OLEH
NABILA DAMOPOLII
Email: nabiladamopolii2004@gmail.com
Jurusan Pendidikan Agama Islam, IAIN Sultan Amai Gorontalo
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan tentang perspektif
filosofis pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam didasarkan pada
landasan dan prinsip yang unik, yang bersumber dari ajaran agama Islam itu
sendiri. Kajian ini mencakup analisis terhadap dokumen-dokumen yang relevan
dan sumber-sumber primer untuk memahami hakikat dan karakteristik pendidikan
agama Islam.
Dari perspektif filsafat pendidikan agama Islam, ada prinsip-prinsip
tertentu yang menjadi pedoman dalam proses pendidikan. Pertama, tauhid
(keesaan Allah) menjadi landasan utama pendidikan agama Islam yang bertujuan
untuk membimbing individu menyadari keesaan Allah dan menjalani kehidupan
sesuai dengan ketaatan-Nya. Kedua, Al-Quran dan Sunnah merupakan sumber
utama pendidikan agama dalam Islam. Al-Quran dianggap sebagai pedoman dan
ajaran tertinggi yang perlu dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya, pendidikan agama Islam menekankan pentingnya
pengembangan moral dan etika yang tinggi. Individu Muslim belajar menjadi
individu yang jujur, adil, dan beretika. Pendidikan agama Islam juga mendorong
pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian. Islam menghargai pengetahuan
dan mendorong individu Muslim untuk mempelajari sains dan agama-agama
dunia pada saat yang bersamaan.
Pendidikan agama Islam juga menekankan pada keadilan sosial. Individu
muslim belajar untuk memperhatikan kebutuhan orang lain, membagi hartanya
kepada yang membutuhkan, dan mengupayakan keadilan sosial dalam
masyarakat. Filsafat pendidikan agama Islam ini menjadi pedoman bagi para
pendidik muslim dalam merancang kurikulum, metode pengajaran, dan
lingkungan pendidikan yang tepat.
Penelitian ini menunjukkan bahwa perspektif filsafat pendidikan agama
Islam menekankan pada pentingnya mengintegrasikan ajaran agama. dengan sains
dan etika, dan keadilan sosial. Dalam memahami pendidikan agama Islam,
penting bagi para pendidik dan praktisi pendidikan untuk memperhatikan prinsip-
prinsip tersebut guna membina individu-individu muslim yang berakhlak mulia,
berilmu, berwawasan luas, berkomitmen pada kebenaran dan memberikan
kontribusi positif kepada masyarakat.
4
Mappasiara. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM, dalam jurnal falsafah Volume VI,
Nomor 2, Juli - Desember 2017
penggunaannya. Penggunaan istilah yang berbeda bukan berarti Al-Quran tidak
konsisten, melainkan karena pentingnya Al-Quran dalam menampilkan manusia
sebagai makhluk yang jauh lebih baik.
Berdasarkan hal diatas manusia, menurut Al-Quran, diciptakan dari esensi
alam. Bumi, kecuali Adam (a.s.) mempunyai ciptaan yang berbeda dengan
manusia pada umumnya, manusia bermula dari setetes air mani, kemudian
membuahi embrio, masuk ke dalam rahim, menjadi segumpal, kemudian menjadi
segumpal daging, terciptalah tulang-tulang dan tulang-tulangnya ditutupi daging,
kemudian menjelma menjadi manusia seutuhnya, dijiwai ruh Allah, menjadi
khalqan akhar (manusia yang unik) (Q.S. Al-Mukminun/23 : 12-14).
Setelah sembilan bulan dalam kandungan kita akan dilahirkan sedikit
banyak dari alat kelamin ibu kita, baik melalui kelahiran alami maupun melalui
operasi. Saat lahir, manusia menjadi bayi, anak-anak, remaja, dewasa, orang tua,
bahkan kakek-nenek. Seiring bertambahnya usia, daya pikir serta daya ingat
manusia tidak lagi sekuat saat muda melainkan mulai lemah, pelupa, bahkan
banyak perilaku yang meniru perilaku anak-anak. Mengenai hal ini Allah Ta'ala
berfirman dalam Al-Qur'an surat Yasiin/36:68 yang artinya: “Dan barang siapa
yang memanjangkan umurnya, niscaya Kami akan mengembalikannya pada masa
pertama hidupnya, lalu mengapa mereka tidak melakukan hal itu."5
keutamaan manusia atas makhluk lain disebabkan oleh akal dan jiwanya.
Kecerdasan merupakan anugerah terbesar yang Tuhan berikan kepada manusia
yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Akal artinya daya berpikir untuk
memperoleh ilmu pengetahuan, kebenaran akal tidak bersifat mutlak, akal dapat
membedakan perbuatan yang baik dan buruk, sekaligus akal juga sebagai
penuntun manusia agar anak dapat mencapai kebahagiaan hidup dunia dan
akhirat.
Sesuatu dan akal harus menjadi suatu alasan yang nantinya akan
menjelaskan hal-hal abstrak dengan sempurna. Manusia pada umumnya berada
pada ranah akal material dan akal esensial, sedangkan para filosof berada pada
5
Shihab, H.M. Quraish. Menyingkap Tabir Ilahi: al-Asmâ’ al-Husnâ dalam Perspektif Al-
Qur’an. Lentera Hati; Jakarta, 2006.
kedudukan akal niscaya, karena tanpa bantuan wahyu mereka dapat mengetahui
kebenaran tertinggi. Padahal apa yang disampaikan para filosof itu tidaklah benar
secara mutlak hanya karena wahyu, itulah sebabnya Allah Ta'ala mengutus para
Nabi.
Sedangkan dilihat dari sudut pandang jiwa, Al-Quran membagi jiwa
manusia menjadi tiga: yang pertama adalah jiwa al-Lawwamah. Kedua, ruh al-
Mutmainnah dan ketiga, ruh amarah. Sulit bagi kita untuk menentukan di mana
letak jiwa pada manusia, namun yang jelas manusia memiliki ketiga jiwa tersebut.
Jiwa al-lawwamah artinya jiwa penyesalan, jika seorang al-ibad ar-rahman
menunda menunaikan shalat wajib maka dia akan menyesali dirinya sendiri, itulah
sebabnya dia disebut al-Sin dari sudut pandang l Al-Qur'an membagi jiwa
manusia menjadi tiga: pertama adalah ruh al-Lawwamah. Kedua, ruh al-
Mutmainnah dan ketiga, ruh amarah.
Dengan demikian sulit bagi seseorang untuk menentukan di mana letak
jiwa pada manusia, namun yang jelas manusia memiliki ketiga jiwa tersebut. Jiwa
al-lawwamah artinya jiwa penyesalan, jika al-ibad ar-rahman menunda dalam
melaksanakan shalat wajib maka ia akan menyesali dirinya sendiri, itulah
sebabnya disebut al-Lawwamah. Jiwa Al-Mutmainnah adalah jiwa yang tenang,
dikatakan kembali kepada Tuhan sebelum orang tersebut meninggal. Jiwa yang
marah adalah jiwa yang rawan kejahatan dan dikuasai nafsu. Ciri-cirinya antara
lain licik, sombong, serakah, sombong, iri hati, tidak jujur, pengkhianat, dan suka
menghujat atau menghina orang lain.6
Manusia baik jasad maupun ruhnya akan kembali kepada sang pencipta,
jasadnya akan musnah dan dimakan bumi termasuk ruhnya, artinya ruh akan tetap
hidup dan tidak akan ada manusia yang mengetahui keberadaan ruh tersebut
setelah mati. AllahTa’ala sendiri bersabda: Wahai Nabi Muhammad SAW, jika
ditanya tentang jiwa, katakanlah bahwa jiwa adalah buatan Tuhanmu.7
Di kalangan para ahli, terdapat perbedaan pandangan mengenai
kebangkitan jasmani dan rohani. Menurut filosof seperti Ibnu Rusyd, yang timbul
6
Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, Bandung: Media Cita Pustaka, 2012
7
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005
di akhirat adalah ruh manusia karena ruh menikmati kebahagiaan sedangkan raga
dihancurkan oleh bumi, namun pandangan ini ditolak oleh para teolog, karena
Ibnu Rusyd berpendapat bahwa kebangkitan lebih dari sekedar rohani. tapi juga
semangat. Dokumen dan argumentasinya adalah ayat Al-Quran yang dikutip di
atas.
Selain itu juga, perdebatan yang tiada habisnya, hakikat penelitian filsafat
Islam terhadap manusia adalah mendorong manusia untuk berpikir kritis secara
ilmiah; sistematis, masuk akal, mendasar, kritis dan obyektif tidak hanya dalam
bidang agama tetapi juga dalam bidang filsafat pendidikan. Tujuan yang paling
mendasar adalah agar manusia mengenal Tuhan tidak hanya melalui karunia akal,
tetapi juga melalui wahyu dan pengutusan para rasul.8
Hubungannya dengan Falsafah Pendidikan Islam
Manusia, adalah makhluk terbaik yang memiliki dua unsur, tubuh dan
pikiran (jiwa), yang benar-benar ada dalam dirinya. Unsur jasmani meliputi panca
indera yang dapat dilihat dengan mata telanjang, sedangkan unsur ruhani
walaupun tidak kasat mata namun dapat dirasakan, aktif dan tidak dapat
diidentifikasi. Meski ada yang mengatakan bahwa tempat spiritual ada di dada
manusia, namun klaim tersebut sulit dibuktikan. Dalam pertumbuhan tubuh
jasmani membutuhkan gizi dan kesehatan yang sempurna, sedangkan tubuh
rohani memerlukan bimbingan, pelatihan, dan pendidikan yang terus-menerus
agar dapat terkendali dan dekat dengan Tuhan.9
Dibandingkan dengan pertumbuhan fisik manusia dan hewan,
perkembangan fisik hewan dewasa jauh lebih cepat, misalnya bayi sudah bisa
berdiri, menyusu, dan makan rumput. Perkembangan jasmani manusia
memerlukan jangka waktu pengasuhan yang cukup lama, mulai dari anak yang
diasuh oleh orang tuanya hingga orang dewasa bahkan orang tua, ada pula yang
tidak bisa lepas dari lingkungan keluarga.
Dalam hal ini juga pendidikan, perkembangan rohani bahkan lebih
kompleks dan lebih rumit dari pendidikan jasmani, karena pada awalnya jiwa
8
Mujib, Abdul dan Yusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam. Cet. I Jakarta: Kecana
Premada Media, 2006.
9
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
tidak tahu apa-apa, Tuhan pasti memberikan manusia potensi akal, penglihatan,
dan pemahaman.visi dan kecerdasan untuk menyempurnakan manusia. Makhluk
bersyukur dan mengakui Tuhannya.
Aspek kesyukuran dan ilmu kepada Tuhan (tauhid) merupakan aspek
terpenting dalam pendidikan Islam, yakni pendidikan jangka panjang (lifelong
education), bahasa hadis, pendidikan sejak lahir sampai meninggal dunia.
Kesetaraan dalam pendidikan jasmani dan rohani memerlukan ketekunan,
kepastian, keterukuran, dan sintesa sehingga tidak melahirkan peserta didik yang
maju intelektualnya tetapi kering rohaninya. Bahasa yang digunakan saat ini
disebut pendidikan sekuler.
Pendidikan Islam yang sejati ialah membutuhkan pendidikan yang
berlandaskan tauhid, pengembangan potensi intelektual, dan peserta didik yang
berakhlak mulia, karena Jadi tujuan pendidikan Islam seperti 'Al-Rasyidin pada
umumnya adalah untuk melatih peserta didik. beriman pada tauhid dan
mengembangkan kemampuan jasmani dan rohani. potensi dan menunaikan tugas
seorang raja untuk membentuk manusia sempurna. Mereka adalah peserta didik
yang cerdas, kaya intelektual, dan berkepribadian luhur dalam kehidupan pribadi,
keluarga, masyarakat, dan negara.10
Dengan adanya Tujuan pendidikan Islam ini, yaitu keimanan yang tauhid,
sedangkan tujuannya adalah untuk mewujudkan peserta didik yang memahami
dirinya sebagai hamba Allah, bertakwa, bertauhid, artinya beriman. bahwa tidak
ada agama. Tuhan selain Allah Ta’ala serta Nabi Muhammad SAW adalah utusan
Allah, Islam berarti menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan,
berakhlak mulia, tidak berakhlak buruk, penyayang, berkarir dan hidup
bermasyarakat. Pendidikan Islam yakni pada dasarnya menekankan hal yang
sama: landasan pendidikan Islam adalah tauhid dan menciptakan manusia sebagai
raja yang mampu mengembangkan potensi alam tauhid, potensi ketuhanan,
potensi manusia, keseimbangan jasmani dan rohani. Berpotensi melahirkan
10
Purwanto. (2007). “Pluralisme Agama dalam Prespektif Nurcholish Madjid”, Religio:
Jurnal Studi Agama-Agama
peserta didik yang cerdas, kaya intelektual, dan mempunyai sifat-sifat luhur dalam
kehidupan pribadi, keluarga, dan sosial. dan negara11
KESIMPULAN
Pendidikan yang dikehendaki itu adalah Islamisasi ilmu pengetahuan
adalah pendidikan yang berlandaskan tauhid, mampu menyeimbangkan potensi
jasmani dan rohani sehingga menghasilkan peserta didik yang memahami tugas
mereka sebagai raja di muka bumi. Sedangkan pendidikan yang ditolak adalah
pendidikan sekuler yang mencabut keimanan kepada Allah Ta’ala, sehingga
menjadikan peserta didik hanya menjunjung akal dan tidak beriman kepada
wahyu (Quran). Tak heran jika suatu Pendidikan sangat berguna bagi siapa saja
dan kapansaja.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat al-Tarbawij), (Jakarta:
PT. Rajagrafindo Persada, 2008), h. 55.
Afrahul Fadhila Daulai. ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN: PERSPEKTIF
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM, Analytica Islamica, Vol. 2, No. 1,
2013, hal 82-83
Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, Bandung: Media Cita Pustaka, 2012
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Hidayat, Rahmat. (2016). “Epistemologi Pendidikan Islam: Sistem, Kurikulum,
Pembaharuan Dan Upaya Membangun Epistemologi Pendidikan Islam”,
Jurnal Almufida Vol. I No. 1 Juli-Desember 2016
Mappasiara. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM, dalam jurnal falsafah Volume
VI, Nomor 2, Juli - Desember 2017
Mujib, Abdul dan Yusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam. Cet. I Jakarta:
Kecana Premada Media, 2006.
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005
Purwanto. (2007). “Pluralisme Agama dalam Prespektif Nurcholish Madjid”,
Religio: Jurnal Studi Agama-Agama
11
Afrahul Fadhila Daulai. ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN: PERSPEKTIF
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM, Analytica Islamica, Vol. 2, No. 1, 2013, hal 82-83
Shihab, H.M. Quraish. Menyingkap Tabir Ilahi: al-Asmâ’ al-Husnâ dalam
Perspektif Al-Qur’an. Lentera Hati; Jakarta, 2006.