Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KONSEP DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Dosen Pengampu : Mavianti, S.Pd.I, MA.

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. Dhea Nanda Haditia 2001020231

2. Irham Ansyahri Siregar 2001020202

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

FAKULTAS AGAMA ISLAM

S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MEDAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Dasar
Filsafat Pendidikan Islam” dengan baik.

Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah
Filsafat Pendidikan Islam. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari pembaca demi tercapainya kesempurnaan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit kesulitan yang kami temui. Namun berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Mavianti, S.Pd.I, MA. selaku dosen pembina mata kuliah ini.

Penyusun berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca

Medan, 20 Oktober 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….………..2

DAFTAR ISI………………………………………………………………….…………….3

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………..…………..………4


A. LATAR BELAKANG………………………………………………………….4
B. RUMUSAN MASALAH…………………………….………………...………5
C. TUJUAN………………………………….…………………………..………..5

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….....6
2.1 KONSEP FILOSOFIS ARTI PENDIDIKAN ISLAM……………...………...6
2.2 PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM……………………...……….….10
2.3 KONSEP DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM…………………......12
2.4 KONSEP FILOSOFIS TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM ...……………......18
2.5 PERAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM…………...……………………20
2.6 MANFAAT FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM…………………………….21

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………....23


A. KESIMPULAN……………………………………………..…………………….23
DAFTAR PUSTAKA……………………………………….………………...….24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan atau tarbiyah dalam pandangan Islam merupakan sebagian dari tugas


kekhalifahan manusia, karena manusia adalah khalifah Allah yang mengandung arti bahwa
manusia mendapat kuasa dan limpahan wewenang dari Allah untuk melaksanakan pendidikan
terhadap alam dan manusia, maka manusialah yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
pendidikan tersebut.

Pendidikan Islam mutlak bertujuan untuk penghambaan dan aktualisasi terhadap peran
dan posisi kekhalifahan manusia di muka bumi (khalifatullah fi al-ardh). Sesuai dalam
firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 30 yang artinya:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 30).

Quraish Shihab menegaskan kata khalifah dalam ayat tersebut pada mulanya berarti


yang menggantikan atau yang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Atas dasar ini,
ada yang memahami khalifah dalam arti menggantikan Allah dalam menegakkan kehendak-
Nya dan menerapkan ketetapan-Nya. Namun Allah bermaksud dengan pengangkatan itu
untuk menguji manusia dan memberinya penghormatan. Jadi kekhalifahan mengharuskan
makhluk yang diserahi tugas melaksanakan tugas sesuai petunjuk Allah yang memberi tugas
dan wewenang..1

Mendidik atau melaksanakan aktivitas tarbiyah menurut arti dasarnya adalah


menumbuhkan dan mengembangkan alam dan manusia. Ini berarti manusia harus mendidik
dirinya sendiri agar menjadi tumbuh dan berkembang bersama dengan pertumbuhan dan

1 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an Volume


1, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 142.

4
perkembangan alam. Jadi, pendidikan adalah aktivitas manusia terhadap manusia dan untuk
manusia. Pendidikan menyangkut dan berhubungan dengan hidup dan kehidupan  manusia,
dan menyangkut pula masalah-masalah yang berhubungan dengan sifat dasar dan hakikat
manusia dan tujuan hidupnya.

Islam tentunya memberikan garis-garis besar tentang pelaksanaan pendidikan


tersebut. Islam memberikan konsep-konsep yang mendasar tentang arti, dasar, dan tujuan
pendidikan Islam serta menjadi tanggungjawab manusia untuk menjabarkan dan
mengaplikasikan konsep-konsep tersebut dalam praktek nyata kependidikan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa konsep filosofis arti pendidikan Islam?


2. Apa saja prinsip-prinsip pendidikan Islam?
3. Apa konsep dasar filsafat pendidikan Islam?
4. Apa peran filsafat pendidikan islam?
5. Apa manfaat filsafat pendidikan islam?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui konsep filosofis arti pendidikan Islam


2. Mengetahui prinsip-prinsip pendidikan Islam
3. Mengetahui konsep dasar filsafat pendidikan Islam
4. Mengetahui peran filsafat pendidikan islam
5. Mengetahui manfaat filsafat pendidikan islam

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Filosofis Pendidikan Islam


A. Pengertian Pendidikan Islam

Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term al-
tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang populer digunakan
dalam praktek pendidikan Islam adalah term al-tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-
ta’lim jarang digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal
pertumbuhan pendidikan Islam.

Kendatipun demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga term tersebut memiliki kesamaan
makna. Namun secara esensial, setiap term memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun
konstektual. Untuk itu, perlu dikemukakan uraian dan analisis argumentasi tersendiri dari
beberapa pendapat para ahli pendidikan Islam.

1. Istilah al-Tarbiyah

Penggunaan istilah al-tarbiyah berasal dari kata rabb. Walaupun kata ini memiliki


banyak arti akan tetapi pengertian dasarnya menunjukkan makna tumbuh, berkembang,
memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.2

Dalam penjelasan lain, kata al-tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu: Pertama, rabba-


yarbuyang berarti bertambah, tumbuh, dan berkembang. Kedua, rabiya-yarba yang berarti
menjadi besar. Ketiga, rabba-yarubbu berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun,
dan memelihara.

Kata rabb sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-Fatihah: 2 (alhamdu lil Allahi


rabb al-alamin) mempunyai kandungan makna yang berkonotasi dengan istilah al-tarbiyah.
Sebab kata rabb (Tuhan) dan murabbi (pendidik) berasal dari akar kata yang

2 Ibn Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurthubiy, Tafsir Qurthuby, Juz 1, (Kairo: Dar
al-Sya’biy, tt), hal. 120.

6
sama.Berdasarkan hal ini, maka Allah adalah pendidik yang Maha Agung bagi seluruh alam
semesta.3

Uraian di atas, secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses pendidikan Islam adalah bersumber
pada pendidikan yang diberikan Allah sebagai “pendidik” seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia.
Dalam konteks yang luas, pengertian pendidikan Islam yang dikandung dalam term al-
tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan, yaitu: (1) memelihara dan menjaga fitrah anak didik
menjelang dewasa (baligh), (2) mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan, (3)
mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan, (4) melaksanakan pendidikan secara bertahap. 4

Penggunaan term al-tarbiyah untuk menunjuk makna pendidikan Islam dapat


dipahami dengan merujuk firman Allah SWT yang artinya:

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil.” (Q.S. Al Israa’: 24).

2. Istilah al-Ta’lim

Istilah al-ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan Islam.


Menurut para ahli, kata ini lebih universal dibanding dengan al-tarbiyah maupun al-ta’dib.
Rasyid Ridha, misalnya mengartikan al-ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu
pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.
Argumentasinya didasarkan dengan merujuk pada QS. Al-Baqarah ayat 151 sebagai berikut:

Artinya: sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah
mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu
dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah:151).

Kalimat wa yu’allimu hum al-kitab wa al-hikmah dalam ayat tersebut menjelaskan


tentang aktivitas Rasulullah mengajarkan tilawah al-Qur’an kepada kaum muslimin. Menurut
Abdul Fatah Jalal, apa yang dilakukan Rasul bukan hanya sekedar membuat Islam bisa
membaca, melainkan membawa kaum muslimin kepada nilai pendidikan tazkiyah an-
nafs (penyucian diri) dari segala kotoran, sehingga memungkinkannya menerima al-
hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat untuk diketahui. Oleh karena itu,

3 Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falasafah Pendidikan Islam, terj. HasanLanggulung,


(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 41.
4 Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode …., hal. 32.
7
makna al-ta’lim tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang lahiriyah akan tetapi
mencangkup pengetahuan teoritis, mengulang secara lisan, pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan dalam kehidupan; perintah untuk melaksanakan pengetahuan dan pedoman
untuk berperilaku.5

Kecenderungan Abdul Fatah Jalal di atas, didasarkan pada argumentasi bahwa manusia
pertama yang mendapat pengajaran langsung dari Allah adalah Nabi Adam a.s. Hal ini secara
eksplisit disinyalir dalam QS. Al-Baqarah ayat 31, pada ayat tersebut dijelaskan, bahwa
penggunaan kata ‘allama untuk memberikan pengajaran kepada Adam a.s memiliki nilai
lebih yang sama sekali tidak dimiliki para malaikat.

3. Istilah al-Ta’dib

Menurut Al-Atas, istilah yang paling tepat untuk menunjukan pendidikan Islam adalah al-
ta’dib.6 Al-ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur
ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari
segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan
berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat
dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.

Lebih lanjut ia ungkapkan bahwa penggunaan tarbiyah terlalu luas untuk mengungkap


hakikat dan operasionalisasi pendidikan Islam. Sebab kata al-tarbiyah yang memiliki arti
pengasuhan, pemeliharaan, dan kasih sayang tidak hanya digunakan untuk melatih dan
memelihara binatang atau makhluk Allah lainnya. Oleh karena itu, penggunaan istilah al-
tarbiyah tidak memiliki akar yang kuat dalam khazanah Bahasa Arab.

Dengan demikian istilah al-ta’dib merupakan term yang paling tepat dalam khazanah


bahasa Arab karena mengandung arti ilmu, kearifan, keadilan, kebijaksanaan, pengajaran,
dan pengasuhan yang baik sehingga makna al-tarbiyah dan al-ta’lim sudah tercakup dalam
termal-ta’dib.

Terlepas dari perdebatan makna dari ketiga term di atas, secara terminologi para ahli
pendidikan Islam menyebutkan pengertian pendidikan Islam sebagai berikut:

5 Abdul Fatah Jalal, Azaz-azaz Pendidikan Islam, Terj. Hery Noer Ali, (Bandung: Diponegoro,
1988), hal. 29-30.
6 Muhammad Nuquib al-Attas, Konsep Pendidikan Islam, Terj. Haidar Bagir, (Bandung: Mizan,
1994), hal. 60.

8
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, mengemukakan bahwa pendidikan Islam
adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi,
masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan
pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi dalam
masyarakat.7

Muhammad Fadhil Al-Jamaly, mendefinisikan pendidikan Islam sebagai upaya


mengembangkan mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan
berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut
diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang sempurna, baik yang berkaitan dengan
potensi akal, perasaan maupun perbuatannya.8

Ahmad D. Marimba, mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan atau


pemimpin secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta
didik menuju terbentuknya kepribadiannya yang utama (insan kamil).9

Ahmad Tafsir, mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan


oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.9

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan Islam adalah suatu
sistem bimbingan secara sadar dan terencana oleh pendidik yang memungkinkan seseorang
(peserta didik) mampu mengembangkan semua potensi dirinya terdiri dari akal, perasaan
maupun perbuatan (jasmani dan rohani) agar dapat mengarahkan kehidupannya sesuai
dengan ideologi Islam. Melalui pendekatan ini, ia akan dapat dengan mudah membentuk
kehidupan dirinya sendiri sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakininya menuju
terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil).

2.2 Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam

7Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam …., hal. 399.
8 Muhammad Fadhil Al-Jamaly, Nahwa Tarbiyat Mukminat, (al-syirkat al-Tunisiyat li al-Tauzi’, 1977),
hal. 3.
9 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal.
32.

9
Pandangan Islam yang bersifat filosofi terhadap alam jagat, manusia, masyarakat,
pengetahuan, dan akhlak, secara jelas tercermin dalam prinsip-prinsip pendidikan Islam.
Dalam pembelajaran, pendidik merupakan fasilitator. Ia harus mampu memberdayagunakan
beraneka ragam sumber belajar. Dalam memimpin proses pembelajaran, pendidik perlu perlu
memperhatikan prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam dan senantiasa mem-pedomaninya,
bahkan sejauh mungkin merealisasikannya bersama-sama dengan peserta didik. Adapun yang
menjadi prinsip-prinsip pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

a. Prinsip integrasi (tauhid)


Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju
kampung akhirat10. Karena itu mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak
dapat dihindari agar masa kehidupan ini benar-benar bermanfaat untuk bekal diakhirat.
Perilaku yang terididik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus
diabdikan untuk mencapai kelayakan-kelayakan itu terutama dengan mematuhi keinginan
Tuhan. Pada surat Al-Qashash:77 Allah SWT berfirman:”Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kamu
melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi...”(QS.Al-Qashash:77), ayat ini
menunjukkan bahwa pendidikan akan meletakkan porsi yang seimbang untuk mencapai
keseimbangan dunia dan akhirat.

b. Prinsip Keseimbangan
Prinsip keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan
pembinaan manusia tidak ada kepincangan dan kesenjangan.11 Keseimbangan ini diartikan
sebagai keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan12. Keseimbangan antara material dan
spritual, unsur jasmani dan rohani. Pada banyak ayat al-Qur’an Allah menyebutkan iman dan
amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh ayat yang menyebutkan iman
dan amal secara bersamaan, secara implisit menggambarkan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Diantaranya adalah QS.Al-‘Ashr:1-3”Demi masa sesungguhnya manausia dalam
kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh”.

c. Prinsip kesetaraan

10Muznir Hitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam ,(Yogyakarta:Infinite Pess, 2004), h.24
11Ibid, h. 26
12Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Pernada Media, 2006), h.73

10
Prinsip ini menekankan agar di dalam pendidikan Islam tidak terdapat ketidakadilan
perlakuan, atau diskriminasi. Tanpa membedakan suku, ras, jenis kelamin, status sosial, latar
belakang, dsb. Karena manusia diciptakan oleh tuhan yang sama yaitu Allah SWT.
d. Prinsip Pembaharuan
Prinsip pembaharuan merupakan perubahan baru dan kualitatif yang berbeda dari hal
sebelumnya. Serta diupayakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan
tertentu pendidikan. Menurut H.M,Arifin dalam proses pembaharuan umat Islam harus
mampu menciptakan model-model pendidikan yang dapat menyentuh beberapa aspek, yaitu
yang mampu mengembangkan agent of technology and culture.
e. Prinsip Demokrasi
Berasal dari kata demos; rakyat, cratein: pemerintah, prinsip ini mengidealkan adanya
partisipasi dan inisiatif yang penuh dari masyarakat. Segala sesuatu yang dibutuhkan dalam
pendidikan seperti sarana prasarana, infrastruktur, administrasi, penggunaan sarjana dan
sumber daya manusia lainnya hanya akan diperoleh dari masyarakat. Prinsip pendidikan yang
berbasis masyarakat ini sejalan dengan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah, orang tua dan
masyarakat.
f. Prinsip kesinambungan
Prinsip yang saling menghubungkan antara berbagai tingkat dan program pendidikan
g. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup (Long Life Education)
Prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan
keterbataan manusia di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai
tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri kejurang kehinaan. Dalam
hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali
kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, di samping selalu memperbaiki kualitas dirinya,
sebagaimana firman Allah:”Maka siapa yang bertaubat sesudah kezhaliman dan
memperbaiki dirinya maka Allah menerima tubatnya...(QS.Al-Maidah:39).
Dari prinsip-prinsip tersebut bisa ditambahkan lagi dengan prinsip persamaan yang berakar
dari konsep dasar tentang manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan
derajat, baik anatar jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa maupun suku, ras, atau warna
kulit.13 dan prinsip keutamaan ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses mekanik
melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh di mana segala kegiatannya diwarnai dan
ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai-
13Muznir hitami, ibid , h. 27

11
nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral yang paling buruk dan
rendah adalah syirik. Sehingga dengan prinsip ini pendidik bukan hanya bertugas
menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk
kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut.14
Kalau kita hubungkan dengan faktor-faktor pendidikan, maka antara prinsip-prinsip
pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan itu sangat berkaitan erat. Dalam kaidah-kaidah
yang menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan itu ada pendidik yang berfungsi sebagai
pelatih, pengembang, pemberi atau pewaris. Kemudian terdapat bahan yang dilatihkan,
dikembangkan, diberikan dan diwariskan yakni pengetahuan, keterampilan, berpikir, karakter
yang berupa bahan ajar, serta ada murid yang menerima latihan, pengembangan, pemberian
dan pewarisan pengetahuan, keterampilan, pikiran dan karakter.
Dalam kehidupan dunia ini faktor utama dalam pendidikan hanya dua yakni alam dan
manusia.15 Permasalahannya adalah bagaimana hakikat alam dan manusia itu menurut
pembuatnya yakni Allah SWT.
Konsep tentang alam dan manusia yang diambil Al-Qur’an dan Hadis Nabi
mempunyai posisi yang sangat penting karena dengan demikian berarti ummat mendapat
rujukan kebenaran yang langsung dari sumbernya.

2.3 Konsep Dasar Filsafat Pendidikan Islam


A. Pengertian Filsafat
Secara etimologis, kata filsafat berasal dari bahasa Arab falsafah, dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah philosophy dan semuanya berasal dari bahasa yunani philosophia.
Kata philosophia terdiri dari kata philain yang berarti cinta (love) dan Sophia yang
berarti kebijaksanaan (love of wisdom)dalam arti sedalam-dalamnya. Mengartikan Sophia
dengan pengetahuan (wisdom atau hikmah). Orang yang cinta pengetahuan disebut
philosophia atau failasuf dalam ucapan arabnya. Sementara itu secara terminologi ada banyak
pendapat tentang filsafat. Pengertian filsafat dari segi istilah ini mengalami perkembangan
dari zaman ke zaman. 16

14Ibid, h. 30
15Sanusi Uwes, Teori-Teori Substansial Dalam Pendidikan Islam, Dalam Kamrani Buseri dan
Burhanuddin Abdullah, eds.,Substansi Pendidikan IslamKajian Teoritis dan Antisapatip Abad XXI
(IAIN Antasari Banjarmasin,1997), h.12

16 Adri Efferi, Filsafat Pendidikan islam, kudus, Nora Media Enterprise Hal 4

12
Ketika ditanya apa itu filsafat, seorang mahasiswa menjawab singkat: Filsafat itu mencari
kebenaran, dengan cara berpikir dan bertanya terus-menerus tentang segala hal dari persoalan
gajah sampai persoalan semut, dari soal hukum dan politik hingga soal moral dan metafisika,
dari soal galaksi hingga bakteri.17 Pendapat yang lebih jelas lagi tentang filsafat antara lain
dikemukakan oleh Sidi Gazalba, Menurutnya, filsafat adalah berpikir secara mendalam,
sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat
mengenai segala sesuatu yang ada.18

Selanjutnya, secara analitis operasional, pengertian filsafat dapat diuraikan sebagai


berikut:
1) Filsafat sebagai metode berpikir.
Sebagai metode berpikir, filsafat merupakan hasil dan perenungan terhadap
permasalahan hidup manusia. Dengan berpikir manusia menemukan tingkat dan jenis
berpikir, antara lain: berpikir religious, berpikir sosiologis, berpikir empiris, berpikir
filosofis, dan berpikir synopsis.
2) Filsafat adalah berpikir mendalam atau berpikir radikal.

3) Filsafat sebagai sikap terhadap dunia dan hidup

4) Filsafat sebagai suatu rumpun problema

5) Filsafat adalah mempertanyakan permasalahan yang ada didunia ini

6) Filsafat sebagai sistem pemikiran. Sebagai sistem pemikiran filsafat terbagi kedalam
tiga aspek, yaitu: logika, etika, dan metafisika.

7) Filsafat sebagai aliran atau teori, sebagai aliran idealisme, realisme, dan sebagainya.

Filsafat merupakan sikap. Sebuah sikap hidup dan sikap terhadap kehidupan. Dengan
melakukan penyikapan terhadap hidup maka manusia perlu mengetahui hakikat hidup ini.
Pengetahuan tentang hidup ini menjadi penerang jalan kehidupan. Setelah manusia memilki
jalan kehidupan maka manusia dapat mencapai tujuan hidupnya. Pengertian filsafat dari segi
istilah sangat beragam. Keragaman tersebut disebabkan oleh keragaman pemikiran dan
perbedaan sudut pandang ketika melihat suatu objek filsafat. Berkenaan dengan pengertian

17 Adian Husaini, Filsafat Ilmu Perspektif barat dan Islam, Gema Insani, 2013 Hlm 13
18 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997, Hlm 3

13
filsafat tersebut, bisa menggunakan dan mencarikannya dengan pendekatan filosofis.
Tentunya, jika hal itu yang digunakan, maka sangat wajar pendefinisian tentang filsafat
sangat beragam dan bervariasi, baik dari segi makna maupun ruang lingkupnya.19

Berfilsafat berarti berpikir secara radikal, atau merenung secara mendalam terhadap
segala sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh atau universal untuk mencari hakikat
sesuatu, "the most general science….philosophy has been both the seeking of wisdom and the
wisdom tought…" (Dagobert D. Runner Dictionary of Philosophy). "Filsafat, berarti ilmu
yang paling umum…..yang mengandung usaha mencari kebijaksanaan dan cinta
kebijaksanaan". Para filosof Islam berusaha untuk mendapatkan suatu sandaran bagi
pengertian tersebut dari sumber-sumber agamanya. Dan untuk itu mereka antara lain
mengemukakan ayat Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 269:

Artinya: “Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan
As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah,
ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Q.S. Al-Baqarah ayat
269).20

Para filosof Islam mengemukakan perkataan "hikmah" untuk "kebijaksanaan" atau


"Sophia" diatas. Hikmah mengandung kematangan wawasan, cakrawala pemikiran yang jauh,
pemahaman yang mendalam, yang tidak dapat dicapai pengamatan sepintas saja. Masih ada
yang menambahkan persyaratan lain dari hikmah, yaitu mengetahui pelaksanaan pengetahuan
dan dapat melaksanakannya.21

Berfilsafat adalah berpikir, namun tidak semua berpikir adalah berfilsafat. Berpikir
dalam arti berfilsafat adalah berpikir yang konsepsional sehingga menyentuh esensi obyek
yang dipikirkan. Ada beberapa ciri berpikir secara kefilsafatan yakni sebagai berikut.

19 A. Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM DEPARTEMAN
AGAMA REPUBLIK INDONESIA, 2009, Hlm 4-5
20 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 1
21 Muhammad As Said, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, Mitra Pustaka, April 2011 hlm 1

14
1. Radikal. Berpikir secara radikal adalah berpikir sampai ke akar-akarnya. Berpikir
sampai ke hakikatnya, esensi atau sampai substansi yang dipikirkan. Manusia yang
berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk menangkap pengetahuan hakiki, yaitu
pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan indra.

2. Universal (umum), berpikir sacara universal adalah berpikir tentang hal-hal serta
proses-proses yang bersifat umum. Filsafat bersangkutan dengan pengalaman umum
dari umat manusia (common experience of mankind) dengan jalan penjajagan, filsafat
berusaha untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
3. Konseptual. Yang dimaksud dengan konsep disini adalah hasil generalisasi dan
abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual.
4. Koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir (logis).
Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi. Baik koheren maupun konsisten,
keduanya dapat diartikan sebagai bagan konseptual yang memuat pendapat-pendapat
yang tidak saling bertentangan di dalamnya.
5. Sistematik. Dalam mengemukakan jawaban terdapat suatu masalah para filsuf atau
ahli filsafat memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses berpikir yang
disebut berfilsafat. Pendapat-pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus
saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6. Komprehensif. Berpikir secara kefilsafatan berusaha untuk menjelaskan alam semesta
secara keseluruhan. Kalau suatu sistem filsafat harus bersifat komprehensif, berarti
sistem filsafat itu mencakup secara menyeluruh, tidak ada sesuatu pun yang berada
diluarnya.

7. Bebas. Sampai batas-batas yang luas sehingga setiap filsafat boleh dikatakan
merupakan suatu hasil dari pemikiran yang bebas. Bebas dari prasangka sosial,
historis maupun kultural. Kebebasan berpikir itu adalah kebebasan yang berdisiplin.
8. Bertanggung jawab. Seseorang yang berfilsafat adalah orang berpikir sambil
bertanggung jawab.

Demikian uraian ciri berpikir filsafat yang menjadi parameter dalam menentukan
proses berpikir seperti apa yang harus dilakukan sistem filsafat dalam pengertian sebagai
suatu cara berpikir. Filsafat tidak semata-mata hanya proses berpikir saja, tetapi lebih dari itu,

15
berpikir dengan menggambarkan ciri-ciri tersebut. Manakala persoalan-persoalan yang
mendasar di gambarkan secara radikal, universal, konseptual, koheren dan konsisten, serta
sistematik, disitulah formulasi filsafat menepati posisinya. Dalam tahap ini, filsafat diartikan
sebagai suatu proses menggunakan suatu cara dan metode berpikir tertentu yang sesuai
dengan objeknya. Filsafat dalam pengertian ini tidak lagi merupakan suatu kumpulan dogma
yang hanya diyakini, ditekuni, dan dipahami sebagai suatu aktifitas berfilsafat, tetapi
merupakan suatu proses dinamis dengan menggunakan cara berpikir yang khas dan tersendiri.
22

Dalam pengertian tradisional, filsafat dipandang sebagai suatu bentuk ilmu


pengetahuan, sebagai sebuah metode mencari kebenaran atau mencari pengetahuan. 23
Menurut Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya adalah konsep berpikir
tentang kependidikan yang bersumberkan atau berlandaskan ajaran-ajaran agama Islam
tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing
menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam.24

Istilah filsafat pendidikan Islam mengacu pada pengertian pendidikan Islam secara
filosofis, yang sampai ini istilah kejelasan pendidikan Islam masih menjadi perdebatan dalam
kosep dan realitanya. Secara kelembagaan, khususnya negara Indonesia, realitas pendidikan
Islam kurang mempunyai tempat yang layak dimata pemerintah. Secara sosial, lembaga
pendidikan Islam juga kurang mendapat apresiasi yang menggembirakan dikalangan
masyarakat, yang secara kualitatif justru mayoritas beragama Islam. Fenomena ini tentu
mengundang keprihatinan, apa yang menjadikan lembaga pendidikan Islam kurang menjadi
pendidikan yang utama dikalangan masyarakat Indonesia? Jawaban dari pertanyaan ini
mengundang wacana epistemologis yang tiada henti.25

Tema filsafat pendidikan Islam menjadi wacana yang belum juga ada jawabannya,
belum ada kata sepakat tentang pengertian konsep pendidikan Islam, pada satu sisi.
Sedangkan disisi lain masih ada pandangan bahwa pendidikan agama, khususnya Islam,
merupakan wilayah individu yang tidak dapat masuk wilayah publik. Sehingga pendidikan
yang diartikan secara universal mengalami keterasingan untuk dikaitkan dengan agama.
Kesimpulannya, ada dua wilayah yang terpisah antara keduanya, yakni wilayah individu dan

22 Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung, CV. Pustaka Setia, Cet 1, 2011 hlm 31-32
23 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an, Jakarta, PT.RINEKA CIPTA,
Februari 1994, Hlm 29
24 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit, Hlm 13
25 Ahmad Ali Riyadi, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, TERAS Juli 2010, Hlm 1

16
wilayah umum, antar wilayah teologi dan wilayah sekuler, antara wilayah duniawi dan
akhirat.26
Mengingat filsafat pendidikan Islam adalah falsafah tentang pendidikan yang tidak
dibatasi oleh lingkungan kelembagaan Islam saja atau oleh ilmu pengetahuan dan
pengalaman keIslaman semata-mata, melainkan menjangkau segala ilmu dan pengalaman
yang luas, seluas aspirasi masyarakat muslim, maka pandangan dasar yang dijadikan titik
tolak studinya adalah ilmu pengetahuan teoretis dan praktis dalam segala bidang keilmuan
yang berkaitan dengan masalah kependidikan yang ada dan yang akan ada dalam masyarakat
yang berkembang terus tanpa mengalami kemandekan. Inilah salah satu ciri masyarakat
modern sekarang, dinamika (geraknya) terus melaju sesuai dengan tuntutan kebutuhan
hidupnya yang semakin meningkat.27

Salah satu tugas pokok dari Filsafat Pendidikan Islam adalah memberikan arah dalam
pencapaian tujuan pendidikan islam. Suatu tujuan pendidikan yang hendak dicapai, harus
direncanakan (diprogram) melalui kurikulum pendidikan. Oleh karena itu kurikulum
merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan maupun lembaga pendidikan
Islam. Segala hal yang harus diketahui, diresapi atau dihayati oleh anak didik harus
diterapkan dalam kurikulum. Begitu juga segala hal yang harus diajarkan oleh pendidik
kepada anak didiknya. Dengan demikian, kurikulum tergambar jelas secara berencana
bagaimana dan apa saja yang harus terjadi dalam proses belajar mengajar yang dilakukan
pendidik dan anak didik.28

Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam adalah filsafat pendidikan yang prinsip-
prinsip dan dasarnya yang digunakan untuk merumuskan berbagai konsep dan teori
pendidikan Islam didasarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam, filsafat pendidikan Islam
berbeda dengan filsafat pendidikan pada umumnya yang tidak memasukkan prinsip ajaran
tauhid, akhlak mulia, fitrah manusia sebagai makhluk yang bukan hanya terdiri dari jasmani
dan akal, melainkan juga spiritual, pandangan tentang alam jagat raya sebagai tanda atau ayat
Allah yang juga berjiwa dan bertasbih kepada-Nya, pandangan tentang akhlak yang bukan

26 Ibid, Hlm 3-4


27 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2010, Hlm 28
28 Abdul Ghofur, Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam Tentang Kurikulum, Jurnal At-Tarbawi, Kajian Pendidikan
Islam, STAIN Surakarta. Vol.3. No.1. Mei-Oktober 2005 hlm 1

17
hanya didasarkan pada rasio dan tradisi yang berlaku dimasyarakat, melainkan juga nilai-nilai
yang mutlak benar dari Allah, serta berbagai pandangan ajaran Islam lainnya.29

Secara makro, yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan Islam adalah yang
tercakup dalam objek material filsafat, yaitu mencari keterangan secara radikal mengenai
Tuhan, manusia, dan alam yang tidak bisa dijangkau oleh pengetahuan biasa. Sebagaimana
filsafat, filsafat pendidikan Islam juga mengkaji ketiga objek ini berdasarkan ketiga
cabangnya: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Secara mikro objek kajian filsafat
pendidikan Islam adalah hal-hal yang merupakan faktor atau komponen dalam proses
pelaksanaan pendidikan. Faktor atau komponen pendidikan ini ada lima, yaitu tujuan
pendidikan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan (kurikulum, metode, dan evaluasi
pendidikan), dan lingkungan pendidikan. Untuk lebih memfokuskan pembahasan filsafat
pendidikan Islam yang sesuai dengan fokus penelitian ini, maka cukup disajikan ruang
lingkup pembahasan filsafat pendidikan Islam secara makro.30

2.4  Tujuan Pendidikan Islam

Jika kita berbicara tentang tujuan pendidikan Islam, berarti berbicara tentang nilai-
nilai ideal yang bercorak Islami. Hal ini mengandung makna bahwa tujuan pendidikan Islam
tidak lain adala tujuan yang merealisasi idealitas Islami. Sedang idealitas Islami itu sendiri
pada hakikatnya adalah mengandung nilai perilaku manusia yang didasari atau dijiwai oleh
iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati.

Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling tidak ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu:

1. Tujuan dan tugas manusia dimuka bumi, baik secara vertikal maupun horizontal;
2. Sifat-sifat dasar manusia;
3. Tuntutan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan;
4. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dalam aspek ini setidaknya ada 3 macam
dimensi ideal Islam, yaitu: (a) mengandung nilai yang berupaya meningkatkan
kesejahteraan hidup manusia di dunia, (b) mengandung nilai yang mendorong
manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan akhirat yang membahagiakan, (c)
mengandung nilai yang dapat memadukan kepentingan kehidupan dunia dan akhirat.31

Berdasarkan batasan di atas, para ahli pendidikan (muslim) mencoba merumuskan tujuan
pendidikan Islam. Di antaranya Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, mengemukakan

29 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta, Rajawali Pers, 2013, Hlm 38
30 http://eprints.walisongo.ac.id/811/3/083111098_BAB2.pdf
31 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 120.

18
bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan dunia dan
akhirat.32

Sementara tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik,
baik ruh, fisik, kemauan dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang
utuh dan mendukung bagi pelaksaan fungsinya sebagai khalifah di dunia.33 Pendekatan
tujuan ini memiliki makna, bahwa upaya pendidikan Islam adalah pembinaan pribadi muslim
sejati yang mengabdi dan merealisasikan “kehendak” Tuhan sesuai dengan syariat Islam,
serta mengisi tugas kehidupannya di dunia dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan
utama pendidikannya.
Menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly, tujuan pendidikan Islam menurut Al-Qur’an
meliputi: (1) menjelaskan posisi peserta didik sebagai manusia di antara makhluk Allah
lainnya dan tanggungjawabnya dalam kehidupan ini, (2) menjelaskan hubungannya sebagai
makhluk sosial dan tanggung jawabnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, (3)
menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk mengetahui hikmah
penciptaan dengan cara memakmurkan alam semesta, (4) menjelaskan hubungannya dengan
Khaliq sebagai pencipta alam semesta. 34

Sedangkan menurut Moh. Athiyah al-Abrasyi menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam
yang paling asasi, yaitu:35

1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia, bahwa pendidikan akhlak adalah
jiwa pendidikan Islam – buitstu li utammima makarimal akhlak dan mencapai akhlak
yang sempurna adalah tujuan pendidikan sebenarnya;
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat;
3. Menumbuhkan ruh ilmiah (scientific spirit) pada pelajaran dan memuaskan keinginan
hati untuk mengetahui (curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu sekedar
sebagai ilmu.
4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan, sehingga mampu
mencari rezeki dalam hidup dan hidup dengan mulia di samping memelihara
kerohanian dan keagamaan;
5. Persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya.

Adapun menurut Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany memperjelas adanya tujuan


antara dalam pendidikan Islam, yaitu:36[21]

32 Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam …., hal. 410.
33 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan …., (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989), hal. 67.
34 Muhammad Fadhil Al-Jamaly, Nahwa Tarbiyat Mukminat …., hal. 17.
35 Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam …, hal. 164-166.

36 Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam …., hal. 399.
19
1. Tujuan individual, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian individu dan
pelajaran yang dipelajarinya;
2. Tujuan sosial, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kehidupan sosial anak didik secara
keseluruhan.
3. Tujuan profesional, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pendidikan sebagai ilmu, seni,
profesi, dan sebagai suatu aktivitas yang berada di tengah masyarakat.

Tujuan akhir pendidikan Islam pada hakikatnya adalah penyerahan dan penghambaan diri
secara total kepada Allah SWT. Tujuan ini bersifat tetap dan berlaku umum, tanpa
memperhatikan tempat, waktu, dan keadaan.

2.5 Peranan Filsafat Pendidikan Islam

Filsafat pendidikan Islam sebagai bagian atau komponen dari suatu system, ia
memegang dan mempunyai peranan tertentu pada system dimana ia merupakan bagiannya.
Sebagai cabang ilmu pengetahuan, maka ia berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
yang menjadi induknya. Filsafat pendidikan Islam, sebagai bagian dari filsafat Islam dan
sekaligus juga sebagai bagian dari ilmu pendidikan. Dengan demikian, filsafat pendidikan
Islam bereperan dalam mengembangkan filsafat Islam dan memperkaya filsafat Islam dengan
konsep-konsep dan pandangan-pandangan filosofis dalam bidang kependidikan. Dan ilmu
pendidikan pun akan dilengkapi dengan teori-teori kependidikan yang bersifat filosofis
Islami.37

Secara praktis (dalam prakteknya), filsafat pendidikan Islam banyak berperan dalam
memberikan alternatif-alternatif pemecahan berbagai macam problem yang dihadapi oleh
pendidikan Islam, dan memberikan pengarahan terhadap perkembangan pendidikan Islam.38

1. Pertama-tama filsafat pendidika Islam, menunjukkan problema yang dihadapi oleh


pendidikan Islam, sebagai hasil dari pemikiran yang mendalam, dan berusaha untuk
mendalami duduk masalahnya. Dengan analisa filsafat, maka filsafat pendidikan
Islam bisa menunjukkan alternative-alternatif pemecahan masalah tersebut. Setelah
melalui proses seleksi terhadap alternative-alternatif tersebut, yang mana yang paling
efektif, maka dilaksanakan alternative tersebut dalam praktek kependidikan.
2. Filsafat pendidikan Islam, memberikan pandangan tertentu tentang manusia (menurut
Islam). Pandangan tentang hakikat manusia tersebut berkaitan dengan tujuan hidup
manusia dan sekaligus juga merupakan tujuan pendidikan menurut Islam. Filsafat
pendidikan berperan untuk  menjabarkan tujuan umum pendidikan Islam tersebut
dalam bentuk-bentuk tujuan khusus yang operasional. Dan tujuan yang operasional ini
berperan untuk mengarahkan secara nyata gerak dan aktifitas pelaksanaan
pendidikan.39

37 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 134-135


38 Ibid., hlm. 135

39 Ibid

20
3. Filsafat pendidikan Islam dengan analisanya terhadap hakikat hidup dan kehidupan
manusia, berkesimpulan bahwa manusia mempunyai potensi pembawaan yang harus
ditumbuhkan dan diperkembangkan. Filsafat pendidikan Islam menunjukkan bahwa
potensi pembawaan manusia tidak lain adalah sifat-sifat Tuhan, atau Al asma` al
husna, dan dalam mengembangkan sifat-sifat tuhan tersebut dalam kehidupan
kongkret, tidak boleh mengarah kepada menodai dan merendahkan nama dan sifat
Tuhan tersebut. Hal ini akan memberikan petunjuk pembinaan kurikulum yang sesuai
dan pengaturan yang diperlukan.40
4. Filsafat pendidikan Islam, dalam analisanya terhadap masalah-masalah pendidikan
Islam masa kini yang dihadapinya, akan dapat memberikan informasi apakah proses
pendidikan Islam yang berjalan selama ini mempu mencapai tujuan pendidikan Islam
yang ideal, atau tidak. Dapat merumuskan di mana letak kelemahannya, dan dengan
demikian bisa memberikan alternative-alternatif perbaikan dan pengembanyannya.41
5. Dengan demikian menurut Zuhairini peranan filsafat pendidikan Islam, menuju kedua
arah, yaitu arah pengembangan konsep-konsep filosofis dari pendidikan Islam, yang
secara otomatis akan menghasilkan teori-teori baru dalam ilmu pendidikan Islam, dan
kedua ke arah perbaikan dan pembaharuan praktek dan pelaksanaan pendidikan
Islam.42

2.6 Manfaat Filsafat Pendidikan Islam

Sudah dapat diduga bahwa setiap ilmu sudah pasti memiliki kegunaan, termasuk juga
ilmu filsafat pendidikan Islam ini, para ahli dibidang ini telah banyak meneliti secata teoretis
mengenai kegunaan filsafat pendidikan Islam. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany
misalnya mengemukakan tiga manfaat dari mempelajari filsafat pendidikan Islam tersebut
sebagai berikut:

1. Filsafat pendidikan itu dapat menolong para perancang pendidikan dan orang-orang
yang melaksanakannya dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran sehat
terhadap proses pendidikan. Disamping itu ia dapat menolong terhadap tujuan-tujuan
dan fungsi-fungsinya serta meningkatkan mutu penyelesaian masalh pendidikan dan
peningkatan tindakan dan keputusan termasuk rancangan-rancangan pendidikan
mereka. Selain itu ia juga berguna untuk memperbaiki peningkatan pelaksanaan
pendidikan serta kaidah dan cara mereka mengajar yang mencakup penilaian,
bimbingan dan penyuluhan.
2. Filsafat pendidikan Islam dapat menjadi asas yang terbaik untuk penilaian pendidikan
dalam arti yang menyeluruh. Penilaian pendidikan itu dianggap persoalan yang perlu
bagi setiap pengajaran yang baik. Dalam pengertian yang terbaru, penilaian
pendidikan meliputi segala usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah, institusi-
institusi pendidikan secara umum untuk mendidik angkatan baru dan warga Negara
dan segala yang berkaitan dengan itu.

40 Ibid, hlm 135-136


41 Ibid, hlm 136
42 Ibid

21
3. Filsafat pendidikan Islam akan menolong dalam memberikan pendalaman pikiran bagi
faktor-faktor spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi dan politik dinegara kita.
Berdasarkan pada kutipan diatas timbul kesan bahwa kegunaan dan fungsi filsafat pendidikan
Islam ternyata amat strategis. Ia seolah-olah menjadi acuan dalam memecahkan berbagai
persoalan dalam pendidikan. Hal ini disebabkan karena yang diselesaikan filsafat pendidikan
Islam itu adalah bidang filosofinya yang menjadi akar bagi setiap permasalahan kependidikan. 43

Selanjutnya manfaat mempelajari filsafat dan filsafat pendidikan yaitu sebagai berikut:
Pertama, hidup dan kehidupan selalu bergerak, baik kearah positif maupun negatif, dan selalu
menyeret manusia. Apalagi bagi individu yang hidup dalam masyarakat yang mengalami transisi
dan pergeseran nilai-nilai kehidupan. Hal-hal demikian kadang-kadang dihadapi dengan kesiapan
atau mekanisme diri yang labil sehingga tidak jarang mengalami krisis batin, dengan tingkat yang
berbeda-beda. Dalam hal seperti ini, individu yang sudah memiliki filsafat hidup (philosophy of
life), akan dapat mengantisipasinya dengan damai, sehingga terhindar dari berbagai hal yang
negative dalam hidup dan kehidupannya. Al-Qur'an menjelaskan betapa pentingnya adanya
pegangan yang mantab dalam hidup dan kehidupan ini.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa filsafat pendidikan


Islam adalah filsafat pendidikan yang prinsip-prinsip dan dasarnya yang digunakan untuk

43 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit, 17-18

22
merumuskan berbagai konsep dan teori pendidikan Islam didasarkan pada prinsip-prinsip
ajaran Islam, filsafat pendidikan Islam berbeda dengan filsafat pendidikan pada umumnya
yang tidak memasukkan prinsip ajaran tauhid, akhlak mulia, fitrah manusia sebagai makhluk
yang bukan hanya terdiri dari jasmani dan akal, melainkan juga spiritual, pandangan tentang
alam jagat raya sebagai tanda atau ayat Allah yang juga berjiwa dan bertasbih kepada-Nya,
pandangan tentang akhlak yang bukan hanya didasarkan pada rasio dan tradisi yang berlaku
dimasyarakat, melainkan juga nilai-nilai yang mutlak benar dari Allah, serta berbagai
pandangan ajaran Islam lainnya.
Filsafat pendidikan Islam banyak berperan dalam memberikan alternatif-alternatif
pemecahan berbagai macam problem yang dihadapi oleh pendidikan Islam, dan memberikan
pengarahan terhadap perkembangan pendidikan Islam. menurut Zuhairini peranan filsafat
pendidikan Islam, menuju kedua arah, yaitu arah pengembangan konsep-konsep filosofis dari
pendidikan Islam, yang secara otomatis akan menghasilkan teori-teori baru dalam ilmu
pendidikan Islam, dan kedua ke arah perbaikan dan pembaharuan praktek dan pelaksanaan
pendidikan Islam.Filsafat pendidikan yang disandarkan pada Al-Qur`anul Karim bersifat
menyeluruh dan terpadu.

Mempelajari filsafat mempunyai beberapa manfaat seperti : Memberi kesempatan


untuk melatih diri mengadakan perenungan mendalam, atau membuat teori, sekalipun teori
yang dihasilkan belum sempurna. Melatih berpikir kritis dan reflektif dalam penyelesaian
berbagai problema hidup dan kehidupan, terutama problem pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an Volume 1, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), hal. 142.
2
Ibn Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurthubiy, Tafsir Qurthuby, Juz 1, (Kairo: Dar
al-Sya’biy, tt), hal. 120.
3
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falasafah Pendidikan Islam, terj. HasanLanggulung,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 41.
4
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode …., hal. 32.

23
5
Abdul Fatah Jalal, Azaz-azaz Pendidikan Islam, Terj. Hery Noer Ali, (Bandung: Diponegoro,
1988), hal. 29-30.
6
Muhammad Nuquib al-Attas, Konsep Pendidikan Islam, Terj. Haidar Bagir, (Bandung: Mizan,
1994), hal. 60.
7
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam …., hal. 399.
8
Muhammad Fadhil Al-Jamaly, Nahwa Tarbiyat Mukminat, (al-syirkat al-Tunisiyat li al-Tauzi’,
1977), hal. 3.
9
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal.
32.
0
Muznir Hitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam ,(Yogyakarta:Infinite Pess, 2004), h.24
1
Ibid, h. 26
2
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Pernada Media, 2006), h.73
3
Muznir hitami, ibid , h. 27
4
Ibid, h. 30
5
Sanusi Uwes, Teori-Teori Substansial Dalam Pendidikan Islam, Dalam Kamrani Buseri dan
Burhanuddin Abdullah, eds.,Substansi Pendidikan IslamKajian Teoritis dan Antisapatip Abad XXI
(IAIN Antasari Banjarmasin,1997), h.12
16
Adri Efferi, Filsafat Pendidikan islam, kudus, Nora Media Enterprise Hal 4
17
Adian Husaini, Filsafat Ilmu Perspektif barat dan Islam, Gema Insani, 2013 Hlm 13
18
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997, Hlm 3
19
A. Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN
ISLAM DEPARTEMAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA, 2009, Hlm 4-5
20
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 1
21
Muhammad As Said, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, Mitra Pustaka, April 2011 hlm 1
22
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung, CV. Pustaka Setia, Cet 1, 2011 hlm 31-32
23
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an, Jakarta,
PT.RINEKA CIPTA, Februari 1994, Hlm 29
24
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit, Hlm 13
25
Ahmad Ali Riyadi, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, TERAS Juli 2010, Hlm 1
26
Ibid, Hlm 3-4
27
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2010, Hlm 28
28
Abdul Ghofur, Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam Tentang Kurikulum, Jurnal At-Tarbawi, Kajian
Pendidikan Islam, STAIN Surakarta. Vol.3. No.1. Mei-Oktober 2005 hlm 1
29
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta, Rajawali Pers, 2013, Hlm 38
30
http://eprints.walisongo.ac.id/811/3/083111098_BAB2.pdf
31
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 120.
32
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam …., hal. 410.
33
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan …., (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989), hal. 67.
34
Muhammad Fadhil Al-Jamaly, Nahwa Tarbiyat Mukminat …., hal. 17.
35
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam …, hal. 164-166.
36
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam …., hal. 399.
37
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 134-135
38
Ibid., hlm. 135
39
Ibid
40
Ibid, hlm 135-136
41
Ibid, hlm 136
42
Ibid
43
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit, 17-18

24

Anda mungkin juga menyukai