Anda di halaman 1dari 20

Inovasi dan Risiko

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Manajemen Inovasi dan Kreativitas

Dosen Pembimbing:
Dr. Hastin Umi Anisah, SE, MM

Oleh :

1. Lubby Lukman NIM 1710312610028


2. Puteri Zulkifli NIM 1810312620023
3. Dian Fadhilah M NIM 1810312610020
4. Evelyn Ninies F NIM 1810312620006

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Manajemen Inovasi
dan Kreativitas dengan judul “Inovasi dan Risiko”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari dosen pengajar, supaya makalah ini nantinya
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
dosen pengajar yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Banjarmasin, 12 November 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Tujuan Makalah..................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................................2
Manajemen Inovasi..................................................................................................................2
2.1 Konsep Inovasi....................................................................................................................2
2.1.1 Membangun Organisasi yang Inovatif.........................................................................3
2.1.2 Aliansi atau Partnership dalam Inovasi........................................................................3
2.1.3 Meningkatkan Keberhasilan dalam Komersialisasi Inovasi..........................................4
2.1.4 Mengetahui Tingkat Keberhasilan Inovasi...................................................................5
2.1.5 Contoh Implementasi Manajemen Inovasi..................................................................7
2.2 Inovasi Manajemen............................................................................................................8
Inovasi dan Risiko........................................................................................................................9
2.3 Klasifikasi Risiko..................................................................................................................9
2.3.1 Risiko Spesifik Untuk Usaha Kecil dan Mikro.............................................................11
2.4 Manajemen Risiko............................................................................................................12
2.5 Sistem Manajemen Risiko.................................................................................................12
2.5.1 Manajemen Risiko Proyek Untuk Usaha Kecil dan Mikro...........................................13
2.5.2 Manajemen Risiko Pada Usaha Kecil Teknologi.........................................................14
2.6 Inovasi Rendah Risiko.......................................................................................................15
2.7 Pengaruh Kebijakan Pemerintah Terhadap Bisnis Mikro dan Inovasi................................15
BAB III PENUTUP........................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses inovasi merupakan aktivitas yang sangat penting dalam sebuah organisasi
atau usaha. Proses inovasi tetap menjadi keunggulan daya saing dan pertumbuhan
sebuah usaha. Oleh karena itu dalam proses usaha kecil mikro, proses inovasi ini perlu
dikembangkan dengan baik untuk pertumbuhan dan keberlanjutan dalam usaha. Tetapi
mengelola inovasi bukanlah hal yang mudah, hal itu memerlukan keahlian, pengetahuan
dan pengalaman yang baik.

Inti dari sebuah kegiatan inovasi adalah bagaimana melakukan sebuah kegiatan
yang dapat menambah nilai ( added value ) dan keunggulan dari keadaan atau kondisi
saat ini. Caranya bisa dilakukan dengan cara pengembangan yang signifikan dari
produk atau jasa yang sudah ada di pasar ini atau menciptakan produk atau jasa yang
sekiranya dapat menciptakan pasar baru. Miles dan Snow (2003) membagi strategi
perusahaan dalam mengembangkan inovasinya menjadi 4 tipe strategi :
1. Prospectors adalah ketika suatu usaha berusaha mencari pasar dan
mengembangkan produk atau jasa baru.
2. Defender adalah organisasi-organisasi yang mempunyai domain product-
market yang sempit.
3. Analyzer adalah organisasi yang beroperasi dalam dua tipe yakni domain
product-market yang relatif stabil dan tetap melakukan perubahan-
perubahan.
4. Reactors adalah organisasi yang manajer puncaknya seringkali
mempersepsikan bahwa telah terjadi perubahan dan ketidakpastian dalam
lingkungan organisasionalnya, tetapi tidak dapat meresponnya secara efektif.

1.2 Tujuan Makalah

1. Mengetahui Manajemen Inovasi


2. Mengetahui Cara Membangun Organisasi yang Inovatif
3. Mengetahui Konsep Inovasi dan Klasifikasi Risiko
4. Mengetahui Pengaruh Kebijakan Pemerintah Terhadap Bisnis Mikro dan
Inovasi

1
BAB II
PEMBAHASAN

Manajemen Inovasi
2.1 Konsep Inovasi

Keberlangsungan hidup dari perusahaan bergantung pada seberapa cepat dan


tanggap perusahaan tersebut menghadapi kedinamisan yang ada. Seperti contohnya,
perusahaan manufaktur yang dituntut untuk selalu menghasilkan produk-produk
yang lebih baik dan dengan biaya yang lebih rendah dari pesaing mereka.
Manajemen inovasi merupakan alat yang digunakan oleh manajer maupun
organisasi atau perusahaan untuk mengembangkan produk dan inovasi organisasi
atau dengan kata lain manajemen inovasi adalah pengelolaan dan pengorganisasian
sebuah proses.
a) Generasi pertama (dari tahun ’50-an sampai dengan pertengahaan ’60-an),
konsep manajemen inovasi pada generasi awal ini lebih menekankan pada
penelitian dan pengembangan (R&D) perusahaan dalam menghasilkan
produk-produk inovatif technology oriented, sehingga pendekatan inovasi
yang dilakukan adalah technological push dan cenderung menghasilkan
radical innovation.

b) Generasi kedua (dari pertengahan tahun ’60-an sampai dengan akhir tahun
’70-an), periode ini berada dalam kondisi perekonomian dunia yang stabil
dan menuju kemakmuran, sehingga kondisi pasar menjadi kompetitif dan
keterlibatan pemerintahan pada sisi permintaan menjadi dominan.

c) Generasi ketiga (dari akhir tahun ’70-an sampai dengan awal tahun ’90-an).
Pada generasi ini, pendekatan inovasi yang dilakukan sudah
mengkombinasikan strategi “market pull” dengan “technological push”,
namun fokus yang dilakukan hanya sebatas pada inovasi produk dan proses,
sehingga cenderung mengabaikan inovasi perusahaan (innovation
organization).

d) Generasi keempat (dari awal tahun ’90-an sampai dengan awal tahun 2000-
an). Kemajuan teknologi dan informasi menjadikan globalisasi sebagai
faktor utama dalam periode ini, dimana kompetisi tingkat global semakin
ketat.
Terdapat empat “contextual factors” yang merupakan factor yang berasal dari
dalam perusahaan dan luar peusahaan (Ortt, 1998; Kotler, 2002; McQuarter dkk.,
1998), yaitu :
1. Tipe dari inovasi.
2. Tipe organisasi.
3. Tipe industry.
4. Tipe Negara atau budaya.

2
2.1.1 Membangun Organisasi yang Inovatif

Untuk membangun organisasi yang kreatif memanglah tidak mudah. Diperlukan


energi yang cukup besar karena sifat inersia kita sebagai manusia yang sulit untuk
melakukan perubahan. Tetapi bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Ada
beberapa hal yang bisa dilakukan oleh usaha kecil dan mikro untuk membangun
organisasi yang inovatif antara lain (Tidd dan Bessant, 2010):
1. Visi Bersama dan Kepemimpinan yang Mendorong Proses Inovasi
2. Menciptakan Struktur Organisasi yang Tepat
3. Individu Kunci
4. Kerjasama Tim yang Efektif Untuk Menghancurkan Hambatan
5. Iklim dan Budaya yang Mendukung, Contohnya budaya yang mendukung
adalah : Saling percaya dan terbuka, Memberikan tantangan dan
keikutsertaan setiap anggota organisasi, Mendorong munculnya ide, Forum
argumentasi yang elegan, dan Keberanian mengambil resiko.
Adapun cara yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan sumber inovasi,
menurut Tidd dan Bessant (2010) sumber-sumber inovasi dapat diperoleh dari :
a. Melihat orang lain.
b. Mengkombinasikan inovasi yang sudah ada.
c. Pelanggan atau pengguna
d. Kustomisasi
e. Dan lain-lain.

2.1.2 Aliansi atau Partnership dalam Inovasi

Tahun 2003 Henry Chesbrough dari Harvard University memperkenalkan


konsep Inovasi Terbukan (open innovation). Inovasi tersebut merupakan sebuah
konsep dimana proses inovasi yang dulunya dikerjakan sendiri-sendiri dirubah
untuk dilakukan secara bekerjasama (collaborative partnership). Dalam beberapa
tahun belakangan ini riset dan pengembangan telah banyak mengalami transformasi
dari semula dilakukan secara sendiri-sendiri kini dilakukan secara bersama-sama
(Sorrenti dan Garrafo,2010). Ada beberapa cara dalam bekerja sama dalam
melakukan inovasi. Tetapi pada dasarnya dapat dibagi kedalam 2 cara yaitu, dengan
melibatkan adanya pembagian modal (Lambert, et.al, 1996) dan tanpa melibatkan
adanya pembagian modal (Markman, et.al, 2008).
a. Kerjasama yang melibatkan adanya pembagian modal
Kerjasama ini melibatkan pembentukan usaha kecil dan mikro yang baru,
dimana usaha kecil dan mikro dapat saling bergabung atau memberikan
modal sebagai bagian kepemilikan pembetukan usaha kecil dan mikro yang
baru tersebut.
b. Kerjasama yang tidak melibatkan adanya pembagian modal
Kerjasama ini tanpa melibatkan pembetukan usaha kecil dan mikro yang
baru, dimana kegiatan inovasi hanya dilakukan berdasarkan proyek saja atau
kegiatan saja.

3
Ada 3 alasan kenapa usaha kecil dan mikro harus membentuk aliansi atau
partnership dalam kegiatan inovasinya :
1. Efesiensi dan Efektivitas Dalam Penggunaan Resources atau Sumber
Daya Bersama.
2. Adanya Proses Knowledge Sharing atau Berbagi Pengetahuan.
3. Pembagian Resiko Bersama.
Setelah usaha kecil dan mikro membentuk aliansi atau kerjasama dalam
inovasinya, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengelola aliansi atau
kerja sama tersebut, Wohlstetter. et.al (2005) membagi aliansi kedalam 3 tahap
yaitu tahap pembentukan awal, Tahap operasional, dan tahap evaluasi. Masing-
masing tahap memiliki tantangan tersendiri (Rothwell, 1977 dan Wohlstetter.et.al,
2005) :
1. Tantangan pada Tahap pembentukan awal.
Tantangan pertama adalah pada tahap pembentukan awal kerjasama. Usaha
kecil dan mikro akan dihadapkan pada tantangan menentukan tujuan
bersama, tanggung jawab masing-masing pihak, peran dan tugas masing-
masing pihak, serta pembagian sumberdaya yang digunakan oleh masing-
masing pihak. Hal itu perlu dibicarakan dengan keterbukaan dan semangat
untuk maju.
2. Tantangan pada Tahap operasi.
Tantangan kedua adalah pada tahap operasi. Isu yang timbul pada tahap ini
adalah perihal cara untuk menstabilkan kegiatan operasional dan proses
bisnisnya. Oleh karena itu usaha kecil dan mikro perlu membuat
kesepakatan dalam hal :
 Batasan pengelolaan jaringan kerjasama : perlu didefinisikan
keanggotaan jaringan kerjasama dan batasannya.
 Proses pengambilan keputusan : perlu dibuat tata cara pengambilan
keputusan.
 Penyelesaian masalah : perlu dibuat mekanisme penyelesaian masalah
 Dan lain-lainnya.
3. Tantangan pada Tahap stabil dan evaluasi.
Pada tahap ini aliansi atau kerjasama tidak hanya harus dijaga agar tetap
berjalan dengan baik, tetapi juga harus di definisikan kembali tujuannya
agar mencapai kondisi yang lebih baik. Aliansi atau kerjasama harus terus
ditingkatkan, sehingga setiap usaha kecil dan mikro yang tergabung dalam
jaringan kerjasama tersebut akan selalu melihat bahwa aliansi atau
kerjasama ini selalu memberikan manfaat dan keuntungan bagi
perkembangan usahanya. Hal yang perlu dilakukan adalah selalu melakukan
evaluasi secara periodik atau berkala. Menetapkan target-target baru melalui
kegiatan pengembangan inovasi yang baru.

2.1.3 Meningkatkan Keberhasilan dalam Komersialisasi Inovasi

Proses inovasi adalah proses yang berisiko, bila tidak dikelola dengan baik akan
memberikan kegagalan, tetapi bila dikelola dengan baik akan memberikan

4
keuntungan yang besar. Sangatlah tidak bijak dan berbahaya meninggalkan generasi
berikutnya dengan utang-utang karena proses inovasi yang tidak dapat
dikomersialkan. Oleh karena itu kegiatan inovasi haruslah kegiatan yang dapat
dikomersialkan (Touhill,et.al,2009) .
Oleh karena itu, agar kegiatan inovasi yang dilakukan usaha kecil dan mikro
dapat sukses, maka ada beberapa cara atau siklus kegiatan yang dapat dilakukan
oleh usaha kecil dan mikro, yaitu (Davies,et.al,2005) :
1. Melakukan proses pencarian ide inovasi yang sangat selektif dan hati-
hati.
2. Melakukan proses pemilihan ide inovasi dengan baik.
3. Mengimplementasikan ide inovasi dengan baik.
4. Menangkap peluang mendapatkan keuntungan dari proses inovasi.
Salah satu tujuan dari proses inovasi adalah untuk menangkap keuntungan dari
proses inovasi tersebut. Keuntunga tersebut diperoleh karena proses inovasi
menciptakan sebuah nilai. Oleh karena itu usaha kecil dan mikro harus menangkap
peluang mendapatkan keuntungan tersebut dengan menempatkan produk atau jasa
hasil inovasi pada waktu, tempat, kondisi dan orang yang tepat sehingga diperoleh
keuntungan dan manfaat dari hasil inovasi tersebut.
Menurut Large et.al., (2000) ada beberapa faktor yang dapat memberikan
kontribusi terhadap keberhasilan sebuah proses komersialisasi yaitu :
1. Kualitas produk atau jasa.
2. Pilihan mekanisme distribusi/transfer.
3. Kualitas bisnis intelijen.
4. Teknik evaluasi proyek.
5. Proses kerjasama tim.
6. Struktur organisasi.
7. Hadiah dan hukuman bagi anggota tim yang terlibat proses
komersialisasi.
8. Dukungan sumber daya yang terlatih

2.1.4 Mengetahui Tingkat Keberhasilan Inovasi

Ketikan sebuah usaha kecil dan mikro melakukan proses inovasi, langkah
selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengukur tingkat keberhasilan proses
inovasi yang telah dilakukannya. Apakah proses inovasi ini perlu dikaji ulang? Atau
ditingkatkan? Ada beberapa cara untuk mengukur tingkat keberhasilan sebuah
proses inovasi dengan menggunakan beberapa indikator sebagai parameternya.
Dalam buku Tidd dan Bessant (2010) mengatakan selain tentu saja indikator
meningkatnya pendapatan dan keuntungan, dan meningkatnya pangsa pasar ada
beberapa indikator lain untuk mengukur keberhasilan sebuah proses inovasi, yaitu
diantara lain :
1. Menurut John Gilbert, Head of Process Excellence, UBS :

5
 Meningkatnya perilaku inovatif diantara pekerja sehingga saling mendorong
untuk selalu melakukan kegiatan yang menuju perbaikan. Para pekerja
berusaha untuk meningkatkan kinerja mereka.
 Manajemen mendorong dan mendukung proses inovatif kepada pekerjanya
yang melakukan Tindakan perbaikan.
2. Menurut Patrick McLaughlin, Managing Director, Cerulean :
 Meningkatnya jumlah sumberdaya tidak harus terlalu banyak, dan tidak perlu
pula terlalu sedikit.
 Pekerja memiliki keinginan untuk mempertanyakan status quo dan
melakukan tantangan untuk merubah status quo tersebut.
 Pekerja menunjukkan ketidaksetujuan terhadap status quo dan berpikiran
terbuka terhadap ide-ide atau gagasan baru.
 Manajemen atau dalam hal ini pemilik usaha kecil dan mikro memiliki
komitmen untuk melakukan inovasi.
 Manajemen menyediakan waktu untuk membahas pengembangan ide baru,
melakukan percobaan dan evaluasi terhadap ide baru tersebut.
 Semua pekerja memilikikomitmen untuk melindungi lingkungan kerja,
sumber daya, orang, dan budaya inovatif dari korosi system birokrasi.
 Adanya pengakuan dan pemberian penghargaan bagi pekerja yang
memberikan dampak positif kepada organisasi.
 Inovasi sudah menjadi budaya organisasi.
3. Menurut Wouter Zeeman, CRH Insulation Europe :
 Tidak berhentinya semangat dan motivasi untuk melakukan inovasi dari para
pekerja.
 Manajemen memiliki pandangan bahwa proses inovasi adalah proses jangka
panjang bukan proses jangka pendek.
 Manajemen membentuk organisasi berbasis proyek.
 Manajemen membuat perencanaan portofolio berdasarkan kegiatan inovasi.
 Manajemen membangun tahapan evaluasi kegiatan inovasi untuk memonitor
kegiatan inovasi.
 Meningkatkan jumlah pekerja dan kompetensi pekerja yang berorientasi
kepada kegiatan inovasi.
4. Menurut John Tregaskes, Innovation Manager, SERCO :
 Terbentuknya budaya inovasi daripada kondisi stagnan.
 Manajemen berada di belakang dan selalu mendorong kegiatan inovasi.
 Pekerja dengan latar belakang pengalaman berbeda, latar belakang
Pendidikan berbeda, dan latar belakang keahlian berbeda mau bekerja sama
dan melakukan proses berbagi pengetahuan.
 Adanya budaya mengakui kesalahan dan kemudian hari pengalaman salah
tersebut berusaha untuk memperbaiki dengan melakukan usaha perbaikan
dengan cara menawarkan sebuah solusi dengan ide baru yang inovatif yang
dapat meningkatkan pengembangan.
5. Menurut Thesmer, Managing Director, Ictal Care Denmark :
 Inovasi telah menjadi bagian terintegrasi dengan strategi perusahaan.
 Budaya inovasi telah terbentuk pada setiap pekerja.

6
 Budaya untuk melakukan networking atau kerjasama dalam melakukan
kegiatan inovasi telah muncul.
 Budaya dan sikap untuk berbagi pengetahuan telah muncul pada setiap
pekerja.
 Proses dari inovasi menuju komersialisasi tidak dilakukan secara langsung
tetapi melalui proses uji coba dengan menggunakan pembuatan prototipe.
6. Menurut Rob Perrons, Shell Exploration, USA :
 Pekerja memahami bahwa proses inovasi adalah proses yang berisiko karena
itu harus dikelola dengan baik.
 Para pekerja memahami untuk kesuksesan sebuah inovasi maka kedekatan
dengan pelanggan atau konsumen menjadi hal yang harus dilakukan.

2.1.5 Contoh Implementasi Manajemen Inovasi

Di bawah ini merupakan contoh sukses dari manajemen inovasi yang telah
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan berskala global, contohnya sebagai berikut :
a. Toyota Motor Corporation (Paul dkk., 2008)
Toyota membuat sejarah pada bulan Desember 1997 dengan merubah arah bisnis
otomotifnya sengan memperkenalkan sebuah brand baru bernama PRIUS,
sebuah inovasi dinamis dalam motor berbahan energy listrik (Hybrid Electric
Vehicle).
b. Implikasi Portofolio Manjemen R&D Project terhadap Manajemen Inovasi
Tantangan yang dihadapi dalam melakukan teknik portofolio ini adalah
menentukan variable dan indicator yang sesuai untuk penilaian project R&D.
Oleh karena itu, dalam beberapa paper disebutkan berbagai teknik penilaian
yang dikenal sebagai alat analisis strategis perusahaan dalam menentukan arah
kebijakan strateginya, yaitu (Mikkola, 2001):
a) BCG Growth-Share Matrix
Alat analisis strategis yang populer pada tahun 1970-an, yang
diaplikasikan di berbagai perusahaan multinasional untuk menentukan
skala prioritas proyek, investasi dan pengalokasian sumber daya.
b) McKinsey Matrix
Memberikan saran untuk mempriotaskan alokasi sumber daya dengan
melihat faktor internal dan eksternal yang ada di perusahaan yang
bermanfaat untuk keputusan investasinya.
c) Product Portofolio Matrix
Alat analisis pertama yang fokus pada portofolio produk. Digunakan
untuk memberikan arah bagi perusahaan dalam mengalokasikan sumber
dayanya pada kekuatan (strength) bisnisnya dan industry attractiveness.
d) Technology Portofolio Matrix
Untuk menjawab kekurangan dari Product Portofolio Matrix, Capon dan
Glazer (1987) membuat ini dengan kerangka pemikiran yang
mengkombinasikan antara teknologi dengan strategi marketing.
e) Product and Process Development Projects Matrix
Fokus pada perubahan produk yang disebabkan oleh perubahan proses
dimana pada akhirnya akan berakibat terhadap perubahan alokasi sumber
dayanya.
f) Performance Map

7
Untuk mengidentifikasi dimensi sukses dari produk baru. Membuat
penaksiran terhadap lima tipe kinerja yang berhubungan dengan dua
dimensi kinerja, yaitu kinerja waktu (time performance) dan kinerja
keuangan (financial performance).
g) R&D Project Portofolio Matrix and Dynamic of Innovation and Imitation
Digunakan untuk melihat gap antara competitive advantage dengan
customer value dan melihat pergeseran “value” yang terjadi antarlintas
matriks, sehingga bisa menjadi sebuah matriks yang dinamis untuk
melihat strategi yang paling tepat untuk menjembatani antara competitive
advantage dengan customer value.

 Contoh kasus FAD-STAR Transformation (Mikkola, 2001)

Ketika televisi (TV) berwarna dari Jepang masuk ke Amerika pada era tahun 70-
an, membuat perusahaan TV Amerika (yang saat itu masih memproduksi TV hitam-
putih) melakukan strategis untuk kembali menguasai pasar Amerika dengan
melakukan inovasi dan mengembangakan produk mereka. The Radio Corporation
of Ameria (RCA) merupakan perusahaan TV yang memproduksi TV hitam-putih
pertama kali sekaligus sebagai pemegang paten dan melakukan inovasi besar-
besaran. Namun sampai dengan tahun 1976, Jepang tetap lebih unggul dengan
melakukan tampilang TV-nya. Hal ini menjadikan TV berwarna Jepang tetap
menjadi favorit bagi konsumen Amerika karena mempunyai kualitas dan tampilan
lebih bagus dengan harga yang lebih murah dibandingkan TV berwarna Amerika
(Scherer, 1992).

2.2 Inovasi Manajemen

Inovasi manajemen adalah implementasi dari sebuah aplikasi, proses dan


struktur manajemen baru yang mewakili sebuah awal penting bagi perusahaan untuk
bertransformasi ke arah yang lebih baik (Birkinshaw dan Mol, 2006). Proses inovasi
manajemen berbedan dengan inovasi teknologi. Terdapat dua poin penting yang
membedakan antara proses inovasi manajemen dengan inovasi teknologi, yaitu
(Birkinshaw dan Mol, 2006):

1. Proses inovasi manajemen melibatkan lebih banyak pihak luar (external


change agents), dimana pihak luar memberikan masukan dan inspirasi.
Para external change agents ini adalah campuran dari akademisi,
konsultan, mentor-mentor manajerial dan mantan karyawan.

2. Proses inovasi manajemen merupakan proses yang bersifat bertahap dan


bisa lebih disebarkan dibandingkan dengan inovasi teknologi.
Birkinshaw dan Mol (2006) mengembangkan sebuah model inovasi
manajemen dimana dalam model tersebut terdapat empat tahapan. Pada
tiap tahapan terdapat perbedaan peran individu internal dan eksternal.
Tiap tahapan adalah sebagai berikut (Birkinshaw dan Mol, 2006) :
1) Tahap pertama adalah ketidakpuasan terhadap suatu keadaan yang
bersifat tetap (Dissatisfaction with Status Quo), permasalahan internal
yang menjadikan inovasi manajemen tumbuh dan berkembang.

8
2) Tahap kedua adalah Inspiration from Other Sources, inovasi
manajemen membutuhkan inspirasi dan masukan dari beberapa pihak
untuk pengembangan perusahaan secara lebih baik.
3) Tahap ketiga adalah Invention. Dikenal sebagai tahapan “Eureka
Moment”, dimana ide-ide tentang aplikasi, proses dan struktur yangbaru
timul dari tahapan sebelumnya.
4) Tahap keempat adalah Internal and External Validation. Dalam
manajemen inovasi, risiko dan ketidakpastian keuntungan selalu ada
dalam setiap langkah strategis yang diambil. Validasi yang dilakukan
secara eksternal oleh perushaan bisa didapatkan dari empat sumber, yaitu
akademisi atau peneliti, organisasi media dan asosiasi industri.

Tipe dari inovasi manajemen, sebagai berikut : (a) inovasi manajemen yang
radikal, (b) inovasi manajemen bersifat sistem (Systemic in Nature and Cross
Functional) dan (c) dibangun dari sebuah platform inovasi sebelumnya dan menjadi
bagian dari sebuah program perubahan yang sedang berjalan (On Going Programme
of Change).

Inovasi dan Risiko

2.3 Klasifikasi Risiko

Klasifikasi risiko sebenarnya digolongkan dari berbagai sudut pandang yang


berbeda menurut aktivitas operasionalnya. Artinya risiko dapat dibedakan dalam
beberapa kelas. Risiko bisnis, risiko property, risiko informasi, risiko lingkungan
dan jenis-jenis risiko lain dapat digolongkan sebagai sebuah risiko umum.
Risiko yang dihadapi organisasi menurut David O & Desheng W, 2008)

Strategi bisnis &


Lingkungan Eksternal Eksekusi Proses Bisnis
kebijakannya
Pesaing Strategi dan inovasi Perencanaan
Proses dan desain
Legal & Peraturan Alokasi dana
teknologi
Eksekusi teknologi dan
Bencana Alam Portofolio produk
kelanjutannya
Vendor/hubungan
Biaya Kesehatan Struktur Organisasi
partnership
Ekspektasi Pelanggan Kebijakan organisasi Kepuasan pelanggan
Hak intelektual
Integrasi perubahan

Sumber Daya Manusia Analisis dan Pelaporan Teknologi dan Data

Infrastruktur dan
Kepemimpinan Kemampuan manajemen
arsitektur teknologi
Skill dan kemampuan Perencanaan Ketepatan dan integritas

9
dana
Integritas pemrosesan
Kemampuan beradaptasi Budgeting / finansial
data
Informasi akuntan dan
Komunikasi IT security
pajak
Kehandalan dan
Insentif performa Pelaporan eksternal
recovery teknologi
Kepercayaan Pricing dan Margin
Penyalahgunaan &
Market Intelligence
penipuan
Komitmen kontrak

Mengambil risiko dalam berbagai sektor bisnis lain ujungnya membawa pada
persaingan dan inovasi. Karena itu risiko adalah masalah yang membutuhkan
struktur perencanaan manajemen yang dapat dimengerti, dipersiapkan dan
ditingkatkan.
The Global Risk Alliance (2003) mendiskusikan bahwa ada tiga tipe risiko :
1. Risiko berbasis ketidakpastian
Ditangani oleh : perencanaan bencana darurat dan perencanaan kelanjutan
bisnis.
2. Risiko berbasis predikat
Ditangani oleh : keamanan dan tools untuk manajemen prediksi/hazard
beserta dengan teknik dan metode
3. Risiko berbasis kesempatan
Ditangani oleh : mengukur besar tidak nya risiko

Beberapa jenis risiko yang bisa terjadi menurut Duong,2009 :


1. Financial risk adalah sebuah kata yang cukup luas yang dapat mencakup
segala macam bentuk risiko keuangan seperti risiko likuidasi, risiko
pendanaan, risiko pemberian harga dan lainnya. Contoh mudahnya adalah
seperti ketersediaan bahan bakar yang mempengaruhi nilai bahan bakar dan
kekuatan serta keuntungan pada sebuah perusahaan yang bekerja untuk
memproduksi minyak, tapi perubahan harga dari bahan baku ataupun
kebutuhan utama lainnya juga dapat mempengaruhi perubahan harga yang
akan sangat membebani agensi travel atau transportasi.
2. Hazard risk biasanya direlasikan pada lingkungan kerja, property dan
bencana alam. Bahaya dikorelasikan dengan kerusakan yang mengancam
kehidupan dan keamanan pegawai atau personel dari property. Bahaya juga
dapat dikategorikan yakni bahaya/ancaman fisik, bio-kimia, mekanis dan
psikologis yang muncul dari tempat kerja baik di dalam dan lingkungan
kantor atau saat bekerja di lapangan.
3. Operational risk sering kali digolongkan pada human risk yang berujung
pada kegagalan operasi bisnis. Risiko operasional termasuk risiko yang ada
dalam aktivitas internal organisasi yang di dalamnya termasuk orang-orang,

10
produk atau jasa yang ditawarkan sistem operasional dan faktor-faktor
eksternal lainnya.
4. Strategic risk mengimplikasikan probabilitas kerugian yang timbul dari
business plan, pengambilan keputusan yang buruk, inkonsistensi dan
mengimplementasikan yang tidak sesuai dengan rencana.

2.3.1 Risiko Spesifik Untuk Usaha Kecil dan Mikro

SME (Small Medium Enterprise) ataupun perusahaan mikro adalah istilah bisnis
yang mendefinisikan perusahaan yang memiliki jumlah anggota atau pegawai
yang kecil dan biasanya maksimal berjumlah 50 pekerja sebagai jumlah
maksimal untuk small business sementara berjumlah maksimal 250 untuk
medium business.
Kunci perbedaan antara perusahaan mikro dan perusahaan kecil menengah
terletak pada :
 Proses pengambilan keputusan. Semakin besar perusahaan dengan level
birokrasi mereka, akan lebih panjang dan sulit untuk memvalidasi
keputusan, sedangkan perusahaan kecil menengah sangat cepat
mengambil keputusan.
 Level dari cakupan risiko. Biasanya perusahaan kecil menengah terutama
perusahaan kecil ataupun start up business dalam tahap pengembangan
dan perluasan melihat diri mereka sendiri sebagai risiko. Semakin besar
perusahaan kecenderungan mereka akan lebih ke arah bertahan untuk
memastikan dan memperkuat kekuatan operasi.
 Alokasi sumber daya. Perusahaan kecil akan selalu bermain dengan dana
yang sangat terbatas. Walaupun perusahaan yang lebih besar juga tidak
memiliki kemampuan keuangan yang benar-benar besar, batasan untuk
mengalokasikan sumber daya lebih terbuka dan lebih banyak kesempatan
daripada kemampuan bisnis kecil.

Jenis risiko untuk usaha kecil dan mikro :


 Business Entry Risk
Bisnis kecil atau perusahaan mikro biasanya dibentuk dari
partnership/kemitraan atau kepemilikan yang merangkul bersama-sama
stakeholders dan investor yang memiliki entitas risiko operasional
karena kurang profesional dengan hanya mengandalkan satu atau dua
orang kunci yang memimpin organisasi.
 Human Capital Risk
Probabilitas turnover yang tinggi pegawai dan kelemahan dari segi
expertise (pegawai yang ahli melakukan suatu aktifitas spesifik)
menghasilkan tidak efektifnya manpower dalam perusahaan serta
menambah biaya jika harus melakukan pelatihan lagi. Untuk jangka
panjang, faktor SDM yang terus-menerus akibat turnover, akan

11
melemahkan produktifitas dan menyebabkan image dari merk bisnis
tersebut.
 Financial Risk-dalam hal biaya, cash flow dan Influence Power
Dana terbatas yang dimiliki oleh usaha kecil dan mikro, segala macam
pengeluaran akan sangat menekan. Biaya pekerja, biaya bahan bakar,
biaya untuk memasarkan produk di tengah-tengah kompetisi dan biaya-
biaya lainnya akan membuat return yang diharapkan oleh perusahaan
akan semakin menipis.
 Kompetisi dan market share
Usaha kecil dan mikro tidak dapat menghindari persaingan yang keras
dan sulit di tengah perusahaan yang lebih besar untuk mencapai target
pasar yang mampu dicapai dan menguntungkan.

2.4 Manajemen Risiko

Manajemen risiko dalam berbagai faktor :

Sektor Detail
Kebijakan pemerintah, nilai tukar, ketersediaan dari
Lingkungan pegawai/pekerja yang memiliki skill, cuaca dan
budaya
Teknikal Metode baru, teknologi dan material
Bahan Staff, material dan modal
Software yang mendukung, sistem yang lama dan
Integrasi
baru
Berbagai pengalaman dari setiap sektor, penggunaan
teknik dalam memanajemen proyek, HRM,
Manajemen menentukan goal yang relevan, manajemen dalam
transisi produk, struktur organisasi, perilaku
organisasi
Marketing Pelanggan dan kompetitor

2.5 Sistem Manajemen Risiko

Manajemen risiko berarti proses untuk mengerti dan memahami alasan dan sifat
dasar dari ketidakpastian masa depan dan membuat perencanaan positif untuk
mengurangi dari ancaman saat ini atau mengambil kesempatan atau peluang dari
kesempatan yang ada pada masa sekarang (Taplin, 2005).
Tujuan utama dari manajemen risiko adalah meningkatkan kemampuan proyek
dengan pendekatan dan pengidentifikasian secara sistemik, penilaian dan
manajemen dari proyek yang terkait dengan risiko.
Menurut Edward dan Bowey (2005), sebuah sistem manajemen risiko perlu
untuk bisa mencakup proses-proses berikut ini :
1. Mengenali dan mengidentifikasi konteks yang masuk akal dan yang
pantas diraih.

12
2. Megenali risiko dari proyek yang akan dihadapi para stakeholder.
3. Menganalisis risiko yang telah teridentifikasi.
4. Mengembangkan respons yang perlu dilakukan pada risiko tersebut.
5. Mengkontrol dan memonitor risiko selama proyek.
6. Mengizinkan pengambilan kasus dari proyek ketika sudah selesai untuk
menambah risk-knowledge.
Dalam manajemen risiko terdapat beberapa metode atau cara yang mampu
mendiagnosa dan mengontrol risiko. Keizer et al (1991) membuat sebuah
model dengan nama Risk Diagnosing Methodology (RDM). Metode ini terdiri
dari sembilan tahapan yakni :
1. Briefing awal
2. Pertemuan pembuka
3. Wawancara individual untuk partisipan
4. Pemrosesan wawancara
5. Wawancara kuesioner risiko
6. Membangun profile risk
7. Mempersiapkan sesi manajemen risiko
8. Sesi manajemen risiko, dan
9. Eksekusi perencanaan manajemen risiko
Analisis risiko membantu sebuah organisasi mencapai sebuah pemahaman
dari kerusakan yang ditimbulkan dari sebuah risiko proyek. Beberapa metode
yang berbeda untuk mengatasi atau menganalisis risiko antara lain : Simulasi
Monte Carlo, Metode Identifikasi Hazard, Analisis Efek dan Kegagalan,
Analisis Fault Tree, Analisis Event Tree, Skenario ‘What-If’, Influence
Diagram, dan lainnya.
Ada beberapa pendekatan yang usaha kecil dan mikro dapat pilih dalam
proses manajemen risiko dan dapat membantu meminimalisasi kerugian.
Kliem et al (1997) mengatakan ada empat langkah penting dalam proses ini
yakni :
1. Identifikasi risiko
2. Analisis risiko
3. Pengurangan risiko
4. Follow-up risiko

2.5.1 Manajemen Risiko Proyek Untuk Usaha Kecil dan Mikro

Ukuran dan skill manajemen bisa menjadi keuntungan ataupun kerugian untuk
usaha kecil dan mikro. Sisi negatifnya, keterbatasan yang membatasi kapabilitas
usaha kecil dan mikro saat menghadapi risiko.
Koster (2009) mengeluarkan ide bahwa diperlukan adanya pertimbangan akan
kebijakan lokal saat berkolaborasi dengan proyek internasional. Satu negara

13
memiliki budaya dan cara melakukan bisnis yang berbeda, namun kadang orang
dari negara yang berbeda tidak memperhatikan hal ini dan juga tidak melakukan
kustomisasi terhadap budaya pula.
Faktor lain yang menyebabkan kegagalan proyek adalah sikap untuk menangani
risiko yang ada dari usaha kecil dan mikro. Menurut Russo (1990) terlalu
percaya diri menjadi hal yang juga dapat menyebabkan kegagalan dalam
menangani proyek.
Manajemen risiko proyek perlu beradaptasi dengan fleksibel terhadap jangkauan
pengerjaan; baik jangka pendek maupun panjang, dibutuhkan selalu perencanaan
alternatif yang bisa diatur dan dimodifikasi.
Antara proyek manajemen risiko untuk perusahaan besar dan untuk bisnis mikro
dan kecil ada dua poin berbeda yang perlu ditekankan berbeda yakni langkah-
langkah dalam perencanaan dan identifikasi risiko (V, Ho, 2003)
 Perencanaan risiko
Pada bagian perencanaan risiko hal penting yang berbeda adalah pada
pengukuran yang tepat dan perencanaan harus ditakar serta dikontrol
aktivitasnya dalam segi penjadwalan.
 Identifikasi risiko
Merupakan langkah paling penting dari manajemen risiko proyek.
Manajemen perlu meninjau semua skenario yang mungkin akan terjadi
pada tujuan dari proyek dengan pemikiran yang terbuka dan memiliki
visi ke depan.

2.5.2 Manajemen Risiko Pada Usaha Kecil Teknologi

Dibandingkan pada usaha kecil dan mikro, perusahaan yang bergerak pada
bidang teknologi tingkat tinggi memiliki kapasitas yang lebih besar dalam hal
inovasi, efisiensi teknologi dan karena itu pula, memiliki peluang yang lebih
besar untuk menghadapi risiko yang berbau teknologi.
Key innovation adalah inti dari bisnis teknologi. Kebocoran informasi pribadi
akan mengarah pada pelanggaran dari copyright dari kompetitor kepada
pelanggan; yang artinya menciderai reputasi dan kehilangan pasar. Penanganan
yang benar dari hasil keluaran teknologi termasuk persetujuan confidential
dengan pegawai dan pelanggan untuk menghindari material bisnis yang dicuri
ataupun bocor.

Barrier dalam Employee berinovasi


Untuk employee/pegawai ada beberapa alasan untuk membuat mereka berhenti
membangun inovasi. Berikut beberapa alasan dan contoh-contoh penghalang
yang ada :
1. Kehancuran karir. Karena inovasi sangat dekat dengan risiko yang berujung
pada kegagalan, kadang pegawai akan takut untuk mengambil risiko
sehingga mereka berada dalam ujung tanduk dan akhirnya gagal. Jika

14
perusahaan melakukan sanksi pada orang-orang yang mengambil risiko,
benih-benih inovasi akan sangat sulit berkembang.
2. Rasa bersalah dan pesimis jika gagal. Jika pegawai sangat tidak termotivasi
untuk mencapai kesuksesan, keinginan untuk berinovasi sama sekali tidak
berguna. Pegawai perlu belajar bagaimana dan apa yang benar-benar
memotivasi mereka.
Ketakutan inovasi tidak akan berdampak besar. Di dalam inovasi tidak akan
mungkin terjadi dampak yang besar jika tidak ada kesediaan untuk menerima
bahaya dan risiko yang besar pula. Tanpa adanya risiko, tidak akan ada juga hasil
memuaskan.

2.6 Inovasi Rendah Risiko

Inovasi tidak selalu bekerja sesuai dengan yang perusahaan harapkan. Walaupun
perusahaan memiliki resource yang memadai,baik dari komitmen, pendanaan, dan
tingkat organisasi yang kokoh, banyak sekali perusahaan yang mengalami
kegagalan saat melihat hasil yang mereka dapatkan dan investasi yang mereka buat.

2.7 Pengaruh Kebijakan Pemerintah Terhadap Bisnis Mikro dan


Inovasi

Pendanaan adalah hal yang penting di dalam semua bisnis, dan termasuk di
dalamnya start up business. Saat start-up ini memiliki beberapa asset dan mungkin
tidak memiliki profit pada tahun pertama mereka, model tradisional untuk
pengaturan utang dan keuangan sangat sulit dilakukan pada jenis bisnis ini.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Persaingan agresif yang ditandai dengan munculnya perusahaan-


perusahaan baru dan kemajuan teknologi menjadikan persaingan bisnis
menjadi semakin mengglobal. Organisasi atau unit bisnis yang secara konsisten
mampu dan mau menerapkan proses inovasi, mengelola inovasi serta
menganalisis risiko dengan baik akan mempunyai potensi yang besar bagi
perusahaan dalam menciptakan keunggulan bersaing (competitive advantage)
dan finansial, ketika mereka bersifat radikal, sistemik dan plat-form based.
Menurut Ansell dan Wharton (1992), risiko pada dasarnya digunakan
untuk mengukur kemungkinan dari hasil output yang mungkin dihasilkan dari
inovasi. Sehingga terjadi saat peluncuran produk baru mendorong peningkatan
kembali pangsa pasar yang sudah mulai jenuh. Pada kondisi lingkungan bisnis
sekarang ini di mana selera konsumen terus berubah maka proses penciptaan
produk atau jasa yang baru menjadi penting untuk menjaga keberlanjutan
sebuah usaha.
Proses inovasi hanya dapat menciptakan pertumbuhan dan keunggulan
bagi usaha yang sudah berjalan dan stabil tetapi juga menciptakan peluang dan
bertumbuhnya usaha-usaha kecil dan mikro yang baru. Banyak usaha yang
menciptakan aturan main yang baru tanpa disadari, bisa mengundang risiko.
Menjadikan risiko dapat didefinisikan dengan sebuah situasi yang telah
diperhitungkan yang telah terjadi dan peluang terjadinya telah ditelaah dari
sumber yang telah disetujui oleh para expert dan akhirnya dapat dikenali.

16
DAFTAR PUSTAKA

Dhewanto, Wawan, Hendrati Dwi Mulyaningsih, Anggraeni Permatasari, Grisna


Anggadwita dan Indriany Ameka. 2014. Manajemen Inovasi, Peluang Sukses Menghadapi
Perubahan. Yogyakarta: CV Andre Offset.
Dhewanto, Wawan, Rhian Indradewa, Wardah Naili Ulfah, Santi Rahmawati, Ghita
Yoshanti dan Christian Zendry Lumanga. 2015. Manajemen Inovasi untuk Usaha Kecil
dan Mikro. Bandung: Alfabeta.

17

Anda mungkin juga menyukai