Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KELEMBAGAAN DAN KEPEMIMPINAN AGRIBISNIS

PENDEKATAN KEPEMIMPINAN (PENDEKATAN SITUASIONAL)

Disusun Oleh : Kelompok 10

Deas Agata (05011282126083)


I Made Dipta Kumara Wintang (05011282126091)
Mella (05011282126099)
Muhammad Alvin (05011382126185)
Shafira Junisar Triandisya (05011282126117)
Syifa Dwi Fitria (05011282126065)

Dosen Pengampu : Elly Rosana S.P., M.Si.

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita dan tak lupa pula kita mengirim salam dan salawat
kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawakan kita dari
zaman kegelapan hingga zaman yang terang menderang, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Kepemimpinan yang berjudul “Pendekatan
Kepemimpinan (Pendekatan Situasional)” ini dengan lancar.

Makalah Kepemimpinan dan Kelembagaan Agribisnis ini kami susun guna


memenuhi tugas mata kuliah Kepemimpinan dan Kelembagaan Agribisnis yang
diberikan oleh Ibu Elly Rosana S.P., M.Si. selaku dosen mata kuliah
Kepemimpinan dan Kelembagaan Agribisnis. Ucapan terimakasih kami
sampaikan Ibu Elly Rosana S.P., M.Si. yang telah memberikan pengajaran
kepada kami, serta kepada teman-teman yang membantu dalam penyelesaian
makalah ini. Namun, makalah Kepemimpinan dan Kelembagaan Agribisnis
tentang Pendekatan Kepemimpinan (Pendekatan Situasional) ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

Indralaya, 27 Maret 2023

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kepemimpinan adalah fungsi penting dalam setiap organisasi. Bahkan


organisasi bisa tidak ada tanpa pemimpin. Tujuan organisasi mana pun
bergantung pada orang-orang di dalamnya untuk mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan sangat penting dalam organisasi ditinjau dari berbagai teori
maupun penelitian yang telah dilakukan oleh para pakar organisasi.
Kepemimpinan yang efektif merupakan hal yang paling penting dari
keseluruhan metode bagi organisasi untuk mempertahankan bisnis mereka
dalam menghadapi masalah yang disebabkan oleh pertumbuhan cepat
lingkungan ekonomi. Pemimpin adalah orang yang mengendalikan dan
bertanggung jawab atas operasi sebuah organisasi dan pemimpin yang baik
dapat mengatur sasaran yang optimis sambil mengarahkan operasi perusahaan
menuju tujuan tersebut melalui strategi yang efektif. Selain itu, pemimpin
yang baik bisa juga memengaruhi karyawan mereka dan memotivasi mereka
memperkuat budaya organisasi yang positif dan mencapai kesejahteraan bagi
segenap anggota organisasi.

Kepemimpinan dan pengambilan keputusan mutlak ada dalam sebuah


organisasi. Peranan kepemimpinan begitu besar artinya dalam pengambilan
keputusan. Pengambilan keputusan ini menggambarkan karakter seorang
pemimpin dalam menilai problem dan pemecahannya. Pimpinan seringkali
menggunakan beberapa gaya setiap problem yang berbeda. Penerapan gaya
kepemimpinan yang tepat dan akurat dalam pengambilan keputusan akan
menghasilkan keputusan yang baik.

Pendekatan situasional sebagai pendekatan terhadap kepemimpinan


mensyaratkan bahwa seorang pemimpin harus memahami perilaku, sifat dan
karakter bawahannya, serta situasi sebelum menggunakan gaya atau tipe
kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mengharuskan pemimpin untuk
memiliki kemampuan mendiagnosa perilaku manusia. Keberhasilan seorang
pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan
dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi
kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan
memperhitungkan faktor ruang dan waktu.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa itu pengertian pendekatan kepemimpinan situasional?


2. Apa saja model kepemimpinan situasional?
3. Apa saja pokok pikiran model kepemimpinan situasional?
4. Apa saja gaya kepemimpinan situasional?
5. Bagaimana tingkat kesiapan pengikut pada kepemimpinan
situasional?
6. Faktor apa saja yang mempengaruhi gaya kepemimpinan situasional?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengertian pendekatan kepemimpinan situasional.


2. Mengetahui apa saja model kepemimpinan situasional.
3. Mengetahui apa saja pokok pikiran model kepemimpinan situasional.
4. Mengetahui apa saja gaya kepemimpinan situasional.
5. Mengetahui bagaimana tingkat kesiapan pengikut pada kepemimpinan
situasional.
6. Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi gaya kepemimpinan
situasional.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendekatan Kepemimpinan Situasional

Kepemimpinan situasional merupakan suatu model kepemimpinan yang


menyesuaikan dengan situasi yang terus berkembang, sebab tidak ada pemimpin
yang berhasil dengan hanya menerapkan satu model kepemimpinan untuk segala
situasi. Pemimpin itu akan berhasil menjalankan kepemimpinannya apabila
menerapkan gaya kepemimpinan yang berbeda untuk menghadapi situasi yang
berbeda. Dalam kepemimpinan situasional juga menganut tidak ada satupun
metode terbaik untuk mempengaruhi orang lain.

Oleh karena dalam mempengaruhi orang lain harus dilakukan berbagai


cara, ini hanya dapat dilakukan dalam model kepemimpinan situasional. Dimana
pendekatan situasi dilakukan berdasarkan pada perilaku tugas, perilaku hubungan,
serta tingkat kematangan bawahan. Pada kondisi ini pemimpin tidak berada jauh
dari jangkauan bawahannya, dalam pemahaman bahwa pikiran, sikap, hingga
tindakan pemimpin dapat dipahami dengan baik oleh bawahan. Sedangkan disisi
yang lain pemimpin dapat memposisikan dirinya di depan sebagai teladan, bila di
belakang sebagai motivator, maupun dalam posisi sejajar sebagai teman yang
dapat duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.

Teori kepemimpinan situasional merupakan pengembangan lanjutan dari


teori kepemimpinan trait dan behavior yang dianggap gagal menjelaskan model
kepemimpinan yang terbaik untuk berbagai situasi. Pendekatan situasional atau
pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan
tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan
manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap
organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus
dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu.Pendekatan situasional diartikan
sebagai pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin
memahami perilaku, sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan gaya
atau tipe kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mensyaratkan pemimpin untuk
memiliki kemampuan untuk mendiagnosa dalam perilaku manusia.

2.2 Model Kepemimpinan Situasional

Model kepemimpinan situasional mengacu pada pendekatan


kepemimpinan yang menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan kebutuhan
situasional yang berbeda. Berikut adalah tiga model kepemimpinan situasional
yang paling terkenal:

A. Model Hersey-Blanchard

Model ini menekankan pada tingkat kematangan atau kemampuan bawahan


dalam menjalankan tugas tertentu. Kepemimpinan akan lebih efektif jika gaya
kepemimpinan dapat menyesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan.
Kematangan atau maturity adalah bukan kematangan secara psikologis melainkan
menggambarkan kemauan dan kemampuan anggota dalam melaksanakan tugas
masing- masing termasuk tanggung jawan dalam melaksanakan tugas tersebut
juga kemauan dan kemampuan mengarahkan diri sendiri. Jadi, variable
kematangan yang dimaksud adalah kematangan dalam melaksanakan tugas
masing- masing tidak berarti kematangan dalam segalahal. Kematangan anak
buah adalah kemampuan yang dimiliki oleh anak buah dalam menyelesaikan
tugas dari pimpinan, termasuk didalamnya adalah keinginan atau motivasi mereka
dalam menyelesaiakan suatu tugas. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak
memberikan dukungan maupun pengarahan, karena dianggap bawahan sudah
mengetahui bagaimana, kapan dan dimana mereka barus melaksanakan tugas atau
tanggung jawabnya. Terdapat empat tingkat kematangan:

1) Mampu dan mau.


2) Mampu dan tidak mau.
3) Tidak mampu dan mau.
4) Tidak mampu dan tidak mau.
Gambar 1.A. Model Kepemimpinan Hersey-Blanchard

B. Model Vroom-Yetton

Model ini fokus pada keputusan yang dibuat oleh pemimpin dalam situasi
yang berbeda. Model ini menilai situasi dan mengidentifikasi gaya kepemimpinan
yang paling sesuai dengan situasi tersebut. Terdapat lima gaya kepemimpinan
yang berbeda, yaitu autokratis (AI), konsultatif individu (CI), konsultatif
kelompok (CG), partisipatif (P), dan delegatif (D). Model ini membantu
pemimpin memutuskan kapan dan sejauh mana mereka harus menyertakan
bawahannya dalam memecahkan masalah tertentu.

Gambar 1. B. Model Vroom-Yetton-Jago

C. Model Path-Goal

Path-goal theory of leadership meunjukkan bahwa pemimpin yang efektif


memperjelas jalan (perilaku) yang akan mengarah kepada penghargaan yang
diinginkan (gol). Model ini berfokus pada perilaku kepemimpinan yang
membantu bawahan dalam mencapai tujuan mereka. Kepemimpinan harus
menentukan tujuan yang jelas, memfasilitasi pencapaian tujuan, dan membantu
bawahan dalam memecahkan masalah. Perilaku pemimpin memengaruhi bawahan
(subordinat) dalam pemotivasian untuk kinerja, namun tergantung juga faktor
situasional (variabel moderator situasional) yang meliputi karakter personal
bawahan dan karakteristik lingkungan. Path-goal leadership theory adalah teori
kontingensi dari kepemimpinan berdasarkan teori harapan motivasi yang
berhubungan dengan beberapa gaya kepemimpinan karyawan tertentu dan
situasional. Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk
membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah
dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka
sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah
pathgoal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas
jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka,
dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan
mengurangi hambatan dan pitfalls. Terdapat empat jenis perilaku kepemimpinan
yang berbeda:

1) Mendukung
2) Mendikte
3) Mengarahkan
4) Mengembangkan.

Gaya kepemimpinan yang paling sesuai dipilih berdasarkan karakteristik bawahan


dan situasi yang ada.

Gambar 1. C. Model Path-Goal


2.3 Pokok Pikiran Model Kepemimpinan Situasional

Menurut Fread Fielder, kepemimpinan yang berhasil bergantung kepada


penerapan gaya kepemimpinan terhadap situasi tertentu. Hal ini berarti
keberhasilan suatu kepemimpinan dalam organisasi apapun termasuk pendidikan
tergantung dari pemimpinnya dalam memahami keadaan atau situasi yang
berbeda-beda yang dihadapinya.Model kepemimpinan situasi ini muncul karena
model-model kepemimpinan sebelumnya tidak bisa memberikan jawaban
terhadap persoalan-persoalan yang muncul dalam kepemimpinan. Dari hasil telaah
para pakar, bahwa model kepemimpinan situasional mengandung pokok-pokok
pikiran sebagai berikut:

a. Di mana pemimpin itu berada melaksanakan tugasnya dipengaruhi oleh


faktor-faktor situasional, yaitu jenis pekerjaan, lingkungan organisasi,
karakteristik individu yang terlibat dalam organisasi.
b. Perilaku kepemimpinan yang paling efektif ialah perilaku kepemimpinan
yang disesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan.
c. Pemimpin yang efektif ialah pemimpin yang selalu membantu bawahan
dalam pengembangan dirinya dari tidak matang menjadi matang.
d. Perilaku kepemimpinan cenderung berbeda-beda dari satu situasi ke situasi
lain. Oleh sebab itu, dalam kepemimpinan situasi penting bagi setiap
pemimpin untuk mengadakan diagnosis dengan baik terhadap situasi.
e. Pola perilaku kepemimpinan berbeda-beda sesuai dengan situasi yang ada
(Wahjosumidjo, 2010: 30).

2.4 Gaya Kepemimpinan Situasional


Terdapat empat bentuk gaya kepemimpinan situasional, yaitu:
1. Gaya kepemimpinan situasional Instruktif (Telling)
Instruktif yaitu suatu tugas yang diberikan oleh seorang atasan kepada
bawahan, dimana bawahan perlu bertindak atau menahan diri untuk
bertindak dalam suatu keadaan tertentu. Pada gaya ini, pemimpin
memberitahu bawahan mengenai apa saja yang akan dilakukan, dimana
dan bagaimana cara melakukan suatu pekerjaan, dan pemimpin
menentukan struktur / peran bawahannya.
2. Gaya kepemimpinan situasional Konsultatif (Selling) Konsultatif pada
gaya kepemimpinan ini memberi kesempatan pemimpin berdialog atau
berdiskusi dengan bawahannya dalam melaksanakan tugas. Bawahan
dapat mengajukan pertanyaan sehingga tercipta komunikasi dua arah.
Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan adanya komunikasi dialogis dari
pemimpin, pemimpin meminta diberi masukan atau saran sebelum
membuat keputuasan. Pemimpin juga memberikan dukungan sosio-
emosional agar bawahan dapat bertanggung jawab dalam pekerjaannya.
3. Gaya kepemimpinan situasional Partisipatif (Participating).
Partisipatif yaitu keterlibatan baik rokhaniah maupun perasan dari seorang
atasan dalam suatu organisasi untuk memikul/mengambil bagian tanggung
jawabnya. Pemimpin pada gaya ini tidak lagi memberitahu atau
menjelaskan apa yang harus dilakukan, dimana melakukan atau bagaimana
cara melakukan pekerjaan. Pada gaya ini, pemimpin melakukan diskusi,
memberikan dukungan danmemfasilitasi dalam melaksanakan tugas. Gaya
kepemimpinan juga ditandai dari kerjasama antara pemimpin dengan
bawahan dalam pengambilan keputuasan dengan cara melalui diskusi dan
memberikan kemudahan akses informasi penting. Pemimpin selalu
melibatkan bawahan untuk berpatispasi dalam setiap aktivitas kerja
sehingga bawahan dapat semakin berkembang lebih baik.
4. Gaya kepemimpinan situasional Delegatif (Delegating).
Delegatif yaitu tindakan mempercayakan bagian pekerjaan seorang atasan
yang diselesaikan oleh bawahan. Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin
hanya mengamati apa yang terjadi. Bawahan diberi kesempatan untuk
mengambil tanggung jawab dan memberi kebebasan dalam melaksanakan
tugas, karena sudah dianggap mampu sehingga tugas tersebut dapat
dikerjakan dengan efektif dan efisien.
2.5 Tingkat Kesiapan Pengikut Pada Kepemimpinan Situasional

Kesiapan pengikut atau para aparatur dapat digambarkan sebagaimana


tampak pada gambar di atas yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

Kesiapan tingkat satu (R1). Tidak mampu dan tidak mau, yaitu aparatur
sipil negara di daerah tidak mampu dan tidak memiliki komitmen dan motivasi.
Sedangkan tidak mampu dan tidak yakin, yaitu pengikut tidak mampu dan tidak
memiliki rasa percaya diri. Kelompok ini masih banyak di kalangan aparatur sipil
negara yang di daerah, dimana sikap ini berdampak dalam pelaksanaan peran
sebagai aktor kebijakan publik dirasakan masih rendah serta belum mencapai
tingkat yang maksimal.

Kesiapan tingkat dua (R2). Tidak mampu tetapi mau, yaitu pengikut tidak
memiliki kemampuan, tetapi memiliki motivasi dan sedang berusaha. Adapun
tidak mampu tetapi percaya diri, yaitu pengikut tidak memiliki kemampuan tetapi
memiliki rasa percaya diri selama pemimpin hadir untuk memberikan tuntunan.
Aparatur sipil negara di daerah banyak mengalami hal ini, apabila kepala daerah
berada di hadapan dekat mereka maka banyak pekerjaan yang dilaksanakan secara
maksimal, tetapi apabila kepala daerah jauh dari hadapan mereka pekerjaan
berjalan secara biasa-biasa saja. Dan sikap yang tidak mampu tetapi mau banyak
terjadi di kalangan aparatur sipil yang belum terangkat secara seratus persen
sebagai pegawai negeri, dimana harapan untuk terangkat sangat besar maka
mereka melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya untuk sebagai bahan
pertimbangan penilaian para pimpinan.

Kesiapan tingkat tiga (R3). Mampu tetapi tidak mau, yaitu pengikut
memiliki kemampuan tetapi tidak mau menggunakan kemampuan tersebut.
Adapun mampu tetapi tidak percaya diri, yaitu pengikut memiliki kemampuan
tetapi tidak memiliki rasa percaya diri atau takut untuk melakukannya sendiri. Hal
ini masih terdapat pada aparatur sipil negara yang berada di daerah bila yang
mana rivalitas kedaerahan masih menonjol, sehingga para kaum pendatang
memiliki rasa kekhawatiran dalam mengeluarkan semua kemampuan untuk
menyelesaikan pekerjaannya, sebab takut apabila disalah artikan oleh orang-orang
tertentu.

Kesiapan tingkat empat (R4). Mampu dan mau, yaitu pengikut memiliki
kemampuan dan mempunyai komitmen. Kemudian mampu dan percaya diri, yaitu
pengikut memiliki kemampuan dan memiliki rasa percaya diri untuk
melakukannya sendiri. Sikap ini banyak terjadi di kalangan aparatur sipil negara
yang berada di daerah, dimana dalam menyelesaikan pekerjaan dilakukan dengan
sebaik mungkin, tetapi banyak yang memiliki tujuan untuk kenaikan pangkat.

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan Situasional

Gaya kepemimpinan situasional yang berhasil dipengaruhi oleh beberapa


faktor yaitu faktor sosiologi dan psikologi. Untuk faktor sosiologis yaitu tentang
seorang pemimpin yang memiliki hubungan yang baik dengan bawahannya dan
hubungan tersebut membuat kedekatan yang berarti tanpa adanya rasa men
pemimpin dan pegawainya tidak lepas dari budaya atau atribut yang melekat pada
lingkungan sekitarnya, karena itu hubungan sosial antara pimpinan dan pekerja
kelompok dan lingkungan masyarakat itu merupakan hal yang bermanfaat bagi
kepentingan suatu kelompok.

Sedangkan faktor psikologis adalah tentang sifat-sifat dan kepribadian dari


seorang pemimpin dan pegawainya. Sifat seorang pemimpin daIam situasional ini
adalah harus dapat menyesuaikan dengan sifat bawahannya namun tidak
mengurangi ketegasan sebagai seorang pemimpin daIam kepribadiannya. Begitu
juga dengan pegawai, pegawai harus memiliki sifat yang tidak mudah menyerah
dan terus merasa tertantang akan hal yang baru, serta seorang bawahan harus
punya sifat tegas untuk mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Jika sifat dari
pemimpin selaras dengan sifat dari bawahannya, makan akan timbul keselarasan
pikiran dan kepuasan kerja dari semua anggotanya serta dapat memajukan
organisasi dengan enak dan lebih nyaman. jatuhkan, karena setiap tingkah dan
perbuatan seorang
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah di paparkan pada bab sebelumnya dapat


diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pendekatan kepemimpinan secara situasional adalah suatu pendekatan


terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami
perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan
gaya kepemimpinan tertentu.
2. Tingkat Kesiapan Pengikut pada Kepemimpinan Situasional terdapat 4
tingkatan yaitu tingkatan R1 (tidak mampu dan tidak ingin), R2 (tidak
mampu tetapi ingin), R3 (mampu tetapi tidak ingin), dan R4 (mampu dan
ingin)
3. Terdapat empat bentuk gaya kepemimpinan situasional yang diantaranya
gaya kepemimpinan situasional instruktif (telling), gaya kepemimpinan
situasional konsultatif (selling), gaya kepemimpinan situasional
partisipatif (participating), dan gaya kepemimpinan situasional delegatif
(delegating).
4. Tiga model kepemimpinan situasional yang paling terkenal seperti model
Hersey-Blanchard yang menekankan pada tingkat kemampuan bawahan
dalam menjalankan tugas tertentu, model Vroom-Yetton yang terfokus
pada keputusan yang dibuat oleh pemimpin dalam situasi yang berbeda,
dan model Path-Goal yang terfokus pada pemimpin efektif yang mengarah
kepada penghargaan yang diinginkan.

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka saran yang dapat di
berikan adalah seorang pemimpin hendaklah menjalankan pendekatan
kepemimpinan situasional dengan baik dan tepat agar terbentuknya sifat
pemimpin yang baik yang mampu memahami situasi dan kondisi anggotanya dan
agar dapat menghindari perilaku pemimpin yang egois dan otoriter.

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, S., dan Roselini, B.T. 2022. Studi Gaya Kepemimpinan Situasional
(Situational Leadership Model Hersey-Blanchard) pada Rumah
Makan Padang Se-Kabupaten Sleman D.I.Y. Jurnal Telaah Bisnis,
23(1) : 50-62.

Toana, A.A. 2018. Kepemimpinan Situasional dalam Kebijakan Publik. Jurnal


Kebijakan Pemerintah, 1(2) : 91-102.

Khoironi, N., dan Hamid, A. 2020. Kepemimpinan Situasional dalam Pendidikan


Islam. Jurnal MUDDARISUNA, 10(4) : 668-677.

Raharjo, A.A., dan Galih, Z.P. 2021.Analisis Kepemimpinan Situasional dalam


Mempengaruhi Kepuasan Kerja Pegawai. Jurnal Ilmu Pengetahuan
Sosial, 8(4) : 647-656.

Sari, S.N., dan Sari F.K. 2020. Gaya Kepemimpinan Situasional di Perpustakaan
Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kabupaten Sleman.
Jurnal Pustaka Ilmiah, 6(1) : 987-993.

Anda mungkin juga menyukai