Di susunoleh :
Fikri Aziz (F.1110309)
Muktamar Anwar(F. 1110118)
Dosen Pembimbing :
Dr. Amir Mahrudin, M.Pd.I
DAFTAR ISI
BAB I 1
A. Daftar Isi
B. Devinisi Filsafat pendidikan 1
C. Tujuan Mempelajari Filsafat Pendidikan Islam 4
D. Objek kajian Filsafat Pendidikan Islam 5
1. Secara Makro 6
2. Secara Mikro
E. Bentuk Filsafat Pendidikan 15
F. Daftar Pustaka
A. Devinisi Filsafat Pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos
yang berarti ilmu atau hikmah.Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu
atau hikmah.Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat
bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha
mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif
terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari
hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia. Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan
bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani,
Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan,
hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada
kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah
mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya.Pitagoras (481-411 SM), yang
dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut.Dari beberapa
kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik
adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan.Dengan demikian filsafat adalah
suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai
sasaran utamanya.Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang
lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis.
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang
lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai berbagai
rumusan yang berbeda-beda.
Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
si-terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam
pendidikan, yaitu:
1. Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan
secara sadar;
2. Ada pendidik, pembimbing atau penolong;
3. Ada yang di didik atau si terdidik;
4. Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan.
5. Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan
kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan
Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi
pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara
mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah
saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di
dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah
pendidikan.Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah Al-
Qur’an dan al Sunnah.
Sebagai sumber ajaran, Al-Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti
ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan
pengajaran.Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui
memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad
SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education ).
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber
pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang
pendidikan dan pengajaran.Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis
dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia.Kini di akui dengan jelas bahwa
pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan
menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi
merdeka, dan seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur’an dan al Hadist Firman
Allah :
dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami.
sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula
mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami
tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan
Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.( QS. Asy-
Syura : 52 )
Hadis dari Nabi SAW : “ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah
ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada
hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama
hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia”[1]
Dari ayat dan hadis diatas tadi dapat diambil kesimpulan :
1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi
petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan
petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling
menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai
usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-
benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan
kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan,
penyuluhan, dan pendidikan Islam. Bagi umat Islam maka dasar agama Islam
merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran
Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek
kehidupan ini.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al
Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
1. Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah
makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2. Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat,
serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3. Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk
beribadah kepada Nya
4. Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan
membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta
memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam
itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam
kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber
primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder.
Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat
pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh
ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika
sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
B. Tujuan Mempelajari Filsafat Pendidikan Islam
1. Secara Makro
Objek filsafat pendidikan secara makro adalah objek filsafat itu sendiri, mencari
keterangan secara radikal mengenai Tuhan, manusia dan alam semesta yang tidak dapat
dijangkau oleh pengetahuan biasa.
Dari beberapa tokoh telah mengemukakan objek bahasan dan aliran filsafat,
diantaranya[3] :
Imam Bernadib membagi tiga sistem filsafat pendidikan Progresivisme,
Esensialismae dan Parenialisme.
M Noer Syam, mengemukakan empat aliran filsafat pendidikan progresivisme,
Esensialisme, Parenialisme dan Rekonstruksion- isme
George R Knight, membegi menjadi tiga kategori, yakni Tradisional (Idealisme,
Realisme dan Neo-Skolasisme), Modern (Pragmatisme dan Eksistensialisme) dan
Kontemporer (Progresivisme, Parenialisme, Esensialisme, Rekonstruksioisme dan
Behaviorisme)
Geral L Gutek, membagi aliran filsafat pendidikan berdasarkan tokoh-tokohnya
yakni, Idealisme oleh Plato, Realisme oleh Aristoteles, Teistik-Realisme oleh Thomas
Aquinas, Naturalisme oleh Rosseau, Pragmatisme oleh Dewey, Liberalisme oleh Locke,
Konservatisme oleh Burke, Utopianisme oleh Owen, Marxisme oleh Karl Marx,
Totalitarisme oelh Hitler, Parenialisme oleh Hutchins, Progresivisme oelh Kilpatrick dan
Rekonstruksionisme Sosialis oleh Counts
2. Secara Mikro
Adapun secara makro adalah segala hal yang merupakan faktor-faktor dan komponen
dalam pendidikan.
Bebrapa komponen aktifitas pendidikan menurut beberapa tokoh, yakni[4] :
1. Al-Syaibani
falsafah tujuan pendidikan
falsafahj kurikulum
falsafah metode pendidikan
2. Al'Ainain
Ahdat at-Tarbiyah al-Islamiyah (Tujuan-tujuan pendidikan Islam)
Maqadin at-Tarbiyah al-Islamiyah (Medan atau Lingkup Pendidikan Islam)
Turaq at-Tarbiyah al-Islamiyah (metode-metode pendidikan Islam)
Ellis, Logan dan Howey, membagi empat persoalan
Purpose (Tujuan pendidikan)
Curriculum and Method (Kurikulum dan metode pendidikan)
Role of the Theacher (Peranan guru atau pendidik)
Role of the school (pPeranan sekolah atau lingkungan pendidikan)
Arbi, membagi menjadi empat persoalan pokok,
Hakikat peserta didik
Hakikat tujuan atau maksud pendidikan
Hakikat kurikulum
Hakikat Metode
Abdullah, membagi.
The nature of human nature (Hakikat sifat dasar manusia)
The nature of knowledge and the role of 'aql in its acquisition (Hakikat
pengetahuan dan peranan akal dalam perolehannya)
The aims of education (Tujuan pendidikan)
The methods of education (Metode pendidikan)
Qahar,
Nilai-nilai yang menjadi dasar pendidikan dan pandangan hidup
Pandangan tentang peserta didik
Tujuan pendidikan
Sistem dan praktek pendidikan
Bahan pendidikan
Rasyad,
Agama Islam (Materi)
Pendidik
Peserta didik
Tujuan pendidikan Islam
Cara-cara mendidik
Alat pendidikan
Lingkungan pendidikan
Evaluasi pendidikan
Ahmad Tafsir.
Tujuan pendidikan
Pendidik
Anak didik
Alat pendidikan (Kurikulum, metode, evaluasi, gaji, peralatan berupa benda)
Kegiatan pendidikan
Dari uraian diatas dapat diringkas yakni, komponen pokok dalam pendidikan Islam
adalah :
- Tujuan pendidikan
- Kurikulum dan program pendidikan
- Pendidik dan perserta didik
- Metode pendidikan Islam
- Lingkungan pendidikan atau kontek belajar dalam pendidikan Islam
Pengetahuan.
Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangannya bahwa pengetahuan
yang diperoleh melalui indra tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah
merupakan tiruan belaka, sifatnya maya (bayangan), yang menyimpang dari kenyataan
yang sebenarnya. Pengetahuan yang benar hanya merupakan hasil akal belaka, karena
akal dapat membedakan bentuk spiritual murni dari benda-benda diluar penjelmaan
material. Demikian menurut Plato. Idealisme metafisika percaya bahwa manusia dapat
memperoleh pengetahuan tentang realitas, karena realitas pada hakikatnya spiritual,
sedangkan jiwa manusia merupakan bagian dari subtansi spiritual tersebuat.
Nilai
Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah
cantik, atau tidak cantik, secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi.
Pada hakekatnya nilai itu tetap. Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan
bagian dari alam semesta.
Pendidikan
Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi sumbar yang besar terhadap
perkembangan teori pendidikan khusus filsafat pendidikan. Tokoh idealisme merupakan
orang-orang yang memilki nama besar. Sampai sekarang orang akan mengakui kebesaran
hasil pemikirannya, baik memberikan persetujuannya meupun memberikan kritik, bahkan
penolakan.
2) Filsafat Pendidikan Realisme
Realisme Rasional.
Realisme rasional dapat didefinidikan pada dua aliran yaitu realisme klasik dan realisme
religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “ Scholastisisme” realisme klasik ialah
filsafat yunani yang pertama kali dikembangkkan oleh Aristoteles, sedangkan realisme
religius, terutama scholatisisme dalam membahas teologi gereja. Thomas Aquinas
menciptakan filsafat baru dalam agama kristen, yang disebut tomisme, pada saat filsafat
gereja dikuasai oleh neo platonisme yang dipopulerkan oleh plotinus.
DAFTAR PUSTAKA
A. Pendahuluan
Pendidikan adalah pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang.
Kedudukan ini secara tidak langsung telah menempatkan pendidikan sebagai bagian yang
tidak dapat dipisahkan dengan hidup dan kehidupan umat manusia. Dalam hal ini Dewey
berpendapat bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup (a necessity of life),
salah satu fungsi sosial (a social function), sebagai pembimbing (as direction) dan
sebagai sarana pertumbuhan (as means growth) yang mempersiapkan dan membukakan
serta membentuk disiplin melalui transmisi yang baik dalam bentuk formal, informal dan
non formal.[1]
Masalah yang berkaitan dengan pendidikan memang mencakup permasalahan
yang sangat luas, seluas masalah hidup dan peri kehidupan umat manusia dan telah
menjadi objek studi berbagai macam cabang ilmu pengetahuan kemanusiaan.[2] Manusia
dibekali dengan akal, kalbu dan anggota tubuh yang lain untuk meraih ilmu pengetahuan.
Manusia dilarang mengikuti sesuatu tanpa ada pengetahuan tentangnya. Sebagaimana
dalam surat al Jatsiyah ayat 18.
Artinya : “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak Mengetahui”. (QS al Jatsiyah: 18).
Lebih jauh Lodge mengatakan bahwa pendidikan proses hidup dan kehidupan
umat manusia itu berjalan serempak dan tak dapat terpisahkan satu sama yang lain life is
education and education is life.[3]
Pemikiran dan kajian tentang pendidikan tersebut dilakukan oleh para ahli dalam
berbagai sudut ditinjau dari disiplin ilmu seperti ilmu agama, filsafat, sosiologi, ekonomi,
politik, sejarah dan antropologi. Dari sudut itulah yang menyebabkan lahirnya cabang
ilmu pengetahuan kependidikan yang berpangkal dari sudut tinjauannya yaitu pendidikan
agama, filsafat pendidikan, sosiologi pendidikan, sejarah pendidikan, ekonomi
pendidikan dan politik pendidikan. Upaya untuk memperbaiki kondisi kependidikan itu
tampaknya perlu dilacak pada akar permasalahannya yang bertumpu pada pemikiran
filosofis. Diketahui bahwa secara umum filsafat berupaya menjelaskan inti atau hakikat
dari segala sesuatu yang ada dan karenanya ia menjadi induk segala ilmu.
Sejarah filsafat sangat kaya dengan ide-ide mengenai pendidikan. Ide-ide yang
tercetus pada masa lampau dan hanya berlaku pada masa lampau juga. Tetapi ada kalanya
ide-ide atau gagasan-gagasan itu masih bisa dipergunakan sebagai pegangan di masa
sekarang. Sudah tentu ada gagasan yang tercetus di masa sekarang dan menjadi pegangan
pada waktu yang ini pula.
Dapat ditarakan dengan jelas bahwa sistem filsafat menurut Plato dan tokoh-tokoh
yang lain dapat dijadikan sebagai dasar terbentuknya suatu filsafat pendidikan. Di sisi
lain, cabang-cabang sistem filsafat mendasari berbagai pemikiran mengenai pendidikan.
Contoh yang bisa diambil misalnya metafisika. Karena tinjauannya yang mendalam
mengenai hal-hal di balik dunia fisik, memberikan dasar-dasar pemikiran cita-cita
pendidikan. Epistimologi memberikan landasan pemikiran mengenai kurikulum,
aksiologi mengenai masalah nilai dan kesusilaan, sedangkan logika memberikan landasan
pikiran mengenai pengembangan pendidikan kecerdasan.[4]
Karena itulah kedudukan filsafat sangat berhubungan dengan ilmu-ilmu yang lain.
Jika dikatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang ada dan
sebagai suatu ilmu yang menyelidiki hakekat pengetahuan manusia maka seluruh ilmu
lain harus mempunyai hubungan struktural dan fungsional dalam filsafat.
Apabila filsafat diletakkan dalam tanggung jawab bagi pengembangan berpikir
kritis dalam membangun kepribadian kreatif agar mampu memper-tanggungjawabkan
disiplin ilmu yang dikuasai dalam masyarakat, maka arti dan sistem filsafat merupakan
sesuatu yang perlu ditelaah dan dimengerti.[5] Filsafat dapat juga dijadikan sebagai
pandangan hidup. Jika filsafat itu dijadikan sebagai pandangan hidup oleh suatu
masyarakat atau bangsa maka mereka akan berusaha untuk mewujudkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan yang nyata. Dari sinilah filsafat sebagai pandangan hidup
difungsikan sebagai tolak ukur bagi nilai-nilai tentang kebenaran yang harus dicapai.
Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan ini sudah tentu merupakan
sumbangan utama bagi pembinaan pendidikan. Teori-teori yang tersusun karenanya dapat
disebut sebagai pendidikan yang berlandaskan pada filsafat.
Dunia pendidikan Islam di Indonesia khususnya,dan dunia Islam pada umumnya
masih dihadapkan pada berbagai persoalan mulai dari soal rumusan tujuan pendidikan
yang kurang sejalan dengan tuntutan masyarakat, sampai kepada persoalan guru metode,
kurikulum dan sebagainya. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut masih terus
dilakukan dengan berbagai upaya. Penataran guru, pelatiahn tenaga pengelola pendidikan
dan lain sebagainya harus dilakukan, namun masalah pendidikan teru bermunculan.
Upaya untuk memperbaiki kondisi kependidikan yang demikian itu tamoaknya
perlu dilacak pada akar permasalahannya yang bertumpu pada pemikiran filosofis.
Filsafat pendidikan islsm secara umum akan mengkaji berbagai masalah yang terdapat
dalam bidang pendidikan, mulai dari visi misi, dan tujuan pendidikan, dasar-dasar dan
asas-asas pendidikan Islam, konsep manusia, guru, anak didik, kurikulum, dan metode
sampai dengan evaluasi dalam pendidikan secara filosofis. Dengan kata lain, ilmu ini
akan mencoba mempergunakan jasa pemikiran. Kenyataan menunjukan adanya kiblat-
kiblat pendidikan Islam yang belum jelas
Pendidikan islam masih belum menemukan format dan bentuknya yang khas
sesuai dengan agama islam hal ini selain karena banyaknya konsep pendidikan yang
ditawarkan para ahli yang belum jelas keislamannya, juga karena belum banyak pakar
pendidikan Islam yang merancang pendidikan Islam secara seksama.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diangkat dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian filsafat pendidikan Islam?
2. Apa saja objek kajian filsafat pendidikan Islam?
3. Apakah urgensi dari filsafat pendidikan Islam?
C. Pembahasan
1. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan
kataSophos yang berarti ilmu atau hikmah.[6] Sedangkan Pengertian filsafat dari segi
istilah selanjutnya berkembang dari zaman ke zaman. Filosof Heraklaitos (540-480 SM)
sudah memakai kata filsafat untuk menerangkan hanya Tuhan yang mengetahui hikmah
dan pemilik hikmah. Manusia harus puas dengan tugasnya di dunia sebagai pencari dan
pecinta hikmah.[7]
Plato (427-347 SM) sebagai filosof klasik dalam bukunya Eutydemus
sebagaimana dikutip A. Hanafi, MA mengatakan bahwa filsafat hanya memperhatikan
soal-soal kerohanian dan penuh ideal serta sama dengan pengetahuan. Sementara itu
Aristoteles (348-332 SM) mengatakan bahwa filsafat memperhatikan keseluruhan
pengetahuan dan kadang-kadang disamakan dengan pengetahuan tentang wujud
(ontologi).
Pendapat yang lebih jelas lagi tentang filsafat dikemukakan oleh Sidi Gazalba.
Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematis, radikal dan universal
dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala sesuatu yang
ada.[8]Dalam pendapat tersebut mengemukakan tiga ciri pokok dalam filsafat. Pertama
adanya unsur berpikir, dalam hal ini berpikir dengan menggunakan akal. Kedua, adanya
unsur tujuan yang ingin dicapai melalui berpikir tersebut, yakni mencari hakikat atau inti
segala sesuatu.
Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap
pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri,
melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian
padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa
filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat,
dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Selain itu terdapat pula
teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal
dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang
berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang
dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah
mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang
dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari
beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan
atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian
filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah
atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi
praktis.[9]
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti
yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan. Dalam hubungan ini dijumpai berbagai
rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama.[10]
Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam
pendidikan, yaitu: (1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau
pertolongan yang dilakukan secara sadar; (2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong;
(3) Ada yang di didik atau si terdidik; dan (4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan
tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan
komperhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan
sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi
pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara
mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah
saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di
dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan.
Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al-Qur’an dan al-
Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al-Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para
peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan
pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui
memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad
SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education).
Sedangkan arti dari Pendidikan Islam menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Menurut Achmadi
Pendidikan Islam adalah usaha untuk mengembangkan fitrah manusia, sumber
daya insani, menuju terbentuknya insan kamil. Ialah takwa yang direfleksikan dalam
perilaku, baik hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia maupun dengan alam
sekitarnya.[11]
b. Menurut Ahmad D. Marimba
Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-
hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-
ukuran tertentu.[12]
c. Menurut Drs. Syahminan Zaini
Pendidikan Islam adalah usaha mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran
Islam, agar terwujud (tercapai) kehidupan manusia yang makmur dan bahagia.[13]
d. Menurut Dra. Zuhairini
Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian
anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau sesuatu upaya dengan ajaran Islam, memikir,
memutuskan, berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai
dengan nilai-nilai Islam.[14]
e. Menurut Dr. Zakiah Daradjad
Pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim. Selanjutnya
digambarkan pengertian pendidikan Islam dengan pernyataan syari’at Islam tidak akan
dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui
proses pendidikan.[15]
Dari beberapa definisi pendidikan Islam yang dikemukakan nampak sekali
persoalan usaha membimbing ke arah pembentukan kepribadian, dalam arti akhlak
menjadi perhatian utama, di samping ke arah perkembangan diri serta perkembangan
kehidupan manusia dalam rangka menunaikan tugas hidupnya dan sekaligus
menjadikannya mampu membuktikan dirinya sebagai insan yang berkualitas dari hasil
proses pendidikan yang dijalaninya, berdasarkan kepada nilai-nilai Islam menuju
terbentuknya insan kamil. Konsep insan kamil dalam pandangan Islam, dapat
diformulasikan secara garis besar sebagai manusia bariman dan bertakwa serta memiliki
kemampuan yang teraktualisasikan dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan
alam sekitarnya secara baik, positif dan konstruktif.
Setelah mengikuti uraian di atas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat
Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang
terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadist
sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai
sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat
dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat
pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal,
bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Filsafat pendidikan Islam sebagai sebuah ilmu secara epistimologis seyogyanya
mempertanyakan dari mana filsafat pendidikan Islam diambil, atau dengan kata lain,
sumber-sumber apa saja yang dapat menjadi pegangan keilmuan bagi filsafat pendidikan
Islam.
Menurut Abudin Nata, menyebutkan bahwa filsafat pendidikan Islam bukanlah
filsafat pendidikan yang bercorak liberal, bebas dan tanpa batas etika sebagaimana yang
dijumpai pada filsafat pendidikan umumnya. Filsafat pendidikan Islam adalah filsafat
pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau dijiwai oleh ajaran Islam.[16]
Filsafat pendidikan berdasarkan ajaran Islam berarti sumber ajaran utama yaitu al-
Qur'an dan Hadits senantiasa dijadikan sebagai landasan bagi filsafat pendidikan Islam.
Filsafat pendidikan berdasarkan ajaran yang dijiwai oleh Islam berarti selain
menggunakan sumber al-Qur'an dan Hadits, filsafat pendidikan Islam juga mengambil
sumber-sumber dari ajaran lain yang sejalan atau tidak bertentangan dengan pokok ajaran
Islam. Dalam hal ini, Abdul Rahman Shalih Abdullah menyebutkan bahwa para pakar
filsafat pendidikan Islam terbagi ke dalam dua kelompok. Pertama, mereka yang
mengadopsi konsep non Islam dan memadukannya dengan pemikiran pendidikan Islam.
Kedua, mereka yang tergolong kelompok filsafat pendidikan Islam tradisional, yang
senantiasa mengambil pandangan al-Qur'an dan Hadits tentang pendidikan Islam.
Kelompok pertama oleh Abdul Rahman dipandang sebagai kelompok liberal, sedangkan
kelompok yang kedua dipandang sebagai kelompok yang konservatif.[17]
Sedangkan Toto Suharto memunculkan kelompok yang ketiga, yaitu kelompok
yang berupaya memadukan dan menjadikan moderasi dua kelompok tersebut. Kelompok
yang ketiga berpandangan bahwa filsafat pendidikan Islam mengambil premis-premis
dari al-Qur'an dan Hadits tetapi juga mengambil konsep dari luar al-Qur'an dan Hadits
yang tidak bertentangan dengan jiwa dan semangat ajaran yang ada di dalam al-Qur'an
dan Hadits.
[1] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 1
[2] Tadjab, Perbandingan Pendidikan, (Surabaya: Karya Abditama, 1994), hal. 10
[3] Zuhairini, loc.cit.
[4] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Andi Offset, 1986), hal. 5-6
[5] Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, (Yogyakarta: Sipress, 1993), hal.
22
[6] Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, (Yogyakarta: Sipress, 1993), hal.
22
[7] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hal. 1
[8] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 3
[9] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hal. 3
[10] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : al-Ma’arif, 1980),
hal. 23
[11] Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media,
1992), hal. 16
[12] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : al-Ma’arif, 1980),
hal. 23
[13] Syahminan Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam
Mulia, 1986), hal. 4
[14] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1995), hal. 152
[15] Zakiah Darajad, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hal. 28
[16] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar Ruzz, 2006), hal. 39
[17] Ibid., hal. 40
[18] Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1987), hal. 15
[19] Zuhairini, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Op. Cit., hal. 132
pendidikan terutama pendidikan Islam, maka perlu diikuti pola dan pemikiran kefilsafatan pada
umumnya. Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
1. Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya bersifat logis
dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun
secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.
mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan
tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada
dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai
obyektif oleh permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek
yang dipikirkannya.
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut
1. Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam
semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, serta
proses kejadian kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.
2. Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan
kearah mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan menentukan suatu
kekuatan yang menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat (monisme)
ataukah dua zat (dualisme) atau banyak zat (pluralisme). Dan apakah kekuatan penciptaan
alam semesta ini bersifat kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang
menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek
pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan
meliputi:
2. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of
Man).
3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan
kebudayaan.
5. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik
6. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan
pendidikan.
Dengan demikian dari uraian tersebut diproleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek filsafat
pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan
memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan bagaimana pelaksanaan
pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.
Berbicara tentang fungsidan tugas filsafat pendidikan, kita harus tahu terlebih dahulu memahami
apa arti filsafat itu sendiri. Kata filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani: philoshophia yang
banyak diperoleh pengertian-pengertian, baik secara harfiah atau etimologi. Terdiri dari kata philos
yang berarti cinta, gemar, suka dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan.
filsafat menurut arti katanya dapat diartikan sebagai cinta, cinta kepada ilmu pengetahuan atau
Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa filsafat adalah cinta kepada ilmu
pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang yang berfilsafat
adalah orang yang mencintai akan kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.
Berbagai pengertian (definisi) tentang Filsafat Pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli,
Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang
menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses
pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang
diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan
faktor yang integral atau satu kesatuan. Sementara itu, filsafat juga didefinisikan sebagai pelaksana
pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan, falsafah tersebut
menggambarkan satu aspek dari aspek-aspek pelaksana falsafah umum dan menitik beratkan
kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam
Barnadib mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada hakikatnya
bersifat filosofis, bermakna bahwa filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis
FILSAFAT ISLAM
Obyek filsafat terbagi menjadi dua obyek yaitu; obyek materi dan obyek formal
filsafat. Yang disebut obyek materi adalah hal atau bahan yang akan diselidiki (hal
yang menjadi sasaran penyelidikan), sedangkan obyek forma adalah sudut pandang
(point of view), dari mana hal atau bahan tersebut dipandang.
Obyek materi filsafat yang diselidiki mengenai semua yang ada : manusia, alam
dan Tuhan, sedangkan obyek formal filsafat yang menyangkut hakikat, sifat
dasar arti atau makna terdalam dari sesuaatu hal . Dengan kata lain bahwa
objek filsafat Islam itu adalah meliputi :
1.Objek materia filsafat ialah Semua yang ada, yang pada garis besarnya dapat dibagi
atas tiga persoalan pokok:
a.Hakekat Tuhan;
c.Hakekat Manusia .
2.Objek forma filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-
dalamnya sampai ke akarnya) tentang objek materi filsafat .
Dari pemahaman di atas nampak bahawa Objek filsafat itu bukan main
luasnya”, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang
ingin diketahui manusia. Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau akal yang
aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala
sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal pikirannya.
Lebih lanjut DR Musa As’arie menjelaskan bahwa objek dari Filsafat islam
adalah membahas hakikat semua yang ada, sejak dari tahapan ontologis, hingga
metafisis, membahas nilai-nilai yang meliputi epistemologis,estetika,dan etika yang
disesuaikan dengan kecendrungan perubahan dan semangat zaman. Kajian filsafat
Islam terhadap objek material dari waktu ke waktu mengkin tidak berubah, tetapi
corak dan sifat serta dimensi yang menjadi tekanan atau fokus kajiannya (objek
formal) harus berubah dan menyesuaikan dengan perubahan, serta konteks
kehidupan manusia, dan semangat baru yang selalu muncul dalam setiap
perkembangan jaman.
Atas dasar pada bidang penyelidikan dari objeknya ini, maka filsafat dapat
dibagi menurut objeknya adalah sebagai berikut:
1.Ada Umum yakni menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya
terdapat bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa
Eropa, ADA UMUM ini disebut “Ontologia” yang berasal dari perkataan Yunani
“Onontos” yang berarti “ada”,
2.Ada Mutlak, sesuatu yang ada secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, tidak
tergantung kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan tidak
berpenghabisan ia harus terus menerus ada, karena adanya dengan pasti. Ia
merupakan asal adanya segala sesuatu. Ini disebut orang “Tuhan” dalam Bahasa
Yunani disebut “Theodicea” dan dalam Bahasa Arab disebut “Ilah” atau “Allah”.
3.Comologia, yaitu filsafat yang mencari hakekat alam dipelajari apakah sebenarnya
alam dan bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini ialah
filsafat alam yang menerangkan bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan
isinya adanya itu karena dimungkinkan Allah. “Ada tidak mutlak”, mungkin “ada” dan
mungkin “lenyep sewaktu-waktu” pada suatu masa.
4.Antropologia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk “ada yang tidak mutlak”
maka juga menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah
kemampuan-kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya? Semua ini
diselidiki dan dibahas dalam Antropologia.
5.Etika: filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku
manusia yang dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang
membedakannya dengan lain-lain makhluk.
6.Logika: filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah akal
yang terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa
kepastian tentang logika, maka semua penyelidikan tidak mempunyai kekuatan
dasar. Tegasnya tanpa akal budi takkan ada penyelidikan. Oleh karena itu
dipersoalkan adakah manusia mempunyai akal budi dan dapatkah akal budi itu
mencari kebenaran? Dengan segera timbul pula soal, apakah kebenaran itu dan
sampai dimanakah kebenaran dapat ditangkap oleh akal budi manusia. Maka
penyelidikan tentang akal budi itu disebut Filsafat Akal
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebenarnya objek Filsafat Islam ialah sama
dengan objek kajian filsafat pada umumnya yaitu realitas, baik yang material
maupun yang ghaib. Hanya Perbedaannya terletak pada subjek yang
mempunyaikomitmen Qur’anik.
Ruang lingkup filsafat Islam menurut beberapa ahli filsafat di anataranya ::
Al Kindi :
Al Farabi :
1. Filsafat teori, yaitu mengetahui sesuatu yang ada, dimana seseorang tidak bisa
(tidak perlu) mewujudkannya dalam perbuatan. Bagian ini meliputi :
- ilmu metafisika.
Ibnu Sina :
Pembagian filsafat menurut Ibnu Sina pada pokoknya tidak berbeda dengan
pembagian-pembagian sebelumnya, yaitu filsafat teori dan filsafat amalan. Akan
tetapi ia menghubungkan kedua bagian tersebut kepada agama. Dasar-dasar filsafat
tersebut terdapat dalam agama atau syari'at Tuhan, hanya penjelasannya
didapatkan oleh kekuatan akal-pikiran manusia.
l). Ilmu tentang cara turunnya wahyu dan makhluk-makhluk rohani yang membawa
wahyu itu; demikian pula bagaimana cara wahyu itu disampaikan, dari sesuatu yang
bersifat rohani kepada sesuatu yang dapat dilihat dan didengar.
2). Ilmu keakhiratan, antara lain memperkenalkan kepada kita bahwa manusia ini tidak
dihidupkan lagi badannya, maka rohnya yang abadi itulah yang akan mengalami
siksaan dan kesenangan.
Dan oleh karena itu tidaklah aneh kalau filsafat tersebut mencakup juga lapangan-
lapangan ilmu keislaman lain, dan mempengaeruhi pula pembatasan-
pembatasannya, apalgai penyelelidikan keilmuan pada waktu itu banyak bersifat
ensiklopedis yang serba meliputi. Kita tidak akan mempunyai gambaran yang
lengkap tentang kegiatran filsafat dalam dunia Islam, kalau kita membatasi diri
kepada ahsil karya filosof-filosof islam saja, atau mereka yang terkenal dengan
sebutan ”filosof peripatetik”, akan tetapi harus memperluasnya sehingga mencakup
pembahasan ilmu kalam, tasauf dam usul fiqih serta tarikh tasyrik.
Selanjutnya dalam kajian keilmuan Islam, maka posisi filsafat Islam adalah landasan
adanya integrasi berbagai disiplin dan pendekatan yang makin beragam, karena
dalam bangunan epistemologi Islam mau tidak mau, filsafat Islam dengan metode
rasional transendental dapat menjadi sumbernya. Contoh: Fiqih pada hakekatnya
adalah pemahaman yang pada dasarnya adalah filsafat, yang kemudoan di
kembangkan dalam usul Fiqh. Tampa filsafat fiqih akan kehilangan semangat untuk
perobahan sehingganya fiqih dapat menjadi baku bahkan pintu ijtihad akan tertutup.
Jika ada petentangan antara fiqh dan filsafat, seperti yang pernah terjadi dalam
sejarah pemikiran Islam, maka hal itu lebih disebabkan karena terjadinya kesalah
pahaman dalam memahami risalah kenabian. Jadi filsaft bukanlah anak haram
Islam, tetapi filsafat adalah anak kandung yang sah dari risalah kenabian. Filsafat
Islam adalah basis studi keilmuan Islam, yang mengintegrasikan dan
mengikatkannya, agar tidak terlepas dari cita-cita Islam. Filsafat Islam sebagai
hikmah yang hadir, untuk pencerahan intelektual Islam, untuk keselamatan dan
kedamaian hidup dunia dan akhirat, dan untuk peneguhan hati manusia sebagai
khalifah dan sebagai hamba tuhan.
Daftar literatur :
DR.Musa Asy’arie, Filsafat islam sunah Nabi dalam berpikir, LESFI,Yogyakarta, 1999.
Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, (Semarang, Ramadhani,
1982), cet. ke-2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam memiliki sifat universal dan komplisit dapat merambah keranah kehidupan
apapun, termasuk dalam ranah pendidikan.
Sejarah telah membuktikan bahwa, kemunculan pendidikan sebagai disiplin ilmu yang
mandiri berasal dari pemikir-pemikir muslim. Melalui metode empirisnya mereka telah
menemukan konsep dan teori pendidikan, sehingga mereka banyak memberikan konstribusi
dengan berbagai disiplin ilmu lain yang berhubungan dengan pendewasaan manusia.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2. Untuk Mengetahui siapa dan apa sajakah obyek filsafat Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian “sistem” bisa diberikan terhadap suatu perangkat atau mekanisme yang
terdiri dari bagian-bagian dimana satu sama lain saling berhubungan dan saling memperkuat.
Dengan demikian sistem adalah suatu sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Pengertian lainnya yang umum dipahami dikalangan awam adalah bahwa sistem (lebih
tepat sistem) itu merupakan “cara” untuk mencapai tujuan tertentu dimana dalam
penggunaannya bergantung kepada pelbagai faktor yang erat hubungannya dengan usaha
pencapaian tujuan tersebut. Sistem dalam pengertian ini lebih berdekatan dengan pengertian
“metode”, sedang “metode” mula-mula berasal dari kata “meta” berarti melalui
dan “hodos”berarti jalan. Jadi methode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai satu
tujuan.
Bila kita mempergunakan istilah “sistem pendidikan dan pengajaran pondok pesantren”
maka tak lain yang dimaksud adalah sarana yang berupa perangkat organisasi yang diciptakan
untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang berlangsung dalam pondok pesantren
itu. Sedangkan bila kita mempergunakan istilah “sistem (“susteem” dalam bahasa Belanda)
pendekatan” tentang metode pengajaran agama Islam di Indonesia, maka tak lain
pengertiannya adalah “cara pendekatan dan cara penyampaian ajaran agama Islam di
Indonesia” dimana scopenya yang luas, tidak hanya berbatas pada pondok pesantren, akan
tetapi mencakup lembaga-lembaga pendidikan formal, baik madrasah maupun sekolah umum
dan non formal seperti pondok pesantren.
1. Sorogan
Yaitu suatu sistem belajar secara individual dimana seorang santri berhadapan dengan
seorang guru, dengan sistem pengajaran secara sorogan ini memungkinkan hubungan Kiai
dengan Santri sangat dekat, sebab Kiai dapat mengenal kemampuan pribadi santri secara satu
persatu.
2. Bandungan
Sistem bandungan ini sering disebut dengan Halaqoh dimana dalam pengajaran, kitab
yang dibaca oleh Kiai hanya satu, sedang para santri membawa kitab yang sama, lalu santri
mendengarkan dan menyimak bacaan Kiai.
3. Weton
Istilah weton berasal dari bahasa jawa yang diartikan berkala atau berwaktu. Pengajian
weton bukan merupakan pengajian rutin harian, tapi dilaksanakan pada saat tertentu misalnya
pada setiap selesai sholat Jum’at dan sebagainya.
Adapun metode yang dapat dipergunakan dilingkungan pondok pesantren antara lain,
seperti tersebut di bawah ini dengan penyesuaian menurut situasi dan kondisi masing-masing:
Macam-macam metode itu menjadi efektif dan tidaknya bagi santri (anak didik) adalah
banyak bergantung kepada pribadi pendidik (guru/pengajar/ pengasuh) itu sendiri.
Sistem pendekatan metodologis yang perlu mendapatkan perhatian dari para pendidik
juga di pondok pesantren adalah bilamana didasarkan atas disiplin ilmu sosial sekurang-
kurangnya meliputi:
1. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini tekanannya diutamakan pada dorongan yang bersifat persuasif dan
motivatif, yaitu suatu dorongan yang mampu menggerakkan daya kognitif, konatif dan afektif.
2. Pendekatan Sosio-kultur
Pendekatan ini lebih ditekankan pada usaha pengembangan sikap pribadi dan sosial
sesuai dengan tuntutan masyarakat yang berorientasi kepada kebutuhan hidup yang makin maju
dalam berbudaya dan berperadapan.
3. Pendekatan Religik
Yakni suatu pendekatan yang membawa keyakinan (aqidah) dan keimanan dalam
pribadi anak didik yang cenderung kearah komprehensif intensif dan ekstensif (mendalam dan
meluas).
4. Pendekatan Historis
5. Pendekatan Komparatif
Pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan suatu gejala sosial keagamaan
dengan hukum agama yang ditetapkan selaras dengan situasi dan zamannya.
6. Pendekatan Filosofis
D. Prinsip-prinsip Umum dalam Proses Belajar dan Mengajar Agama di Pondok Pesantren
Prinsip-prinsip umum belajar dan motifasi yang perlu ditetapkan dalam pondok
pesantren yaitu:
1. Prinsip Kebermaknaan
Prinsip ini menghendaki bahwa anak didik akan terdorong untuk mempelajari hal-hal
yang bermakna bagi dirinya.
2. Prinsip Prasyarat
Prinsip ini menuntut pendidik untuk menyadari bahwa anak didik akan tergerak untuk
mempelajari hal-hal baru bila ia memiliki semua prasyarat yaitu mengaitkan pengetahuan yang
dimiliki anak didik dengan yang dimiliki oleh pendidik.
3. Prinsip-prinsip Model
Prinsip tersebut menuntut agar pendidik mendorong anak didik lebih banyak
mempelajari sesuatu dengan cara penyajian yang disusun sedemikian rupa sehingga pesan-
pesan pendidik terbuka bagi anak didik.
5. Prinsip Kebaruan
Anak didik akan lebih banyak belajar bilamana minat/perhatiannya tertarik oleh
penyajian-penyajian yang relatif baru.
Prinsip praktek akrif yaitu anak akan dapat belajar lebih baik bilamana ia diikutsertakan
dalam praktek.
Anak didik akan belajar lebih baik dan giat bilamana pelajaran praktek tersebut disusun
dalam periode yang singkat yang didistribusikan dalam jangka waktu tertentu.
Seorang anak didik akan lebih baik dalam belajarnya bilamana instruksi (perintah) atau
petunjuk semakin dikurangi dan dihapuskan.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa metode dan sistem
pendidikan pada pondok pesantren itu tidak hanya berkutik pada metode-metode tradisional
saja, akan tetapi pendidikan di pondok pesantren juga telah menggunakan berbagai metode-
metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lembaga pendidikan tersebut, dengan
demikian pendidikan pondok pesantren tidak lagi dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan
yang kuno, bahkan pendidikan yang telah berkembang pada saat ini banyak yang menggunakan
sistem yang digunakan dalam pondok pesantren.
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH
METODE PENELITIAN FILSAFAT
Tentang:
OBJEK FORMAL DAN MATERIAL FILSAFAT
Disusun Oleh :
Rusma Donal : 510.060
Dosen Pembimbing :
Zulfis M, Hum
Elfi Tajuddin M, Hum
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan
“Shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalan, dan sophia artinya kearifan atau
kebijakan. Jadi arti filsafat secara hrfiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadapat
kearifan atau kebijakan. Filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu)
dan dapat juga disebut pandangan hidup (masyarakat). Berfilsafat merupakan salah satu
kegiatan/ pemikiran manusia memiliki peran yang penting dalam menentukan dan
menemukan eksistensinya. Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat
dikategorikan berfilsafat. Berpikir yang dikategorikan berfilsafat adalah apabila berpikir
tersebut mengandung tiga ciri yaitu radikan, sistematis dan universal. Untuk ini filsafat
menghendakilah pikir yang sadar, yang berarti teliti dan teratur. Berarti bahwa manusia
menugaskan pikirnya untuk bekerja sesuai dengan aturan dan hukum-hukum yang ada,
berusaha menyerap semua yang bersal dari alam, baik yang berasal dari dalam dirinya
atau diluarnya.
Berfikir merupakan subjek dari filsafat akan tetapi tidak semua berfikir berarti
berfilsafat. Subjek filsafat adalah seseorang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu
dengan sungguh dan mendalam. Objek filsafat, objek itu dapat berwujud suatu barang
atau dapat juga subjek itu sendiri contohnya si aku berfikir tentang diriku sendiri maka
objeknya adalah subjek itu sendiri. Objek filsafat dapat dibedakan atas 2 hal :
Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada dan ada yang tidak
harus ada
Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh karena mengasas, maka
filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan tidak kebenaran
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.vancebatosai.blogspot.com/ _.htm
2. http//:objek filsafat, google, Posted 02 Jun 2011 05:28 PM
3. Ihsan fuad. 2010.filsafat ilmu. Jakarta:Rineka Cipta.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Cara berfikir secara filsafat adalah berfkir secara mendalam, kritis, dan radikal dalam rangka
menemukan kebenaran terhadap objek-objek yang sedang dikaji. Demikian juga halnya dengan
filsafat pendidikan islam yang mencoba untuk memecahkan sekaligus memberikan jawaban-
jawaban dalam berbagai masalah pendidikan,terutama pendidikan islam.
Berbicara tentang filsafat, kita harus tahu terlebih dahulu apa arti filsafat itu sendiri. Kata
filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani: philoshophia yang banyak diperoleh
pengertian-pengertian, baik secara harfiah atau etimologi. Terdiri dari kata philos yang berarti
cinta, gemar, suka dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan. F
ilsafat menurut arti katanya dapat diartikan sebagai cinta, cinta kepada ilmu pengetahuan atau
kebenaran, suka kepada hikmah juga kebijaksanaan.
Didalam filsafat pendidikan, akan kita jumpai berbagai macam hal baru yang tentunya akan
menambah wawasan keilmuan kita. Dan didalam makalah yang singkat ini akan diterangkan
mengenai pengertian filsafat, objek kajian filsafat, serta pendekatan pendekatan studi dalam
filsafat pendidikan islam.
Dan salah satunya adalah mengenai pendekatan dalam kajian filsafat pendidikan Islam yang
harus kita ketahui untuk bisa mengaplikasikannya. Dari itu kami menyusun makalah yang amat
sederhana ini dengan harapan bisa menjadi bahan untuk kita diskusikan dan tentunya
diamalakan untuk diaplikasikan pada dunia pendidikan khususnya.
Selain itu juga mudah-mudahan dengan disusunnya makalah ini kita bisa mengambil
manfaatnya untuk menjadi bahan yang bisa dijadikan referensi untuk pengamalan ilmu kepada
yang lainnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang dikemukakan dalam makalah ini adalah berkaitan dengan
Pendekatan dalam Kajian dalam Kajian Filsafat Pendidikan Islam. Supaya untuk mempermudah
pemahaman kita terhadap isi makalah ini, maka disusunlah rumusan masalah dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut :
C. TUJUAN
Secara umum tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Folsafat Pendidikan Islam dan tentunya secara khusus penyusunan makalah ini agar kita
mengetahui apa yang menjadi rumusan masalah di atas, diantaranya adalah sebagai berikut :
D. MANFAAT
PEMBAHASAN
Filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang
pendidikan. Filsafat itu mencerminkan suatu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan
menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang
menjadi dasar falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis
Sedangkan menurut Hamdani Ihsan, yang dinamakan dengan filsafat pendidikan Islam
adalah studi tentang pandangan filosofis dari sistem dan aliran filsafat dalam Islam terhadap
masalah-masalah kependidikan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan manusia Muslim dan Umat Islam.
Dari defenisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Fisafat pendidikan Islam adalah
suatu usaha yang dilakukan dengan mencurahkan pemikiran dengan semaksimal mungkin dalam
rangka memperhatikan masalah pendidikan sekaligus menyelesaikan problem-problem dalam
pendidikan itu sendiri berdasarkan islam.
Dengan demikian, jelaslah filsafat pendidikan Islam itu adalah filsafat yang memikirkan masalah
pendidikan Islam. Oleh karena itu ada kaitan langsung dengan pendidikan, filsafat dapat juga
kita artikan sebagai teori dengan segala tingkat.
Telah sama-sama kita ketahui berfikir filsafat adalah berfikir yang radikal, menyeluruh serta
mendalam terhadap suatu objek. Maka apabila kita memikirkan pendidikan secara filsafat
haruslah berfikir secara menyeluruh apa esensi dari pendidikan itu sendiri.
Apakah pendidikan tersebut hanya sebatas transfer pengetahuan dari pendidik ke anak
didiknya? Tentu saja tidak, pendidikan sangatlah luas cakupannya. Karena begitu luasnya
cakupan dari pendidikan tersebut, maka kita harus mencurahkan pemikiran dengan sungguh-
sungguh dan mendalam tentang apa hakikat dari pendidikan itu sendiri.
Menurut Ahmad D Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.
1. Usaha (kegiatan) dimana usaha itu bersifat bimbingan (pimpinan atau pertolongan) dan
dilakukan secara sadar.
Apa bila kita perhatikan pengertian yang luas dari pendidikan dapat kita simpulkan
bahwasannya pendidikan adalah seluruh proses hidup dimana kehidupan manusia itu adalah
proses pendidikan. Segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan pembelajaran dan
memberikan pengaruh pendidikan beginya.
Untuk menjadikan proses yang baik tentu saja memerlukan suatu pemikiran yang tepat dan
akurat. Tanpa adanya suatu pemikiran yang berkualitas maka kita tidak akan dapat menciptakan
proses yang baik dalam pendidikan itu sendiri. Disinlah peran penting filsafat dalam
menciptakan suatu proses pendidikan yang dapat memberikan warna yang baru dalam
pendidikan islam itu sendiri.
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses
pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan
manusia, bahkan pada hakikatnya keduanya adalah proses yang satu. Dengan pengertian
pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai ruang lingkup yang
luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.
Sebagai contoh, berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kependidikan yang
memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya, antaralain :
1. Masalah pendidikan pertama yang mendasar adalah tentang apakah hakikat pendidikan.
Mengapa harus ada pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia.
4. Siapakah hakikatnya yang bertanggung jawab terhadap pendidikan itu, dan sampai mana
tanggung jawab tersebut. Bagaimana hubungan tanggung jawab antara keluarga , masyarakat,
dan sekolah tehadap pendidikan dan bagaimana tanggung jawab pendidikan tersebut setelah
manusia dewasa.
5. Apakah hakikat pribadi manusia itu. Manakah yang lebih utama untuk dididik; akal, perasaan,
atau kemauannya, pendidikan jasmani atau rohani, pendidikan skill ataukah intelektualnya,
ataukah kesemuanya itu.
C. OBYEK KAJIAN FILSAFAT PENDIDIKAN
a. Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya bersifat logis dan
rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara
sistematis artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.
b. Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut persoalan
yang mendasar sampai keakar-akarnya.
d. Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-pemikiran yang
tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu
alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai obyektif oleh
permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang
menyangkut bidang-bidang sebagai berikut:
1. Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta,
ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, serta proses
kejadian kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.
2. Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan kearah
mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan menentukan suatu kekuatan yang
menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat (monisme) ataukah dua zat
(dualisme) atau banyak zat (pluralisme). Dan apakah kekuatan penciptaan alam semesta ini
bersifat kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup
yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga
obyek pemikiran filsafat pendidikan.
Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi:
b. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man).
c. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
e. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik
pendidikan (sistem pendidikan).
f. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian dari uraian tersebut diproleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi
obyek filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk
mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan bagaimana
pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-
citakan.
Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwasannya filsafat memberikan warna dan corak
terhadap pendidikan sekaligus sebagai alat dalam memecahkan masalah, problem pendidikan
dan menyusun teori-teori pendidikan.
Selain itu filsafat pendidikan memberikan arah agar teori pendidikan yang dikembangkan
mempunyai relevansi dengan kehidupan yang nyata, dengan kata lain mengarahkan teori-teori
dan pandangan fiksafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam
praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang
dalam masyarakat.
Dalam melakukan studi tentang Falsafah Pendidikan Islam dituntut penguasaan ilmu
pengetahuan yang melengkapi dan tentunya dapat menjadi sumber potensi rujukan pemikiran
pemikir bidang tersebut, yang meliputi sekurang-kurangnya sebagai berikut:
b. Ilmu pengetahuan tentang kebudayaan islam yang umum serta sejarahnya, Filsafat islam yang
umum serta ilmu-ilmu cabang kefilsafatan yang kontemporer pada saat ini.
c. Ilmu tentang manusia, seperti psikologi dalam segala cabangnya yang relevan dengan
pendidikan, serta mengenai perkembangan hidup manusia.
d. Sciense dan teknologi yang terutama berkaitan dengan pengembangan hidup orang banyak
yang berpengaruh terhadap pengembangan pendidikan, misalnya teknologi pendidikan.
Dengan menguasai disiplin ilmu di atas maka seorang pemikir dalam bidang pendidikan
dapat merumuskan dan juga mengarahkan pendidikan tersebut kesuatu tujuan penciptaan
manusia dimuka bumi ini yaitu sebagai hamba Allah dan juga sebagai Khalifah fi Al_ardhi.
Selanjutnya menurut Harry Schofield sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Bernadib
dalam bukunya filsafat pendidikan, menekankan bahwa ada dua pendekatan dalam studi filsafat
pendidikan islam yaitu:
Dengan pendekatan filsafat historis yaitu dengan cara melakukan deteksi dari pertanyaan-
pertanyaan filosofis yang diajukan, mana-mana yang telah mendapat jawaban dari para ahli
sepanjang sejarah. Dalam sejarahnya filsafat telah berkembang dalam bentuk sistematika, jenis-
jenis dan aliran-aliran filsafat yang tertentu. Oleh karena itu, kalau diajukan pertanyaan-
pertanyaan tentang berbagai macam masalah filosofis dalam bidang pendidikan, jawabannya
melekat pada masing-masing system, jenis dan aliran-aliran filsafat tersebut. Dari sekian
jawaban tersebut, kemudian dipilih jawaban mana yang sesuai dan dibutuhkan.
Adapun yang dimaksud dengan cara pendekatan filsafat kritis, dimaksudkan dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis dan diusahakan jawabannya secara filosofis pula,
dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan filosofis.
Schofield mengemukakan ada dua cara analisa pokok dalam pendekatan filsafat kritis yaitu:
Tanpa adanya analisa linguistic atau bahasa akan sulitlah bagi kita untuk mencerna maksud
dan tujuan dari teori-teori ataupun pemikiran-pemikiran filosuf sebelum kita.engan kejahilan
kita terhadap pemikiran-pemikiran filosuf tersebut bagi kita maka akan sulit juga bagi kita untuk
mencari dan mnerapkan teori-teori mereka dalam pendidikan kita
b. Analisa konsep
Analisa konsep adalah suatu analisa mengenai istilah-istilah yang mewakili gagasan atau
konsep.
Dari kedua pendekatan tersebut diharapkan kepada kita dapat mempelajari filsafat
pendidikan dengan baik dan dapat pula kita menganalisis pemikiran-pemikiran filsafat terutama
filsafat pendidikan Islam, yang diharapkan dapat menjadi landasan bagi kita dalam rangka
memajukan pendidikan yang ada pada masa sekarang ini.
Adapun metode atau pendekatan atau yang dipakai Filsafat Pendidikan Islam dalam
memecahkan persoalan-persoalan pendidikan adalah:
- Metode spekulatif dan kontemplatif yang merupakan metode utama dalam setiap cabang
filsafat.Kontemplatif atau tafakur adalah berfikir secara mendalam dalam situasi yang tenang
dan sunyi untuk mendapatkan kebenaran tentang hakikat sesuatu yang dipikirkan.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berfikir secara filsafat adalah berfkir secara mendalam, kritis, dan radikal dalam rangka
menemukan kebenaran terhadap objek-objek yang sedang dikaji.
Demikian juga halnya dengan filsafat pendidikan islam yang mencoba untuk memecahkan
sekaligus memberikan jawaban-jawaban dalam berbagai masalah pendidikan,terutama
pendidikan islam.
Filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam
bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan suatu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum
dan menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang
menjadi dasar falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis.
Dengan mempelajari fiksafat pendidikan Islam diharapkan kepada kita dapat menentukan
dasar-dasar dan prinsip-prinsip dalam pendidikan tersebut dan memberikan warna yang baik
dalam pendidikan Islam.
Ada dua pendekatan dalam studi filsafat pendidikan Islam. Pertama, pendekatan filsafat
historis. Dengan pendekatan ini kita akan mengetahui perkembangan pemikiran filsafat dalam
bidang pendidikan, sekaligus mengetahui konsep-konsep pendidikan dari berbagai aliran dalam
filsafat. Kedua, pendekatan dengan filsafat kritis dimaksudkan dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan filosofis dan diusahakan jawabannya secara filosofis pula, dengan
menggunakan berbagai metode dan pendekatan filosofis.
B. SARAN
Demikian makalah ini kami susun dengan segala kemampuan dan keterbatasan kami. Maka
dari itu, kritik dan saran selalu kami tunggu demi perbaikan. Dan semoga makalah ini mudah
difahami dan bermanfaat di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
1962
FILSAFAT PENDIDIKAN
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi
fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi
dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal.
Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, organis, harmonis,
dan dinamis. Guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang
digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Bidang ilmu pendidikan dengan berbagai cabang-cabangnya merupakan landasan ilmiah bagi
pelaksanaan pendidikan, yang terus berkembang secara dinamis. Sedangkan filsafat pendidikan
sesuai dengan peranannya, merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan
dan pelaksanaan pendidikan. Kedua bidang diatas harus menjadi pengetahuan dasar (basic
knowledge) bagi setiap pelaksana pendidikan, apakah ia guru ataukah sarjana pendidikan.
Membekali mereka dengan pengetahuan dimaksud diatas berarti memberikan dasar yang kuat
bagi sosialnya profesi mereka. Dengan demikian seorang guru dan sarjana pendidikan
seyogyanya mengapproach masalah pendidikan dengan masalah dengan masalah approach
yang komprehensif dan integral : dan bukan dengan approach yang elementer, bahkan tidak
dengan approach ilmiah semata-mata. Untuk maksud ini perlu dipahami arti dan fungsi filsafat
pendidikan di samping ilmu pendidikan (dan cabang-cabangnya).
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Pendidikan
Kata filsafat berasal dari bahasa yunani kuno, philos artinya cinta dan shopia artinya kearifan
atau kebijakan. Filsafat berarti cinta yang mendalam terhadap kearifan atau kebijakan. Dan
dapat pula diartikan sebagai sikap atau pandangan seseorang yang memikirkan segala
sesuatunya secara mendalam dan melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan. Menurut Harold titus, dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai sains yang
berkaitan dengan metodologi, dan dalam arti luas filsafat mencoba mengintegrasikan
pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif
tentang alam semesta, hidup, dan makna hidup.
Secara istilah, filsafat mengandung banyak pengertian sesuai sudut pandang para ahli
bersangkutan, diantaranya :
1. Muhammad Noor Syam (1986) merumuskan pengertian filsafat dari dua sisi. Pertama, filsafat
sebagai aktivitas berfikir murni, atau kegiatan akal manusia dalam usaha mengerti secara
mendalam mengenai segala sesuatu. Pengertian filsafat disini ialah berfilsafat. Kedua, filsafat
sebagai produk kegiatan berfikir murni. Jadi merupakan suatu wujud ilmu sebagai hasil
pemikiran dan penyelidikan berfilsafat, sehingga merupakan suatu bentuk perbendaharaan yang
terorganisasi, memiliki sistematika tertentu filsafat juga diartikan satu bentuk ajaran tentang
sesuatu atau tentang segala sesuatu sebagai satu ideology.
2. Menurut Hasbullah Bakry (dalam prasetya, 1997) filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala
sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal
manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep
dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap
seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin
melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Kata pendidikan berasal dari kata didik. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Para ahli mengemukakan
definisi pendidikan adalah sebagai berikut :
Pendidikan adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar
menjadi manusia mandiri dan bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun , orang lain,
hewan, dan sebagainya. Ikhtiar mendewasakan mengandung makna yang sangat luas, yaitu
transfer pengetahuan dan keterampilan, bimbingan dan arah penguasaan pengetahuan,
keterampilan, dan pembinaan kepribadian, sikap moral dan sebagainya.
Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang
menjadi filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses
pendidikan . artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-
maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman
kemanusiaan merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan.
Dengan demikian, filsafat pendidikan itu adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah
kependidikan. Oleh karena ada kaitan dengan pendidikan, filsafat diartikan sebagai teori
pendidikan dengan segala tingkat.
Peranan filsafat pendidikan merupakan sumber pendorong adanya pendidikan. Dalam bentunya
yang terperinci kemudian filsafat pendidikan menjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan.
Kajian dalam bidang filsafat pendidikan mencakup berbagai aspek yang juga menjadi
karakteristik kajian filsafat pada umumnyayang meliputi semua realitas yang wujud maupun
yang mumkin al-wujud. Hanya saja, dalam konteks filsafat pendidikan lebih menekankan pada
upaya perenungan yang utuh dan terpadu dapat ditemukan kebenaran-kebenaran dan
kebijakan-kebijakan yang berguna bagi kemajuan dunia kependidikan itu sendiri. Realitas
kependidikan terkait dengan upaya-upaya sistematis dan terprogram untuk menjadikan subjek-
subjek didiknya menjadi manusia idaman sebagaimana yang diinginkan. Spirit pendidikan di sini
berada pada aktivitas pembelajaran. Kondisi ini meniscayakan filsafat pendidikan pun tentu juga
akan mengonsentrasikan dirinya untuk menganalisis berbagai kemungkinan langkah yang dapat
ditempuh oleh semua subjek yang terkait agar segala yang diupayakannya benar-benar efektif
dan efisien untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan itu semua, maka realitas-ralitas kependidikan yang menjadi objek kajian filsafat
pendidikan antara lain menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan :
1. Hakikat manusia ideal sebagai acuan pokok bagi pengembangan dan penyempurnaan
2. Pendidikan dan nilai-nilai yang dianut sebagai suatu landasan berpikir dan berbuat dalam
tatanan hidup suatu masyarakat
4. Hakikat pendidik dan anak didik sebagai subjek-subjek yang terlihat langsung dalam
pelaksanaan proses edukasi.
5. Hakikat pengetahuan dan nilai sebagai aspek penting yang dikembangkan dalam aktivitas
pendidikan
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut
bidang-bidang sebagai berikut :
1. Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta,
ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, serta proses
kejadian-kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata.
2. Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan kearah
mana proses kejadiannya.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup
yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga
obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat
pendidikan meliputi :
b. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man).
c. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
e. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (Ideology), filsafat pendidikan dan politik
pendidikan (sistem pendidikan).
f. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian dari uraian tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek
filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti
dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana
pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-
citakan.
1. Metafisika
Istilah metafisika sering digunakan dalam bahasa filsafat. Bahkan seolah-olah istilah filsafat itu
diidentikkan dengan metafisika. Sebenarnya metafisika bukanlah disiplin fisafat secara utuh,
tetapi lebih untuk menamai suatu bagian kegiatan filsafat dari keseluruhan bagian-bagian
disiplinnya.
Metafisika merupakan cabang kajian filsafat yang mengkaji persoalan yang berkenan dengan
hakikat realitas. Konsentrasi filsafat di sini lebih diarahkan untuk menelaah secara mendalam
dan menyeluruh tentang hakikat yang ada dan yang dianggap ada. Jika fisika membicarakan
segala sesuatu yang dapat disentuh oleh pancaindera yang kebenarannya ditentukan oleh unsur
pengamatan di mana pengukuran dan pengujiannya secara empiris, maka metafisika
membincangkan sesuatu yang tidak terjangkau olehnya.
Jadi, jika orang bertanya tentang metafisika ini, maka jawabannya tentu akan mengarah pada
bentuk pengetahuan yang akan memberikan pemahaman akan perbedaan-perbedaan antara
yang riil dan ilusi ; antara pengetahuan tentang yang esensi dan yang substansi dan empiris
sebagaimana apa adanya. Pembicaraan metafisika selalu bermuara pada penemuan hal yang
esensi yang berada di balik dunia riil. Capaian filsafat metafisika adalah bagaimana melihat
sesuatu realitas secara paripurna.
2. Epistemologi
Dalam bidang epistemologi, konsentrasi filsafat tertuju pada pembicaraan problem
pengetahuan dan persoalan yang berkenan dengan hakikat dan struktur pengetahuan. Secara
akademis, epistemologi merupakan kajian yang berkaitan tentang persoalan dasar ilmu
pengetahuan yang meliputi : hakikat ilmu, jenis ilmu pengetahuan yang mungkin dapat diraih
manusia, sumber ilmu pengetahuan, dan batas-batas ilmu pengetahuan manusia.
Kajian epistemologi diperlukan terutama untuk membuat jaminan-jaminan suatu keputusan itu
dapat dikatakan benar. Kebenaran diambil atas dasar pandangan atau pendapat ahli sajatidak
dapat menjamin seseorang untuk merasa puas akan temuannya. Kondisi ini meniscayakan
seseorang ingin melanjutkannya dengan mencari sesuatu yang tidak menjadikannya ragu dan
bimbang atas apa yang diketahuinya. Hal ini mengingat pengetahuan manusia tidak terlepas dari
ekspresi cara beradanya di dunia yang dalam banyak variannya terkait dengan konsep-konsep
dan keyakinan-keyakinanyang telah terbangun dan terstruktur dalam dirinya.
3. Aksiologi
Dalam bidang aksiologi, pemikiran fisafat diarahkan pada persoalan nilai, baik dalam konteks
estetika, moral maupun agama. Persoalan nilai ini sesungguhnya adalah muara bagi keseluruhan
aktivitas berfikir filsafat itu sendiri. Pendeknya, ujung dari keseluruhan aktivitas filsafat dalam
bidang metafisika maupun epistemologi ialah terwujudnya tingkah laku dan perbuatan-
perbuatan manusia yang mengandung nilai. Kearifan sebagai lambang orientasi kegiatan filsafat
tidak akan terwujud jika aktivitas filsafat hanya bergerak dalam dua bidang kajiannya saja dan
menegasikan wilayah aksiologi.
Dari keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jika fokus telaahan filsafat diarahkan
untuk mencari pemecahan terhadap masalah hakikat dan kebenaran dalam suatu realitas yang
ada, maka kajiannya termasuk dalam filsafat metafisik. Jika seseorang berupaya memberikan
jawaban atas persoalan-persoalan pengetahuan, baik hakikat, kriteria, validitas, sumber-
sumber, prosedur maupun klasifikasi dan jenis-jenis ilmu, maka dalam hal ini telaah filsafat
berada dalam wilayah kajian epistemologi.
KESIMPULAN
filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadi filsafat tersebut sebagai jalan
untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan . artinya, bahwa filsafat
pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk
mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang
integral atau satu kesatuan.
Ruang lingkup filsafat pendidikan Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran
filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam
semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro
(khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan.
ANALISIS MASALAH
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses
pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan
manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. Pengertian yang luas dari
pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Lodge, yaitu bahwa: “life is education, and
education is life”, akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah
proses pendidikan segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan
pengaruh pendidikan baginya. Dalam artinya yang sepit, pendidikan hanya mempunyai fungsi
yang terbatas, yaitu memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang
sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam
situasi dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol.
3. Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu? Apakah pendidikan itu untuk individu atau untuk
kepentingan masyarakat? Apakah pembinaan itu untuk dan demi kehidupan riil dan material di
dunia ataukah untuk kehidupan di akhirat kelak?
5. Apakah hakikat kepribadian manusia itu? Manakah yang lebih untuk dididik; akal, perasaan,
atau kemauannya, pendidikan jasmani atau mentalnya, pendidikan skill ataukah intelektualnya
atau kesemuanya itu?
1. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan
kehidupan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Allah yang dibekali dengan berbagai
kelebihan, di antaranya kemampuan berfikir, kemampuan berperasaan, kemampuan mencari
kebenaran, dan kemampuan lainnya. Kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan berkembang
apabila manusia tidak mendapatkan pendidikan. Allah SWT dengan jelas memerintahkan kita
untuk “IQRO” dalam surat Al-Alaq yang merupakan kalamullah pertama pada Rosulullah SAW.
Iqro di sini tidak bisa diartikan secara sempit sebagai “bacalah”, tetapi dalam arti luas agar
manusia menggunakan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah Allah SWT
berikan sebagai khalifah fil ardl. Sehingga pendidikan merupakan sarana untuk melaksanakan
dan perwujudan tugas manusia sebagai utusan Allah di bumi ini. Pendidikan adalah proses
penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau
juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual,
dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang
ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai
tujuan akhir.
4. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan
sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan,
masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal
dalam pendidikan. Pendidikan keluarga sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak.
Keluarga yang menghadirkan anak ke dunia, secara kodrat bertugas mendidik anak. Kebiasaan-
kebiasaan yang ada di keluarga akan sangat membekas dalam diri individu setelah individu
makin tumbuh berkembang. Selanjutnya pengaruh dari sekolah dan masyarakat yang akan
tertanam dalam diri anak.
5. Kata kepribadian berasal dari kata personality (bahasa Inggris) yang berasal dari kata persona
(bahasa Latin yang berarti kedok/ topeng) yang maksudnya menggambarkan perilaku, watak/
pribadi seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas yang dimiliki oleh
seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik ataupun yang kurang baik.
DAFTAR PUSTAKA
o http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/t133_pengertian-filsafat-pendidikan
o http://dakir.wordpress.com/2009/03/07/pengertian-obyek-kajian-fungsi-dan-tugas-filsafat-
pendidikan/
o http://www.scribd.com/doc/8864461/filsafat-pendidikan-pengantar
http://pakguruonline.pendidikannet/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_11.html#top
DEFINISI FILSAFAT ILMU, OBJEK KAJIAN, DAN LATAR
BELAKANG KELAHIRANNYA
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Disusun Oleh :
JURUSAN USHULUDDIN
Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat telah merubah
pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris () menjadi
logosentris (). Perubahan pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup besar dengan
ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana
perubahan-perubahan itu terjadi. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya
berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin
aplikatif dan terasa manfaatnya.
Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka berfikir dengan meletakkan
tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan axiologi. Maka Filsafat Ilmu menurut Jujun
Suriasumantri merupakan bagian dari epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara
spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah)[1] . Dalam pokok bahasan ini akan
diuraikan pengertian filsafat ilmu, obyek kajian serta latar belakang lahirnya yang menjadi
cakupannya.
A. Apa yang melatar belakangi filsafat ilmu dan bagaimana definisi filsafat ilmu itu?
III. PEMBAHASAN
Filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari kata Philos yang
berarti kesukaan atau kecintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia yang berarti kebijaksanaan.
Secara harafiah, filsafat diartikan sebagai suatu kecintaan terhadap kebijaksanaan
(kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan), hikmah atau pengetahuan yang
mendalam[5] . Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu ( ilm ) berasal dari kata alima yang
artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal
dari kata scire.Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains). Sains
hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme - positiviesme sedangkan ilmu melampuinya
dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisik. Berbicara mengenai ilmu (sains) maka
tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat ilmu adalah menunjukkan bagaimana
“pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”.
Filsafat ilmu secara umum dapat difahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan
sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu
merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu pengetahuan
yang memiliki sifat dan kharakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada umumnya.
Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan, ia merupakan
kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.
Tentang filsafat ilmu itu sendiri merupakan satu cabang filsafat yang khusus
membicarakan tentang ilmu, dan sebagai berikut kami paparkan beberapa definisi dari Filsafat
Ilmu Menurut para ahli:
1. Robert Ackerman
Filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini
dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat
demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah
secara aktual[6] .
Filsafat ilmu adalah ilmu yang membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran
ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
3. Michael V. Berry
Filsafat Ilmu adalah penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan
hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
4. May Brodbeck
Filsafat Ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan
penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
C. Objek Kajian Filsafat Ilmu
Objek kajian adalah sasaran yang menjadi fokus bahasan dalam sebuah kajian. Filsafat
Ilmu terbagi menjadi dua bagian, yaitu objek material dan objek
formal[7] :
Objek Material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu[8] . Dalam filsafat ilmu, objek material adalah ilmu pengetahuan itu sendiri,
yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum[9] .
Objek ini merupakan hal yang diselidiki (sasaran penyelidikan), dipandang, disorot atau
dipermasalahkan oleh suatu disiplin ilmu. Objek ini mencakup hal-hal yang bersifat konkret
(seperti makhluk hidup, benda mati) maupun abstrak (seperti nilai-nilai, keyakinan).
ada dalam kenyataan, ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan, selain itu, objek
material ini bersifat Jelas, tidak banyak mengalami ketimpangan[10] .
Dengan kata lain, objek material ini merupakan suatu kajian penelaahan atau
pembentukan pengetahuan itu, yaitu segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik
bersifat konkret maupun abstrak (tidak tampak)[11] .
Menurut Drs. H. A. Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik
yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu
yang ada itu di bagi dua, yaitu :
a) Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada
umumnya.
b) Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan tidak mutlak
yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).
Contoh : Objek materialnya adalah manusia dan manusia ini di tinjau dari sudut
pandangan yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia di
antaranya psikologi, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya[12] .
2. Objek Formal
Sedangkan Objek Formal adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu
disorot[13] . Seperti fisika, kedokteran, agama, sastra, seni, sejarah, dan sebagainya. Sudut
pembahasan inilah yang dikenal sebagai objek formal. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat
(esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-
problem ilmu pengetahuan, seperti: apa hakikat ilmu, apa fungsi ilmu pengetahuan, dan
bagaimana memperoleh kebenaran ilmiah. Problem inilah yang di bicarakan dalam
landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan
aksiologis[14] .
Dengan kata lain, objek formal merupakan sudut pandang atau cara memandang
terhadap objek material (termasuk prinsip-prinsip yang digunakan)[15] . Sehingga tidak hanya
memberi keutuhan suatu ilmu, namun juga membedakannya dari bidang-bidang lain. Objek
formal ini bersifat menyeluruh (umum) sehingga dapat mencapai hakikat dari objek materialnya.
Obyek material suatu ilmu dapat saja sama, indentik. Tetapi obyek formal ilmu tidak
sama. Sebab subyek formal ialah sudut pandang, tujuan penyelidikan. Sebagai contohnya dapat
dilihat pada tabel berikut ini Dengan demikian pada dasarnya, untuk mengenal esensi suatu
ilmu, bukanlah pada obyek materialnya, melainkan pada obyek formalnya[16] .
IV. KESIMPULAN
Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu ( ilm ) berasal dari kata alima yang
artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal
dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains).
Objek Material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu.Dalam filsafat ilmu, objek material adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu
pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.
3. Objek Formal
Sedangkan Objek Formal adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot.
Seperti fisika, kedokteran, agama, sastra, seni, sejarah, dan sebagainya. Sudut pembahasan
inilah yang dikenal sebagai objek formal.
DAFTAR PUSTAKA
Adib Mohammad, 2011. Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan).Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Mustansyir Rizal & Misnal Munir, 2003, Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Susanto, 2011, Filsafat Ilmu (Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis). Jakarta : Bumi Aksara.
Suriasumantri Jujun S, 2003 Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
. http://septian.blog.fisip.uns.ac.id/2013/02/21/objek-material-dan-formal-filsafat-ilmu,
20.00 wib.
[1] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
2003, hlm 33.
[2] Fathul Mufid, Filsafat Ilmu Islam, STAIN, Kudus, 2008, hlm 3.
[3] Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta 2003 hlm 10.
[5] Fathul Mufit, Filsafat Ilmu Islam, STAIN, Kudus, 2008, hlm 2.
[8] Surajiyo, Ilmu Filsafat (Suatu pengantar), Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm, 5.
[9] Rizal Mustansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm 44.
[10] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, hlm 54.
[11] A. Susanto, Filsafat Ilmu (Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis), Bumi Aksara, Jakarta, 2011, hlm 11.
[12] http://septian.blog.fisip.uns.ac.id/2013/02/21/objek-material-dan-formal-filsafat-ilmu,
20.00 wib.
[13] Surajiyo, Ilmu Filsafat (Suatu pengantar), Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm 7.
[14] Rizal Mustansyir, & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm 45.
[15] A. Susanto, Filsafat Ilmu (Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis), Bumi Aksara, Jakarta, 2011, hlm 79.
[16] http://septian.blog.fisip.uns.ac.id/2013/02/21/objek-material-dan-formal-filsafat-ilmu,
20.00 wib.
Rate This
Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya
bersifat logika dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil
pemikirannya tersusun secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian
lainnya saling berhubungan.
Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya
menyangkut persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.
Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang
dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi
bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk
kehidupan umat manusia, baik pada masa sekarang maupun masa mendatang.
Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-
pemikiran yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau
eksperimental (seperti dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai
obyektif. Dimaksud dengan nilai obyektif oleh permasalahannya adalah suatu
realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang
lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan
sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro
(khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi:
Dengan demikian dari uraian diatas diproleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek
filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk
mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan bagaimana
pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang
dicita-citakan.
Makalah Objek Filsafat
Selasa, 04 Juni 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian filsafat yang lebih detail tetapi bagi yang sudah tahu tentag jika ingin
membaca posting ini juga tidak saya larang untuk membacanya. Brubacher menjelaskan
pengertian filsafat secara etimologi sebagai berikut:
Philosophy was, as its etymology from the greekword filos and sofis, suggest, love of
wisdom or learning. More over it was love of learning in general, it sub-sumed under one
heading what today we call sciences as well as what we now call philosophy. It is for this
reason that philosophy is often referred to as the as the mother as well as the queen of this
sciences (Brubacher), 1962:20).
Filsafat berasal dari perkataan Yunani yaitu filos dan sofia yang berarti cinta
kebijaksaan atau belajar, ilmu pengetahuan. Lebih dari itu dapat diartikan cinta belajar pada
umumnya, dalam proses pertumbuhan ilmu-ilmu (sciences) hanya ada di dalam apa yang kita
sebut sekarang filsafat. Untuk alas an inilah sering dikatakan bahwa filsafat adalah induk atau
ratu ilmu ilmu pengetahuan.
Brauner dan burns dalam buku “Problem in education and philosophy” menyatakan:To
ask “what is philosophy?” is usually to ask “what is the subject matter or philosophy?”. In one
sense the sense of considering what philosopher have or used as their subject matter-the
answer to that question must be “anything,……” (Brauner and Burn, 1965:7).
Bertanya tentang apakah filsafat itu, biasanya sama dengan menanyakan apakah materi
atau objek filsafat itu. Dalam satu pengertian-pengertian apakah yang di ambil atau dipakai
oleh ahli filsafat itu sebagai materi-jawabagn atas pertanyaan tersebut pastilah “sesuatu,
segala sesuatu,......” menurut brauner dan burn, maka arti filsafat dapat dipahami dengan
mengetahui apakah objek filsafat itu, apakah yang diselidiki oleh filsafat. Dengan dasar ini,
maka kami mengangkat tema tentang bagaiamana objek filsafat yang ada pada dunia filosofi.
BAB II
PEMBAHASAN
Para ahli menerangkan bahwa objek filsafat itu dibedakan menjadi dua, yaitu objek
material dan forma. Objek material ini banyak yang sama dengan objek material sains. Sains
memiliki objek material yang empiris. Filsafat menyelidiki onjek filsafat itu juga tetapi bukan
bagian yang empiris melainkan bagian yang abstrak. Sedang objek forma filsafat tiada lain ialah
mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang objek materi filsafat (yakni segala sesuatu
yang ada dan yang mungkin ada).
1. Objek materia filsafat ialah sarwa-yang-ada yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga
persoalan pokok, yakni:
a. Hakekat Tuhan
c. Hakekat Manusia.
2. Objek forma filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai
ke akhirya) tentang objek materi filsafat (sarwa-yang-ada).
Dalam buku Filsafat Agama: Titik Temu Akal dengan Wahyu karangan Dr. H. Hamzah
Ya’qub dikatakan bahwa objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya. Di sinilah
diketahui bahwa sesuatu yang ada atau yang berwujud inilah yang menjadi penyelidikan dan
menjadi pembagian filsafat menurut objeknya ialah:
a. Ada Umum
Adalah menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya terdapat
bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa Erops, Ada Umum ini
disebut “Ontologia” yang berasal dari kata Yunani “Onontos” yang berarti ada dan dalam
bahasa arab sering menggunakan Untulugia dan ilmu kainat.
b. Ada Mutlak
Adalah sesuatu yang secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, tidak tergantung
kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan tidak berpenghabisan dan harus
terus ada, karena adanya dengan pasti. Ia merupakan asal segala sesuatu. Ini disebut Tuhan.
Dalam bahasa Yunani disebut “Theodicea” dan dalam bahasa arab “Ilah atau Allah.
c. Comologia
Yaitu filsafat yang mencari hakikat alam, dipelajari apakah sebenarnya alam dan
bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini ialah filsafat alam yang
menerangkan bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan isinya adanya itu karena
dimungkinkan Allah. Ada tidak mutlak, mungkin ada dan mungkin lenyap sewaktu-waktu pada
suatu masa.
d. Antropologia
Antropolgia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk ada yang tidak mutlak, maka
juga menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah kemampuan-
kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya. Semua ini diselidiki dan dibahas
dalam Antropolgia.
e. Etika
Adalah filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku manusia
yang dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang membedakannya dengan
lain-lain makhluk.
f. Logika
Logika ialah filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah yang
terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa kepastian tentang
logika, maka semua penyelidikan tidak mempunyai kekuatan dasar. Tegasnya tanpa akal budi
maka tidak akan ada penyelidikan. Oleh karena itu, dipersoalkan apakah manusia mempunyai
akal budi dan dapatkah akal budi itu mencari kebenaran. Dengan segera timbul pula soal,
apakah kebenaran itu dan sampai dimanakah kebenaran dapat ditangkap oleh akal budi
manusia. Maka penyelidikan akal budi itu disebut Filsafat Akal Budi atau Logika.Penyelidikan
bahan dan aturan brpikir disebut ilogica minor, adapun yang menyelidiki isi berpikir
disebut logica mayor. Filsafat akal budi ini disebut Epistimologi dan ada pula yang
menyebut Critia, sebab akal yang menyelidiki akal.
Adapun objek Filsafat Islam ialah objek kajian filsafat pada umumnya yaitu realitas,
baik yang material maupun yang ghaib. Perbedaanya terletak pada subjek yang
mempunyaikomitmen Qur’anik. Dalam hubungan ini objek kajian filsafat dalam tema besar
adalah Tuhan, alam, manusia dan kebudayaan. Tema besar itu hendaknya dapat dijabarkan
lebihspesifik sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga dapat ditarik benang merah dari
perkembangan sejarah pemikiran kefilsafatan yang hingga sekarang. Setiap zaman mempunyai
semangatnya sendiri-sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan di atas penulis dapat disimpulkan bahwa objek material
filsafat adalah sarwa-yang-ada yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan
pokok, yakni hakekat Tuhan, alam, dan Manusia. Sedangkan objek fformal filsafat adalah usaha
mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akhirya) tentang objek materi
filsafat (sarwa-yang-ada).
Penyelidikan dan menjadi pembagian filsafat menurut objeknya ialah sebagai berikut:
b. Ada Mutlak adalah sesuatu yang secara mutlak yakni zat yang wajib adanya.
d. Antropologia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk ada yang tidak mutlak, maka juga
menjadi objek pembahasan.
e. Etika adalah filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia.
f. Logika ialah filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah yang
terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Maka penyelidikan akal
budi itu disebut Filsafat Akal Budi atau Logika.
Dari keterangan diatas dapat dikatakan bahwa objek filsafat itu sama dengan objek
ilmu pengetahuan bila ditinjau secara material dan berbeda bila secara forma.
DAFTAR PUSTAKA
- Dr. Ahmad Tafsir., Filsafat Umum; Akal dan hati Sejak Thales Sampai james,(Bandung, PT. Remaja
Rosda Jarya, 1990)
- Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, (Semarang, Ramadhani, 1982)
- Dr. H. Hamzah Ya’qub, Filsafat Agama: Titik Temu Akal dengan Wahyu, (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya,
1992)
- Prof. Dr. Harun Nasution, Filsafat Agama, (Jakarta, Bulan Bintang, 1987)
- H. Endang Saifuddin Anshari, MA., Ilmu, Filsafat dan Agama, (Surabaya, Bina Ilmu, 1991)
- Dr. H. Musa Asy-Arie, Filsafat Islam; Kajian Ontologis, Epistimologi, Aksiologi, Historis,
Perspektif, (Yogyakarta, Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992)
HAKIKAT, OBJEK, METODE FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
I. PENDAHULUAN
Filsafat pendidikan Islam secara umum akan mengkaji berbagai masalah yang terdapat
dalam dunia pendidikan. Misalnya berkaitan dengan masalah metode pendidikan seperti yang
akan kita bahas dalam makalah ini. Untuk itu perlu untuk kita ketahui apa yang dimaksud
dengan metode pendidikan Islam, serta metode-metode apa saja yang terdapat dalam dunia
pendidikan.
II. PEMBAHASAN
A. HAKIKAT FILSAFAT
Secara etimologis filsafat (Indonesia) atau falsafah (Arab) atau philosophy (Inggris), berasal
dari bahasa Yunani philosophia yang merupakan kata majemuk dari dua kata, philo yang berarti
cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat dapat diartikan cinta
kebijaksanaan.[1]
Secara terminologis filsafat mempunyai dua makna, pertama filsafat dalam dimensi
aktivitas; berfilsafat yaitu berfikir secara radikal, universal, logis, dan sistematis tentang hakikat
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Kedua, filsafat dalam dimensi produk ; yaitu
yang berarti pemikiran-pemikiran yang dihasilkan dari kegiatan berfilsafat.[2]
B. OBJEK FILSAFAT
Objek filsafat bisa dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik material
konkret-phisiks maupun nonmaterial abstrak-psikis, termasuk juga pengertian abstrak logis,
konsepsional, spiritual, dan nilai-nilai. Dengan demikian objek filsafat tidak terbatas, yaitu segala
sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.
2. Objek formal filsafat adalah menyelidiki segala sesuatu guna mengerti hakikatnya dengan
sedalam-dalamnya; atau mengerti objek material secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu
secara mendalam, mengetahui segala sesuatu secara mendasar.[3]
Secara literal metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua kosa kata,
yaitu meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan.[4] Metodologi pendidikan adalah
suatu ilmu pengetahuan tentang metode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik. Asal
kata “metode” mengandung pengertian “suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu
tujuan”. [5]
Filsafat islam dalam memcahkan problema pendidikan islam dapat menggunakan metode-
metode antara lain :
1. Metode spekulatif dan kontemplatif yang merupakan metode utama dalam setiap cabang
filsafat. Dalam sistem filsafat Islam disebut tafakkur. Baik Kontemplatif maupun tafakur, adalah
berpikir secara mendalam dan dalam situasi yang tenang, sunyi untuk mendapatkan kebenaran
tentang hakikat sesuatu yang dipikirkan.
2. Pendekatan normatif, Norma artinya nilai, juga berarti aturan-aturan atau hukum-hukum.
Norma menunjukkan keteraturan suatu sistem, nilai juga menunjukkan baik buruk, berguna
tidak bergunanya suatu. Pendekatan normatif dimaksudkan adalah mencari dan menetapkan
aturan-aturan dalam kehidupan nyata. Dalam filsafat Islam bisa disebut sebagai pendekatan
Syar’iyah, yaitu mencari ketentuan dan menetapkan tentang apa yang boleh dan yang tidak
boleh menurut syari’at Islam.
3. Analisa Konsep. Yang juga disebut sebagai analisa bahasa. Konsep berarti tangkapan atau
pengertian terhadap sesuatu obyek. Pengertian seseorang selalu berkaitan dengan bahasa,
sebagai alat untuk menangkapkan pengertian tersebut.Sebagai contoh analisis bahasa ialah
berusaha memahami terminologi fitrah, apakan sama dengan “bakat, naluri atau kemampuan
dasar atau desposisi”, sedangkan analisis konsep, misalnya memahami definisi: “tujuan
pendidikan adalah untuk membentuk warga negara yang baik”, dan sebagainya. Konsep
seseorang tentang sesuatu objek berbeda antara satu dengan lainnya, dan konsep ini dibatasi
oleh tempat dan waktu. Al-Qur’an dan hadits-hadits nabi adalah juga menggunakan bahasa
manusia, yang berarti juga merupakan kumpulan dari konsep-konsep yang bisa dimengerti oleh
manusia.
4. Pendekatan Historis, Historis artinya sejarah, yaitu mengambil pelajaran dari peristiwa dan
kejadian masa lalu. Suatu kejadian atau peristiwa dalam pandangan kesejarahan terjadi karena
hubungan sebab akibat, dan terjadi dalam suatu setting situasi kondisi dan waktunya sendiri-
sendiri. Dalam sistem pemikiran filsafat, pengulangan sejarah (peristiwa sejarah) yang
sesungguhnya tidak mungkin terjadi peristiwa sejarah berguna untuk memberikan petunjuk
dalam membina masa depan. Dalam sistem filsafat Islam, penggunaan sunah Nabi SAW sebagai
sumber hukum, penelitian-penelian akan hadits-hadits yang menghasilkan pemisahan antara
hadits shahih dan hadits palsu, pada hakekatnya merupakan contoh praktis dari penggunaan
analisa historis dalam filsafat pendidikan Islam.
5. Pendekatan Ilmiah, Terhadap masalah aktual yang pada hakikatnya merupakan pengembangan
dan penyempurnaan dari pola berpikir rasional, empiris, dan eksperimental yang telah
berkembang pada masa jayanya filsafat dalam Islam. Pendekatan ini tidak lain merupakan
realisasi dari ayat Al-Qur’an:
Usaha mengubah keadaan atau nasib, tidak mungkin bisa terlaksanan kalau seseorang tidak
memahami permasalahan-permasalahan aktual yang dihadapinya. Pendidikan pada hakikatnya
adalah usaha untuk mengubah dan mengarahkan keadaan atau nasib tersebut, dan ini adalah
merupakan problema pokok filsafat pendidikan Islam masa sekarang.[6]
- Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia yang merupakan kata majemuk
dari dua kata, philo yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian
filsafat dapat diartikan cinta kebijaksanaan.
- Objek filsafat bisa dibedakan menjadi dua yaitu : Objek material filsafat dan Objek formal
filsafat
DAFTAR PUSTAKA
Abd.Haris & Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah,2002)
Ihsan , Hamdani & Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998)
[1] Abd.Haris & Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2002),h.1
[2] Ibid.,h.8
[3] Ibid.,h.9
[4] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002),h.65
[6] Hamdani Ihsan & Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia,
1998),h.207-209
Isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan, objek yang dipikirkan oleh filsafat ialah
segala yang ada dan yang mungkin ada. Jadi luas sekali. Objek filsafat sangat luas, meliputi
segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Oleh karena itu
manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya,
cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal
pikirannya. Jadi objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya.
Objek filsafat ada dua yaitu Objek Materia dan Objek Forma, tentang objek materia ini banyak
yang sama dengan objek materia sains. Sains memiliki objek materia yang empiris; filsafat
menyelidiki objek itu juga, tetapi bukan bagian yang empiris melainkan bagian yang abstrak.
Sedang objek forma filsafat tiada lain ialah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang
objek materi filsafat (yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada).
1. Objek materia filsafat ialah Sarwa-yang-ada, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga
persoalan pokok:
a. Hakekat Tuhan
b. Hakekat Alam dan
c. Hakekat Manusia.
2. Objek forma filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya
sampai ke akarnya) tentang objek materi filsafat (sarwa-yang-ada).
Dalam buku Filsafat Agama; Titik Temu Akal dengan Wahyu karangan Dr. H. Hamzah Ya’qub
dikatakan bahwa objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya. Di sinilah diketahui
bahwa sesuatu yang ada atau yang berwujud inilah yang menjadi penyelidikan dan menjadi
pembagian filsafat menurut objeknya ialah:
1. Ada Umum yakni menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya terdapat
bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa Eropa, ADA UMUM ini
disebut “Ontologia” yang berasal dari perkataan Yunani “Onontos” yang berarti “ada”, dalam
Bahasa Arab sering menggunakan Untulujia dan Ilmu Kainat.
2. Ada Mutlak, sesuatu yang ada secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, tidak tergantung
kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan tidak berpenghabisan ia harus
terus menerus ada, karena adanya dengan pasti. Ia merupakan asal adanya segala sesuatu. Ini
disebut orang “Tuhan” dalam Bahasa Yunani disebut “Theodicea” dan dalam Bahasa Arab
disebut “Ilah” atau “Allah”.
3. Cosmologia, yaitu filsafat yang mencari hakekat alam dipelajari apakah sebenarnya alam dan
bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini ialah filsafat alam yang
menerangkan bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan isinya adanya itu karena
dimungkinkan Allah. “Ada tidak mutlak”, mungkin “ada” dan mungkin “lenyep sewaktu-waktu”
pada suatu masa.
4. Antropologia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk “ada yang tidak mutlak” maka juga
menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah kemampuan-
kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya? Semua ini diselidiki dan dibahas dalam
Antropologia.
5. Etika: filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku manusia yang
dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang membedakannya dengan lain-
lain makhluk.
6. Logika: filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah akal yang
terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa kepastian tentang
logika, maka semua penyelidikan tidak mempunyai kekuatan dasar. Tegasnya tanpa akal budi
takkan ada penyelidikan. Oleh karena itu dipersoalkan adakah manusia mempunyai akal budi
dan dapatkah akal budi itu mencari kebenaran? Dengan segera timbul pula soal, apakah
kebenaran itu dan sampai dimanakah kebenaran dapat ditangkap oleh akal budi manusia. Maka
penyelidikan tentang akal budi itu disebut Filsafat Akal Budi atau Logika.
Penyelidikan tentang bahan dan aturan berpikir disebut logica minor, adapun yang menyelidiki isi
berpikir disebut logica mayor. Filsafat akal budi ini disebut Epistimologi dan adapula yang
menyebut Critica, sebab akal yang menyelidiki akal.
Adapun objek Filsafat Islam ialah objek kajian filsafat pada umumnya yaitu realitas, baik yang
material maupun yang ghaib. Perbedaannya terletak pada subjek yang mempunyai komitmen
Qur’ani.Dalam hubungan ini objek kajian Filsafat Islam dalam tema besar adalah Tuhan, alam,
manusia dan kebudayaan. Tema besar itu hendaknya dapat dijabarkan lebih spesifik sesuai
dengan perkembangan zaman, sehingga dapat ditarik benang merah dari perkembangan sejarah
pemikiran kefilsafatan yang hingga sekarang. Setiap zaman mempunyai semangatnya sendiri-
sendiri.
Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa objek filsafat itu sama dengan objek ilmu
pengetahuan bila ditinjau secara materia dan berbeda bila secara forma. Sedangkan objek kajian
Filsafat Islam itu sendiri mencakup Tuhan, alam, manusia dan kebudayaan.
BAB II
Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
filsafat pendidikan islam sebagai bagian atau komponen dari dua sisitem, maka ia mempunyai
perenan dan tugas tertentu pada system dimana ia menjadi bagiannya. Sebagai cabang dari ilmu
pengetahuan yang menjadi induknya. filsafat pendidikan islam sebagai cabang ilmu pengetahuan
yang berkembang ia merupakan cabang dari filsafat islam sekaligus ia juga merupakan bagian
dari ilmu pendidikan islam. Sebagai cabang dari filsafat islam, maka filsafat pendidikan islam
berperann mengembangkan filsafat islam sekaligus memperkaya filsafat islam dengan konsep
konsep dan pandangan pandangan filosofis dibelakang pendidikan.
Secara praktis (dalam prakteknya), filsafat pendidikan islam sangat penting dan berperan dalam
memberikan alternatif alternatif pemecahan berbagai problema yang dihadapi umat dalam
pendidikannya dan memeberikan arah dan kompas bagi tujuan yang jelas secara ideal terhadap
perkembangan pendidikan islam itu sendiri.
filsafat pendidikan islam mempunyai kedudukan dan peranan yang penting dengan beroreantasi
kepada dua sasaran. Pertama, pengembangan konsep konsep filosofis dari pendidikan islam
yang secara otomatis akan melahirkan teori teori baru dalam pengembangan ilmu pendidikan
islam. Kedua, perbaikan dan pembaharuan terhadap sistem yang dipraktekkan dalam pendidikan
islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Objek yang dipikirkan oleh filsafat ialah segala yang ada dan yang mungkin ada. Jadi luas sekali.
Objek filsafat sangat luas, meliputi:
a. Hakekat Tuhan
b. Hakekat Alam dan
c. Hakekat Manusia.
Objek kajian Filsafat Islam adalah Tuhan, alam, manusia dan kebudayaan
Secara praktis (dalam prakteknya), filsafat pendidikan islam sangat penting dan berperan dalam
memberikan alternatif alternatif pemecahan berbagai problema yang dihadapi umat dalam
pendidikannya dan memeberikan arah dan kompas bagi tujuan yang jelas secara ideal terhadap
perkembangan pendidikan islam.
sasaran filsafat pendidikan islam adalah : pengembangan konsep konsep filosofis dari pendidikan
islam yang secara otomatis akan melahirkan teori teori baru dalam pengembangan ilmu
pendidikan islam dan perbaikan dan pembaharuan terhadap sistem yang dipraktekkan dalam
pendidikan islam.
Dalam penulisan makalah ini, tentu banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Filsafat pendidikan Islam adalah suatu aktivitas berpikir secara objektif, sistematis
serta mendalam dalam rangka merumuskan suatu konsep penyelenggaraan dan mengatasi
beberapa masalah pendidikan Islam yang mengkaji nilai-nilai yang terkandung dalam wahyu.
Ruang lingkup pendidikan Islam secara garis besar mencakup kajian dan pembahasan
mengenai: Dasar dan tujuan pendidikan Islam, pendidik pendidikan Islam, peserta didik
pendidikan Islam, proses pendidikan Islam, strategi/cara pendidikan Islam, pendekatan dan
metode pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam, lingkungan pendidikan Islam, sumber
media dan media pendidikan Islam, sistem evaluasi pendidikan Islam, sarana dan prasarana
pendidikan Islam.
Tumpuan kajian filsafat pendidikan islam adalah konsep dasar tentang pendidikan islam,
sedangkan objek bahasan pendidikan Islam itu sendiri adalah manusia, khususnya umat Islam
yang ada di alam semesta ini.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Q.S Ali Imran ayat 190)
o Ontology filsafat pendidikan Islam adalah ilmu yang mengkaji tentang hakekat sesuatu dari ilmu
filsafat pendidikan Islam dengan ilmu yang ada di dalamnya sehingga menemukan suatu
pengertian.
o Epistomology filsafat pendidikan Islam adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang prosedur, proses
diperolehnya filsafat pendidikan Islam dengan cara mengkaji pada wahyu dan fenomena alam
semesta.
o Aksiologi filsafat pendidikan Islam adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang nilai, manfaat,
dan masalah-masalah yang terkandung dalam filsafat pendidikan Islam yang mana nilai tersebut
dapat berpengaruh dalam kehidupan seseorang.
a) Progresivisme ; adalah suatu aliran yang memiliki konsep pendidikan yang baru dan di perlukan,
maksudnya lebih menekankan bahwa pendidikan itu bebas berkreasi dan inovatif yang
terpenting adalah sesuai dengan kebutuhan serta keinginan. Jadi progresivisme juga berarti
mengambil hal yang dianggap baik. Semboyan aliran ini yaitu “The Liberal Road to
Culture” artinya bebas memilih, menggunakan budaya baru yang di anggap penting.
Budaya (Culture) :
Cipta : ide, gagasan, angan-angan, gagasan, pemikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru
Karsa : perbuatan, segala sesuatu yang dilakukan untuk mengadakan sesuatu yang baru
Karya : Produk pikiran/ide, hasil yang dilakukan baik dari pemikiran maupun perbuatan.
b) Essensialisme ; adalah suatu aliran yang mempertahankan serta melindungi budaya lama yang
masih dipandang masih baik dan sudah teruji. Tetapi, bukan berarti menolak sesuatu yang baru.
Semboyan aliran ini yaitu “Conservation Road to Culture”
c) Parennialisme ; adalah suatu aliran yang memiliki konsep mempertahankan budaya lama atau
kembali kepada kebudayaan yang tumbuh pada abad pertengahan (abad ke 9-13). Semboyan
aliran ini yaitu: “Regressive Road to Culture”.
1. Dasar ; Dasar adalah sesuatu yang menjadi landasan, pijakan, pondasi, sumber peraturan,
rujukan, sumber kekuatan, sumber kebenaran dalam pelaksanaan pendidikan Islam.
2. Alasan pendidikan Islam Memerlukan Dasar ; Pendidikan islam memerlukan dasar karena
sebagai sumber kebenaran, sumber kekuatan, sebagai pondasi, sebagai motivasi (sesuatu yang
mendorong), dan sumber peraturan yang bersifat pasti. Pendidikan Islam mempunyai rujukan
yang permanen (tidak berubah-ubah) sehingga pendidikan Islam akan menjadi kuat dan akan
sesuai aturan. Rujukan tersebut yaitu wahyu.
3. Sifat dasar ; Sifat dasar dalam pendidikan Islam yaitu harus mutlak (tidak dapat diubah-ubah).
4. Alasan wahyu dijadikan dasar ; wahyu dijadikan dasar karena wahyu adalah suatu landasan
yang mutlak (tidak dapat diubah-ubah)
ْْن َما اِنْ َت َم َس ْك ُت ْم ِب ِه َما لَن ُ َت َر ْك: َق َل َرس ُْو ُل هللاِ ص م: َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة َرضِ َي هللا ُ َع ْن ُه َق َل
ِ ت ِف ْي ُك ْم اَمْ َر ي
هللا َو ُس َّن َة رَّ س ُْو لِ ِه
ِ ب َ َتضِ ُّل اَ َب ًدا ِك َت
1. Pengertian Tujuan Pendidikan Islam ; Tujuan pendidikan Islam adalah sesuatu yang ingin
dicapai, diperoleh saat kegiatan/proses pendidikan Islam berlangsung atau berakhir.
َ َو ِم ْن ُه ْم َمنْ َيقُ ْو ُل َر َّب َنا ٓ ٰاتِنا َ فِي ال ُّد ْن َيا َح َس َن ًة َّو فِي ْ ْٰلخ َِر ِة َح َس َن ًة َّو ِق َنا َع َذ
ب ال َّنا ِر
Artinya :
“Dan diantara mereka ada orang yang berdo’a : Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” (Q.S Al-Baqarah ayat 201)
1. Pengertian Pendidik Islam ; Pendidik Islam adalah seseorang atau sesuatu (lingkungan,
pengalaman) yang dapat mengembangkan potensi peserta didik yang mencakup aspek kognitif
(pengetahuan), apektif (sikap), dan Psikomotorik (ketrampilan) supaya sesuai dengan ajaran
Islam dan pendidik ideal adalah yang dapat bertanggung jawab.
2. Mengapa diperlukan Pendidik dalam Pendidikan Islam ; Karena peserta didik memiliki potensi
yang perlu dikembangkan, peserta didik memiliki ketergantungan dengan pendidik juga peserta
didik merupakan amanah dari Allah SWT yang perlu dibimbing.
4. Tugas Utama Pendidik Islam ; Menyeru kepada kebajikan (sesuai ajaran Islam), dan menyeru
kepada yang ma’ruf (berdasarkan budaya sepanjang tidak ada larangan atau bertentangan
dengan syari’at Islam).
َ ُه ُم ٰ ُ َو ْل َت ُكنْ ِّم ْن ُك ْم اُم ٌَّة ي َّْدع ُْو َن ِالَي ْال َخيْر َو َيأْ ُمر ُْو َن با ْال َمعْ ر ُْوفِ َو َي ْن َه ْو َن َعن ْال ُم ْن َكر َو ا
َ ِِ ول ِ ِ ِ ِ
ْال ُم ْفلِح ُْو َن
Artinya :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan merekalah orang-orang
yang beruntung” (Q.S Ali-Imran ayat 104)
1. Pengertian Peserta Didik Islam ; Peserta didik secara yuridis (konstitusional) adalah suatu
program pendidikan minimal yang harus di ikuti oleh setiap warga negara Indonesia dari usia 7-
15 Tahun yang ditempuh melalui jenjang pendidikan dasar (SD/MI) selama 6 Tahun dan
SMP/MTs selama 3 Tahun.
- Karena peserta didik memiliki potensi yang perlu dikembangkan dan memerlukan bimbingan
pendidik supaya potensinya dapat berkembang secara maksimal dan pendidik merupakan
amanah dari Allah Swt untuk perlu dibimbing, diarahkan oleh seorang Pendidik Islam.
- Karena peserta didik memilki ketergantungan kepada orang lain (pendidik) untuk
memaksimalkan potensi yang dimilikinya supaya lebih terarah dan tidak bertentangan dengan
ajaran agama Islam.
Artinya :
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun,
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur” (Q.S An-Nahl
ayat 78)
1. Pengertian Kurikulum ; Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang berkaitan
dengan tujuan, isi, dan cara/strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
a) Tujuan Kurikulum
b) Isi Kurikulum
c) Strategi Kurikulum
Metode
Media
Pendekatan
3. Landasan Kurikulum Pendidikan Islam ; Landasan kurikulum pendidikan islam adalah sesuatu
yang dijadikan dasar atau pondasi dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan Islam.
PENDAHULUAN
Pendidikan dewasa ini tengah dihadapkan pada berbagai permasalahan. Hal ini terjadi
pula pada pendidikan Islam yang dihadang oleh berbagai macam problema mulai dari sistem
pendidikan yang tidak integral, kurikulum ahistoris karena lebih mengekor pada pendidikan umu
yang pada praktiknya enggan untuk diterapkan secara menyatu, metode yang masih terus
menyesuaikan diri, dan tujuan pendidikan yang secara praktis belum terfokus. Walaupun pada
faktanya sekarang ini pendidikan Islam secara kelembagaan serta adminsitrasi misalnya
Madrasah dan Pondok pesantren mengalami perkembangan pesat, mulai dari sarana prasarana,
jumlah siswa, kualitas, dan sistem organisasi yang terstruktur. Namun dari segi Kurikulum
sepertinya Pendidikan Islam baik secara isi maupun metode masih tunduk pada pengaruh-
pengaruh pendidikan umum. Inilah tugas penting generasi Islam ke depan dalam
mentransformasikan pendidikan supaya sistem pendidikan memiliki jiwa-jiwa Islami. Sehingga
bukan sistem pendidikan Islam yang dimuati oleh Kurikulum Umum namun bisa terciptanya
Kurikulum Umum yang dimuati kurikulum dan sistem pendidikan Islami secara integral.
Islam memandang pendidikan sebagai pemberi warna perjalanan hidup manusia. Yang
mana islam telah menetapkan pendidikan menjadi suatu kewajiban bagi laki-laki dan
perempuan, tak ada batas wilayah maupun kajian serta dari siapa sumbernya (walaupun ke
negeri Cina), dan berlangsung bagi setiap umur dari lahir sampai mati.[1] Dengan kata lain
semua manusia bagaimanapun bentuknya berhak untuk mendapatkan pendidikan secara adil
dan merata. Dan juga tentu Islam sebagai agama universal tidak memandang manusia memiliki
potensi berbeda sejak lahir, karena sejak lahir manusia berstatus sama yaitu hamba Allah SWT.
Selain itu pembedaan manusia satu dengan yang lain antar sesama manusia bukanlah
berdasarkan warna kulit, bentuk tubuh, etnis, maupun kecerdasannya. Tapi dimata Allah
pembeda manusia satu sama lain adalah ketaqwaannya. Oleh karena itu dalam memandang
peserta didik, seorang Muslim harus memandang secara seimbang atau memandang semua
peserta didik secara hak dan kewajiban memiliki porsi yang sama. Peserta didik yang bodoh
tidak ditenggelamkan sehingga semakin bodoh, yang miskin tidak disingkirkan sehingga tidak
pernah merasakan pendidikan formal, dan yang nakal tidak dibuang untuk mengamankan
peserta didik lain yang baik. Inilah konsep mengakomodasi keberagaman peserta didik yang
memiliki perbedaan aspek fisik (bentuk tubuh, jenis kelamin, penyakit, cacat, dan warna tubuh)
serta aspek non fisik (kecerdasan, pengalaman hidup, dan doktrin dari keluarga).
Walaupun menurut sebagian para ahli yang dikutip oleh Khushik Basu bahwa manusia
secara determinis biologis memiliki kecerdasaan bawaan berbeda yang didasarkan pada
perbedaaan bentuk fisik, kecacatan, dan perbedaan warna kulit. Mereka mengemukakan bahwa
perbedaan tersebut akan mempengaruhi kecerdasaan bawaan dari lahir. Namun Basu tidak
sependapat, ia membantah dan memandang pendapat mereka terlalu berlebih-lebihan. Namun
ironis pada faktanya sistem pendidikan diam-diam mengakui perbedaan ini dan menyediakan
banyak waktu “khusus” bagi mereka yang lebih pandai maupun mereka yang cacat dan dianggap
memiliki kebutuhan khusus.[2] Lantas bagaimanakah peran pendidikan islam menghadapi
fenomena tersebut, apakah islam juga memperlakukan hal berbeda pada peserta didik yang
memiliki keberagaman.
Padahal jika ditelusuri secara konteks bahwa kebudayaan dan peradaban manusia akan
lahir dari hasil proses akumulasi perjalanan hidup yang berhadapan dengan proses dialog antara
ajaran normatif (wahyu) yang permanen secara historis dengan pengalaman kekhalifahannya di
muka bumi secara dinamis.[3] Pengalaman kekhalifahan manusia bisa tercapai dengan
sempurna jika ia dihadapankan pada sebuah kondisi yang beragam atau tidak satu warna
tertentu. Hal ini guna menghindari terjadinya sikap fanatisme atau primordialisem yang
cenderung bersifat agresif padba kelompok lain yang ‘mencoba’ memasuki kelompoknya
tersebut untuk diadakan asimilasi. Oleh sebab itu, peserta didik sebagai manusia dinamis yang
mempunyai potensi material dan spiritual sebagai fitrah harus diberi pengalaman-pengalaman
sama sekali baru (belum pernah ia alami dan ketahui) agar potensi spiritual yang bersifat
transendental bisa lebih melekat pada jiwanya. Pendapat penulis tersebut diperkuat oleh
pernyataan Muzayyin Arifin bahwa “ Pendidikan yang benar adalah yang memberikan
kesempatan kepada keterbukaan terhadap pengaruh dari dunia luar dan perkembangan dari
dalam diri anak didik. Dengan demikian, barulah fitrah itu diberi hak untuk membentuk pribadi
anak dan dalam waktu bersamaan faktor dari luar akan mendidikan dan mengarahkan
kemampuan dasar (fitrah) anak.”[4]
Filsafat Pendidikan Islam hadir seharusnya tidak hanya memberi tawaran dalam
menyumbang ilmu-ilmu pendidikan yang ‘kaku’, sulit diterapkan, dan monoton. Tapi juga
mengambil peran secara praktis dalam memecahkan permasalahan pendidikan dalam konteks
kekinian. [5] Walaupun demikian bukan berarti Filsafat Pendidikan Islam adalah ilmu filsafat
pendidikan yang tak memiliki batas. Oleh karena itu sangat penting sekali sebelum mendalami
ilmu Filsafat Pendidikan Islam alangkah lebih baiknya mempelajari terlebih dahulu hakikat dan
wilayah kajian Filsafat Pendidikan Islam itu sendiri. Hal tersebut agar dalam mempelajari dan
memanfaatkan ilmu Filsafat Pendidikan Islam seorang praktisi bisa lebih fokus atau tepat guna
sesuai dengan sasaran dan permasalahan yang menjadi kunci ‘mandek’nya konsep baru yang
berbeda dalam sistem pendidikan islam.
Dari penjabaran dia atas maka penulis berani memberikan penguatan terhadap gagasan
terdahulu tentang integrasi ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan islam. Sikap kuat penulis
dalam mendukung gagasan integrasi ilmu bukanlah tanpa alasan, karena pada zaman sekarang
ini jika madrasah sebagai mercusuar modernitas kelembagaan pendidikan islam jika secara
kurikulum tetap mengekor pada kurikulum pendidikan umum maka bisa dipastikan kemudian
nanti madrasah akan tetap tidak memiliki identitas murni/ciri khusus. Persiapan integrasi harus
segera dimantapkan, karena sekarang ini madrasah sudah mulai mengalami perkembangan
pada tahap penggunaan simbol-simbol islam dalam tata tertib atau pengelolaan lembaga
pendidikan. Agar terjadinya pembahasan yang fokus dan supaya makalah ini memiliki nilai guna
khusus dalam bahasan tertentu maka penulis perlu menyusun sebuah rumusan masalah.
Sehingga dari pembahasan di atas penulis bisa menentukan rumusan masalah dalam makalah ini
yaitu:
1. Bagaimana seharusnya tipologi Filsafat Pendidikan Islam dalam menghadapi arus gagasan
pendidikan umum?
PEMBAHASAN
Sebelum membahas tentang hakikat Filsafat Pendidikan Islam lebih mendalam, maka
supaya lebih jelas dan terukur makna hakikat Filsafat Pendidikan Islam lebih baik penulis
paparkan terlebih dahulu pengertiannya secara etimologi dan terminologi. Istilah “Filsafat
Pendidikan Islam” terdiri dari tiga kata yaitu filsafat, pendidikan, dan islam. Ketiga kata tersebut
jika disendirikan memiliki kandungan makna yang bisa berdiri sendiri, sehingga tidak
membutuhkan kata lain untuk dimaknai dengan sempurna. Pemecahan istilah Filsafat
Pendidikan Islam menjadi tiga kata bukan untuk mencari persamaannya tapi membangun
perbedaan. Perbedaan tersebut digali untuk membangun pondasi konsep Filsafat Pendidikan
Islam secara utuh. Karena filsafat, pendidikan, dan islam masing-masing merupakan kajian ilmu
tersendiri yang berbeda dengan makna integral Filsafat Pendidikan Islam.[6]
Kata "Filsafat" berasal bahasa Yunani yang digali dari dua kata
yaitu philein atau philos artinya cinta dan sofein,sophi atau Sophia artinya kebijaksanaan.
Kemudian digunakan dalam bahasa Inggris, yaitufilosophy. Kata kebijaksanaan dalam bahasa
arab diistilahkan dengan al-hikmah. Oleh karena itu filsafat juga bisa disebut
dengan al hikmah.[7]
Jika kita kaji arti kata filsafat maka ada beberapa pendapat, menurut Hamdani dan Fuad
mengemukakan bahwa filsafat adalah kajian ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh
tentang hakikat kebenaran sesuatu. Menurut mereka semua filsafat menggunakan pemikiran
(rasio) namun tidak semua proses berfikir bisa dikatakan filsafat.[8] Sedangkan menurut Hasan
Langlunglung yang dikutip oleh Abd. Aziz mengatakan bahwa filsafat adalah cinta terhadap
hikmah dan berusaha mendapatkannya. Dengan deimikian seorang filosof adalah orang yang
mencintai hikmah dan berusaha memperolehnya, memusatkan perhatian, dan menciptkan
setiap hal positif padanya.[9] Dari pernyataan tersebut penulis berasumsi bahwa hikmah
merupakan sesuatu yang berada di balik kenyataan (hidden), maka untuk melihatnya
membutuhkan keberanian, pengakuan, dan kemauan untuk membuka tabir kenyataan tersebut.
Apabila ditarik kesimpulan secara khusus maka Filsafat Pendidikan Islam dapat diartikan
suatu analisis atau pemikiran rasional yang dilakukan secara kritis, radikal, sistematis, dan
metodologis untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan.[10] Menurut
penulis makna dari kata ‘hakikat pendidikan; bisa berarti sesuatu ‘hikmah’ yang masih
tersembunyi. Perlu berfilsafat untuk mengetahui sesuatu tersebut sehingga manusia
memandang pendidikan tidak hanya pada satu sudut (parsial) dan satu kepentingan sehingga
nampak jelas subjektifitasnya.
Filsafat Pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang pandangan filosofis dari
sistem dan aliran filsafat dalam Islam terhadap masalah-masalah kependidikan, dan bagaimana
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan Umat Islam.[11] Dengan kata lain
Filsafat Pendidikan Islam merupakan kajian tentang bagaimana menerangkan serta
menggunakan metode filsafat Islam untuk memecahkan masalah pendidikan khususnya bagi
umat islam. Sehingga al Quran dan Hadith adalah dasar dan landasan utama bagi Filsafat
Pendidikan Islam, yang menjadi standar kebenaran bagi pemikir pendidikan islam
dalam berijtihaddan mengamalkannya dalam dunia pendidikan. Sehingga dapat disimulkan
bahwa Filsafat Pendidikan Islam merupakan sebuah kajian disiplin ilmu tersendiri.
Muzayyin Arifin mengatakan bahwa Filsafat Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah
konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumber atau berlandas ajaran-ajaran agama
islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dibina dan dikembangkan serta dibimbing
menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran islam.[12] Ada yang
menyamakan antara Filsafat Pendidikan Islam dengan Pemikiran Pendidikan Islam, yang
asumsinya secara hakikat (esensi) memiliki kesamaan namun secara istilah memiliki perbedaan.
Hal ini menurut hemat penulis adalah karena faktor selera dalam menggunakan istilah-istilah
tertentu yang dipandang cocok menjadi ‘title’ bagi objek kajian pendidikan islam.
Dalam mengkaji studi Filsafat Pendidikan Islam dituntut untuk menguasai ilmu
pengetahuan yang dapat melengkapi sebagai sumber potensi rujukan pemikiran. Menurut
Muzayyin Arifin seorang pemikir Filsafat Pendidikan Islam haru menguasai ilmu pegetahuan
sekurang-kurangnya sebagai berikut:
6. Ilmu tentang sistem approach serta ilmu tentang metode dan penelitian pendidikan.
Membicarakan Filsafat Pendidikan Islam maka ruang lingkup pemikirannya lebih bersifat
universal yang berarti cakupan yang dipikirkan menyangkut hal-hal yang menyeluruh dan
mengadung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, yang
termasuk di dalamnya kehidupan umat manusia. Secara waktu kajian Filsafat Pendidikan Islam
mengkaji tentang persoalan yang terjadi pada masa sekarang maupun untuk antisipasi di masa
yang akan datang.[14] Ibarat pisau yang mengiris, Filsafat Pendidikan Islam sebagai pisau
memiliki tugas menyayat gagasan pendidikan secara umum secara halus, tepat, dan baik.
Filsafat Pendidikan Islam bertugas melakukan kritik-kritik tentang metode-metode yang
digunakan dalam proses pendidikan islam. Serta memberikan pengarahan mendasar tentang
bagaimana metode tersebut dapat didayagunakan atau diciptakan agar tercapai tujuan secara
efektif. Dengan demikian maka Filsafat Pendidikan Islam seharusnya bertugas dalam tiga
dimensi, yaitu sebagai berikut:
Filsafat Pendidikan Islam adalah falsafah tentang pendidikan yang tidak dibatasi oleh
lingkungan kelembagaan islam atau oleh kajian ilmu pengetahuan tertentu, dan berdasarkan
pengalaman keislaman semata-mata. Namun menjangkau segala aspek ilmu, pengalaman, dan
aspirasi masyarakat muslim. Maka pandangan dasar yang dijadikan titik tolak kajian studinya
adalah illmu pengetahuan teoritis-praktis dalam segala bidang keilmuan yang berkaitan dengan
masalah kependidikan yang ada dan yang akan ada dalam masyarakat yang berkembang terus
tanpa mengalami kemandekan untuk menyiapkan diri karena zaman modern sekarang ingin
dinamika kehidupan mengalir sangat deras.[16]
Wilayah kajian pendidikan dapat dilihat dari empat dimensi, yaitu dimensi lingkungan
pendidikan, dimensi jenis permasalahan pendidikan, dimensi waktu, dan dimensi ruang secara
geografis. Jika dilihat dari beberapa dimensi tersebut maka berdasarkan dimensi lingkungan
pendidikan memiliki wilayah kajian yang meliputi pendidikan lingkungan keluarga, pendidikan
sekolah, dan pendidikan luar sekolah. Sedang dilihat dari dimensi jenis permasalahan
pendidikan, memiliki wilayah kajian pendidikan meliputi masalah landasan pendidikan
(foundational problems of education), masalah struktru lembaga pendidikan (strutural problems
of education), dan masalah operasional pendidikan (operational problems of education). Adapun
dilihat dari dimensi waktu terdapat tiga masalah pendidikan yaitu masalah kontemporer,
masalah kesejarahan, dam masalah masa depan. Kemudian jika dilihat dari dimensi ruang
geografis terdapat dua masalah yaitu maslah pendidikan di Indonesia dan masalah pendidikan di
negara-negara atau masyarakat luar Indonesia.[18]
Membicarakan ruang lingkup kajian Filsafat Pendidikan Islam tidak hanya semata-mata
membahas tentang bagaimana umat islam dalam beragama namun secara umum juga
membahas permasalahan yang lebih luas tentang kepentingan pendidikan yang menciptakan
‘sukses’ bagi umat islam di dunia hingga akhirat. Ini berarti bahwa pendidikan ‘umum’
dipandang sejajar dengan pendidikan agama jika hal tersebut bisa menciptakan sistem
pendidikan dan hasilnya yang bisa diharapkan oleh agama. Sebagaimana pendapat Zuhairini
bahwa metode dan sistem serta aliran filsafat Islam dapat mempengaruhi bahkan mengarahkan
jalannya pendidikan di kalanganumat islam.[19]
Hal ini sejalan dengan pendapat Ma’arif yang dikutip oleh Muhaimin bahwa terjadi
dualisme dan pendikotomian antara pendidikan agama memiliki kedudukan wajib untuk
dilakukan dengan pendidikan umum (sekuler) menduduki posisi wajib kifayah yang seringkali
terabaikan bahkan tercampakkan. Di samping itu kegiatan pendidikan islam yang seharusnya
berorientasi ke langit nampaknya belum tercermin secara tajam dan jelas dalam rumusan
Filsafat Pendidikan Islam. Maka Muhaimin menarik argumentasi bahwa penyusunan suatu
Filsafat Pendidikan Islam merupakan tugas strategis dalam usaha pembaruan pendidikan
islam.[20]
Objek kajian Filsafat Pendidikan Islam meliputi objek material yang mengkaji tentang
hakikat Tuhan, hakikat alam, dan kakikat manusia. Serta objek formal yang berarti usaha
mencarai keterangan secara radikal tentang objek material.[21] Pernyataan tersebut sejalan
dengan pendapat Abdul Munir Mulkhan bahwa objek material Filsafat Pendidikan Islam adalah
bahan dasar yang dikaji dan dianalisis. Sementara objek formalnya adalah cara pendekatan atau
sudut pandang terhadap bahan dasar tersebut. Atau dengan kata lain bahwa objek-material
Filsafat Pendidikan Islam adalah segala hal yang berkaitan dengan usaha manusia secara sadar
untuk menciptakan kondisi yang memberi peluang berkembangnya kecerdasan, pengetahuan,
dan kepribadian peserta didik. Sementara objek-formalnya adalah aspek khusus usaha manusia
secara sadar untuk menciptakan kondisi yang memberi peluang pengembangan kecerdasan,
pengetahuan, dan kepribadian peserta didik.[22] Adapun menurut pendapat yang lain
mengemukakan bahwa objek yang dibahas dalam Filsafat Pendidikan Islam adalah sebagai
berikut:
1. Objek Material: Yaitu sama halnya filsafat pada umumnya objek ini adalah sesuatu yang ada,
baik itu yang tampak ataupun tidak tampak karena keterbatasan indra manusia. Yang mana
objek yang tampak adalah dunia empiris dan objek yang tak tampak adalah metafisika.[23]
2. Objek Formal: Yaitu sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan objektif
tentang pendidikan Islam untuk diketahui hakikatnya. Objek formal ini terbagi menjadi
dua kerangka bahasan, yakni :
a. Secara Makro: Objek filsafat pendidikan secara makro adalah objek filsafat itu sendiri, mencari
keterangan secara radikal mengenai Tuhan, manusia dan alam semesta yang tidak dapat
dijangkau oleh pengetahuan biasa. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Abd. Aziz yang
mengemukakan bahwa ‘kosmologi’ (pemikiran yang berhubungan dengan alam semesta dan
penciptaannya) merupakan salah satu pola dan sistem berfikir filosofis.[24] Oleh karena itu
penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam Filsafat Pendidikan Islam juga tidak akan bisa lepas
dari bahasan kosmologi, hal ini digunakan untuk dapat memahami, menghayati, dan mengambil
hikmah dibalik segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Dan banyak sekali ayat-ayat al
Qur’an yang membicarakan tentang kosmologi.
b. Secara Mikro: Adapun secara mikro adalah segala hal yang merupakan faktor-faktor dan
komponen dalam pendidikan.[25] Menurut Muhaimin beberapa persoalan komponen pokok
aktivitas pendidikan yang menjadi perhatian Filsafat Pendidikan Islam dapat diringkas menjadi
lima macam yaitu persoalan hakikat meliputi: tujuan pendidikan Islam, kurikulum atau program
pendidikan (materi pendidikan Islam), pendidikan dan peserta didik, metode pendidikan Islam,
dan lingkungan belajar (konteks pembelajaran). Sedangkan evaluasi pendidikan menurut Rasyad
yang dikutip oleh Muhaimin menyatakan bahwa evaluasi pendidikan merupakan faktor
pendukung atau bukan masalah pokok karena hanya merupakan implikasi dari kurikulum dan
metode pendidikan.[26] Atau dengan kata lain dapat penulis pahami bahwa evaluasi hanya
sebagai insturmen untuk mengetahui sejauh mana perkembangan belajar peserta didik,
mengetahui efektivitas metode belajar, dan untuk mengetahui pencapain kurikulum yang telah
ditentukan.
C. Tipologi Filsafat Pendidikan Islam dalam Mengahadapi Arus Gagasan Pendidikan Umum
Secara ontologis ilmu pengetahuan umum lebih cenderung bersifat netral, dengan arti
tidak dapat bersifat islami, kapitalis, sosialis, komunis atau yang lainnya. Akan tetapi ketika
seorang ilmuwan menjelaskan tentang perubahan yang telah atau akan terjadi, menerangkan
cara memanfaatkan hukum alam, dan mengarahkan pengetahuan tersebut ke arah tertentu
maka ilmu pengetahuan tersebut tidak bisa dikatakan netral.[27] Karena analisis yang dilakukan
oleh ilmuwan tersebut bisa jadi karena dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan yang telah ia
lalui sebelumnya, misalnya adanya doktrin ideologi, agama, ataupun pengalaman pribadi.
Yang masih menjadi diskusi panjang tentang pendidikan Islam adalah apakah Islam
mempunyai konsep tersendiri mengenai Pendidikan versi Islam ataukah tidak sama
sekali.[28] Pada kenyataan secara historis kemajuan peradaban Islam di masa Keemasan dahulu
diperoleh umat islam karena mengambil, beradapatasi, dan mengadopsi sistem lembaga
pendidikan dari peradaban masyarakat yang ia jumpainya sebagai implikasi politik ekspedisi. Jika
kita tarik pada permasalahan pendidikan Islam di Indonesia sekarang ini maka kita dapat jumpai
bahwa konsep pendidikan di madrasah dan mata pelajara PAI di Sekolah umum belum
mengalami perkembangan yang berarti. ‘Intervensi’ secara tak sengaja dari konsep pendidikan
umum masih tercium tajam, sehingga terkesan bahwa konsep pendidikan Islam selalu mengekor
pada konsep pendidikan Umum. Tentu pembahasan ini masih jauh dengan gagasan bahwa di
lembaga madrasah Indonesia harus diadakan kurikulum yang integratif.
Dikotomi antara pendidikan umum dengan pendidikan Islam dalam bingkai Filsafat
Pendidikan Islam dipandang sebagain umat islam sebagai permasalahan yang sangat
mengganggu bagi kepentingan kemajuan peradaban umat islam. Bukankah pendidikan hadir
untuk menyiapkan manusia beserta segala akibat turunannya menghadapi segala permasalahan
kehidupan. Lantas salahkah jika Ulama pada zaman sekarang melakukan ijtihad baru untuk
menjawab permasalahan pendidikan Islam zaman sekarang ini yang dihadapkan dengan
pendidikan umum? Pernyataan penulis di atas sejalan dengan pernyataan Zuhairini dkk. bahwa
ilmu Kalam, ilmu tasawuf, dan ilmu fiqh merupakan ilmu yang dikembangan dalam dunia islam
yang dikembangkan melalui metode yang kahs islami, yang disebut dengan metode Ijtihad. Yang
mana metode ijtihad merupakan metode khas dari filsafat islam.[29]
Membicarakan ruang lingkup kajian Filsafat Pendidikan Islam tidak hanya semata-mata
membahas tentang bagaimana umat islam dalam beragama namun secara umum juga
membahas permasalahan yang lebih luas tentang kepentingan pendidikan yang menciptakan
‘sukses’ bagi umat islam di dunia hingga akhirat. Ini berarti bahwa pendidikan ‘umum’
dipandang sejajar dengan pendidikan agama jika hal tersebut bisa menciptakan sistem
pendidikan dan hasilnya yang bisa diharapkan oleh agama. Sebagaimana pendapat Zuhairini
bahwa metode dan sistem serta aliran filsafat Islam dapat mempengaruhi bahkan mengarahkan
jalan dan isi pendidikan di kalangan umat islam.[30]
Yang membedakan antara Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan pada
umumnya adalah bahwa di dalam Filsafat Pendidikan Islam, semua masalah kependidikan
tersebut selalu didasarkan pada ajaran Islam yang bersumberkan al-Qur'an dan al-Hadits.
Dengan kata lain bahwa kata Islam yang mengiringi kata falsafat pendidikan ini menjadi sifat,
yakni sifat dari filsafat pendidikan tersebut. Dalam hubungan ini Ahmad D. Marimba
mengatakan bahwa Filsafat Pendidikan Islam bukanlah filsafat pendidikan tak terbatas.
Selanjutnya ia mengomentari kata ‘radikal’ yang menjadi salah satu ciri berpikir filsafat
mengatakan bahwa pandangan ini keliru. Radikal bukan berarti tanpa batas. Tidak ada di dunia
ini disebut tanpa batas, dan bukankah dengan menyatakan bahwa seorang muslim yang telah
menyakini isi keimanannya, akan mengetahui dimana batas-batas pikiran (akal) dapat
dipergunakan, dan jika ia berfikir, berfilsafat mensyukuri nikmat Allah, berarti ia radikal
(konsekuen) dalam batas-batas itu. Inilah yang menurut dia disebut sebagai sifat radikal dari
filsafat Islam.[31]
Hal esensial yang membedakan Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan
serta filsafat lainnya adalah objek yang dijadikan sasaran untuk dianalisis. Kemudian untuk
mengetahui hakikat tentang pendidikan islam itu sendiri adalah dengan melalui pengajuan
pertanyaan-pertanyaan yang mendasar mengenai kegiatan apa yang sesungguhnya dapat
dinamakan dengan pendidikan versi Islam. Di sinilah fungsi filsafat sebagai jalan menemukan
metode dan kerangka analisis berbagai permasalahan mengenai pendidikan
Islam.[32] Penentuan identitas yang jelas pada pendidikan islam menjadi sebuah kebutuhan.
Pendidikan barat tidak secara terus-menerus bisa menyumbang bagi kemajuan pendidikan islam
karena pendidikan umum (barat) dipandang terlalu liberal dalam memanusiakan manusia
(peserta didik), padahal dalam agama islam sendiri terdapat batas-batas tertentu, salah satu
contohnya adalah ada batas hubungan tertentu antara guru dengan murid sebagaimana yang
terjadi pada cerita nabi Musa dengan nabi Kidzir di dalam al Quran.
Berangkat dari rumusan masalah yang telah ditetapkan sejak awal penulisan makalah ini
dan dari pembahasan materi di atas. Maka dapat penulis simpulkan beberapa temuan jawaban
dari permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwasanya berdasarkan dari pengertian Filsafat
Pendidikan Islam, perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dengan Pendidikan Umum, dan
berdasarkan kebutuhan mendesak umat islam di era modern sekarang ini untuk
memodernisasikan sistem pendidikan islam maka secara konkrit dipandang perlu untuk
mengadakan pembaruan pendidikan islam. Hal ini karena salah satu alasan pokonya adalah
untuk memasukkan nilai-nilai agama Islam ke dalam sistem pendidikan secara utuh, terutama
pendidikan pada madrasah. Pendidikan madrasah masa-masa sekarang ini mengalami
perkembangan yang sangat pesat, namun perkembangan tersebut masih dalam tahapan yang
hanya menyentuh simbol-simbol agama dan hanya bersifat normatif. Sehingga secara kasat
mata pendidikan madrasah mengalami perkembangan pesat namun pada segi esensi,
kurikulum, dan nilai guna masih belum nampak.
Dari penejelasan di atas dapat kita ketahui bagaiman seharusnya tipologi Filsafat
Pendidikan Islam dalam upaya menghadapi arus gagasan Pendidikan Umum yang secara terus-
menerus mendahului gagasan Pendidikan Islam. Maka dari itu tipologi Filsafat Pendidikan Islam
harus segara menunjukkan jati diri yang jelas, yang memiliki ciri khas sendiri, dan tidak selalu
mengekor pada Pendidikan Umum. Di sisi lain Pendidikan Islam secara fenomenologi harus
mencari dasar penerapan pembelajaran tersendiri yang tidak selalu mengekor pada hasil
penelitian-penelitian barat. Karena pendidikan barat dipandang terlalu liberal dalam
memanusiakan manusia (peserta didik), padahal dalam agama islam sendiri terdapat batas-
batas tertentu, salah satu contohnya adalah ada batas hubungan tertentu antara guru dengan
murid sebagaimana yang terjadi pada cerita nabi Musa dengan nabi Kidzir di dalam al Quran.
DAFTAR RUJUKAN
Aziz, Abd. Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangung Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras,
2009.
Ihsan, Hamdan&Ihsan, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam . Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
Mulkhan, Abdul Munir. Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah.
Yogyakarta: Sipress, 1993.
Outhwaite, William. Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Modern. Jakarta: Kencana, 2008.
Sutrisno, “Pendidikan Agama Islam Berorientasi pada Problem Subyek Didik” Makalah disajikan dalam
Seminar Pasca Sarjana STAIN Kediri, Kediri, 15 Maret 2012.
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
[1]Hamdani Ihsan&Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 30.
[2]William Outhwaite, Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Modern (Jakarta: Kencana, 2008), 257.
[4]Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 18.
[5]Jika kita melihat Filsafat Pendidikan Islam, maka menurut sebagian pembelajar (mahasiswa) mengakui tidak
menyukai mata kuliah tersebut. Salah satu sebabnya adalah karena sulit, dipandang memiliki objek yang serba
abstrak, dan terlalu berbelit-belit. Lihat Hamdani Ihsan&Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka
Setia, 2001), 32.
[6]Walaupun Ihasan&Fuad lebih menitik beratkan pada kata benda pertama yaitu filsafat, namun perlu ditekankan
bahwa bukan berarti dua kata yang lain diabaikan atau dipandang tidak perlu. Lihat Hamdani Ihsan&Fuad
Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 30-31.
[9]Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangung Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2009), 1.
[11]Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 128.
[14]Ibid., 7.
[15]Ibid., 2.
[18]Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2004), 32.
[22]Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan
Dakwah (Yogyakarta: Sipress, 1993), 219.
[27]Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001 ), 65.
[28]Ibid., 31.
[30]Ibid., 128.
[33]Sutrisno, “Pendidikan Agama Islam Berorientasi pada Problem Subyek Didik” Makalah disajikan dalam Seminar
Pasca Sarjana STAIN Kediri, Kediri, 15 Maret 2012.