Anda di halaman 1dari 17

CONTOH KASUS STRES KERJA

A.  Definisi Stres
Menurut EP. Gintings ( dalam Rochman 2010 ), stres adalah reaksi tubuh manusia
terhadap setiap tuntutan yang dialami oleh seseorang dalam beberapa hal. Pertama, keletihan
dan kelelahan akibat kehidupan. Kedua, suatu keadaan yang dinyatakan oleh suatu sindroma
khusus dari peristiwa biologis baik menyenangkan maupun tidak. Ketiga, mobilisasi pembelaan
tubuh yang memungkinkan adaptasi terhadap peristiwa kekerasan atau ancaman. Keempat,
terganggunya mekanisme keseimbangan dalam diri seseorang yaitu keseimbangan luar yang
sifatnya fisik, mentaldan spiritual oleh karena perubahan yang mendadak yang sifatnya tidak
menyenangkan. Kelima, mengecilnya potensi seseorang karena adanya luka-luka perasaan,
berat badan dan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam diri seseorang. Secara garis
besar dapat disimpulkan bahwa stres merupakan ungkapan reaksi tubuh manusia terhadap
setiap tuntutan yang dialami olehnya dan merupakan mobilisasi atau gerakan pembelaan tubuh
manusia.

B.  Contoh Kasus Stres Kerja


1.   Stres Kerja, Menyebabkan Kematian
Terlihat seorang wakil pembicara dan karyawan yang berkumpul di luar
pabrik Foxconn di Shenzhen, Provinsi Guangdong Cina selatan pada sebuah dokumen foto yang
diambil tanggal 24 Februari 2010. “Perusahaan hanya mementingkan kepentingan bisnisnya
dengan memeras tenaga karyawan, sementara upah pekerjanya sendiri masih sangat rendah,
ironisnya karyawan tidak berdaya akan kebijakan ini”. Pemogokan di Perusahaan Honda Motor
dan serentetan bunuh diri karyawan di Foxconn Technology (produsen raksasa elektronik untuk
industri seperti Apple, Dell dan Hewlett-Packard) membuat Pemerintah Cina harus melakukan
pertemuan dengan perwakilan Management Perusahaan.
Seorang Insinyur berumur 28 tahun yang bekerja untuk Foxconn (pembuatiPhone,
iPads dan gadget elektronik lainnya termasuk Apple Inc) meninggal dunia “kematiannya
mendadak” di rumahnya di dekat pabrik Foxconn Shenzhen di provinsi Guangdong
China selatan. Penyebab kematian sedang diselidiki dan “kita sedang mengumpulkan informasi-
informasi pendukung penyebab kematian insinyur ini termasuk keterkaitannya dengan
pekerjaan,” kata salah satu perwakilanmanagement perusahaan.
Surat kabar Ming Pao di Hong Kong, melaporkan bahwa salah satu kerabat dekat Insinyur
mengklaim kematian rekan kerjanya itu dikarenakan “stres kerja”, setelah bekerja 34 jam tanpa
istirahat. Dampak dari laporan surat kabar yang terbit langsung direspon positif oleh
Perusahaan dengan mengumumkan pemberian 30 % bonus pada karyawannya untuk
meningkatkan dan membantu terciptanya lingkungan kerja yang lebih baik selain itu kerja
lembur karyawan akan dikurangi sehingga bisa lebih banyak waktu untuk beristirahat. Aktivis
ketenagakerjaan menuduh perusahaan memiliki gaya manajemen yang kaku, dan karyawannya
dipaksakan untuk bekerja terlalu keras, namun Foxconn menyangkal tuduhan ini. Dalam
setahun ini diFoxconn Company “Sepuluh pekerjanya telah bunuh diri dan tiga lainnya
melakukan percobaan bunuh diri, rata-rata mereka tewas karena terjun dari atas bangunan.

2.   Cara Penanganan
Kasus ini menerangkan mengenai aksi protes para pekerja Foxconn di China yang
mengatakan bahwasanya pihak perusahaan tidak memikirkan hak para pekerja. Upah yang
diberikan tidak setimpal dengan apa yang dikerjakan. Hal tersebut terbukti dengan tewasnya
salah satu karyawan PT.Foxconn yang mati dirumahnya akibat stres kerja. Stres yang dialami
pekerja tersebut dikarenakan perusahaan menuntut untuk bekerja keras tanpa istirahat.

3.   Analisis kasus dengan teori stres


Berdasarkan kasus diatas para pekerja telah mengalami dampak psikologis yang cukup
membahayakan karena sampai melakukan bunuh diri hanya karena stres dengan pekerjannya.
Stres yang dialami oleh pekerja tersebut ialah sesuai dengan pengertian menurut Widyastuti
(2003) yang menyatakan bahwa stres kerja merupakan ketegangan yang dengan mudah muncul
akibat kejenuhan yang timbul dari beban kerja yang berlebihan, tuntutan tugas yang
mendukung terjadinya hal tersebut. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor penunjang
lainnya seperti halnya bertambahnya tanggung jawab tanpa adanya penambahan upah.
Sehingga membuat para pekerja tidak dapat memenuhi kebutuhan hierarkinya berdasarkan
teori Masslow. Diataranya mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis mereka seperti
halnya pangan sandang dan papan. Hal tersebut dikarenakan upah yang mereka terima tidak
setimpal atau tidak mencukupi.

4.   Kesimpulan kelompok terhadap contoh kasus


Solusi yang tepat adalah dengan merubah sistem kerja yang ada diperusahaan agar dapat
memberi kenyamanan kepada para pekerjanya. Selain itu juga menyesuaikan upah setiap
pekerja berdasarkan pekerjaan yang mereka lakukan, dengan begitu akan tumbuh motivasi
mereka dalam bekerja. Sehingga para pekerja dapat bekerja dengan semangat yang nantinya
akan berdampak baik bagi perusahaan. Berdasarkan pengertian motivasi yaitu suatu kekuatan
potensial yang ada didalam diri manusia yang dapat dikembangkannya sendiri atau dapat
dikembangkan dari sejumlah kekuatan dari luar yang ada berkisar sekitar imbalan materi dan
non materi yang dapat mempengaruhi hasil kerjanya (Winardi, 2001).

Refrensi Sumber :

Rochman, K. L. (2010). Kesehatan Mental. Yogyakarta: Fajar Media Press.


Widyastuti, P. (2003). Majanemen Stres. Jakarta: EGC.
Winardi. (2001). Motivasi dan Pemotivasian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
tress Kerja Pada Perusahaan (kasus psikologi industri dan organisasi dalam perusahaan)

Kasus Bunuh Diri di Perusahaan Apple Kembali Terjadi

Sumber :

http://www.pikiran-rakyat.com/luar-negeri/2012/06/14/192394/kasus-bunuh-diri-di-perusahaan-apple-
kembali-terjadi

Munandar,. A,. S. 2014.Psikologi industri dan organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia

Diunduh tanggal 16 November 2015 / pukul 08:21 WIB

Waktu Peristiwa  14 Juni, 2012 - 23:58

TAIPEI , (PRLM).- Kasus karyawan bunuh diri kembali terjadi di Foxconn Technology Group, yang
merupakan supplier utama gadget-gadget canggih buatan perusahaan Apple.

Seperti dilaporkan Reuters,Kamis (14/6/12), seorang karyawan pabrik berusia 23 tahun kemarin bunuh
diri dengan cara lompat dari apartemen milik Foxconn yang berlokasi di selatan Chengdu, Cina.

Ini merupakan kasus bunuh diri pertama sejak Foxconn mendapatkan peringatan keras dari Apple tahun
lalu agar memperbaiki kesejahteraan karyawan.

Saat itu, Foxconn berjanji akan memperbaiki kondisi kerja bagi para buruh sehingga mereka tidak
bekerja terlalu lelah. Foxconn juga setuju untuk menaikkan gaji para karyawannya.

Berdasarkan hasil investigasi polisi, karyawan yang bunuh diri tersebut , baru saja bekerja sebulan di
perusahaan rekanan Apple itu.

Sampai saat ini belum diketahui motif bunuh diri sang karyawan. Akan tetapi, berkaca pada sejumlah
kasus bunuh diri di pabrik itu sebelumnya pada 2010 lalu, sejumlah pekerja muda memilih menghabisi
nyawa mereka sendiri akibat tekanan pekerjaan yang terlalu berat. (A-133/A-89)***

ULASAN
            Kasus ini memperlihatkan aksi bunuh diri pekerja Foxconn di China akibat mengalami tekanan
kerja yang didapatkan di perusahaan tersebut. Memang belum diketahui benar motif dari aksi bunuh
diri tersebut, tetapi dilansir dari beberapa media yang berkaca pada sejumlah kasus bunuh diri di
perusahaan tersebut pada 2010 lalu, sejumlah pekerja muda memilih menghabisi nyawa mereka sendiri
akibat tekanan pekerjaan yang terlalu berat. Bahkan perusahaan sendiri telah mendapat peringatan
keras dari pihak Apple agar memperbaiki kesejahteraan pekerjanya, mulai dari memperbaiki kondisi
kerja sehingga para pekerja tidak bekerja terlalu lelah dan Foxconn juga setuju untuk menaikkan gaji
para pekerjanya.

            Diindikasikan pekerja yang melakukan aksi bunuh diri dikarenakan stress terhadap pekerjaannya.
Stress yang dialami bersumber pada tekanan kerja yang dirasakan oleh para karyawan, kelelahan fisik
dan gaji yang tak sebanding.

Berdasarkan kasus tersebut pekerja telah mengalami dampak psikologis yang cukup membahayakan
karena sampai melakukan aksi nekat tersebut hanya karena stress dengan pekerjannya. Menurut
Fincham & Rhodes (dalam Munandar, 2014), stress adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan
antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) yang mengakibatkan
ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif. Dan
menurut Palupi (2003), bahwa stress kerja merupakan ketegangan yang dengan mudah muncul akibat
kejenuhan yang timbul dari beban kerja yang berlebihan, tuntutan tugas yang mendukung terjadinya hal
tersebut. Dan faktor lain yang terjadi pada kasus di atas adalah bertambahnya tanggung jawab tanpa
adanya penambahan upah.

INTERVENSI

Solusi yang tepat adalah berasal dari pihak perusahaan, dimana perusahaan wajib merubah sistem kerja
yang ada diperusahaan agar dapat member kenyamanan kepada pekerja. Selain itu juga perusahaan
harus menepati janji untuk untuk menyesuaikan upah setiap pekerja berdasarkan pekerjaan yang
mereka lakukan. Memperbaiki tingkat kesejahteraan para pekerja dengan memberikan reward- reward
tertentu untuk prestasi yang telah dilakukan oleh para pekerja. Atau bisa dengan memberikan hiburan
berupa waktu refreshing untuk  pekerja supaya mereka bisa menenangkan diri mereka dan
mengembalikan motivasi serta semangat mereka agar mereka tidak begitu tertekan dalam
pekerjaannya.

MEMANAJEMENI STRES

Stress dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya
yang negative.

Bagaimana kita dapat ‘melawan’ stress dengan baik?

Pandangan interaktif mengatakan bahwa stress ditentukan oleh faktor-faktor dilingkungan dan faktor-
faktor dari individunya. Dalam memanajemeni stress dapat dikusahakan untuk:
a.       Mengubah faktor-faktor di lingkungan agar tidak merupakan pembangkit stress, dan

b.      Mengubah faktor-faktor dalam individu agar:

1.      Ambang stress meningkat, tidak cepat merasakan situasi yang dihadapi sebagai penuh stress;
2.      Toleransi terhadap stress meningkat, dapat lebih lama bertahan dalam situasi yang pebuh stress, tidak
cepat menunjukkan akibat yang merusak dari stress pada badan. Dapat mempertahankan
kesehatannya.
Teknik-teknik yang dapat digunakan ialah:
1.      Kerekayasaan Organisasi
2.      Kerekayasaan kepribadian (peningkatan kecakapan dan perubahan kebutuhan dan nilai-nilai)
3.      Teknik penenangan pikiran
4.      Teknik penenangan melalui aktivitas fisik.

Demo Buruh Kalbar Berkutat soal PHK, Cabut Pernyataan

Hari Buruh sedunia diperingati para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh
Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kalbar dengan unjuk rasa santun dan tertib di gedung DPRD Kalbar,
Selasa (1/5). Seratusan buruh yang mengusung puluhan bendera dan spanduk serta pamflet
berisikan tuntutan serta desakan terhadap Pemprov dan DPRD Kalbar tentang perbaikan nasib
mereka. Sementara Ketua Kadinda Kalbar, pengusaha Budiono Tan, dan beberapa perusahaan
dikecam para buruh.

Salah satu tuntutan massa buruh ditujukan kepada Ketua Kadin Kalbar agar mencabut
pernyataannya tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan buruh-buruh
pertambangan, terkait jika diberlakukannya Peraturan Menteri ESDM No 07/2012. Tidak jelas
bagaimana bentuk tuntutan serta pernyataan para buruh anggota KSBSI tersebut, namun
mereka ingin kejelasan bagaimana soal PHK para buruh pertambangan di Kalbar.

Sejauh ini belum tersiar kabar adanya perusahaan yang membredel atau membubarkan serikat
pekerja. Namun para demonstran meminta pembredelan terhadap serikat buruh dihentikan.
Terkait hal tersebut, KSBSI Kalbar mendesak adanya peraturan daerah (perda) tentang
ketenagakerjaan di provinsi ini.

PHK buruh

Sementara itu problem yang paling sering dihadapi buruh industri adalah PHK tanpa pesangon
akibat perusahaan mengabaikan kewajibannya. Karena itu KSBSI Kalbar mendesak penuntasan
kasus-kasus PHK dan ketenagakerjaan yang masih menggantung, seperti dilakukan Benua Indah
Group dan Wana Bhakti Agung.
Aksi para buruh di gedung dewan itu disambut Sekretaris Komisi D DPRD Kalbar Andry Hudaya
Wijaya SH MH. Menurutnya, banyak ketidaklogisan dalam masalah perburuhan di provinsi ini.
“Misalnya saja di Kabupaten Ketapang, ada pengusaha kaya Budiono Tan yang dihormati
penguasa, tetapi masih berutang kepada petani Rp 25 miliar,” ungkap politisi daerah pemilihan
Ketapang-KKU ini.

Boediono Tan merupakan pemilik Benua Indah Grup yang masih harus menanggung masalah
perburuhan di sektor perkebunan dan industri sawit di Kabupaten Ketapang. Masalah itu baru
satu dari sekian banyak problem buruh di Indonesia, khususnya Kalbar. Terkait tuntutan buruh
itu, Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD Kalbar ini mengatakan ada yang perlu ditindaklanjuti.
“Ditindaklanjuti sekarang, segera, maupun akan dibicarakan selanjutnya,” ujar Andry.

Dalam waktu dekat, sambung dia, pihaknya akan melakukan rapat kerja dengan instansi terkait
seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalbar. Ini untuk mengkaji mana-mana saja
tuntutan buruh yang dapat ditindaklanjuti oleh legislatif maupun eksekutif. “Secara
kelembagaan harus kami bicarakan di Komisi D. Saya melihat ada beberapa tuntutan yang harus
segera disikapi seperti menuntaskan kasus-kasus PHK yang masih menggantung di PT BIG, PT
WBA di Kubu Raya, PT Aqua Sreeam, dan PT MKK. Kami perlu mendapat penjelasan dari
Disnakertrans Kalbar sejauh mana penanganannya oleh pemerintah provinsi,” jelas Andry.

Ulasan

Berdasarkan kasus tersebut menunjukkan bahwa para pekerja tersebut (buruh) mengalami
stres sehingga mengekspresikannya dalam bentuk demonstrasi seperti itu. Stres itu sendiri
merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional
dan spiritual manusia. Stres juga dapat diartikan sebagai suatu prsepsi terhadap situasi atau
kondisi fisik lingkungan sekitar (Palupi 2003).

Penyebab dilakukannya tindakan anarkis tersebut berdampak psikologis, yakni berdasarkan


salah satu teori dasar motivasi hierarki kebutuhan oleh Abraham Masslow yakni yang
merupakan teori motivasi yang terdiri dari 5 macam kebutuhan diantaranya fisiologis,
keamanan, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri. (Masslow, 1993). Akibat pemutusan
hubungan kerja tersebut, para pekerja tidak dapat memenuhi 5 kebutuhan dasar tersebut,
salah satunya kebutuhan fisiologi yakni berupa kebutuhan pangan, sandang dan papan. Dengan
diberhentikannya mereka, membuat para pekerja tidak dapat memperoleh uang untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Analisis kasus Psikologi Industri & Organisasi


KASUS

Bangkrut, PT HM Sampoerna PHK Ribuan


Karyawan
Jum'at, 16 Mei 2014 | 14:41 WIB

Ribuan pekerja Plant Kunir PT HM Sampoerna di Kecamatan Kunir Kabupaten Lumajang keluar dari pintu
gerbang usai menerima pengumuman penutupan pabrik Sigaret Kretek Tangan (16/5). Plant Kunir resmi
tidak produksi SKT hari ini. TEMPO/David Priyasidharta

TEMPO.CO, Lumajang - Pabrik Sigaret Kretek Tangan HM Sampoerna mengakhiri hubungan kerja lebih
dari 2.000 pekerja harian dan borongan tetap di Plant Kunir Lumajang, Jawa Timur, pada 1 Juni 2014
mendatang. Pemutusan hubungan kerja ini dilakukan menyusul berhentinya proses produksi
perusahaan ini pada Jumat, 16 Mei 2014.

Berdasarkan pengumuman berupa selebaran yang dibagikan kepada pekerja tertulis, pengakhiran
hubungan kerja itu efektif berlaku pada 1 Juni 2014. Selebaran yang mengatasnamakan manajemen PT
HM Sampoerna Tbk itu menyebutkan bahwa pekerja tetap mendapatkan upah hingga 31 Mei 2014.
Kompensasi pengakhiran hubungan kerja akan diberikan lebih baik dari UU Nomor 13 Tahun 2003 dan
akan didiskusikan dengan PUK SPSI Plant Kunir pada 19-23 Mei 2014.

"Kami bersedih. Tapi bagaimana lagi kalau memang terpaksa harus tutup," kata Indah, seorang pekerja
asal Lumajang, kepada Tempo. Sebelum bekerja di Plant Kunir, Indah mengaku kerja di perusahaan
konveksi di Lumajang. Indah memiliki satu anak yang masih berumur 6 tahun. "Enggak tahu bekerja
apalagi," kata Indah.

Kepala Kepolisian Resor Lumajang Ajun Komisaris Besar Singgamata mengatakan para pekerja jangan
sampai terprovokasi pihak ketiga. "Jangan terprovokasi yang justru bisa merugikan semua pihak,"
ujarnya.

Menurut dia, penutupan perusahaan itu karena memang tidak bisa dihindari lagi. "Biar internal
perusahaan yang menjelaskan," katanya.

ANALISIS

Dapat dilihat pada kasus diatas yang menyebutkan tentang pemutusan hubungan kerja karena
berhentinya proses produksi perusahaan yang mengharuskan 2.000 orang pekerja menjadi gamang
karena harus terpaksa kehilangan pekerjaan mereka, bahkan diantaranya sampai tidak tahu harus
berbuat apa, harus mencari pekerjaan yang bagaimana lagi karena sudah terbiasa menjadi pekerja
pabrik. pekerja-pekerja ini sudah sangat terbiasa sehingga mereka merasa bekerja menjadi pabrik akan
selamanya padahal harus ada penanganan untuk hal-hal tidak terduga seperti ini. karena jika 2.000 atau
bahkan lebih orang-orang yang bisa hidup dan bekerja serta mendapat penghasilan atau istilahnya telah
menggantungkan hidup mereka pada kegiatan di lingkungan pabrik mendapatkan pemutusan hubungan
kerja maka mereka akan menganggur dan apa yang kita dapatkan sih dari pengangguran kalau bukan
lagi-lagi angka kemiskinan bertambah dan jumlah pengemis meningkat? or worse... akan banyak anak-
anak yang tidak makan lagi karena orang tua tak bekerja, karena lapangan kerja berkurang, lapangan
kerja minim akan banyak kasus perampokan, penipuan dan lain-lain. jika ingin bijak, menurut saya
perusahaan selain memberikan uang pesangon harus memberikan jalan berupa lapangan kerja baru
atau setidak-tidaknya memberikan referensi lapangan pekerjaan agar para pekerja tetap akan sejahtera
dan segala hal yang tidak diinginkan dapat ditekan seminim mungkin.

sumber : http://bisnis.tempo.co/read/news/2014/05/16/092578157/bangkrut-pt-hm-sampoerna-phk-
ribuan-karyawan
Contoh Kasus Motivasi Kerja

contoh motivasi kerja


Perusahaan Listrik Negara (PLN) Cabang Kabupaten Mendung Kelabu dihadapkan pada
persoalan tingkat ketidakhadiran pegawai yang cukup tinggi. Pada hari setiap Senin dan Jumat kurang
lebih 26% pegawai tidak masuk kerja. Berdasarkan hasil rapat yang diikuti oleh para pimpinan PAM
tersebut, hal ini sudah membudaya dan sulit diperbaiki sebab banyak karyawan yang mempunyai
pekerjaan tambahan di luar kantor .

Basuki sebagai Kabag Kepegawaian, baru saja mengikuti pelatihan mengenai pengembangan
sumberdaya manusia pada salah satu perguruan tinggi ternama. Setelah mengikuti pelatihan, Basuki
terinspirasi untuk mengadakan perubahan dalam manajemen kepegawaian. Karena setelah dianlisis
secara ekonomi, tingkat ketidakhadiran pegawai ini dapat merugikan perusahaan 1 juta Rupiah per
minggu. Basuki yakin, dengan perubahan ini akan dapat mengurangi kerugian.

Basuki mengajukan rencana untuk menyelesaikan masalah ini kepada atasannya, Kepala Cabang
PLN, yang bernama Badjuri. Rencana Basuki adalah sebagai berikut:

Setiap hari Jumat pukul 15.00 diadakan undian yang akan ditarik setiap minggu. Kartu absen
semua pegawai yang bekerja penuh mentaati jam kerja pada minggu itu akan dimasukkan ke dalam
kotak undian. Setiap minggu 2 orang pemenang akan mendapatkan hadiah berupa Voucher Rp
500.000,- Pada setiap akhir bulan juga akan diadakan undian bulanan dimana pegawai yang tidak pernah
absen saja yang akan diikutkan dalam undian. Undian bulanan menyediakan hadiah bagi satu pemenang
berupa Voucer seharga 1 juta Rupiah.

Setelah menyimak rencana Basuki dan mengadakan kalkulasi keuangan dengan Kabag
keuangan, Badjuri sebagai Kepala Cabang menyetujui rencana ini, dan langsung diimplementasikan pada
bulan berikutnya.

Setalah berjalan selama empat bulan, diadakan evaluasi terhadap tingkat ketidakhadiran
pegawai. Hasilnya berkat kebijakan tersebut tingkat ketidakhadiran per minggu hanya sekitar 2 persen.
Tetapi kemudian muncullah suatu persoalan. Beberapa pegawai datang tapi tidak jelas melakukan
pekerjaan apa, beberapa pegawai memaksakan diri untuk datang ke kantor walaupun dalam keadaan
sakit yang perlu istirahat, sehingga memungkinkan terjadi penularan terhadap pekerja yang sehat.

Sumber : arokhman.blog.unsoed.ac.id
Tanggapan :

Dalam kasus ini dapat terlihat bahwa untuk meningkatkan semangat kerja, pihak perusahaan
PLN perlu memberikan motivasi yang menarik agar jumlah kehadiran karyawanya meningkat. Yaitu
dengan memberikan hadiah undian bagi mereka yang rajin masuk bekerja. Cara ini sangat ampuh di
lakukan untuk memberi semangat kepada karyawan. Karena contoh kasus di atas dapat memberikan
solusi permasalahan ketidakhadiran karayawan yang dapat merugikan perusahaan. Karena
ketidakhadiran karyawan dapat merugikan penghasilan perusahaan lebih baik perusahaan memberikan
uang lebih untuk karyawan agar semangat bekerja. Karena faktor ekonomi lah yang menyebabkan
banyak karyawan PLN cabang kabupaten mendung kelabu memiliki cabang pekerjaan lain oleh karena
itu mereka jarang masuk ke kantor. Namun dengan kebijakan tersebut hendaknya kepala cabang
memperhatikan pula dampak negatifnya. Seharusnya ia membuat kebijakan dengan sedikit himbauan
agar masuk bekerja dan memberikan pekerjaan dengan hasil yang maksimal. Serta memberikan waktu
untuk beristirahat bagi pegawainya yang sedang sakit. Motivasi yag di berikan oleh kepala cabang
kabupaten Mendung Kelabu sudah bagus namun perlu di perbaiki lagi sistem nya agar lebih efektif dan
maju.

Analisis sesuai teori :

1. Teori motivasi Abraham Maslow

Menurut Abaraham Maslow setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan, dorongan, intrinsic dan
extrinsic factor), yang pemunculannya sangat tergantung dari kepentingan individu. Dapat dilihat bahwa
dalam contoh kasus tersebut berkaitan dengan teori Maslow, karena di dalam nya menggambarkan
kebutuhan setiap individu akan ekonomi. Oleh karena itu mereka jarang masuk ke kantor karena
memiliki cabang pekerjaan lain. Namun setelah mereka di berikan motivasi berupa undian hadiah,
mereka rajin bekerja dan masuk kantor setiap hari karena merasa kebutuhanya akan terpenuhi jika ia
mendapatkan undian hadiah tersebut.

2. . Teori Dua Faktor Herzberg


Menurut Herzberg (Hasibuan, 1996: 108), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk
berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor
higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Jika dilihat dari teori Herzberg dalam
contoh kasus tersebut maka dapat dilihat bahwa terdapat dua faktor ekstrinsik dan intrinsik dalam diri
individu. Faktor ekstrinsik nya yaitu mereka memiliki cabang pekerjaan yang berdampak kehadiran yang
tidak meneyeluruh di karenakan mengejar kebutuhan ekonominya. Namun ketika di adakan undian
berhadian munculah faktor intrinsik mereka untuk memotivasi dirinya agar terus masuk bekerja dan
berusaha mendapatkan hadiah undian tersebut.

Oleh : Reni Sunjastri Lestari

kelas : 3 PA 02

Motivasi Kerja
Posted on April 10, 2014 - 3,012 views -

Oleh Judithia A. Wirawan, Psi, Msi.

Definisi motivasi adalah“a set of energetic forces that originates both within as well as beyond
an individual’s being, to initiate work-related behaviour, and to determine its form, direction,
intensity, and duration” (Pinder, dalam Donovan, 2001, p.53). Diterjemahkan secara bebas,
Motivasi adalah sekelompok pendorong yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

 berasal baik dari dalam maupun dari luar individu;


 dapat menimbulkan perilaku bekerja;
 dan juga dapat menentukan bentuk, tujuan, intensitas, dan lamanya perilaku bekerja tadi.

Dalam lingkup Psikologi Organisasi, ada beberapa teori mengenai motivasi. Masing-masing teori
berusaha menerangkan hal-hal apa yang dapat memotivasi karyawan dalam suatu organisasi
untuk bekerja lebih optimal. Di bawah ini akan dibahas beberapa dari teori-teori tersebut.

Organizational Justice (Keadilan Organisasi)


Karyawan yang bekerja di sebuah organisasi akan berharap bahwa organisasi tersebut akan
memperlakukan mereka dengan adil. Dalam artikel ini, dua sudut pandang mengenai keadilan
akan digunakan:
 Menurut Equity Theory (Adams, dalam Donovan, 2001), karyawan menganggap partisipasi
mereka di tempat kerja sebagai proses barter, di mana mereka memberikan kontribusi seperti
keahlian dan kerja keras mereka, dan sebagai gantinya mereka mengharapkan hasil kerja baik
berupa gaji ataupun pengakuan. Di sini, penekanannya adalah pada persepsi mengenai keadilan
antara apa yang didapatkan karyawan relatif terhadap apa yang mereka kontribusikan.
 Cara lain untuk melihat Keadilan Organisasi adalah melalui konsep Procedural Justice. Di sini,
penekanannya adalah apakah prosedur yang digunakan untuk membagikan hasil kerja pada
para karyawan cukup adil atau tidak (Donovan, 2001).

Contoh Kasus: Setelah adanya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) besar-besaran, motivasi
pekerja di sebuah perusahaan biasanya cukup rendah. Ini bisa jadi disebabkan karena karyawan
mempersepsi adanya ketidakadilan, baik dari sudut pandang Equity Theory maupun Procedural
Justice. Ketika perusahaan memecat karyawan yang telah memberikan kontribusi berupa kerja
keras dan keahlian, karyawan mempersepsi bahwa ketidakadilan telah terjadi.

Situasi bisa diperburuk melalui prosedur PHK. Seringkali, alasan mengapa PHK dilakukan hanya
diberikan melalui memo atau penjelasan singkat dari manajemen level bawah, tanpa adanya
pertemuan tatap muka dengan para pembuat keputusan di manajemen level atas, sehingga
karyawan tidak memiliki kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapatnya. Dalam
situasi seperti ini, karyawan tidak diberikan cukup kesempatan untuk membentuk justifikasi
kognitif dalam benak mereka mengenai mengapa PHK itu diperlukan. Hal ini patut disayangkan
karena penelitian telah menunjukkan bahwa digunakannya penjelasan yang masuk akal disertai
empati cenderung dapat meminimalkan efek negatif dari keadaan yang tidak adil (Greenberg,
1990).

Equity Theory juga menjelaskan bahwa setelah persepsi ketidakadilan terbentuk, karyawan
akan mencoba meraih kembali keadilan dengan mengurangi jumlah kontribusi mereka (Adams,
dalam Donovan, 2001). Misalnya, karyawan bisa saja mulai datang terlambat ke kantor atau
bahkan absen sama sekali, dengan tujuan mengurangi waktu dan kerja keras yang mereka
kontribusikan pada perusahaan.

Menurut Withdrawal Progression Model, para pekerja di atas kemungkinan akan memulai
reaksi mereka dengan tindakan-tindakan ringan seperti datang terlambat, sebelum beralih ke
tindakan yang lebih berat, seperti absen, dan pada akhirnya keluar dari perusahaan (Johns,
2001). Memang belum tentu semua karyawan yang tidak puas akan keluar dari perusahaan,
karena masih ada factor-faktor lain yang turut mempengaruhi seperti tingkat pengangguran di
lokasi tersebut serta tingkat ketersediaan pekerjaan lain yang dianggap menarik oleh para
karyawan tersebut (Hom and Kinicki, 2001). Namun, bahkan dalam situasi di mana karyawan
tidak dapat keluar dari perusahaan, mereka akan terus melanjutkan pelanggaran-pelanggaran
selama mereka masih merasa tidak puas (Johns, 2001). Ini tentu saja merupakan sesuatu yang
sulit diterima oleh perusahaan. Karena itu, beberapa rekomendasi akan diberikan dalam
Contoh Kasus ini untuk mengurangi perilaku dan sikap yang tidak diinginkan ini.

Rekomendasi: Pertemuan karyawan dengan manajemen serta peninjauan kembali kebijakan


perusahaan. Seperti yang telah dijelaskan dalam teori Organisational Justice (Keadilan
Organisasi), ketika karyawan mempersepsi adanya ketidakadilan, mereka akan mengambil
tindakan terhadap organisasi dengan tujuan meraih kembali keadilan (Adams, dalam Donovan,
2001). Persepsi ketidakadilan ini mungkin dapat dikurangi dengan memberikan alasan-alasan
yang masuk akal mengenai mengapa ketidakadilan tersebut harus terjadi (Greenberg, 1990).
Berdasarkan penelitian Greenberg (1990), penjelasan yang efektif haruslah memenuhi kriteria
sebagai berikut: otoritas yang tertinggi harus jujur dan menunjukkan empati terhadap para
pekerja; dan keputusan yang diambil dapat dijustifikasi berdasarkan informasi yang cukup.

Kriteria-kriteria ini jika diterapkan dalam Contoh Kasus di atas mungkin akan dapat mengurangi
efek negatifnya. Pertemuan dengan tujuan untuk memberikan penjelasan mengenai PHK pada
seluruh karyawan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin dengan kriteria sebagai berikut:

 Penjelasan diberikan oleh manajemen level atas.


 Para manajer dengan bersungguh-sungguh menunjukkan empati terhadap para pekerja,
misalnya dengan mengucapkan bahwa mereka mengerti bagaimana perasaan para pekerja
dengan adanya PHK.
 Alasan-alasan PHK dijelaskan secara detil, jika perlu didukung data finansial yang menjustifikasi
PHK sebagai jalan terbaik untuk menghindarkan perusaan dari kebangkrutan
 Semua karyawan diberikan kesempatan yang cukup untuk mengajukan pertanyaan atau
memberikan pendapat mengenai PHK

Setelah melakukan kegiatan di atas, untuk menghindari adanya persepsi ketidakadilan di masa
yang akan datang, perusahaan dapat melakukan peninjauan kebijakan-kebijakan mereka yang
berlaku saat ini. Kebijakan perlu diubah jika ada potensi untuk menimbulkan ketidakadilan,
misalnya karyawan dari kelompok yang berbeda diperlakukan berbeda dalam proses PHK
(mendapat kompensasi yang berbeda, atau hanya kelompok tertentu yang berhak mendapat
konseling, dsb).

Job Characteristic Model dan Goal Setting (Model Karakteristik Pekerjaan dan Penetapan
Target)
Job Characteristic Model menjelaskan bahwa motivasi yang tinggi dapat diraih melalui
karakteristik dari pekerjaan itu sendiri (Judge et al, 2001). Karakteristik pekerjaan yang
dianggap paling penting untuk memotivasi karyawan adalah task identity (identitas tugas), task
significance (signifikansi tugas), skill variety (variasi keahlian), autonomy (otonomi), and
feedback (umpan balik) (Judge et al, 2001).
Contoh Kasus: Di sebuah pabrik pengalengan soda yang menggunakan sistem ban berjalan,
banyak pekerjaan tidak memenuhi persyaratan karakteristik seperti yang disebutkan di atas.
Misalnya, sekelompok pekerja hanya diberi tugas menjalankan mesin pengisi kaleng.
Karakteristik pekerjaan mereka sebagai pengisi kaleng soda adalah sebagai berikut:

 Task identity (identitas tugas): Karena pekerja hanya bertugas mengisi kaleng, mereka tidak
dapat melihat keseluruhan proses kerja mulai dari awal (ketika kaleng-kaleng kosong diantarkan
ke pabrik) hingga akhir (ketika dus-dus berisi soda kaleng diangkat ke truk, siap diantarkan).
 Task significance (signifikansi tugas): Para pekerja bisa jadi merasa bahwa pekerjaan mereka
tidaklah penting, karena mereka tidak bisa melihat bagaimana pekerjaan mereka pada akhirnya
mempengaruhi karyawan lain di perusahaan tersebut atau pembeli soda kaleng.
 Skill variety (variasi keahlian): Pekerjaan ini hanya membutuhkan satu jenis keahlian, yaitu
mengisi kaleng soda.
 Autonomy (otonomi): Para pekerja tidak memiliki pilihan atau kontrol dalam pekerjaan mereka
karena mereka harus terus mengisi kaleng yang datang dari ban berjalan.
 Feedback (umpan balik): Para pekerja tidak mendapatkan umpan balik sehingga mereka tidak
mengetahui apakah mereka telah bekerja dengan baik atau tidak.

Dalam situasi seperti ini, para pekerja tidak mempunyai alasan untuk merasa antusias,
termotivasi, atau merasa puas akan pekerjaan mereka. Perbedaan individual tetaplah
mempengaruhi sehingga ada orang yang tidak terlalu peduli pada karakteristik dari pekerjaan
mereka. Namun penelitian menunjukkan bahwa karakteristik intrisik pekerjaan tetap memiliki
korelasi dengan kepuasan kerja, bahkan bagi mereka yang tidak terlalu menginginkan
pertumbuhan diri pribadi (Judge et al, 2001).
Selain karakteristik pekerjaan itu sendiri, aspek lain dari tempat kerja yang dapat
mempengaruhi motivasi adalah Goal Setting (Penetapan Target). Menurut prinsip Penetapan
Target, karyawan akan termotivasi untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi jika mereka
memiliki target yang spesifik (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001).
Melanjutkan contoh sebelumnya (pabrik pengalengan soda), para pekerja hanya bekerja sesuai
dengan bahan yang ada di atas ban berjalan. Sulit bagi perusahaan untuk menentukan target
yang spesifik untuk setiap kelompok pekerja karena masing-masing kelompok tergantung pada
kelompok sebelumnya, misalnya tidak mungkin bagi perusahaan menentukan target 1000
kaleng disegel setiap jamnya bagi kelompok penyegel jika kelompok pengisi hanya dapat
mengisi 750 kaleng per jam. Akhirnya, perusahaan hanya dapat memberikan target yang tidak
spesifik (misalnya ”Bekerjalah sebaik mungkin”) untuk semua kelompok. Hal ini patut
disayangkan karena tidak dapat memotivasi pekerja untuk mencapai hasil kerja yang lebih
tinggi (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001).
Setelah membahas bahwa karakteristik pekerjaan dan penetapan target dapat mempengaruhi
motivasi kerja seperti terjadi dalam Contoh Kasus di atas, pertanyaan yang muncul adalah
bagaimana caranya kita memperbaiki keadaan yang ada.
Rekomendasi: Job Enrichment (Pengayaan Pekerjaan) dan Goal Setting (Penetapan Target).
Metode paling popular untuk menerapkan Job Characteristic Model adalah Job Enrichment.
Metode ini telah digunakan dengan cukup sukses di banyak perusahaan sejak tahun 70-an
seperti AT&T dan Western Union di Amerika Serikat, Norsk Hydro di Norwegia, dan Volvo
Corporation di Swedia (Australian Department of Labour, 1974).
Seperti layaknya solusi-solusi lain di dunia kerja, Job Enrichment tentu saja tidak dapat dianggap
obat yang dapat menyembuhkan segala jenis penyakit. Secara khusus Landy (1989)
menyebutkan bahwa Job Enrichment justru dapat merugikan para pekerja yang telah
terstimulasi secara optimal dalam pekerjaannya. Pekerja yang telah optimal seperti ini akan
mengalami overstimulasi jika pekerjaannya disertakan dalam program Job Enrichment (Landy,
1989). Karena Contoh Kasus kita di atas lebih banyak mencakup pekerja yang mendapatkan
tugas yang mudah dan repetitif, Job Enrichment sangat cocok untuk diterapkan. Lebih baik lagi
jika program ini digabungkan dengan Penetapan Target, sehingga target yang ditetapkan dapat
dirancang sesuai dengan pekerjaan yang telah melalui program Job Enrichment.
Sejalan dengan lima karakteristik pekerjaan yang dibahas dalam teori Job Characteristic Model
(Judge et al, 2001), program Job Enrichment dan Penetapan Target yang direkomendasikan
adalah sebagai berikut:

 Mengelompokkan pekerja dalam tim yang baru: Saat ini pekerja dikelompokkan berdasarkan
langkah tertentu dalam proses ban berjalan, misalnya kelompok pengisi kaleng, penyegel
kaleng, pengisi dus, dsb. Tim yang direkomendasikan adalah tim yang terdiri dari orang-orang
dengan keahlian yang berbeda. Masing-masing tim akan diberi tanggung jawab untuk
memenuhi pesanan pelanggan tertentu. Dengan cara ini, task identity dan task significance akan
meningkat bagi semua pekerja, karena mereka dapat melihat keseluruhan proses mulai dari
awal hingga akhir, dan juga mereka dapat melihat bahwa apa yang mereka lakukan adalah
penting bagi rekan-rekan sesama tim maupun pelanggan (Judge et al, 2001). Selain itu,
autonomy juga dapat meningkat karena masing-masing tim dapat menentukan bagaimana cara
yang terbaik bagi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan mereka (Judge et al, 2001). Misalnya
anggota tim dapat menentukan pembagian tugas di antara mereka. Salah satu konsekuensi dari
program ini adalah adanya kemungkinan mesin-mesin dalam pabrik harus dipindahkan sesuai
dengan pengelompokkan tim yang baru ini. Untuk itu, dibutuhkan analisis finansial untuk
menentukan apakah perusahaan mampu membiayai hal ini.
 Meningkatkan keahlian pekerja: Sejalan dengan tim yang baru, masing-masing pekerja kini harus
menguasai lebih dari satu keahlian dalam keseluruhan proses kerja di perusahaan. Karena itu,
mereka harus belajar dari rekan sesama anggota tim (coaching), ataupun dari pelatihan yang
diadakan oleh perusahaan. Manajemen perusahaan harus memformalkan proses belajar ini
untuk memastikan bahwa semua pekerja memiliki waktu dan kesempatan untuk meningkatkan
keahliannya (misalnya dengan menetapkan satu jam pertama dari setiap shift kerja sebagai
waktu coaching). Sebagai konsekuensinya, hasil kerja kemungkinan akan menurun untuk
beberapa saat karena para pekerja masih berusaha mempelajari keahlian yang baru. Namun hal
ini tidak akan berlangsung lama karena keahlian-keahlian yang dibutuhkan dalam Contoh Kasus
di atas bukanlah keahlian yang rumit.
 Tetapkan target: Target haruslah spesifik dan cukup sulit sehingga pekerja termotivasi untuk
mencapainya (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001). Jika memungkinkan, lebih baik seluruh
anggota tim diikutsertakan dalam menetapkan target bagi tim tersebut. Menurut penelitian,
Penetapan Target yang melibatkan partisipasi anggota tim akan menciptakan response
generalisation (Ludwig & Geller, 1997). Maksudnya adalah bahwa motivasi untuk mencapai hasil
kerja yang lebih tinggi tidak hanya terjadi pada tugas yang ditargetkan, tapi juga terjadi pada
tugas lainnya (Ludwig & Geller, 1997).
 Berikan umpan balik: Para pekerja harus diberi informasi mengenai prestasi kerja mereka.
Umpan balik ini bisa diberikan secara rutin, atau ketika ada kejadian khusus yang efeknya
signifikan bagi perusahaan (Wright, 1991). Penetapan Target sangatlah berkaitan dengan
pemberian Umpan Balik karena Target tanpa Umpan Balik tidaklah efektif (Ludwig & Geller,
1997), dan juga sangat sulit memberikan Umpan Balik jika sejak awal tidak ada Target yang
dapat dijadikan kriteria evaluasi (Wright, 1991). Konsekuensi dari program ini adalah
perusahaan harus menciptakan mekanisme untuk mencatat prestasi kerja, baik dari segi
kuantitas (misalnya jumlah dus yang dikirim per hari atau waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan satu dus soda) maupun kualitas (misalnya tim mana yang banyak dipuji
pelanggan karena tidak pernah melakukan kesalahan dalam memenuhi pesanan).
 

Expectancy Theory (Teori Harapan)


Menurut Vroom (dalam Donovan, 2001), orang termotivasi untuk melakukan perilaku tertentu
berdasarkan tiga persepsi:

 Expectancy: seberapa besar kemungkinan jika mereka melakukan perilaku tertentu mereka akan
mendapatkan hasil kerja yang diharapkan (yaitu prestasi kerja yang tinggi)
 Instrumentality: seberapa besar hubungan antara prestasi kerja dengan hasil kerja yang lebih
tinggi (yaitu penghasilan, baik berupa gaji ataupun hal lain yang diberikan perusahaan seperti
asuransi kesehatan, transportasi, dsb)
 Valence: seberapa penting si pekerja menilai penghasilan yang diberikan perusahaan kepadanya

Contoh Kasus: Kita akan menggunakan Contoh Kasus PHK seperti yang telah digunakan
sebelumnya. Dari sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak termotivasi untuk
bekerja keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja dengan penghasilan. Persepsi
mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan memberikan mereka penghasilan yang
diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki persepsi bahwa walaupun telah
bekerja keras, kadang-kadang mereka malah mendatangkan hasil yang tidak diinginkan,
misalnya PHK. Konsisten dengan teori ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah
dalam melakukan pekerjannya.
Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan Expectancy Theory (Vroom,
dalam Donovan, 2001), tiga hal akan direkomendasikan untuk perusahaan dalam Contoh Kasus
kita:

 Tingkatkan Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai prestasi
yang tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk memastikan bahwa para
karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh masing-masing pekerjaannya.
 Tingkatkan Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan prestasi. Misalnya,
selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya secara konsisten akan mendapatkan
bonus. Dengan cara ini, para karyawan mengetahui bahwa prestasi yang lebih baik memang
benar akan mendatangkan penghasilan yang lebih baik pula.
 Tingkatkan Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang berbeda, sangatlah
sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system yang memiliki nilai tinggi bagi setiap
individu karyawan. Salah satu cara mengatasi hal ini adalah dengan memberikan poin bonus
yang bisa ditukarkan dengan berbagai jenis hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus
bisa ditukarkan dengan hari cuti, uang, kupon makan, dsb. Konsekuensi dari program ini adalah
perusahaan harus menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk memastikan bahwa masing-
masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.

DAFTAR PUSTAKA

Australian Department of Labour (1974). Job Enrichment and Job Satisfaction: Selected
Overseas Studies. Canberra: Australian Government Publishing Service.
Donovan, J.J. (2001). Work motivation. In N. Anderson, D.S. Ones, & H.K. Sinangil (Eds), The
Handbook of Industrial, Work, and Organizational Psychology (pp. 53-76). London: Sage
Publications.

Greenberg, J. (1990). Employee theft as a reaction to underpayment inequity: The hidden cost
of paycuts. Journal of Applied Psychology, 75, 5, 561-568.

Hom, P.W., & Kinicki, A.J. (2001). Toward a greater understanding of how dissatisfaction drives
employee turnover. Academy of Management Journal, 44, 975-987.

Johns, G. (2001). The psychology of lateness, absenteeism, and turnover. In N. Anderson, D.S.
Ones, & H.K. Sinangil (Eds), The Handbook of Industrial, Work, and Organizational Psychology
(pp. 232-252). London: Sage Publications.

Judge, T.A., Parker, S., Colbert, A.E., Heller, D., & Ilies, R. (2001). Job satisfaction: A cross-
cultural review. In N. Anderson, D.S. Ones, & H.K. Sinangil (Eds), The Handbook of Industrial,
Work, and Organizational Psychology (pp. 25-52). London: Sage Publications.

Landy, F.J. (1989). Psychology of Work Behavior. (4th ed.). Pacific Grove, California: Brooks/
Cole Publishing Company

Ludwig, T.D., & Geller, E.S. (1997). Assigned versus participative goal setting and response
generalization: Managing injury control among professional pizza deliverers. Journal of Applied
Psychology, 82, 253, 253-261.

Wright, P.L. (1991) Motivation in organizations. In M. Smith (Ed), Analysing Organizational


Behaviour (pp. 77-102). London: Macmillan Education Ltd.

Anda mungkin juga menyukai