Disusun Oleh:
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam sebagai salah satu aspek dari ajaran Islam,
dasarnya adalah Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad saw. Dari
kedua sumber tersebut, para intelektual muslim kemudian
mengembangkannya dan mengklasifikannya kedalam dua bagian
yaitu: Pertama, akidah untuk ajaran yang berkaitan dengan keimanan;
kedua, adalah syariah untuk ajaran yang berkaitan dengan amal nyata.
Oleh karena pendidikan termasuk amal nyata, maka pendidikan
tercakup dalam bidang syariah. Bila diklasifikasikan lebih lanjut,
termasuk dalam sub bidang muamalah.
Hal tersebut menggariskan prinsip-prinsip dasar materi
pendidikan Islam yang terdiri atas masalah iman, ibadah, sosial, dan
ilmu pengetahuan. Sebagai bantahan pendapat yang meragukan
terhadap adanya aspek pendidikan dalam Al-Qur’an, Abdul Rahman
Saleh Abdullah mengemukakan bahwa kata Tarbiyah yang berasal
dari kata “Rabb”(mendidik dan memelihara) banyak terdapat dalam Al-
Qur’an; demikian pula kata “Ilm” yang demikian banyak dalam Al-
Qur’an menunjukkan bahwa dalam Al-Qur’an tidak mengabaikan
konsep-konsep yang menunjukkan kepada pendidikan.
Hadis juga banyak memberikan dasar-dasar bagi pendidikan
Islam. Hadis sebagai pernyataan, pengalaman, takrir dan hal ihwal
Nabi Muhammad saw., merupakan sumber ajaran Islam yang kedua
sesudah Al-Qur’an. Di samping Al-Qur’an dan hadis sebagai sumber
atau dasar pendidikan Islam, tentu saja masih memberikan penafsiran
dan penjabaran lebih lanjut terhadap Al-Qur’an dan hadis, berupa
ijma’, qiyas, ijtihad, istihsan dan sebagainya yang sering pula dianggap
sebagai dasar pendidikan Islam. Akan tetapi, kita konsekuen bahwa
4
dasar adalah tempat berpijak yang paling mendasar, maka dasar
pendidikan Islam hanyalah Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw.
B. Rumuan Masalah
1. Apakah pengertian,tujuan,dan fungsi pendidikan islam ?
2. Apasajakah sumber ajaran islam?
3. Bagaimanakah ruang lingkup ajaran islam?
4. Bagaimanakah karakteristik ajaran islam?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
1. Tarbiyah
Penggunaan istilah al-Tarbiyah berasal dari kata rabb.
Walaupun kata ini memiliki arti, akan tetapi pengertian dasarnya
menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat,
mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.
Dari segi etimologis, tiga asal kata tarbiyah yakni, raba, rabiya,
dan rabba, kata tarbiyah mencakup makna yang sangat luas yakni
(1) al-nama yang berarti bertambah, berkembang, dan tumbuh
menjadi besar sedikit demi sedikit, (2) aslahahu yang berarti
memperbaiki pembelajar jika proses perkembangan menyimpang
dari nilai-nilai Islam, (3) tawalla amrahu yang berarti mengurus
perkara pembelajaran, bertanggung jawab atasnya dan melatihnya,
(4) ra’ahu yang berarti memelihara dan memimpin sesuai dengan
potensi yang dimiliki dan tabiyatnya (5) al-tansyi’ah yang berarti
mendidik, mengasuh, dalam arti materi (fisiknya) dan immateri
(kalbu, akal, jiwa, dan perasaannya), yang kesemuannya
merupakan aktivitas pendidikan.
Menurut Syekh Ali, kata rabba memiliki arti yang banyak yakni
merawat, mendidik, memimpin, mengumpulkan, menjaga,
memperbaiki, mengembangkan, dan sebagainya. Daim
menyimpulkan bahwa makna tarbiyah adalah merawat dan
memperhatikan pertumbuhan anak, sehingga anak tersebut
tumbuh dengan sempurna sebagaimana yang lainnya, yaitu
sebuah kesempurnaan dalam setiap dimensi dirinya, badan
(kinestetik), roh, akal, kehendak, dan lain sebagainya.
Secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses pendidikan
Islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Islam
adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Allah sebagai
“pendidik” seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia. Dalam konteks
7
yang luas, pengertian pendidikan Islam yang dikandung dalam term
al-tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan, yaitu:
1. Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa
(baligh)
2. Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan
3. Mengarahkan seluruh fitrfah menuju kesempurnaan
4. Melaksanakan pendidikan secara bertahap.
Dari penjelasan tersebut dapat diringkas bahwa prinsip-prinsip
dasar pengertian tarbiyah dalam Islam adalah:
pertama, bahwa murabbi (pendidik) yang sebenarnya
hanyalah Allah, karena Dia Pencipta fitrah, potensi kekuatan dan
kelemahan, dan paling tahu tentang hakikat manusia itu sendiri,
karenanya perlu dipelajari terus menerus siapa sebenarnya
manusia itu sesuai dengan perintah Tuhan.
Kedua, penumbuhan dan pengembangan secara sempurna
semua dimensi manusia baik materi, seperti fisiknya, maupun
immateri seperti akal, hati, kehendak, kemauan adalah tanggung
jawab manusia sebagai konsekwensi menjalankan fungsinya
sebagai hamba Tuhan dan sebagai fungsi khalifah.
Ketiga, dalam proses tarbiyah seharusnya mengambil nilai
dan dasarnya dari Al-Qur’an dan Sunnah dan berjalan sesuai
dengan sunnatullah yang digariskan-Nya.
Keempat, setiap aktivitas tarbiyah mengarah kepada
penumbuhan, perbaikan, kepemimpinan, atau penjagaan setiap
dimensi dalam diri manusia, baik aktivitas itu direkayasa atau
secara nattural.
Kelima, tarbiyah yang direkayasa mengharuskan adanya
rencana yang teratur, sistematis, bertahap, berkelanjutan dan
fleksibel.
Keenam, bahwa yang menjadi subjek sekaligus objek dalam
aktivitas tarbiyah adalah manusia.
8
Ketujuh, bahwa kata tarbiyah tida terbatas pengetiannya
sebagai sekedar transfer ilmu, budaya, tradisi, dan nilai tetapi juga
pembentukan kepribadian (transformatif) yang dilakukan secara
bertahap.
2. Taklim
Istilah al-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal
pelaksanaan pendidikan islam. Menurut para ahli, kata ini lebih
bersifat universal dibanding dengan al-Tarbiyah maupun al-Ta’dib.
Rasyid Ridha mengartikan al-Ta’lim sebagai proses transmisi
berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya
batasan dan ketentuan tertentu.
Jalal memberikan alasan bahwa proses taklim lebih umum
dibandingkan dengan proses tarbiyah:
Pertama, ketika mengajarkan membaca Al-Qur’an kepada
kaum muslimin, Rasulullah SAW tidak terbatas pada membuat
mereka sekedar dapat membaca, melainkan membaca dengan
perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian, tanggung
jawab, penanaman amanah sehingga terjadi pembersihan diri
(tazkiyah al-nufus) dari segala kotoran, menjadikan dirinya dalam
kondisi siap menerima hikmah, dan mempelajari segala sesuatu
yang belum diketahuinya dan yang tidak diketahuinya serta
berguna bagi dirinya
Kedua, kata taklim tidak berhenti hanya kepada pencapaian
pengetahuan berdasarkan prasangka atau yang lahir dari taklid
semata-mata, ataupun pengetahuan yang lahir dari dongengan
hayalan dan syahwat atau cerita-cerita dusta.
Ketiga, kata taklim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta
pedoman perilaku yang baik.
9
Dengan demikian kata taklim menurut Jalal mencakup ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik dan berlangsung sepanjang hayat
serta tidak terbatas pada masa bayi dan kanak-kanak, tetapi juga
orang dewasa. Sementara itu Abrasyi, menjelaskan kata taklim
hanya merupakan bagian dari tarbiyah karena hanya menyangkut
domain kognitif. Al-Attas menganggap kata taklim lebih dekat
kepada pengajaran atau pengalihan ilmu dari guru kepada
pembelajaran, bahkan jangkauan aspek kognitif tidak memberikan
porsi pengenalan secara mendasar.
3. Takdib
Attas menawarkan satu istilah lain yang menggambarkan
pendidikan Islam, dalam keseluruhan esensinya yang fundamental
yakni kata takdib. Istilah ini mencakup unsur-unsur pengetahuan
(‘ilm), pengajaran (taklim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah).
Istilah takdib dapat mencakup beberapa aspek yang menjadi
hakikat pendidikan yang saling berkait, seperti ‘ilm (ilmu), ‘adl
(keadilan), hikmah (kebajikan), ‘aml (tindakan), haqq (kebenaran),
natq (nalar) nafs (jiwa), qalb (hati), ‘aql (akal), maratib dan derajat
(tatanan hirarkis), ayah (simbol), dan adb (adab). Dengan mengacu
pada kata adb dan kaitan-kaitanya seperti di atas, definisi
pendidikan bagi al-Attas adalah:
Sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia tentang tempat-
tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan
sedemikian rupa, sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan
dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud
dan kepribadian.
Makna al-ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia
10
(peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu di dalam tatanan penciptaan.
11
menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri
ialah beribadah kepada Allah. Sebagaimana dalam firman Allah SWT.
Sebagai bagian dari komponen kegiatan pendidikan,
keberadaan rumusan tujuan pendidikan memegang peranan sangat
penting. Karena memang tujuan berfungsi mengarahkan aktivitas,
mendorong untuk bekerja, memberi nilai dan membantu mencapai
keberhasilan. Pendidikan Islam bertugas mempertahankan,
menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-
nilai islami yang bersumber dari kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadis.[19]
Sedangkan Anwar Jundi menjelaskan di dalam konsep Islam, tujuan
pertama dan pokok dari pendidikan ialah terbentuknya manusia yang
berpribadi muslim.
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang
berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas
kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu
beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan.
Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik
dalam segala aspek kehidupan. Karena tanpa pendidikan itu sendiri
kita akan terjajah oleh adanya kemajuan saat ini, karena semakin lama
semakin ketat pula persaingan dan semakin lama juga mutu
pendidikan akan semakin maju.
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan kepribadian manusia. Secara menyeluruh dan seimbang
yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri manusia yang
rasional, perasaan dan indra, karena itu, pendidikan hendaknya
mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek
spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara
individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut
berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir
pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang
12
sempurna kepada Allah SWT, baik secara pribadi kontinuitas, maupun
seluruh umat manusia.
Tujuan pendidikan ialah perubahan yang diharapkan pada
subyek didik setelahmengalami proses pendidikan baik pada tingkah
laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehdupan masyarakat
dan alam sekitarnya dimana individu ituhidup. Sedangkan menurut
Omar Muhammad Attoumy Asy- Syaebani tujuan pendidikan islam
memiliki empat ciri pokok :
1. Sifat yang bercorak agama dan akhlak.
2. Sifat kemenyeluruhannya yang mencakup segala aspek pribadi
pelajar atausubyek didik, dan semua aspek perkambangan dalam
masyrakat.
3. Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak adanya pertentangan antara
unsur-unsur dan cara pelaksanaanya
4. Sifat realistis dan dapat dilaksanakan, penekanan pada perubahan
yang dikehendaki pada tingkah laku dan pada kehidupan,
memperhitungkan perbedaan-perbedaan perseorangan diantara
individu, masyarakat dan kebudayaan di mana-mana dan
kesanggupanya untuk berubah dan berkembanng bila diperlukan.
Pendidikan Islam bertugas di samping menginternalisasikan
(menanamkan dalam pribadi) nilai-nilai islami, juga mengembangkan
anak didik agar mampu melakukan pengamalan nilai-nilai itu secara
dinamis dan fleksibel dalam batas-batas konfigurasi idealitas wahyu
Tuhan. Hal ini berarti Pendidikan Islam secara optimal harus mampu
mendidik anak didik agar memiliki “kedewasaan atau kematangan”
dalam beriman, bertaqwa, dan mengamalkan hasil pendidikan yang
diperoleh, sehingga menjadi pemikir yang sekaligus pengamal ajaran
Islam, yang dialogis terhadap perkembangan kemajuan zaman.
Dengan kata lain, Pendidikan Islam harus mampu menciptakan para
“mujtahid” baru dalam bidang kehidupan duniawi-ukhrawi yang
13
berkesinambungan secara interaktif tanpa pengkotakan antara kedua
bidang itu.
Menurut H.M.Arifin tujuan pendidikan islam adalah idealitas (cita-
cita) yang mengandung nilai-nilai islam yang hendak dicapai dalam
proses kependidikan yang berdasarkanajaran Islam secara bertahap.
Prof. H. M. Arifin, M. Ed menjabarkan tujuan pendidikan yang
bersasaran pada tiga dimensi hubungan manusia selaku “Khalifah”
dimuka bumi yaitu sebagai berikut:
1. Menanamkan sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan
seimbang dengan Tuhannya.
2. Membentuk sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan
seimbang dengan masyarakatnya.
3. Mengembangkan kemampuannya untuk menggali, mengelola dan
memanfaatkan kekayaan alam ciptaan Allah bagi kepentingan
kesejahteraan hidupnya, dan hidup sesamanya serta bagi
kepentingan ubudiahnya kepadanya, dengan dilandasi sikap
hubungan yang harmonis.
Tujuan pendidikan menurut Dra. Hj. Nur Uhbiyati dan Dr. Zakiyah
Daradjat ada empat macam, yaitu:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua
kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara
yang lainnya. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan,
seperti: sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan
pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada tingkat umur,
kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama.
Bentuk Insan Kamil dengan polatakwa kepada Allah swt harus
dapat tergambar dalam pribadi seseorang yang sudah terdidik,
walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah.
14
2. Tujuan Akhir
Pendidikan Islam ini berlangsung selama hidup, maka tujuan
akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir.
Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa
dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang
dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan, dan
pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan
Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk,
mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan
pendidikan yang telah dicapai.
Tujuan pendidikan adalah pengembangan akal dan akhlak yang
dalam akhirnya dipakai untuk menghambakan diri kepada Allah
SWT. Manusia mempunyai aspek rohani seperti yang dijelaskan
dalam surat al Hijr ayat 29 : “Maka Aku telah menyempurnakan
kejadiannya dan meniupkan ke dalamnya roh-Ku, maka sujudlah
kalian kepada-Nya”. Dan tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat
dipahami dari firman Allah SWT yang artinya : ”Wahai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-
benarnya takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan
muslim berserah diri kepada Allah.” (Q.S. Ali Imran: 102). Jadi
insan kamil yang mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah
inilah merupakan tujuan akhir dari pendidikan Islam.[26]
3. Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak
didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan
dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Pada tujuan sementara
bentuk Insan Kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun
dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok
sudah kelihatan pada pribadi anak didik.
15
4. Tujuan Operasional
Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan
sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan
pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan
diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu. Dalam tujuan
operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu
kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih
ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian.
Bila dilihat dari segi filosofis, maka tujuan pendidikan Islam dapat
diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:
1. Tujuan teoritis yang bersasaran pada pemberian kemampuan
teoritis kepada anak didik.
2. Tujuan praktis yang mempunyai sasaran pada pemberian
kemampuan praktis kepada anak didik.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, memaparkan bahwa tujuan pendidikan
Islam terdiri atats 5 sasaran, yaitu:
1. Membentuk akhlak mulia
2. Mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat
3. Mempersiapkan untuk mencari rizki dan memelihara segi
kemanfaatannya
4. Menumbuhkan semangat ilmiah dikalangan peserta didik
5. Mempersiapkan tenaga profesional yang terampil
Oleh karena itu, tujuan akhir pendidikan Islam berada di dalam
garis yang sama dengan misi tersebut, yaitu membentuk kemampuan
dan bakat manusia agar mampu menciptakan kesejahteraan dan
kebahagiaan yang penuh rahmat dan berkat Allah di seluruh penjuru
alam ini. Hal ini berarti bahwa potensi rahmat dan berkat Allah tersebut
tidak akan terwujut nyata, bilamana tidak diaktualisasikan melalui
ikhtiar yang bersifat kependidikan secara terarah dan tepat.
Jika pendidikan umum hanya ingin mencapai kehidupan duniawi
yang sejahtera baik dalam dimensi bernegara maupun bermasyarakat
16
maka Pendidikan Islam bercita-cita lebih jauh yang bernilai
transendental, bukan insindetal atau aksidental di dunia, yaitu
kebahagiaan hidup setelah mati. Jadi nilai-nilai yang hendak
diwujudkan oleh pendidikan Islam adalah berdimensi transendetal
(melampaui wawsan hidup duniawi) sampai ke ukhrawi dengan
meletakkan cita-cita yang mengandung dimensi nilai duniawi sebagai
sarananya. Oleh karena itu, pendidikan merupakan sarana atau alat
untuk merealisasikan tujuan hidup orang muslim secara universal
maka tujuan pendidikan Islam di seluruh dunia harus sama bagi semua
umat Islam, yang berbeda hanyalah sistem dan metodenya.
17
1. Alat untuk memelihara, memperluas, dan menghubungan tingkat-
tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide
masyarakat nasioanal
2. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan.
Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu
pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga
manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan
perimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang demikian
dinamis.
Menurut pandangan pendidikan islam, fungsi pendidikan itu
bukanlah sekedar mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan
otak peserta didik, tetapi juga menyelamatkan fitrahnya. Oleh karena
itu fungsi pendidikan dan pengajaran Islam dalam hubungannya
dengan faktor anak didik adalah untuk menjaga, menyelamatkan, dan
mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi al-fithratus salimah dan
terhindar dari al-fithratu ghairus salimah. Artinya, agar anak tetap
memiliki aqidah keimanan yang tetap dibawanya sejak lahir itu, terus
menerus mengokohkannya, sehinggamati dalam keadaan fitrah yang
semakin mantap, tidak menjadi Yahudi, Nashrani, Majusi ataupun
agama-agama dan faham-faham yang selain Islam.
Betapa pentingnya fungsi pendidikan dan pengajaran di dalam
menyelamatkan dan mengembangkan fitrah ini. Di pihak lain,
pendidikan dan pengaajaran juga berfungsi untuk mengembangkan
potensi-potensi/ kekuatan-kekuatan yang ada pada diri anak agar ia
bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi
pergaulan hidup di sekelilingnya, sesuai dengan kedudukannya
sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah di muka bumi ini.
18
Saw. Sedangkan yang ketiga (ijtihad) merupakan hasil pemikiran umat
Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap
mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah.
1. Sumber Ajaran Islam: Al-Quran
Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou,
quranan), sebagaimana firman Allah dalam Q.S. 75:17-18:
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengum-pulkannya
dan ‘membacanya’. Jika Kami telah selesai membacakannya, maka
ikutilah ‘bacaan’ itu”.
Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, berisi ajaran tentang
keimanan (akidah/tauhid/iman), peribadahan (syariat), dan budi
pekerti (akhlak).
Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw,
bahkan terbesar pula dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya.
Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya dan menjelaskan
hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya.
“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan
tetapi ia membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan
menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada
keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta alam” (Q.S. 10:37).
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-
Quran itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab sebelumnya...”
(Q.S. 35:31).
Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau
pembukuan yang dilakukan para sahabat. Pertama kali dilakukan
oleh shabat Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah Abu Bakar, lalu
pada masa Khalifah Utsman bin Affan dibentuk panitia ad hoc
penyusunan mushaf Al-Quran yang diketuai Zaid. Karenanya,
mushaf Al-Quran yang sekarang disebut pula Mushaf Utsmani.
19
2. Sumber Ajaran Islam: Hadits/As-Sunnah
Hadits disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa berarti
"adat-istiadat" atau "kebiasaan" (traditions). Sunnah adalah segala
perkataan, perbuatan, dan penetapan/persetujuan serta kebiasaan
Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah persetujuan atau
diamnya Nabi Saw terhadap perkataan dan perilaku sahabat.
Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam
dijelaskan Al-Quran dan sabda Nabi Muhammad Saw.
“Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman
sehingga mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak
merasa berat hati terhadap putusan yang kamu berikan dan
mereka menerima sepenuh hati” (Q.S. 4:65).
“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka
terimalah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (Q.S.
59:7).
“Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama
kalian berpegang teguh dengan keduanya) kalian tidak akan
tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-ku.” (HR. Hakim
dan Daruquthni).
“Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku dan kepada
Sunnah Khulafaur Rasyidin setelahku” (H.R. Abu Daud).
Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk
pelaksanaan) Al-Quran. Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan
tentang kewajiban shalat dan berbicara tentang ruku’ dan sujud.
Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah yang memberikan contoh
langsung bagaimana shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram
(bacaan “Allahu Akbar” sebagai pembuka shalat), doa iftitah,
bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan
salam.
20
Ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, beliau melarang
para sahabatnya menuliskan apa yang dikatakannya. Kebijakan itu
dilakukan agar ucapan-ucapannya tidak bercampur-baur dengan
wahyu (Al-Quran). Karenanya, seluruh Hadits waktu itu hanya
berada dalam ingatan atau hapalan para sahabat.
Kodifikasi Hadits dilakukan pada masa Khalifah Umar bin
Abdul Aziz (100 H/718 M), lalu disempurnakan sistematikanya pada
masa Khalifah Al-Mansur (136 H/174 M). Para ulama waktu itu
mulai menyusun kitab Hadits, di antaranya Imam Malik di Madinah
dengan kitabnya Al-Mutwaththa, Imam Abu Hanifah menulis Al-
Fqhi, serta Imam Syafi’i menulis Ikhtilaful Hadits, Al-Um, dan As-
Sunnah.
Berikutnya muncul Imam Ahmad dengan Musnad-nya yang
berisi 40.000 Hadits. Ulama Hadits terkenal yang diakui
kebenarannya hingga kini adalah Imam Bukhari (194 H/256 M)
dengan kitabnya Shahih Bukhari dan Imam Muslim (206 H/261 M)
dengan kitabnya Shahih Muslim. Kedua kitab Hadits itu menjadi
rujukan utama umat Islam hingga kini. Imam Bukhari berhasil
mengumpulkan sebanyak 600.000 hadits yang kemudian
diseleksinya. Imam Muslim mengumpulkan 300.000 hadits yang
kemudian diseleksinya.
Ulama Hadits lainnya yang terkenal adalah Imam Nasa'i yang
menuangkan koleksi haditsnya dalam Kitab Nasa'i, Imam Tirmidzi
dalam Shahih Tirmidzi, Imam Abu Daud dalam Sunan Abu Daud,
Imam Ibnu Majah dalam Kitab Ibnu Majah, Imam Baihaqi dalam
Sunan Baihaqi dan Syu'bul Imam, dan Imam Daruquthni dalam
Sunan Daruquthni.
21
Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat
hukum atas suatu masalah yang tidak secara jelas disebutkan
dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Pelakunya disebut Mujtahid.
Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran Islam
ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah
Hadits (Riwayat Tirmidzi dan Abu Daud) yang berisi dialog atau
tanya jawab antara Nabi Muhammad Saw dan Mu’adz bin Jabal
yang diangkat sebagai Gubernur Yaman.
“Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada
Anda?”
“Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Quran.”
“Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu
mengenai soal itu?”
“Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah
Rasulillah.”
“Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu
dalam Sunnah Rasulullah?”
“Hamba akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran
sendiri (Ijtihadu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikit pun.”
“Segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan
Rasulnya menyenangkan hati Rasulullah!”
Hadits tersebut diperkuat sebuah fragmen peristiwa yang
terjadi saat-saat Nabi Muhammad Saw menghadapi akhir
hayatnya. Ketika itu terjadi dialog antara seorang sahabat dengan
Nabi Muhammad Saw.
“Ya Rasulallah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat.
Bagaimana kami jadinya?”
“Kamu punya Al-Quran!”
“Ya Rasulallah! Tetapi walaupun dengan Kitab yang
membawa penerangan dan petunjuk tidak menyesatkan itu di
hadapan kami, sering kami harus meminta nasihat, petunjuk, dan
22
ajaran, dan jika Anda telah pergi dari kami, Ya Rasulallah, siapakah
yang akan menjadi petunjuk kami?”
“Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan!”
“Tetapi Rasulullah, setelah Anda pergi peristiwa-peristiwa baru
mungkin timbul yang tidak dapat timbul selama hidup Anda. Kalau
demikian, apa yang harus kami lakukan dan apa yang harus
dilakukan orang-orang sesudah kami?”
“Allah telah memberikan kesadaran kepada setiap manusia
sebagai alat setiap orang dan akal sebagai petunjuk. Maka
gunakanlah keduanya dan tinjaulah sesuatu dan rahmat Allah akan
selalu membimbing kamu ke jalan yang lurus!”
Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum
sebuah perkara yang tidak secara tegas ditetapkan Al-Quran dan
As-Sunnah.
Pada dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad,
sepanjang ia menguasai Al-Quran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga
berakhlak baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang integritas
keilmuan dan akhlaknya diakui umat Islam. Hasil Ijtihad mereka
dikenal sebagai fatwa. Jika Ijtihad dilakukan secara bersama-sama
atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma’ atau kesepakatan.
Wallahu a'lam.
2.3 Ruang Lingkup Ajaran Islam
1. Study area : dari area kita mengartikannya tempat berarti study
area study yang cakupannya berada di sebuah tempat atau area
lalu setelah itu mereka (para pe-study area) menerapkan terhadap
dirinya sendiri. seperti seorang ketua osis mengadakan study
banding pada osis yang lebih terkenal dengan osis sekolahnya
yang bertujuan juga sebagai belajar menggali ilmu pengetahuan
dan pengalaman demi menggapai tujuan osis yang sama.
23
2. Study tematik : study melalui pengertian yang berdasarkan tema
dalam pengartiannya , yakni dalam kita belajar kita kebanyakan
dimulai dengan melalui tema terlebih dahulu sehingga menurut
kami belajar melalui dari tema lebih gampang di kaji dan difahami
seperti pendidikan agama islam , akhlak tasawuf , politik, dls
Dari dua bagian diatas kita tidak hanya belajar hanya pada
melalui tema saja melainkan kita bisa mencari pengalaman lain yang
berada disekitar kita yang menurut kita bisa dijadikan sebagai contoh.
24
siku ada yang berpendapat hanya sampai pergelangan tangan,
tapi maksud bersatu padu yaitu ajarannya adalah al-qur’an dan
al-hadits
b. Moderat islam dalam menjalani ajarannya melalui jalan tengah
tidak berat sebelah kanan untuk mementingkan kejiwaan
(rohani),dan berat ke kiri untuk mementingkan kebendaan
(jasmani).
c. Dinamis ajaran islam sangatlah mempunyai kekuatan atau
kemampuan bergerak, dan berkembang sehingga sangatlah
banyak umat islam yang amat sangat mencintai ajarannya
karena ajaran islam sangatlah mantap jika menduduki posisi
sebagai tuntunan umat
d. Universal agama islam sangat memberikan peluang bagi
seluruh umat manusia tidak hanya khusus bagi suatu kelompok
atau bangsa yang tentunya ajaran islam itu sebagai rahmatan
lil-‘alamiin yang sesuai misi dari pada rosuuullahl Muhammad
SAW.tujuan dari mempelajari agama islam agar kita
mendapatkan ridla dan bahagia di dunia dan akhirat. Islam tidak
hanya mempelajari bagaimana para muslim bersikap pada
tuhannya melainkan kepada sesamanya juga di pelajari juga
dan bagaimana kedudukan manusia ditengah-tengah alam
semesta ini (QS.Ali Imran 112)
e. Elastis dan fleksible ketika seorang mahasiswa sudah keluar
atau lulus dari kuliah maka dia bebas memilih profesi apakah
mau jadi guru, PNS , dokter , dan lain sebagainya maka ketika
dia memilih mau jadi PNS maka dia terikat dengan aturan-
aturan yang mengatur bagaimana pegawai negri seharusnya
berprilaku dan bersikap, samadengan apa yang dimaksud
dengan Elastis dan fleksible yaitu ajaran islam berisi disiplin-
disiplin yang di bebankan bagi setiap individu, disiplin tersebut
25
wajib ditunaikan dan orang yang melanggarnya mendapatkan
dosa
f. Tidak memberatkan persoalan yang di hadapi umat islam
semakin komplek bagaimana ajaran islam menghadapi
berbagai masalah tersebut ? semakin kompleksnya
problematika kehidupan maka untuk memberi solusi ajaran
islam memiliki pegangan yaitu al-qur’an dan al-hadits dan
apabila dalam kedua tersebut tidak ada maka masih ada ijtihad
yang mana walaupun seseorang berijtihad dia tidak semerta-
merta menjauh dan menyimpang dari kedua hal tersebut karena
islam itu sebagai rahmatan lil’alamiin
g. Graduasi (ber-angsur angsur) ajaran islam turun temurun sama
halnya dengan al-qur’an , apabila ajaran islam turung secara
langsung maka kebingungan dan kesulitan dalam menjalankan
ajaran islam tersebut akan terjadi dan mungkin akan berakibat
fatal sepertihalnya malas dengan ajaran islam karena yang ini
belum selesai,yang kedua sudah datang, karena pengaplikasian
ajaran islam itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari sangat-
amat sulit kalau tidak berangsur angsur maka dari itu ajaran
islam bertujuan sebagai agar manusia menjalankan sebaik-
baiknya
h. Sesuai dengan watak hakiki manusia kemampuan dalam setiap
manusia sangatlah berbeda sehingga memungkinkan dalam
kita belajar ada yang langsung mengerti dan ada yang setengah
setengah dalam menerimanya. maka dari itu ajaran islam
tidaklah memberatkan kalau diri manusia belajar dari dasar, sulit
dimengerti apabila dalam menyampaikan ajaran islam langsung
ke dalam
i. Argumentatif filosofis ajaran islam merupakan ajaran yang
mempunyai alasan yang sangat kuat dan dapat dijadikan bukti,
26
tidak cukup dalam menetapkan persoalan-persoalan dengan
mengandalkan doktrin lugas dan intruksi keras
j. Ajaran islam sangatlah berkarakter dalam bidang
pengajarannya dan membuat karakter manusia menjadi
semakin baik sehingga orang yang tidak senang terhadap
ajaran islam kemungkinan besar dia menganggap ajaran islam
tidak ada gunanya, membosankan, terlalu berat untuk dijalani
sehingga kita sebagai para pelajar ajaran islam maka sangatlah
harus kita perdalam ajaran ajarannya dengan semangat
2. Versi kedua
Pemikiran para ilmuwan muslim pada versi kedua ini dengan
menggunakan berbagai pendekatan karena “islam merupakan
agama yang bisa di lihat dari sisi mana saja, dan setiap ssisinya
senantiasa memancarkan cahayanya yang terang” [4]kita bisa
melihat islam dari sisi agama, keadilan, hukum, toleransi, bahkan
“sifat islam demikian itu sejalan dengan sifat al-qur’an, salah satu
sifat al-qur’an sebagai mana di kemukakan oleh Abdullah Darraz
dalam bukunya syarhul muwafaqat bahwa al-qur’an itu ibarat intan
yang memiliki berbagai sudut, dan tiap sudut selalu memancarkan
cahaya yang sangat terang” [5]. Dan marilah kita lihat al-qur’an dari
sisi filosofi, ilmu pengetahuan seperti kedokteran astronomi apabila
kita mengkaji dan mendalami al-qur’an maka kita akan menemukan
pancara cahayanya maka dari itu kami akan uraikan karakteristik
ajaran islam sebagai mana berikut
1. Bidang Agama
Ajaran islam juga memberikan warna dalam rangka
membentuk karakter muslim sehingga para muslim atau
muslimah yang telah memperdalam dan memperbaharui
sikapnya dari segi agama dengan ciri-ciri yang telah di
contohkan oleh rosulullah sebagaimana rosulullah sendiri
27
karakternya adalah al-qur’an umat atau kaum nabi Muhammad
tidak mungkin sama persis tingkahnya dalam bidang
keagamaannya karena manusia itu pasti mempunyai kesalahan
dan juga lupa
Karakteristik ajaran islam dalam bidang agama disamping
mengakui adanya pluralisme (sebuah aturan tuhan yang tidak
akan berubah, sehingga juga tidak mungkin dilawan atau di
ingkari [6]),sebagai suatu kenyataan juga mengakui adanya
universalisme yakni mengajarkan kepercayaan kepada tuhan
dan hari akhir ,dalam hal ini kita biasanya menyebutnya dengan
iman (percaya adanya allah dan percaya akan adanya hari
akhir)
2. Bidang Ibadah
Ibadah merupakan suatu pendekatan diri kepada allah.
usaha yang harus di kerahkan yaitu dengan mengikuti atau
mengerjaka apa yang telah di perintahkan oleh Allah seperti
shalat, puasa, zakat dan menjauhi segala sesuatu yang
dilarangnya seperti makan harta riba, berzina, minum minuman
keras dls.
Sangatlah sulit kita dalam menjalankan atau mengemban
amanah suci tersebut, terkadang malas, pusing, bahkan ketika
kita berada di lingkungan ibadah (mengerjakan ibadah ) ada
saja cobaan yang menghambat karena manusia mempunyai
musuh, yang bisa membuat kita celaka
Dengan demikian visi islam tentang ibadah adalah
merupakan sifat, jiwa dan ajaran islam itu sendiri yang sejalan
dengan tugas penciptaan manusia yaitu, sebagai makhluk yang
selalu beribadah padanya
28
3. Bidang Aqidah
Akidah adalah ikatan atau keyakinan kita terhadap tuhan
kita yang maha kuasa melalui berikrar membaaca dua kalimat
syahadat bahwa bersaksi bahwa tiada tuhan selain allah dan
nabi muhammad adalah utusannya, dan kita melakukan apa
yang di syari’atkan sebagai amal shaleh.
Karakteristik ajaran islam yang dapat kita ketahui melalui
bidang akidah ini adalah bahwa akidah islam bersifat murni baik
dalam isinya maupun prosesnya. Yang diyakini dan diakui
sebagai tuhan yang wajib di sembah hanyalah allah. Keyakinan
tersebut sedikitpun tidak boleh di berikan kepada yang lain
karena kita akan berakibat musyrik.
29
Ketika kita berbicara masalah ilmu dan kebudayaan maka
dalam hal mendapatkannya kita sedikit menoleh pada surat
al-‘alaq ayat 1 yaitu kita disuruh memebaca karena dengan
membaca kita bisa menggali setiap ilmu menurut A Baiquni
ayat tersebut selain berarti membaca dalam arti biasa juga
berarti menelaah, mengobservasi, membandingkan, mengukur,
mengobserfasi, mendeskrisikan dan menganalisa [8]
5. Bidang pendidikan
Pendidikan islam memandang pendidikan adalah hak bagi
setiap manusia laki-laki maupun perempuan, dan berlangsung
sepanjang hayat tuntutlah ilmu mulai dari buayan (orang tua)
sampai ke liang lahat, mencari ilmu hukumnya wajib atas setiap
muslimin dan muslimat, [9] sehingga mayoritas orang-orang rela
berkorban demi pendidikan dirinya maupun keluarganya ada
yang sampai mengorbankan hartanya sawah, barang-barang
yang berharga juga ikut hangus demi pendidikan
Dalam al-qur’an banyak kita temui faktor-faktor
terbentuknya sebuah pendidikan seperti media pembelajaran,
kurikulum, metode, sarana, dls. Tidak hanya itu di sana juga
banyak ditemukan berbagai metode dalam pendidikan seperti
metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi,
penugasan, teladan, pembiasaan, karya wisata, cerita,
hukuman, nasihat dls.
6. Bidang sosial
Kita sebagai manusia tidak mungkin bisa bertahan hidup
sendirian tanpa adanya bantuan dari makhluk laen. Apa yang
akan kita rasakan jika sesama tetangga bermusuhan! tentunya
kita merasa tidak enak hidup dalam lingkungan tersebut, kita
bisa merasakan nyaman hidup dalam suatu lingkungan jika
dalam lingkungan terrsebut semuanya bersahabat apalagi
30
menjalin persahabatan yang sejati. menurut M. Arifin (1996)
setidaknya ada tiga hal yang mendasari manusia bisa
mempertahankan hidup pertama; hubungan manusia dengan
Allah ke dua; hubungan dengan sesama manusia ke tiga;
hubungan dengan alam sekitar yang terdiri dari berbagai unsur
kehidupan seperti tumbuhan, binatang dan sumber daya
alamiyah
Dalam bidang sosial kita telah di ajarakan oleh allah tuhan
semesta alam yaitu hablun munannass (hubungan antara
sesama). Dalam bidang sosial ini manusia bisa munjunjung
tinggi tolong-menolong, saling menasehati, ke setia kawanan,
tenggang rasa maupun kebersamaan. Dalam al-hadist mungkin
sering kita jumpai atau pernah mendengarkan para muballigh,
ustadz atau kiai yang isinya agar kita memperhatikan tetangga
yang berada di sebelah, jangan kenyang sendiri, sedang
tetangganya mati kelaparan
31
8. Bidang kesehatan
Menurut kami dalam ajaran islam sangatlah berbahaya jika
pada ajarannya oleh sebagian orang di abaikan dampaknya
yaitu bagi kesehatan hadist sudah banyak mengajarkan kepada
kita seperti al-nadzofatu min al-iman disana sudah jelas bahwa
ketika sebagian orang melalaikan kebbersihan maka tidak bisa
kita pungkiri kalau di daerah tersebut ada banyak nyamuk, lalat
dan semacamnya yang biasanya kita duduk atau makan santai
malah binatang-binatang mengganggu kita.
9. Bidang politik
Ciri ajaran islam dalam bagian politik dalam al-qur’an
seperti mematuhi ulii al-amri atau kalau di Indonesia bisa
disebut pejabat atau penguasa di bidang politik dalam hal ini
islam mengajarkan kita mentaati secara kritis, yaitu ketaatan
yang didasarkan pada tolok ukur kebenaran dari tuhan. Jika
suatu saat pemerintah bertindak semena-mena maka kita boleh
mengkritik dan sampaikan aspirasi kita melalui DPR yang
selanjutnya DPR tersebut akan menyampaikan hasil aspirasi
rakyat terhadap pihak-pihak terkait seperti MPR
32
an-naas agar selalu pekerjaan kita di ridloi tuhan sang pencipta
setiap sesuatu
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Tanggapan
Berdasarkan pemaparan materi ini dapat dikatakan bahwa islam
itu sangat penting sebagai pedoman hidup untuk dipelajari dan
dipahami serta dijadikan acuan atau pondasi khususnya bagi umat
islam.
3.2 Kesimpulan
Untuk mengungkapkan hakikat pendidikan Islam, kata tarbiyah
dipilih untuk menunjuk pendidikan Islam karena beberapa
pertimbangan.
1. Terma tarbiyah dapat diperluas makna semantiknya.
2. Terma tarbiyah lebih umum dapat diterima oleh masyarakat muslim
di Indonesia
3. Istilah tarbiyah lebih umum diterima dalam situasi lokal tertentu dari
pada terma taklim dan takdib.
Tujuan pendidikan Islam terdiri atats 5 sasaran, yaitu:
1. Membentuk akhlak mulia
2. Mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat
3. Mempersiapkan untuk mencari rizki dan memelihara segi
kemanfaatannya
4. Menumbuhkan semangat ilmiah dikalangan peserta didik
5. Mempersiapkan tenaga profesional yang terampil
Sedangkan fungsi pendidikan itu bukanlah sekedar
mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan otak peserta didik,
tetapi juga menyelamatkan fitrahnya. Oleh karena itu fungsi pendidikan
dan pengajaran Islam dalam hubungannya dengan faktor anak didik
34
adalah untuk menjaga, menyelamatkan, dan mengembangkan fitrah ini
agar tetap menjadi al-fithratus salimah dan terhindar dari al-fithratu
ghairus salimah. Artinya, agar anak tetap memiliki aqidah keimanan
yang tetap dibawanya sejak lahir itu, terus menerus mengokohkannya,
sehinggamati dalam keadaan fitrah yang semakin mantap, tidak
menjadi Yahudi, Nashrani, Majusi ataupun agama-agama dan faham-
faham yang selain Islam.
Sumber ajaran Islam pertama dan kedua (Al-Quran dan
Hadits/As-Sunnah) langsung dari Allah SWT dan Nabi Muhammad
Saw. Sedangkan yang ketiga (ijtihad) merupakan hasil pemikiran umat
Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap
mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah.
Menurut peraturan Menteri Agama Republik Indonesia pada
tahun 1985, bahwa yang termasuk disiplin ilmu keislaman adalah Al-
qur’an/tafsir, hadits/ilmu hadits, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, hukum
islam (fikih), sejarah kebudayaan islam, serta pendidikan agama
islam.dalam negara republik indonesia begitu sangat perhatiannya
pemerintah terhadap ajaran islam sehingga dibentuklah peraturan.
Walaupun di negara indonesia tidak seluruhnya berasaskan
ajaran islam tapi berasaskan pancasila tapi dengan diberlakukan
sebagian ajaran islam sangatlah nyaman kita hidup karena islam
mengajarkan adil, perhatian terhadap sesama, toleransi antar agama
dls. Namun pihak orang-orang yang tidak mengetahui atau mungkin
tahu tapi enggan mengerjakan apa yang ajaran islam sampaikan,
maka dia menyimpang dan terjadilah korupsi, keanarkisan remaja,
pencopetan. karena memang kejadian-kejadian yang sangatlah sering
kita dengar itu mayoritas orang-orang islam, maka agama islam hanya
sebagai simbol KTP saja.
35
DAFTAR PUSTAKA
Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, cetakan III
(Bandung: CV.Pustaka Setia, 2007), hlm. 68
https://aghoestmoemet.wordpress.com/2013/10/11/makalah-ilmu-
pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 12 September 2015,
pukul 13.20 WIB
http://mcdens13.wordpress.com/2013/05/14/hakekat-tujuan-pendidikan-
islam/, diakses pada tanggal 12 September 2015 pukul 13.37
WIB.
Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pustaka Bandung, 1978.
36