Anda di halaman 1dari 11

Merubah Perilaku Karyawan

Setiap perubahan akan mempengaruhi siapapun; apakah dia pihak manajemen


ataukah karyawan. Perubahan bisa ditanggapi secara positif ataukah negatif
bergantung pada jenis dan derajat perubahan itu sendiri. Ditanggapi secara negatif
atau dalam bentuk penolakan kalau perubahan yang terjadi dinilai merugikan diri
manajemen dan karyawan. Misalnya yang menyangkut penurunan kompensasi,
pembatasan karir , dan rasionalisasi karyawan. Sementara kalau perubahan itu terjadi
pada inovasi proses perbaikan mutu maka perubahan yang timbul pada manajemen
dan karyawan adalah dalam hal pengetahuan, sikap dan ketrampilan mengoperasikan
teknologi baru. Kalau itu terjadi pada perubahan motivasi karyawan staf dalam suatu
tim kerja maka perubahan yang semestinya terjadi adalah terjadinya perubahan
manajemen mutu sumberdaya manusia. Itu semua tanggapan positif atas terjadinya
perubahan.

Untuk mencapai keberhasilan suatu program perubahan maka setiap orang harus
siap dan mampu merubah perilakunya. Hal ini sangat bergantung pada apa yang
mempengaruhi perilaku dan apa pula yang mendorong seseorang untuk berubah.
Faktor-faktor internal yang diduga mempengaruhi perilaku meliputi pengetahuan,
ketrampilan, kepercayaan/keyakinan, lingkungan dan visi perusahaan. Sementara
faktor-faktor pendorong seseorang untuk berubah adalah kesempatan memperoleh
keuntungan nyata atau menghindari terjadinya kerugian pribadi.
(1) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan unsur pokok bagi setiap karyawan untuk merubah
perilakunya dalam mengerjakan sesuatu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan
karyawan semakin mudah dia untuk mengikuti perubahan sesuai dengan
tugasnya. Karena itu pengetahuan ditempatkan secara strategis sebagai salah
satu syarat penting bagi kemajuan perilaku karyawan. Karyawan yang hanya
menggunakan pengetahuan yang sekedarnya akan semakin tertinggal
kinerjanya dibanding karyawan yang selalu menambah pengetahuannya yang
baru.
(2) Ketrampilan
Ketrampilan, baik fisik maupun non-fisik, merupakan kemampuan seseorang
yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan baru. Ketrampilan fisik
dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan fisik, misalnya mengoperasikan
komputer, mesin produksi dsb. Ketrampilan non-fisik dibutuhkan untuk
mendapatkan sesuatu yang sudah jadi. Misalnya kemampuan memimpin rapat,
membangun komunikasi, dan mengelola hubungan dengan para pelanggan
secara efektif. Jadi disitu terdapat hubungan antara proses dan ketrampilan
komunikasi antarpersonal.
Ketrampilan lebih sulit untuk diubah atau dikembangkan ketimbang
pengetahuan. Perubahan ketrampilan sangat terkait dengan pola perilaku
naluri (instink). Proses perubahan respon instink karyawan membutuhkan
waktu relatif cukup panjang karena faktor kebiasaan apalagi budaya tidak
mudah untuk diubah. Misalnya karyawan yang biasanya bertanya pada
karyawan dengan ucapan “apa yang manajer inginkan” (kurang sopan) sulit
untuk segera berubah menjadi ucapan”apa yang dapat saya kerjakan untuk
manajer” atau “bolehkah saya membantu manajer” (lebih sopan).
(3) Kepercayaan
Kepercayaan karyawan menentukan sikapnya dalam menggunakan
pengetahuan dan ketrampilannya untuk mengerjakan sesuatu. Boleh jadi
karyawan diberikan pengetahuan dan ketrampilan baru dengan cara berbeda.
Namun hal itu dipengaruhi oleh kepercayaan yang dimilikinya apakah
pengetahuan dan ketrampilan yang diterimanya akan berguna atau tidak.
Dengan kata lain suatu kepercayaan relatif sulit untuk diubah. Jadi kalau ingin
melatih karyawan harus diketahui dahulu kepercayaan yang dimiliki karyawan
sekurang-kurangnya tentang aspek persepsi dari kegunaan suatu pelatihan.
(4) Lingkungan
Suatu lingkungan organisasi mempengaruhi perilaku karyawan apakah melalui
pemberian penghargaan atas perilaku yang diinginkan ataukah dengan
mengoreksi perilaku yang tidak diinginkan. Lingkungan organisasi seperti
keteladanan pimpinan dan model kepemimpinan serta masa depan organisasi
yang cerah akan berpengaruh pada derajat dan mutu perubahan perilaku
karyawan. “Apa yang perusahaan berikan pada karyawan dan apa pula yang
perusahaan dapatkan”. Keberhasilan perusahaan sangat ditentukan oleh apa
yang bisa diberikan perusahaan kepada karyawannya. Semakin tinggi kadar
insentif yang diberikan semakin efektif terjadinya perubahan perilaku
karyawannya. Sebaliknya perusahaan yang tidak efektif atau gagal
cenderung akan menciptakan perubahan perilaku yang juga tidak efektif.
(5) Tujuan perusahaan
Tujuan perusahaan ditentukan oleh kepercayaan kolektif dari para pimpinan
perusahaan dan ini menciptakan lingkungan tertentu. Selain itu tujuan
merupakan turunan dari visi masa depan dan sistem nilai perusahaan.
Pemimpin perusahaan yang memiliki visi dan tujuan yang jelas akan
menciptakan lingkungan yang mendorong perilaku produktif. Sebaliknya hanya
akan menciptakan kebingungan di kalangan karyawan.
Kombinasi dari lima faktor di atas menentukan keefektifan suatu
perubahan perilaku karyawan. Dengan pengembangan pengetahuan yang ada
karyawan semakin mengetahui atau memahami apa yang dibutuhkan untuk
mampu mengerjakan pekerjaannya. Ketrampilan dalam bentuk kemampuan
fisik dan non-fisik dibutuhkan agar karyawan mampu mengerjakan pekerjaan
yang baru. Kepercayaan menentukan apakah karyawan akan menggunakan
ketrampilan dan teknik barunya dalam praktek. Sementara lingkungan
perusahaan akan menciptakan tujuan perusahaan dalam merumuskan standar
apa yang bisa diterimanya. Tujuan perusahaan itu sendiri ditentukan oleh visi
perusahaan dan dapat menciptakan lingkungan baru. Selain itu bisa jadi faktor
pengaruh menguatnya kecerdasan emosional dan spiritual dari karyawan akan
membantu perusahaan lebih siap dalam mengelola perubahan.
Strategi, Program dan Pendekatan Keselamatan Kerja

Tidak jarang para karyawan dihadapkan pada persoalan di keluarga dan


perusahaan. Tekanan persoalan dapat berupa aspek emosional dan fisik, terbatasnya
biaya pemeliharaan kesehatan, dan berlanjut tyerjadinya penurunan produktivitas
karyawan. Pihak manajemen seharusnya mampu mengakomodasi persoalan
karyawan sejauh terkait dengan kepentingan perusahaan. Pertimbangannya adalah
bahwa unsur kesehatan dan karyawan memegang peranan penting dalam
peningkatan mutu kerja karyawan. Semakin cukup jumlah dan kualitas fasilitas
kesehatan dan keamanan kerja maka semakin tinggi pula mutu kerja karyawan.
Dengan demikian perusahaan akan semakin diuntungkan dalam upaya
pengembangan bisnisnya.
Setiap perusahaan sewajarnya memiliki strategi memperkecil dan bahkan
menghilangkan kejadian kecelakaan kerja di kalangan karyawan sesuai dengan
kondisi perusahaan. Strategi yang perlu diterapkan perusahaan meliputi :
a. Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan
dalam menghadapi kejadian kecelakaan kerja. Misalnya karena alasan finansial,
kesadaran karyawan tentang keselamatan kerja dan tanggung jawab
perusahaan dan karyawan maka perusahaan bisa jadi memiliki tingkat
perlindungan yang minimum bahkan maksimum.
b. Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan
kerja bersifat formal ataukah informal. Secara formal dimaksudkan setiap aturan
dinyatakan secara tertulis, dilaksanakan dan dikontrol sesuai dengan aturan.
Sementara secara informal dinyatakan tidak tertulis atau konvensi dan dilakukan
melalui pelatihan dan kesepakatan-kesepakatan.
c. Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur
dan rencana tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Proaktif
berarti pihak manajemen perlu memperbaiki terus menerus prosedur dan
rencana sesuai kebutuhan perusahaan dan karyawan. Sementara arti reaktif,
pihak manajemen perlu segera mengatasi masalah keselamatan dan kesehatan
kerja setelah suatu kejadian timbul.
d. Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat derajad keselamatan dan
kesehatan kerja yang rendah sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak
luas. Artinya perusahaan sangat peduli dengan keselamatan dan kesehatan
kerja.
Sesuai dengan strategi di atas maka program yang diterapkan untuk
menterjemahkan strategi itu diantara perusahaan biasanya dengan pendekatan yang
berbeda. Hal ini sangat bergantung pada kondisi perusahaan. Secara umum program
memperkecil dan menghilangkan kejadian kecelakaan kerja dapat dikelompokkan :
telaahan personal, pelatihan keselamatan kerja, sistem insentif, dan pembuatan
aturan penyelamatan kerja.
a. Telaahan Personal
Telaahan personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan
tertentu yang diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian
keselamatan kerja: (1) faktor usia; apakah karyawan yang berusia lebih tua
cenderung lebih lebih aman dibanding yang lebih muda ataukah sebaliknya,
(2) ciri-ciri fisik karyawan seperti potensi pendengaran dan penglihatan
cenderung berhubungan derajad kecelakaan karyawan yang kritis, dan (3)
tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya pencegahan
dan penyelamatan dari kecelakaan kerja. Dengan mengetahui ciri-ciri personal
itu maka perusahaan dapat memprediksi siapa saja karyawan yang potensial
untuk mengalami kecelakaan kerja. Lalu sejak dini perusahaan dapat
menyiapkan upaya-upaya pencegahannya.
b. Sistem Insentif
Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan karir.
Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antarunit tentang
keselamatan kerja paling rendah dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama
enam bulan sekali. Siapa yang mampu menekan kecelakaan kerja sampai titik
terendah akan diberikan penghargaan. Bentuk lain adalah berupa peluang
karir bagi para karyawan yang mampu menekan kecelakaan kerja bagi dirinya
atau bagi kelompok karyawan di unitnya.
c. Pelatihan Keselamatan Kerja
Pelatihan keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh perusahaan.
Fokus pelatihan umumnya pada segi-segi bahaya atau resiko dari pekerjaan,
aturan dan peraturan keselamatan kerja, dan perilaku kerja yang aman dan
berbahaya.
d. Peraturan Keselamatan Kerja
Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan
aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh
karyawan di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk
bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai
keselamatan kerja maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian kerja
yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan serta
tempat kerja. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan melalui pemantauan,
penumbuhan kedisiplinan dan tindakan tegas kepada karyawan yang
cenderung melakukan kelalaian berulang-ulang.

Untuk menerapkan strategi dan program di atas maka ada beberapa


pendekatan sistematis yang dilakukan secara terintegrasi agar manajemen program
kesehatan dan keselamatan kerja berjalan efektif berikut ini.
Pendekatan Keorganisasian
 Merancang pekerjaan,
 Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program,
 Menggunakan komisi kesehatan dan keselamatan kerja,
 Mengkoordinasi investigasi kecelakaan.
Pendekatan Teknis
 Merancang kerja dan peralatan kerja,
 Memeriksa peralatan kerja,
 Menerapkan prinsip-prinsip ergonomi.
Pendekatan Individu
 Memperkuat sikap dan motivasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja,
 Menyediakan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja,
 Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program insentif.

Salah satu masalah yang hampir setiap hari terjadi di tempat kerja adalah kecelakaan
yang menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan, seperti kerusakan peralatan
kerja, cedera tubuh, kecacatan bahkan kematian. Apabila kematian menyangkut
banyak nyawa, maka yang terjadi adalah bencana.

Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta
kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan
pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya
adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan
terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya.

Bencana di industri (idustrial disasters) dikategorikan sebagai bencana karena ulah


manusia. Sesuai dengan jumlah korban yang terjadi misalnya sekitar 20 korban
disebut ?bencana industri berskala kecil?, 20 sampai 50 korban disebut ?bencana
industri skala menengah? dan bila menyangkut 50 100 orang atau lebih termasuk ?
skala berat?.

Selanjutnya yang menjadi pokok pembicaraan kita adalah masalah kecelakaan


Industri. Kecelakaan adalah kejadian yang timbul tiba-tiba, tidak diduga dan tidak
diharapkan.

Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat kerja


khususnya di lingkungan industri dan kecelakaan ini belum tentu kecelakaan akibat
kerja, karena untuk sampai ke diagnose Kecelakaan Akibat Kerja harus melalui
prosedur investigasi. Didalam terjadinya kecelakaan industri (studi kasus 3) tidak ada
unsure kesengajaan apalagi direncanakan, sehingga bila ada unsure sabotase atau
tindakan kriminal merupakan hal yang diluar makna dari kecelakaan industri.

Penyebab kecelakaan Industri

Setiap kecelakaan ada sebabnya, termasuk kecelakaan di industri, oleh karena itu
kecelakaan dapat dicegah. Secara umum terdapat 2 hal pokok, yaitu: perilaku kerja
yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions).

Dari penelitian-penelitian yang telah sering dilakukan ternyata factor manusia


memegang peran penting dalam hal timbulnya kecelakaan. Penelitian menyatakan
bahwa 80% - 85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan factor
manusia.

Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya,
misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat
kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya. Semuanya ini termasuk hal-hal yang
dapat/berpotensi membahayakan para pekerja lazim disebut sebagai potensial
(potential hazard).

Bahaya potensial di tempat kerja/di industri dapat berupa : bahaya-bahaya fisik,


kimia, biologi, masalah ergonomi, dan masalah psikososial.
Akibat kecelakaan Industri

Sebagai akibat dari kecelakaan industri terjadi 5 jenis kerugian: kerusakan,


kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan kecacatan, serta
kematian.

Klasifikasi Kecelakaan Industri

Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :

1. Terjatuh, terdiri dari 2 jenis yaitu jatuh dari ketinggian, jatuh tanpa beda
ketinggian, misalnya terpeleset dan tergelincir.
2. Tertimpa benda jatuh.
3. Tertumbuk.
4. Kontak/terkena benda berbahaya, misalnya zat kimia berbahaya, dengan
benda panas.
5. Terperangkap di ruang tertutup.
6. Terjepit dan lain-lain.

Klasifikasi menurut penyebabnya :

1. Mesin
2. Alat angkut dan alat angkat
3. Bejana tekan Diagram kebakaran Peralatan lainnya : Alat Instalasi listrik
 Instalasi Pendingin (Boiler) kerja dan perlengkapanya.
4. Bahan kimia/radiasi.
5. Lingkungan kerja.

Klasifikasi menurut sifat, luka dan kelainan :

1. Patah tulang.
2. Dislokasi.
3. Memar.
4. dll.

Klasifikasi menurut letak kelainan di tubuh :

1. Kepala.
2. Leher.
3. Badan.
4. Anggota badan.

Penanganan Kecelakaan Industri

Dokter perusahaan harus dapat memperhatikan berbagai faktor penting dalam


merencanakan penanganan kecelakaan di industri. Dia harus dapat menentukan
kemungkinan kecelakaan yang biasa terjadi pada suatu industri jenis dan jumlah
tenaga yang dibutuhkan, berbagai peralatan dan bahan yang siap pakai termasuk
kendaraan untuk penanganan kecelakaan yang mungkin terjadi. Pelaksanaannya
akan menyangkut lintas program, lintas sektor terkait dan juga tim kesehatan dan
keselamatan kerja di perusahaan (panitia pembina K3), serta perundang-undangan
dan peraturan yang berlaku. Perencanaan ini harus jelas, singkat tetapi lengkap serta
meliputi seluruh kegiatan yang diperlukan pada saat pelaksanaan. Tugas dan peran
personil yang terlibat harus jelas, termasuk sosialisasi rutin kepada pihak industri.
Umumnya perencanaan dibagi menjadi tiga phase: sebelum kejadian, saat kejadian
dan setelah kejadian :

A. Kegiatan sebelum kecelakaan industri

Pada tahap ini perlu adanya penegasan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat
serta penentuan jalur komunikasi-informasi harus ditentukan dengan mengacu pada
peraturan yang berlaku (misalnya keharusan melapor kepada Dinas kesehatan dll).
Kegiatan penting lainnya adalah menyediakan dan menyiapkan perbekalan dan
peralatan di tempat strategis meliputi antara lain :

1. Peralatan pelindung bagi petugas penyelamat Termasuk disini helm keselamatan,


sepatu keselamatan, pakaian pelindung bahan berbahaya, dan lainnya seperti sumbat
telinga, sarung tangan dan alat keselamatan berupa pengikat dan panahan tubuh
(safety harnesses).

2. Peralatan medik Peralatan darurat medis diletakan di kotak berlabel yang


konstruksinya kuat dan mudah dibawa. Berisi alat pembidai, penahan tulang
belakang, perban dan penutup luka serta peralatan lainseperti pipa bantupembuka
jalan nafas, resusitator dan ventilator, peralatan infus dll. Alat pengikat dan selimut
sebaiknya tersedia.

3. Lokasi pengobatan Perlu ditentukan tempat yang pantas sebagai tempat untuk
melakukan tindakan pertolongan medis, dapat berupa tempat yang kosong, atau
klinik medis yang ada, atau ditempat yang mudah dijangkau mobil ambulans. Tempat
pertolongan medis ini sebaiknya cukup luas untuk pemeriksaan awal saat memilih
kasus prioritas serta memudahkan tindakan pertolongan korban-korban dari kasus
berat, sedang dan ringan.

4. Alat komunikasi Komunikasi yang efektif adalah aspek penting saat kejadian
kecela-kaan/bencana. Jaringan komunikasi memakai frekuensi yang sama sangat
penting, untuk koordinasi antara tim medis dan petugas penyelamat lainnya (atau
Tim penyelamat dari perusahaan). Handy-talkie sangat berguna bagi personil medis
untuk berkomunikasi diantara mereka. Telepon selular dan jalur telephon khusus
dapat dipergunakan untuk komunikasi tim medis di lapangan dan Rumah Sakit.

5. Pelatihan petugas kecelakaan Industri Semua pekerja di perusahaan sebaiknya


diperkemalkan dengan pertolongan pertama pada kecelakaan dan resusitasi jantung-
paru. Staf medik seharusnya dilatih dalam Basic Training Life Support (BTLS).
Idealnya semua dokter harus dilatih Advanced Trauma Life Support (ATLS).

6. Latuhan Simulasi Kecelakaan Latihan dan praktek penanganan kecelakaan industri


seperti keadaan yang sesungguhnya harus benar-benar dilakukan. Mempelajari
bencana ataupun kecelakaan yang telah lalu pada beberapa industri, tidaklah cukup
karena walaupun perencanaan telah ada, mereka tidak dihadapkan pada keadaan
yang sesungguhnya, hal ini menyebabkan lemahnya organisasi bahkan kacau balau
ketika kecelakaan benar-benar terjadi. Seringkali pimpinan puncak tidak menguasai
perencanaannya atau perannya dalam situasi kekacauan tersebut. Pelatihan seperti
keadaan yang sesungguhnya harus diadakan pada interval tertentu secara rutin,
mempersiapkan kerjasama dengan petugas penyelamat lainnya (atau tim dari
perusahaan sendiri). Hal ini sangat penting untuk mengetahui lebih awal kekurangan
pada perencanaan respon medik atau pengetahuan dan ketrampilan petugas
sehingga dapat diperbaiki dan ditingkatkan lagi.

B. Kegiatan sewaktu terjadi kecelakaan

Walaupun ada variasi di lingkungan kerja industri, tetapi perencanaan penanganan


kecelakaan medis termasuk penyelamatan, pemeriksaan awal untuk menentukan
prioritas, stabilisasi dan evakuasi korban dari lokasi kejadian dapat diterapkan pada
semua situasi kecelakaan. Kegiatan saat terjadi kecelakaan meliputi antara lain :

(1) Penyelamatan awal Saat kegiatan mulai, informasi tentang macam kecelakaan
dan jumlah korban harus segera diketahui. Tim medis di lapangan harus melaporkan
pada pimpinan penanggulangan kecelakaan. Hartus berhati-hati ketika memasuki
daerah berbahaya (hazaedous area) meskipun sudah dibersihkan. Evakuasi korban
yang sulit dari lokasi rawan merupakan tanggung jawab petugas khusus yang
berpengalaman atau terlatih misalnya dari kepolisian, Tim SAR dll. Dengan dukungan
secara simultan dari petugas medis darurat dalam upaya penyelamatan. Kecepatan
bertindak sangat penting, tetapi harus tetap berhati-hati agar tidak terjadi kecelakaan
tambahan sewaktu melakukan penyelamatan, misalnya saat mengeluarkan korban
dari mesin, reruntuhan gedung dan lain-lain. Personel medis harus selalu membuat
penilaian cepat untuk mempertimbangkan sumber bantuan dan meminta hal-hal yang
diperlukan untuk upaya penyelamatan ini.

(2) Mengaktifkan bantuan sumber medis Tiap negara biasanya mempunyai aturan
yang berneda, di Indonesia misalnya pihak Kepolisian, ABRI, PMI, Tim SAR, Ambulan
118, Ambulan 119, Brigade Siaga Bencana, Bakortanas (Satgas,Satlak), Rumah Sakit,
Pramuka dll.

(3) Pemeriksaan awal untuk menentukan prioritas (Triage) Triage ditujukan untuk ?
cenderung melakukan yang baik untuk jumlah besar?, Korban-korban dipilih agar
segera bisa ditolong sesuai dengan kebutuhannya. Prioritas harus diberikan kepada
korban yang terancam kehidupannya dan yang mempunyai kemungkinan besar untuk
bertahan bila segera ditolong.

Misalnya digunakan 4 kategori (Singapore) :

Prioritas I : Korban cedera serius/berat (label merah) dengan problem kehidupan


terancam memerlukan perhatian segera. Jangan dipindahkan.

Prioritas II : Korban cedera sedang (label kuning) membutuhkan pertolongan cukup


segera. Jangan dipindahkan.
Prioritas III : Korban ringan (label hijau). Cedera ringan saja. Bisa dipindahkan.

Prioritas IV : Korban meninggal (label hitam).

(4) Penanganan Korban Pada saat kecelakaan/bencana perlu tindakan segera,


padahal biasanya situasinya sangat rawan untuk terjadinya stress. Oleh karena itu
diperlukan protocol yang mudah diingat dan dilakukan, seperti ?ABC? yang
disarankan oleh American College of Surgeon dan Amerika College of Emergency
Physicians, prioritas yang dimaksud adalah : a. Airway / jalan nafas dan pemeriksaan
tulang leher b. Breathing / pernafasan c. Circulation / sirkulasi darah d. Disability
assessment / penilaian kecacatan dan status nerologik. e. Exposure / pajanan
(lepaskan baju dan cegah kedinginan)

(5) Evakuasi Korban Dua pertimbangan mendasar yang harus dijaga sewaktu
evakuasi, ialah Keselamatan pasien dan kecepatan transportasi.

C. Kegiatan Setelah Kecelakaan

Baik pasien maupun petugas penyelamat, sering secara psikologis tertekan stressor
kecelakaan tersebut. Hal ini akan membaik setelah beberapa hari, beberapa minggu
atau bulan. Perawatan lanjutan termasuk konsultasi dan acara wawancara setelah
tugas selesai. Dukungan dari anggota keluarga, teman dan pekerja social yang dapat
membesarkan hati sangat diperlukan. Pada pengusutan dan penyelidikan saat setelah
kecelakaan, Dokter bersama petugas keselamatan lainnya membantu
mengindentifikasi penyebab kecelakaan tersebut, dari factor manusia atau masalah
kesehatan dan keselamatan kerja. Kelemahan pada kesehatan dan keselamatan kerja
serta kurangnya kesiapsiagaan, keduanya memudahkan terjadinya kecelakaan
industri bahkan mungkin berkembang menjadi bencana industri.

Kesimpulan :

Setiap kecelakaan industri menunjukan gambaran yang sangat bervariasi, tidak ada
satu perencanaan bahkan perencanaan multiple, yang dapat menjawab seluruh
situasi yang terjadi. Agar dokter perusahaan siap dan mampu melakukan hal yang
terbaik saat menghadapi kecelakaan industri perlu mempersiapkan latihan
kepemimpinan dan harus bisa menjawab hal yang tak terduga dan tidak diharapkan
melalui pemikiran yang jernih dan pandangan yang luas, mengenali lingkungan kerja
di industri dengan lebih baik.

Perundang-undangan dan Peraturan :

 Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, khususnya pasal 23


sehubungan dengan Kesehatan Kerja.
 Undang-undang No.14 tahun 1986 tentang ketentuan pokok ketenaga kerjaan.
 Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja.
 Jount-committee WHO-ILO 1995.
PERATURAN KESELAMATAN KERJA

1. KESELAMATAN DI DERMAGA
(1) Tangga untuk naik (gangway) harus menggantung dengan kencang pada bridle,
sehingga osisi tangga tidak bergoyang-goyang. Hal ini penting untuk mencegah
dampak yang tidak iinginkan yang dapat terjadi pada CC dan pada tangga itu sendiri.
Tangga gangway harus elalu disesuaikan dengan perubahan draft kapal dan air
pasang.
(2) Pastikan bahwa tangga kapal dilengkapi dengan pelampung.
(3) Pastikan bahwa jaring tangga gangway telah terpasang.
(4) Tali tambat kapal harus terikat dengan kencang sehingga posisi kapal yang
sandar sejajar engan posisi dermaga. Untuk kapal yang dilengkapi dengan winch
untuk mengatur egangan tali, maka winch tersebut harus selalu disesuaikan dengan
kondisi cuaca saat egiatan.
(5) Jika tali tambat perlu disesuaikan pada saat kegiatan operasional, maka
Superintendent perasi harus diberitahu untuk memastikan bahwa operator crane
telah diingatkan engenai kemungkinan-kemungkinan ada perubahan posisi kapal
karena harus enyesuaikan dengan posisi dermaga.
(6) Pastikan bahwa semua tali tambat kapal sudah dilengkapi dengan
anti/penghalang tikus alam kondisi baik.
(7) Pastikan air balast kapal sudah tepat hingga kedudukan kapal tetaptegak dan
stabil selama egiatan kapal untuk mencegah kerusakan terhadap CC , tangga
akomodasi( gang way ) erta anjungan jika ada pergerakan CC di dermaga.
(8) Jangan melakukan percobaan terhadap mesin, kecuali mendapatkan ijin dari
Superintenden dermaga. Jika dilakukan percobaan mesin, hentikan kegiatan
operasional petikemas pada kapal yang sedang diperiksa dan kapal yang berada di
dekatnya untuk meminimalkan risiko terjadi kecelakaan selama percobaan mesin
berlangsung.
(9) Jangan melakukan pekerjaan yang menimbulkan temparatur tinggi seperti
pengelasan, pemotongan (oxy cutting) dan pekerjaan lain yang serupa di sepanjang
dermaga tanpa ijin dari Shift Manager.
(10) Ship chandler dan lain-lain yang sejenis hendaknya tidak mengganggu kegiatan
bongkar muat kapal.
(11) Dilarang merokok di lingkungan Terminal
(12) Jangan membuang sampah dari atas kapal dan periksa jangan sampai ada
tumpahan minyak ketika kapal sedang sandar di dermaga.

2. PEKERJAAN CARGO
(1) Peralatan lashing harus disimpan di dekat area kerja.
(2) Sebelum menandatangani sertifikat lashing,Chief Officer kapal harus memeriksa
hasil pekerjaan lashing.dan memastikan bahwa hasil lasingan sudah sesuai dengan
aturan yang ditentukan
(3) Harus menggunakan twistlock yang standard, misalnya : jangan mencampur twist
lock buka kiri dengan kanan atau jangan mencampur twist yang manual dengan yang
otomatis.
(4) Titik titik /post mengangkat tutup palka dengan spreader CC harus diberi tanda
yang jelas dengan cat yang menyolok.
(5) Selalu informasikan kepada Foreman Kapal sebelum memindahkan crane kapal
untuk mencegah hal yang tidak diinginkan terhadap CC dan/atau TKBM.
(6) Prosedur yang harus diikuti untuk membuka dan menutup tutup palka.

a. Jenis pontoon :
Tugas ABK untuk membuka kunci ( lock ) tutup palka. Petugas yang memberi
tanda/aba-aba harus diberitahu bahwa tutup palka telah siap untuk diangkat.
b. Jenis Hidrolik/ McGregor :
Tugas ABK untuk membuka dengan baik dan aman tutup palka tersebut dan
Petugas pemberi aba-aba/tanda harus diberitahu bahwa tutup palka sudah
dibuka.dengan sempurna.

(7) Cell Guide harus dirawat agar tetap berfungsi dengan baik setiap saat. Dan harus
informasikan kepada Supervisor Kapal jika ada cell guide yang mengalami kerusakan.
(8) Penerangan harus cukup terang di semua area kerja, misal : jalan di atas dek,
man holes, palka dll.
(9) Jaga Trim Kapal untuk mencegah kerusakan terhadap cell guide, petikemas,
gantry dll, sehingga pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien.

3. JALAN DI LINGKUNGAN TERMINAL


(1) Semua ABK dilarang berjalan/mengendarai kendaraan apapun di sekitar dermaga
atau di daerah lapangan penumpukan atau dermaga.
(2) Kendaraan penumpang dari luar, misalnya taxi, sepeda motor dll tidak diijinkan
untuk masuk daerah lapangan penumpukan dan/atau dermaga.
(3) Bus terminal akan menjemput dan menurunkan para ABK di halte yang telah
ditetapkan. BK dapat naik taxi diluar terminal dari depan kantor TPS , sebagaimana
peta lokasi alte bus yang terlampir.
(4) Kendaraan penumpang dari luar harus menurunkan ABK didepan kantor TPS dan
kemudian ABK dapat menuju ke kapal dengan menumpang bus terminal.pada halte
yang elah ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai