Dosen:
Nunu Mahnun M.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 4:
Sahrul Ramadan (12110312688)
Syifa Adela (12110321286)
Puji syukur kehadiran Allah, SWT; karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Makna
Filosofis dan Pandangan Ahli Tentang Kependidikan Islam“ dengan baik
meskipun terdapat banyak kekurangan di dalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Tenaga Pendidik dan Kependidikan “.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat untuk di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................1
Daftar Isi...........................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah................................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
A. Makna Filosofis Pendidikan Islam......................................................................4
1. Tarbiyah............................................................................................................4
2. Ta’lim................................................................................................................6
3. Ta’dib................................................................................................................7
4. Riyadhah...........................................................................................................8
B. Pendidikan Islam Menurut Pada Ahli................................................................9
1. Ibnu Maskawaih...............................................................................................9
2. Ibnu Sina (370-428 H)....................................................................................11
3. Al-Ghazali (450-505 H)..................................................................................12
4. Ibnu Kaldun....................................................................................................14
5. Muhammad Abduh (1849-1905)...................................................................15
BAB III...........................................................................................................................16
PENUTUP.......................................................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................................16
B. Saran...................................................................................................................17
Daftar Pustaka...............................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu unsur pembangun peradaban bangsa adalah melalui pendidikan.
Sedangkan hasil akhir sebuah pendidikan tergantung pada tujuan awal pendidikan
itu sendiri. Islam dan Barat memiliki pandangan berbeda mengenai hal tersebut.
Paham rasionalisme yang berkembang di Barat dijadikan dasar pijakan bagi
konsep-konsep pendidikan Barat. Ini jauh berbeda dengan Islam yang memiliki
al-Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad para ulama sebagai konsep pendidikannya. Hal
inilah yang membedakan ciri-ciri dari pendidikan yang ada di Barat dengan
pendidikan Islam. Masing-masing peradaban ini memiliki karakter yang berbeda
sehingga produk yang ‘dihasilkan’ pun memiliki ciri-ciri yang berbeda.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja makna filosofis pendidikan Islam?
2. Bagaimana pendapat para ahli mengenai pendidikan Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui makna filosofis pendidikan Islam
2. Untuk mengetahui pendapat para ahli mengenai pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
Jika istilah tarbiyah diambil dari fi‟il madhi nya (rabbayânî) maka
ia memiliki arti memproduksi, mengasuh, menanggung, memberi makan,
menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, membesarkan dan
menjinakkan (al-Attas, 1988:66). Pemahaman tersebut diambil dari salah
satu ayat dalam QS. AlIsra‘: 24 disebutkan:
ص ِغ ْير ًۗا
َ وقُلْ رَّبِّ ارْ َح ْمهُ َما َك َما َرب َّٰينِ ْي...
َ
Yang artinya: “...dan kasihanilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka
mendidikku sewaktu kecil.” Ayat ini menunjukkan pengasuhan dan
pendidikan orang tua kepada anak-anaknya, yang tidak saja mendidik pada
domain jasmani, tetapi juga domain rohani.
Secara filologis, konsep tarbiyah selalu dikaitkan dengan konsep
tauhid rubûbiyah. Tauhid rubûbiyah adalah mengesakan Allah SWT.
dalam segala perbuatan-Nya, dengan meyakini bahwa Dia sendiri yang
menciptakan segenap makhluk (QS. Al-Zumar:62), memberi rezeki (QS.
Hud: 6) menguasai dan dan mengatur alam semesta (QS. Ali Imran: 26-
27) dan memelihara alam dan isinya (QS. Al-Fatihah: 2). Hal ini
mengandung arti bahwa esensi pendidikan Islam harus mengandung
pengembangan jiwa tauhid rubûbiyah. Tanpa itu maka pendidikan Islam
akan kehilangan makna.
Tarbiyah dapat juga diartikan dengan “proses transformasi ilmu
pengetahuan dari pendidik (rabbâni) kepada peserta didik agar ia memiliki
sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari
kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi pekerti, dan
kepribadian yang luhur.” Sebagai proses, tarbiyah menuntut adanya
penjenjangan dalam transformasi ilmu pengetahuan, mulai dari
pengetahuan yang dasar menuju pada pengetahuan yang lebih kompleks.
Pengetian tersebut diambil dari QS. Ali Imran:79 yang artinya:
“Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbâni, karena kamu selalu
mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya,” dan
hadis Nabi SAW.:
ين حُ َل َما َء فُ َق َها َء ُع َل َما َء َويُ َقالُ َالرَّ بَّا ِن ُّي الَّ ِذى
َ ُك ْونـُ ْـوا َربَّا ِن ِّي ْـ
ِ ار ْا ِلع ْل ِم َقب َْل ِك َب
ار ِه ِ ص َغ َ َُّــر ِبــّى الن
ِ اس ِب َ ي
Artinya:
“Jadilah rabbâni yang penyantun, memiliki pemahaman dan pengetahuan.
Disebut rabbâni karena mendidik manusia dari pengetahuan tingkat rendah
menuju pada tingkat tinggi.” (HR. Al-Bukhari dari Ibnu Abbas) .
2. Ta’lim
Ta‟lim merupakan kata benda buatan (mashdar) yang berasal dari
akar kata ‗allama. Sebagian para ahli menerjemahkan istilah tarbiyah
dengan pendidikan, sedangkan ta‟lim diterjemahkan dengan pengajaran.
Kalimat allamahu al„ilm memiliki arti mengajarkan ilmu kepadanya
(Mahmud Yunus, 1973: 277). Pendidikan, dalam istilah tarbiyah, tidak
saja tertumpu pada domain kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik,
sementara pengajaran (ta‟lim) lebih mengarah pada aspek kognitif, seperti
pengajaran mata pelajaran matematika. Pemadanan kata ini agaknya
kurang relevan, sebab menurut pendapat yang lain, dalam proses ta‟lim
masih menggunakan domain afektif.
Muhammad Rasyid Ridha (1373 H: 262) mengartikan ta‟lim
dengan: “proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu
tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.” Pengertian ini didasarkan
atas firman Allah SWT. dalam QS. Al-
Baqarah ayat 31 tentang proses transmisi pengetahuan (‗allama)
Tuhan kepada Nabi Adam as. Proses transmisi itu dilakukan secara
bertahap sebagaimana Nabi Adam menyaksikan dan menganalisis asma‟
yang diajarkan oleh Allah kepadanya.
Dalam ayat lain, yaitu QS. Al-Baqarah: 151 disebutkan:
“Dan mengajarkan (yu‟allim) kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah (Sunnah)
serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” Ayat ini
menunjukkan perintah Allah SWT. kepada rasul-Nya untuk mengajarkan
(ta‟lim) kedua hal tersebut kepada umatnya. Menurut Muhaimin (2005:
45), pengajaran pada ayat itu mencakup teoretis dan praktis, sehingga
peserta didik memperoleh kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal-hal
yang mendatangkan manfaat dan menampik kemudlaratan. Pengajaran
mencakup ilmu pengetahuan dan al-hikmah (kebijaksanaan). Guru
matematika misalnya, akan berusaha mengajarkan al-hikmah matematika,
yaitu pengajaran nilai kepastian dan ketepatan dalam mengambil sikap dan
tindakan dalam kehidupannya, yang dilandasi oleh pertimbangan rasional
dan perhitungan yang matang. Inilah suatu usaha untuk menguak
sunnatullah dalam alam semesta melalui pelajaran matematika.
3. Ta’dib
Ta‟dib biasanya dipahami dalam pengertian pendidikan sopan
santun, tata krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral dan etika. Ta‟dib
yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan peradaban atau
kebudayaan. Artinya orang berpendidikan adalah orang yang
berperadaban. Sebaliknya, peradaban yang berkualitas dapat diraih
melalui pendidikan. Naquib al-Attas (1988: 66) menulis, ta‟dib berarti
pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan
kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di
dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan
pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan. Pengertian ini bertolak dari
hadis Nabi SAW Yang artinya:
“Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik (hasil)
pendidikanku.”
Kedua hadis di atas menunjukkan bahwa kompetensi Muhammad
sebagai rasul dan misi utamanya adalah pembinaan akhlak. Karena itulah,
maka seluruh aktivitas pendidikan Islam seharusnya memiliki relevansi
dengan peningkatan kualitas budi pekerti sebagaimana yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW.
Ta‟dib, sebagaimana yang disebutkan Abdul Mujib dan Yusuf
Mudzakkir (2006:20-21), adalah upaya dalam pembentukan adab (tata
krama) terbagi atas empat macam:
a) ta‟dib adab al-haqq, pendidikan tata krama spiritual dalam kebenaran,
yang memerlukan pengetahuan tentang wujud kebenaran, yang di
dalamnya segala yang ada memiliki kebenaran tersendiri dan yang
dengannya segala sesuatu diciptakan;
b) ta‟dib adab al-khidmah, pendidikan spiritual dalam pengabdian.
Sebagai seorang hamba, manusia harus mengabdi kepada sang Raja
(Malik) dengan menempuh tata krama yang pantas;
c) ta‟dib adab al-syari‟ah, pendidikan tata krama spiritual dalam syariah,
yang tata caranya telah digariskan oleh Tuhan melalui wahyu. Segala
pemenuhan syariah Tuhan akan berimplikasi pada tata krama yang
mulia;
d) ta‟dib adab alshuhbah, pendidikan tata krama spiritual dalam
persahabatan, berupa saling menghormati dan berperilaku mulia di
antara sesama.
4. Riyadhah
Secara etimologis, riyadhah diartikan dengan pengajaran dan
pelatihan. Menurut al-Bastani (1875:287), riyadhah dalam konteks
pendidikan berarti mendidik jiwa anak dengan akhlak yang mulia.
Pengertian ini akan berbeda jika riyadhah dikaitkan dengan disiplin ilmu
tasawuf atau olah raga. Riyadhah dalam tasawuf berarti latihan rohani
dengan cara menyendiri pada harihari tertentu untuk melakukan ibadah
dan tafakkur mengenai hak dan kewajibannya. Sementara riyadhah dalam
disiplin olahraga berarti latihan fisik untuk menyehatkan tubuh.
Menurut al-Ghazali (Syalabi, 1977:288), kata riyadhah jika
dinisbahkan kepada anak-anak, maka memiliki arti pelatihan atau
pendidikan anak. Dalam pendidikan anak, al-Ghazali lebih menekankan
pada domain psikomotorik dengan cara melatih. Pelatihan memiliki arti
pembiasaan dan masa kanak-kanak adalah masa yang paling cocok untuk
metode pembiasaan itu. Anak kecil yang terbiasa melakukan aktivitas
yang positif, maka di masa remaja dan dewasanya lebih mudah
berkepribadian saleh.
B. Pendidikan Islam Menurut Pada Ahli
Dalam mengemukakan pemikiran para filosof pendidikan Islam
mengenai pendidikan Islam hanya sebatas pada beberapa filosof saja, yaitu:
Ibnu Maskawaih,Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Kaldun,dan Muhammad Abduh
1. Ibnu Maskawaih
Ibnu Miskawaih lahir di Ray, mengenai tahun kelahirnya belum
ada kepastian tahun dan tanggalnya. Menurut M. Syarif, Ibnu Miskawaih
Lahir pada tahun 320 H/932 M, sedangkan Margoliuoth menyebutkan
tahun 330 H/942 M. Menurut Abd al-Aziz Izzat menyebutkan tahun
kelahirannya adalah 325 H. Sedangkan mengenai wafatnya semua
sejarawan sepakat pada 9 Shafar/16 Februari 1030 M.
Ibnu Maskawaih adalah seorang ahli sejarah yang pemikirannya
sangat cemerlang. Dialah ilmuan Islam yang paling terkenal dan yang
pertama kali menulis filsafat akhlak.1 Selain sebagai seorang filosof yang
terkenal di bidang etika, Ibnu Maskawaih juga dikenal sebagai seorang
sejarawan, tabib, ilmuan dan dan sastrawan.
Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, bahwa
kecenderungan pemikiran Ibnu Maskawaih adalah mengenai etika dan
akhlak, maka konsep pendidikan Ibnu Maskawaih yang akan dijelaskan
1
Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001),
154.
pada bagian ini juga cenderung kepada pendidikan akhlak yang berkaitan
dengan tujuan pendidikan, materi, pendidik dan anak didik, lingkungan
dan metode pendidikan.
1) Tujuan Pendidikan
2) Lingkungan Pendidikan
3) Metode Pendidikan
2
Anas Mahfudi, “Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Maskawaih: Transformasi Antara Filsafat dan
Agama”, dalam Jurnal Madinah: Jurnal Studi Islam, Vol. III, No. 1, 2016, 5
3
Ibnu Maskawaih, Tahzibul Akhlak, 128-129
Ibnu Maskawih berpendapat bahwa akhlak bukan faktor
keturunan melainkan bisa diupayakan. Sebab jika akhlak adalah faktor
bawaan (keturunan), maka tidak perlu adanya pendidikan. Metode
perbaikan akhlak ini dapat dimaksudkan sebagai metode mencapai
akhlak yang baik dan metode memperbaiki akhlak yang buruk. Adapun
metode yang digunakan adalah meliputi, pertama, kemauan yang
sungguh-sungguh untuk berlatih terus-menerus dan menahan diri
(al-’adat wa al-jihad). Kedua, dengan menjadikan semua ilmu yang
dimilikinya sebagai cerminan bagi dirinya.
d) Ilmu aqli, yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia dengnan daya
pikir dan kecerdasannya kepada filsafat dan semua pengetahuan,
termasuk dalam kategori ini adalah ilmu mantiq (logika), ilmu alam,
ilmu ketuhanan, ilmu teknik, ilmu hitung, ilmu tingkah laku
(psikologi), ilmu sihir dan ilmu nujum.
Menurut Ibnu Khaldun mengajarkan pengetahuan kepada anak
didik akan berhasil apabila dilakukan dengan bertahap, setapak demi
setapak, sedikit demi sedikit. Pertama-tama ia harus diberi pelajaran
mengenai hal-hal setiap cabang pembahasan yang dipelajarinya.
Penjelasan yang diberikan harus secara umum dulu dengan
memperhatikan kemampuan pikir peserta didik dan kesanggupannya
memahami apa yang diberikan kepadanya.
Ibnu Khaldun berpendapat, orang yang mendapat keahlian dalam
bidang tertentu jarang sekali ahli pada bidang lainnya. Hal ini lantaran
sekali seseorang menjadi ahli hingga keahliannya tersebut tertanam
berurat berakar dalam jiwanya sehingga ia tidak akan ahli lagi dalam
bidang lainnya, kecuali keahlian yang pertama tadi belum tetanam kuat
dan memberi corak pemikirannya. Alasannya karena keahlian merupakan
sifat atau corak jiwa yang tidak dapat tumbuh serempak (Abuddin Nata,
1997).
5. Muhammad Abduh (1849-1905)
Muhammad Abduh dilahirkan tahun 1849 M/1266 H di salah satu
desa Delta Mesir bagian hilir. Ayahnya seorang petani keturunan Turki
yang telah lama menetap di Mesir dan ibunya keturunan Arab.
Dalam bidang pendidikan Muhammad Abduh cenderung
menggunakan matode yang didasarkan pada filsafat rasioalis. Pendidikan
agama, terutama yang berkaitan dengan tauhid digunakan pendekatan
nalar seperti yang diperolehnya melalui Jamaludiin Al-Afghani. Selain itu,
dalam bidang pendidikan, ia melakukan penataan bidang keuangan,
kurikulum dan sarana kependidikan. Dalam kurikulum, Muhammad
Abduh memasukkan mata pelajaran ilmu hisab, matematika, aljabar,
sejarah Islam, mengarang, ilmu bahasa, dasar-dasar ilmu hitung dan
geografi, yang sebelumnya belum diberikan di Al-Azhar.
Pembaharuan di bidang pendidikan yang dilakukan oleh
Muhammad Abduh di Al-Azhar ternyata juga berpengaruh besar pada
institusi pendidikan yang ada di Mesir. Bahkan ide pembaharuannya
ditulis dan disebarluaskan pula melalui majalah terkenal di Mesir yaitu Al-
Manar dan Al-Urwat Al-Wusqa.
Muhammad Abduh berpendapat bahwa Islam agama yang rasional.
Dengan membuka pintu ijtihad kebangunan akan dapat ditingkatkan. Ilmu
pengetahuan harus dimajukan di kalangan rakyat sehingga mereka dapat
berlomba dengan masyarakat Barat. Jika Islam ditafsirkan sebaik-baiknya
dan dipahami secara benar, tak satupun dari ajaran Islam yang
bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Menurutnya, akal salah satu
potensi manusia dan Islam sangat menganjurkan menggunakan akal. Iman
menjadi kurang sempurna tanpa didasarkan akal. Jika secara lahiriayah
ayat Al-Qur’an tampaknya bertentangan dengan akal, maka harus dicari
interpretasi yang membuat ayat tersebut tidak bertentangan dengan akal
(Jalaluddin dan Usman Said, 1996).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah
tarbiyah, ta‟lim, ta‟dib, riyadhah, irsyad dan tadris. Masing-masing istilah
tersebut memiliki batasan dan lingkup pengertian tersendiri. Namun,
kesemuanya mengacu pada makna yang sama jika disebut secara terpisah,
sebab salah satu istilah tersebut sebenarnya mewakili istilah yang lain. Karena
itu, beberapa buku pendidikan Islam menyebutkan semua istilah tersebut dan
digunakan secara bergantian dalam mewakili peristilahan pendidikan Islam.
Dalam mengemukakan pemikiran para filosof pendidikan Islam
mengenai pendidikan Islam hanya sebatas pada beberapa filosof saja, yaitu:
Ibnu Maskawaih,Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Kaldun,dan Muhammad Abduh
B. Saran
Dengan adanya makalah mengenai Makna Filosofis dan Pandangan
Ahli Tentang Kependidikan Islam, penulis berharap pembaca dapat memahami
dan menambah wawasan pembaca. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu untuk memperkuat pemahaman dan
wawasan pembaca bisa mencari sumber sumber lain
DAFTAR PUSTAKA
16