Anda di halaman 1dari 11

TEORI MOTIVASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Motivasi ialah suatu konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada
dalam diri karyawan yang memulai dan mengarahkan perilaku. (Gibson)
Ialah keinginan untuk berusaha atau berupaya sekuat tenaga untuk mencapai tujuan
organisasi yang dikondisikan atau ditentukan oleh kemampuan usaha/upaya untuk memenuhi
sesuatu kebutuhan individual. (Stephen P. Robinson)
Dari dua batasan atau definisi tersebut pada intinya adalah mempunyai kesamaan
pengertian walaupun ada perbedaan redaksional. Motivasi secara umum berkaitan dengan
usaha untuk memenuhi semua tujuan sehingga fokus pembahasan dipersempit pada tujuan
organisasional supaya dapat merepleksikan perhatian kita pada perilaku yang berkaitan
dengan pekerjaan. Dalam batasan/definisi tersebut didapat tiga elemen kunci, yaitu: usaha
tujuan, organisasi, dan kebutuhan.
Dalam pengelolaan organisasi seorang manajer harus mempertimbangkan suatu
motivasi yang berbeda untuk sekelompok orang, yang dalam banyak hal tidak dapat diduga
sebelumnya. Keanekaragaman ini menyebabkan perbedaan perilaku, dalam hal ini beberapa
hal berkaitan dengan titik tolak individu yaitu kebutuhan dan tujuan.
Setiap anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi timbul adanya perasaan
kepuasan kerja dan ketidak puasan. Oleh karena itulah setiap pimpinan atau manajer suatu
organisasi perlu menciptakan suatu iklim yang sehat secara etis bagi anggotanya atau
pegawainya, dimana mereka melakukan pekerjaan secara maksimal dan produktif. Hal ini
sudah barang tentu adanya perilkau individu dalam organisasi yang merupakan interaksi
antara karakteristik individu dan karakteristik organisasi (Thoha.1998).

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MOTIVASI KERJA


Motivasi menurut Luthans (1992) berasal dari kata latin movere, artinya “bergerak”.
Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya kekurang psikologis atau
kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan maksud mencapai suatu tujuan atau
insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat difahami melalui hubungan antara kebutuhan,
dorongan dan insentif (tujuan).
Gambar-1

The Basic Motivation Process

NEEDS DRIVES INCENTIVES

Motivasi di dalam dunia kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan semangat atau
dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut
pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seseorang tenaga kerja ikut
menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi kerja.
Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja, kemampuan dan peluang.
Keterkaiatan antara motivasi dan prestasi kerja dapat di rumuskan sebagai berikut:

Bila motivasi kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun
kemampuannya ada dan baik, serta memiliki peluang.
Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang
proaktif seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan
yang dituntut oleh pekerjaannya atau akan berusaha untuk mencari, menemukan atau
menciptakan peluang di mana ia akan menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk
dapat berprestasi yang tinggi. Sebaliknya, motivasi kerja yang bersifat reaktif, cenderung
menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya.
Motivasi kerja merupakan pemberian dorongan. Pemberian dorongan ini
dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang atau karyawan agar mereka bersemangat dan
dapat mencapai hasil sesuai dengan tuntutan perusahaan. Oleh karena itu seorang manajer
dituntut pengenalan atau pemahaman akan sifat dan karateristik karyawannya, suatu
kebutuhan yang dilandasi oleh motif dengan penguasaan manajer terhadap perilaku dan
tindakan yang dibatasi oleh motif, maka manajer dapat mempengaruhi bawahannya untuk
bertindak sesuai dengan keinginan organisasi.
Menurut Martoyo (2000) motivasi kinerja adalah sesuatu yang menimbulkan
dorongan atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi adalah
suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan
tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku
seseorang. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia pasti memiliki sesuatu
faktor yang mendorong perbuatan tersebut. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat
penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para
karyawan atau pekerja untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang
telah ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang besar dari
para karyawan maka hal tersebut merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan
dalam mencapai tujuannya.
Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi
tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
1. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial
kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
2. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial/ uang,
akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusia dan lain
sebagainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi
mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memberikan
kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun
mengurangi ketidak seimbangan.
Teori motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan (content
theory) dan teori proses (process theory). Teori ini dikenal dengan nama konsep Higiene,
yang mana cakupannya adalah:
1. Isi Pekerjaan, Hal ini berkaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu pekerjaan yang dimiliki
oleh tenaga kerja yang isinya meliputi: Prestasi, upaya dari pekerjaan atau karyawan sebagai
aset jangka panjang dalam menghasilkan sesuatu yang positif di dalam pekerjaannya,
pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, pengembangan potensi individu.
2. Faktor Higienis, suatu motivasi yang dapat diwujudkan seperti halnya : gaji dan upah,
kondisi kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan antara pribadi, kualitas
supervisi.
Pada teori tersebut bahwa perencanaan pekerjaan bagi karyawan haruslah
menunjukkan keseimbangan antara dua faktor.

B. TEORI-TEORI MOTIVASI
Teori motivasi bervariasi, yaitu menurut isi motivasi dan proses motivasi. Teori yang
berhubungan dengan pengidentifikasian isi motivasi berkaitan dengan apa yang memotivasi
tenaga kerja. Sedangkan teori proses lebih berkaitan dengan bagaimana proses motivasi
berlangsung. Sehingga dalam modul 2 ini akan dibahas delapan teori motivasi, empat teori
dari teori motivasi isi, yaitu: teori tata tingkat-kebutuhan, teori eksistensi-relasi-pertumbuhan,
teori dua faktor, teori motivasi berprestasi, dan empat teori motivasi proses, yaitu: teori
penguatan, teori tujuan, teori expectacy, dan teoriequity. Kedelapan teori ini akan
memberikan kontribusi tentang motivasi kerja.

1. Teori Motivasi Isi


a. Teori Tata Tingkat-Kebutuhan
Setiap individu memiliki needs (kebutuhan, dorongan intrinsic dan ekstrinsic factor),
yang pemunculannya sangat terkait dengan dengan kepentingan individu. Dengan kenyataan
ini, kemudian Maslow membuat “need hierarchy theory” untuk menjawab tentang tingkatan
kebutuhan manusia. Bagitu juga individu sebagai karyawan tidak bisa melepaskan diri dari
kebutuhan-kebutuhannya.
Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan manusia dapat digolongkan dalam lima
tingkatan sebagai berikut:
1) Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis). Merupakan suatu kebutuhan yang sangat
mendasar. Contohnya: kita memerlukan makan, air, dan udara untuk hidup. Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan yang sangat primer, karena kebutuhan ini telah ada sejak lahir. Jika
kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti eksistensinya.
2) Safety needs (kebutuhan rasa aman). Merupakan kebutuhan untuk merasa aman baik secara
fisik maupun psikologis dari gangguan. Apabila kebutuhan ini diterapkan dalam dunia kerja
maka individu membutuhkan keamanan jiwanya ketika bekerja.
3) Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial). Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial,
sehingga mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan sosial, sehingga mereka mempunyai
kebutuhan-kebutuhan sosial sebagai berikut:
 Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di mana ia hidup dan bekerja
 Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting
 Kebutuhan untuk dapat berprestasi
 Kebutuhan untuk ikut serta (sense of participation)
4) Esteem needs (kebutuhan akan harga diri). Penghargaan meliputi faktor internal, sebagai
contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor eksternal, sebagai
contoh, status, pengakuan, dan perhatian. Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat
terungkap dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya.
Keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya.
5) Self Actualization. Kebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk kemampuan berkembang,
kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri sendiri. pada tingkatan ini,
contohnya karyawan cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan berbuat yang terbaik.
Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai tingkat tinggi dan tingkat rendah.
Kebutuhan tingkat rendah, kebutuhan yang harus dipuaskan pertama kali adalah kebutuhan
fisiologi. Kemudian kebutuhan itu diikuti oleh kebutuhan keamanan, sosial dan kebutuhan
penghargaan. Di puncak dari hirarki adalah kebutuhan akan pemenuhan diri sendiri. Setiap
kebutuhan dalam tata tingkat tersebut harus dipuaskan menurut tingkatannya. Ketika
kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan berhenti memotivasi perilaku, dan kebutuhan
berikutnya dalam hirarki selanjutnya akan mulai memotivasi perilaku. Dalam dunia kerja,
orang sewaktu kerja melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan paling rendah yang belum
terpuaskan.

b. Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori ERG adalah siangkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth needs, yang
dikembangkan oleh Alderfer, yang merupakan suatu modifikasi dan reformulasi dari teori
tata tingkat kebutuhan dari Maslow.
Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu:
1) Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan substansi material,
seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan fisiological dan rasa aman dari Maslow.
2) Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk memelihara
hubungan antarpribadi yang penting. Individu berkeinginan untuk berkomunikasi secara
terbuka dengan orang lain yang dianggap penting dalam kehidupan mereka dan mempunyai
hubungan yang bermakna dengan keluarga, teman dan rekan kerja. Kebutuhan ini mencakup
kebutuhan sosial dan dan bagian eksternal dari esteem(penghargaan) dari Maslow.
3) Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki
seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh. Selain kebutuhan
aktualisasi, juga termasuk bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri Maslow.
Teori ERG mengandung suatu dimensi frustasi-regresi. Dalam teori ERG, dinyatakan
bahwa apabila suatu tingkat kebutuhan dari urutan tertinggi terhalang, akan terjadi hasrat
individu untuk meningkatkan kebutuhan tingkat lebih rendah. Sebagai contoh,
ketidakmampuan memuaskan suatu kebutuhan akan interaksi sosial, akan meningkatkan
keinginan untuk memiliki banyak uang atau kondisi yang lebih baik. Jadi frustasi (halangan)
dapat mendorong pada suatu kemunduran yang lebih rendah.

c. Teori Dua Faktor


Penelitian Herzberg menghasilkan dua kesimpulan khusus mengenai teori
tersebut yaitu:
1) Serangkaian kondisi ekstrinsik, yaitu kondisi kerja ekstrinsik seperti
upah dan kondisi kerja tersebut bersifat ekstren tehadap pekerjaan sepeti: jaminan
status, prosedur, perusahaan, mutu supervisi dan mutu hubungan antara
pribadi diantara rekan kerja, atasan dengan bawahan.
2) Serangkaian kondisi intrinsik, yaitu kondisi kerja intrinsik seperti tantangan pekerjaan
atau rasa berprestasi, melakukan pekerjaan yang baik, terbentuk dalam pekerjaan itu
sendiri. Faktor-faktor dari rangkaian kondisi intrinsik dsebut pemuas atau motivator
yang meliputi: prestasi (achivement), pengakuan (recognation), tanggung jawab
(responsibility), kemajuan (advencement), dan kemungkinan berkembang (the
possibility of growth).
Herzberg (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) membedakan dua faktor yang
mempengaruhi motivasi para pekerja dengan cara yang berbeda, faktor motivator dan faktor
hygiene. Faktor motivasi mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi pekerjaan, yang
merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan, yaitu: tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu
sendiri, pencapaian prestasi, dan pengakuan. Herzberg menyatakan ini sebagai faktor
motivator. Dinamakan sebagai faktor motivator, karena masing-masing diasosiasikan dengan
usaha yang keras dan kinerja yang bagus. Motivator menyebabkan seseorang
bergerak (move) dari keadaan tidak puas kepada kepuasan. Oleh karena itu Herzberg
memprediksikan bahwa manajer dapat memotivasi individu dengan memasukkan motivator
ke dalam pekerjaan individu.
Ketidakpuasan kerja terutama diasosiasikan dengan faktor-faktor di dalam keadaan atau
lingkungan pekerjaan. Yaitu berupa: aturan-aturan administrasi dan kebijaksanaan
perusahaan, supervisi, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, gaji dan sebagainya. faktor-
faktor ini dinamakan dengan faktor hygien. Manajer yang ingin menghilangkan faktor-faktor
ketidakpuasan kerja lebih baik menempuh cara dengan menciptakan ketentraman kerja.
Jadi, menurut teori ini, perbaikan salary dan working conditions tidak akan enimbulkan
kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidak puasan. Selanjutnya dikatakan oleh Herzberg,
bahwa yang bisa memacu orang untuk bekerja dengan baik dan bergairah (motivator)
hanyalah kelompok satisfiers. Untuk satisfiers ini kadang-kadang diberi nama lain
sebagai intrinsic factor, job content, dan motivator. Sedangkan sebutan lain yang sering
digunakan untuk dissatisfiers ialah extrinsic factor, cob context dan danhygiene factor .
Kunci untuk memahami teori motivator-hygien adalah memahami bahwa lawan
“kepuasan” bukan “ketidakpuasan”. Lawan kepuasan adalah “tidak ada kepuasan”. Dan
lawan ketidakpuasan adalah “tidak ada ketidakpuasan”.

d. Teori Motivasi Berprestasi


Menurut David McClelland (dalam Anoraga & Suyati, 1995) ada tiga macam motif
atau kebutuhan yang relevan dengan situasi kerja, yaitu:
1) The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk berprestasi, untuk mencapai sukses.
2) The need for power (nPow), kebutuhan untuk dapat memerintah orang lain.
3) The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan, hubungan akrab antar pribadi.
Menurut Mc Clelland (dalam As’ad, 2004) ketiga kebutuhan tersebut munculnya
sangat dipengaruhi oleh situasi yang sangat spesifik. Apabila individu tersebut tingkah
lakunya didorong oleh tiga kebutuhan maka tingkah lakunya akan menampakkan ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan berprestasi yang tinggi akan nampak
sebagai berikut:
 Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan kreatif
 Mencari feed back (umpan balik) tentang perbuatannya
 Memilih resiko yang moderat (sedang) di dalm perbuatannya. Dengan Memilih resiko yang
sedang berarti masih ada peluang untuk berprestasi yang lebih tinggi
 Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya
2) Tingkah laku individu yang didorong oleh untuk berkuasa yang tinggi akan nampak sebagai
berikut:
 Berusaha menolong orang lain walaupun pertolongan itu tidak diminta
 Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari organisasi di mana ia berada
 Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat
mencerminkan prestise
 Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi
3) Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan untuk bersahabat akan nampak sebagai
berikut:
 Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya, daripada segi
tugas-tugas yang ada pada pekerjaan itu
 Melakukan pekerjaannya lebih efektif apabila bekerjasama bersama orang lain dalam suasana
yang lebih kooperatif
 Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain
 Lebih suka dengan orang lain daripada sendiri
Karyawan yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi tantangan untuk
berprestasi dari pada imbalannya. Perilaku diarahkan ke tujuan dengan kesukaran menengah.
Karyawan yang memiliki nPow tinggi, punya semangat kompetisi lebih pada jabatan dari
pada prestasi. Ia adalah tipe seorang yang senang apabila diberi jabatan yang dapat
memerintah orang lain. Sedangkan pada karyawan yang memiliki nAff tinggi, kurang
kompetitif. Mereka lebih senang berkawan, kooperatif dan hubungan antar personal yang
akrab. Kebutuhan-kebutuhan yang bervariasi ini akan muncul sangat dipengaruhi oleh situasi
yang sangat spesifik.

2. Teori Motivasi Proses


a. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Teori penguatan menggunakan pendekatan tingkah laku. Penganut teori ini
memandang tingkah laku sebagai akibat atau dipengaruhi lingkungan. Keadaan lingkungan
yang terus berulang akan mengendalikan tingkah laku. Jewell dan Siegall (1998)
menjelaskan lebih lanjut model dari penguatan, yaitu melalui tiga prinsip:
1) Orang tetap melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang memberikan penghargaan
2) Orang menghindari melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang memberikan hukuman
3) Orang akhirnya akan berhenti melakukan hal-hal yang tidak mempunyai hasil yang
memberikan penghargaan ataupun hukuman.
Gambar 2. Model Penguatan dari Motivasi Kerja
(Situasi kerja) (dari karyawan) (dari lingkungan)

b. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)


Teori ini dikemukakan oleh Locke (dalam Berry, 1998). Locke berpendapat bahwa
maksud-maksud untuk bekerja kearah suatu tujuan merupakan sumber utama dari motivasi
kerja. Artinya, tujuan memberitahukan karyawan apa yang perlu dikerjakan dan betapa
banyak upaya akan dihabiskan.
Lebih tepatnya teori penetapan tujuan mengenal bahwa tujuan yang khusus dan sulit
menghantar kepada kinerja yang lebih tinggi. Menurut Berry (1998) lima komponen dasar
tujuan untuk meningkatkan tingkat motivasi karyawan, yaitu: (1) tujuan harus jelas (misalnya
jumlah unit yang harus diselesaikan dalam satu jam), (2) tujuan harus mempunyai tingkat
kesulitan menengah sampai tinggi, (3) karyawan harus menerima tujuan itu, (4) karyawan
harus menerima umpan balik mengenai kemajuannya dalam usaha mencapai tujuan tersebut,
(5) tujuan yang ditentukan secara partisipasif lebih baik dari pada tujuan yang ditentukan
begitu saja.

c. Teori Harapan (Expectancy Theory)


Pertama kali dikemukakan oleh Heider (dalam As’ad, 2004). Pendekatan teori
harapan mengenai performance kerja dirumuskan sebagai berikut:

P = performance, M = motivation dan A = ability. Konsep ini akhirnya sangat populer


sehingga rumusan kognitif sudah banyak sekali variasinya. Di antara berbagai variasi terdapat
beberapa model yang dapat Kita kaji diantaranya:
1

BAB III
KESIMPULAN

Salah satu aspek dalam meningkatkan kinerja karyawan ialah pemberian motivasi
(daya perangsang) kepada karyawan, dengan istilah populer sekarang pemberian kegairahan
bekerja kepada karyawan. Telah dibatasi bahwa memanfaatkan karyawan yang memberi
manfaat kepada perusahaan. Ini juga berarti bahwa setiap karyawan yang memberi
kemungkinan bermanfaat ke dalam perusahaan, diusahakan oleh pimimpin agar kemungkinan
itu menjadi kenyataan. Usaha untuk merealisasi kemungkinan tersebut ialah dengan jalan
memberikan motivasi. Motivasi ini dimaksudkan untuk memberikan daya perangsang kepada
karyawan yang bersangkutan agar karyawan tersebut bekerja dengan segala daya dan
upayanya (Manulang , 2002).
Bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang yang bersifat positif
maupun negatif tentang pekerjaannya. Yang sudah barang tentu akan mempengaruhi perilaku
organisasi, termasuk ketidakpuasan kerja
Bahwa kepuasan nerja berkaitan dengan organisasi pendidikan akan terlihat
darioutcome atau produktivitas pendidikan yang diperoleh memuaskan atau tidak memuaskan
sehingga sudah barang tentu akan mempengaruhi juga perilaku organisasi pendidikan
DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, S & Suyati, S.1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

As’ad, M. 2004. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Edisi Ke-empat

Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and Organizational


Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston.

Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology. Dialih Bahasakan


oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern; Psikologi Terapan untuk
Mememecahkan Berbagai masalah di tempat Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi.

Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill Companies, Inc.

Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International Book Co-
Singapore.

Hick, Herbert G dan Gullet GR (1996), Organisasi Teori dan Tingka Laku. Jakarta, Bumi Aksara

Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.

Indrawijaya, Adam (2000), Perilaku Organisasi. Bandung, Sinar Baru Algesindo

Robbins, Stephen P (1994), Teori Organisasi Struktur, Desain & Aplikasi. Jakarta, Arcen

Syarief, Miftah (2000), Desentralisasi Pendidikan dan Otonomi Daerah, Jakarta, Sekretariat
Jenderal Depdiknas

Thoha, Miftah (1998), Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta, PT.Raja
Grafindo Persada

Tilaar (1999), Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung, PT.Remaja Rosda Karya

Winardi (1992), Manajemen Perilaku Organisasi. Bandung, PT.Citra Aditya Bakti

Anda mungkin juga menyukai