Terdapat banyak sekali pertanyaan-pertanyaan dalam kehidupan ini, mulai dari pertanyaan yang sederhana
sampai ke pertanyaan yang sulit.
Seperti halnya pertanyaan sederhana tentang apa yang terjadi di kehidupan sehari-hari, seringkali kita tak bisa
menjawabnya.
Namun ilmu pengetahuan ada untuk itu, dan tentu sains bisa menjawabnya.
Tokoh Empirisme
David Hume (1711-1776)
Saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya.
Dari ungkapan ini ia menyampaikan bahwa, “seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari
rangkaian-rangkaian kesan (impression) dan impression inilah sebagai bahan dari ilmu.
Tokoh Idealisme
F. W. J. Schelling (1775-1854)
Menurut Schelling, kebenaran gambaran tentang dunia tidaklah ditentukan oleh subyek (ego),
melainkan oleh obyek pengamatan,
Yaitu bagaimana obyek itu menampilkan dirinya, atau bagaimana obyek menyadarkan subyek.
Tokoh Materialisme
Ludwig Feuerbach (1804-1872)
Menurutnya hanya alamlah yang ada.
Manusia adalah alamiah juga seperti halnya benda seperti kayu dan batu.
Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda seperti kayu dan
batu, tetapi materialism mengatakan bahwa pada akhirnya/pada prinsipnya/pada dasarnya manusia
hanyalah sesuatu yang material; dengan kata lain materi, betul-betul materi.
Tokoh Positivisme
Auguste Comte (1798-1857)
Berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam
dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen.
Tokoh Fenomenologi
Max Scheler (1874-1928)
Menurutnya, agama dan filsafat merupakan dua entitas otonom sesuai dengan posisinya.
Kendati memiliki otonomi eksklusif, namun di antara keduanya memiliki keterikatan.
Misalnya, dengan memahami metafisis dalam filsafat tidak serta merta dapat memahami konsep
metafisika agama, karena keduanya memiliki aktus kodrati yang berbeda.
Sebab itu kebenaran agama hanya dapat diterima atas dasar kepercayaan religius, bukan kebenaran
metafisis-filosofis.
Tokoh Eksistensialisme
Soren Kierkegard (1813-1855)
Ungkapannya ialah: “Saya menjadi sebagaimana saya ada”.
Melalui ungkapan ini Soren menempatkan manusia sebagai satu-satunya yang berkeistensi yang
berhadapan dengan eksistensi Tuhan.
Hanya manusia yang bereksistensi bukan berarti yang lain tidak ada.
Hanya saja tingkat eksistensi dunia, binatang-binatang dan makhluk lainnya lebih rendah, karena
mereka hanya ada, tidak mengada.
Tokoh Pragmatisme
John Dewey (1859-1952)
Ia berpikir tak ada sesuatu yang tetap.
Manusia senantiasa bergerak dan berubah.
Jika mengalami kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan itu.
Maka dari itu berpikir tidak lain daripada alat untuk bertindak.
Kebenaran dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil tidaknya mempengaruhi kenyataan.