Anda di halaman 1dari 114

Konsep Dasar FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas Filsafat Pendidikan Islam

Di susunoleh :
 Fikri Aziz (F.1110309)
 Muktamar Anwar(F. 1110118)
Dosen Pembimbing :
Dr. Amir Mahrudin, M.Pd.I

Jurusan : Kependidikan Islam


Fakultas : FKIP
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2012

DAFTAR ISI
BAB I 1
A. Daftar Isi
B. Devinisi Filsafat pendidikan 1
C. Tujuan Mempelajari Filsafat Pendidikan Islam 4
D. Objek kajian Filsafat Pendidikan Islam 5
1. Secara Makro 6
2. Secara Mikro
E. Bentuk Filsafat Pendidikan 15
F. Daftar Pustaka
A. Devinisi Filsafat Pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos
yang berarti ilmu atau hikmah.Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu
atau hikmah.Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat
bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha
mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif
terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari
hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia. Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan
bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani,
Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan,
hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada
kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah
mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya.Pitagoras (481-411 SM), yang
dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut.Dari beberapa
kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik
adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan.Dengan demikian filsafat adalah
suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai
sasaran utamanya.Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang
lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis.
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang
lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai berbagai
rumusan yang berbeda-beda.
Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
si-terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam
pendidikan, yaitu:
1. Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan
secara sadar;
2. Ada pendidik, pembimbing atau penolong;
3. Ada yang di didik atau si terdidik;
4. Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan.
5. Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan
kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan
Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi
pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara
mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah
saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di
dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah
pendidikan.Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah Al-
Qur’an dan al Sunnah.
Sebagai sumber ajaran, Al-Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti
ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan
pengajaran.Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui
memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad
SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education ).
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber
pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang
pendidikan dan pengajaran.Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis
dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia.Kini di akui dengan jelas bahwa
pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan
menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi
merdeka, dan seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur’an dan al Hadist Firman
Allah :
dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami.
sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula
mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami
tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan
Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.( QS. Asy-
Syura : 52 )
Hadis dari Nabi SAW : “ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah
ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada
hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama
hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia”[1]
Dari ayat dan hadis diatas tadi dapat diambil kesimpulan :
1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi
petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan
petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling
menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai
usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-
benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan
kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan,
penyuluhan, dan pendidikan Islam. Bagi umat Islam maka dasar agama Islam
merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran
Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek
kehidupan ini.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al
Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
1. Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah
makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2. Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat,
serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3. Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk
beribadah kepada Nya
4. Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan
membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta
memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam
itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam
kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber
primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder.
Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat
pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh
ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika
sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
B. Tujuan Mempelajari Filsafat Pendidikan Islam

 kita akan semangkin mandiri secara intelektual;


 lebih toleran terhadap sudut pandang;
 filsafat memberikan landasan yang mendasar bagi perkembangan ilmu;
 memberikan inspirasi yakni menyatakan tujuan pendidikan Negara bagi masyarakat;
 memberikan arah yang jelas dan tepat;
 melakukan kritik dan koreksi;

C. Objek Kajian (ruang lingkup) Filsafat Pendidikan Islam


Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti
memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik.Logis, dan menyeluruh (universal)
tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam
saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan.
Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah
masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan
pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
Secara umum setiap ilmu memiliki objek tertentu yang dijadikan sasaran
penyelidikan (objek material) dan yang akan dipandang (objek formal).
Adapun objek yang dibahas dalam Filsafat Pendidikan Islam adalah :
1. Objek Material
Yaitu sama halnya filsafat pada umumnya objek ini adalah sesuatu yang ada, tampak
ataupun tidak tampak[2]:
1. Objek yang tampak adalah dunia empiris
2. Objek yang tak tampak adalah metafisika
2. Objek Formal
Yaitu sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan objektif tentang pendidikan Islam
untuk diketahui hakikatnya.
Objek formal ini terbagi menjadi dua kerangka bahasan, yakni :

1. Secara Makro
Objek filsafat pendidikan secara makro adalah objek filsafat itu sendiri, mencari
keterangan secara radikal mengenai Tuhan, manusia dan alam semesta yang tidak dapat
dijangkau oleh pengetahuan biasa.
Dari beberapa tokoh telah mengemukakan objek bahasan dan aliran filsafat,
diantaranya[3] :
 Imam Bernadib membagi tiga sistem filsafat pendidikan Progresivisme,
Esensialismae dan Parenialisme.
 M Noer Syam, mengemukakan empat aliran filsafat pendidikan progresivisme,
Esensialisme, Parenialisme dan Rekonstruksion- isme
 George R Knight, membegi menjadi tiga kategori, yakni Tradisional (Idealisme,
Realisme dan Neo-Skolasisme), Modern (Pragmatisme dan Eksistensialisme) dan
Kontemporer (Progresivisme, Parenialisme, Esensialisme, Rekonstruksioisme dan
Behaviorisme)
 Geral L Gutek, membagi aliran filsafat pendidikan berdasarkan tokoh-tokohnya
yakni, Idealisme oleh Plato, Realisme oleh Aristoteles, Teistik-Realisme oleh Thomas
Aquinas, Naturalisme oleh Rosseau, Pragmatisme oleh Dewey, Liberalisme oleh Locke,
Konservatisme oleh Burke, Utopianisme oleh Owen, Marxisme oleh Karl Marx,
Totalitarisme oelh Hitler, Parenialisme oleh Hutchins, Progresivisme oelh Kilpatrick dan
Rekonstruksionisme Sosialis oleh Counts
2. Secara Mikro
Adapun secara makro adalah segala hal yang merupakan faktor-faktor dan komponen
dalam pendidikan.
Bebrapa komponen aktifitas pendidikan menurut beberapa tokoh, yakni[4] :
1. Al-Syaibani
 falsafah tujuan pendidikan
 falsafahj kurikulum
 falsafah metode pendidikan
2. Al'Ainain
 Ahdat at-Tarbiyah al-Islamiyah (Tujuan-tujuan pendidikan Islam)
 Maqadin at-Tarbiyah al-Islamiyah (Medan atau Lingkup Pendidikan Islam)
 Turaq at-Tarbiyah al-Islamiyah (metode-metode pendidikan Islam)
Ellis, Logan dan Howey, membagi empat persoalan
 Purpose (Tujuan pendidikan)
 Curriculum and Method (Kurikulum dan metode pendidikan)
 Role of the Theacher (Peranan guru atau pendidik)
 Role of the school (pPeranan sekolah atau lingkungan pendidikan)
Arbi, membagi menjadi empat persoalan pokok,
 Hakikat peserta didik
 Hakikat tujuan atau maksud pendidikan
 Hakikat kurikulum
 Hakikat Metode
Abdullah, membagi.
 The nature of human nature (Hakikat sifat dasar manusia)
 The nature of knowledge and the role of 'aql in its acquisition (Hakikat
pengetahuan dan peranan akal dalam perolehannya)
 The aims of education (Tujuan pendidikan)
 The methods of education (Metode pendidikan)
Qahar,
 Nilai-nilai yang menjadi dasar pendidikan dan pandangan hidup
 Pandangan tentang peserta didik
 Tujuan pendidikan
 Sistem dan praktek pendidikan
 Bahan pendidikan
Rasyad,
 Agama Islam (Materi)
 Pendidik
 Peserta didik
 Tujuan pendidikan Islam
 Cara-cara mendidik
 Alat pendidikan
 Lingkungan pendidikan
 Evaluasi pendidikan
Ahmad Tafsir.
 Tujuan pendidikan
 Pendidik
 Anak didik
 Alat pendidikan (Kurikulum, metode, evaluasi, gaji, peralatan berupa benda)
 Kegiatan pendidikan
Dari uraian diatas dapat diringkas yakni, komponen pokok dalam pendidikan Islam
adalah :
- Tujuan pendidikan
- Kurikulum dan program pendidikan
- Pendidik dan perserta didik
- Metode pendidikan Islam
- Lingkungan pendidikan atau kontek belajar dalam pendidikan Islam

Faktor dan kompoenen pendidikan ada lima, yakni :


 Tujuan Pendidikan
 Pendidik atau Guru
 Anak didik atau murid
 Alat Pendidikan (Kurikulum, Metode dan Evaluasi), dan
 Lingkungan Pendidikan
Abudin Nata menyebutkan objek Filsafat Pendidkan Islam secara Mikro yakni pemikiran
yang serba mendalam, mendasar, sistematis, terpadu, logis, menyeluruh dan universal
mengenai konsep-konsep pendidikan yang didasarkan atas ajaran Islam.[5]
Sebagai mana filsafat pendidikan pada umunya, maka filsafat pendidikan islam
juga menyangkut pemikiran-pemikiran yang terkait dengan masalah pendidikan, yakni
pendidikan islam .filsafat pendidikan islam adalah pedoman bagi perancang dan orang-
orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran[6]dengan demikian filsafat
pendidikan islam pada hakikatnya merupakan landasan dasar bagi bangunan sebuah
sistem pendidikan islam itu sendiri.
Filsafat pendidikan yang yang bertumpu pada pemikiran mengenai masalah
pendidikan islam tak dapat dilepaskandari tugas dan misi kerasulan, yakni untuk
menyempurnakan akhlak, kemudian penyempurnaan akhlak terkait juga dengan hakikta
penciptaan manusia, yakni menjadi pengabdi allah yang setia, maka manusia juga tak
dapat melepaskan statusnya selaku khalifah allah dimuka bumi.
Misi utama kerasulan Muhammad saw. Sebagimana disabdakan beliau sendiri,
yakn untuk menyempurnakan akhlak yang mulai.Akhlak menyangkut berkaitan dengan
sikap dan prilaku manusia.Nilai kelakuan yang berkaitan dengan baik dan buruk, serta
objeknya yakni kepada siapa kelakuan itu ditunjukan.Selanjutnya dikemukakan oleh M.
Quraish Shihab, bahwa para filsuf dan teolog sering membahas tetntang arti baik dan
buruk, serta pencipta kelakuan tersebut, yakni apakah kelakuan tersebut merupakan
peilihan atu perbuatan manusia sendiri, ataukah berada diluar kemampuannya?[7]
Selanjutnya dikemukakan M. Quraish Shihab, bahwa dalam diri manusia itu
sendiri nyatanya terdapat potensi untuk berkelakuan baik dan juga buruk, namun
ditemukan isyarat-isyarat dalam al-quran, bahwa kebajikan lebih dahulu menghiasi diri
manusia daripada kejahatan, dan bahwa manusia pada dasarnya cenderung kepada
kebajikan, salah satufrase dalam suart al-baqarah dinyatakan : “ untuk manusia ganjaran
dari perbuatan baik yang dilakukannya dan sanksi pada perbuatan (buruk) yang
dilakukannya.” (Q.2:286)
Potensi manusia untuk melakukan kebaikan dan keburukan, serta
kecenderungannya yang mendasar kepada kebaikan, seharusnya mengantarkan manusia
memperkenankan perintah allah ( agama-nya) yang dinyatakan sesuai dengan fitrah asal
kejadian menurut manusia[8].
Hubungan tersebuut mengacu kepada hakikat pencipataan, akhlak mulia, dan
tugas kekhalifahan yang diamanatkan kepada manusia. Bila dirunut, maka pemikirna
filsaafat pendidikan islam pada hakikta berada permasalahan –permasalahan dari ketiga
faktor dimaksud. Bagaimana upaya agar manusia memiliki akhlak yang mulia,dengan
akhlak mulia ini, manusia mampu menempatkan diri sebagai pengabdi allah yang
setia.kesetiaan dalam pengabdian yang didisarkan atas dasar-dasar nilai akhlak ini
diharapkan pula manusia mampu mengemban amanahnya dalammenjalankan tugas
sebagai khalifah allah.
Disini terlihat, bahwa filsafat pendidikan islam tak dapat dilepaskan kaitannya
dengan nilai-nilai ajaaran islam itu sendiri. Menurut Khursyi Ahmad, pendidikan adalah
suatu bagian yang tak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dan sebagai alat
untuk memajukan masyarakat itu sendiri. Pada dasarnya setiap dasar sistem pendidikan
terdiri dari seperangkat cita-cita kemasyarakatan, norma nilai-nilai tertentu, didasarkan
pada pandangan hidup dan kebudayaan tertentu[9].
Islam sebagai agama dan pandangan hidup Muslim, bagai manapun akan berbeda
dengan pandangan hidup yang bersumber dari ediologi sebagai produk pemikiran filsafat.
Olehnya, filsafat pendidikan islam punya karakter dan prinsip-prinsip khusus. Makanya
dalam pandangan Khursyi Ahmad, pendapat yang menyatakan bahwa meniru sistem
pendidikan suatu bangsa atau negara lain tanpa merusak sistem mereka sendiri, adalah
pemahaman yang keliru. Sesungguhnya mereka tidak bisa mengambil begitu saja
mengambil sistem pendidikan asing, kecuali jika mereka ingin menghancurkan
kebudayaan mereka sendiri[10].
Dalam pandangan Omar Mohammad al-Toumy al-saiybani, filsafat pendidikan
ialah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah kaidah filsafat dalam bidang
ppendidikan. Titik berat filsafat pendidikan adalah pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan
kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar filsafat dalam menyelesaikan masalah-
masalah pendidikan secara praktis.[11]Dengan demikian ruang lingkup kajian filsafat
pendidikan Islam mencakup prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar filsafat itu
sendiri, serta faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya penyelesaian masalah
pendidikan Islam. Bagaimana pandangan Islam terhadap semuanya itu.
Selanjutnya Omar Mohammad al-Toumy al-saiybani mengemukakan prinsip
dasar kajian filsafat pendidikan islam[12]kelima dasar itu mencakup :
1. Pandangan Islam terhadapa jagat raya, meiputi pemikiran, bahwa :
a. Pendidikan dan tingkah laku manusia, serta akhlaknya selain dipengruhi oleh lingkungan
sosial, juga dipengaruhi oleh lingkungan fisik ( benda-benda alam ).
b. Lingkungan dan yang termasuk jagat raya adalah segala yang diciptakan allah, baik
makhluk hidup maupun benda-benda alam.
c. Setiap wujud (keberadaan) memiliki dua aspek, yakni materi dan ruh. Dasar pemikran ini
mengarahkan filsafat pendidikan Islam menyusun konsep alam nyata dan alam gaib, alam
materi dan alamruh, alam dunia dan alam akhirat.
d. Alam senantiasa mangalami perubahan menurut ketentuan-ketentuan pada Pencipta-nya (
sunah Allah )
e. Keteraturan gerak alam merupakan bukti bahwa alam ditata dalam satu tatanan yang
tunggal sebagai Sunnah Allah (Sunnatullah)
f. Alam merupakan sarana yang disediakan bagi manusia untuk meningkatkan kemampuan
dirinya
g. Pencipata alam ( Allah ) adalah wujud yang berada diluar alam, dan memiliki
kesempurnaan, serta sama sekali terhindar dari segla cacat cela. Dengan demikian Wujud
Pencipta ( Khaliq ) berbeda dan tidak sma dengan wujud ciptaan-Nya ( makhluk ).
2. Pandangan Islam terhadap manusia, memuat pemikiran bahwa :
a. Manusia adalah makhluk ( ciptaan ) allah yang mulia, sesuai dengan hakikat
kejadiannya.
b. Manusia diberi beban amanat sebagai kha;lifah (mandataris) allah dibumi guna
memakmurkannya.
c. Manusia memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, kemampuan belajar, dan
kemampuan untuk dan mengembangkan diri
d. Manusia adalh makhluk yang memiliki dimensi jasmani, rohani (mental) dan ruh
(spiritual).
e. Manusia bertumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi genetika ( faktor keturunan )
dan lingkungan yang mempengaruhinya.
f. Manusia memiliki faktor perbedaan individu (individual differencies).
g. Manusia memiliki sifat flektibilitas ( keluwesan ) dan memiliki kemampuan untuk
mengubah, serta mengembangkan diri.
h. Manusia memiliki motivasi dan kebutuhan.
3. Pandangan Islam terhadap Masyarakat berisi pemikiran, bahwa :
a. Masyarakat adalah kumpulan individu yang terikat oleh kesatuan dari berbagai aspek
seperti tanah air, budaya, agama, tradisi dan lain-lain.
b. Agama itu adalah kaidah, ibadah dan masalah.
c. Masyarakat Islam memiliki identitas tersendiri yang secara prinsip berbeda dari
masyarakat lain.
d. Dasar pembinaan masyarakat Islam adalah akidah, keimanan tentang wujud dan Keesaan
Allah.
e. Ilmu adalah sdasar yang terbaik bagi kemajuan masyarakat
f. Masyarakat selalu mengalami perubahan
g. Pentingnya individu dan keluarga dalam masyarakat
h. Segala aktivitas yang diarahkan bagi kesejahteraan bersama, keadila, dan kemaslahatan-
kemanusiaan termasuk bagian dari tujuan syari’at islam
4. Pandangan islam terhadap pengetahuan manusia , memuat pemikiran, bahwa :
a. Pengetahuan adalah potensi yang dimiliki manusia dalam upaya untuk meningkatkan
kehidupan individu dan masyarakat.
b. Pengetahuan terbentuk berdsarkan kemampuan nalar manusia dengan bantuan
penginderaan, sumber pengetahuan adalah wahyu dan nalar.
c. Pengetahuan manusia memiliki kadar dan tingkatan yang berbeda sesuai dengan obyek,
tujuan dan metodenya. Pengetahuan yang paling utama adalah pengetahuan yang
berhubungan dengan allah, perbuatan dan mahkluk-Nya.
d. Pengetahuan manusia pada hakikatnya adalah hasil penafsiran dan pengungkapan
kembali terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan Allah. Dengan demiian
pengetahuan bukanlah hasil dan proses pemikiran manusia yang optimal secara murni.
e. Pengetahuan dapat diperoleh dengan berbagai cara seperti pengamatan langsung,
penelitian, kajian terhadap peristiwa, rangkuman dari berbagai pendapat, ataupun melalui
bimbingan ilahi.
f. Pengetahuan hakiki adalah pengetahuan yang didasari oleh akidah, karena dapat
memberikan ketentraman batin. Di dalamnya terkandung keyakinan dan kesesuaian
dengan agama.

5. Pandangan Islam terhadap akhhlak, mengandung pemikiran bahwa :


a. Pentingnya akhlak dalam kehidupan, serta dapat dibentuk melalui upaya pembiasaab
yang baik.
b. Akhlak termasuk faktor yang diperoleh dan diipelajari.
c. Akhlak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti waktu, tempat, situasi dan kondisi
masyaraka, adat istiadat, sistem dan cita-cita ( pandangan hidup). Dengan demikian
akhlak tidak selalu terpelihara dari pengaruh dari keburukan dan kesalahan.
d. Akhlak sesuai dengan fitrah dan akal sehat manusia ( commonse sense )
e. Akhlak mempunyai tujuan akhir yang identik dengan tujuan akhir ajaran islam, yaitu
untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat
f. Ajaran islam merupakan sumber nilai-nilai akhlak, karena pada hakikatnya akhlak
merupakan realisasi dari ajaran islam itu sendiri, yakni bagimana hidup beriman dan
bertakwa kepada allah.
g. Akhlak berintikan tangung jawab terhadap amanat allah yang keabsahannya dinilai dari
tingkat kemampuan untuk mengaplikasikan hubungan yang sebaik mungkin antar sesama
manusia, seluruh makhluk ciptaan allah atas dasar ridha allah, karena sesuai ketentuan
dan perintah-Nya. Akhlak mulia ( terpuji ) merupakan tujuan akhir dari sikap hidup yang
diinginkan.
Kajian filsafat pendidikan islam bertitiktolak dari kelima prinsip yang jadi dasar
pemikiran tersebut. Kajian ini kemudian dikembnagkan dalam konteks pendidikan islam,
digunakan dalam menyusun teori-teori pendidikan islam, perumusan dasar dan tujuan.
Baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan akhir yang akan dicapai. Dalam
kaitan dengan sistem pendidikan Islam.
Ruang llingkup kajian filsafat pendidikan islam juga meliputi masalah-masalah
yang berhubungna dengan sistem pendidikan islam itu sendiri, adapun komponen-
komponen yang termasuk dalam sistem pendidikan islam itu, antar lain dasar yang
melandasi pembentukan sistem tersebut. Lalu tujuan yang akan dicapai oleh pendidikan
islam. Untuk mencapai tujuan yang dimaksud, makaperlu rumusan mengenai siapa yang
didik , siapa pelaksananya, bagaiman cara penyelenggaranya, sarana dan prasaran yang
diperlukan, materi yang diberikan bagaiman caranya, kondisi apa yang perlu diciptakan,
serta bagaimna mengukur tingkat pencapaiannya.
Pemikiran-pemikiran menggambarkan cakupan teori maupun rumusan mengenai
peserta didik, pendidik, manajemen, institusi, kurikulum, metode, alat, dan evaluasi
pendidikan. Semua komponen tersebut tergabung dalam sebuah sistem, sebab sistem
dapat diartikan sebagai proses yang dapat diartikan proses aktivitas yang didalamnya
tersusun komponen-komponen yang saling menentukan, saling tergantung, dan
berhubungan antara sesamanya, dalam pencapaian tujuan.
Ruang lingkup kajian filsafat pendidikan islam, mengacu kepada semua aspek
yang dianggap mempunyai hubungan dengan pendidikan dalam arti luas. Tidak terbatas
dengan lingkungan institusi pendidikan formal saja. Lapangan pendidikan diluar
madrasah (sekolah) seperti lingkungan rumah tangga , lembaga peribadatan, masyarakat,
maupun tradisi sosio-kultural jugablebih rinci, pendidikan pre-natal manjadi kajian
khusus dalam filsafat pendidikan islam.
D. Bentuk-bentuk Filsafat Pendidikan.
Dalam filasafat terdapat berbagai mazhab, aliran-aliran, seperti materialisme,
idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lainnya, karena filsafat pendidikan merupakan
terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beranekaragam alirannya, maka dalam filsafat
pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurangnya sebanyak aliran
dalam filsafat itu sendiri. Penulis kemukakan “sekurang-kurangnya” karena masih
terdapat filsafat pendidikan, yang merupakan suatu eklektik dari berbagai pandangan
filsafat pendidikan yang telah ada.
Brubacher (1950) mengelompokan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar,
yaitu filsafat pendidikan “PROGRESIF”, dan filsafat pragmatisme dari John Dewey , dan
romatik naturalisme dari Rooesseau. Yang kedua, didasari oleh filsafat idealisme,
realisme humanisme ( humanisme rasioanal ), dan supranatularisme atau realisme
religius. Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme,
perenialisme, dan sebagainya.
Dalm tulisan ini akan dibahas berbagai mazhabfilsafat pendidikan yaitu :
1) Filsafat pendidikan idealisme/
2) Filsafat pendidikan realisme.
3) Filsafat pendidikan materialisme .
4) Filsafat pendidikan pragmatisme.
5) Filsafat pendidikan eksistensialisme.
6) Filsafat pendidikan progrevisme.
7) Filsafat pendidikan esensialisme.
8) Filsafat pendidikan perenialisme.
9) Filsafat pendidikan rekontruksionisme.

1) Filsafat pendidikan idealisme


Realitas.
Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik
, parmenides, filosof dari Elea ( Yunani purba ) berkata “Apa yang tidak dapat
dipikirkan adalah tidak nyata” plato menyatakan bahwa realitas terakhir adalah dunia
cita. Dunia cita merupakan dunia mutlak, tidak berubah, dan asli serta abadi.
Hakikat manusia adalah jiwanya, rohaninya, yakni apa yang disebut “mind”,
mindmerupakan suatu wujud yang mampu menyadari duniannya, bahkan sebagai
pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia. Jiwa (mind) merupakan faktor
utama yang menggerakan semua aktivitas manusia, badan atau jasmani tanpa jiwa tidak
memiliki apa-apa.
Realitas mungkin bersifat personal, dan mungkin juga bersifat impersonal. Idealisme
katolik berpandangan bahwa realitasakhir adalah “god” dari tiga pribadi yang
disebut“trinitas”. Kaum idealisme Kristiani sepakat dengan idealisme lainnya bahwa
manusia adalah makhluk spiritual yang menggunakan kemauan bebas (free will) dan
secara personal bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya.

Pengetahuan.
Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangannya bahwa pengetahuan
yang diperoleh melalui indra tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah
merupakan tiruan belaka, sifatnya maya (bayangan), yang menyimpang dari kenyataan
yang sebenarnya. Pengetahuan yang benar hanya merupakan hasil akal belaka, karena
akal dapat membedakan bentuk spiritual murni dari benda-benda diluar penjelmaan
material. Demikian menurut Plato. Idealisme metafisika percaya bahwa manusia dapat
memperoleh pengetahuan tentang realitas, karena realitas pada hakikatnya spiritual,
sedangkan jiwa manusia merupakan bagian dari subtansi spiritual tersebuat.

Nilai
Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah
cantik, atau tidak cantik, secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi.
Pada hakekatnya nilai itu tetap. Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan
bagian dari alam semesta.

Pendidikan
Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi sumbar yang besar terhadap
perkembangan teori pendidikan khusus filsafat pendidikan. Tokoh idealisme merupakan
orang-orang yang memilki nama besar. Sampai sekarang orang akan mengakui kebesaran
hasil pemikirannya, baik memberikan persetujuannya meupun memberikan kritik, bahkan
penolakan.
2) Filsafat Pendidikan Realisme
Realisme Rasional.
Realisme rasional dapat didefinidikan pada dua aliran yaitu realisme klasik dan realisme
religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “ Scholastisisme” realisme klasik ialah
filsafat yunani yang pertama kali dikembangkkan oleh Aristoteles, sedangkan realisme
religius, terutama scholatisisme dalam membahas teologi gereja. Thomas Aquinas
menciptakan filsafat baru dalam agama kristen, yang disebut tomisme, pada saat filsafat
gereja dikuasai oleh neo platonisme yang dipopulerkan oleh plotinus.

Realisme Natural Ilmiah


Realisme natural ilmiah menyertai lahirnya sains di eropa pada abad ke 15 dan ke 16 yang
dipelopori oleh francis Bacon, Jhon locke, galileo, david hume, jhon stuart mill, dan lain-
lainnya padahal pada abad ke 20 tercatat pemikiran-pemikiran.

Neo-Realisme dan Realisme Kritis


Selain aliran-aliran realisme diatas, masih ada lagi pandangan-pandangan lain yang termasuk
realisme. Aliran-aliran tersebut disebut Neo Realisme dari Fedrick Breed. Dan Realisme
Kritis dari Imanuel Kant. Menurut pandangan breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni
dengan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip utama demokrasi adalah hormat-menghormati atas
hak-hak individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah
tuntunan sosial dan individual. Istilah demokrasi harus didefinisikan kembali sebagai
pengawasan dan kesejahteraan sosial

DAFTAR PUSTAKA

Ihsan, Hamdanidan A FuadIhsan.FilsafatPendidikanIslam.Bandung: Pustaka Setia.2001.


Muhaimin.WacanaPenegmbanganPendidikanIslam.Yogyakarta:PustakaPelajar.Cet
II,2004.
Qomar, Mujamil.EpistemologiPendidikan Islam: Dari
MetodeRasionalHinggaMetodeKritik.Erlangga
Suharto, Toto.FilsafatPendidikan Islam.Yogyakarta:Ar-Ruzz.2006.
persiABAd. 2012. ObjekFilsafatPendidikan Islam.Diakses di http://persiabad-
cintailmu.blogspot.com.
Ahmad Hanafi, M.A., PengantarFilsafat Islam, Cet. IV, BulanBintang, Jakarta, 1990.
Prasetya, Drs., FilsafatPendidikan, Cet. II, PustakaSetia, Bandung, 2000
Titus, Smith, Nolan.,Persoalan-persoalanFilsafat, Cet. I, BulanBintang, Jakarta, 1984.
Ali Saifullah H.A., Drs., AntaraFilsafatdanPendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
Zuhairini.Dra, dkk.,FilsafatPendidikan Islam, Cet.II, BumiAksara, Jakarta, 1995.
AbuddinNata, M.A., FilsafatPendidikan Islam, Cet. I, Logos WacanaIlmu, Jakarta, 1997
M. IhsanDacholfanyadalahmahasiswa ISID 1997 – StafPengajar PP Gontor –
Perpustakaan Darussalam)
Akhmad. 2012. PilsafatPendidikan Islam. Diakses
di http://akhmadsudrajat.wordpress.com
Dr. Omar Mohammad Al-thoumy Al-syaibani. Filsafat Pendidikan Islam, cetakan
pertama -1979
DR. H. Jalaluddin, Filsafat Pendidikan islam, kalam Mulia, jakarta, 2011
[1]al Ghazali, Ihya Ulumuddin hlm. 90
[2] Toto Suharto.Filsafat Pendidikan Islam(Yogyakarta:Ar-Ruzz,2006),46.
[3] Ibid.,47-48.
[4] Muhaimin.Wacana Penegmbangan Pendidikan Islam.(Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.Cet II,2004),34-35.
[5] Ibid.,49
[6]omar mohammad al-taumy al-saybani, 1973:33
[7]M. Quraish Shihab, 1996 : 254
[8]M. Quraish shihab : 256
[9]Khursyi Ahmad, 1992 : 17
[10]Khursyi Ahmad,: 17
[11]Omar Mohammad al-Toumy al-saiybani : 30
[12]Omar Mohammad al-Toumy al-saiybani, 1979 : 55-363

DEFINISI, OBJEK KAJIAN DAN


URGENSI FILSAFAT PENDIDIKAN
ISLAM
Posted by Amin Khakam Wednesday, October 30, 2013 0 comments

A. Pendahuluan
Pendidikan adalah pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang.
Kedudukan ini secara tidak langsung telah menempatkan pendidikan sebagai bagian yang
tidak dapat dipisahkan dengan hidup dan kehidupan umat manusia. Dalam hal ini Dewey
berpendapat bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup (a necessity of life),
salah satu fungsi sosial (a social function), sebagai pembimbing (as direction) dan
sebagai sarana pertumbuhan (as means growth) yang mempersiapkan dan membukakan
serta membentuk disiplin melalui transmisi yang baik dalam bentuk formal, informal dan
non formal.[1]
Masalah yang berkaitan dengan pendidikan memang mencakup permasalahan
yang sangat luas, seluas masalah hidup dan peri kehidupan umat manusia dan telah
menjadi objek studi berbagai macam cabang ilmu pengetahuan kemanusiaan.[2] Manusia
dibekali dengan akal, kalbu dan anggota tubuh yang lain untuk meraih ilmu pengetahuan.
Manusia dilarang mengikuti sesuatu tanpa ada pengetahuan tentangnya. Sebagaimana
dalam surat al Jatsiyah ayat 18.
     
   
   
Artinya : “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak Mengetahui”. (QS al Jatsiyah: 18).

Lebih jauh Lodge mengatakan bahwa pendidikan proses hidup dan kehidupan
umat manusia itu berjalan serempak dan tak dapat terpisahkan satu sama yang lain life is
education and education is life.[3]
Pemikiran dan kajian tentang pendidikan tersebut dilakukan oleh para ahli dalam
berbagai sudut ditinjau dari disiplin ilmu seperti ilmu agama, filsafat, sosiologi, ekonomi,
politik, sejarah dan antropologi. Dari sudut itulah yang menyebabkan lahirnya cabang
ilmu pengetahuan kependidikan yang berpangkal dari sudut tinjauannya yaitu pendidikan
agama, filsafat pendidikan, sosiologi pendidikan, sejarah pendidikan, ekonomi
pendidikan dan politik pendidikan. Upaya untuk memperbaiki kondisi kependidikan itu
tampaknya perlu dilacak pada akar permasalahannya yang bertumpu pada pemikiran
filosofis. Diketahui bahwa secara umum filsafat berupaya menjelaskan inti atau hakikat
dari segala sesuatu yang ada dan karenanya ia menjadi induk segala ilmu.
Sejarah filsafat sangat kaya dengan ide-ide mengenai pendidikan. Ide-ide yang
tercetus pada masa lampau dan hanya berlaku pada masa lampau juga. Tetapi ada kalanya
ide-ide atau gagasan-gagasan itu masih bisa dipergunakan sebagai pegangan di masa
sekarang. Sudah tentu ada gagasan yang tercetus di masa sekarang dan menjadi pegangan
pada waktu yang ini pula.
Dapat ditarakan dengan jelas bahwa sistem filsafat menurut Plato dan tokoh-tokoh
yang lain dapat dijadikan sebagai dasar terbentuknya suatu filsafat pendidikan. Di sisi
lain, cabang-cabang sistem filsafat mendasari berbagai pemikiran mengenai pendidikan.
Contoh yang bisa diambil misalnya metafisika. Karena tinjauannya yang mendalam
mengenai hal-hal di balik dunia fisik, memberikan dasar-dasar pemikiran cita-cita
pendidikan. Epistimologi memberikan landasan pemikiran mengenai kurikulum,
aksiologi mengenai masalah nilai dan kesusilaan, sedangkan logika memberikan landasan
pikiran mengenai pengembangan pendidikan kecerdasan.[4]
Karena itulah kedudukan filsafat sangat berhubungan dengan ilmu-ilmu yang lain.
Jika dikatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang ada dan
sebagai suatu ilmu yang menyelidiki hakekat pengetahuan manusia maka seluruh ilmu
lain harus mempunyai hubungan struktural dan fungsional dalam filsafat.
Apabila filsafat diletakkan dalam tanggung jawab bagi pengembangan berpikir
kritis dalam membangun kepribadian kreatif agar mampu memper-tanggungjawabkan
disiplin ilmu yang dikuasai dalam masyarakat, maka arti dan sistem filsafat merupakan
sesuatu yang perlu ditelaah dan dimengerti.[5] Filsafat dapat juga dijadikan sebagai
pandangan hidup. Jika filsafat itu dijadikan sebagai pandangan hidup oleh suatu
masyarakat atau bangsa maka mereka akan berusaha untuk mewujudkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan yang nyata. Dari sinilah filsafat sebagai pandangan hidup
difungsikan sebagai tolak ukur bagi nilai-nilai tentang kebenaran yang harus dicapai.
Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan ini sudah tentu merupakan
sumbangan utama bagi pembinaan pendidikan. Teori-teori yang tersusun karenanya dapat
disebut sebagai pendidikan yang berlandaskan pada filsafat.
Dunia pendidikan Islam di Indonesia khususnya,dan dunia Islam pada umumnya
masih dihadapkan pada berbagai persoalan mulai dari soal rumusan tujuan pendidikan
yang kurang sejalan dengan tuntutan masyarakat, sampai kepada persoalan guru metode,
kurikulum dan sebagainya. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut masih terus
dilakukan dengan berbagai upaya. Penataran guru, pelatiahn tenaga pengelola pendidikan
dan lain sebagainya harus dilakukan, namun masalah pendidikan teru bermunculan.
Upaya untuk memperbaiki kondisi kependidikan yang demikian itu tamoaknya
perlu dilacak pada akar permasalahannya yang bertumpu pada pemikiran filosofis.
Filsafat pendidikan islsm secara umum akan mengkaji berbagai masalah yang terdapat
dalam bidang pendidikan, mulai dari visi misi, dan tujuan pendidikan, dasar-dasar dan
asas-asas pendidikan Islam, konsep manusia, guru, anak didik, kurikulum, dan metode
sampai dengan evaluasi dalam pendidikan secara filosofis. Dengan kata lain, ilmu ini
akan mencoba mempergunakan jasa pemikiran. Kenyataan menunjukan adanya kiblat-
kiblat pendidikan Islam yang belum jelas
Pendidikan islam masih belum menemukan format dan bentuknya yang khas
sesuai dengan agama islam hal ini selain karena banyaknya konsep pendidikan yang
ditawarkan para ahli yang belum jelas keislamannya, juga karena belum banyak pakar
pendidikan Islam yang merancang pendidikan Islam secara seksama.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diangkat dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian filsafat pendidikan Islam?
2. Apa saja objek kajian filsafat pendidikan Islam?
3. Apakah urgensi dari filsafat pendidikan Islam?
C. Pembahasan
1. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan
kataSophos yang berarti ilmu atau hikmah.[6] Sedangkan Pengertian filsafat dari segi
istilah selanjutnya berkembang dari zaman ke zaman. Filosof Heraklaitos (540-480 SM)
sudah memakai kata filsafat untuk menerangkan hanya Tuhan yang mengetahui hikmah
dan pemilik hikmah. Manusia harus puas dengan tugasnya di dunia sebagai pencari dan
pecinta hikmah.[7]
Plato (427-347 SM) sebagai filosof klasik dalam bukunya Eutydemus
sebagaimana dikutip A. Hanafi, MA mengatakan bahwa filsafat hanya memperhatikan
soal-soal kerohanian dan penuh ideal serta sama dengan pengetahuan. Sementara itu
Aristoteles (348-332 SM) mengatakan bahwa filsafat memperhatikan keseluruhan
pengetahuan dan kadang-kadang disamakan dengan pengetahuan tentang wujud
(ontologi).
Pendapat yang lebih jelas lagi tentang filsafat dikemukakan oleh Sidi Gazalba.
Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematis, radikal dan universal
dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala sesuatu yang
ada.[8]Dalam pendapat tersebut mengemukakan tiga ciri pokok dalam filsafat. Pertama
adanya unsur berpikir, dalam hal ini berpikir dengan menggunakan akal. Kedua, adanya
unsur tujuan yang ingin dicapai melalui berpikir tersebut, yakni mencari hakikat atau inti
segala sesuatu.
Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap
pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri,
melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian
padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa
filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat,
dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Selain itu terdapat pula
teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal
dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang
berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang
dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah
mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang
dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari
beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan
atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian
filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah
atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi
praktis.[9]
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti
yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan. Dalam hubungan ini dijumpai berbagai
rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama.[10]
Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam
pendidikan, yaitu: (1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau
pertolongan yang dilakukan secara sadar; (2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong;
(3) Ada yang di didik atau si terdidik; dan (4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan
tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan
komperhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan
sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi
pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara
mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah
saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di
dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan.
Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al-Qur’an dan al-
Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al-Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para
peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan
pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui
memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad
SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education).
Sedangkan arti dari Pendidikan Islam menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Menurut Achmadi
Pendidikan Islam adalah usaha untuk mengembangkan fitrah manusia, sumber
daya insani, menuju terbentuknya insan kamil. Ialah takwa yang direfleksikan dalam
perilaku, baik hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia maupun dengan alam
sekitarnya.[11]
b. Menurut Ahmad D. Marimba
Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-
hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-
ukuran tertentu.[12]
c. Menurut Drs. Syahminan Zaini
Pendidikan Islam adalah usaha mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran
Islam, agar terwujud (tercapai) kehidupan manusia yang makmur dan bahagia.[13]
d. Menurut Dra. Zuhairini
Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian
anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau sesuatu upaya dengan ajaran Islam, memikir,
memutuskan, berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai
dengan nilai-nilai Islam.[14]
e. Menurut Dr. Zakiah Daradjad
Pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim. Selanjutnya
digambarkan pengertian pendidikan Islam dengan pernyataan syari’at Islam tidak akan
dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui
proses pendidikan.[15]
Dari beberapa definisi pendidikan Islam yang dikemukakan nampak sekali
persoalan usaha membimbing ke arah pembentukan kepribadian, dalam arti akhlak
menjadi perhatian utama, di samping ke arah perkembangan diri serta perkembangan
kehidupan manusia dalam rangka menunaikan tugas hidupnya dan sekaligus
menjadikannya mampu membuktikan dirinya sebagai insan yang berkualitas dari hasil
proses pendidikan yang dijalaninya, berdasarkan kepada nilai-nilai Islam menuju
terbentuknya insan kamil. Konsep insan kamil dalam pandangan Islam, dapat
diformulasikan secara garis besar sebagai manusia bariman dan bertakwa serta memiliki
kemampuan yang teraktualisasikan dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan
alam sekitarnya secara baik, positif dan konstruktif.
Setelah mengikuti uraian di atas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat
Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang
terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadist
sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai
sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat
dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat
pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal,
bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Filsafat pendidikan Islam sebagai sebuah ilmu secara epistimologis seyogyanya
mempertanyakan dari mana filsafat pendidikan Islam diambil, atau dengan kata lain,
sumber-sumber apa saja yang dapat menjadi pegangan keilmuan bagi filsafat pendidikan
Islam.
Menurut Abudin Nata, menyebutkan bahwa filsafat pendidikan Islam bukanlah
filsafat pendidikan yang bercorak liberal, bebas dan tanpa batas etika sebagaimana yang
dijumpai pada filsafat pendidikan umumnya. Filsafat pendidikan Islam adalah filsafat
pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau dijiwai oleh ajaran Islam.[16]
Filsafat pendidikan berdasarkan ajaran Islam berarti sumber ajaran utama yaitu al-
Qur'an dan Hadits senantiasa dijadikan sebagai landasan bagi filsafat pendidikan Islam.
Filsafat pendidikan berdasarkan ajaran yang dijiwai oleh Islam berarti selain
menggunakan sumber al-Qur'an dan Hadits, filsafat pendidikan Islam juga mengambil
sumber-sumber dari ajaran lain yang sejalan atau tidak bertentangan dengan pokok ajaran
Islam. Dalam hal ini, Abdul Rahman Shalih Abdullah menyebutkan bahwa para pakar
filsafat pendidikan Islam terbagi ke dalam dua kelompok. Pertama, mereka yang
mengadopsi konsep non Islam dan memadukannya dengan pemikiran pendidikan Islam.
Kedua, mereka yang tergolong kelompok filsafat pendidikan Islam tradisional, yang
senantiasa mengambil pandangan al-Qur'an dan Hadits tentang pendidikan Islam.
Kelompok pertama oleh Abdul Rahman dipandang sebagai kelompok liberal, sedangkan
kelompok yang kedua dipandang sebagai kelompok yang konservatif.[17]
Sedangkan Toto Suharto memunculkan kelompok yang ketiga, yaitu kelompok
yang berupaya memadukan dan menjadikan moderasi dua kelompok tersebut. Kelompok
yang ketiga berpandangan bahwa filsafat pendidikan Islam mengambil premis-premis
dari al-Qur'an dan Hadits tetapi juga mengambil konsep dari luar al-Qur'an dan Hadits
yang tidak bertentangan dengan jiwa dan semangat ajaran yang ada di dalam al-Qur'an
dan Hadits.

2. Objek Kajian Filsafat Pendidikan Islam


Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat
pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari
adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil
penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau
filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya
atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat
pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis,
dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh
pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu
lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat
Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan,
seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan
lingkungan.[18]
Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan
tentang pendidikan terutama pendidikan Islam, maka perlu diikuti pola dan pemikiran
kefilsafatan pada umumnya.
Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
a. Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya bersifat logis
dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun
secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.
b. Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut
persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.
c. Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang
dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua
jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik
pada masa sekarang maupun masa mendatang.
d. Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-
pemikiran yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau
eksperimental (seperti dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif.
Dimaksud dengan nilai obyektif oleh permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan)
yang ada pada obyek yang dipikirkannya.
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup
yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut:
a. Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam
semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, serta
proses kejadian kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan
sebagainya.
b. Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan
kearah mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan menentukan suatu
kekuatan yang menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat (monisme)
ataukah dua zat (dualisme) atau banyak zat (pluralisme). Dan apakah kekuatan
penciptaan alam semesta ini bersifat kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam
ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan
sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus)
yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi:
a. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education).
b. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of
Man).
c. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan
kebudayaan.
d. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
e. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik
pendidikan (sistem pendidikan).
f. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan
pendidikan.
Dengan demikian dari uraian tersebut diproleh suatu kesimpulan bahwa yang
menjadi obyek filsafat pendidikan Islam ialah semua aspek yang berhubungan dengan
upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang
berhungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan
itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan, namun kesemuanya harus berlandas-kan al-
Qur’an dan Hadits.
3. Urgensi Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat merupakan lapangan berpikir manusia tentang hakikat sesuatu, sementara
pendidikan merupakan proses yang mengubah individu untuk menjadi manusia yang
lebih baik, cerdas, bertingkah laku baik dann berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Filsafat pendidikan merupakan aktivitas berpikir sistematis yang menggunakan filsafat
sebagai sarananya untuk mengorganisasi dan mengkoordinasi proses pendidikan serta
memperjelas nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang akan direalisasikan.
Teori filsafat pendidikan Islam bisa dibangun dari tujuan analisis kritis terhadap
konsep-konsep pendidikan universal atau teori-teori filsafat pendidikan Islam yang
dikemukakan oleh para ahli filsafat pendidikan Islam pada umumnya hanya bersumber
pada fenomena kauniyah saja. Hasil analisis tersebut kemudian dikonsultasikan pada
fenomena qauliyah untuk dijadikan sebagai pondasi filosofis pelaksanaan pendidikan
Islam.
Melihat peranan filsafat yang begitu penting bagi kehidupan umat manusia, maka
pendidikan perlu disajikan secara filosofis. Tabiat anusia, tujuan pendidikan, norma-
norma serta nilai-nilai kependidikan dan sosial merupakan topik-topik kefilsafatan yang
dikaji dalam perspektif pendidikan. Ada asumsi yang menyatakan bahwa tugas filsafat
pendidikan Islam adalah mendefinisikan apa yang seharusnya dilakukan oleh pendidikan.
Namun tanpa mau bersusah payah, orang seringkali hanya mengungkap fenomena secara
aktual sering terjadi di dunia pendidikan untuk membangun filsafat pendidikan.
Demikian pula kekuatan-kekuatan sosial yang berpengaruh terhadapnya serta berbagai
proses terkait dengan segala sesuatu yang mengubah individu dari sekedar organisasi
biologis menjadi makhluk sosial yang insani.
Filsafat pendidikan Islam sebagai suatu bagian atau komponen dari suatu sistem,
filsafat pendidikan Islam memegang dan mempunyai peranan tertentu pada sistem di
mana filsafat pendidikan Islam merupakan bagiannya. Sebagai cabang ilmu pengetahuan,
maka filsafat pendidikan Islam berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang
menjadi induknya.
Filsafat pendidikan Islam, sebagai bagian dari filsafat Islam, dan sekaligus juga
sebagai bagian dari ilmu pendidikan. Dengan demikian filsafat pendidikan Islam
berkembang juga dalam mengembangkan filsafat Islam serta memperkaya filsafat Islam
dengan konsep-konsep dan pandangan-pandangan filosofis dalam kependidikan.
Secara praktis (dalam prakteknya), filsafat pendidikan Islam banyak berperan
penting dalam memberikan alternatif-alternatif pemecahan berbagai masalah yang sedang
dihadapi oleh pendidikan Islam. Peranan yang diberikan oleh filsafat pendidikan Islam
terhadap perkembangan pendidikan Islam adalah:
a. Filsafat pendidikan Islam menunjukkan masalah yang dihadapi oleh pendidikan Islam,
sebagai hasil dari pemikiran yang mendalam dan berusaha untuk memahami duduk
masalahnya. Dengan analisis filsafat, maka filsafat pendidikan Islam akan menunjukkan
alternatif-alternatif pemecahan masalah tersebut.
b. Filsafat pendidikan Islam memberikan pandangan tertentu tentang manusia (sebagai
obyek pendidikan). Pandangan tentang hakikat manusia yang sangat berkaitan dengan
tujuan hidup manusia dan sekaligus juga merupakan tujuan pendidikan Islam. Filsafat
pendidikan Islam bertujuan menjabarkan tujuan umum pendidikan Islam tersebut dalam
bentuk-bentuk tujuan khusus yang operasional. Dan tujuan yang operasioanal ini akan
berperan untuk mengarahkan secara nyata gerak aktifitas pelaksanaan pendidikan.
c. Filsafat pendidikan Islam dengan analisisnya terhadap hakikat hidup dan kehidupan
manusia, berkesimpulan bahwa manusia mempunyai potensi pembawaan yang harus
ditumbuhkan dan dikembangkan. Filsafat pendidikan Islam menunjukkan bahwa potensi
pembawaan manusia itu tidak lain adalah sifat-sifat Tuhan atau Asmaul Husna, dan
dalam mengembagkan sifat-sifat tersebut tidak boleh mengarah kepada menodai dan
merendahkan nama dan sifat Tuhan tersebut. Hal ini akan memberikan petunjuk
pembinaan kurikulum sesuai dan pengaturan lingkungan yang diperlukan.
d. Filsafat pendidikan Islam dalam analisisinya terhadap masalah pendidikan masa kini
yang sedang dihadapi, akan dapat memberikan informasi apakah proses pendidikan yang
berjalan selama ini mampu mencapai tujuan pendidikan Islam atau belum.[19]
Dari penjelasan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa filsafat pendidikan Islam
menyumbangkan analisanya kepada ilmu pendidikan Islam tentang hakikat masalah yang
nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau
petunjuk dalam proses kependidikan. Tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran
rasional analisis dan teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan mendasar melalui
proses pemikiran yang sistematis, logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya), tentang
problema hidup dan kehidupan manusia. Produk pemikirannya merupakan pandangan
dasar yang berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani pokok) yang
berkembang dalam pusat kemanusiaan manusia (natropologi centra) yang meliputi:
a. Induvidualisme.
b. Sosialitas.
c. Moralitas.
Ketiga kemampuan tersebut berkembang dalam pola hubungan tiga arah yang kita
namakan “trilogi hubungan” yaitu:
a. Hubungan dengan Tuhan, karena ia sebagai makhluk ciptaan-Nya.
b. Hubungan dengan masyarakat karena ia sebagai masyarakat.
c. Hubungan dengan alam sekitar karena ia makhluk Allah yang harus mengelola,
mengatur, memanfaatkan kekayaan alam sekitar yang terdapat diatas, di bawah dan di
dalam perut bumi ini.
D. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang definisi, objek kajian dan urgensi Filsafat Pendidikan
Islam di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah
yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadist
sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai
sumber sekunder.
2. Objek kajian filsafat pendidikan Islam ialah semua aspek yang berhubungan dengan
upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang
berhungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan
itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan, namun kesemuanya harus berlandas-kan al-
Qur’an dan Hadits.
3. Filsafat pendidikan Islam banyak berperan penting dalam memberikan alternatif-
alternatif pemecahan berbagai masalah yang sedang dihadapi oleh pendidikan Islam.
Selain itu, filsafat pendidikan Islam menyumbangkan analisanya kepada ilmu pendidikan
Islam tentang hakikat masalah yang nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar
yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses kependidikan.
E. Referensi
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta: Sipress, 1993.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media, 1992.
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : al-Ma’arif, 1980.
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : al-Ma’arif, 1980.
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1987.
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999.
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Andi Offset, 1986.
Syahminan Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1986.
Tadjab, Perbandingan Pendidikan, Surabaya: Karya Abditama, 1994.
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta: Ar Ruzz, 2006.
Zakiah Darajad, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996.
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

[1] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 1
[2] Tadjab, Perbandingan Pendidikan, (Surabaya: Karya Abditama, 1994), hal. 10
[3] Zuhairini, loc.cit.
[4] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Andi Offset, 1986), hal. 5-6
[5] Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, (Yogyakarta: Sipress, 1993), hal.
22
[6] Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, (Yogyakarta: Sipress, 1993), hal.
22
[7] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hal. 1
[8] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 3
[9] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hal. 3
[10] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : al-Ma’arif, 1980),
hal. 23
[11] Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media,
1992), hal. 16
[12] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : al-Ma’arif, 1980),
hal. 23
[13] Syahminan Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam
Mulia, 1986), hal. 4
[14] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1995), hal. 152
[15] Zakiah Darajad, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hal. 28
[16] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar Ruzz, 2006), hal. 39
[17] Ibid., hal. 40
[18] Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1987), hal. 15
[19] Zuhairini, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Op. Cit., hal. 132

pengertian, obyek kajian, fungsi dan tugas filsafat pendidikan


I. Pendahuluan
Berbicara tentang filsafat, kita harus tahu terlebih dahulu apa arti filsafat itu sendiri. Kata filsafat
atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani: philoshophia yang banyak diperoleh pengertian-
pengertian, baik secara harfiah atau etimologi. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, gemar,
suka dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan. filsafat menurut arti katanya
dapat diartikan sebagai cinta, cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah
juga kebijaksanaan.
Didalam filsafat pendidikan, akan kita jumpai berbagai macam hal baru yang tentunya akan
menambah wawasan keilmuan kita. Dan didalam makalah yang singkat ini akan diterangkan
mengenai pengertian filsafat, objek kajian filsafat, serta fungsi dan tugas filsafat pendidikan itu
sendiri.
II. Pembahasan
A. Pengertian Filsafat Pendidikan dan Perspektif Islam
1. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan pada umumnya dan filsafat Islam pada khususnya adalah bagian dari ilmu
filsafat, maka dalam mempelajari filsafat pendidikan perlu memahami terlebih dahulu tentang
pengertian filsafat terutama dengan hubungannya dengan masalah pendidikan khususnya
pendidikan Islam.
Kata filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani. Kalimat ini berasal dari kata philoshophia
yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang, suka dan kata
sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan. Hasan Shadily mengatakan bahwa filsafat
menurut arti katanya adalah cinta akan kebenaran. Dengan demikian dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada
hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai akan
kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.
Berbagai pengertian (definisi) tentang Filsafat Pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli,
Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang
menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses
pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-
maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman
kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan. Sementara itu, filsafat juga
didefinisikan sebagai pelaksana pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan,
falsafah tersebut menggambarkan satu aspek dari aspek-aspek pelaksana falsafah umum dan
menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari
filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
Barnadib mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada hakikatnya
merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Karenanya, dengan
bersifat filosofis, bermakna bahwa filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis
terhadap bidang pendidikan.
2. Perspektif Islam
Pegertian filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia:
philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi,
Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut
Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-
perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama
yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa
pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau
kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan
pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
B. Obyek Kajian Filsafat Pendidikan
1. Obyek Kajian Filsafat Pendidikan
Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan tentang
pendidikan terutama pendidikan Islam, maka perlu diikuti pola dan pemikiran kefilsafatan pada
umumnya.
Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
a) Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya bersifat logis dan
rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara
sistematis artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.
b) Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut persoalan
yang mendasar sampai keakar-akarnya.
c) Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang dipikirkan
mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat
kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada masa sekarang
maupun masa mendatang.
d) Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-pemikiran yang
tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu
alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai obyektif oleh
permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut
bidang-bidang sebagai berikut:
a) Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta,
ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, serta proses kejadian
kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.
b) Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan kearah
mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan menentukan suatu kekuatan yang
menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat (monisme) ataukah dua zat (dualisme)
atau banyak zat (pluralisme). Dan apakah kekuatan penciptaan alam semesta ini bersifat
kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang
menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek
pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan
meliputi:
a. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education).
b. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man).
c. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
d. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
e. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan
(sistem pendidikan).
f. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian dari uraian tersebut diproleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek filsafat
pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan
memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan bagaimana pelaksanaan
pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.
2. Analisis Filsafat tentang Masalah Pendidikan
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan
berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan
pada hakikatnya keduanya adalah proses yang satu.
Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai
ruang lingkup yang luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.
Sebagai contoh, berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kependidikan yang memerlukan
anlisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya, antara lain:
1) Masalah pendidikan pertama yang mendasar adalah tentang apakah hakikat pendidikan.
Mengapa harus ada pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia.
2) Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia?
3) Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu?
Problema-problema tersebut merupakan sebagian dari contoh-contoh problematika pendidikan yang
dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan sistematis atau
analisa filsafat. Dalam memecahkan masalah-masalah tersebut analisa filsafat menggunakan
berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan permasalahannya. Diantara pendekatan yang
digunakan antara lain:
a) Pendekatan secara spekulatif
b) Pendekatan normatif
c) Pendekatan analisa konsep
d) Analisa ilmiah
Selanjutnya Harry Scofield, sebagaimana dikemukakan oleh Imam Barnadib dalam bukunya Filsafat
Pendidikan, menekankan bahwa dalam analisa filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan
digunakan dua macam pendekatan yaitu pendekatan filsafat historis dan pendekatan dengan
menggunakan filsafat kritis.
Dengan pendekatan filsafat historis yaitu dengan cara mengadakan deteksi dari pertanyaan-
pertanyaan filosofis yang diajukan, mana-mana yang telah mendapat jawaban dari para ahli filsafat
sepanjang sejarah. Dalam sejarah filsafta telah berkembang dalam bentuk sistematika, jenis dan
aliran-aliran filsafat tertentu.
Adapun cara pendekatan filsafat kritis, dimaksudkan dengan cara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan filosofis dan diusahakan jawabannya secara filosofis pula dengan menggunakan
berbagai metode dan pendekatan filosofis. Selanjutnya Schofield mengemukakan ada dua cara
analisa pokok dalam pendekatan filsafat kritis yaitu analisa bahasa (linguistik) dan analisa konsep.
Analisa bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat-pendapat
mengenai makna yang dimilikinya. Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa mengenai
istilah-istilah (kata-kata) yang mewakili gagasan.
C. Fungsi dan Tugas Filsafat Pendidikan
1. Fungsi dan Tugas Filsafat Pendidikan
Sebagai ilmu, pendidikan Islam bertugas untuk memberikan penganalisaan secara mendalam dan
terinci tentang problema-problema kependidikan Islam sampai kepada penyelesaiannya. Pendidikan
Islam sebagai ilmu, tidak melandasi tugasnya pada teori-teori saja, akan tetapi memperhatikan
juga fakta-fakta empiris atau praktis yang berlangsung dalam masyarakat sebagai bahan analisa.
Oleh sebab itu, masalah pendidikan akan dapat diselasaikan bilamana didasarkan keterkaitan
hubungan antara teori dan praktek, karena pendidikan akan mampu berkembang bilamana benar-
benar terlibat dalam dinamika kehidupan masyarakat. Antara pendidikan dan masyarakat selalu
terjadi interaksi (saling mempengaruhi) atau saling mengembangkan sehingga satu sama lain dapat
mendorong perkembangan untuk memperkokoh posisi dan fungsi serta idealisasi kehidupannya. Ia
memerlukan landasan ideal dan rasional yang memberikan pandangan mendasar, menyeluruh dan
sistematis tentang hakikat yang ada dibalik masalah pendidikan yang dihadapi.
Dengan demikian filsafat pendidikan menyumbangkan analisanya kepada ilmu pendidikan Islam
tentang hakikat masalah yang nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar yang dijadikan
landasan atau petunjuk dalam proses kependidikan.
Tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran rasional analisis dan teoritis (bahkan spekulatif)
secara mendalam dan memdasar melalui proses pemikiran yang sistematis, logis, dan radikal
(sampai keakar-akarnya), tentang problema hidup dan kehidupan manusia. Produk pemikirannya
merupakan pandangan dasar yang berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani pokok)
yang berkembang dalam pusat kemanusiaan manusia (natropologi centra) yang meliputi:
· Induvidualisme
· Sosialitas
· Moralitas
Ketiga kemampuan tersebut berkembang dalam pola hubungan tiga arah yang kita namakan “trilogi
hubungan” yaitu:
· Hubungan dengan Tuhan, karena ia sebagai makhluk ciptaan-Nya.
· Hubungan dengan masyarakat karena ia sebagai masyarakat.
· Hubungan dengan alam sekitar karena ia makhluk Allah yang harus mengelola, mengatur,
memanfaatkan kekayaan alam sekitar yang terdapat diatas, di bawah dan di dalam perut bumi ini.
2. Analisis Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
Dalam berbagai bidang ilmu sering kita dengar istilah vertikal dan horisontal. Istilah ini juga akan
terdengar pada cabang filsafat bahkan filsafat pendidikan.
Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horisontal, meluas kesamping yaitu hubungan
antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan yang lain yang berbeda-beda, sehingga merupakan
synthesa yang merupakan terapan ilmu pada bidang kehidupan yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian
problema-problema pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan
pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang pendidikan dan
pengajaran.
Adapun filsafat pendidikan menunjukkan hubungan vertikal, naik ke atas atau turun ke bawah
dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain, seperti pengantar pendidikan, sejarah
pendidikan, teori pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat pendidikan.
Hubungan vertikal antara disiplin ilmu tertentu adalah hubungan tingkat penguasaan atau keahlian
dan pendalaman atas rumpun ilmu pengetahuan yang sejenis.
Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu terapan adalah
cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis
pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan penghidupan
manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada khususnya.
Dalam buku filsafat pendidikan karangan Prof. Jalaludin dan Drs. Abdullah Idi mengemukakan
bahwa Jhon S. Brubachen mengatakan hubungan antara filsafat dan pendidikan sangat erat sekali
antara yang satu dengan yang lainnya. Kuatnya hubungan tersebut disebabkan karena kedua
disiplin tersebut menghadapi problema-problema filsafat secara bersama-sama.
III. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Yunani: philoshophia. Terdiri dari kata
philos yang berarti cinta, senang, suka dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan
kebijaksanaan. Hasan Shadily mengatakan bahwa filsafat menurut arti katanya adalah cinta kepada
ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan.
Diantara tugas filsafat antara lain adalah melaksanakan pemikiran rasional analisis dan teoritis
(bahkan spekulatif) secara mendalam dan mendasar melalui proses pemikiran yang sistematis,
logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya), tentang problema hidup dan kehidupan manusia
IV. Daftar Pustaka
Jalaluddin dan Idi, Abdullah, filsafat pendidikan, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2002
Munawwaroh, Djunaidatul dan Tanenji, Filsafat Pendidikan (perspektif islam dan umum), UIN
Jakarta Press, Jakarta: 2003
Prasetya, Filsafat Pendidikan Untuk IAIN, STAIN,PTAIS, Penerbit Pustaka Setia, Bandung: 1997
Saifullah, Ali, Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya: 1997.

Objek Kajian Filsafat Pendidikan

Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan tentang

pendidikan terutama pendidikan Islam, maka perlu diikuti pola dan pemikiran kefilsafatan pada

umumnya. Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:

1. Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya bersifat logis

dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun

secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.

2. Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut

persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.

3. Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang dipikirkan

mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan

tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada

masa sekarang maupun masa mendatang.

4. Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-pemikiran

yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti

dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai

obyektif oleh permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek

yang dipikirkannya.
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut

bidang-bidang sebagai berikut:

1. Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam

semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, serta

proses kejadian kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.

2. Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan

kearah mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan menentukan suatu

kekuatan yang menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat (monisme)

ataukah dua zat (dualisme) atau banyak zat (pluralisme). Dan apakah kekuatan penciptaan

alam semesta ini bersifat kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.

Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang

menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek
pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan

meliputi:

1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education).

2. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of

Man).

3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan

kebudayaan.

4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.

5. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik

pendidikan (sistem pendidikan).

6. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan

pendidikan.

Dengan demikian dari uraian tersebut diproleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek filsafat

pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan

memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan bagaimana pelaksanaan

pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.

Pemahaman Dasar Filsafat Pendidikan

Berbicara tentang fungsidan tugas filsafat pendidikan, kita harus tahu terlebih dahulu memahami

apa arti filsafat itu sendiri. Kata filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani: philoshophia yang

banyak diperoleh pengertian-pengertian, baik secara harfiah atau etimologi. Terdiri dari kata philos

yang berarti cinta, gemar, suka dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan.

filsafat menurut arti katanya dapat diartikan sebagai cinta, cinta kepada ilmu pengetahuan atau

kebenaran, suka kepada hikmah juga kebijaksanaan.


Hasan Shadily mengatakan bahwa filsafat menurut arti katanya adalah cinta akan kebenaran.

Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa filsafat adalah cinta kepada ilmu

pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang yang berfilsafat

adalah orang yang mencintai akan kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.

Berbagai pengertian (definisi) tentang Filsafat Pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli,

Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang

menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses

pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang

diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan

faktor yang integral atau satu kesatuan. Sementara itu, filsafat juga didefinisikan sebagai pelaksana

pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan, falsafah tersebut

menggambarkan satu aspek dari aspek-aspek pelaksana falsafah umum dan menitik beratkan

kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam

upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.

Barnadib mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada hakikatnya

merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Karenanya, dengan

bersifat filosofis, bermakna bahwa filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis

terhadap bidang pendidikan.

OBYEK DAN RUANG LINGKUP KAJIAN


FILSAFAT ISLAM
OBYEK DAN RUANG LINGKUP KAJIAN

FILSAFAT ISLAM

DISUSUN OLEH :ICHWAN P.SYAMSUDDIN

Obyek filsafat terbagi menjadi dua obyek yaitu; obyek materi dan obyek formal
filsafat. Yang disebut obyek materi adalah hal atau bahan yang akan diselidiki (hal
yang menjadi sasaran penyelidikan), sedangkan obyek forma adalah sudut pandang
(point of view), dari mana hal atau bahan tersebut dipandang.
Obyek materi filsafat yang diselidiki mengenai semua yang ada : manusia, alam
dan Tuhan, sedangkan obyek formal filsafat yang menyangkut hakikat, sifat
dasar arti atau makna terdalam dari sesuaatu hal . Dengan kata lain bahwa
objek filsafat Islam itu adalah meliputi :

1.Objek materia filsafat ialah Semua yang ada, yang pada garis besarnya dapat dibagi
atas tiga persoalan pokok:

a.Hakekat Tuhan;

b.Hakekat Alam dan

c.Hakekat Manusia .

2.Objek forma filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-
dalamnya sampai ke akarnya) tentang objek materi filsafat .

Dari pemahaman di atas nampak bahawa Objek filsafat itu bukan main
luasnya”, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang
ingin diketahui manusia. Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau akal yang
aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala
sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal pikirannya.

Lebih lanjut DR Musa As’arie menjelaskan bahwa objek dari Filsafat islam
adalah membahas hakikat semua yang ada, sejak dari tahapan ontologis, hingga
metafisis, membahas nilai-nilai yang meliputi epistemologis,estetika,dan etika yang
disesuaikan dengan kecendrungan perubahan dan semangat zaman. Kajian filsafat
Islam terhadap objek material dari waktu ke waktu mengkin tidak berubah, tetapi
corak dan sifat serta dimensi yang menjadi tekanan atau fokus kajiannya (objek
formal) harus berubah dan menyesuaikan dengan perubahan, serta konteks
kehidupan manusia, dan semangat baru yang selalu muncul dalam setiap
perkembangan jaman.
Atas dasar pada bidang penyelidikan dari objeknya ini, maka filsafat dapat
dibagi menurut objeknya adalah sebagai berikut:

1.Ada Umum yakni menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya
terdapat bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa
Eropa, ADA UMUM ini disebut “Ontologia” yang berasal dari perkataan Yunani
“Onontos” yang berarti “ada”,

2.Ada Mutlak, sesuatu yang ada secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, tidak
tergantung kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan tidak
berpenghabisan ia harus terus menerus ada, karena adanya dengan pasti. Ia
merupakan asal adanya segala sesuatu. Ini disebut orang “Tuhan” dalam Bahasa
Yunani disebut “Theodicea” dan dalam Bahasa Arab disebut “Ilah” atau “Allah”.

3.Comologia, yaitu filsafat yang mencari hakekat alam dipelajari apakah sebenarnya
alam dan bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini ialah
filsafat alam yang menerangkan bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan
isinya adanya itu karena dimungkinkan Allah. “Ada tidak mutlak”, mungkin “ada” dan
mungkin “lenyep sewaktu-waktu” pada suatu masa.

4.Antropologia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk “ada yang tidak mutlak”
maka juga menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah
kemampuan-kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya? Semua ini
diselidiki dan dibahas dalam Antropologia.

5.Etika: filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku
manusia yang dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang
membedakannya dengan lain-lain makhluk.

6.Logika: filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah akal
yang terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa
kepastian tentang logika, maka semua penyelidikan tidak mempunyai kekuatan
dasar. Tegasnya tanpa akal budi takkan ada penyelidikan. Oleh karena itu
dipersoalkan adakah manusia mempunyai akal budi dan dapatkah akal budi itu
mencari kebenaran? Dengan segera timbul pula soal, apakah kebenaran itu dan
sampai dimanakah kebenaran dapat ditangkap oleh akal budi manusia. Maka
penyelidikan tentang akal budi itu disebut Filsafat Akal

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebenarnya objek Filsafat Islam ialah sama
dengan objek kajian filsafat pada umumnya yaitu realitas, baik yang material
maupun yang ghaib. Hanya Perbedaannya terletak pada subjek yang
mempunyaikomitmen Qur’anik.
Ruang lingkup filsafat Islam menurut beberapa ahli filsafat di anataranya ::
Al Kindi :

Di kalangan kaum muslimin, orang yang pertama-tama memberikan pengertian


filsafat dan lapangannya ialah Al-Kindi. la membagi filsafat menjadi 3 bagian, yaitu :

1): Ilmu fisika (ilmu-thabiyyat) sebagai tingkatan yang paling bawah.

2). IImu matematika (al - ilmur - riyadhi) sebagai tingkatan tengah-tengah.

3).Ilmu Ketuhanan (ilmur - rububiyyah) sebagai tingkatan yang paling tinggi.

Al Farabi :

Menurut Al-Farabi, lapangan filsafat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Filsafat teori, yaitu mengetahui sesuatu yang ada, dimana seseorang tidak bisa
(tidak perlu) mewujudkannya dalam perbuatan. Bagian ini meliputi :

- ilmu matematika. - ilmu fisika.

- ilmu metafisika.

2. Filsafat amalan, yaitu mengetahui sesuatu yang seharusnya diwujudkan dalam


perbuatan dan yg menimbulkan kekuatan

Utk mengerjakan bagian-bagian yg baik. Bagian ini meliputi :

Ilmu akhlak ; yaitu amalan yg berhubungan dgn perbuatan perbuatan yg baik

Filsafat politik: yaitu amalan yg berhubungan dg perbuatan perbuatan baik yg seharusnya


dikerjakan oleh penduduk negeri.

Ibnu Sina :

Pembagian filsafat menurut Ibnu Sina pada pokoknya tidak berbeda dengan
pembagian-pembagian sebelumnya, yaitu filsafat teori dan filsafat amalan. Akan
tetapi ia menghubungkan kedua bagian tersebut kepada agama. Dasar-dasar filsafat
tersebut terdapat dalam agama atau syari'at Tuhan, hanya penjelasannya
didapatkan oleh kekuatan akal-pikiran manusia.

Pembagian filsafat Ketuhanan menurut Ibnu Sina ialah :

l). Ilmu tentang cara turunnya wahyu dan makhluk-makhluk rohani yang membawa
wahyu itu; demikian pula bagaimana cara wahyu itu disampaikan, dari sesuatu yang
bersifat rohani kepada sesuatu yang dapat dilihat dan didengar.
2). Ilmu keakhiratan, antara lain memperkenalkan kepada kita bahwa manusia ini tidak
dihidupkan lagi badannya, maka rohnya yang abadi itulah yang akan mengalami
siksaan dan kesenangan.

HUBUNGAN FILSAFAT ISLAM DENGAN ILMU KEISLAMAN LAINNYA

Di Indonesia sampai hari ini, keilmuan Islam yang dikembangakan masih


dipengaruhi oleh adanya dikotomi ilmu yang membagi ilmu umum dan ilmu agama,
dengan institusi pendidikan yang berbeda pula, yang satu berada di bawah
DEPDIKBUD dan yang satunya berada berada di bawah DEPAG dan celakanya ilmu
agamalah yang dianggap ilmu keislaman, sehingga dalam studi keislaman, yang
menjadi fokus adalah kajian-kajian ilmu keagamaaan. Padahal, dalam al-Qur’an,
semua ilmu (ilmu pasti, ilmu alam, ilmu humaniora, filsafat dan ilmu agama)
merupakan satu kesatuan dan hakikatnya adalah penjelmaan dan perpanjangan saja
dari ayat-ayat Tuhan sendiri, baik ayat-ayat al-Qur’an yang tertulis dalam kitab al-
Qur’an atau yang tersirat dalam alam semesta.
Dalam menghadapi kompleksitas dan pluralitas persoalan kemanusiaan dewasa ini,
maka diperlukan suatu integrasi (kesatuan/tauhid) ilum-ilmu untuk medekati dan
memecahkan persoalan tersebut, suatu pendekatan yang disebut sebagai multi
disciplineapproach, yang bisanya adalah filsafat.
Dan jika dilihat dari adanya kecendrungan makin kompleknya persoalan yang
dihadapi manusia, seperti keterbelakangan dan kemiskinan, yang mana hal itu tidak
mungkin dipecahkan dengan pendekatan tunggal saja. Maka mau tidak mau,
berkerja sama berbagai ilmu itu mutlak diperlukan melalui berbagaio kerja sama
ilmuan yang pada hakekatnya sangat dimungkimkan lahirnya integrasi ilmu, baik
dalam sistem maupun dalam metodologinya, tampa menapikan dan membatalkan
adanya spesialisasi ilmu. Apalagi jika dilihat pada dataran metrafisikanya, karena
dalam pandangan tauhid, pada hakekatnya ilmu-ilmu itu, merupakan penjelmaan
dialegtis dari ayat-ayat tuhan sendiri.

Dan oleh karena itu tidaklah aneh kalau filsafat tersebut mencakup juga lapangan-
lapangan ilmu keislaman lain, dan mempengaeruhi pula pembatasan-
pembatasannya, apalgai penyelelidikan keilmuan pada waktu itu banyak bersifat
ensiklopedis yang serba meliputi. Kita tidak akan mempunyai gambaran yang
lengkap tentang kegiatran filsafat dalam dunia Islam, kalau kita membatasi diri
kepada ahsil karya filosof-filosof islam saja, atau mereka yang terkenal dengan
sebutan ”filosof peripatetik”, akan tetapi harus memperluasnya sehingga mencakup
pembahasan ilmu kalam, tasauf dam usul fiqih serta tarikh tasyrik.

Selanjutnya dalam kajian keilmuan Islam, maka posisi filsafat Islam adalah landasan
adanya integrasi berbagai disiplin dan pendekatan yang makin beragam, karena
dalam bangunan epistemologi Islam mau tidak mau, filsafat Islam dengan metode
rasional transendental dapat menjadi sumbernya. Contoh: Fiqih pada hakekatnya
adalah pemahaman yang pada dasarnya adalah filsafat, yang kemudoan di
kembangkan dalam usul Fiqh. Tampa filsafat fiqih akan kehilangan semangat untuk
perobahan sehingganya fiqih dapat menjadi baku bahkan pintu ijtihad akan tertutup.
Jika ada petentangan antara fiqh dan filsafat, seperti yang pernah terjadi dalam
sejarah pemikiran Islam, maka hal itu lebih disebabkan karena terjadinya kesalah
pahaman dalam memahami risalah kenabian. Jadi filsaft bukanlah anak haram
Islam, tetapi filsafat adalah anak kandung yang sah dari risalah kenabian. Filsafat
Islam adalah basis studi keilmuan Islam, yang mengintegrasikan dan
mengikatkannya, agar tidak terlepas dari cita-cita Islam. Filsafat Islam sebagai
hikmah yang hadir, untuk pencerahan intelektual Islam, untuk keselamatan dan
kedamaian hidup dunia dan akhirat, dan untuk peneguhan hati manusia sebagai
khalifah dan sebagai hamba tuhan.

Daftar literatur :

Drs.H.Abu Ahmadi, Filsafat Islam, CV.Toha putra , semarang, 1982

DR.Musa Asy’arie, Filsafat islam sunah Nabi dalam berpikir, LESFI,Yogyakarta, 1999.

Dr. H. Hamzah Ya’qub, Filsafat Agama: Titik Temu Akal Dengan


Wahyu, (Jakarta, Pedoman ilmu Jaya, 1992), cet. ke-1.

Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, (Semarang, Ramadhani,
1982), cet. ke-2

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam memiliki sifat universal dan komplisit dapat merambah keranah kehidupan
apapun, termasuk dalam ranah pendidikan.

Sejarah telah membuktikan bahwa, kemunculan pendidikan sebagai disiplin ilmu yang
mandiri berasal dari pemikir-pemikir muslim. Melalui metode empirisnya mereka telah
menemukan konsep dan teori pendidikan, sehingga mereka banyak memberikan konstribusi
dengan berbagai disiplin ilmu lain yang berhubungan dengan pendewasaan manusia.

Pengkajian filosofis terhadap pendidikan mutlak diperlukan, karena kajian semacam


ini akan melihat pendidikan dalam suatu realitas yang komprehensif. Kajian tentang
pendidikan akan membantu memberi informasi tentang hakekat manusia sebagai dirinya
sendiri, sebelum kita jauh membahas disini akan membahas terlebih dahulu tentang
pengertian filsafat serta obyek filsafat pendidikan Islam. Mudah-mudahan makalah ini
memenuhi nilai tugas yang diberikan oleh pembimbing serta tak lupa saran dan kritik kami
perlukan untuk menyempurnakan makalah ini.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas maka muncullah rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pengertian filsafat pendidikan Islam.

2. Siapa dan apa sajakah obyek filsafat Pendidikan Islam?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mahasiswa mengetahui pengertian filsafat Pendidikan Islam.

2. Untuk Mengetahui siapa dan apa sajakah obyek filsafat Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Pendekatan dalam Pengajaran Agama di Pondok Pesantren.

Pengertian “sistem” bisa diberikan terhadap suatu perangkat atau mekanisme yang
terdiri dari bagian-bagian dimana satu sama lain saling berhubungan dan saling memperkuat.

Dengan demikian sistem adalah suatu sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

Pengertian lainnya yang umum dipahami dikalangan awam adalah bahwa sistem (lebih
tepat sistem) itu merupakan “cara” untuk mencapai tujuan tertentu dimana dalam
penggunaannya bergantung kepada pelbagai faktor yang erat hubungannya dengan usaha
pencapaian tujuan tersebut. Sistem dalam pengertian ini lebih berdekatan dengan pengertian
“metode”, sedang “metode” mula-mula berasal dari kata “meta” berarti melalui
dan “hodos”berarti jalan. Jadi methode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai satu
tujuan.

Bila kita mempergunakan istilah “sistem pendidikan dan pengajaran pondok pesantren”
maka tak lain yang dimaksud adalah sarana yang berupa perangkat organisasi yang diciptakan
untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang berlangsung dalam pondok pesantren
itu. Sedangkan bila kita mempergunakan istilah “sistem (“susteem” dalam bahasa Belanda)
pendekatan” tentang metode pengajaran agama Islam di Indonesia, maka tak lain
pengertiannya adalah “cara pendekatan dan cara penyampaian ajaran agama Islam di
Indonesia” dimana scopenya yang luas, tidak hanya berbatas pada pondok pesantren, akan
tetapi mencakup lembaga-lembaga pendidikan formal, baik madrasah maupun sekolah umum
dan non formal seperti pondok pesantren.

B. Metode Penyampaian dalam Pengajaran Agama di Pondok Pesantren.


Dalam metode penyampaiannya ada beberapa pondok salafiyah yang masih
menggunakan metode lama atau tradisional menurut kebiasaan-kebiasaan yang lama
dipergunakan dalam institusi itu, metode-metode tersebut antara lain:

1. Sorogan

Yaitu suatu sistem belajar secara individual dimana seorang santri berhadapan dengan
seorang guru, dengan sistem pengajaran secara sorogan ini memungkinkan hubungan Kiai
dengan Santri sangat dekat, sebab Kiai dapat mengenal kemampuan pribadi santri secara satu
persatu.

2. Bandungan

Sistem bandungan ini sering disebut dengan Halaqoh dimana dalam pengajaran, kitab
yang dibaca oleh Kiai hanya satu, sedang para santri membawa kitab yang sama, lalu santri
mendengarkan dan menyimak bacaan Kiai.

3. Weton

Istilah weton berasal dari bahasa jawa yang diartikan berkala atau berwaktu. Pengajian
weton bukan merupakan pengajian rutin harian, tapi dilaksanakan pada saat tertentu misalnya
pada setiap selesai sholat Jum’at dan sebagainya.

Adapun metode yang dapat dipergunakan dilingkungan pondok pesantren antara lain,
seperti tersebut di bawah ini dengan penyesuaian menurut situasi dan kondisi masing-masing:

1. Metode tanya jawab 10. Metode widya wisata

2. Metode diskusi 11. Metode pemberian situasi

3. Metode imlak 12. Metode problem solving

4. Metode mutholaah/riatal 13. Metode pembiasaan

5. Metode proyek 14. Metode dramatisasi

6. Metode dialog 15. Metode reinforcement

7. Metode karya wisata 16. Metode berdasarkan teori -


8. Metode hafalan/verbalisme Connectionisme

9. Metode sosiodrama 17. Metode dengan sistem modul

Macam-macam metode itu menjadi efektif dan tidaknya bagi santri (anak didik) adalah
banyak bergantung kepada pribadi pendidik (guru/pengajar/ pengasuh) itu sendiri.

C. Sistem Pendekatan Metodologis di Pondok Pesantren

Sistem pendekatan metodologis yang perlu mendapatkan perhatian dari para pendidik
juga di pondok pesantren adalah bilamana didasarkan atas disiplin ilmu sosial sekurang-
kurangnya meliputi:

1. Pendekatan Psikologis

Pendekatan ini tekanannya diutamakan pada dorongan yang bersifat persuasif dan
motivatif, yaitu suatu dorongan yang mampu menggerakkan daya kognitif, konatif dan afektif.

2. Pendekatan Sosio-kultur

Pendekatan ini lebih ditekankan pada usaha pengembangan sikap pribadi dan sosial
sesuai dengan tuntutan masyarakat yang berorientasi kepada kebutuhan hidup yang makin maju
dalam berbudaya dan berperadapan.

3. Pendekatan Religik

Yakni suatu pendekatan yang membawa keyakinan (aqidah) dan keimanan dalam
pribadi anak didik yang cenderung kearah komprehensif intensif dan ekstensif (mendalam dan
meluas).

4. Pendekatan Historis

Ditekankan pada usaha pengembangan pengetahuan, sikap dan nilai keagamaan


melalui proses kesejarahan.

5. Pendekatan Komparatif
Pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan suatu gejala sosial keagamaan
dengan hukum agama yang ditetapkan selaras dengan situasi dan zamannya.

6. Pendekatan Filosofis

Yaitu pendekatan yang berdasarkan tinjauan falsafah. Pendekatan demikian cenderung


kepada usaha mencapai kebenaran dengan mamakai akan atau rasio.

D. Prinsip-prinsip Umum dalam Proses Belajar dan Mengajar Agama di Pondok Pesantren

Prinsip-prinsip umum belajar dan motifasi yang perlu ditetapkan dalam pondok
pesantren yaitu:

1. Prinsip Kebermaknaan

Prinsip ini menghendaki bahwa anak didik akan terdorong untuk mempelajari hal-hal
yang bermakna bagi dirinya.

2. Prinsip Prasyarat

Prinsip ini menuntut pendidik untuk menyadari bahwa anak didik akan tergerak untuk
mempelajari hal-hal baru bila ia memiliki semua prasyarat yaitu mengaitkan pengetahuan yang
dimiliki anak didik dengan yang dimiliki oleh pendidik.

3. Prinsip-prinsip Model

Prinsip ini menghendaki agar pendidik memberikan dalam proses belajar


model/contoh yang dapat diamati atau ditiru oleh anak didik. Dengan demikian, ia akan
berusaha memiliki tingkah laku yang baru sebagai yang diterapkan oleh pendidik dalam
model/contoh tersebut.

4. Prinsip Komunikasi Terbuka

Prinsip tersebut menuntut agar pendidik mendorong anak didik lebih banyak
mempelajari sesuatu dengan cara penyajian yang disusun sedemikian rupa sehingga pesan-
pesan pendidik terbuka bagi anak didik.
5. Prinsip Kebaruan

Anak didik akan lebih banyak belajar bilamana minat/perhatiannya tertarik oleh
penyajian-penyajian yang relatif baru.

6. Prinsip Praktek Aktif

Prinsip praktek akrif yaitu anak akan dapat belajar lebih baik bilamana ia diikutsertakan
dalam praktek.

7. Prinsip Praktek Terbuka

Anak didik akan belajar lebih baik dan giat bilamana pelajaran praktek tersebut disusun
dalam periode yang singkat yang didistribusikan dalam jangka waktu tertentu.

8. Prinsip Mengurangi Petunjuk

Seorang anak didik akan lebih baik dalam belajarnya bilamana instruksi (perintah) atau
petunjuk semakin dikurangi dan dihapuskan.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa metode dan sistem
pendidikan pada pondok pesantren itu tidak hanya berkutik pada metode-metode tradisional
saja, akan tetapi pendidikan di pondok pesantren juga telah menggunakan berbagai metode-
metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lembaga pendidikan tersebut, dengan
demikian pendidikan pondok pesantren tidak lagi dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan
yang kuno, bahkan pendidikan yang telah berkembang pada saat ini banyak yang menggunakan
sistem yang digunakan dalam pondok pesantren.

DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH
METODE PENELITIAN FILSAFAT
Tentang:
OBJEK FORMAL DAN MATERIAL FILSAFAT

Disusun Oleh :
Rusma Donal : 510.060

Dosen Pembimbing :
Zulfis M, Hum
Elfi Tajuddin M, Hum

JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
“IMAM BONJOL” PADANG
1434 H / 2013 M
Objek Material dan Objek Formal Filsafat
PEMBAHASAN
A. Definisi Filsafat
Adapun defenisi filsafat menurut para ilmuwan yaitu :
1. Plato (427-347 M) → Filsafat tidak lah lahir dari pengetahuan tentang segala yang ada
2. Aristoteles (384-322 M) → Filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda
3. Al-Kindi (800-870) → Filsafat merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala
yang ada sejauh mungkin bagi m anusia
4. AL-Farabi (872-950) → Filsafat itu adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan
bertujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya
5. Ibnu Sina (980-1037) → hal pertama yang dihadapi seorang filsuf adalah bahw ayang ada
berebeda-beda, terdapat ada yang hanya “mungkin ada”
6. Immanuel Kant (1724-1804) → filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan
yangi dalamnya mencakup empat persoalan, yaitu :
1. Apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)
2. Apakah yang boleh kita kerjakan? (dijawab oleh etika)
3. Sampai dimanakah pengharapan kita? (dijawab oleh agama)
4. Apakah yang dinamakan manusia? (dijawab oleh anthroposlogi)[1]
7. Prof Drs. Hasbullah Bakry, S.H → filsafat ialah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal
manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
8. Prof. Dr. N Driyarkara S. J→ filsafat adalah pikiran manusia yang radikal artinya dengan
mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat-pendapat “yang diterima saja”
mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar dari lain-lain pandangan dan
sikap praktis.
9. Ciceor → Filsafat sebagai seni kehidupan
10. Rene Descartes → filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan, dimana Tuhan,
alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya
11. Francis Bacon → filsafat merupakan induk agung dari ilmu-ilmu dan filsafat menangani
semua pengetahuan sebagai bidangnya
12. John Dewey → filsafat haruslah dipandang sebagai suatu pengungakap mengenai
perjuangan manusia secara terus meners dalam upaya melakukan penyesuaian berbagai
tradisi yang membentuk budi manusia terhadap kecenderungan-kecenderungan ilmiah
dan cita-cita politi yang baru dan tidak sejalan dengan wewenang yang diakui.[2]
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatna pemikiran manusia memiliki peran
yang penting dalam menentukan dan menmukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini
manusia akan berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan. Kearifan merupakan
buah yang dihasilkan filsfar dari usaha mencapai hubungan-hubungan antara berbagai
pengetahuan, dan menentukan implikasinya baik secara yang tersurat maupun yang
tersirat dalam kehidupan.
Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan
berfilsafat. Berpikir yang dikategorikan berfilsafat adalah apabila berpikir tersebut
mengandung 3 ciri, yaitu radikan, sistematis dan universal. Seperti yang dijelaskan oleh
Sidi Gazalba (1973:43) :
Berpikir radikan, sampai ke akar-akarnya, tidak tanggung-tanggung, sampai
pada konsekuensi yang terakhir. Berpikir itu tidak separuh-paruh, tidak berhenti di jalan,
tetapi terus sampai ke ujungnya. Berpikir sistemati adalah berpikir logis yang bergerak
selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dengan urutan yang bertanggung
jawab dan saling hubungan yang teratur. Berpikir universal tidak berpikir khusus, yang
hanya terbatas kepada bagian-bagian tertentu, melainkan mencakup keseluruhan.
Berdasarkan pada tingkat”berfikir” kita terlihat bahwa filsafat merupakan suatu
uapya untuk mampu melakukan kajian secara mendasar sehingga dengan kajian yang
mendasar tersebut dimungkinkan untuk dapat putusan tentang suatu secara bijaksana.
Manusia selalu berpikir akan sesuatu yang sudah menjadi pengetahuannya, yang aman
apengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan bagaimana usaha-usaha untuk
mencapainya. Dengan ini manusia selalu berusaha untuk bertujuan menyelidiki hakekat
yang sebenarnya. Karena filsafat merupakna ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan
yang maan terdapat dalam persoalan-persoalan yang terjadi dalam keseharian kita sebagai
manusia.
Sesuai dengan makna filsafat, berfilsafat adalah berfiki dan sampai kepada
spikulasi. Untuk itu filsafat menghindari oleh fiki dan sadar, yang berarti teliti dan
teratur. Dimna manusia menegaskan pikiranya untuk bekerja sesuai dengan aturan dan
hukum-hukum yang ada, berusaha menyerap semua yang bersala dari alam, baik yang
bersal dari dalam dirinya atau di luarnya
Dapat disimpulkan bahwa berfilsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang
berusaha untuk mencapai kebijakan dan kearifan. Filsafat berusaha menuangkan dan
membuat garis besar dari masalah-masalah dan peristiwa yang pelik dari pengalaman
umat manusia.[3]
B. Objek Filsafat
Subjek filsfat adalah seseroang yang berfikir atau memikirkan hakekat sesuatu
dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Seperti halnya pengetahuan, Maka filsafatpun
(sudut pandangannya) ada beberapa objek yang dikaji oleh filsafat
a. Obyek material yaitu segala sesuatu yang realitas
1. Ada yang harus ada, disebut dengan absoluth/ mutlak yaitu Tuhan Pencipta
2. Ada yang tidak harus ada, disebut dengan yang tidak mutlak, ada yang relatif (nisby),
bersifat tidak kekal yaitu ada yang diciptakan oleh ada yang mutlak (Tuhan Pencipta
alam semesta)

b. Obyek Formal/ Sudut pandangan


Filsafat itu dapat dikatakan bersifat non-pragmentaris, karena filsafat mencari
pengertian realitas secara luas dan mendalam. Sebagai konsekuensi pemikiran ini, maka
seluruh pengalaman-pengalaman manusia dalam semua instansi yaitu etika, estetika,
teknik, ekonomi, sosial, budaya, religius dan lain-lain haruslah dibawa kepada filsafat
dalam pengertian realita.
Menurut Mr. D. C Mulder menulis sebagai berikut :
Tiap-tiap manusia yang mulai berpikir tentang diri sendiri dan tentang tempatnya
dalam dunia, akan mengahdapi beberapa persoalan yang begitu penting sehingga
persoalan-persoalan itu boleh diberi nama persoalan-persolan pokok”.
Louis Kattsoff mengatakan lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya yaitu
meliputisegala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahui
manusia.
Dr. A. C Ewing mengatakan bahwa kebenaran, materi, budi, hubungan materi dan
budi, ruang dan waktu, sebab, kemerdekaan, monisme lawan fluarlisme dan tuhan adalah
termasuk pertanyaan-pertanyaan poko filsafat

Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Kumpulan pengetahuan untuk dapat disebut


ilmu harus memiliki syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksudkan adalah objek
material dan objek formal.
Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran, sesuatu hal
yang dipelajari. Objek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkrit (misalnya:
manusia, tumbuhan, batu) atau pun hal-hal yang abstrak (misalnya: ide-ide, nilai-nilai,
kerohanian). Objek formal adalah cara memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh
seorang peneliti terhadap objek materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya.
Maka dapat disimpulkan bahwa para ilmuwan yang ahli dibidang disiplin ilmu tertentu,
mengarahkan perhatiannya pada salah satu aspek dari objek materialnya. Persoalan-
persoalan umum yang ditemukan dalam bidang ilmu khusus itu antara lain sebagai
berikut.
 Sejauh mana batas-batas (ruang lingkup) yang menjadi wewenang masing-masing ilmu
khusus itu? Dari mana ilmu khusus itu mulai dan sampai mana harus berhenti? Ilmu
ekonomi pertanian termasuk wewenang fakultas ekonomi ataukah fakultas pertanian?
 Dimanakah sesungguhnya tempat ilmu-ilmu khusus dalam realitas yang melingkupinya?
 Metode-metode yang dipakai ilmu-ilmu tersebut berlakunya sampai dimana? Misalnya,
metode yang dipakai ilmu sosial berbeda dengan yang dipakai ilmu kealaman maupun
humaniora.
 Apakah persoalan kausalitas (hubungan sebab-akibat) yang berlaku dalam ilmu kealaman
juga berlaku pula bagi ilmu-ilmu sosial maupun humaniora? Misalnya setiap logam kalau
dipanaskan pasti memuai. Gejala ini berlaku bagi semua logam. Panas merupakan faktor
penyebab gejala memuai. Akan tetapi sulit untuk memastikan bahwa setiap
kebijaksanaan pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri akan menimbulkan gejala
kenaikan harga barang. Karena bisa saja kenaikan harga barang itu disebabkan oleh
faktor lain misalnya adanya inflansi, banyaknya permintaan konsumen, langkanya
barang-barang tertentu yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kenaikan gaji pegawai
negeri barangkali hanyalah salah satu dari beberapa sebab.
Filsafat mengatasi setiap ilmu, baik dalam hal metode maupun ruang lingkupnya.
Objek formal filsafat terarah pada unsur-unsur keumuman yang secara pasti ada pada
ilmu-ilmu khusus. Dengan tinjauan yang terarah pada unsur-unsur keumuman itu, maka
filsafat berusaha mencari hubungan-hubungan di antara bidang-bidang ilmu yang
bersangkutan.
Permasalahan filsafat mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai makna,
kebenaran, dan hubungan logis di antara ide-ide dasar yang tidak dapat dipecahkan
oleh ilmu pengetahuan empiris. Ide dasar mencakup pelbagai keyakinan dan teori
yang kita pegang dengan sadar, pelbagai konsekuensi dan asumsi keyakinan yang
dipercayai begitu saja serta berbagai konsep yang berdiri sendiri. Sifatnya umum
(general) dan pervasive (luas).
Makna didapat ketika kegiatan memberikan arti pada sesuatu yang
dilakukan. Ketika orang mulai bertanya tentang hal-hal yang umum, dan kemudian
mulai mendapatkan jawaban yang bermakna dari kegiatan itu, ia telah mencoba
menemukan makna. Permasalahan filsafat dimulai dengan bagaimana manusia
mendapatkan sesuatu yang bermakna dari tindakannya dalam rangka menafsirkan
dunia yang menghidupinya, tentang arti suatu simbol, dan tentang bagaimana
member arti pada diri.
Permasalahan lainnya yang sangat penting bagi filsafat adalah masalah
kebenaran. Mengapa demikian? Pertama, kebenaran merupakan suatu hal yang
banyak dicari, dengan tingkat keberhasilannya masing-masing di kalangan
pencarinya. Kedua, tingkat pencarian kebenaran yang menghasilkan klaim-klaim
kebenaran dan klaim-klaim validitas sering menimbulkan konflik antara manusia
yang memiliki “kebenaran” yang berbeda.
Permasalahan lain adalah hubungan logis antara satu hal dan hal lainnya,
yang dalam hal ini ada tiga jenis hubungan logis:
 dua keyakinan yang tidak selaras sehingga keyakinan tersebut tidak bisa sama-sama
benar.
 sebuah keyakinan mengandaikan keyakinan yang lain sehingga keyakinan pertama
harus benar agar keyakinan yang kedua benar.
 sebuah keyakinan memiliki suatu konsekuensi logis sehingga keyakinan itu
menghasilkan konsekuensi benar atau salah.
Sementara itu, sebagai sebuah bidang studi, filsafat memiliki objek kajian.
Ada beberapa jenis objek kajian filsafat, antara lain sebagai berikut:
1. Objek Material, yaitu lapangan atau bahan penyelidikan suatu ilmu. Objek
material filsafat adalah ADA dan yang mungkin ADA
2. Objek formal, yaitu sudut tertentu yang menentukan ciri suatu ilmu. Objek formal
filsafat adalah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya.

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan
“Shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalan, dan sophia artinya kearifan atau
kebijakan. Jadi arti filsafat secara hrfiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadapat
kearifan atau kebijakan. Filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu)
dan dapat juga disebut pandangan hidup (masyarakat). Berfilsafat merupakan salah satu
kegiatan/ pemikiran manusia memiliki peran yang penting dalam menentukan dan
menemukan eksistensinya. Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat
dikategorikan berfilsafat. Berpikir yang dikategorikan berfilsafat adalah apabila berpikir
tersebut mengandung tiga ciri yaitu radikan, sistematis dan universal. Untuk ini filsafat
menghendakilah pikir yang sadar, yang berarti teliti dan teratur. Berarti bahwa manusia
menugaskan pikirnya untuk bekerja sesuai dengan aturan dan hukum-hukum yang ada,
berusaha menyerap semua yang bersal dari alam, baik yang berasal dari dalam dirinya
atau diluarnya.
Berfikir merupakan subjek dari filsafat akan tetapi tidak semua berfikir berarti
berfilsafat. Subjek filsafat adalah seseorang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu
dengan sungguh dan mendalam. Objek filsafat, objek itu dapat berwujud suatu barang
atau dapat juga subjek itu sendiri contohnya si aku berfikir tentang diriku sendiri maka
objeknya adalah subjek itu sendiri. Objek filsafat dapat dibedakan atas 2 hal :
 Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada dan ada yang tidak
harus ada
 Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh karena mengasas, maka
filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan tidak kebenaran

DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.vancebatosai.blogspot.com/ _.htm
2. http//:objek filsafat, google, Posted 02 Jun 2011 05:28 PM
3. Ihsan fuad. 2010.filsafat ilmu. Jakarta:Rineka Cipta.

[1] http://www.vancebatosai.blogspot.com/ _.htm


[2] http//:objek filsafat, google, Posted 02 Jun 2011 05:28 PM
[3] Ihsan fuad. 2010.filsafat ilmu. Jakarta:Rineka Cipta.

Makalah Filsafat Pendidikan Islam _ Pendekatan Dalam kajian Filsafat Islam


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Cara berfikir secara filsafat adalah berfkir secara mendalam, kritis, dan radikal dalam rangka
menemukan kebenaran terhadap objek-objek yang sedang dikaji. Demikian juga halnya dengan
filsafat pendidikan islam yang mencoba untuk memecahkan sekaligus memberikan jawaban-
jawaban dalam berbagai masalah pendidikan,terutama pendidikan islam.

Berbicara tentang filsafat, kita harus tahu terlebih dahulu apa arti filsafat itu sendiri. Kata
filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani: philoshophia yang banyak diperoleh
pengertian-pengertian, baik secara harfiah atau etimologi. Terdiri dari kata philos yang berarti
cinta, gemar, suka dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan. F
ilsafat menurut arti katanya dapat diartikan sebagai cinta, cinta kepada ilmu pengetahuan atau
kebenaran, suka kepada hikmah juga kebijaksanaan.

Didalam filsafat pendidikan, akan kita jumpai berbagai macam hal baru yang tentunya akan
menambah wawasan keilmuan kita. Dan didalam makalah yang singkat ini akan diterangkan
mengenai pengertian filsafat, objek kajian filsafat, serta pendekatan pendekatan studi dalam
filsafat pendidikan islam.

Dan salah satunya adalah mengenai pendekatan dalam kajian filsafat pendidikan Islam yang
harus kita ketahui untuk bisa mengaplikasikannya. Dari itu kami menyusun makalah yang amat
sederhana ini dengan harapan bisa menjadi bahan untuk kita diskusikan dan tentunya
diamalakan untuk diaplikasikan pada dunia pendidikan khususnya.

Selain itu juga mudah-mudahan dengan disusunnya makalah ini kita bisa mengambil
manfaatnya untuk menjadi bahan yang bisa dijadikan referensi untuk pengamalan ilmu kepada
yang lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang dikemukakan dalam makalah ini adalah berkaitan dengan
Pendekatan dalam Kajian dalam Kajian Filsafat Pendidikan Islam. Supaya untuk mempermudah
pemahaman kita terhadap isi makalah ini, maka disusunlah rumusan masalah dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut :

1. Apa pengertian filsafat pendidikan Islam itu?

2. Bagaimana analisi filsafat tentang masalah pendidikan?

3. Bagaimana objek kajian filsafat itu?

4. Bagaimana pendekatan-pendekatan dalam kajian filsafat pendidikan Islam?

C. TUJUAN
Secara umum tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Folsafat Pendidikan Islam dan tentunya secara khusus penyusunan makalah ini agar kita
mengetahui apa yang menjadi rumusan masalah di atas, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pengertian filsafat pendidikan Islam.

2. Analisi filsafat tentang masalah pendidikan.

3. Objek kajian filsafat Islam.

4. Pendekatan-pendekatan dalam kajian filsafat pendidikan Islam.

D. MANFAAT

Manfaat dari makalah ini adalah menambah wawasan ilmu pengetahuan


kita yang berkaitan dengan pendekaan dalam kajian filsafat pendidikan Islam
dan ini merupakan bagian dari Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam. Dengan
pembahasan ini juga, diaharapkan kita selaku mahasiswa bisa mengetahui pola-
pola pendekatan dalam dalam kajian filsafat pendidikan Islam yang merupakan
bagian bagian dari dunia pendidikan yang seyogyanya harus kita tingkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) orang-orang disekitar kita.
Selain itu juga mudah-mudahan makalah ini menjadi tolak ukur kedepannya
dalam menyampaiakn sebuah proses pendekatan yang sudah diperbaharui, dan
menjadi bahan diskusi untuk kita semua serta mudah-mudahan bermanfaat
untuk pembaharuan ilmu pengetahuan kita kedepannya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

Filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang
pendidikan. Filsafat itu mencerminkan suatu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan
menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang
menjadi dasar falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis

Sedangkan menurut Hamdani Ihsan, yang dinamakan dengan filsafat pendidikan Islam
adalah studi tentang pandangan filosofis dari sistem dan aliran filsafat dalam Islam terhadap
masalah-masalah kependidikan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan manusia Muslim dan Umat Islam.

Dari defenisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Fisafat pendidikan Islam adalah
suatu usaha yang dilakukan dengan mencurahkan pemikiran dengan semaksimal mungkin dalam
rangka memperhatikan masalah pendidikan sekaligus menyelesaikan problem-problem dalam
pendidikan itu sendiri berdasarkan islam.

Dengan demikian, jelaslah filsafat pendidikan Islam itu adalah filsafat yang memikirkan masalah
pendidikan Islam. Oleh karena itu ada kaitan langsung dengan pendidikan, filsafat dapat juga
kita artikan sebagai teori dengan segala tingkat.

Telah sama-sama kita ketahui berfikir filsafat adalah berfikir yang radikal, menyeluruh serta
mendalam terhadap suatu objek. Maka apabila kita memikirkan pendidikan secara filsafat
haruslah berfikir secara menyeluruh apa esensi dari pendidikan itu sendiri.

Apakah pendidikan tersebut hanya sebatas transfer pengetahuan dari pendidik ke anak
didiknya? Tentu saja tidak, pendidikan sangatlah luas cakupannya. Karena begitu luasnya
cakupan dari pendidikan tersebut, maka kita harus mencurahkan pemikiran dengan sungguh-
sungguh dan mendalam tentang apa hakikat dari pendidikan itu sendiri.

Menurut Ahmad D Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.

Masih menurut Marimba, dalam pendidikan terdapat unsur-unsur sebagai berikut :

1. Usaha (kegiatan) dimana usaha itu bersifat bimbingan (pimpinan atau pertolongan) dan
dilakukan secara sadar.

2. Ada pendidik, pembimbing, atau penolong.


3. Ada yang dididik, atau siterdidik (peserta didik).

4. Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan.

5. Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan.

Apa bila kita perhatikan pengertian yang luas dari pendidikan dapat kita simpulkan
bahwasannya pendidikan adalah seluruh proses hidup dimana kehidupan manusia itu adalah
proses pendidikan. Segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan pembelajaran dan
memberikan pengaruh pendidikan beginya.

Untuk menjadikan proses yang baik tentu saja memerlukan suatu pemikiran yang tepat dan
akurat. Tanpa adanya suatu pemikiran yang berkualitas maka kita tidak akan dapat menciptakan
proses yang baik dalam pendidikan itu sendiri. Disinlah peran penting filsafat dalam
menciptakan suatu proses pendidikan yang dapat memberikan warna yang baru dalam
pendidikan islam itu sendiri.

B. ANALISIS FILSAFAT TENTANG MASALAH PENDIDIKAN

Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses
pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan
manusia, bahkan pada hakikatnya keduanya adalah proses yang satu. Dengan pengertian
pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai ruang lingkup yang
luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.

Sebagai contoh, berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kependidikan yang
memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya, antaralain :

1. Masalah pendidikan pertama yang mendasar adalah tentang apakah hakikat pendidikan.
Mengapa harus ada pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia.

2. Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia?

3. Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu?

4. Siapakah hakikatnya yang bertanggung jawab terhadap pendidikan itu, dan sampai mana
tanggung jawab tersebut. Bagaimana hubungan tanggung jawab antara keluarga , masyarakat,
dan sekolah tehadap pendidikan dan bagaimana tanggung jawab pendidikan tersebut setelah
manusia dewasa.

5. Apakah hakikat pribadi manusia itu. Manakah yang lebih utama untuk dididik; akal, perasaan,
atau kemauannya, pendidikan jasmani atau rohani, pendidikan skill ataukah intelektualnya,
ataukah kesemuanya itu.
C. OBYEK KAJIAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan tentang


pendidikan terutama pendidikan Islam, maka perlu diikuti pola dan pemikiran kefilsafatan pada
umumnya. Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:

a. Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya bersifat logis dan
rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara
sistematis artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.

b. Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut persoalan
yang mendasar sampai keakar-akarnya.

c. Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang dipikirkan


mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat
kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada masa sekarang
maupun masa mendatang.

d. Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-pemikiran yang
tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu
alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai obyektif oleh
permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.

Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang
menyangkut bidang-bidang sebagai berikut:

1. Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta,
ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, serta proses
kejadian kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.

2. Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan kearah
mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan menentukan suatu kekuatan yang
menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat (monisme) ataukah dua zat
(dualisme) atau banyak zat (pluralisme). Dan apakah kekuatan penciptaan alam semesta ini
bersifat kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.

Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup
yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga
obyek pemikiran filsafat pendidikan.

Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi:

a. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education).

b. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man).
c. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.

d. Merumuskan hubungan antara filsafat-filsafat pendidikan dan teori pendidikan.

e. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik
pendidikan (sistem pendidikan).

f. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.

Dengan demikian dari uraian tersebut diproleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi
obyek filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk
mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan bagaimana
pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-
citakan.

Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwasannya filsafat memberikan warna dan corak
terhadap pendidikan sekaligus sebagai alat dalam memecahkan masalah, problem pendidikan
dan menyusun teori-teori pendidikan.

Selain itu filsafat pendidikan memberikan arah agar teori pendidikan yang dikembangkan
mempunyai relevansi dengan kehidupan yang nyata, dengan kata lain mengarahkan teori-teori
dan pandangan fiksafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam
praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang
dalam masyarakat.

D. PENDEKATAN-PENDEKATAN KAJIAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Dalam melakukan studi tentang Falsafah Pendidikan Islam dituntut penguasaan ilmu
pengetahuan yang melengkapi dan tentunya dapat menjadi sumber potensi rujukan pemikiran
pemikir bidang tersebut, yang meliputi sekurang-kurangnya sebagai berikut:

a. Ilmu agama islam yang luas dan mendalam.

b. Ilmu pengetahuan tentang kebudayaan islam yang umum serta sejarahnya, Filsafat islam yang
umum serta ilmu-ilmu cabang kefilsafatan yang kontemporer pada saat ini.

c. Ilmu tentang manusia, seperti psikologi dalam segala cabangnya yang relevan dengan
pendidikan, serta mengenai perkembangan hidup manusia.

d. Sciense dan teknologi yang terutama berkaitan dengan pengembangan hidup orang banyak
yang berpengaruh terhadap pengembangan pendidikan, misalnya teknologi pendidikan.

e. Ilmu tentang metode pendidikan dan riset pendidikan.

f. Pengalaman tentang teknik-teknik operasional kependidikan dalam masyarakat.

g. Ilmu pengetahuan tentang kemasyarakatan, terutama sosialogi pendidikan.


h. Ilmu tentang kemanusiaan lainnya, seperti antropologi budaya, ekologi, dan sebagainya.

i. Ilmu tentang teori kependidikan atau pedagogis.

Dengan menguasai disiplin ilmu di atas maka seorang pemikir dalam bidang pendidikan
dapat merumuskan dan juga mengarahkan pendidikan tersebut kesuatu tujuan penciptaan
manusia dimuka bumi ini yaitu sebagai hamba Allah dan juga sebagai Khalifah fi Al_ardhi.

Selanjutnya menurut Harry Schofield sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Bernadib
dalam bukunya filsafat pendidikan, menekankan bahwa ada dua pendekatan dalam studi filsafat
pendidikan islam yaitu:

1. Pendekatan Filsafat Historis

Dengan pendekatan filsafat historis yaitu dengan cara melakukan deteksi dari pertanyaan-
pertanyaan filosofis yang diajukan, mana-mana yang telah mendapat jawaban dari para ahli
sepanjang sejarah. Dalam sejarahnya filsafat telah berkembang dalam bentuk sistematika, jenis-
jenis dan aliran-aliran filsafat yang tertentu. Oleh karena itu, kalau diajukan pertanyaan-
pertanyaan tentang berbagai macam masalah filosofis dalam bidang pendidikan, jawabannya
melekat pada masing-masing system, jenis dan aliran-aliran filsafat tersebut. Dari sekian
jawaban tersebut, kemudian dipilih jawaban mana yang sesuai dan dibutuhkan.

Dengan kita menganalisa sejarah perkembangan filsafat, khususnya filsafat


pendidikan Islam maka kita akan melihat pemikiran-pemikiran filosof sebelumnya, yang mana
kita ketahui banyak aliran-aliran yang timbul pada lapangan filsafat ini. Berbedanya pemikiran-
pemikiran dari kalangan tokoh filsafat ini, lebih disebabkan oleh pandangan dan pijakan mereka
terhadap pendidikan itu sendiri. Maka dengan menganalisa pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh
filsafat kita dapat mengambil suata pelajaran ataupun suatu kesimpulan corak pendidikan mana
yang sesuai dengan pendidikan kita pada masa sekarang ini.

2. Pendekatan dengan Menggunakan Filsafat Kritis

Adapun yang dimaksud dengan cara pendekatan filsafat kritis, dimaksudkan dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis dan diusahakan jawabannya secara filosofis pula,
dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan filosofis.

Schofield mengemukakan ada dua cara analisa pokok dalam pendekatan filsafat kritis yaitu:

a. Analisa Bahasa Linguistik.


Analisa Bahasa adalah suatu usaha mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat-
pendapat mengenai makna yang dimilikinya.Atau dengan kata lain analisa bahasa digunakan
untuk mengetahui arti yang sesungguhnya dari sesuatu.

Tanpa adanya analisa linguistic atau bahasa akan sulitlah bagi kita untuk mencerna maksud
dan tujuan dari teori-teori ataupun pemikiran-pemikiran filosuf sebelum kita.engan kejahilan
kita terhadap pemikiran-pemikiran filosuf tersebut bagi kita maka akan sulit juga bagi kita untuk
mencari dan mnerapkan teori-teori mereka dalam pendidikan kita

b. Analisa konsep

Analisa konsep adalah suatu analisa mengenai istilah-istilah yang mewakili gagasan atau
konsep.

Dari kedua pendekatan tersebut diharapkan kepada kita dapat mempelajari filsafat
pendidikan dengan baik dan dapat pula kita menganalisis pemikiran-pemikiran filsafat terutama
filsafat pendidikan Islam, yang diharapkan dapat menjadi landasan bagi kita dalam rangka
memajukan pendidikan yang ada pada masa sekarang ini.

Adapun metode atau pendekatan atau yang dipakai Filsafat Pendidikan Islam dalam
memecahkan persoalan-persoalan pendidikan adalah:

- Metode spekulatif dan kontemplatif yang merupakan metode utama dalam setiap cabang
filsafat.Kontemplatif atau tafakur adalah berfikir secara mendalam dalam situasi yang tenang
dan sunyi untuk mendapatkan kebenaran tentang hakikat sesuatu yang dipikirkan.

- Pendekatan normative.Norma artinya nilai,juga berarti aturan atau hukum-hukum.Norma


menunjukkan keteraturan suatu system.Nilai juga menunjukkan baik buruk,berguna tidak
bergunanya sesuatu.Norma juga akan menunjukkan arah gerak sesuatu aktivitas.

- Pendekatan ilmiah terhadap masalah actual,yang pada hakikatnya merupakan pengembangan


dan penyempurnaan dari pola berfikir rasional,empiris dan eksprimental yang telah berkembang
pada masa jayanya filsafat Islam.

- Pendekatan yang bersifat komprehensip dan terpadu,antara sumber-sumber naqli,akli,dan


imani.

Demikian beberapa pendekatan filosofis yang mungkin digunakan dalam memecahkan


problematika pendidikan dikalangan umat islam. Adapun pendekatan mana yang kiranya efektif
dan efisien tentunya tergantung pada sifat,bentuk dan ciri khusus problema yang dihadapi.Yang
jelas bahwa masalah pendidikan adalah masalah manusia yang menurut ajaran islam adalah
merupakan khalifah Allah yang memilki potensi-potensi manusiawi,maka pendekatan filsafat
pendidikan islam,haruslah pendekatan yang melibatkan seluruh aspek dan potensi manusia.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berfikir secara filsafat adalah berfkir secara mendalam, kritis, dan radikal dalam rangka
menemukan kebenaran terhadap objek-objek yang sedang dikaji.
Demikian juga halnya dengan filsafat pendidikan islam yang mencoba untuk memecahkan
sekaligus memberikan jawaban-jawaban dalam berbagai masalah pendidikan,terutama
pendidikan islam.

Filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam
bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan suatu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum
dan menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang
menjadi dasar falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis.

Dengan mempelajari fiksafat pendidikan Islam diharapkan kepada kita dapat menentukan
dasar-dasar dan prinsip-prinsip dalam pendidikan tersebut dan memberikan warna yang baik
dalam pendidikan Islam.

Ada dua pendekatan dalam studi filsafat pendidikan Islam. Pertama, pendekatan filsafat
historis. Dengan pendekatan ini kita akan mengetahui perkembangan pemikiran filsafat dalam
bidang pendidikan, sekaligus mengetahui konsep-konsep pendidikan dari berbagai aliran dalam
filsafat. Kedua, pendekatan dengan filsafat kritis dimaksudkan dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan filosofis dan diusahakan jawabannya secara filosofis pula, dengan
menggunakan berbagai metode dan pendekatan filosofis.

B. SARAN

Demikian makalah ini kami susun dengan segala kemampuan dan keterbatasan kami. Maka
dari itu, kritik dan saran selalu kami tunggu demi perbaikan. Dan semoga makalah ini mudah
difahami dan bermanfaat di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Muzayyin, Arifin. Filsafat pendidikan Islam. Bumi Aksara, Jakarta, 2009

Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2008

Ahmad, D. Marimba. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif Bandung

1962

Hamdani, Ikhsan. Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Setia Bandung, 2007

Uyoh, Sadullah. Pengantar Filsafat Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2007

Saifullah, Ali. Antara Filsafat Dan Pendidikan, Surabaya, 1997

FILSAFAT PENDIDIKAN
 PENDAHULUAN

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi
fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi
dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal.
Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, organis, harmonis,
dan dinamis. Guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang
digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.

Bidang ilmu pendidikan dengan berbagai cabang-cabangnya merupakan landasan ilmiah bagi
pelaksanaan pendidikan, yang terus berkembang secara dinamis. Sedangkan filsafat pendidikan
sesuai dengan peranannya, merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan
dan pelaksanaan pendidikan. Kedua bidang diatas harus menjadi pengetahuan dasar (basic
knowledge) bagi setiap pelaksana pendidikan, apakah ia guru ataukah sarjana pendidikan.
Membekali mereka dengan pengetahuan dimaksud diatas berarti memberikan dasar yang kuat
bagi sosialnya profesi mereka. Dengan demikian seorang guru dan sarjana pendidikan
seyogyanya mengapproach masalah pendidikan dengan masalah dengan masalah approach
yang komprehensif dan integral : dan bukan dengan approach yang elementer, bahkan tidak
dengan approach ilmiah semata-mata. Untuk maksud ini perlu dipahami arti dan fungsi filsafat
pendidikan di samping ilmu pendidikan (dan cabang-cabangnya).

 PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Pendidikan

Kata filsafat berasal dari bahasa yunani kuno, philos artinya cinta dan shopia artinya kearifan
atau kebijakan. Filsafat berarti cinta yang mendalam terhadap kearifan atau kebijakan. Dan
dapat pula diartikan sebagai sikap atau pandangan seseorang yang memikirkan segala
sesuatunya secara mendalam dan melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan. Menurut Harold titus, dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai sains yang
berkaitan dengan metodologi, dan dalam arti luas filsafat mencoba mengintegrasikan
pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif
tentang alam semesta, hidup, dan makna hidup.

Secara istilah, filsafat mengandung banyak pengertian sesuai sudut pandang para ahli
bersangkutan, diantaranya :

1. Muhammad Noor Syam (1986) merumuskan pengertian filsafat dari dua sisi. Pertama, filsafat
sebagai aktivitas berfikir murni, atau kegiatan akal manusia dalam usaha mengerti secara
mendalam mengenai segala sesuatu. Pengertian filsafat disini ialah berfilsafat. Kedua, filsafat
sebagai produk kegiatan berfikir murni. Jadi merupakan suatu wujud ilmu sebagai hasil
pemikiran dan penyelidikan berfilsafat, sehingga merupakan suatu bentuk perbendaharaan yang
terorganisasi, memiliki sistematika tertentu filsafat juga diartikan satu bentuk ajaran tentang
sesuatu atau tentang segala sesuatu sebagai satu ideology.

2. Menurut Hasbullah Bakry (dalam prasetya, 1997) filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala
sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal
manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu.

Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep
dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap
seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin
melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.

Kata pendidikan berasal dari kata didik. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Para ahli mengemukakan
definisi pendidikan adalah sebagai berikut :

McLeod : “pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh


pengetahuan.”

Tardif : “pendidikan adalah seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan


prilaku-prilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan.”
Poerbakawatja dan Harahap : “pendidikan ialah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk
dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu
menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.”

Henderson : “pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan sebagai


hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang
hayat sejak manusia lahir.”

Pendidikan adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar
menjadi manusia mandiri dan bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun , orang lain,
hewan, dan sebagainya. Ikhtiar mendewasakan mengandung makna yang sangat luas, yaitu
transfer pengetahuan dan keterampilan, bimbingan dan arah penguasaan pengetahuan,
keterampilan, dan pembinaan kepribadian, sikap moral dan sebagainya.

Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang
menjadi filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses
pendidikan . artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-
maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman
kemanusiaan merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan.

Dengan demikian, filsafat pendidikan itu adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah
kependidikan. Oleh karena ada kaitan dengan pendidikan, filsafat diartikan sebagai teori
pendidikan dengan segala tingkat.

Peranan filsafat pendidikan merupakan sumber pendorong adanya pendidikan. Dalam bentunya
yang terperinci kemudian filsafat pendidikan menjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan.

B. Objek Kajian Filsafat Pendidikan

Kajian dalam bidang filsafat pendidikan mencakup berbagai aspek yang juga menjadi
karakteristik kajian filsafat pada umumnyayang meliputi semua realitas yang wujud maupun
yang mumkin al-wujud. Hanya saja, dalam konteks filsafat pendidikan lebih menekankan pada
upaya perenungan yang utuh dan terpadu dapat ditemukan kebenaran-kebenaran dan
kebijakan-kebijakan yang berguna bagi kemajuan dunia kependidikan itu sendiri. Realitas
kependidikan terkait dengan upaya-upaya sistematis dan terprogram untuk menjadikan subjek-
subjek didiknya menjadi manusia idaman sebagaimana yang diinginkan. Spirit pendidikan di sini
berada pada aktivitas pembelajaran. Kondisi ini meniscayakan filsafat pendidikan pun tentu juga
akan mengonsentrasikan dirinya untuk menganalisis berbagai kemungkinan langkah yang dapat
ditempuh oleh semua subjek yang terkait agar segala yang diupayakannya benar-benar efektif
dan efisien untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang diinginkan.

Berdasarkan itu semua, maka realitas-ralitas kependidikan yang menjadi objek kajian filsafat
pendidikan antara lain menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan :
1. Hakikat manusia ideal sebagai acuan pokok bagi pengembangan dan penyempurnaan

2. Pendidikan dan nilai-nilai yang dianut sebagai suatu landasan berpikir dan berbuat dalam
tatanan hidup suatu masyarakat

3. Hakikat tujuan kependidikan sebagai arah bangunpengembangan pola dunia kependidikan

4. Hakikat pendidik dan anak didik sebagai subjek-subjek yang terlihat langsung dalam
pelaksanaan proses edukasi.

5. Hakikat pengetahuan dan nilai sebagai aspek penting yang dikembangkan dalam aktivitas
pendidikan

C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan

Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut
bidang-bidang sebagai berikut :

1. Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta,
ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, serta proses
kejadian-kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata.

2. Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan kearah
mana proses kejadiannya.

Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup
yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga
obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat
pendidikan meliputi :

a. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature Of Education).

b. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man).

c. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.

d. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.

e. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (Ideology), filsafat pendidikan dan politik
pendidikan (sistem pendidikan).

f. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.

Dengan demikian dari uraian tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek
filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti
dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana
pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-
citakan.

Tujuan Filsafat Pendidikan

1. Memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses pelaksanaan pendidikan

2. Membantu memperjelas tujuan-tujuan pendidikan

3. Melaksanakan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan tersebut

4. Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan.

D. Metafisika, Epistemologi, dan Aksiologi

1. Metafisika

Istilah metafisika sering digunakan dalam bahasa filsafat. Bahkan seolah-olah istilah filsafat itu
diidentikkan dengan metafisika. Sebenarnya metafisika bukanlah disiplin fisafat secara utuh,
tetapi lebih untuk menamai suatu bagian kegiatan filsafat dari keseluruhan bagian-bagian
disiplinnya.

Metafisika merupakan cabang kajian filsafat yang mengkaji persoalan yang berkenan dengan
hakikat realitas. Konsentrasi filsafat di sini lebih diarahkan untuk menelaah secara mendalam
dan menyeluruh tentang hakikat yang ada dan yang dianggap ada. Jika fisika membicarakan
segala sesuatu yang dapat disentuh oleh pancaindera yang kebenarannya ditentukan oleh unsur
pengamatan di mana pengukuran dan pengujiannya secara empiris, maka metafisika
membincangkan sesuatu yang tidak terjangkau olehnya.

Istilah metafisika ini dipakai untuk mengungkapkan masalah-masalah teoritis-intelektual filsafat


dalam maknanya yang umum. Identitasnya menyangkut pandangan tentang realitas yang
melampaui dunia riil. Oleh karena itu, yang termasuk bidang ini adalah kajian-kajian yang
menyangkut persoalan kosmologis seperti pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dunia,
proses, dan perkembangan alam semesta ; pembicaraan seputar ketuhanan, seperti apakah
Tuhan itu ada, kekuasaan dan keadilan Tuhan, bagaimana proses pikir tentang adanya Tuhan,
dan sebagainya.

Jadi, jika orang bertanya tentang metafisika ini, maka jawabannya tentu akan mengarah pada
bentuk pengetahuan yang akan memberikan pemahaman akan perbedaan-perbedaan antara
yang riil dan ilusi ; antara pengetahuan tentang yang esensi dan yang substansi dan empiris
sebagaimana apa adanya. Pembicaraan metafisika selalu bermuara pada penemuan hal yang
esensi yang berada di balik dunia riil. Capaian filsafat metafisika adalah bagaimana melihat
sesuatu realitas secara paripurna.

2. Epistemologi
Dalam bidang epistemologi, konsentrasi filsafat tertuju pada pembicaraan problem
pengetahuan dan persoalan yang berkenan dengan hakikat dan struktur pengetahuan. Secara
akademis, epistemologi merupakan kajian yang berkaitan tentang persoalan dasar ilmu
pengetahuan yang meliputi : hakikat ilmu, jenis ilmu pengetahuan yang mungkin dapat diraih
manusia, sumber ilmu pengetahuan, dan batas-batas ilmu pengetahuan manusia.

Kajian epistemologi diperlukan terutama untuk membuat jaminan-jaminan suatu keputusan itu
dapat dikatakan benar. Kebenaran diambil atas dasar pandangan atau pendapat ahli sajatidak
dapat menjamin seseorang untuk merasa puas akan temuannya. Kondisi ini meniscayakan
seseorang ingin melanjutkannya dengan mencari sesuatu yang tidak menjadikannya ragu dan
bimbang atas apa yang diketahuinya. Hal ini mengingat pengetahuan manusia tidak terlepas dari
ekspresi cara beradanya di dunia yang dalam banyak variannya terkait dengan konsep-konsep
dan keyakinan-keyakinanyang telah terbangun dan terstruktur dalam dirinya.

3. Aksiologi

Dalam bidang aksiologi, pemikiran fisafat diarahkan pada persoalan nilai, baik dalam konteks
estetika, moral maupun agama. Persoalan nilai ini sesungguhnya adalah muara bagi keseluruhan
aktivitas berfikir filsafat itu sendiri. Pendeknya, ujung dari keseluruhan aktivitas filsafat dalam
bidang metafisika maupun epistemologi ialah terwujudnya tingkah laku dan perbuatan-
perbuatan manusia yang mengandung nilai. Kearifan sebagai lambang orientasi kegiatan filsafat
tidak akan terwujud jika aktivitas filsafat hanya bergerak dalam dua bidang kajiannya saja dan
menegasikan wilayah aksiologi.

Dari keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jika fokus telaahan filsafat diarahkan
untuk mencari pemecahan terhadap masalah hakikat dan kebenaran dalam suatu realitas yang
ada, maka kajiannya termasuk dalam filsafat metafisik. Jika seseorang berupaya memberikan
jawaban atas persoalan-persoalan pengetahuan, baik hakikat, kriteria, validitas, sumber-
sumber, prosedur maupun klasifikasi dan jenis-jenis ilmu, maka dalam hal ini telaah filsafat
berada dalam wilayah kajian epistemologi.

 KESIMPULAN

filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadi filsafat tersebut sebagai jalan
untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan . artinya, bahwa filsafat
pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk
mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang
integral atau satu kesatuan.

Ruang lingkup filsafat pendidikan Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran
filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam
semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro
(khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan.
 ANALISIS MASALAH

Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses
pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan
manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. Pengertian yang luas dari
pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Lodge, yaitu bahwa: “life is education, and
education is life”, akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah
proses pendidikan segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan
pengaruh pendidikan baginya. Dalam artinya yang sepit, pendidikan hanya mempunyai fungsi
yang terbatas, yaitu memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang
sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam
situasi dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol.

Bagaimanapun luas sempitnya pengertian pendidikan, namun masalah pendidikan adalah


merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan kehidupan manusia.
Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaanya,
dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar
pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan
bertanggung jawab akan tugas-tugasnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-
ciri kemanusiannya dan pendidikan formal di sekolah hanya bagian kecil saja dari padanya.
Tetapi merupakan inti dan bisa lepas kaitannya dengan proses pendidikan secara
keseluruhannya. Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan
pun mempunyai ruang lingkup yang luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan
kehidupan manusia. Memang diantara permasalahan kependidikan tersebut terdapat masalah
pendidikan yang sederhana yang menyangkut praktek dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi
banyak pula pula diantaranya yang menyangkut masalah yang bersifat mendasar dan
mendalam, sehingga memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya. Bahkan
pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin terjawabdengan
menggunakan analisa ilmiah semata-mata, tetapi memerlukan analisa dan pemikiran yang
mendalam, yaitu analisa filsafat. Berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kependidikan
yang memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya, antara lain:

1. Masalah pertama dan yang mendasar ialah tentang hakikat pendidikan.


Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia. Apakah hakikat manusia itu dan bagaimana
hubungan antara pendidikan dengan hidup dan kehidupan manusia?

2. Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia?

3. Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu? Apakah pendidikan itu untuk individu atau untuk
kepentingan masyarakat? Apakah pembinaan itu untuk dan demi kehidupan riil dan material di
dunia ataukah untuk kehidupan di akhirat kelak?

4. Siapakah hakikat yang bertanggung jawab atas pendidikan?


Bagaimana hubungan tanggung jawab antara keluarga, masyarakat, dan sekolah terhadap
pendidikan?

5. Apakah hakikat kepribadian manusia itu? Manakah yang lebih untuk dididik; akal, perasaan,
atau kemauannya, pendidikan jasmani atau mentalnya, pendidikan skill ataukah intelektualnya
atau kesemuanya itu?

HASIL ANALISIS MASALAH

Problema-problema tersebut merupakan sebagian dari contoh-contoh problematika pendidikan


yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan sistematis
atau analisa filsafat. Dalam memecahkan masalah-masalah tersebut analisa filsafat
menggunakan berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan permasalahannya. Diantara
pendekatan yang digunakan antara lain: Pendekatan secara spekulatif, Pendekatan normative,
Pendekatan analisa konsep, dan Analisa ilmiah.

Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dijawab dengan analisa filsafat sebagai berikut :

1. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan
kehidupan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Allah yang dibekali dengan berbagai
kelebihan, di antaranya kemampuan berfikir, kemampuan berperasaan, kemampuan mencari
kebenaran, dan kemampuan lainnya. Kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan berkembang
apabila manusia tidak mendapatkan pendidikan. Allah SWT dengan jelas memerintahkan kita
untuk “IQRO” dalam surat Al-Alaq yang merupakan kalamullah pertama pada Rosulullah SAW.
Iqro di sini tidak bisa diartikan secara sempit sebagai “bacalah”, tetapi dalam arti luas agar
manusia menggunakan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah Allah SWT
berikan sebagai khalifah fil ardl. Sehingga pendidikan merupakan sarana untuk melaksanakan
dan perwujudan tugas manusia sebagai utusan Allah di bumi ini. Pendidikan adalah proses
penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau
juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual,
dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang
ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai
tujuan akhir.

2. Pendidikan berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan maka


terbentuklah pribadi yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat
hidup dengan tenang. Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota
kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing. Sejak dahulu, disepakati
bahwa dalam pribadi individu tumbuh atas dua kekuatan yaitu : kekuatan dari dalam
(kemampuan-kemampuan dasar), Ki Hajar Dewantara menyebutnya dengan istilah “faktor
dasar” dan kekuatan dari luar (faktor lingkungan), Ki Hajar Dewantara menyebutnya dengan
istilah “faktor ajar”.
3. Tujuan Pendidikan adalah menghasilkan manusia yang berkualitas yang dideskripsikan dengan
jelas dalam UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan tahun 2003, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju,
tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab,
dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, berjiwa patriotik, cinta tanah air, mempunyai
semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, menghargai jasa
pahlawan, dan berorientasi pada masa depan.

4. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan
sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan,
masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal
dalam pendidikan. Pendidikan keluarga sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak.
Keluarga yang menghadirkan anak ke dunia, secara kodrat bertugas mendidik anak. Kebiasaan-
kebiasaan yang ada di keluarga akan sangat membekas dalam diri individu setelah individu
makin tumbuh berkembang. Selanjutnya pengaruh dari sekolah dan masyarakat yang akan
tertanam dalam diri anak.

5. Kata kepribadian berasal dari kata personality (bahasa Inggris) yang berasal dari kata persona
(bahasa Latin yang berarti kedok/ topeng) yang maksudnya menggambarkan perilaku, watak/
pribadi seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas yang dimiliki oleh
seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik ataupun yang kurang baik.

 DAFTAR PUSTAKA

o Arifin Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

o Syar’i Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005.

o Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, Pekanbaru: Refika Aditama, 2011.

o Hasil Diskusi Kelompok

o http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/t133_pengertian-filsafat-pendidikan

o http://dakir.wordpress.com/2009/03/07/pengertian-obyek-kajian-fungsi-dan-tugas-filsafat-
pendidikan/

o http://www.scribd.com/doc/8864461/filsafat-pendidikan-pengantar

http://pakguruonline.pendidikannet/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_11.html#top
DEFINISI FILSAFAT ILMU, OBJEK KAJIAN, DAN LATAR
BELAKANG KELAHIRANNYA

Makalah
Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu : Dr. H. Fatkhul Mufid, M.S.I.

Disusun Oleh :

Akhmad Syaifuddin : 311020

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

PROGRAM STUDI TAFSIR HADITS

JURUSAN USHULUDDIN

DEFINISI FILSAFAT ILMU, OBJEK KAJIAN, DAN LATAR BELAKANG KELAHIRANNYA


I. PENDAHULUAN

Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat telah merubah
pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris () menjadi
logosentris (). Perubahan pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup besar dengan
ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana
perubahan-perubahan itu terjadi. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya
berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin
aplikatif dan terasa manfaatnya.

Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka berfikir dengan meletakkan
tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan axiologi. Maka Filsafat Ilmu menurut Jujun
Suriasumantri merupakan bagian dari epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara
spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah)[1] . Dalam pokok bahasan ini akan
diuraikan pengertian filsafat ilmu, obyek kajian serta latar belakang lahirnya yang menjadi
cakupannya.

II. RUMUSAN MASALAH

A. Apa yang melatar belakangi filsafat ilmu dan bagaimana definisi filsafat ilmu itu?

B. Apa sajakah objek – objek kajiannya?

III. PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Lahirnya Filsafat Ilmu

Filsafat pengetahuan (Theori of Knowledge Erkennistlehre, Kennesleer atau Epistimologi)


sekitar abad ke-18. Pengetahuan berbeda dengan ilmu terutama dalam pemakiannya. Ilmu lebih
menitik beratkan pada aspek teoritisasi dari sejumlah pengetahuan yang di peroleh dan dimiliki
manusia, sedangkan pengetahuan tidak mensyaratkan teorisasi dan pengujian. Meskipun begitu
pengetahuan adalah sejumlah informasi yang menjadi landasan awal bagi lahirnya Ilmu. Tanpa
didahului oleh pengetahuan, ilmu tidak akan ada dan tidak mungkin lahir[2] . Pada saat itu,
Immanuel Kant menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan
batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara lengkap. Adanya
kekaburan mengenai batas-batas antara ilmu yang satu dengan yang lain[3] , sebab mengapa
dia mengatakan hal tersebut. Saat itulah, filsafat ilmu mulai menjadi topik yang menarik untuk
diperbincangkan.
Melalui cabang filsafat ini, diterangkan sumber serta sarana serta tata cara untuk
menggunakan sarana itu guna mencapai pengetahuan ilmiah[4] . Dikupas pula mengenai syarat-
syarat yang harus dipenuhi bagi apa yang disebut kebenaran ilmiah, serta batas-batas
validitasnya. Karena pengetahuan ilmiah atau ilmu a higher level of knowledge (tinggat
pengetahuan yang lebih tinggi) maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan
filsafat pengetahuan. Jadi, secara praktis, filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang
menempatkan objek sasarannya yakni; ilmu (pengetahuan).
B. Definisi Filsafat Ilmu

Filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari kata Philos yang
berarti kesukaan atau kecintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia yang berarti kebijaksanaan.
Secara harafiah, filsafat diartikan sebagai suatu kecintaan terhadap kebijaksanaan
(kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan), hikmah atau pengetahuan yang
mendalam[5] . Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu ( ilm ) berasal dari kata alima yang
artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal
dari kata scire.Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains). Sains
hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme - positiviesme sedangkan ilmu melampuinya
dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisik. Berbicara mengenai ilmu (sains) maka
tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat ilmu adalah menunjukkan bagaimana
“pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”.

Filsafat ilmu secara umum dapat difahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan
sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu
merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu pengetahuan
yang memiliki sifat dan kharakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada umumnya.
Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan, ia merupakan
kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.

Tentang filsafat ilmu itu sendiri merupakan satu cabang filsafat yang khusus
membicarakan tentang ilmu, dan sebagai berikut kami paparkan beberapa definisi dari Filsafat
Ilmu Menurut para ahli:

1. Robert Ackerman

Filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini
dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat
demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah
secara aktual[6] .

2. Lewis White Beck

Filsafat ilmu adalah ilmu yang membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran
ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.

3. Michael V. Berry

Filsafat Ilmu adalah penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan
hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.

4. May Brodbeck

Filsafat Ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan
penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
C. Objek Kajian Filsafat Ilmu

Objek kajian adalah sasaran yang menjadi fokus bahasan dalam sebuah kajian. Filsafat
Ilmu terbagi menjadi dua bagian, yaitu objek material dan objek
formal[7] :

1. Objek Material Ilmu

Objek Material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu[8] . Dalam filsafat ilmu, objek material adalah ilmu pengetahuan itu sendiri,
yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum[9] .

Objek ini merupakan hal yang diselidiki (sasaran penyelidikan), dipandang, disorot atau
dipermasalahkan oleh suatu disiplin ilmu. Objek ini mencakup hal-hal yang bersifat konkret
(seperti makhluk hidup, benda mati) maupun abstrak (seperti nilai-nilai, keyakinan).

ada dalam kenyataan, ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan, selain itu, objek
material ini bersifat Jelas, tidak banyak mengalami ketimpangan[10] .

Dengan kata lain, objek material ini merupakan suatu kajian penelaahan atau
pembentukan pengetahuan itu, yaitu segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik
bersifat konkret maupun abstrak (tidak tampak)[11] .

Menurut Drs. H. A. Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik
yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu
yang ada itu di bagi dua, yaitu :

a) Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada
umumnya.

b) Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan tidak mutlak
yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).

Contoh : Objek materialnya adalah manusia dan manusia ini di tinjau dari sudut
pandangan yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia di
antaranya psikologi, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya[12] .

2. Objek Formal

Sedangkan Objek Formal adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu
disorot[13] . Seperti fisika, kedokteran, agama, sastra, seni, sejarah, dan sebagainya. Sudut
pembahasan inilah yang dikenal sebagai objek formal. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat
(esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-
problem ilmu pengetahuan, seperti: apa hakikat ilmu, apa fungsi ilmu pengetahuan, dan
bagaimana memperoleh kebenaran ilmiah. Problem inilah yang di bicarakan dalam
landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan
aksiologis[14] .

Dengan kata lain, objek formal merupakan sudut pandang atau cara memandang
terhadap objek material (termasuk prinsip-prinsip yang digunakan)[15] . Sehingga tidak hanya
memberi keutuhan suatu ilmu, namun juga membedakannya dari bidang-bidang lain. Objek
formal ini bersifat menyeluruh (umum) sehingga dapat mencapai hakikat dari objek materialnya.

Obyek material suatu ilmu dapat saja sama, indentik. Tetapi obyek formal ilmu tidak
sama. Sebab subyek formal ialah sudut pandang, tujuan penyelidikan. Sebagai contohnya dapat
dilihat pada tabel berikut ini Dengan demikian pada dasarnya, untuk mengenal esensi suatu
ilmu, bukanlah pada obyek materialnya, melainkan pada obyek formalnya[16] .

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa : Filsafat pengetahuan


(Theori of Knowledge Erkennistlehre, Kennesleer atau Epistimologi) lahir sekitar abad ke-18.
Pada saat itu, Immanuel Kant menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu
menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara lengkap. Filsafat
berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari kata Philo yang berarti kesukaan atau
kecintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia yang berarti kebijaksanaan.

Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu ( ilm ) berasal dari kata alima yang
artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal
dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains).

Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan (komponen) pembentuk pengetahuan.


Dan objek dalam suatu ilmu pengetahuan itu dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan
objek formal.

1. Objek Material Ilmu

Objek Material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu.Dalam filsafat ilmu, objek material adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu
pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.

3. Objek Formal

Sedangkan Objek Formal adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot.
Seperti fisika, kedokteran, agama, sastra, seni, sejarah, dan sebagainya. Sudut pembahasan
inilah yang dikenal sebagai objek formal.
DAFTAR PUSTAKA

Adib Mohammad, 2011. Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan).Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Mufit Fathul, 2008, Filsafat Ilmu Islam, Kudus, STAIN.

Mustansyir Rizal & Misnal Munir, 2003, Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Surajiyo, 2009, Ilmu Filsafat (Suatu pengantar). Jakarta : Bumi Aksara.

Susanto, 2011, Filsafat Ilmu (Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis). Jakarta : Bumi Aksara.

Suriasumantri Jujun S, 2003 Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Ulya, 2009, Filsafat Ilmu Pengatuhuan, Kudus, STAIN.

. http://septian.blog.fisip.uns.ac.id/2013/02/21/objek-material-dan-formal-filsafat-ilmu,
20.00 wib.

[1] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
2003, hlm 33.

[2] Fathul Mufid, Filsafat Ilmu Islam, STAIN, Kudus, 2008, hlm 3.

[3] Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta 2003 hlm 10.

[4] Ibid, hlm 11.

[5] Fathul Mufit, Filsafat Ilmu Islam, STAIN, Kudus, 2008, hlm 2.

[6] Ulya, Filsafat Ilmu Pengatuhuan, STAIN, Kudus, 2009, hlm. 5.

[7] Ibit, hlm, 6

[8] Surajiyo, Ilmu Filsafat (Suatu pengantar), Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm, 5.

[9] Rizal Mustansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm 44.
[10] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, hlm 54.

[11] A. Susanto, Filsafat Ilmu (Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis), Bumi Aksara, Jakarta, 2011, hlm 11.

[12] http://septian.blog.fisip.uns.ac.id/2013/02/21/objek-material-dan-formal-filsafat-ilmu,
20.00 wib.

[13] Surajiyo, Ilmu Filsafat (Suatu pengantar), Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm 7.

[14] Rizal Mustansyir, & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm 45.

[15] A. Susanto, Filsafat Ilmu (Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis), Bumi Aksara, Jakarta, 2011, hlm 79.

[16] http://septian.blog.fisip.uns.ac.id/2013/02/21/objek-material-dan-formal-filsafat-ilmu,
20.00 wib.

Obyek Filsafat Pendidikan

Rate This

 Obyek Kajian Filsafat Pendidikan

Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan


tentang pendidikan terutama pendidikan Islam, maka perlu diikuti pola dan pemikiran
kefilsafatan pada umumnya.

Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
 Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya
bersifat logika dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil
pemikirannya tersusun secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian
lainnya saling berhubungan.
 Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya
menyangkut persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.
 Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang
dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi
bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk
kehidupan umat manusia, baik pada masa sekarang maupun masa mendatang.
 Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-
pemikiran yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau
eksperimental (seperti dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai
obyektif. Dimaksud dengan nilai obyektif oleh permasalahannya adalah suatu
realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.

Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang
lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan
sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro
(khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi:

5. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education).


6. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The
Nature Of Man).
7. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama
dan kebudayaan.
8. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
9. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan
politik pendidikan (sistem pendidikan).
10. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan
tujuan pendidikan.

Dengan demikian dari uraian diatas diproleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek
filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk
mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan bagaimana
pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang
dicita-citakan.
Makalah Objek Filsafat
Selasa, 04 Juni 2013

Makalah Objek Filsafat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengertian filsafat yang lebih detail tetapi bagi yang sudah tahu tentag jika ingin
membaca posting ini juga tidak saya larang untuk membacanya. Brubacher menjelaskan
pengertian filsafat secara etimologi sebagai berikut:

Philosophy was, as its etymology from the greekword filos and sofis, suggest, love of
wisdom or learning. More over it was love of learning in general, it sub-sumed under one
heading what today we call sciences as well as what we now call philosophy. It is for this
reason that philosophy is often referred to as the as the mother as well as the queen of this
sciences (Brubacher), 1962:20).

Filsafat berasal dari perkataan Yunani yaitu filos dan sofia yang berarti cinta
kebijaksaan atau belajar, ilmu pengetahuan. Lebih dari itu dapat diartikan cinta belajar pada
umumnya, dalam proses pertumbuhan ilmu-ilmu (sciences) hanya ada di dalam apa yang kita
sebut sekarang filsafat. Untuk alas an inilah sering dikatakan bahwa filsafat adalah induk atau
ratu ilmu ilmu pengetahuan.

Runes dalam “Dictionary of philosophy” menerangkan sebagai berikut: Philosophy (Gr.


Philein, to love, sophis, wisdom): the most general sciences: seeking of wisdom and wisdom
sought originally, the rational explanation of anything, the general principles under which all
facts could be explained. In this sense indistinguishable from science, … now, populary, the
science, the criticism and systematization or organization of all knowledge, drawn from
empirical science, rational learning, common experience, or wherever.
Filsafat berasal dari kata Yunani Philein, cinta, Sophia, kebijaksaan yakni ilmu yang
aling umum yaitu usaha mencari kebijaksaan asalnya, penjelasan rasional dari sesuatu, prinsip-
prinsip umum yang menerapkan segala fakta, dalam artian tidak dapat dibedakan
denganscience. Secara popular diartikan sebagai ilmu dari pada ilmu, kritik dan sistematika
atau organisasi dari semua ilmu pengetahuan yang berasal dari ilmu empiris, pelajaran yang
rasional, pelajaran biasa atau dimanapun.

Brauner dan burns dalam buku “Problem in education and philosophy” menyatakan:To
ask “what is philosophy?” is usually to ask “what is the subject matter or philosophy?”. In one
sense the sense of considering what philosopher have or used as their subject matter-the
answer to that question must be “anything,……” (Brauner and Burn, 1965:7).

Bertanya tentang apakah filsafat itu, biasanya sama dengan menanyakan apakah materi
atau objek filsafat itu. Dalam satu pengertian-pengertian apakah yang di ambil atau dipakai
oleh ahli filsafat itu sebagai materi-jawabagn atas pertanyaan tersebut pastilah “sesuatu,
segala sesuatu,......” menurut brauner dan burn, maka arti filsafat dapat dipahami dengan
mengetahui apakah objek filsafat itu, apakah yang diselidiki oleh filsafat. Dengan dasar ini,
maka kami mengangkat tema tentang bagaiamana objek filsafat yang ada pada dunia filosofi.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Ada berapa Objek Filsafat?

1.2.2 Bagaimana penyelidikan dan pembagian filsafat menurut objeknya?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Objek Filsafat


Isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan. Objek yang dipikirkan oleh
filsafat ialah segala yang ada dan mungkin ada. ”Objek filsafat itu bukan main luasnya”, tulis
Louis Katt Soff, yaitumeliouti segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin
diketahui manusia. Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif, maka
manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan
mungkin ada menurut akal piirannya. Jadi objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-
dalamnya.

Para ahli menerangkan bahwa objek filsafat itu dibedakan menjadi dua, yaitu objek
material dan forma. Objek material ini banyak yang sama dengan objek material sains. Sains
memiliki objek material yang empiris. Filsafat menyelidiki onjek filsafat itu juga tetapi bukan
bagian yang empiris melainkan bagian yang abstrak. Sedang objek forma filsafat tiada lain ialah
mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang objek materi filsafat (yakni segala sesuatu
yang ada dan yang mungkin ada).

Dari uraian yang tertera diatas, maka jelaslah bahwa:

1. Objek materia filsafat ialah sarwa-yang-ada yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga
persoalan pokok, yakni:

a. Hakekat Tuhan

b. Hakekat Alam, dan

c. Hakekat Manusia.

2. Objek forma filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai
ke akhirya) tentang objek materi filsafat (sarwa-yang-ada).

2.2 Penyelidikan dan Pembagian Filsafat Menurut Objeknya

Dalam buku Filsafat Agama: Titik Temu Akal dengan Wahyu karangan Dr. H. Hamzah
Ya’qub dikatakan bahwa objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya. Di sinilah
diketahui bahwa sesuatu yang ada atau yang berwujud inilah yang menjadi penyelidikan dan
menjadi pembagian filsafat menurut objeknya ialah:
a. Ada Umum

Adalah menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya terdapat
bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa Erops, Ada Umum ini
disebut “Ontologia” yang berasal dari kata Yunani “Onontos” yang berarti ada dan dalam
bahasa arab sering menggunakan Untulugia dan ilmu kainat.

b. Ada Mutlak

Adalah sesuatu yang secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, tidak tergantung
kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan tidak berpenghabisan dan harus
terus ada, karena adanya dengan pasti. Ia merupakan asal segala sesuatu. Ini disebut Tuhan.
Dalam bahasa Yunani disebut “Theodicea” dan dalam bahasa arab “Ilah atau Allah.

c. Comologia

Yaitu filsafat yang mencari hakikat alam, dipelajari apakah sebenarnya alam dan
bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini ialah filsafat alam yang
menerangkan bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan isinya adanya itu karena
dimungkinkan Allah. Ada tidak mutlak, mungkin ada dan mungkin lenyap sewaktu-waktu pada
suatu masa.

d. Antropologia

Antropolgia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk ada yang tidak mutlak, maka
juga menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah kemampuan-
kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya. Semua ini diselidiki dan dibahas
dalam Antropolgia.

e. Etika

Adalah filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku manusia
yang dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang membedakannya dengan
lain-lain makhluk.

f. Logika
Logika ialah filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah yang
terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa kepastian tentang
logika, maka semua penyelidikan tidak mempunyai kekuatan dasar. Tegasnya tanpa akal budi
maka tidak akan ada penyelidikan. Oleh karena itu, dipersoalkan apakah manusia mempunyai
akal budi dan dapatkah akal budi itu mencari kebenaran. Dengan segera timbul pula soal,
apakah kebenaran itu dan sampai dimanakah kebenaran dapat ditangkap oleh akal budi
manusia. Maka penyelidikan akal budi itu disebut Filsafat Akal Budi atau Logika.Penyelidikan
bahan dan aturan brpikir disebut ilogica minor, adapun yang menyelidiki isi berpikir
disebut logica mayor. Filsafat akal budi ini disebut Epistimologi dan ada pula yang
menyebut Critia, sebab akal yang menyelidiki akal.

Adapun objek Filsafat Islam ialah objek kajian filsafat pada umumnya yaitu realitas,
baik yang material maupun yang ghaib. Perbedaanya terletak pada subjek yang
mempunyaikomitmen Qur’anik. Dalam hubungan ini objek kajian filsafat dalam tema besar
adalah Tuhan, alam, manusia dan kebudayaan. Tema besar itu hendaknya dapat dijabarkan
lebihspesifik sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga dapat ditarik benang merah dari
perkembangan sejarah pemikiran kefilsafatan yang hingga sekarang. Setiap zaman mempunyai
semangatnya sendiri-sendiri.
BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian pembahasan di atas penulis dapat disimpulkan bahwa objek material
filsafat adalah sarwa-yang-ada yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan
pokok, yakni hakekat Tuhan, alam, dan Manusia. Sedangkan objek fformal filsafat adalah usaha
mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akhirya) tentang objek materi
filsafat (sarwa-yang-ada).

Penyelidikan dan menjadi pembagian filsafat menurut objeknya ialah sebagai berikut:

a. Ada Umum adalah menyelidiki apa yang ditinjau secara umum.

b. Ada Mutlak adalah sesuatu yang secara mutlak yakni zat yang wajib adanya.

c. Comologia yaitu filsafat yang mencari hakikat alam.

d. Antropologia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk ada yang tidak mutlak, maka juga
menjadi objek pembahasan.
e. Etika adalah filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia.

f. Logika ialah filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah yang
terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Maka penyelidikan akal
budi itu disebut Filsafat Akal Budi atau Logika.

Dari keterangan diatas dapat dikatakan bahwa objek filsafat itu sama dengan objek
ilmu pengetahuan bila ditinjau secara material dan berbeda bila secara forma.

DAFTAR PUSTAKA

- A. Hanafi, MA., Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1990)

- Dr. Ahmad Tafsir., Filsafat Umum; Akal dan hati Sejak Thales Sampai james,(Bandung, PT. Remaja
Rosda Jarya, 1990)

- Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, (Semarang, Ramadhani, 1982)

- Dr. H. Hamzah Ya’qub, Filsafat Agama: Titik Temu Akal dengan Wahyu, (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya,
1992)

- Prof. Dr. Harun Nasution, Filsafat Agama, (Jakarta, Bulan Bintang, 1987)

- H. Endang Saifuddin Anshari, MA., Ilmu, Filsafat dan Agama, (Surabaya, Bina Ilmu, 1991)

- Ahmad Fu’ad Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 1988

- Dr. H. Musa Asy-Arie, Filsafat Islam; Kajian Ontologis, Epistimologi, Aksiologi, Historis,
Perspektif, (Yogyakarta, Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992)
HAKIKAT, OBJEK, METODE FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM

HAKIKAT, OBJEK, METODE FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1

(ASMIDARNI, HARYO NEGARA, MERI NAFRIYENTI, FEBRIANTO)

I. PENDAHULUAN

Filsafat pendidikan Islam secara umum akan mengkaji berbagai masalah yang terdapat
dalam dunia pendidikan. Misalnya berkaitan dengan masalah metode pendidikan seperti yang
akan kita bahas dalam makalah ini. Untuk itu perlu untuk kita ketahui apa yang dimaksud
dengan metode pendidikan Islam, serta metode-metode apa saja yang terdapat dalam dunia
pendidikan.

Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk


menghantarkan kegiatan pendidikannya kearah tujuan yang dicita-citakan. Bagaimanapun baik
dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa manakala
tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta
didik. Ketidaktepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar
mengajar, karenanya metode adalah syarat untuk efisiennya aktivitas kependidikan Islam.

II. PEMBAHASAN

A. HAKIKAT FILSAFAT

Secara etimologis filsafat (Indonesia) atau falsafah (Arab) atau philosophy (Inggris), berasal
dari bahasa Yunani philosophia yang merupakan kata majemuk dari dua kata, philo yang berarti
cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat dapat diartikan cinta
kebijaksanaan.[1]

Secara terminologis filsafat mempunyai dua makna, pertama filsafat dalam dimensi
aktivitas; berfilsafat yaitu berfikir secara radikal, universal, logis, dan sistematis tentang hakikat
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Kedua, filsafat dalam dimensi produk ; yaitu
yang berarti pemikiran-pemikiran yang dihasilkan dari kegiatan berfilsafat.[2]

B. OBJEK FILSAFAT
Objek filsafat bisa dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik material
konkret-phisiks maupun nonmaterial abstrak-psikis, termasuk juga pengertian abstrak logis,
konsepsional, spiritual, dan nilai-nilai. Dengan demikian objek filsafat tidak terbatas, yaitu segala
sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.

2. Objek formal filsafat adalah menyelidiki segala sesuatu guna mengerti hakikatnya dengan
sedalam-dalamnya; atau mengerti objek material secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu
secara mendalam, mengetahui segala sesuatu secara mendasar.[3]

C. METODE FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Secara literal metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua kosa kata,
yaitu meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan.[4] Metodologi pendidikan adalah
suatu ilmu pengetahuan tentang metode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik. Asal
kata “metode” mengandung pengertian “suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu
tujuan”. [5]

Filsafat islam dalam memcahkan problema pendidikan islam dapat menggunakan metode-
metode antara lain :

1. Metode spekulatif dan kontemplatif yang merupakan metode utama dalam setiap cabang
filsafat. Dalam sistem filsafat Islam disebut tafakkur. Baik Kontemplatif maupun tafakur, adalah
berpikir secara mendalam dan dalam situasi yang tenang, sunyi untuk mendapatkan kebenaran
tentang hakikat sesuatu yang dipikirkan.

2. Pendekatan normatif, Norma artinya nilai, juga berarti aturan-aturan atau hukum-hukum.
Norma menunjukkan keteraturan suatu sistem, nilai juga menunjukkan baik buruk, berguna
tidak bergunanya suatu. Pendekatan normatif dimaksudkan adalah mencari dan menetapkan
aturan-aturan dalam kehidupan nyata. Dalam filsafat Islam bisa disebut sebagai pendekatan
Syar’iyah, yaitu mencari ketentuan dan menetapkan tentang apa yang boleh dan yang tidak
boleh menurut syari’at Islam.

3. Analisa Konsep. Yang juga disebut sebagai analisa bahasa. Konsep berarti tangkapan atau
pengertian terhadap sesuatu obyek. Pengertian seseorang selalu berkaitan dengan bahasa,
sebagai alat untuk menangkapkan pengertian tersebut.Sebagai contoh analisis bahasa ialah
berusaha memahami terminologi fitrah, apakan sama dengan “bakat, naluri atau kemampuan
dasar atau desposisi”, sedangkan analisis konsep, misalnya memahami definisi: “tujuan
pendidikan adalah untuk membentuk warga negara yang baik”, dan sebagainya. Konsep
seseorang tentang sesuatu objek berbeda antara satu dengan lainnya, dan konsep ini dibatasi
oleh tempat dan waktu. Al-Qur’an dan hadits-hadits nabi adalah juga menggunakan bahasa
manusia, yang berarti juga merupakan kumpulan dari konsep-konsep yang bisa dimengerti oleh
manusia.

4. Pendekatan Historis, Historis artinya sejarah, yaitu mengambil pelajaran dari peristiwa dan
kejadian masa lalu. Suatu kejadian atau peristiwa dalam pandangan kesejarahan terjadi karena
hubungan sebab akibat, dan terjadi dalam suatu setting situasi kondisi dan waktunya sendiri-
sendiri. Dalam sistem pemikiran filsafat, pengulangan sejarah (peristiwa sejarah) yang
sesungguhnya tidak mungkin terjadi peristiwa sejarah berguna untuk memberikan petunjuk
dalam membina masa depan. Dalam sistem filsafat Islam, penggunaan sunah Nabi SAW sebagai
sumber hukum, penelitian-penelian akan hadits-hadits yang menghasilkan pemisahan antara
hadits shahih dan hadits palsu, pada hakekatnya merupakan contoh praktis dari penggunaan
analisa historis dalam filsafat pendidikan Islam.

5. Pendekatan Ilmiah, Terhadap masalah aktual yang pada hakikatnya merupakan pengembangan
dan penyempurnaan dari pola berpikir rasional, empiris, dan eksperimental yang telah
berkembang pada masa jayanya filsafat dalam Islam. Pendekatan ini tidak lain merupakan
realisasi dari ayat Al-Qur’an:

     


  
 
Artinya: Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu sendirilah yang
berusaha untuk mengubahnya. (QS.Ar-Ra’du : 11)

Usaha mengubah keadaan atau nasib, tidak mungkin bisa terlaksanan kalau seseorang tidak
memahami permasalahan-permasalahan aktual yang dihadapinya. Pendidikan pada hakikatnya
adalah usaha untuk mengubah dan mengarahkan keadaan atau nasib tersebut, dan ini adalah
merupakan problema pokok filsafat pendidikan Islam masa sekarang.[6]

III. PENUTUP (KESIMPULAN)

- Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia yang merupakan kata majemuk
dari dua kata, philo yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian
filsafat dapat diartikan cinta kebijaksanaan.

- Objek filsafat bisa dibedakan menjadi dua yaitu : Objek material filsafat dan Objek formal
filsafat

DAFTAR PUSTAKA
Abd.Haris & Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah,2002)

Nizar, Samsul , Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers,2002)

H.M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2003)

Ihsan , Hamdani & Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998)

[1] Abd.Haris & Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2002),h.1

[2] Ibid.,h.8

[3] Ibid.,h.9

[4] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002),h.65

[5] H.M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2003),h.65

[6] Hamdani Ihsan & Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia,
1998),h.207-209

Makalah Objek dan Kegunaan Filsafat Islam


BAB I
PENDAHULUAN
A. Objek Filsafat

Isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan, objek yang dipikirkan oleh filsafat ialah
segala yang ada dan yang mungkin ada. Jadi luas sekali. Objek filsafat sangat luas, meliputi
segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Oleh karena itu
manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya,
cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal
pikirannya. Jadi objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya.

Objek filsafat ada dua yaitu Objek Materia dan Objek Forma, tentang objek materia ini banyak
yang sama dengan objek materia sains. Sains memiliki objek materia yang empiris; filsafat
menyelidiki objek itu juga, tetapi bukan bagian yang empiris melainkan bagian yang abstrak.
Sedang objek forma filsafat tiada lain ialah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang
objek materi filsafat (yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada).

Dari uraian tertera di atas jelaslah, bahwa:

1. Objek materia filsafat ialah Sarwa-yang-ada, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga
persoalan pokok:
a. Hakekat Tuhan
b. Hakekat Alam dan
c. Hakekat Manusia.

2. Objek forma filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya
sampai ke akarnya) tentang objek materi filsafat (sarwa-yang-ada).
Dalam buku Filsafat Agama; Titik Temu Akal dengan Wahyu karangan Dr. H. Hamzah Ya’qub
dikatakan bahwa objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya. Di sinilah diketahui
bahwa sesuatu yang ada atau yang berwujud inilah yang menjadi penyelidikan dan menjadi
pembagian filsafat menurut objeknya ialah:
1. Ada Umum yakni menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya terdapat
bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa Eropa, ADA UMUM ini
disebut “Ontologia” yang berasal dari perkataan Yunani “Onontos” yang berarti “ada”, dalam
Bahasa Arab sering menggunakan Untulujia dan Ilmu Kainat.
2. Ada Mutlak, sesuatu yang ada secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, tidak tergantung
kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan tidak berpenghabisan ia harus
terus menerus ada, karena adanya dengan pasti. Ia merupakan asal adanya segala sesuatu. Ini
disebut orang “Tuhan” dalam Bahasa Yunani disebut “Theodicea” dan dalam Bahasa Arab
disebut “Ilah” atau “Allah”.
3. Cosmologia, yaitu filsafat yang mencari hakekat alam dipelajari apakah sebenarnya alam dan
bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini ialah filsafat alam yang
menerangkan bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan isinya adanya itu karena
dimungkinkan Allah. “Ada tidak mutlak”, mungkin “ada” dan mungkin “lenyep sewaktu-waktu”
pada suatu masa.
4. Antropologia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk “ada yang tidak mutlak” maka juga
menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah kemampuan-
kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya? Semua ini diselidiki dan dibahas dalam
Antropologia.
5. Etika: filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku manusia yang
dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang membedakannya dengan lain-
lain makhluk.
6. Logika: filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah akal yang
terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa kepastian tentang
logika, maka semua penyelidikan tidak mempunyai kekuatan dasar. Tegasnya tanpa akal budi
takkan ada penyelidikan. Oleh karena itu dipersoalkan adakah manusia mempunyai akal budi
dan dapatkah akal budi itu mencari kebenaran? Dengan segera timbul pula soal, apakah
kebenaran itu dan sampai dimanakah kebenaran dapat ditangkap oleh akal budi manusia. Maka
penyelidikan tentang akal budi itu disebut Filsafat Akal Budi atau Logika.

Penyelidikan tentang bahan dan aturan berpikir disebut logica minor, adapun yang menyelidiki isi
berpikir disebut logica mayor. Filsafat akal budi ini disebut Epistimologi dan adapula yang
menyebut Critica, sebab akal yang menyelidiki akal.

B. Objek Filsafat Islam

Adapun objek Filsafat Islam ialah objek kajian filsafat pada umumnya yaitu realitas, baik yang
material maupun yang ghaib. Perbedaannya terletak pada subjek yang mempunyai komitmen
Qur’ani.Dalam hubungan ini objek kajian Filsafat Islam dalam tema besar adalah Tuhan, alam,
manusia dan kebudayaan. Tema besar itu hendaknya dapat dijabarkan lebih spesifik sesuai
dengan perkembangan zaman, sehingga dapat ditarik benang merah dari perkembangan sejarah
pemikiran kefilsafatan yang hingga sekarang. Setiap zaman mempunyai semangatnya sendiri-
sendiri.

Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa objek filsafat itu sama dengan objek ilmu
pengetahuan bila ditinjau secara materia dan berbeda bila secara forma. Sedangkan objek kajian
Filsafat Islam itu sendiri mencakup Tuhan, alam, manusia dan kebudayaan.

BAB II
Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam

filsafat pendidikan islam sebagai bagian atau komponen dari dua sisitem, maka ia mempunyai
perenan dan tugas tertentu pada system dimana ia menjadi bagiannya. Sebagai cabang dari ilmu
pengetahuan yang menjadi induknya. filsafat pendidikan islam sebagai cabang ilmu pengetahuan
yang berkembang ia merupakan cabang dari filsafat islam sekaligus ia juga merupakan bagian
dari ilmu pendidikan islam. Sebagai cabang dari filsafat islam, maka filsafat pendidikan islam
berperann mengembangkan filsafat islam sekaligus memperkaya filsafat islam dengan konsep
konsep dan pandangan pandangan filosofis dibelakang pendidikan.

Secara praktis (dalam prakteknya), filsafat pendidikan islam sangat penting dan berperan dalam
memberikan alternatif alternatif pemecahan berbagai problema yang dihadapi umat dalam
pendidikannya dan memeberikan arah dan kompas bagi tujuan yang jelas secara ideal terhadap
perkembangan pendidikan islam itu sendiri.

filsafat pendidikan islam mempunyai kedudukan dan peranan yang penting dengan beroreantasi
kepada dua sasaran. Pertama, pengembangan konsep konsep filosofis dari pendidikan islam
yang secara otomatis akan melahirkan teori teori baru dalam pengembangan ilmu pendidikan
islam. Kedua, perbaikan dan pembaharuan terhadap sistem yang dipraktekkan dalam pendidikan
islam.

Manfaat filsafat pendidikan islam antara lain :


1. membantu para perancang dan pelaksana pendidikan dalam membentuk pemikiran yang
benar terhadap proses pendidikan islam
2. memberi dasar bagi pengkajian pendidikan secara umum dan khusus
3. menjadi dasar penilaian pendidikan secara menyeluruh
4. memberi sandaran intelektual dan bimbingan bagi pelaksana pendidika untuk menghadapi
tantangan yang mucul dalam bidang pendidikan, sabagai jawaban dari setiap permasalahan
yang timbul dalam pendidikan.
5. memberikan pendalaman pemikiran tentang pendidikan dalam hubungannya dengan faktor
faktor spiritual, kebudayaan sosial, ekonnomi, politik dan berbagai aspek kehidupan lainnya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Objek yang dipikirkan oleh filsafat ialah segala yang ada dan yang mungkin ada. Jadi luas sekali.
Objek filsafat sangat luas, meliputi:
a. Hakekat Tuhan
b. Hakekat Alam dan
c. Hakekat Manusia.

Objek kajian Filsafat Islam adalah Tuhan, alam, manusia dan kebudayaan
Secara praktis (dalam prakteknya), filsafat pendidikan islam sangat penting dan berperan dalam
memberikan alternatif alternatif pemecahan berbagai problema yang dihadapi umat dalam
pendidikannya dan memeberikan arah dan kompas bagi tujuan yang jelas secara ideal terhadap
perkembangan pendidikan islam.
sasaran filsafat pendidikan islam adalah : pengembangan konsep konsep filosofis dari pendidikan
islam yang secara otomatis akan melahirkan teori teori baru dalam pengembangan ilmu
pendidikan islam dan perbaikan dan pembaharuan terhadap sistem yang dipraktekkan dalam
pendidikan islam.

B, Kritik dan Saran

Dalam penulisan makalah ini, tentu banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, MA., Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1990


Dr. Ahmad Tafsir. Filsafat Umum; Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai James, (Bandung, PT.
Remaja Rosda Jarya, 1990)
Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, (Semarang, Ramadhani, 1982)
Filsafat Pendidikan Islam

A. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

Filsafat pendidikan Islam adalah suatu aktivitas berpikir secara objektif, sistematis
serta mendalam dalam rangka merumuskan suatu konsep penyelenggaraan dan mengatasi
beberapa masalah pendidikan Islam yang mengkaji nilai-nilai yang terkandung dalam wahyu.

1. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

Ruang lingkup pendidikan Islam secara garis besar mencakup kajian dan pembahasan
mengenai: Dasar dan tujuan pendidikan Islam, pendidik pendidikan Islam, peserta didik
pendidikan Islam, proses pendidikan Islam, strategi/cara pendidikan Islam, pendekatan dan
metode pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam, lingkungan pendidikan Islam, sumber
media dan media pendidikan Islam, sistem evaluasi pendidikan Islam, sarana dan prasarana
pendidikan Islam.

2. Objek Kajian Filsafat Pendidikan Islam

Tumpuan kajian filsafat pendidikan islam adalah konsep dasar tentang pendidikan islam,
sedangkan objek bahasan pendidikan Islam itu sendiri adalah manusia, khususnya umat Islam
yang ada di alam semesta ini.

3. Dalil Tentang Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

‫ب‬ ٍ ‫ار َ ْٰل ٰي‬


ِ ‫ت ِّْلُوليِ ْاْلَ ْل َبا‬ ِ ‫اخت ََِلفِ الَّي ِْل َو َّن َه‬ ِ ْ‫ت َو ْاْلَر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫إِنَّ فِي َخ ْل ِق الس َّٰم ٰو‬
Artinya:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Q.S Ali Imran ayat 190)

B. Syarat dikatakan Sebuah Ilmu dalam Filsafat Pendidikan Islam

o Ontology filsafat pendidikan Islam adalah ilmu yang mengkaji tentang hakekat sesuatu dari ilmu
filsafat pendidikan Islam dengan ilmu yang ada di dalamnya sehingga menemukan suatu
pengertian.

o Epistomology filsafat pendidikan Islam adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang prosedur, proses
diperolehnya filsafat pendidikan Islam dengan cara mengkaji pada wahyu dan fenomena alam
semesta.
o Aksiologi filsafat pendidikan Islam adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang nilai, manfaat,
dan masalah-masalah yang terkandung dalam filsafat pendidikan Islam yang mana nilai tersebut
dapat berpengaruh dalam kehidupan seseorang.

Aliran dalam Filsafat Pendidikan Islam :

a) Progresivisme ; adalah suatu aliran yang memiliki konsep pendidikan yang baru dan di perlukan,
maksudnya lebih menekankan bahwa pendidikan itu bebas berkreasi dan inovatif yang
terpenting adalah sesuai dengan kebutuhan serta keinginan. Jadi progresivisme juga berarti
mengambil hal yang dianggap baik. Semboyan aliran ini yaitu “The Liberal Road to
Culture” artinya bebas memilih, menggunakan budaya baru yang di anggap penting.

Budaya (Culture) :

 Cipta : ide, gagasan, angan-angan, gagasan, pemikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru

 Karsa : perbuatan, segala sesuatu yang dilakukan untuk mengadakan sesuatu yang baru

 Karya : Produk pikiran/ide, hasil yang dilakukan baik dari pemikiran maupun perbuatan.

b) Essensialisme ; adalah suatu aliran yang mempertahankan serta melindungi budaya lama yang
masih dipandang masih baik dan sudah teruji. Tetapi, bukan berarti menolak sesuatu yang baru.
Semboyan aliran ini yaitu “Conservation Road to Culture”

c) Parennialisme ; adalah suatu aliran yang memiliki konsep mempertahankan budaya lama atau
kembali kepada kebudayaan yang tumbuh pada abad pertengahan (abad ke 9-13). Semboyan
aliran ini yaitu: “Regressive Road to Culture”.

C. Hakikat Dasar Pendidikan Islam

1. Dasar ; Dasar adalah sesuatu yang menjadi landasan, pijakan, pondasi, sumber peraturan,
rujukan, sumber kekuatan, sumber kebenaran dalam pelaksanaan pendidikan Islam.

2. Alasan pendidikan Islam Memerlukan Dasar ; Pendidikan islam memerlukan dasar karena
sebagai sumber kebenaran, sumber kekuatan, sebagai pondasi, sebagai motivasi (sesuatu yang
mendorong), dan sumber peraturan yang bersifat pasti. Pendidikan Islam mempunyai rujukan
yang permanen (tidak berubah-ubah) sehingga pendidikan Islam akan menjadi kuat dan akan
sesuai aturan. Rujukan tersebut yaitu wahyu.

3. Sifat dasar ; Sifat dasar dalam pendidikan Islam yaitu harus mutlak (tidak dapat diubah-ubah).
4. Alasan wahyu dijadikan dasar ; wahyu dijadikan dasar karena wahyu adalah suatu landasan
yang mutlak (tidak dapat diubah-ubah)

5. Hadist yang menjadi rujukan dasar pendidikan Islam

ْ‫ْن َما اِنْ َت َم َس ْك ُت ْم ِب ِه َما لَن‬ ُ ‫ َت َر ْك‬: ‫ َق َل َرس ُْو ُل هللاِ ص م‬: ‫َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة َرضِ َي هللا ُ َع ْن ُه َق َل‬
ِ ‫ت ِف ْي ُك ْم اَمْ َر ي‬
‫هللا َو ُس َّن َة رَّ س ُْو لِ ِه‬
ِ ‫ب‬ َ ‫َتضِ ُّل اَ َب ًدا ِك َت‬

D. Hakikat Tujuan Pendidikan Islam

1. Pengertian Tujuan Pendidikan Islam ; Tujuan pendidikan Islam adalah sesuatu yang ingin
dicapai, diperoleh saat kegiatan/proses pendidikan Islam berlangsung atau berakhir.

2. Mengapa Pendidikan Islam Memerlukan Tujuan ; Supaya kegiatan pendidikan yang


dilaksanakan terarah kepancapaian tujuan, untuk memastikan kapan berakhirnya kegiatan,
untuk menentukan tujuan selanjutnya, untuk menentukan bentuk sifat/bentuk kegiatan yang
dilaksanakan.

3. Tujuan Akhir Pendidikan Islam ; (1)Mendapatkan kebahagiaan di dunia dan (2)Mendapatkan


kebahagiaan di akhirat diantaranya terhindar dari azab api neraka

d) Dalil Tentang Tujuan Pendidikan Islam

َ ‫َو ِم ْن ُه ْم َمنْ َيقُ ْو ُل َر َّب َنا ٓ ٰاتِنا َ فِي ال ُّد ْن َيا َح َس َن ًة َّو فِي ْ ْٰلخ َِر ِة َح َس َن ًة َّو ِق َنا َع َذ‬
‫ب ال َّنا ِر‬
Artinya :

“Dan diantara mereka ada orang yang berdo’a : Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” (Q.S Al-Baqarah ayat 201)

E. Hakikat Pendidik Islam

1. Pengertian Pendidik Islam ; Pendidik Islam adalah seseorang atau sesuatu (lingkungan,
pengalaman) yang dapat mengembangkan potensi peserta didik yang mencakup aspek kognitif
(pengetahuan), apektif (sikap), dan Psikomotorik (ketrampilan) supaya sesuai dengan ajaran
Islam dan pendidik ideal adalah yang dapat bertanggung jawab.

2. Mengapa diperlukan Pendidik dalam Pendidikan Islam ; Karena peserta didik memiliki potensi
yang perlu dikembangkan, peserta didik memiliki ketergantungan dengan pendidik juga peserta
didik merupakan amanah dari Allah SWT yang perlu dibimbing.

3. Syarat Pendidik Islam ; Memiliki kompetensi profesional, memiliki kompetensi pedagogik


(mampu merencanakan, melaksanakan, memahami karakter anak didik juga potensinya, dan
mengevaluasinya), memiliki kompetensi sosial (mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan
baik dengan siapapun), memiliki kompetensi kepribadian (berakhlak baik).

4. Tugas Utama Pendidik Islam ; Menyeru kepada kebajikan (sesuai ajaran Islam), dan menyeru
kepada yang ma’ruf (berdasarkan budaya sepanjang tidak ada larangan atau bertentangan
dengan syari’at Islam).

5. Dalail Tentang Pendidik Islam

‫َ ُه ُم‬ ٰ ُ ‫َو ْل َت ُكنْ ِّم ْن ُك ْم اُم ٌَّة ي َّْدع ُْو َن ِالَي ْال َخيْر َو َيأْ ُمر ُْو َن با ْال َمعْ ر ُْوفِ َو َي ْن َه ْو َن َعن ْال ُم ْن َكر َو ا‬
َ ِِ ‫ول‬ ِ ِ ِ ِ
‫ْال ُم ْفلِح ُْو َن‬
Artinya :

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan merekalah orang-orang
yang beruntung” (Q.S Ali-Imran ayat 104)

F. Hakikat Peserta Didik dalam Pendidikan Islam

1. Pengertian Peserta Didik Islam ; Peserta didik secara yuridis (konstitusional) adalah suatu
program pendidikan minimal yang harus di ikuti oleh setiap warga negara Indonesia dari usia 7-
15 Tahun yang ditempuh melalui jenjang pendidikan dasar (SD/MI) selama 6 Tahun dan
SMP/MTs selama 3 Tahun.

2. Mengapa Peserta Didik Islam Memerlukan Pendidik Islam

- Karena peserta didik memiliki potensi yang perlu dikembangkan dan memerlukan bimbingan
pendidik supaya potensinya dapat berkembang secara maksimal dan pendidik merupakan
amanah dari Allah Swt untuk perlu dibimbing, diarahkan oleh seorang Pendidik Islam.

- Karena peserta didik memilki ketergantungan kepada orang lain (pendidik) untuk
memaksimalkan potensi yang dimilikinya supaya lebih terarah dan tidak bertentangan dengan
ajaran agama Islam.

3. Dalil Tentang Peserta Didik

ْ ‫ار َو ْاْلَ ْفِِدَ َة لَ َعلَّ ُك ْم َت ْش ُك‬


‫رُو َن‬ َ ‫ُط ْو ِن اُم َّٰهتِ ُك ْم َْل َتعْ لَم ُْو َن َشيْأ ً وَّ َج َع َل لَ ُك ُم الس‬
َ ‫َّمْع َو ْاْلب‬
َ ‫ْص‬ ُ ‫َوهللا ُ اَ ْخ َر َج ُك ْم مِّنْ ب‬

Artinya :
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun,
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur” (Q.S An-Nahl
ayat 78)

G. Hakikat Kurikulum Pendidikan Islam

1. Pengertian Kurikulum ; Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang berkaitan
dengan tujuan, isi, dan cara/strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.

2. Komponen Utama kurikulum

a) Tujuan Kurikulum

 Konstitusional (berdasarkan keinginan satuan pendidikan)

 Tujuan kurikuler (mata pelajaran)

b) Isi Kurikulum

 Garis-garis besar materi pembelajaran masing-masing mata pelajaran

 Pokok bahasan, topik inti materi pelajaran

c) Strategi Kurikulum

 Metode

 Media

 Pendekatan

 Supervisi (peningkatan kemampuan dan keahlian guru)

d) BP (bimbingan dan penyuluhan)

e) Evaluasi (proses pemberian nilai kepada anak didik)

3. Landasan Kurikulum Pendidikan Islam ; Landasan kurikulum pendidikan islam adalah sesuatu
yang dijadikan dasar atau pondasi dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan Islam.

4. Landasan dalam pendidikan Islam yaitu :

 Religi, kurikulum pendidikan Islam harus tidak bertentangan dengan wahyu

 Falsafah, suatu pandangan hidup atau sebagai pedoman


 Psikologi, sesuatu yang disusun berdasarkan perkembangan jenjang dan ruang lingkup

Sosial, dapat bekerja sama, berinteraksi, dan berkomunikasi dengan siapapun.

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENGKAJI


TIPOLOGI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENGKAJI TIPOLOGI PENDIDIKAN


AGAMA ISLAM

PENDAHULUAN

Pendidikan dewasa ini tengah dihadapkan pada berbagai permasalahan. Hal ini terjadi
pula pada pendidikan Islam yang dihadang oleh berbagai macam problema mulai dari sistem
pendidikan yang tidak integral, kurikulum ahistoris karena lebih mengekor pada pendidikan umu
yang pada praktiknya enggan untuk diterapkan secara menyatu, metode yang masih terus
menyesuaikan diri, dan tujuan pendidikan yang secara praktis belum terfokus. Walaupun pada
faktanya sekarang ini pendidikan Islam secara kelembagaan serta adminsitrasi misalnya
Madrasah dan Pondok pesantren mengalami perkembangan pesat, mulai dari sarana prasarana,
jumlah siswa, kualitas, dan sistem organisasi yang terstruktur. Namun dari segi Kurikulum
sepertinya Pendidikan Islam baik secara isi maupun metode masih tunduk pada pengaruh-
pengaruh pendidikan umum. Inilah tugas penting generasi Islam ke depan dalam
mentransformasikan pendidikan supaya sistem pendidikan memiliki jiwa-jiwa Islami. Sehingga
bukan sistem pendidikan Islam yang dimuati oleh Kurikulum Umum namun bisa terciptanya
Kurikulum Umum yang dimuati kurikulum dan sistem pendidikan Islami secara integral.

Islam memandang pendidikan sebagai pemberi warna perjalanan hidup manusia. Yang
mana islam telah menetapkan pendidikan menjadi suatu kewajiban bagi laki-laki dan
perempuan, tak ada batas wilayah maupun kajian serta dari siapa sumbernya (walaupun ke
negeri Cina), dan berlangsung bagi setiap umur dari lahir sampai mati.[1] Dengan kata lain
semua manusia bagaimanapun bentuknya berhak untuk mendapatkan pendidikan secara adil
dan merata. Dan juga tentu Islam sebagai agama universal tidak memandang manusia memiliki
potensi berbeda sejak lahir, karena sejak lahir manusia berstatus sama yaitu hamba Allah SWT.
Selain itu pembedaan manusia satu dengan yang lain antar sesama manusia bukanlah
berdasarkan warna kulit, bentuk tubuh, etnis, maupun kecerdasannya. Tapi dimata Allah
pembeda manusia satu sama lain adalah ketaqwaannya. Oleh karena itu dalam memandang
peserta didik, seorang Muslim harus memandang secara seimbang atau memandang semua
peserta didik secara hak dan kewajiban memiliki porsi yang sama. Peserta didik yang bodoh
tidak ditenggelamkan sehingga semakin bodoh, yang miskin tidak disingkirkan sehingga tidak
pernah merasakan pendidikan formal, dan yang nakal tidak dibuang untuk mengamankan
peserta didik lain yang baik. Inilah konsep mengakomodasi keberagaman peserta didik yang
memiliki perbedaan aspek fisik (bentuk tubuh, jenis kelamin, penyakit, cacat, dan warna tubuh)
serta aspek non fisik (kecerdasan, pengalaman hidup, dan doktrin dari keluarga).

Walaupun menurut sebagian para ahli yang dikutip oleh Khushik Basu bahwa manusia
secara determinis biologis memiliki kecerdasaan bawaan berbeda yang didasarkan pada
perbedaaan bentuk fisik, kecacatan, dan perbedaan warna kulit. Mereka mengemukakan bahwa
perbedaan tersebut akan mempengaruhi kecerdasaan bawaan dari lahir. Namun Basu tidak
sependapat, ia membantah dan memandang pendapat mereka terlalu berlebih-lebihan. Namun
ironis pada faktanya sistem pendidikan diam-diam mengakui perbedaan ini dan menyediakan
banyak waktu “khusus” bagi mereka yang lebih pandai maupun mereka yang cacat dan dianggap
memiliki kebutuhan khusus.[2] Lantas bagaimanakah peran pendidikan islam menghadapi
fenomena tersebut, apakah islam juga memperlakukan hal berbeda pada peserta didik yang
memiliki keberagaman.

Padahal jika ditelusuri secara konteks bahwa kebudayaan dan peradaban manusia akan
lahir dari hasil proses akumulasi perjalanan hidup yang berhadapan dengan proses dialog antara
ajaran normatif (wahyu) yang permanen secara historis dengan pengalaman kekhalifahannya di
muka bumi secara dinamis.[3] Pengalaman kekhalifahan manusia bisa tercapai dengan
sempurna jika ia dihadapankan pada sebuah kondisi yang beragam atau tidak satu warna
tertentu. Hal ini guna menghindari terjadinya sikap fanatisme atau primordialisem yang
cenderung bersifat agresif padba kelompok lain yang ‘mencoba’ memasuki kelompoknya
tersebut untuk diadakan asimilasi. Oleh sebab itu, peserta didik sebagai manusia dinamis yang
mempunyai potensi material dan spiritual sebagai fitrah harus diberi pengalaman-pengalaman
sama sekali baru (belum pernah ia alami dan ketahui) agar potensi spiritual yang bersifat
transendental bisa lebih melekat pada jiwanya. Pendapat penulis tersebut diperkuat oleh
pernyataan Muzayyin Arifin bahwa “ Pendidikan yang benar adalah yang memberikan
kesempatan kepada keterbukaan terhadap pengaruh dari dunia luar dan perkembangan dari
dalam diri anak didik. Dengan demikian, barulah fitrah itu diberi hak untuk membentuk pribadi
anak dan dalam waktu bersamaan faktor dari luar akan mendidikan dan mengarahkan
kemampuan dasar (fitrah) anak.”[4]

Filsafat Pendidikan Islam hadir seharusnya tidak hanya memberi tawaran dalam
menyumbang ilmu-ilmu pendidikan yang ‘kaku’, sulit diterapkan, dan monoton. Tapi juga
mengambil peran secara praktis dalam memecahkan permasalahan pendidikan dalam konteks
kekinian. [5] Walaupun demikian bukan berarti Filsafat Pendidikan Islam adalah ilmu filsafat
pendidikan yang tak memiliki batas. Oleh karena itu sangat penting sekali sebelum mendalami
ilmu Filsafat Pendidikan Islam alangkah lebih baiknya mempelajari terlebih dahulu hakikat dan
wilayah kajian Filsafat Pendidikan Islam itu sendiri. Hal tersebut agar dalam mempelajari dan
memanfaatkan ilmu Filsafat Pendidikan Islam seorang praktisi bisa lebih fokus atau tepat guna
sesuai dengan sasaran dan permasalahan yang menjadi kunci ‘mandek’nya konsep baru yang
berbeda dalam sistem pendidikan islam.

Dari penjabaran dia atas maka penulis berani memberikan penguatan terhadap gagasan
terdahulu tentang integrasi ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan islam. Sikap kuat penulis
dalam mendukung gagasan integrasi ilmu bukanlah tanpa alasan, karena pada zaman sekarang
ini jika madrasah sebagai mercusuar modernitas kelembagaan pendidikan islam jika secara
kurikulum tetap mengekor pada kurikulum pendidikan umum maka bisa dipastikan kemudian
nanti madrasah akan tetap tidak memiliki identitas murni/ciri khusus. Persiapan integrasi harus
segera dimantapkan, karena sekarang ini madrasah sudah mulai mengalami perkembangan
pada tahap penggunaan simbol-simbol islam dalam tata tertib atau pengelolaan lembaga
pendidikan. Agar terjadinya pembahasan yang fokus dan supaya makalah ini memiliki nilai guna
khusus dalam bahasan tertentu maka penulis perlu menyusun sebuah rumusan masalah.
Sehingga dari pembahasan di atas penulis bisa menentukan rumusan masalah dalam makalah ini
yaitu:

1. Bagaimana seharusnya tipologi Filsafat Pendidikan Islam dalam menghadapi arus gagasan
pendidikan umum?
PEMBAHASAN

A. Hakikat Filsafat Pendidikan Islam

Sebelum membahas tentang hakikat Filsafat Pendidikan Islam lebih mendalam, maka
supaya lebih jelas dan terukur makna hakikat Filsafat Pendidikan Islam lebih baik penulis
paparkan terlebih dahulu pengertiannya secara etimologi dan terminologi. Istilah “Filsafat
Pendidikan Islam” terdiri dari tiga kata yaitu filsafat, pendidikan, dan islam. Ketiga kata tersebut
jika disendirikan memiliki kandungan makna yang bisa berdiri sendiri, sehingga tidak
membutuhkan kata lain untuk dimaknai dengan sempurna. Pemecahan istilah Filsafat
Pendidikan Islam menjadi tiga kata bukan untuk mencari persamaannya tapi membangun
perbedaan. Perbedaan tersebut digali untuk membangun pondasi konsep Filsafat Pendidikan
Islam secara utuh. Karena filsafat, pendidikan, dan islam masing-masing merupakan kajian ilmu
tersendiri yang berbeda dengan makna integral Filsafat Pendidikan Islam.[6]

Kata "Filsafat" berasal bahasa Yunani yang digali dari dua kata
yaitu philein atau philos artinya cinta dan sofein,sophi atau Sophia artinya kebijaksanaan.
Kemudian digunakan dalam bahasa Inggris, yaitufilosophy. Kata kebijaksanaan dalam bahasa
arab diistilahkan dengan al-hikmah. Oleh karena itu filsafat juga bisa disebut
dengan al hikmah.[7]

Jika kita kaji arti kata filsafat maka ada beberapa pendapat, menurut Hamdani dan Fuad
mengemukakan bahwa filsafat adalah kajian ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh
tentang hakikat kebenaran sesuatu. Menurut mereka semua filsafat menggunakan pemikiran
(rasio) namun tidak semua proses berfikir bisa dikatakan filsafat.[8] Sedangkan menurut Hasan
Langlunglung yang dikutip oleh Abd. Aziz mengatakan bahwa filsafat adalah cinta terhadap
hikmah dan berusaha mendapatkannya. Dengan deimikian seorang filosof adalah orang yang
mencintai hikmah dan berusaha memperolehnya, memusatkan perhatian, dan menciptkan
setiap hal positif padanya.[9] Dari pernyataan tersebut penulis berasumsi bahwa hikmah
merupakan sesuatu yang berada di balik kenyataan (hidden), maka untuk melihatnya
membutuhkan keberanian, pengakuan, dan kemauan untuk membuka tabir kenyataan tersebut.

Apabila ditarik kesimpulan secara khusus maka Filsafat Pendidikan Islam dapat diartikan
suatu analisis atau pemikiran rasional yang dilakukan secara kritis, radikal, sistematis, dan
metodologis untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan.[10] Menurut
penulis makna dari kata ‘hakikat pendidikan; bisa berarti sesuatu ‘hikmah’ yang masih
tersembunyi. Perlu berfilsafat untuk mengetahui sesuatu tersebut sehingga manusia
memandang pendidikan tidak hanya pada satu sudut (parsial) dan satu kepentingan sehingga
nampak jelas subjektifitasnya.

Filsafat Pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang pandangan filosofis dari
sistem dan aliran filsafat dalam Islam terhadap masalah-masalah kependidikan, dan bagaimana
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan Umat Islam.[11] Dengan kata lain
Filsafat Pendidikan Islam merupakan kajian tentang bagaimana menerangkan serta
menggunakan metode filsafat Islam untuk memecahkan masalah pendidikan khususnya bagi
umat islam. Sehingga al Quran dan Hadith adalah dasar dan landasan utama bagi Filsafat
Pendidikan Islam, yang menjadi standar kebenaran bagi pemikir pendidikan islam
dalam berijtihaddan mengamalkannya dalam dunia pendidikan. Sehingga dapat disimulkan
bahwa Filsafat Pendidikan Islam merupakan sebuah kajian disiplin ilmu tersendiri.

Muzayyin Arifin mengatakan bahwa Filsafat Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah
konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumber atau berlandas ajaran-ajaran agama
islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dibina dan dikembangkan serta dibimbing
menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran islam.[12] Ada yang
menyamakan antara Filsafat Pendidikan Islam dengan Pemikiran Pendidikan Islam, yang
asumsinya secara hakikat (esensi) memiliki kesamaan namun secara istilah memiliki perbedaan.
Hal ini menurut hemat penulis adalah karena faktor selera dalam menggunakan istilah-istilah
tertentu yang dipandang cocok menjadi ‘title’ bagi objek kajian pendidikan islam.

Dalam mengkaji studi Filsafat Pendidikan Islam dituntut untuk menguasai ilmu
pengetahuan yang dapat melengkapi sebagai sumber potensi rujukan pemikiran. Menurut
Muzayyin Arifin seorang pemikir Filsafat Pendidikan Islam haru menguasai ilmu pegetahuan
sekurang-kurangnya sebagai berikut:

1. Ilmu agama islam yang luas dan mendalam

2. Ilmu pengetahuan kebudayaan islam dan umum serta sejarahnya.

3. Filsafat islam dan umum dan cabang-cabangnya yang kontemporer.

4. Ilmu tentang perkembangan jiwa manusia yang berkaitan dengan pendidikan.

5. Science dan teknologi yang bisa bermanfaat dalam dunia pendidikan.

6. Ilmu tentang sistem approach serta ilmu tentang metode dan penelitian pendidikan.

7. Berpengalaman di bidang teknik operasional kependidikan dan masyarakat.

8. Ilmu pengetahuan tentang kemasyarakatan dan sosiologi kependidikan.

9. Ilmu pengetahuan sosial yang mempengaruhi pendidikan.

10. Ilmu tentang teori pendidikan atau pedagogis.[13]

B. Wilayah Kajian Filsafat Pendidikan Islam

Membicarakan Filsafat Pendidikan Islam maka ruang lingkup pemikirannya lebih bersifat
universal yang berarti cakupan yang dipikirkan menyangkut hal-hal yang menyeluruh dan
mengadung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, yang
termasuk di dalamnya kehidupan umat manusia. Secara waktu kajian Filsafat Pendidikan Islam
mengkaji tentang persoalan yang terjadi pada masa sekarang maupun untuk antisipasi di masa
yang akan datang.[14] Ibarat pisau yang mengiris, Filsafat Pendidikan Islam sebagai pisau
memiliki tugas menyayat gagasan pendidikan secara umum secara halus, tepat, dan baik.
Filsafat Pendidikan Islam bertugas melakukan kritik-kritik tentang metode-metode yang
digunakan dalam proses pendidikan islam. Serta memberikan pengarahan mendasar tentang
bagaimana metode tersebut dapat didayagunakan atau diciptakan agar tercapai tujuan secara
efektif. Dengan demikian maka Filsafat Pendidikan Islam seharusnya bertugas dalam tiga
dimensi, yaitu sebagai berikut:

1. Memberikan landasan sekaligus mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan yang berdasarkan


nilai Islam.

2. Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan tersebut.

3. Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan tersebut.[15]

Filsafat Pendidikan Islam adalah falsafah tentang pendidikan yang tidak dibatasi oleh
lingkungan kelembagaan islam atau oleh kajian ilmu pengetahuan tertentu, dan berdasarkan
pengalaman keislaman semata-mata. Namun menjangkau segala aspek ilmu, pengalaman, dan
aspirasi masyarakat muslim. Maka pandangan dasar yang dijadikan titik tolak kajian studinya
adalah illmu pengetahuan teoritis-praktis dalam segala bidang keilmuan yang berkaitan dengan
masalah kependidikan yang ada dan yang akan ada dalam masyarakat yang berkembang terus
tanpa mengalami kemandekan untuk menyiapkan diri karena zaman modern sekarang ingin
dinamika kehidupan mengalir sangat deras.[16]

Bagaimanapun juga sesederhana apapun sebuah peradaban masyarakat pasti di


dalamnya terdapat suatu proses pembelajaran dan lebih umumnya adalah proses pendidikan.
Walaupun kurikulum dan manajeman dalam pendidikan yang berlangsung tersebut tidak
dibukukan (tidak tertulis). Dengan kata lain pendidikan sudah ada sejak adanya manusia
berhidup di muka bumi ini. Asumsi ini berdasarkan dari sifat manusia yang terus belajar
sehingga masih bisa bertahan hingga sekarang. Menurut Hamdani dan Fuad bahwa pendidikan
adalah proses, yang mana modalitas yang dimiliki oleh manusia mudah dipengaruhi oleh
kebiasaan-kebiasaan, yang kemudian disempurnakan dengan memberikan kebiasaan-kebiasaan
yang baik.[17]

Wilayah kajian pendidikan dapat dilihat dari empat dimensi, yaitu dimensi lingkungan
pendidikan, dimensi jenis permasalahan pendidikan, dimensi waktu, dan dimensi ruang secara
geografis. Jika dilihat dari beberapa dimensi tersebut maka berdasarkan dimensi lingkungan
pendidikan memiliki wilayah kajian yang meliputi pendidikan lingkungan keluarga, pendidikan
sekolah, dan pendidikan luar sekolah. Sedang dilihat dari dimensi jenis permasalahan
pendidikan, memiliki wilayah kajian pendidikan meliputi masalah landasan pendidikan
(foundational problems of education), masalah struktru lembaga pendidikan (strutural problems
of education), dan masalah operasional pendidikan (operational problems of education). Adapun
dilihat dari dimensi waktu terdapat tiga masalah pendidikan yaitu masalah kontemporer,
masalah kesejarahan, dam masalah masa depan. Kemudian jika dilihat dari dimensi ruang
geografis terdapat dua masalah yaitu maslah pendidikan di Indonesia dan masalah pendidikan di
negara-negara atau masyarakat luar Indonesia.[18]

Membicarakan ruang lingkup kajian Filsafat Pendidikan Islam tidak hanya semata-mata
membahas tentang bagaimana umat islam dalam beragama namun secara umum juga
membahas permasalahan yang lebih luas tentang kepentingan pendidikan yang menciptakan
‘sukses’ bagi umat islam di dunia hingga akhirat. Ini berarti bahwa pendidikan ‘umum’
dipandang sejajar dengan pendidikan agama jika hal tersebut bisa menciptakan sistem
pendidikan dan hasilnya yang bisa diharapkan oleh agama. Sebagaimana pendapat Zuhairini
bahwa metode dan sistem serta aliran filsafat Islam dapat mempengaruhi bahkan mengarahkan
jalannya pendidikan di kalanganumat islam.[19]

Hal ini sejalan dengan pendapat Ma’arif yang dikutip oleh Muhaimin bahwa terjadi
dualisme dan pendikotomian antara pendidikan agama memiliki kedudukan wajib untuk
dilakukan dengan pendidikan umum (sekuler) menduduki posisi wajib kifayah yang seringkali
terabaikan bahkan tercampakkan. Di samping itu kegiatan pendidikan islam yang seharusnya
berorientasi ke langit nampaknya belum tercermin secara tajam dan jelas dalam rumusan
Filsafat Pendidikan Islam. Maka Muhaimin menarik argumentasi bahwa penyusunan suatu
Filsafat Pendidikan Islam merupakan tugas strategis dalam usaha pembaruan pendidikan
islam.[20]

Objek kajian Filsafat Pendidikan Islam meliputi objek material yang mengkaji tentang
hakikat Tuhan, hakikat alam, dan kakikat manusia. Serta objek formal yang berarti usaha
mencarai keterangan secara radikal tentang objek material.[21] Pernyataan tersebut sejalan
dengan pendapat Abdul Munir Mulkhan bahwa objek material Filsafat Pendidikan Islam adalah
bahan dasar yang dikaji dan dianalisis. Sementara objek formalnya adalah cara pendekatan atau
sudut pandang terhadap bahan dasar tersebut. Atau dengan kata lain bahwa objek-material
Filsafat Pendidikan Islam adalah segala hal yang berkaitan dengan usaha manusia secara sadar
untuk menciptakan kondisi yang memberi peluang berkembangnya kecerdasan, pengetahuan,
dan kepribadian peserta didik. Sementara objek-formalnya adalah aspek khusus usaha manusia
secara sadar untuk menciptakan kondisi yang memberi peluang pengembangan kecerdasan,
pengetahuan, dan kepribadian peserta didik.[22] Adapun menurut pendapat yang lain
mengemukakan bahwa objek yang dibahas dalam Filsafat Pendidikan Islam adalah sebagai
berikut:

1. Objek Material: Yaitu sama halnya filsafat pada umumnya objek ini adalah sesuatu yang ada,
baik itu yang tampak ataupun tidak tampak karena keterbatasan indra manusia. Yang mana
objek yang tampak adalah dunia empiris dan objek yang tak tampak adalah metafisika.[23]

2. Objek Formal: Yaitu sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan objektif
tentang pendidikan Islam untuk diketahui hakikatnya. Objek formal ini terbagi menjadi
dua kerangka bahasan, yakni :
a. Secara Makro: Objek filsafat pendidikan secara makro adalah objek filsafat itu sendiri, mencari
keterangan secara radikal mengenai Tuhan, manusia dan alam semesta yang tidak dapat
dijangkau oleh pengetahuan biasa. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Abd. Aziz yang
mengemukakan bahwa ‘kosmologi’ (pemikiran yang berhubungan dengan alam semesta dan
penciptaannya) merupakan salah satu pola dan sistem berfikir filosofis.[24] Oleh karena itu
penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam Filsafat Pendidikan Islam juga tidak akan bisa lepas
dari bahasan kosmologi, hal ini digunakan untuk dapat memahami, menghayati, dan mengambil
hikmah dibalik segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Dan banyak sekali ayat-ayat al
Qur’an yang membicarakan tentang kosmologi.

b. Secara Mikro: Adapun secara mikro adalah segala hal yang merupakan faktor-faktor dan
komponen dalam pendidikan.[25] Menurut Muhaimin beberapa persoalan komponen pokok
aktivitas pendidikan yang menjadi perhatian Filsafat Pendidikan Islam dapat diringkas menjadi
lima macam yaitu persoalan hakikat meliputi: tujuan pendidikan Islam, kurikulum atau program
pendidikan (materi pendidikan Islam), pendidikan dan peserta didik, metode pendidikan Islam,
dan lingkungan belajar (konteks pembelajaran). Sedangkan evaluasi pendidikan menurut Rasyad
yang dikutip oleh Muhaimin menyatakan bahwa evaluasi pendidikan merupakan faktor
pendukung atau bukan masalah pokok karena hanya merupakan implikasi dari kurikulum dan
metode pendidikan.[26] Atau dengan kata lain dapat penulis pahami bahwa evaluasi hanya
sebagai insturmen untuk mengetahui sejauh mana perkembangan belajar peserta didik,
mengetahui efektivitas metode belajar, dan untuk mengetahui pencapain kurikulum yang telah
ditentukan.

C. Tipologi Filsafat Pendidikan Islam dalam Mengahadapi Arus Gagasan Pendidikan Umum

Secara ontologis ilmu pengetahuan umum lebih cenderung bersifat netral, dengan arti
tidak dapat bersifat islami, kapitalis, sosialis, komunis atau yang lainnya. Akan tetapi ketika
seorang ilmuwan menjelaskan tentang perubahan yang telah atau akan terjadi, menerangkan
cara memanfaatkan hukum alam, dan mengarahkan pengetahuan tersebut ke arah tertentu
maka ilmu pengetahuan tersebut tidak bisa dikatakan netral.[27] Karena analisis yang dilakukan
oleh ilmuwan tersebut bisa jadi karena dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan yang telah ia
lalui sebelumnya, misalnya adanya doktrin ideologi, agama, ataupun pengalaman pribadi.

Yang masih menjadi diskusi panjang tentang pendidikan Islam adalah apakah Islam
mempunyai konsep tersendiri mengenai Pendidikan versi Islam ataukah tidak sama
sekali.[28] Pada kenyataan secara historis kemajuan peradaban Islam di masa Keemasan dahulu
diperoleh umat islam karena mengambil, beradapatasi, dan mengadopsi sistem lembaga
pendidikan dari peradaban masyarakat yang ia jumpainya sebagai implikasi politik ekspedisi. Jika
kita tarik pada permasalahan pendidikan Islam di Indonesia sekarang ini maka kita dapat jumpai
bahwa konsep pendidikan di madrasah dan mata pelajara PAI di Sekolah umum belum
mengalami perkembangan yang berarti. ‘Intervensi’ secara tak sengaja dari konsep pendidikan
umum masih tercium tajam, sehingga terkesan bahwa konsep pendidikan Islam selalu mengekor
pada konsep pendidikan Umum. Tentu pembahasan ini masih jauh dengan gagasan bahwa di
lembaga madrasah Indonesia harus diadakan kurikulum yang integratif.

Dikotomi antara pendidikan umum dengan pendidikan Islam dalam bingkai Filsafat
Pendidikan Islam dipandang sebagain umat islam sebagai permasalahan yang sangat
mengganggu bagi kepentingan kemajuan peradaban umat islam. Bukankah pendidikan hadir
untuk menyiapkan manusia beserta segala akibat turunannya menghadapi segala permasalahan
kehidupan. Lantas salahkah jika Ulama pada zaman sekarang melakukan ijtihad baru untuk
menjawab permasalahan pendidikan Islam zaman sekarang ini yang dihadapkan dengan
pendidikan umum? Pernyataan penulis di atas sejalan dengan pernyataan Zuhairini dkk. bahwa
ilmu Kalam, ilmu tasawuf, dan ilmu fiqh merupakan ilmu yang dikembangan dalam dunia islam
yang dikembangkan melalui metode yang kahs islami, yang disebut dengan metode Ijtihad. Yang
mana metode ijtihad merupakan metode khas dari filsafat islam.[29]

Membicarakan ruang lingkup kajian Filsafat Pendidikan Islam tidak hanya semata-mata
membahas tentang bagaimana umat islam dalam beragama namun secara umum juga
membahas permasalahan yang lebih luas tentang kepentingan pendidikan yang menciptakan
‘sukses’ bagi umat islam di dunia hingga akhirat. Ini berarti bahwa pendidikan ‘umum’
dipandang sejajar dengan pendidikan agama jika hal tersebut bisa menciptakan sistem
pendidikan dan hasilnya yang bisa diharapkan oleh agama. Sebagaimana pendapat Zuhairini
bahwa metode dan sistem serta aliran filsafat Islam dapat mempengaruhi bahkan mengarahkan
jalan dan isi pendidikan di kalangan umat islam.[30]
Yang membedakan antara Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan pada
umumnya adalah bahwa di dalam Filsafat Pendidikan Islam, semua masalah kependidikan
tersebut selalu didasarkan pada ajaran Islam yang bersumberkan al-Qur'an dan al-Hadits.
Dengan kata lain bahwa kata Islam yang mengiringi kata falsafat pendidikan ini menjadi sifat,
yakni sifat dari filsafat pendidikan tersebut. Dalam hubungan ini Ahmad D. Marimba
mengatakan bahwa Filsafat Pendidikan Islam bukanlah filsafat pendidikan tak terbatas.
Selanjutnya ia mengomentari kata ‘radikal’ yang menjadi salah satu ciri berpikir filsafat
mengatakan bahwa pandangan ini keliru. Radikal bukan berarti tanpa batas. Tidak ada di dunia
ini disebut tanpa batas, dan bukankah dengan menyatakan bahwa seorang muslim yang telah
menyakini isi keimanannya, akan mengetahui dimana batas-batas pikiran (akal) dapat
dipergunakan, dan jika ia berfikir, berfilsafat mensyukuri nikmat Allah, berarti ia radikal
(konsekuen) dalam batas-batas itu. Inilah yang menurut dia disebut sebagai sifat radikal dari
filsafat Islam.[31]

Hal esensial yang membedakan Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan
serta filsafat lainnya adalah objek yang dijadikan sasaran untuk dianalisis. Kemudian untuk
mengetahui hakikat tentang pendidikan islam itu sendiri adalah dengan melalui pengajuan
pertanyaan-pertanyaan yang mendasar mengenai kegiatan apa yang sesungguhnya dapat
dinamakan dengan pendidikan versi Islam. Di sinilah fungsi filsafat sebagai jalan menemukan
metode dan kerangka analisis berbagai permasalahan mengenai pendidikan
Islam.[32] Penentuan identitas yang jelas pada pendidikan islam menjadi sebuah kebutuhan.
Pendidikan barat tidak secara terus-menerus bisa menyumbang bagi kemajuan pendidikan islam
karena pendidikan umum (barat) dipandang terlalu liberal dalam memanusiakan manusia
(peserta didik), padahal dalam agama islam sendiri terdapat batas-batas tertentu, salah satu
contohnya adalah ada batas hubungan tertentu antara guru dengan murid sebagaimana yang
terjadi pada cerita nabi Musa dengan nabi Kidzir di dalam al Quran.

Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa sesungguhnya pendidikan islam harus


memiliki corak tersendiri dan tidak dibayang-bayangi oleh pendidikan umum. Sebagaimana yang
dilakukan oleh Sutrisno yang menawarkan model PAI yang humanis religius.[33] Adapun jika
terpaksa untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat maka solusinya adalah bukan
dengan cara mencampurkan antara pendidikan umum dengan pendidikan islam seperti
mencampurkan air dengan minyak. Namun melakukan integrasi, integrasi dilakukan untuk
tercapainya efisiensi seperti hemat waktu serta biaya dan tercapainya efektifitas sehingga siswa
menjadi lebih fokus pada materi yang integral. Yang mana siswa tidak akan lagi membedakan
mana mata pelajaran/pendidikan agama dan mana mata pelajaran/pendidikan non agama,
namun semuanya terintegral menjadi satu menjadi pendidikan berbasis agama.
KESIMPULAN

Berangkat dari rumusan masalah yang telah ditetapkan sejak awal penulisan makalah ini
dan dari pembahasan materi di atas. Maka dapat penulis simpulkan beberapa temuan jawaban
dari permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwasanya berdasarkan dari pengertian Filsafat
Pendidikan Islam, perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dengan Pendidikan Umum, dan
berdasarkan kebutuhan mendesak umat islam di era modern sekarang ini untuk
memodernisasikan sistem pendidikan islam maka secara konkrit dipandang perlu untuk
mengadakan pembaruan pendidikan islam. Hal ini karena salah satu alasan pokonya adalah
untuk memasukkan nilai-nilai agama Islam ke dalam sistem pendidikan secara utuh, terutama
pendidikan pada madrasah. Pendidikan madrasah masa-masa sekarang ini mengalami
perkembangan yang sangat pesat, namun perkembangan tersebut masih dalam tahapan yang
hanya menyentuh simbol-simbol agama dan hanya bersifat normatif. Sehingga secara kasat
mata pendidikan madrasah mengalami perkembangan pesat namun pada segi esensi,
kurikulum, dan nilai guna masih belum nampak.

Dari penejelasan di atas dapat kita ketahui bagaiman seharusnya tipologi Filsafat
Pendidikan Islam dalam upaya menghadapi arus gagasan Pendidikan Umum yang secara terus-
menerus mendahului gagasan Pendidikan Islam. Maka dari itu tipologi Filsafat Pendidikan Islam
harus segara menunjukkan jati diri yang jelas, yang memiliki ciri khas sendiri, dan tidak selalu
mengekor pada Pendidikan Umum. Di sisi lain Pendidikan Islam secara fenomenologi harus
mencari dasar penerapan pembelajaran tersendiri yang tidak selalu mengekor pada hasil
penelitian-penelitian barat. Karena pendidikan barat dipandang terlalu liberal dalam
memanusiakan manusia (peserta didik), padahal dalam agama islam sendiri terdapat batas-
batas tertentu, salah satu contohnya adalah ada batas hubungan tertentu antara guru dengan
murid sebagaimana yang terjadi pada cerita nabi Musa dengan nabi Kidzir di dalam al Quran.
DAFTAR RUJUKAN

“Filsafat Pendidikan Islam: Mengembangkan Pemikiran,”


dalam http://www.zonastudi.co.cc/2008/12/stkip-filsafat-pendidikan-islam_1768.html, Senin,
01 Desember 2008. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2012.

Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Aziz, Abd. Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangung Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras,
2009.

Basri, Hasan. Filsafat Pendidikan Islam. Pustaka setia , Bandung , 2009.

Ihsan, Hamdan&Ihsan, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam . Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.

Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya: Pustaka Pelajar, 2004.

Mulkhan, Abdul Munir. Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah.
Yogyakarta: Sipress, 1993.

Outhwaite, William. Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Modern. Jakarta: Kencana, 2008.

Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta:Ar-Ruzz,2006.

Susanto. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, 2009.

Sutrisno, “Pendidikan Agama Islam Berorientasi pada Problem Subyek Didik” Makalah disajikan dalam
Seminar Pasca Sarjana STAIN Kediri, Kediri, 15 Maret 2012.
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
[1]Hamdani Ihsan&Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 30.

[2]William Outhwaite, Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Modern (Jakarta: Kencana, 2008), 257.

[3]Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Amzah, 2009), 2.

[4]Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 18.

[5]Jika kita melihat Filsafat Pendidikan Islam, maka menurut sebagian pembelajar (mahasiswa) mengakui tidak
menyukai mata kuliah tersebut. Salah satu sebabnya adalah karena sulit, dipandang memiliki objek yang serba
abstrak, dan terlalu berbelit-belit. Lihat Hamdani Ihsan&Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka
Setia, 2001), 32.

[6]Walaupun Ihasan&Fuad lebih menitik beratkan pada kata benda pertama yaitu filsafat, namun perlu ditekankan
bahwa bukan berarti dua kata yang lain diabaikan atau dipandang tidak perlu. Lihat Hamdani Ihsan&Fuad
Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 30-31.

[7]Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Pustaka setia , Bandung , 2009), 9.

[8]Ihsan, Filsafat Pendidikan, 9.

[9]Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangung Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2009), 1.

[10]Aziz, Filsafat Pendidikan, 12.

[11]Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 128.

[12]Arifin, Filsafat Pendidikan, 1.

[13]Arifin, Filsafat Pendidikan, 31.

[14]Ibid., 7.

[15]Ibid., 2.

[16]Arifin, Filsafat Pendidikan, 28.

[17]Ihsan, Filsafat Pendidikan, 28-29.

[18]Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2004), 32.

[19]Zuhairini, Filsafat Pendidikan, 128.

[20]Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan, 29.

[21]Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, 17.

[22]Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan
Dakwah (Yogyakarta: Sipress, 1993), 219.

[23]Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta:Ar-Ruzz,2006), 46.


[24]Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, 14.

[25]Suharto. Filsafat Pendidikan,46.

[26]Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan, 38.

[27]Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001 ), 65.

[28]Ibid., 31.

[29]Zuhairini, Filsafat Pendidikan, 127.

[30]Ibid., 128.

[31]Filsafat Pendidikan Islam: Mengembangkan Pemikiran. http://www.zonastudi.co.cc/2008/12/stkip-


filsafat-pendidikan-islam_1768.html, Senin, 01 Desember 2008. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2012.

[32]Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, 214.

[33]Sutrisno, “Pendidikan Agama Islam Berorientasi pada Problem Subyek Didik” Makalah disajikan dalam Seminar
Pasca Sarjana STAIN Kediri, Kediri, 15 Maret 2012.

Anda mungkin juga menyukai