersebut ialah dengan jalan memberikan motivasi. Motivasi ini
dimaksudkan untuk memberikan daya perangsang kepada karyawan yang bersangkutan agar
karyawan tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya (Manulang , 2002).
Bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang yang bersifat positif
maupun negatif tentang pekerjaannya. Yang sudah barang tentu akan mempengaruhi perilaku
organisasi, termasuk ketidakpuasan kerja
Bahwa kepuasan nerja berkaitan dengan organisasi pendidikan akan terlihat
darioutcome atau produktivitas pendidikan yang diperoleh memuaskan atau tidak memuaskan
sehingga sudah barang tentu akan mempengaruhi juga perilaku organisasi pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, S & Suyati, S.1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology. Dialih Bahasakan oleh
Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern; Psikologi Terapan untuk Mememecahkan
Berbagai masalah di tempat Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi.
Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill Companies, Inc.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International Book Co-Singapore.
Hick, Herbert G dan Gullet GR (1996), Organisasi Teori dan Tingka Laku. Jakarta, Bumi Aksara
Robbins, Stephen P (1994), Teori Organisasi Struktur, Desain & Aplikasi. Jakarta, Arcen
Syarief, Miftah (2000), Desentralisasi Pendidikan dan Otonomi Daerah, Jakarta, Sekretariat Jenderal
Depdiknas
Thoha, Miftah (1998), Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta, PT.Raja Grafindo
Persada
Dalam masyarakat sepert itu, kehidupan dan penghidupan manusia didasarkan pada pandangan
predeterminisme yang berarti bahwa apa pun yang terjadi dalam kehidupan seseorang, suatu kekuatan
supranaturallah yang menentukannya. Yang dimaksud dengan kekuatan supranatural adalah kekuatan
yang diluar akal manusia untuk menjangkaunya. Dalam lingkungan masyarakat demikian, lokus
pegendalian nasib manusia berada di luar diri orang yang bersangkutan. Dnegan kata lain, external
locus of control.
Apapun pandangan masyarakat tentang hubungan dengan lingkungan, yang jelas ialah bahwa
pandangan tersebut menampakkan diri pada budaya nasional yang pada gilirannya mengemuka dalam
penciptaan dan pemeliharaan budaya organisasi.
b. Organisasi waktu
Menurut teori ini, orientasi waktu adalah masa depan, masa kini, dan masa lalu, masing-masing orientasi
mempunyai implikasi pada budaya yang diberlakukan dalam organisasi. Misalnya, jika orientasi waktu
yang dianut secara luas di masyarakat dan diterapkan dalam organisasi adalah orientasi masa depan,
berbagai manifestasinya antara lain adalah kesediaan mengambil reisko, kebiasaan menyusun dan
menetapkan rencana jangka panjang, serta melihat perubahan sebagai suatu hal ynag alamiah dan pasti
terjadi. Jika orientasi waktu yang dianut adlaah masa kini, maka perilaku yang mengemuka dalam
organisasi antara lain :
a. Kebiasaan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, karena waktu dipandang sebagai
komoditas yang sangat berharga dan tidak mungkin diperbarui-terungkap misalnya dalam pemeo waktu
adalah uang.
b. Pentingnya merencanakan kegiatan sehari-hari dan dicatat dengan teliti dalam buku kerja
c. Memenuhi janji dnegan orang atau pihak lain sesuai dengan waktu ynag telah disepakati bersama.
d. Melakukan penilaian kinerja dengan kurun waktu yang relatif singkat.
e. Hidup dengan pendekatan dari ke haari
Lima fungsi budaya organisasi yang menonjol dan penting untuk diaktualisasikan adalah sebagai berikut :
a. Penentu batas-batas berperilaku. Budaya organisasi berperan dalam menentukan perilaku yang
seyogianya ditampilkan, dan perilaku yang harus diletakkan.
b. Menumbuhkan kesadaran tentang identitas sebagai anggota organisasi. Budaya organisasi menuntut
agar para anggotanya merasa bangga mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi.
c. Penumbuhan komitmen. Sebagai konsekuensi logis dari rasa memiliki organisasi, para anggota
organisasi akan bersedia membuat komitmen termasuk memberikan pengorbanan sedemikian rupa,
sehingga mereka mereka ikhlas bekerja demi keberhasilan organisasi.
d. Pemeliharaan stabilitas organisasional. Kiranya mudah untuk memahami, bahwa keberhasilan akan
lebih mudah diraih; masalah lebih mudah terpecahkan, dan iklim kerja sama dapat dipeliahara apabila
terdapat suasana stabil dalam organisasi.
e. Mekanisme pengawsan. Pengawasan merupakan salah satu fungsi organik manajemen. Berarti ketat
atau longgar, pengawasan harus dilaksanakan. Asumsi mendasar dalam hal ini adalah, bahwa jika
budaya organisasi dihayati dan dilaksanakan oleh para anggota organisasi, budaya tersebut juga
berfungsi sebagai instrumen pengawasan sehingga pengawasan sebagai fungsi manajemen tidak
memainkan peranan yang dominan.
Tipe yang pertama adalah tipe akademi. Istilah akademi digunakan di sini untuk menggambarkan
tuntutan kehidupan dalam lembaga pendidkan tinggi. Tipe akademi berarti bahwa dalam organisasi, para
anggotanya diharapkan atau bahkan dituntut untuk menampilkan prestasi yang semaksimal mungkin;
yang berarti antara lain pengerahan segala jenis kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan bakat
yang dimiliki.
Tipe yang kedua adalah klub. Seperti dimaklumi, suatu klub terdiri dari orang-orang yang mempunyai
kepentingan, minat, dan hobi yang sama
Tipe yang ketiga adalah tim olah raga. Para penggemar olahraga beregu, seperti sepak bola, pasti
mengetahui bahwa suatu tim olahraga biasanya lebih besar kemungkinan menang atas lawan-lawannya
bila para anggota tim mampu bekerja sebagai anggota dan tidak menonjolkan kemampuan pribadinya.
Tipe keempat adalah benteng. Ciri penghuni suatu benteng adalah mempertahankan diri terhadap
kemungkinan serangan dari luar.
Penciptaan budaya organisasi merupakan suatu proses. Artinya tidak serta merta terbentu meskipun
sejak semula pendirinya telah meletakkan fondasi budaya yang mungkin didasarkan pada filsafat
hidupnya, pengalamannya, dan hasil-hasil yang pernah diraih dengan menggunakan budaya
serupa.orang-orang yang kemudian bergabung dengan organisasi.
Empat instrument yang lumrah digunakan dalam pelestarian budaya organisasi adalah penyebarluasan
cerita tentang organiasasi, ritus yang biasanya terjadi, simbol-simbol materi yang digunakan. Dan
bahasa. Cerita-cerita tentang organisasi, terutama tentang keberhasilannya di masa lalu, diharapkan
menggugah perasaan bangga dalam diri. Para karyawan sehingga mereka akan mengatakan bahwa jika
dengan budaya seperti itu perusahaan berhasil meraih kemajuan.
Pemenuhan kebutuhan karyawan akan berbagai simbol adalah instrumen ketiga. Seorang manajer
mendapat kendaraan dinas pribadi dengan pengemudinya, ruang kerja yang luas dengan perabot dan
perlengkapan yang mewah, tempat parkir khusus di pelataran parkir, menggunakan lift khusus, makan
siang atas biaya perusahaan, dan semacamnya, tidak hanya bermanfaat dalam pelestarian budaya
organisasi, akan tetapi seksligus sebagai faktor motivasional yang mendorong para anggota organisasi
menampilkan kinerja yang makin memuaskan.
PRODUKTIVITAS ORGANISASI
I. Pengertian
Produktivitas adalah sebagai hasil yang didapat dari produksi yang
menggunakan satu atau lebih faktor produksi, produktivitas biasanya dihitung sebagai
indeks dan rasio antara output dengan input.
Pengertian produktivitas, antara lain:
1. Produktivitas secara terpadu melibatkan semua usaha manusia dengan produktivitas
mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa
kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.
2. Produksi dan produktivitas merupakan dua pengertian yang berbeda. Peningkatan
produksimenunjukkan pertambahan jumlah hasil yang dicapai, sedangkan peningkatan
produktivitas mengandung pengertian pertambahan hasil dan perbaikan cara produksi.
Peningkatan produksi tidak selalu disebabkan oleh peningkatan produktivitas, karena
produksi dapat meningkat walaupun produktivitas tetap atau menurun.
3. Peningkatan produktivitas dapat dilihat dalam tiga bentuk :
a. Jumlah keluaran (output) dalam mencapai tujuan meningkat dengan menggunakan
sumber daya (input) yang sama.
b. Jumlah keluaran (output) dalam mencapai tujuan sama atau meningkat dicapai dengan
menggunakan sumber daya (input) yang lebih sedikit.
c. Jumlah keluaran (output) dalam mencapai tujuan yang jauh lebih besar diperoleh
dengan pertambahan sumber daya (input) yang relatif lebih kecil.
4. Sumber daya manusia memegang peranan yang utama dalam proses peningkatan
produktivitas, karena alat produksi dan teknologi pada hakekatnya merupakan hasil
karya manusia.
Produktivitas adalah keluaran (output) produk atau jasa per setiap masukan
(input) sumber daya yang digunakan dalam suatu proses produksi. Tingkat ukur
produktivitas sangat beragam bergantung kepada kepentingan yang terkait.
Produktivitas dapat dinyatakan dalam ukuran fisik (physical productivity) dan ukuran
finansial (financial productivity) apabila kepentingan tersebut adalah keuntungan.
Produktivitas dapat menggunakan ukuran moneter sebagai tolak ukur. Apabila waktu
menjadi kepentingan manajemen produktivitas maka dapat menggunakan ukuran
moneter sebagai tolak ukurnya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manajemen produktivitas adalah bagaimana
cara mengelola suatu usaha supaya lebih efisien dalam penggunaan input untuk
memaksimalkan produksioutput (barang dan/atau jasa), secara terpadu melibatkan
semua usaha manusia dengan menggunakan ketrampilan, modal, teknologi,
manajemen, informasi, energi, dan sumber-sumber daya lainnya, dengan tujuan untuk
mencapai hasil yang telah ditetapkan.
Manajemen produktivitas merupakan salah satu sasaran penting suatu organisasi atau
perusahaan / lembaga. Hal ini disebabkan karena manajemen produktivitas dapat
menunjang kesuksesan dan keberhasilan suatu perusahaan / pemberi jasa untuk
mencapai tujuan akhir yang telah ditentukan.
IV. KESIMPULAN
1. Manajemen produktivitas adalah cara mengelola suatu usaha supaya lebih efisien dalam
penggunaan input untuk memaksimalkan produksioutput (barang atau jasa), secara terpadu melibatkan
semua usaha manusia dengan menggunakan ketrampilan, modal, teknologi, manajemen, informasi,
energi, dan sumber-sumber daya lainnya, dengan tujuan untuk mencapai hasil yang maksimal seperti
target yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi, apabila manajemennya baik, maka hasil yang didapatkan
juga baik, demikian juga sebaliknya.
2. Manajemen produktivitas mempunyai tujuan untuk mempemaksimalkan hasil produksi, baik barang
maupun jasa, dengan cara memberdayakan sumberdaya se-efisien (minimal) mungkin untuk
mendapatkan hasil yang se-efektif (maksimal) mungkin.
3. Dalam upaya peningkatan produktivitas, perlu diperhatikan langkah-langkah dalam meningkatkan
produktivitas dan kunci-kunci untuk produktivitas tinggi, agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal.
4. Dalam manajemen produktivitas, sistem dan sumber daya manusia sangat mempengaruhi mutu produk
yang dihasilkan, apabila mutu sistem dan SDM nya sudah maksimal, maka akan mendapatkan mutu
produk yang maksimal pula.
Pengertian lain dari produktivitas adalah suatu konsep universal yang menciptakan
lebih banyak barang dan jasa bagi kehidupan manusia, dengan menggunakan sumber
daya yang serba terbatas (Tarwaka, Bakri, dan Sudiajeng, 2004, p.137).
Menurut Manuaba (1992) peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan menekan
sekecil-kecilnya segala macam biaya termasuk dalam memanfaatkan sumber daya
manusia (do the right thing) dan meningkatkan keluaran sebesar-besarnya (do the thing
right). Dengan kata lain bahwa produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat
efisiensi dan efektivitas kerja secara total (Tarwaka, Bakri, dan Sudiajeng, 2004, p.138).
Menurut Sinungan, (2003, p.12), secara umum produktivitas diartikan sebagai
hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masuknya
yang sebenarnya. Produktivitas juga diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam
memproduksi barang-barang atau jasa-jasa. Produktivitas juga diartikan sebagai:
a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil
Invisible input meliputi tingkat pengetahuan, kemampuan teknis, metodologi kerja dan
pengaturan organisasi, dan motivasi kerja.
Untuk mengukur produktivitas kerja dari tenaga kerja manusia, operator mesin,
misalnya, maka formulasi berikut bisa dipakai untuk maksud ini, yaitu:
Produktivitas = total keluaran yang dihasilkan
Tenaga Kerja jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan Di sini produktivitas dari tenaga
kerja ditunjukkan sebagai rasio dari jumlah keluaran yang dihasilkan per total tenaga
kerja yang jam manusia (man-hours), yaitu jam kerja yang dipakai untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Tenaga kerja yang dipekerjakan dapat terdiri dari
tenaga kerja langsung ataupun tidak langsung, akan tetapi biasanya
Teori Produktivitas Kerja. Secara umum yang dimaksud dengan produktivitas kerja
adalah perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber
daya yang digunakan (input). Konsep produktivitas dikembangkan untuk mengukur
besarnya kemampuan menghasilkan nilai tambah atas komponen masukan yang
digunakan (Cahyono, 1996: 281). Secara sederhana produktivitas yang dimaksud disini
adalah perbandingan ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap
sumber yang digunakan selama kegiatan berlangsung.
Adapun pengertian produktivitas kerja menurut Nawawi (1990: 97) sebagai berikut:
Produktivitas kerja adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output)
dengan jumlah sumber kerja yang digunakan (input). Produktivitas kerja dikatakan
tinggi jika hasil yang diperoleh lebih besar daripada sumber kerja yang digunakan.
Sebaliknya produktivitas kerja dikatakan rendah, jika hasil yang diperoleh lebih kecil
dari sumber kerja yang digunakan.
Konsep produktivitas erat hubungannya dengan efisiensi dan efektivitas (Gomes, 2000).
Efektivitas dan efisiensi yang tinggi akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Dan
jika efektivitas dan efisiensi rendah, maka diasumsikan telah terjadi kesalahan
manajemen. Jika efektivitas tinggi tetapi efisiensi rendah dimungkinkan terjadi
pemborosan (biaya tinggi), sementara bila efisiensi tinggi namun efektivitas rendah,
berati tidak tercapai sasaran atau terjadinya penyimpangan dari target.
Kedua, bermotivasi tinggi, yang dalam hal ini pengamatan yang khas adalah: (1) dapat
memotivasi diri sendiri; (2) tekun; (3) mempuanyai kemauan keras untuk bekerja; (4)
bekerja efektif dengan atau tanpa atasan; (5) melihat hal-hal yang harus dikerjakan dan
mengambil tindakan yang perlu, (6) menyukai tantangan, (7) selalu ingin bertanya; (8)
memperagakan ketidakpuasan yang konstruktif dan selalu memikirkan perbaikan; (9)
berorientasi pada sasaran atau pencapaian hasil; (10) selalu tepat waktu; (11) merasa
puas jika telah mengerjakan dengan baik; (12) memberikan andil lebih dari yang
diharapkan; dan (13) percaya bahwa kerja wajar sehari perlu dimbangi dengan gaji
wajar untuk sehari.
Ketiga, mempunyai orientasi pekerjaan yang positif. Hal ini dapat diamati dari: (1)
menyukai pekerjaannya dan membanggakannya; (2) menetapkan standar yang tinggi;
(3) mempunyai kebiasaan kerja yang baik; (4) selalu terlihat dalam pekerjaannya; (5)
cermat, dapat dipercaya, dan konsisten; (6) menghormati manajemen dan tujuannya;
(7) mempunyai hubungan baik dengan manajemen; (8) dapat menerima pengarahan;
dan (9) luwes dan dapat menyesuaikan diri.
Keempat, dewasa. Dalam hal ini pegawai yang dewasa memperlihatkan kinerja yang
konsisten. Kedewasaan pegawai dapat diamati melalui: (1) integritas tinggi; (2)
mempunyai rasa tanggung jawab yang kuat; (3) mengetahui kelemahan atau kekuatan
sendiri; (4) mandiri, percaya diri, dan disiplin diri; (5) pantas memperoleh harga diri; (6)
mantap secara emosional dan percaya diri, (7) dapat bekerja efektif di bawah tekanan;
(8) dapat belajar dari pengalaman; dan (9) mempunyai ambisi yang kuat.
Kelima, dapat bergaul dengan efektif. Pengamatannya yang khas adalah: (1)
memperagakan kecerdasan sosial; (2) pribadi yang menyenangkan; (3) berkomunikasi
dengan efektif (jelas dan cermat, terbuka terhadap saran dan pendengar yang baik); (4)
bekerja produktif dalam rangka upaya tim; dan (5) memperagakan sikap positif dan
antusiaisme.
Timpe (1989) meninjau ratusan penemuan studi dan wawasan dari ribuan manajer yang
berpartisipasi dalam suatu seminar tentang produktivitas, mengemukakan tujuh kunci
untuk mencapai produktivitas yang tinggi yaitu: (1) keahlian, manajemen yang
bertanggung jawab; (2) kepemimpinan yang luar biasa; (3) kesederhanaan
organisasional dan operasional; (4) kepegawaian yang efektif; (5) tugas yang
menantang; (6) perencanaan dan pengendalian tujuan; dan (7) pelatihan manajerial
khusus.
PRODUKTIVITAS ORGANISASI
PRODUKTIVITAS ORGANISASI PENDIDIKAN
Syafrudin, SKM, M.Kes.
A. LATAR BELAKANG
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, produktivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan
sesuatu; daya produksi; dan keproduktifan. Dapat didefinisikan secara sederhana bahwa
produktivitas perusahaan adalah cara atau kemampuan suatu organisasi pendidikan untuk
meningkatkan kemampuannya, bisa melalui inovasi terhadap produk sebelumnya maupun
menciptakan produk baru.
Istilah organisasi sendiri berasal dari bahasa Latin: organizare. Secara harafiahorganize berarti
paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, organisasi adalah sebuah kesatuan atau susunan yang terdiri dari bagian-
bagian para anggota dalam perkumpulan tersebut untuk tujuan tertentu. Karl Weick (dalam West
dan Turner, 2008) mengungkapkan bahwa organisasi adalah suatu sistem yang menyesuaikan
dan menopang dirinya dengan mengurangi berbagai macam ketidakpastian yang mungkin saja
dihadapi. Weick juga menjelaskan bahwa ada kesinambungan kerja antara pekerja yang satu
dengan pekerja lainnya. Perilaku yang berkesinambungan artinya hasil kerja seorang anggota
berpengaruh pada pekerjaan anggota lainnya, sehingga ada rasa saling bertanggung jawab antar
para anggota organisasi. Tujuannya adalah untuk mencapai sebuah kesuksesan dalam tujuan
yang telah disepakati bersama.
B. ORGANISASI
1. PENGERTIAN ORGANISASI
Organisasi merupakan sesuatu yang telah melekat dalam kehidupan kita,
karena kita adalah makhluk sosial. Kita hidup di dunia tidaklah sendirian, melainkan
sebagai manifestasi makhluk sosial, kita hidup berkelompok, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Organisasi yang selama ini kita kenal merupakan
sesuatu yang tidak berwujud atau abstrak yang sulit dilihat tetapi bisa kita rasakan
manfaatnya. Keberadaan organisasi dalam kehidupan bermasyarakat dapat kita
rasakan, walaupun organisasinya sendiri tidak bisa kita lihat maupun kita raba.
Untuk menjadi kongkret maka organisasi tersebut memiliki nama jenis tertentu
seperti Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Organisasi UNJ tidak bisa kita lihat
atau raba, tetapi kita bisa merasakan adanya bermacam-macam peraturan seperti
keharusan memiliki kartu tanda mahasiswa (KTM) bagi mahasiswa yang menempuh
pendidikan di UNJ, adanya peraturan akademik yang mengatur sistem
pembelajaran, dan adanya statuta universitas yang mengatur civitas akademika
UNJ, yang menunjukkan adanya organisasi yang melingkupi dan mengatur
kehidupan akademik civitas akademika.
Pemberian nama jenis tertentu dalam organisasi menunjukkan tempat kerja
organisasi bersangkutan. Untuk menunjukkan secara jelas organisasi bersangkutan
maka organisasi harus membentuk struktur organisasi sehingga nampak jelas
organisasi yang dimaksud.
2. CIRI ORGANISASI BIROKRASI MENURUT WEBER
a. Suatu organisasi terdiri dari :
1) Hubungan - hubungan yang ditetapkan antara jabatan- jabatan
2) Jabatan selalu ditujukkan dengan sebutan-sebutan seperti manajer, penyelia, analis senior, dll
b. Tujuan atau rencana organisasi terbagi kedalam tugas-tugas.
1) Tugas organisasi disalurkan diantara berbagai jabatan sebagai kewajiban resmi.
2) Ketentuan kewajiban dan tanggung jawab melekat pada jabatan.
3) Job desk adalah suatu metode untuk memenuhi karakteristik ini.
4) Pembagian kerja yang jelas diantara jabatan-jabatan merupakan implikasi ciri ini yang
memungkinkan terciptanya derajat spesialisasi dan keahlian yang tinggi diantara para pagawai.
c. Kewenangan untuk melaksanakan kewajiban diberikan kepada jabatan. Seseorang diberi
kewenangan untuk melakukan tugas jabatan adalah ketika ia secara sah menduduki jabatannya
(kewenangan legal)
d. Garis kewenangan dan jabatan diatur menurut suatu tatanan hierarkis. Hierarki mengambil
bentuk umum suatu piramida yang menunjukkan setiap pegawai bertanggung jawab kepada
atasannya. Ruang lingkup kewenangan atasan pada bawahan secara tegas dibatasi konsep
komunikasi keatas (upword communication) dan komunikasi kebawah (downword
communication)
e. Sistem aturan dan regulasi yang umum tetapi tegas yang ditetapkan secara formal mengatur
tingdakan dan fungsi jabatan dalam organisasi. Peraturan membantu terciptanya keseragaman
operasi dan menjamin kelangsungan terlepas dari perubahan pegawai
f. Prosedur dalam organisasi bersifat formal dan impersonal yaitu peraturan organisasi berlaku bagi
setiap orang. Pejabat diharapkan mempunyai orientasi yang impersonal dalam hubungan mereka
dengan langganan dan pejabat lainnya. Mereka harus mengabaikan pertimbangan pribadi dan
tidak mudah terpengaruh.
g. Sikap dan prosedur untuk menerapkan suatu sistem disiplin merupakan bagian dari organiosasi.
Agar individu dapat bekerja efisien mereka harus mempunyai keterampilan yang diperlukan dan
menerapkan keterampilan tersebut secara rasional dan energik. Organisasi membutuhkan suatu
program disiplin untuk menjamin kerja sama dan efisiensi
h. Anggota organisasi harus memisahkan kehidupan pribadi dan organisasi. Banyak organisasi
yang berkorban untuk memperhatikan kehidupan pribadi pegawai agar pegawai secara penuh
memusatkan perhatian pada pekerjaan masing-2.
i. Pegawai dipilih untuk bekerja dalam organisasi berdasarkan kualifikasi bisnis bukannya koneksi
keluarga atau koneksi lainnya
j. Meskipun pekerjaan dalam birokrasi dalam kecakapan teknis kenaikan jabatan dilakukan
berdasarkan senioritas dan prestasi kerja. Setelah melalui masa percobaan pejabat memperolah
kedudukan tetap dan terlindungi dari pemecatan semena-mena. Pekerjaan dalam organisasi
merupakan karir seumur hidup memberikan keamanan dalam jabatan.
i. Prinsip Pemisahan.
Bahwa beban tugas pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada
orang lain.
j. Prinsip Keseimbangan.
Keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dengan tujuan organisasi. Dalam hal ini,
penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut. Tujuan
organisasi tersebut akan diwujudkan melalui aktivitasatau kegiatan yang akan dilakukan.
Organisasi yang aktivitasnya sederhana (tidak kompleks)
k. Prinsip Fleksibilitas
Organisasi harus senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika
organisasi sendiri (internal factor) dan juga karena adanya pengaruh di luar organisasi (external
factor), sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi dalam mencapai tujuannya.
l. Prinsip Kepemimpinan.
Dalam organisasi apapun bentuknya diperlukan adanya kepemimpinan, atau dengan kata lain
organisasi mampu menjalankan aktivitasnya karena adanya proses kepemimpinan yang
digerakan oleh pemimpin organisasi tersebut.
4. UNSUR-UNSUR ORGANISASI
a. Sebagai wadah atau tempat bekerja sama.
Dapat diartikan sebagai tempat atau kerangka mekanisme pendelegasian kekuasan dan tanggung
jawab.
b. Sebagai proses kerja sama antara dua orang ataulebih.
Pembagain tugas agar pekerjaan dapat berjalan dengan lancar.
c. Adanya tugas atau kedudukan yang jelas
Adanya pengaturan dan pembagian wewenang, tugas dan tanggung jawab.
d. Mempunyai tujuan tertentu.
Tujuan yang telah ditetapkan menjadi suatu acuan dalam tugas untuk mencapainya.
C. PRODUKTVITAS
1. Pengertian
Produktivitas adalah rasio output dan input suatu proses produksi dalam periode tertentu. Input
terdiri dari manajemen, tenaga kerja, biaya produksi, dan peralatan serta waktu. Output meliputi
produksi, produk penjualan, pendapatan, pangsa pasar, dan kerusakan produk. Dalam perspektif
normatif, pengertian produktivitas adalah kalau hari ini karyawan lebih baik dari kemarin dan
hari esok lebih baik dari sekarang.
2. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi terjadinya produktivitas yang rendah meliputi: a. Pada
tingkat makro
(1) Kondisi Perekonomian : reit pajak yang rendah; tabungan dan investasi yang meningkat;
regulasi yang berlebihan; tingkat Inflasi tinggi; fluktuasi ekonomi; harga energi tinggi;
keterbatasan bahan baku; perlindungan berlebihan dan keterbatasan kuota; dan subsidi
berlebihan yang menimbulkan inefisiensi.
(2) Kondisi Industri: kurangnya riset dan pengembangan danregulasi antimonopoli berlebihan.
(3) Regulasi pemerintah: birokrasi panjang; produktivitas pemerintahan rendah; pemborosan
pemerintah dan tingkat korupsi tinggi.
(4) Karakteristik Angkatan Kerja : standar pendidikan rendah; reit melek huruf rendah; etos kerja
rendah; pergeseran ke sektor jasa; reit kriminal tinggi; pergeseran sistem nilai dan sikap.
Dalam prakteknya mengukur hasil utama dari suatu proses penerapan tugas, fungsi dan
tanggung jawab dari karyawan akan beragam sesuai dengan jenis produk perusahaan. Berikut ini
diberikan beberapa contoh keragaman tersebut.
a. Perusahaan perkebunan karet : jumlah dan kualitas produk, biaya, waktu, pelanggan (pengolahan
sekunder),
b. Perusahaan makanan : kualitas, output, biaya, waktu, staf dan pelanggan,
c. Perusahaan pabrik mobil : nilai pemegang saham, mutu produk, mutu manusia, kepuasan
pelanggan,
d. Perusahaan angkutan darat : kualitas, biaya, ketepatan waktu, pelayanan bagi pelanggan, dan
keselamatan,
e. Perusahaan jaringan bisnis : kepemimpinan dan individu, kualitas, pelayanan bagi pelanggan,
kemitraan, kerjasama tim
Weick beranggapan bahwa organisasi berada dalam sebuah lingkungan, bukan hanya lingkungan
fisik, tapi juga information environtment. Individu menciptakan lingkungan ini melalui
proses enactment yang menyatakan bahwa anggota organisasi yang berbeda akan memahami
informasi dengan cara berbeda pula dan oleh karena itu menciptakan lingkungan informasi yang
berbeda.
Dalam teori Weick, tujuan utama dari berorganisasi adalah mengurangiequivocality dalam
lingkungan informasi (mengurangi ketidakpastian yang tidak bisa dipisahkan dari lingkungan
informasi suatu organisasi). Dalam sebuah situasi yangequivocal, ada banyak interpretasi yang
bisa digunakan dalam suatu kejadian. Untuk mengurangi equivocality, Weick merumuskan dua
hal: assembly rules dancommunication cycle.
Assembly rules (peraturan buatan) adalah prosedur yang bisa memandu anggota organisasi dalam
menetapkan pola tertentu dari proses sensemaking. Akan tetapi, ketika equivocality sedang
tinggi, anggota organisasi melakukan siklus komunikasi. Melalui siklus komunikasi ini, anggota
organisasi berusaha memahami situasi dalam lingkungan yang equivocal. Penggunaan assembly
rules dan siklus komunikasi sangat penting dalam tahap seleksi.
Dalam kondisi dimana equivocality tidak terlalu tinggi, biasanya organisasi memiliki assembly
rules atau peraturan yang sudah terpola untuk kondisi tertentu. Misalnya, ketika
seorang pemimpin meminta bawahannya membuatkan surat resmi, maka bawahannya sudah tahu
bagaimana seharusnya surat itu dibuat, karena adaform yang sudah dibuat sebelumnya dan selalu
digunakan dalam situasi demikian. Akan tetapi ketika equivocality tinggi, maka communication
cycle akan berlaku. Contohnya: ketika suatu negara dikelola oleh sistem pemerintahan yang baru,
segala sesuatunya diganti termasuk peraturan-peraturan yang lama. Karena tidak adaassembly
rules, maka para anggota pemerintahan yang sudah bekerja sejak lama disana mengandalkan
kemampuan komunikasinya untuk menafsirkan informasi dalam lingkungan barunya, yaitu
dengan cara bertanya pada rekannya atau langsung pada atasannya dan sebagainya.
Dalam rumusannya, Weick menyatakan bahwa struktur ditandai oleh perilaku pengorganisasian,
dimana komunikasi kemudian menjadi proses penting yang menghasilkan struktur
organisasi. Menurut konsep Weick, suatu sistem jelas bersifat manusiawi.Manusia tidak hanya
menjalankan organisasi, tapi maunusia juga merupakan organisasi itu sendiri (Wayne, 2005:
79).
Hal ini kemudian direkatkan lagi pada pemahaman bahwa ketika lingkungan organisasi dapat
diidentifikasi dengan benar, maka organisasi harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
tersebut untuk menjaga kesinambungan dan agar fungsi organisasi dapat berjalan optimal. Weick
mengidentifikasikan pengorganisasian sebagai suatu gramatika (sejumlah aturan dan praktik
organisasi) yang disahkan secara mufakat (realitasnya berdasarkan pengalaman para anggota
organisasi) untuk mengurangi ketidakjelasan dengan menggunakan perilaku-perilaku bijaksana
yang saling bertautan (Weick. 1979: 3). Pengorganisasian juga memiliki interaksi ganda.
Misalnya, pegawai A berkomunikasi dengan pegawai B yang kemudian memberi respon. Saat
pegawai B merespon, maka pegawai A membuat beberapa penyesuaian terhadap respon tersebut
(bisa berupa tanggapan atau bertanya kembali atau hanya berupa bahasa nonverbal saja).
Berdasarkan ciri-ciri pengorganisasian di atas, produktivitas perusahaan dapat berubah-ubah
(meningkat dan menurun) sesuai dengan penerapannya. Produktivitas perusahaan dapat
meningkat ketika perusahaan itu sendiri dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.
Artinya, perusahaan perlu mempelajari kebutuhan target audience, misalnya dengan
mengadakan survey atau mengadakan interaksi langsung dengan para konsumen. Hal ini
dimaksudkan agar perusahaan dapat lebih terbuka: memahami bagaimana posisi produknya
dimata konsumen, dan mengetahui kira-kira inovasi apa lagi yang bisa dilakukan perusahaan.
Produktivitas perusahaan juga dapat meningkat apabila perusahaan mempelajari lebih bagaimana
kondisi pasar: selera konsumen atau trend saat ini. Perusahaan juga perlu mempelajari
persaingan dengan perusahaan lain, hukum-hukum bisnis yang berlaku, dan perkembangan
teknologi yang ada. Perusahaan harus memperhatikan dengan seksama setiap detail yang ada.
Pengamatan tersebut juga harus dilakukan dengan sangat terperinci. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari kegagalan atau penurunan produktivitas perusahaan.
Apabila pengamatan perusahaan terhadap target audience dilakukan tidak sesuai prosedur maka
kemungkinan penurunan produktivitas perusahaan dapat menjadi lebih besar. Pengambilan
sampel acak misalnya, memungkinkan keterbatasan informasi untuk kemajuan perusahaan. Data
yang didapat di lapangan bisa saja tidak akurat, tidak menjadi wadah bagi semua pendapat
sehingga inovasi menjadi kurang maksimal atau bahkan tidak berarti sama sekali.
Pengadaan inovasi dalam perusahaan juga harus dilakukan dengan matang-matang.Artinya
inovasi tidak semata-mata dilakukan karena ada beberapa pendapat konsumen yang
menginginkan manfaat lebih dari sebuah produk, atau hanya semata-mata untuk mengikuti
permintaan pasar. Perusahaan tidak boleh melupakan kualitas produk. Tujuannya adalah dengan
menjaga kredibilitas perusahaan itu sendiri karena efek negatif dari pengadaan inovasi adalah
hilangnya jati diri perusahaan.Perusahaan jadi terlalu sering berubah-ubah sesuai dengan
keadaan lingkungannya. Hal ini menciptakan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, aka
nada saatnya produk perusahaan akan laku keras di pasaran karena sesuai dengan trend yang ada
atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat jaman sekarang. Kemungkinan kedua adalah
hilangnya jati diri perusahaan. Orang jadi tidak tahu lagi sebenarnya perusahaan itu bergerak di
bidang apa, dan lain sebagainya.
Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah bagaimana kemudian perusahaan atau organisasi
meningkatkan produktivitasnya? Tahap pertama yang harus dilakukan perusahaan adalah
mengidentifikasikan masalah apa yang sedang dihadapi perusahaan. Perusahaan harus
menganalisa permasalahan, implikasi, dan segala kemungkinan yang mungkin terjadi ketika
dihadapkan pada masalah seperti itu. Hal yang harus diingat adalah perusahaan diwajibkan untuk
mengevaluasi setiap hipotesis yang dianggap sebagai dugaan sementara terhadap penyebab
terjadinya permasalahan-permasalah yang ada. Dalam tahap ini dibutuhkan keterbukaan dari
perusahaan untuk melihat setiap kesempatan yang ada.
Tahap selanjutnya adalah pembuatan tujuan pembelajaran yang didasarkan pada permasalahan
yang tadi sudah didefinisikan dalam perusahaan atau organisasi. Untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan beberapa langkah sebagai indikator tercapainya target yang diinginkan perusahaan
atau organisasi. Implementasinya dapat berupa perencanaan yang benar-benar dipertimbangkan
dan terperinci. Tujuannya adalah agar perusahaan atau organisasi tidak salah langkah sehingga
hasil akhirnya adalah peningkatan produktivitas bukan pada penurunan produktivitas
perusahaan.Rencana yang dimaksud dapat berupa pembuatan inovasi baru atau membuat sebuah
terobosan baru (misalnya dalam dunia industri tekstil, perfilman, dan lain sebagainya).
Setelah pelaksanaan semua rencana-rencana yang telah disusun, saatnya para anggota organisasi
dan pemimpin organisasi berkumpul dalam keperluan tinjau ulang terhadap rencana yang ada.
Dalam tahap ini, para setiap bagian-bagian organisasi harus mengevaluasi setiap informasi yang
mereka peroleh. Artinya ada survey, ada tinjau lapangan, tinjau pustaka dan lain sebagainya
dalam guna mengumpulkan pendapat dari setiap informan atau target audience yang ada. Hasil
evaluasi tersebut kemudian didiskusikan dengan mendefinisikan kalimat atau istilah-istilah yang
tidak jelas. Ketidakjelasan tersebut kembali didefinisikan dalam suatu jawaban bersolusi namun
tetap dalam suatu konsep terarah.
Adapun proses pengambilan keputusan yang harus dilakukan perusahaan harus terlebih dahulu
melakukan pengurangan terhadap ketidakjelasan dalam lingkungan yang telah ditetapkan.
Caranya yaitu dengan menghubungkan perilaku-perilaku yang melekat dalam pribadi individu
pada proses yang berkaitan dengannya secara kondisional. Selain itu dapat pula melakukan
pengukuran produktivitas organisasi misalnya sekolah atau institusi pendidikan.
Pengukuran Productivitas Sekolah
Productivitas sekolah merupakan kegiatan yang berkaitan dengan keseluruan proses
perencanaan, penataan dan pendayagunaan sumber daya untuk merealisasikan tujuan pendidikan
secara efektif dan efisien yang ditinjau dari tiga sudut administrasi, psikologis, dan ekonomis.
Dimensi Produktivitas sekolah yang dikembangkan oleh Thomas, J. Alan (1971:12-13) sebagai
berikut:
(1) The Administrator Production Function (PFI); yaitu fungsi menajerial (administrasi).
(2) The Psychologists Production Function (PPF); yaitu fungsi behavioral (psikologis)
(3) The Economic Production Function (EPF); yaitu fungsi ekonomi (ekonomis)
Berdasarkan uraian tersebut, produktivitas sekolah adalah suatu ukuran keberhasilan yang
menyatakan besarnya rasio hasil (target) baik kuantitas maupun kualitas dalam kurun waktu
tertentu dihasilkan. Semakin besar rasio yang dicapai, semakin tinggi tingkat produktivitasnya.
Secara teoritik, penilaian produktivitas sekolah perlu dilakukan dengan cara mengkaji seluruh
komponen sekolah itu berinteraksi satu sama lain secara terpadu dalam mendukung keempat
kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Namun pada praktiknya, pandangan yang holistic ini
sulit diimplementasikan secara sempurna karena keterbatasan pendekatan penilaian yang dapat
digunakan.
Peter Cuttance (2001) mengemukakan tiga model pengukuran efektivitas sekolah, yaitu: The
Standars Model. The School Level Intake adjusted Modeldan The Pupil Level Intake adjusted
Model.
(1) The Standars Model
Model ini mengukur sejauh mana sekolah mencapai norma atau standar. Biasanya menggunakan
rata-rata kinerja siswa sekolah yang mencapai rata-rata kinerja siswa lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata kinerja siswa dari sejumlah sekolah yang lain pada kurun waktu yang sama,
berarti mencapai tingkat produktivitas yang tinggi. Makin tinggi rata-rata kinerja siswa dicapai
sekolah yang bersangkutan, semakin produktif. Model ini mengandung kelemahan, yaitu tidak
melihar karakteristik latar belakang siswa pada saat ia masuk (point of intry).
(2) The School Level Intake adjusted Model
Model ini selain membandingkan rata-rata kinejra sekolah juga melihat komposisi rata-rata
karakteristik latar belakang siswa pada saat masuk sekolah (point of entry). Hubungan antara
rata-rata karakteristik latar belakang siswa dengan rata-rata kinerja menunjukkan posisi produktif
tidaknya sekolah tersebut. Garis regresi antara variabel latar belakang siswa pada saat masuk
terhadap kinerjanya di sekolah pada kurun waktu tertentu menjadi ukuran atau patokan
komposisi produktivitas sekolah. Sekolah-sekolah yang posisinya terletak di atas, garis regresi
menunjukkan lebih produktif dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang pisisinya berada di
bawah garis regresi.
(3) The Pupil Llevel Intake sdjusted Model
Cara kerja model ke tiga ini sama dengan model ke dua, yaitu dengan membandingkan
hubungan antara karakteristik latar belakang dengan kinerja siswa. Tingkat efektivitas sekolah
diperoleh dari posisi hubungan tersebut dibandingkan dengan posisi sekolah yang lain. Model
School Level Intake adjusted yang dibandingkan adalah individu sekolah dengan individu
sekolah yang lain dalam sejumlah sekolah, sedangkan modelPupil Level Intake
adjusted membandingkan individu siswa. Data yang digunakan adalah data siswa pada saat
meninggalkan sekolah (lulusan).
Berdasarkan kepada komponen-komponen sekolah yang produktif, pengukuran sekolah
produktif dengan model-model pengukuran tersebut, mengandung kelemahan yang mendasar
yaitu hanya membandingkan kinerja siswa. Dalam studi ini model pengukuran sekolah produktif
menggunakan model Balanced Scorecard. Langlah-langkah pengukuran terdiri atas: (1)
menentukan komponen aspek dan indikator-indikator kinerja sekolah, (2) menentukan alat ukur
dan standar-standar yang digunakan, (3) menguji alat ukur, (4) mengadakan pengukuran, (5)
membandingkan dengan standar indikator kinerja, dan (6) menentukan ketercapaian target
kinerja.
E. KESIMPULAN
Produktivitas organisasi pendidikan dapat dikatakan meningkat dengan menggunakan Weicks
Organizing Theory sejauh organisasi mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mampu
menghasilkan inovasi-inovasi baru sesuai dengan keinginan target audience, dan mampu
mereduksi ketidakjelasan yang muncul. Tetapi harus diingat bahwa organisasi pendidikan juga
harus tetap memiliki tujuan utama yang konsisten, yaitu pokok pemikiran utama yang menjaga
oposisi rganisasi tetap pada jalur yang sesuai dengan misi dan tujuannya, agar meskipun terbuka
dengan kondisi lingkungan yang ada namun tidak terombang-ambing atau kehilangan kestabilan
dalam sistem organisasinya sendiri.
Produktivitas Kerja
Malayu S.P. Hasibuan (2003:41), mengemukakan bahwa: Produktivitas adalah
perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik hal ini hanya
dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu, bahan, tenaga) dan system kerja, teknis
produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya.
Paul Mali seperti yang dikutip oleh Sedarmayanti (2001:57) mengemukakan
bahwa: Produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa
setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh karena itu
produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam satuan waktu
tertentu.
Produktivitas menurut National Productivity Board Singapore adalah sikap mental yang
mempunyai semangat untuk melakukan peningkatan perbaikan. (Sedarmayanti 2001:56)
Sejalan dengan pendapat diatas Muchdarsyah Sinungan (2005:12), mendefinisikan
produktivitas sebagai: Perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi
totalitas masukan selama periode tertentu.
Laeham dan Wexley, seperti yang dikutip oleh sedarmayanti (2001:65) menyatakan
bahwa produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja
sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas untuk kerja juga penting diperhatikan.
Efisiensi adalah ukuran yang menunjukan bagaimana baiknya sumber-sumber daya yang
digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Efisiensi merupakan karakteristik
proses yang mengukur performansi aktual dari sumber daya relatif terhadap standar yang
ditetapkan.
Perbedaan produktivitas dengan efektivitas dan efisiensi adalah bahwa produktivitas
merupakan ukuran tingkat efisiensi dan efektivitas dari setiap sumebr yang digunakan selama
produksi berlangsung dengan membandingkan antara jumlah yang dihasilkan (output) dengan
masukan dari setiap sumber yang dipergunakan atau seluruh sumber (input).
Tinggi rendahnya efisiensi ditentukan oleh nilai input dan output, sedangkan tinggi
rendahnya nilai efektivitas ditentukan oleh pencapaian target. Efisiensi merupakan suatu ukuran
dalam membandingkan input yang direncanakan dengan input yang sebenarnya. Apabila input
yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin
tinggi. Tetapi semakin kecil input yang dapat dihemat akan semakin rendah tingkat efisiensinya.
Efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai.
Pada dasarnya peningkatan produktivitas menggunakan pendekatan system yang
berfokus pada perbaikan terus-menerus terhadap kualitas, efektivitas pencapaian tujuan, dan
efisiensi penggunaan sumber-sumber daya dari perusahaan.
Produktivitas dipandang dari dua sisi sekaligus, yaitu sisi input dan sisi output.
Produktivitas tidak sama dengan produksi, tetapi produksi, performasi kualitas, hasil-hasil.
Merupakan komponen dari usaha produktivitas. Dengan demikian, produktivitas merupakan
suatu kombinasi dari efektivitas dan efisiensi.
Jenis Produktivitas
Menurut Sri Hariayani (2002:97) bahwa produktivitas dapat dikelompokan menjadi dua,
yaitu produktivitas total dan produktivitas satu faktor. Berikut adalah penjelasan dari jenis
produktivitas menurut pendapat Sri Hariyani, yang telah dirangkum penulis.
1. Produktivitas Total
Produktivitas dapat diukur dari berbagai faktor penyusunnya seperti: tanah, modal,
teknologi, tenaga kerja, dan bahan baku, yang disebut dengan produktivitas dari berbagi
faktor. Produktivitas ini sering disebut dengan produktivitas total.
2. Produktivitas Satu Faktor
Selain menghitung produktivitas dari berbagai factor, produktivitas juga dapat diukur
untuk masing-masing factor, yang disebut produktivitas dari satu factor (Single factor
productivity). Dan yang sering dihitung adalah produktivitas tenaga kerja atau dalam konteks
manajemen lebih dikenal sebagai kinerja (performance). Seorang karyawan atau sekelompok
karyawan dinilai produktif atau tidaknya dari kinerja. kinerja karyawan dapat diukur dengan
menggunakan konsep penilaian prestasi kerja (performance appraisal). Dimensi-dimensi yang
digunakan dalam menilai kinerja karyawan adalah ketaatan, kerajinan, kedisiplinan, keaktifan
dalam memberikan laporan, kejujuran, loyalitas, inisiatif, keterampilan, kejelasan dalam
memberi/menerima instruksi, pemeliharaan alat kerja, kemampuan mengatasi masalah, dan lain-
lain.
Dengan memperhatikan dimensi-dimensi diatas, karyawan berharap dapat meningkatkan
prestasi kerjanya, menurut Scheineier Craig yang dikutip oleh Sri Haryani (2002:99) bahwa
prestasi kerja merupakan pemahaman terhadap tiga hal, yaitu: perilaku, prestasi dalam
melakukan pekerjaan, dan efektivitas yang dicapai dalam melakukan pekerjaan tersebut.
tambahan tugas.
dalam berusaha, dan berada dalam jalur yang benar dalam berusaha
1. Motivasi kerja
2. Disiplin kerja
3. Etika kerja
2. Pendidikan
3. Keterampilan
4. Manajemen
6. Tingkat penghasilan
7. Jaminan sosial
produktivitas kerja.
produktivitas.
9. Sarana produksi
10. Teknologi
memungkinkan
MAU GAJI 20 JUTA ? KERJA 2 JAM MODAL 20 JUTA PERBULAN DENGAN MODAL 95
CUMA 95 RIBU RIBU, MAU?
DAFTAR 95 RIBU, KERJA 2 JAM DAPET Solusi Hidup Kaya Raya Dan Modal
500 RIBU, MAU? Usaha!
Produktivitas kerja sebagai salah satu orientasi manajemen dewasa ini, keberadaannya
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap produktivitas pada
dasarnya dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu pertama faktor-faktor yang berpengaruh secara
langsung, dan kedua faktor-faktor yang berpengaruh secara tidak langsung.
Tenaga kerja
Contoh: Pengaruh faktor-faktor seperti pendidikan dan latihan terlihat pada keahlian dan sikap
pekerja. Kemajuan teknologi dan litbang jika direalisasikan pada tingkat perusahaan hanyalah
melalui tenaga kerja trampil, perlengkapan serta manajemen yang lebih baik, dengan kata lain
melalui sumber-sumber manusia dan material. Faktor-faktor lingkungan seperti siklus
perdagangan, ekonomi skala serta kondisi melalui tenaga kerja (pekerja lapangan dan pekerja
kantor tata usaha maupun manajemennya) dan modal.
Jadi peningkatan produktivitas terutama berkaitan dengan tiga jenis sumber:
Modal (Perlengkapan, material, energi, tanah dan bangunan)
Tenaga kerja.
Manjemen dan organisasi.
2.4.1 Perlengkapan, Material, Dan Tenaga/Energi
Sebuah perbandingan dari hasil perjam kerja manusia melalui waktu dipengaruhi oleh
volume, variasi dan hasil tahunan modal tetap. Kualitas, unsur peralatan serta tingkat
keseragamannya seringkali berat timbangannya dalam mengukur produktivitas organisasi. Pada
umumnya metode-metode perintah kerja untuk penggunaan yang lebih baik dari peralatan, dapat
disarankan:
Pemilihan daya guna peralatan yang cocok.
Penjadwalan daya guna mesin.
Pengaturan pelayanan dan perawatan mesin.
Melatih dan memberikan pelajaran pada pekerja operasional.
Faktor pertumbuhan produktivitas yang sangat penting adalah material dan tenaga.
Penggunaan bahan baku yang terbuang rata-rata mencapai sekitar 40% dari biaya produksi
nasional secara keseluruhan, jika kita mempertimbangkan tenaga maupun bahan baku, maka
gambaran ini meningkat dalam jumlah yang besar.
Latihan operator yang sedikit, penataan yang kurang baik serta ruang gedung yang tidak
cukup, dapat memperburuk masalah penanganan bahan-bahan dan mengarah kepada perubahan
gerak dan berakibat. Tujuan yang paling penting haruslah dengan merancang metode-metode
untuk memproduksi jumlah hasil produksi yang sama dengan energi material yang sedikit serta
mengganti material maupun alat-alat dengan biaya lebih rendah atau mungkin lebih
memproduksi barang lebih dari jumlah bahan yang sama. Menngkatkan produtivitas juga
tegantung pada pemilihan bahan-bahan maupun daya guna secara optimal. Setiap material
mempunyai harga dan kualitas sendiri yang pemilihan yang tepat akan mempengruhi
produkitivitas.
2.4.2 Angkatan Kerja
Salah satu area potensial tertinggi dalam peningkatan produktivitas adalah mengurangi
jam kerja yang tidak efektif. Lamanya buruh bekerja, dan proporsi penempatan waktu yang
produktif sangat tergantung kepada cara pengaturan, latihan, pengaturan dan motivasinya.
Beberapa penyelidikan menunjukkan bahwa waktu yang produktif berkisar 25% sampai 30%
sedangkan yang tidak produktif karena kejelekan manajemennya kadang-kadang mencapai 50%
lebih dan sisanya disebabkan adanya pekerjaan yang sia-sia ataupun karena sikap pekerjaannya.
a. Struktur Waktu Kerja
Analisa dan studi yang berhati-hati terhadap semua komponen dan penggunaan waktu
yang tidak efektif menyebabkan manajemen dan pengawasan mampu mengurangi sebab-sebab
utama dari kerugian waktu serta membantu merencanakan teknik-teknik peningkatan
produktivitas bagi kepentingan individu atau kelompok pelaksanaan.
b. Peningkatan Efektifitas Dari Waktu Kerja
Masalah berikutnya adalah cara melaksanakan teknik peningkatan produktivitas
menggunakan manajemen, penambahan material, perencanaan dan organisasi kerja yang lebih
baik, latihan dan pendidikan, kepuasan tugas serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas
tenaga kerja maupun memanfaatkan cadangan-cadangan.
Kesempatan utama dalam meningkatkan produktivitas manusia terletak pada kemampuan
individu sikap individu dalam bekerja serta manajemen maupun organisasi kerja dengan kata
lain, dalam mengkaji produktivitas pekerja individual paling sedikit kita harus menjawab dari
pertanyaan pokoknya: mampukah buruh bekerja lebih baik dan tertarikkah pekerja untuk bekerja
lebih giat? Untuk menjawab kita harus mengecek dua kelompok syarat bagi produktivitas
perorangan yang tinggi yang pertama sedikitnya meliputi:
Tingkat pendidikan dan keahlian.
Jenis teknologi dan hasil produksi.
Kondisi kerja.
Kesehatan, kemampuan fisik dan mental.
Kelompok kedua mencakup:
Sikap (terhadap tugas), teman sejawat dan pengawas).
Keaneka ragaman tugas.
Sistem insentif (sistem upah dan bonus).
Kepuasan kerja keamanan kerja.
Kepastian pekerjaan.
Perspektif dari ambisi dan promosi.
c..Insentif (Perangsang)
Yang paling penting, program peningkatan produktivitas yang berhasil itu ditandai
dengan adanya andil yang luas dari keuangan dan tunjangan-tunjangan lain diseluruh organisasi.
Setiap pembayaran kepada perorangan harus ditentukan oleh andilnya bagi produktivitas,
sedangkan kenaikan pembayaran harus dianugerahkan teruatama berdasarkan hasil produktivitas.
Untuk menjadi seorang motivator yang efektif pemberian bonus haruslah dihubungkan
secara langsung dengan tujuan pencapaian malalui cara yang sederhana mungkin, sehingga
penerima segera dapat mengetahui berapa rupiah yag dia peroleh dari upayanya. Bentuk
pemberian bonus yang berorientasi pada penampilan adalah proyek pemberian bonus, dimana
hasil kerja yang baik segera diberi hadiah dengan bonus yang sesuai. Hal tersebut lebih aktif
dibandingkan menunggu berapa bulan tanpa pemberitahuan yang nyata sampai saat pemberian
bonus diakhir tahun ketika suasana semua menrima akan membuang semua pengaruh motivasi
selama tahun berjalan.
Penghargaan serta penggunaan motivator yang tepat akan menimbulkan suasana kondutif
atau berakibat kepada produktivitas yang lebih tinggi. Semua itu mencakup sistem pemberian
insentif dan usaha-usaha manambah kepuasab kerja melalui sarana yang beraneka macam.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Sistem perencanaan tenaga kerja menunjukkan kedudukan perencanaan tenaga kerja dalam
kerangka perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Perencanaan pembangunan yang disertai
dengan data-data kependudukan dan informasi pasar kerja merupakan masukan utama dalam
penyusunan perencanaan tenaga kerja. Hasil perencanaan tenaga kerja adalah berupa rencana tenaga
kerja.
Dalam sistem perencanaan pembangunan yang melihat perencanaan tenaga kerja sebagai
bagian integral dari perencanaan pembangunan, maka proses perencanaan tenaga kerja akan
melibatkan instansi. Proses perencanaan tenaga kerja itu sendiri menunjukkan langkah-langkah yang
perlu ditempuh dalam pelaksanaan perencanaan tenaga kerja.
b. Sikap
Sesuatu yang menyangkut perangai tenaga kerja yang banyak dihubungkan dengan
moral, semangat kerja yang akan menghasilkan kepuasaan kerja . Kepuasan kerja secara umum
menyangkut sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Karena menyangkut sikap, pengertian
kepuasan kerja mencakup berbagai hal seperti kondisi dan kecenderungan perilaku seseorang.
Kepuasankepuasan itu tidak tampak serta nyata, tetapi dapat diwujudkan dalam suatu hasil
pekerjaan. Salah satu masalah yang sangat penting dalam bidang psikologi industry adalah
mendorong karyawan untuk bekerja dengan lebih produktif. Untuk itu, perlu diperhatikan agar
karyawan sebagai penunjang terciptanya produktivitas kerja dalam bekerja senantiasa disertai
dengan perasaan senang dan tidak terpaksa sehingga akan tercipta kepuasan kerja para karyawan.
Kepuasan kerja akan berbeda pada masingmasing individu. Sangat sulit untuk mengetahui ciri-
ciri kepuasan dari masing-masing individu. Namun demikian, cerminan dari kepuasan kerja itu
dapat diketahui.
Untuk mengetahui tentang pengertian kepuasan kerja ada beberapa pendapat
sebagaimana hasil penelitian Herzberg, bahwa faktor yang mendatangkan kepuasan adalah
prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggungjawab, dan kemajuan (Armstrong, 1994: 71).
Pendapat lain menyatakan kepuasan kerja (job salisfaction) adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaan mereka
(Handoko, 2001:193). Sedangkan Wexley dan Yulk (1977) yang disebut kepuasan kerja ialah
perasaan seseorangterhadap pekerjaan.
Kepuasan kerja berhubungan erta dengan faktor sikap. Seperti dikemukakan oleh Tiffin
(1964) kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya
sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawan (dalam As'ad, 2003:
104). Sejalan dengan itu, Martoyo (2000:142) kepuasan kerja (job salisfaction) adalah keadaan
emosional karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja
karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang
diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Balas jasa kerja karyawan ini, baik yang berupa
finansial maupun yang nonfinansial.
Kepuasan kerja merupakan persoalan umum pada setiap unit kerja, baik itu berhubungan
motivasi, kesetiaan ataupun ketenangan bekerja, dan disiplin kerja. Menurut Hulin (1966) gaji
merupakan faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja. Pendapat ini tidak seluruhnya salah
sebab dengan mendapatkan gaji ia akan dapat melangsungkan kehidupannya sehari-hari. Tetapi
kenyataannya gaji yang tinggi tidak selalu menjadi faktor utama unluk mencapai kepuasan kerja.
Kenyataan lain banyak perusahaan telah memberikan gaji yang cukup tinggi, tetapi masih
banyak karyawan yang merasa tidak puas dan tidak senang dengan pekerjaannya. Gaji hanya
memberikan kepuasan sementara karena kepuasan terhadap gaji sangat dipengaruhi oleh
kebutuhan dan nilai orang yang bersangkutan (As'ad, 2003:113).
Menurut Blum menyatakan faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja adalah: (a)
faktor individual, meliputi: umur, kesehatan, watak dan harapan; (b) factor sosial, meliputi:
hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan
pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan; (c) faktor utama dalam pekerjaan,
meliputi: upah, pengawasan ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju.
Selain itu, juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, kelepatan
dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil. baik yang menyangkut
pribadi maupun tugas (dalam As'ad, 2003:114). Ahli lain, Ghiselli dan Brown mengemukakan
lima faktor yang menimbulkan kepuasan (dalam As'ad, 2003:112-113) yaitu: pertama,
kedudukan (posisi), umumnya ada anggapan bahwa orang yang bekerja pada pekerjaan yang
lebih tinggi akan lebih puas daripada bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, perubahan tingkat pekerjaanlah
yang mempengaruhi kepuasan kerja. Kedua, pangkat (golongan), pada pekerjaan yang
mendasarkan perbedaan tingkat (golongan) sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan
tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya
akan dianggap sebagai kenaikan pangkat dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu
akan merubah perilaku dan perasaan. Ketiga, umur dinyatakan bahwa ada hubungan antara
kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur antara 25 sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45
tahun adalah merupakan umur-umur yang bias menimbulkan perasaan kurang puas terhadap
pekerjaan. Keempat, jaminan financial dan jaminan sosial. Masalah finansial dan jaminan sosial
kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Kelima, mutu pengawasan, hubungan antara
karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting dalani arti menaikkan produktivitas kerja.
Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan
kepada bawahan sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting
dari oiganisasi kerja (sense of belonging).
c. Situasi dan keadaan lingkungan
faktor ini menyangkut fasilitas dan keadaan dimana semua karyawan dapat bekerja
dengan tenang serta sistim kompensasi yang ada.pertama, perbaikan terus menerus, yaitu upaya
meningkatkan produktivitas kerja salah satu implementasinya ialah bahwa seluruh komponen
harus melakukan perbaikan secara terus-menerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah
satu kiat tetapi merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai bagian dari filsafat
manajemen mutakhir. Suatu organisasi dituntut secara terus-menerus untuk melakukan
perubahan-perubahan, baik secara internal maupun eksternal. Perubahan internal contohnya,
yaitu: (a) perubahan strategi organisasi; (b) perubahan kebijakan tentang produk; (c) perubahan
pemanfaatan teknologi; (d) perubahan dalam praktek-praktek sumber daya manusia sebagai
akibat diterbitkannya perundang-undangan baru oleh pemerintah. Perubahan eksternal, meliputi:
(a) perubahan yang terjadi dengan lambat atau evolusioner dan bersifat acak; (b) perubahan yang
tinggi secara berlahan tetapi berkelompok; (c) perubahan yang terjadi dengan cepat karena
dampak tindakan suatu organisasi yang dominan peranannya di masyarakat; dan (d) perubahan
yang terjadi cepat, menyeluruh dan kontinyu.Kedua, peningkatan mutu hasil pekerjaan.
Peningkatan mutu hasil pekerjaan dilaksanakan oleh semua komponen dalam organisasi. Bagi
manajemen, misalnya, perumusan strategi, penentuan kebijakan, dan proses pengambilan
keputusan. Yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan kegiatan organisasi yaitu mutu
laporan, mutu dokumen, mutu penyelenggaraan rapat, dan lain-lain.Ketiga, pemberdayaan
sumberdaya manusia. Memberdayakan sumberdaya manusia mengandung kiat untuk: (a)
mengakui harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang mulia, mempunyai harga diri,
daya nalar, memiliki kebebasan memilih, akal, perasaan, dan berbagai kebutuhan yang beraneka
ragam; (b) manusia mempunyai hak-hak yang asasi dan tidak ada manusia lain (termasuk
manajemen) yang dibenarkan melanggar hak tersebut. Hak-hak tersebut yaitu hak menyatakan
pendapat, hak berserikat, hak memperoleh pekerjaan yang layak, hak memperoleh imbalan yang
wajar dan hak mendapat perlindungan; (c) penerapan gaya manajemen yang partisipasif melalui
proses berdemokrasi dalam kehidupan berorganisasi. Dalam hal ini pimpinan mengikutsertakan
para anggota organisasi dalam proses pengambilan keputusan.Keempat, kondisi fisik tempat
bekerja yang menyenangkan.Kondisi fisik tempat kerja yang menyenangkan memberikan
kontribusi nyata dalam peningkatan produktivitas kerja, antara lain: (a) ventilasi yang baik; (b)
penerangan yang cukup; (c) tata ruang rapi dan perabot tersusun baik; (d) lingkungan kerja yang
bersih; dan (e) lingkungan kerja vang bebas dari polusi udara.Kelima, umpan balik. Pelaksanaan
tugas dan karier karyawan tidak dapat dipisahkan dari penciptaan, pemeliharaan, dan penerapan
sistem umpan balik yang objektif, rasional, baku, dan validitas yang tinggi. Objektif dalam arti
didasarkan pada norma-norma yang telah disepakati bukan atas dasar emosi, senang atau tidak
senang pada seseorang. rasional dalam arti dapat diterima oleh akal sehat. Jika seseorang harus
dikenakan sangsi disiplin, status berat-ringannya disesuaikan dengan jenis pelanggarannya.
Validitas yang tinggi, dalam arti siapapun yang melakukan penilaian atas kinerja karyawan
didasarkan pada tolok ukur yang menjadi ketentuan.
d. Motivasi
Setiap tenaga kerja perlu diberikan motivasi dalam usaha meningkatkan produktivitas.
Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah dorongan yang timbul pada
diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu,
atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak
melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan
atas perbuatannya. Supardi dan Anwar (2004:47) mengatakan motivasi adalah keadaan dalam
pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan
tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada sescorang akan mewujudkan suatu
perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Jadi, motivasi bukanlah yang
dapat diamati tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu perilaku yang
tampak.
Siagian (2002:255), menyatakan bahwa yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya
pada umumnya adalah sesuatu yang mempunyai arti penting bagi dirinya sendiri dan bagi
instansi. Menurut Heidjachman dan Husnan (2003:197), motivasi merupakan proses untuk
mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang kita inginkan. Untuk
membangun produktivitas dan motivasi pekerja ada dua hal yang harus dilakukan: pertama,
carilah pembayaran pekerjaan individual seseorang; dan kedua, bantu mereka mencapai
pembayaran untuk setiap tugas tambahan yang diberikan sehingga baik kebutuhan instansi
maupun individu tercapai (Timpe, 1999: 61).
Menurut Hasibuan (2003:92) motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti
dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya
kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan
setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja
yang tinggi. Motivasi harus dilakukan pimpinan terhadap bawahannya karena adanya dimensi
tentang pembagian pekerjaan untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya, bawahan sebetulnya
mampu akan tetapi malas mengerjakannya, memberikan penghargaan dan kepuasan kerja.
sebenarnya banyak pembahasan teori-teori motivasi, namun ada beberapa yang cukup menonjol
adalah antara lain sebagai berikut: Teori Maslow, mengenai tingkatan dasar manusia yaitu: (a)
kebutuhan fisiologi dasar, (b) keselamatan dan keamanan, (c) cinta/kasih sayang, (d)
penghargaan, (e) aktualisasi diri (self actualization). Menggarisbawahi pendapat di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa bergabungnya seseorang dalam organisasi didorong oleh keinginan
untuk memenuhi kebutuhan, berupa penghasilan yang akan digunakan untuk mencukupi
kebutuhannya. Suasana batin (:psikologis) seorang karyawan sebagai individu dalam organisasi
yang menjadi lingkungan kerjanya tampak selalu semangat atau gairah keija yang menghasilkan
kegiatan kerja sebagai kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi tempatnya bekerja.
e.Upah
upah atau gaji minimum yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah dapat
menyebabkan penurunan produktivitas kerja. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa
keberadaannya di dalam suatu organisasi perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab,
akan terkait langsung dengan pencapaian tujuan perusahaan. upah yang rendah tidak dapat
dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari sisi kemanusiaan maupun dari sisi kelangsungan hidup
perusahaan. Secara teoritis dapat dibedakan dua sistem upah, yaitu yang mengacu kepada teori
Karl Mark dan yang mengacu kepada teori Neo-klasik. Kedua teori tersebut masing-masing
memiliki kelemahan. Oleh karena itu, sistem pengupahan yang berlaku dewasa ini selalu berada
diantara dua sistem tersebut. Berarti bahwa tidak ada satupun pola yang dapat berlaku umum.
Yang perlu dipahami bahwa pola manapun yang akan dipergunakan seyogianya disesuaikan
dengan kebijakan remunerasi masing-masing perusahaan dan mengacu kepada rasa keadilan bagi
kedua belah pihak (perusahaan dan karyawan). Besarnya tingkat upah untuk masing-masing
perusahaan adalah berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhinya diantaranya, yaitu permintaan dan penawaran tenaga kerja, kemampuan
perusahaan, kemampuan dan keterampilan tenaga kerja, peranan perusahaan, serikat buruh, besar
kecilnya resiko pekerjaan, campur tangan pemerintah, dan biaya hidup. Dilihat dari sistemnya
pembelian upah dapat dibedakan atas prestasi kerja, lama kerja, senioritas atau lama dinas,
kebutuhan, dan premi atau upah borongan
f. Tingkat pendidikan
Latar belakang pendidikan dan latihan dari tenaga kerja akan mempengaruhi
produktivitas, karenanya perlu diadakan peningkatan pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja.
Pendidikan dan latihan dipandang sebagai suatu invesatasi di bidang sumber daya manusia yang
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dari tenaga kerja. Oleh karena itu pendidikan dan
latihan merupakan salah satu faktor penting dalam organisasi perusahaan. Pentingnya pendidikan
dan latihan disamping berkaitan dengan berbagai dinamika (perubahan) yang terjadi dalam
lingkungan perusahaan, seperti perubahan produksi, teknologi, dan tenaga kerja, juga berkaitan
dengan manfaat yang dapat dirasakannya. Manfaat tersebut antara lain: meningkatnya
produktivitas perusahaan, moral dan disiplin kerja, memudahkan pengawasan, dan menstabilkan
tenaga kerja. Agar penyelenggaraan pendidikan dan latihan berhasil secara efektif dan efisien,
maka ada 5 (lima) hal yang harus di pahami, yaitu 1) adanya perbedaan individual, 2)
berhubungan dengan analisa pekerjaan, 3) motivasi, 4) pemilihan peserta didik, dan 5) pemilihan
metode yang tepat. Pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja dapat diklasifikasikan kepada dua
kelompok, pertama, yakni pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja yang termasuk kepada
kelompok tenaga kerja operasional, kedua, pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja yang
termasuk kepada kelompok tenaga kerja yang menduduki jabatan manajerial. Untuk masing-
masing kelompok tenaga kerja tersebut diperlukan metode pendidikan yang berbeda satu sama
lain
g. Perjanjian kerja
merupakan alat yang menjamin hak dan kewajiban karyawan. Sebaiknya ada unsur-unsur
peningkatan produktivitas kerja.
h. Penerapan teknologi
Kemajuan teknologi sangat mempengaruhi produktivitas, karena itu penerapan teknologi
harus berorientasi mempertahankan produktivitas.
Source: http://mbo-cybercity.blogspot.co.id/2014/11/makalah-produktivitas.html#ixzz48ud1s03u
TEORI KETIDAKSESUAIAN
Menurut Locke (1969), kepuasan atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek pekerjaan tergantung pada
selisih (discrepancy) antara apa yang telah dianggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan. Jumlah
yang didinginkan dari karakteristik pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan yang ada. Variasi model lain ketidaksesuaian tentang kepuasan kerja yang telah
dikemukakan, misalnya Porter (1961) mendefinisikan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu yang
seharusnya ada. Konsepsi ini pada dasarnya sama dengan model Locke, tetapi apa yang seharusnya ada
menurut Locke berarti penekanan yang lebih banyak terhadap pertimbangan-pertimbangan yang adil dan
kekurangan atau kebutuhan-kebutuhan karena diterminan dari banyaknya faktor pekerjaan yang lebih
disukai. Studi Wanous dan Lawler (1972) menemukan bahwa para pekerja memberikan tanggapan yang
berbeda-beda menurut bagaimana kekurangan/selisih itu didefinisikan. Keduanya menyimpulkan bahwa
orang memiliki lebih dari satu jenis perasaan terhadap pekerjaannya, dan tidak ada cara terbaik yang
tersedia untuk mengukur kepuasan kerja.
Teori dua faktor sikap kerja menyatakan bahwa kepuasan kerja secara kualitatif berbeda dengan
ketidakpuasan kerja (Herzberg, 1966; Herzberg Mausner and Snyderman, 1959). Menurut teori ini,
karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang stu dinamakan disatisfiers
atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfiers atau motivators hygiene. Hygiene
factors meliputi hal-hal seperti: gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, dan status.
Jumlah tertentu dari hygiene factors diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar
seseorang seperti: kebutuhan keamanan dan berkelompok. Jika kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi,
seseorang akan tidak puas. Seseorang hanya terpuaskan jika terdapat jumlah yang memadai untuk faktor-
faktor pekerjaan yang dinamakan satisfiers. Satisfiers adalah karakteristik pekerjaan yang relevan dengan
kebutuhan-kebutuhan urutan lebih tinggi seseorang serta perkembangan psikologisnya, mencakup
pekerjaan yang menarik penuh tantangan, kesempatan untuk berprestasi, penghargaan dan promosi.
Jumlah satisfiers yang tidak mencukupi akan merintangi para pekerja mendapatkan kepuasan positif yang
menyertai pertumbuuhan psikologis. Teori dua faktor sangat berbeda dengan teori-teori sikap kerja
konvensional yang menggambarkan kepuasan dan ketidakpuasan sebagai dua titik yang berlawanan dari
suatu kontinum dengan satu titik netral (baik untuk kepuasan maupun ketidakpuasan) pada pusatnya.
Dalam teori dua faktor, terdapat dua kontinum yang berbeda, yang satu untuk kepuasan dan yang lain
untuk ketidakpuasan.
Sikap kerja dapat diukur dengan banyak cara. Informasi tentang sikap kerja dapat diperoleh dengan
carakhusus maupun reguler. Tipe-tipe pertanyaan yang dipergunakan untuk mendapatkan sikap para
pekerja juga bervariasi. Dengan pernyataan terbuka, para pekerja diminta menguraikan perasaan-
peraaannya terhadap berbagai aspek pekerjaannya dengan kata-katanya sendiri. Dengan pertanyaan
jawaban tertentu, para pekerja diminta memilih satu diantara jawaban-jawaban yang telah disediakan
untuk pertanyaan-pertanyaan tertentu. Satu jenis dari pertanyaan jawaban tertentu didasarkan pada asumsi
bahwa kepuasan dan kekecewaan (ketidakpuasan) merupakan bagian dari satu kontinum sikap dua kutup.
Tipe item ini digunakan dalam Mennetosa Satisfaction Questionnsire atau MSQ (Weiss, Dawis, England and
Lofqiust, 1967). Skala kepuasan kerja lain yang menggunakan item jawaban tertentukan adalah Job
Discriptive Index atau JDI (Smith, Kendalland Hullin, 1969). JDI membedakan skala untuk kepuasan dengan
upah, promosi, pengawasan, kerja dan orang. Seperti halnya MSQ, JDI telah digunakan dengan banyak
variasi sampel pekerja menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan serta tipe kelompok.
Bukti-bukti riset menyarankan bahwa cara terbaik untuk menjelaskan bagaimana sikap kerja ditentukan
adalah dengan cara model interaksi. Yaitu kepuasan kerja seseorang ditentukan bersama-sama atas dasar
karakteristik situasi kerja dan karakteristik pekerja. Dari ketiga teori yang sudah dijelaskan tersebut, satu
yang paling sesuai dengan model interaksi adalah teori Discrepancy. Persepsi seseorang tentang apa yang
seharusnya ada dalam suatu pekerjaan akan ditentukan oleh karakteristik pekerja dan variabel situasi,
sedang persepsi tentang apa yang ada sekarang dalam suatu pekerjaan akan banak ditentukan oleh
kondisi kerja aktual. Tiga aspek situasi pekerjaan yang mempengaruhi persepsi yang seharusnya adalah
perbandingan sosial dengan pekerja-pekerja lainnya, karakteristik pekerjaan sebelumya, serta kelompok-
kelompok acuan.
Kelompok-kelompok acuan (reference groups) adalah pengaruh situasi ketiga terhadap persepsi pekerja
terhadap apa yang seharusnya ada. Kelompok acuan adalahkelompok dimana seseorang mencari petunjuk
dalam menafsirkan dan mengevaluasi pengalaman dirinya. Harapan-harapan dan aspirasi sseseorang
terhadap suatu pekerjaan akan dipengaruhi oleh konsepsi kelompok acuan tentang jenis pekerjaan apa
serta kondisi bagaimana yang sessuai dengan dirinya (Korman, 1971).
Kepuasan dengan Kerja
Studi-studi tentang pentingnya perbedaan karakteristik pekerjaan menemukan secara konsisten bahwa sifat
pekerjaan itu sendiri adalah determinan utama dari kepuasan kerja. Berikut lima dimensi inti yang dikenal
dengan:
1. Otonomi (Autonomi)
Adlah tingkat dimana suatu pekerjaan memberikan kebebasan, kemandirian serta keleluasaan substansil
bagi pekerja dalam menjadwalkan pekerjaannya dan dalam menentukan prosedur yang digunakan dalam
menyelesaikan pekerjaan.
1. Umpan balik pekerjaan itu sendiri (Feedback From The Job Itself)
Adalah tingkat dimana dalam menyelesaikan aktivitas-aktivitas kerja yang dituntut oleh suatu pekerjaan
memberikan konsekuensi pada pekerja mendapatkan informasi langsung dan jelas tentang efektivitas
pelaksanaan kerjanya.
Para manajer serta kategori-kategori pekerjaan non pengawas tertentu seperti para penjual, biasanya lebih
menyukai upahnya mencerminkan seberapa jauh mereka melaksanakan pekerjaaannya dengan baik (Lawler,
1971). Jika upah tidak didasarkan atas pelaksanaan kerja, pekerja yang sangat rajin bekerja akan tidak
puas dengan pendapatan yang sama atau lebih rendah dari pekerja yang malas. Namun demikian, suatu
program insentif yang memberikan ganjaran dengan upah yang lebih tinggi terhadap pelaksanaan kerja
yang tinggi tidak pasti dapat memberikan kepuasan. Semakin pekerja tergantung pada gaji atau upahnya
untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidupnya, maka kepuasan terhadap upahnya akan banyak
dipengaruhi oleh biaya hidupnya.
Kemangkiran,(absences)
Kepuasan kerja mungkin tidak sangat mempengaruhi kemangkiran sepreti halnya dengan pergantian,
karena sebagian kemangkiran adalah sahih (valid). Pegawai yang tidak puas tidak harus merencanakan
untuk mangkir, tetapi mereka merasa lebih mudah bereaksi terhadap kesempatan untuk melakukan itu.
Semua kemangkiran yang tidak sahih itu dapat dikurangi dengan menyediakan berbagai insentif yang
mendorong pegawai masuk kerja.
Pencurian,
Meskipun banyak sebab yang mendorong pegawai melakukan perbuatan ini, beberapa pegawai mencuri
karena mereka putus asa atas perlakuan organisasi yang dipandang tidak adil. Menurut pegawai, tindakan
itu dapat dibenarkan sebagai cara membalas perlakuan tidak sehat yang mereka terima dari penyelia.
Profil Karyawan yang Puas
Kepuasan kerja berkaitan dengan jumlah variabel yang memungkinkan para manajer untuk memperkirakan
kelompok yamh lebih cenderung mengalami lasalah ketidakpuasan. Sebagian variabel itu adalah variabel
pegawai, yang lain variabel linkungan kerja.
Usia. Ketika para karyawan bertambah lanjut usianya, mereka cenderung sedikit lebih puas dengan
pekerjaannya. Ada sejumlah alasan mengenai hal ini, sepertisemakin rendahnya harapan dan penyesuaian
yang lebih baik dengan situasi itu. Sebaliknya, karyawan yang lebih muda cenderung kurang puas karena
berpengharapan lebih tinggi, kurang penyesuaian, dan berbagai sebab lain.
Tingkat pekerjaan. Orang-orang tingkat pekerjaan lebih tinggi cenderung merasa lebih puas dengan
pekerjaan mereka. Mereka biasanya memperoleh gaji dan kondisi kerja lebih baik, dan pekerjaan yang
dilakukan memberi peluang untuk menggunakan kemampuan mereka sepenunhnya, oleh karena itu,
mereka memiliki alasan yang baik untuk merasa lebih puas.
Ukuran organisasi. Ukuran organisasi seringkali berlawanan dengan kepuasan kerja, istilah ukuran
organisasi lebih mengacu pada ukuran unit operasioanal, seperti pabrik cabang, ketimbang pada
perusahaan secara menyeluruh atau unit pemerintahan. Pada saat organisasi semakin membesar, ada
beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja cenderung agak menurun apabila tidak diambil
tindakan perbaikan untuk mengimbangi kecenderungan itu. Tanpa adanya tindakan itu, organisasi besar
cenderung kurang memperhatikan aspek manusia dan mengganggu proses supportif, seperti komunikasi,
koordinasi, dan partisipasi.
Tinjauan kembali literatur penelitian oleh Brayfield dan Crokett (1955) dan oleh Vroom (1964) menemukan
bahwa kepuasan dan pelaksanaan kerja tidak mempunyai hubungan yang kuat satu sama lain dalam model
yang sederhana. Dalam mayoritas studi, terhadap hubungan yang positif, tetapi besarnya hubungan
biasanya sangat kecil. Jadi asumsi bahwa kepuasan kerja akan membawa pelaksanaan kerja yang tinggi
tidak dapat dibenarkan. Menurut model Lawler dan Porter (1967), pelaksanaaan kerja mengakibatkan
timbulnya kepuasan dibanding dengan cara lain yang sebaliknya. Pekerja yang pelaksanaan kerjanya tinggi
akan menerima ganjaran lebih banyak dibanding para pekerja yang pelaksanaan kerjanya rata-rata atau
lebih rendah. Sepanjang ganjaran-ganjaran ekstrinsik ini dianggap adil, maka pekerja yang tinggi
pelaksanaan kerjanya cenderung lebih terpuaskan.
Tindakan-Tindakan Pencegahan
Program pengelolaan upah yang dilakukan dengan baik akan membantu menghindarkan jenis-jenis masalah
ketidakadilan. Seleksi yang sistematik dan program-program latihan akan membantu menciptakan pasangan
yang tepat antara tuntutan pekerjaan dengan karakteristik pekerja. Sosialisasi dan orientasi yang tepat
akan lebih penting bagi pekreja baru yang direkrut.
I. Tindakan-tindakan Pencegahan
Tindakan-tindakan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain adalah;
1. Program pengelolaan upah yang dilakukan dengan baik akan membantu menghindarkan jenis-
jenis masalah ketidakadilan.
2. Seleksi yang sistemastis dan program-program latihan akan membantu menciptakan kombinasi
yang tepat antara pekerjaan dan karakteristik pekerja.
3. Sosialisasi dan orientasi yang tepat akan lebih penting bagi pekerja baru yang direkrut dengan
memberikan informasi yang tepat pada pelamar. Informasi yang diberiakn tidak palsu dan
dibuat-buat.
4. Menghindari janji-janji yang berlebihan dan tidak realistis, hal ini mengabaikan kerugian yang
akan dibuat kemudian hari yaitu menimbulkan kekecewaanb dan ketidak puasan pekerja ketika
keadaan yang sebenarnya ditemukan, Wexley dan Gary (2003: 160).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pekerja tentang menyenangkan atau tidaknya
pekerjaan mereka, ysng umumnya dipengaruhi oleh pekerjaan, upah atau gaji, pengawasan kerja,
kesempatan promosi, dan rekan kerja.
Teori kepuasan kerja antara lain adalah Teori ketidak sesuaian, Teori keadilan, dan Teori dua
factor.
Upah merupakan karakteristik pekerjaan yang menjadi penyebab paling mungkin terhadap
ketidakpuasan kerja. Yang menjadi penyebab utama ketidakpuasan adalah ketidak adilan.
Perilaku pengawas merupakan hal penting dari kepuasan pekerja, dan sikap pekerja terhadap pengwasnya
tergantung pada karakteristik pengawasnya. Para pekerja lebih puas dengan pemimpin yang bijaksana dna tut wuri
handayani, dibanding dengan pemimpin yang selalu berbeda atau bermusuhan dengan bawahannya.
Konsekuensi-konsekuensi yang ada pada ketiakpuasan adalah dampaknya pada kinerja pekerja,
ketidakpuasn dengan penarikan diri yang menimbulkan banyak biaya, ketidakpuasan dengan
agresi yang juga menimbulkan kerugian sampai adanya tindakan pencurian dari pekerja.
Cara-cara menanggulangi ketidakpuasan adalah mengadakan perubahan dalam kondisi kerja,
pengawasan, kompensasi atau rancangan, memindahkan pekerja ke pekerjaan lain, dan
mengubah persepsi atau harapan dari para pekerja yang tidak puas jika terjadi kesalahan
konsepsi.
Cara-cara mencegah ketidakpuasan denagn program pengelolaan upah yang dilakukan dengan
baik, seleksi yang sistemastis dan program-program latihan, sosialisasi dan orientasi yang tepat,
dan menghindari janji-janji yang berlebihan dan tidak realistis.
Survey kepuasan kerja adalah prosedur yang diterapkan untuk menghimpun perasaan pegawi
tentang pekerjaan dan ligkungan kerja mereka. Survey bermanfaat untuk memperbaiki
komunikasi, meneliti kepuasan kerja umum, membaiknya sikap, mengetahui kebutuhan
pelatihan, manfaat bagi serikat pekerja, dan perencanaan dan pemantauan perubahan. Metode
survey dapat objektif dan deskriptif, yang masing-masing mempunyai kelebihn dan kelemahan.
DAFTAR PUSTAKA
Almigo, Nuzsep. 2004. Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Produktivitas Kerja Karyawan
(The Relation Between Job Satisfaction and The Employees Work Productivity), Fakultas
Psikologi Universitas Bina Darma Palembang, (Online), (diakses
dari http://psikologi.binadarma.ac.id/jurnal/jurnal_nuzsep.pdf, pada 28 Oktober 2010).
Davis, Keith dan John W. Newstroom. 1985. Perilaku dalam Organisasi, Jilid 1, Edisi Ketujuh.
Jakarta: Erlangga.
Usmara, A. 2004. Handbook of Organizations, Kajian dan Teori Organisasi. Yogyakarta: Amara
Books.
Wexley, Kenneth N., dan Gary A. Yuki. 2003. Psikologi Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta:
Rhineka Cipta.
Aspek kognitif dari kepuasan kerja merupakan keyakinan karyawan tentang pekerjaannya,
yaitu keyakinan bahwa pekerjaannya menarik, tidak menarik, banyak tuntutan dsb. Aspek
kognitif ini tidak bebas dari aspek afektif yaitu sangat terkait dengan perasaan dari pengaruh
positif.
Komponen perilaku merupakan perilaku karyawan atau lebih sering kecenderungan
perilaku terhadap pekerjaannya. Tingkat kepuasan kerja karyawan juga menjadi nyata oleh fakta
bahwa ia mencoba untuk mengikuti pekerjaan secara teratur, bekerja keras, dan berniat tetap
menjadi anggota organisasi utk waktu yang lama. Dibanding komponen kognitif dan afektif dari
kepuasan kerja, komponen perilaku sedikit informative, karna sikap tidak selalu sesuai dengan
perilaku, seperti seseorang tidak suka dengan pekerjaannya tetapi tetap sbg karyawan karna
alasan financial.
Barbara A. Fritzsche and Tiffany J. Parrish (2005:180)mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai ... variabel afektif yang merupakan hasil dari pengalaman kerja seseorang. Fritsche and
Parrish juga mengutip Locke (1976) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah ...
keadaan emosional yang positif dan menyenangkan yang dihasilkan dari penghargaan atas
pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Singkatnya, kepuasan kerja dapat menceritakan
sejauh mana seseorang menyukai pekerjaannya.
Asad (2004 : 104) mengutip definisi atau pengertian kepuasan kerja, antara lain:
(1) Menurut Wexley & Yukl (1977) yang disebut kepuasan kerja ialah is the way an employee feels
about his her job. Ini berarti kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaan.
(2) Vroom (1964) dikatakan sebagai refleksi dari job attitude yang bernilai positif.
(3) Hoppeck menarik kesimpulan setelah mengadakan penelitian terhadap 309 karyawan pada suatu
perusahaan di New Hope Pennsylvania USA bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari
pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaan-pekerjaan secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya.
(4) Menurut Tiffin (1958) berpendapat bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap
karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesame
karyawan.
(5) Kemudian Blum (1956) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang
merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri
dan hubungan sosial individual di luar kerja.
Pendapat lain dikemukakan oleh Ghiselli dan Brown(1950), bahwa ada lima faktor yang
menimbulkan kepuasan kerja yaitu :
(1) Kedudukan (posisi)
Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja padapekerjaan yang lebih tinggi
akan merasa lebih puas daripada yang pekerjaannya lebih rendah. Sesungguhnya hal tersebut
tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaannyalah yang mempengaruhi
kepuasan kerja.
(2) Golongan
Seseorang yang memiliki golongan yang lebih tinggi umumnya memiliki gaji, wewenang, dan
kedudukan yang lebih dibandingkan yang lain, sehingga menimbulkan perilaku dan perasaan
yang puas terhadap pekerjaannya.
(3) Umur
Dinyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan kepuasan kerja, dimana umur antara 25-34
tahun dan umur 4045 tahun adalah merupakan umuryang bisa menimbulkan perasaan kurang
puas terhadap pekerjaan.
(4) Jaminan finansial dan jaminan sosial
Jaminan finansial dan jaminan sosial umumnya berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
(5) Mutu Pengawasan
Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan
dengan bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwadirinya merupakan bagian yang penting
dari organisasi kerja (Moh. Asad,1995:113).
Dari berbagai pendapat diatas dapat dirangkum mengenai faktor faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu (Moh. Asad, 1995:115-116) :
(1) Faktor psikologi, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang
meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadapkerja, bakat, dan ketrampilan.
(2) Faktor sosial merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antar sesama
karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
(3) Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan
kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan,pengaturan waktu kerja, dan waktu istirahat,
perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan
karyawan,umur dan sebagainya.
(4) Faktor Finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan
karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminansosial, macam-macam tunjangan,
fasilitas yang diberikan, promosi dansebagainya.
Pekerjaan yang menantang secara mental Pekerja cenderung memiliki pekerjaan yang
memberikan kesempatan mereka menggunakan keahlian dan kemampuan serta menawarkan
variasi tugas, kebebasan, dan umpan balik seputar sebaik mana pekerjaan yang mereka lakukan.
Pekerjaan yang kurang menantang cenderung membosankan, sementara pekerjaan yang terlalu
menantang cenderung membuat frustasi dan rasa gagal. Di bawah kondisi moderat-menantang,
sebagian besar pekerja akan mengalami pleasure and kepuasan.
Kondisi kerja yang mendukung Perhatian pekerja pada lingkungan kerja, baik
kenyamanan ataupun fasilitas yang memungkinkan mereka melakukan pekerjaan secara baik.
Studi-studi membuktikan bahwa pekerja cenderung tidak memiliki lingkungan kerja yang
berbahaya atau tidak nyaman. Temperatur, cahaya, dan faktor-faktor lingkujngan lain tidaklah
terlampau ekstrim. Mereka juga cenderung berkerja di lokasi yang dekat rumah, menggunakan
fasilitas moderen, serta peralatan kerja yang mencukupi.
Kolega yang mendukung Pekerja, selain bekerja juga mencari kehidupan sosial. Tidak
mengejutkan bahwa dukungan rekan kerja mampu meningkatkan kepuasan kerja seorang
pekerja. Perilaku atasan juga sangat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Studi
membuktikan bahwa kepuasan kerja meningkat tatkala supervisor dianggap bersahabat dan mau
memahami, melontarkan pujian untuk kinerja bagus, mendengarkan pendapat pekerja, dan
menunjukkan minat personal terhadap mereka.
Derek R. Allen and Morris Wilburn (2002:20) menyatakan kajian atas kepuasan pekerja
seharusnya komprehensif dan meliputi empat kategori yaitu:
1. Pekerja itu sendiri;
2. Pekerjaan itu sendiri;
3. Organisasi itu sendiri; dan
4. Lingkungan di mana pekerja dan organisasi berada.
Keempat kategori Allen and Wilburn (2002:20-21) tersebut dapat diturunkan menjadi 23
dimensi kepuasan kerja yang terdiri atas: (1) Supervisor langsung; (2) Kebijakan dan Prosedur
Perusahaan; (3) Pembayaran; (4) Keuntungan; (5) Kesempatan kontribusi untuk perusahaan; (6)
Dipertimbangkannya pendapat oleh Perusahaan; (7) Kesempatan promosi; (8) Keamanan; (9)
Pengakuan; (10) Apresiasi; (11) Rekan kerja; (12) Demografis (usia, gender, pendidikan); (13)
Masa jabatan; (14) Persiapan awal pekerja dalam pekerjaan; (15) Kesempatan pelatihan yang
berlanjut; (16) Sifat pekerjaan yang harus dilakukan; (17) Konflik tuntutan; (18) Ambiguitas
peran; (19) Tekanan; (20) Kondisi kerja; (21) Alat dan perlengkapan kerja; (22) Material dan
Supply; dan (23) Beban kerja.
Paul E. Spector (1997: 8-19) merangkum bahwa ukuran kepuasan kerja telah memiliki
instrumen-instrumen paten terstandardisasi yang terdiri atas:
a. Job Satisfaction Survey (JDS);
b. Job Descriptive Index (JDI);
c. Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ);
d. Job Diagnostic Survey (JDS);
e. Job in General Scale (JGS); dan
f. Michigan Organizational Assessment Questionnaire (MOAQ).
Terhadap Kesehatan
Ada beberapa bukti tentang adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan kesehatan fisik
dan mental. Kajian yang dilakukan oleh Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan
kerja adalah untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka
menuntut penggunaan efektif dari kemampuan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental
yang tinggi. Skor skor ini juga berkaitan dengan tingkat dari kepuasan kerja dan tingkat dari
jabatan. Meskipun jelas adanya hubungan kepuasan kerja dengan kesehatan, namun hubungan
kausalnya masih tidak jelas. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling
mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya
penurunan yang satu mempunyai akibat yang negatif juga pada yang lain (Ashar Sunyoto
M,2001:368).
Banyak peneliti dan manajer yang tertarik dengan kepuasan kerja, terutama karena
hubungannya dengan variabel-variabel lain yang berhubungan. Antara lain ada empat macam
variabel yang memiliki hubungan teoritikal dan praktikal dengan kepuasan kerja, yaitu variabel
sikap, Variabel ketidakhadiran, Variabel pergantian karyawan, dan Variabel performa kerja. (Jex,
2002)
Variabel sikap. Sejauh ini kepuasan kerja diketahui berhubungan sangat kuat berkorelasi
dengan variabel sikap lain. Variabel-variabel ini merefleksikan tingkat kesukaan dan
ketidaksukaan karyawan. Beberapa contoh variabel-variabel sikap yang sering dipergunakan
dalam penelitian organisasional antara lain adalah keikutsertaan dalam pekerjaan, komitmen
organisasional, frustasi, tekanan pekerjaan, dan kecemasan. Diketahui pula bahwa kepuasan
kerja memiliki hubungan yang positif dengan banyaknya ukuran yang menunjukkan dampak
positif, seperti keikutsertaan dalam pekerjaan maupun mood kerja yang positif. Namun beberapa
studi juga menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang negatif dengan variabel-
variabel seperti frustasi, kecemasan, dan tekanan kerja.
Variabel Ketidakhadiran. Dari sudut pandang teoritikal, ketidakhadiran mewakili
sebuah cara umum seorang karyawan melakukan penarikan diri dari pekerjaan mereka.
Sementari dari sudut pandang praktikal, ketidakhadiran adalah sebuah masalah yang sangat
merugikan untuk banyak organisasi. Ketika karyawan tidak hadir, pekerjaan mungkin tidak akan
selesai atau akan dikerjakan oleh karyawan yang pengalamannya lebih sedikit.Hacket dan
Guion (1985) menjelaskan ada beberapa alasan mengapa hubungan antara kepuasan kerja dan
ketidakhadiran lemah. Alasan pertama adalah karena pengukuran dari ketidakhadiran itu sendiri
sedikit kompleks. Alasan lainnya adalah karena kepuasan kerja mewakili sikap karyawan secara
general, sementara ketidakhadiran hanyalah salah satu bentuk spesifik dari perilaku karyawan.
Alasan terakhir adalah karena ketidakhadiran merupakan perilaku yang memiliki rate dasar
rendah, karena memprediksikan sebuah variabel dengan rate dasar yang rendah adalah sulit.
Variabel Pergantian Karyawan. Hubungan lain dari kepuasan kerja yang banyak
menarik perhatian peneliti dan manajer adalah pergantian karyawan. Beberapa pergantian di
dalam organsasi tidak dapat dielakkan, dan dalam beberapa kasus lainnya mungkin malah
diinginkan oleh organisasi. Namun tingkat pergantian karyawan yang terlalu tinggi dapat
merugikan organisasi, karena organisasi tersebut harus kembali memulai proses perekruitan,
pemilihan, dan sosialisais karyawan baru. Tingkat pergantian karyawan yang tinggi juga
memiliki dampak yang besar terhadap gambaran publik terhadap organisasi tersebut.
Variabel Performa Kerja. Hubungan keempat yang berkorelasi dengan kepuasan kerja
adalah performa kerja. Salah satu cara untuk membuat karyawan lebih produktif adalah dengan
membuat mereka lebih puas. Vrooms Expectancy Theory (1964)menyatakan
bahwa karyawan akan menaruh usaha yang lebih bila mereka percaya bahwa usaha
tersebut akan menjadi performa dengan level tinggi, dan performa tersebut dapat
menghasilkan hasil yang memuaskan. Sementara bila performa kerja dengan level yang tinggi
dapat menghasilkan hasil yang memuaskan, karyawan akan menjadi lebih puas dengan pekerjaan
mereka ketika performa kerja mereka baik dan mereka mendapatkan penghargaan atas
itu. Ostroff (1992) menyebutkan bahwa meskipun karyawan yang sangat puas dengan
pekerjaan mereka mungkin belum tentu dapat memiliki performa kerja yang lebih baik
bila dibandingkan dengan karyawan yang lebih tidak puas, namun organisasi yang memiliki
karyawan yang lebih puas dengan pekerjaan mereka cenderung memiliki performa kerja yang
lebih baik dibandingkan dengan organisasi yang memiliki karyawan yang sangat tidak puas
dengan pekerjaannya.
2. Komitmen Organisasi
Selain perasaan tentang rasa puas/ketidakpuasan, pegawai mungkin juga memiliki perasaan
komitmen ke organisasinya. Seperti pada kepuasan/ketidakpuasan, ada kecendurungan bahwa
ikatan komitmen itu mengikat hingga di luar tempat kerja itu. Misalnya orang bisa menjadi
sedemikan komtmen kepada institusi seperti gereja atau organisasi politik.
a. Definisi Komitmen Organisasi
Di dalam tingkatan yang paling umum, komitmen organisasi dapat diartikan
sebagai tingkatan saat seorang pegawai telah berdedikasi kepada organisasinya dan
kesanggupan untuk bekerja atas kepentingan organisasi tersebut, serta kecenderungan
untuk tetap menjadi anggota organisasi tersebut.
Meyer dan Allen (1991) kemudian mendefinisikan lebih jauh tentang komitmen organisasi
dengan menyatakan bahwa mungkin terdapat beragam basis-basis komitmen (alasan kenapa
mereka berkomitmen dengan organisasinya), yaitu afektif, keberlanjutan, dan normatif.
Selain basis-basis yang berbeda, komitmen pegawai boleh jadi terfokus ke level-level yang
berbeda dalam organisasi, dan bahkan dapat ditujukan ke luar organisasi. Banyak juga pegawai-
pegawai dalam organisasi yang memiliki rasa komitmen pada profesi yang mereka tekuni, misal
seorang ahli fisika yang bekerja dalam organisasi kesehatan akan memiliki komitmen kepada
kesehatan pula.
Sekarang karena komitmen memiliki beragam basis dan focus, ini memberi kesan bahwa ada
beberapa macam komitmen yang berbeda. Meyer dan Allen (1997) menyajikannya dalam bentuk
matriks, yaitu sebuah cross product dari tiga basis komitmen dengan enam focus berbeda dari
sebuah komitmen.
Meyer dan Allen melaporkan bahwa median reliabilitas konsistensi internal untuk skala
komitmen afektif, kelanjutan, dan normatif adalah 0.85, 0.79, dan 0.73. Adapula bukti yang
menunjukkan bahwa bentuk-bentuk komitmen organisasi secara empiris dibedakan dari
kontruksi terkait seperti kepuasan kerja, nilai dan komitmen kerja.
Selain OCQ dan skala Allen dan Meyer, ada juga ukuran yang telah dikembangkan oleh T.
Becker. Dalam studi ini, komitmen organisasi diukur dalam istilah basis ganda dan fokus ganda.
Ada sedikit bukti empiris pada variabel pendekatan ini untuk mengukur komitmen. Namun di
masa depan, ukuran ini dapat berguna untuk mengukur komitmen dengan cara ini jika hasil yang
berbeda terkait dengan kombinasi yang berbeda dari komitmen basis dan fokus.
Variabel Sikap
Mathieu dan Zajac menemukan bahwa mean korelasi tepat antara komitmen organisasi afektif
dan kepuasan pekerjaan adalah 0.53. korelasi sikap konsistensi lainnya dari komitmen afektif
ditemukan dalam meta-anallisis termasuk keterlibatan pekerjaan (0.36), komitmen pekerjaan
(0.27), komitmen gabungan (0.24) dan stres (-0.29). Bandingkan dengan komitmen afektif, lebih
sedikit pekerjaan secara empiris telah diperiksa hubungannya antara korelasi sikap dari
kelanjutan maupun komitmen normatif.
Kehadiran
Mathieu dn Zajac menemukan bahwa korelasi yang tepat antara komitmen afektif dan kehadiran
adalah 0.12 dan korelasi dengan keterlambatan adalah -0.11. Korelasi antara kehadiran dan
kepuasan kerja besarnya sama. Dari sisi kenseptual, tingkat tinggi komitmen afektif
menunjukkan sebuah maksud untuk berkontribusi pada sebuah organisasi. Bandingkan dengan
komitmen afektif, sedikit bukti mengenai hubungan antara kelanjutan atau komitmen normatif
dan kehadiran.
Performa Kerja
Pada umumnya, komitmen afektif telah ditunjukkan positif berhubungan dengan performa kerja,
walaupun besarnya dari hubungan ini tidak kuat. Menentukan mekanisme dibelakang hubungan
ini adalah sulit karena studi ini telah menggunakan variasi luas dari ukuran kriteria performa.
Satu keumuman diantara studi ini adalah bahwa hubungan antara komitmen afektif dan performa
tak langsung oleh usaha pegawai.
KESIMPULAN
a. Steve M. Jex (2002:131) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai tingkat afeksi positif seorang
pekerja terhadap pekerjaan dan situasi pekerjaan. kepuasan kerja melulu berkaitan dengan sikap
pekerja atas pekerjaannya. Sikap tersebut berlangsung dalam aspek kognitif dan perilaku. Aspek
kognitif kepuasan kerja adalah kepercayaan pekerja tentang pekerjaan dan situasi pekerjaan
b. Teori Kepuasan Kerja adalah sebagai berikut :Teori Proses informasi sosial (Salancik &
Pfeffer, 1977, 1978) mengusulkan dua mekanisme utama dimana karyawan mengembangkan
rasa puas atau tidak. Self-Perception Theory (Bems, 1972), karyawan melihat perilaku mereka
secara retrospektif dan membentuk sikap seperti kepuasan kerja untuk memahaminya.Social
Comparison Theory (Festingers, 1954), karyawan mengembangkan sikap seperti kepuasan
kerja melalui pengolahan informasi dari lingkungan social, yang menyatakan bahwa bahwa
orang sering melihat ke orang lain untuk menafsirkan dan memahami lingkungan.
c. Faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja menurut Blum (1956) sebagai
berikut : (1) Faktor individual, misalnya umur, kesehatan, watak dan harapan;
(2) Faktor sosial, misalnya hubungan kekeluargaan danpandangan masyarakat, (3) Faktor
utama dalam pekerjaan, misalnya upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan
kesempatan untuk maju.
d. Dampak dari Meningkatnya Kepuasan Kerja : Produktivitas Kerja Meningkat, Menurunnya
kemangkiran dan permintaan berhenti, dan kesehatan pegawai yang meningkat karena perasaan
nyaman terhadap pekerjaan. ( Ashar Sunyoto M,200).
e. Komitmen organisasi dapat diartikan sebagai tingkatan saat seorang pegawai telah
berdedikasi kepada organisasinya dan kesanggupan untuk bekerja atas kepentingan organisasi
tersebut, serta kecenderungan untuk tetap menjadi anggota organisasi tersebut. (Jex, 2002).
Meyer dan Allen (1991) mendefinisikan tentang komitmen organisasi dengan menyatakan bahwa
mungkin terdapat beragam basis-basis komitmen (alasan kenapa mereka berkomitmen dengan
organisasinya), yaitu afektif, keberlanjutan, dan normatif.
f. Seperti kepuasan kerja, dalam komitmen organisasi ada hubungannya dengan variabel lain,
seperti variabel sikap, kehadiran, pindah kerja, dan performa kerja. Komitmen organisasi
yang tinggi akan berdampak positif terhadap variable-variabel tersebut.
REFERENSI :
Barbara A. Fritzsche and Tiffany J. Parrish, Theories and Research on Job Satisfaction dalam Steven
Douglas Brown and Robert William Lent, eds., Career Development and Counseling: Putting
Theory and Research to Work (New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2005.
Baron & Byrne. Social Psychology : Understanding Human Interaction (6th edition). USA: Needham
Heights Allyn & Bacon Inc. 1994
Daft L. Richard, Era Baru Manajemen, Ed. Kanita Maria Tita. Jakarta: Salemba Empat, 2011
Derek R. Allen and Morris Wilburn, Linking Customer and Employee Satisfaction to the Bottom Line: A
Comprehensive Guide to Establishing the Impact of Customer and Employee Satisfaction of
Critical Business Outcomes, Milwaukee : American Society for Quality, 2002
H.C. Ganguli, Job Satisfaction Scales for Effective Management: Manual for Managers and
Sciensts. New Delhi: Ashok Kumar Mittal, 1994
Kuswadi. 2004. Cara Mengukur Kepuasan Kerja Karyawan. Jakarta : PT ElexMedia Komputindo
Miner, J.B. 1992. Industrial Organizational Psychology. London : Mc Grawhill
Mobley, William. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab-Sebab Dan Pengendaliannya. Penerjemah :
Nurul Iman. Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo
Moh. Asad. 1998. Psikologi Industri. Yogyakarta : LIBERTY
Pandji Anoraga. 1992. Psikologi Kerja. Jakarta : PT RINEKA CIPTA
Paul E. Spector, Job Satisfaction: Application, Assessment, Cause, and Consequences .Thousand Oaks:
Sage Publications, Inc., 1997
Phuong L. Callaway, The Relationship of Organizational Trust and Job Satisfaction: An Analysis in the
U.S. Federal Work Force.Boca Raton: Dissertation.com, 2007.
P. Robbin, Stephen. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta : PT INDEKS kelompok GRAMEDIA
Steve M. Jex, Organizational Psychology: A Scientist Practitioner Approach.New York : John Wiley &
Sons, 2002
Sutjipto. Kesaksian Seorang Rektor: Siapa Menyuruh Mahasiswa ke Jalan?Jakarta: Global Mahardika
Publications.2004
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005
Wexley, K.N., Yukl, G.A., 1977, Organizational Behavior and Personal Psychology, Richard D. Irwin
Inc., Homewood, Illinois.