Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

OLEH:
Siti Mu’alifah : 22062102044
Nihayatur Rohmah : 22062102027
Lilik Sri Handayani : 22062102046
Khoirul Huda : 22062102045

PASCA SARJANA
UNIVERSITAS DARUL ULUM LAMONGAN
2022
PENDAHULUAN

Masalah pendidikan merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan kehidupan


manusia. Pendidikan sendiri memiliki makna yaitu usaha manusia dewasa yang sadar akan
kemanusiaannya, dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar
pandangan hidup kepada generasi selanjutnya, agar menjadi manusia yang bertanggung jawab
akan tugasnya sesuai dengan sifat dan hakikat kemanusiaanya. Lebih luas masalah pendidikan
adalah masalah yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Bahkan
pendidikan bisa juga akan menghadapi persoalan yang tidak mungkin dijawab dengan
menguakkan analisa ilmiah semata-mata, tetapi memerlukan analisa dan pemikiran yang
mendalam, yaitu analisa filsafat.

Filsafat tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena sejarah filsafat sangat
erat hubugannya dengan sejarah manusia pada zaman dahulu. Filsafat berkaitan erat dengan
dengan nilai-nilai kemanusiaan yang dianggap sebagai pandangan hidup oleh suatu masyarakat,
karena filsafat mempunyai keterkaitan dengan sistem pendidikan. Prof. DR. H. Ramayulis
menuliskan bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan Islam sama seperti ruang lingkup pada
filsafat secara umum yang meliputi kosmologi (manusia adalah ciptaan Tuhan), ontologi (asal
alam semesta), epistimologi (sumber pengetahuan manusia) dan aksiologi (berkaitan dengan
nilai).

Dalam dunia keislaman, ajaran filsafat pendidikan Islam merupakan ajaran yang berperan
aktif sebagai pondasi atau dasar dari proses pembelajaran yang akan di aplikasikan. Jika
pendidikan menjadi dasar dari pelaksanaan tercapainya suatu tujuan, maka fungsi filsafat
pendidikan Islam adalah sebagai pedoman atau acuan dalam pembelajaran tersebut. Demi
tercapainya sebuah tujuan dari pembelajaran, maka filsafat pendidikan Islam harus meletakkan
akhlak mulia sebagai dasar dari konsep pembelajaran.
PEMBAHASAN

A. Filsafat Islam

Pada pembahasan kali ini, yang dimaksudkan pada filsafat Islam adalah filsafat dalam
perspektif pemikiran orang Islam. Karena berdasarkan pada pemikiran manusia, maka
kemungkinan adanya kekeliruan menjadi sebuah hal yang wajar. Kata filsafat sendiri berasal
dari bahasa Yunani, philo dan sophia. Philo mempunyai arti cinta sedangkan shopia
mempunyai arti kebijaksanaan atau kebenaran. Sedangkan menurut istilah, filsafat diartikan
sebagai upaya manusia untuk memahami secara radikal dan integral serta sistematik
mengenai Tuhan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana
seharusnya sikap manusia setelah mencapai pengetahuan tersebut. Dalam perspektif Islam,
filsafat merupakan upaya untuk menjelaskan cara Allah menyampaikan kebenaran atau yang
haq dengan bahasa pemikiran yang rasional. Sebagaimana Al-Kindi (801-873M) berkata,
bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat hal-ihwal dalam batas-batas kemungkinan
manusia. Ibn Sina (980-1307M) juga berkata, bahwa filsafat adalah menyempurnakan jiwa
manusia melalui konseptualisasi hal ihwal dan penimbangan kebenaran teoritis dan praktis
dalam batas-batas kemampuan manusia.

Filsafat Islam merupakan suatu kajian sistematis terhadap kehidupan, alam semesta,
etika, moralitas, pengetahuan, pemikiran, dan gagasan politik yang dilakukan dalam
peradaban umat muslim, yang berhubungan dengan ajaran-ajaran Islam. (wikipedia) filsafat
Islam menjadi disiplin ilmu yang mengkaji tentang masalah-masalah umum mengenai
eksistensi, pengetahuan, jiwa, Tuhan dan agama secara lengkap dan saling berpengaruh.

Menurut Al-Farabi dalam kitabnya Tahshil as-Sa’adah, filsafat berasal dari Keldania
(Babilonia), kemudian pindah ke negeri Arab setelah datangnya Islam. Walaupun di
kalangan para sejarawan banyak yang berbeda pendapat dalam penamaan filsafat yang
pindah ke Arab tersebut, namun kebanyakan diantara mereka menyimpulkan bahwa yang
pindah tersebut adalah filsafat Islam (Al-Ahwani, 1984:2). Pada saat pertama kali filsafat
pindah ke dalam masyarakat Islam belum kelihatan bahwa filsafat tersebut merupakan bagian
dari peradaban. Filsafat baru terihat perannya dalam peradaban Islam pada abad ke-9 Masehi,
yaitu di masa pemerintahan Abassiyah. Dari abad ke-9 sampai abad ke-12 filsafat
berkembang dengan pesat dalam khazanah ilmu pengetahuan dan masyarakat Islam. Dunia
Islam telah melahirkan banyak ahli filsafat Islam, bahkan ada yang diberi julukan “guru
kedua filsafat”, yaitu Al-farabi setelah Aristoteles sebagai guru pertama filsafat dan sampai
saat ini belum ada guru ketiga filsafat. Filsafat Islam mengalami perkembangan yang sangat
pesat pada masa pemerintahan Bani Abasiyyah. Akan tetapi pada abad ke-12 secara tiba-tiba
perkembangan filsafat Islam terhenti, karena mendapat serangan dari para ahli agama.
Banyak para ahli filsafat yang dihukum sebagai orang-orang mulhid (atheis), akibatnya pada
akhir abad ke-12 filsafat menghilang dari kebudayaan Islam. Buku-buku filsafat dibakar
dalam perunggunan di musim dingin dan pada abad ke-14 tidak ada seorangpun dari orang
Islam yang berani menamakan dirinya sebagai seorang filosuf maupun mempelajari filsafat.

Timbulnya filsafat dalam dunia Islam dapat dilihat dari beberapa faktor, yaitu:

1. Faktor dorongan ajaran Islam


Islam menghendaki agar umatnya dapat berfikir tentang penciptaan langit dan bumi
beserta isinya yang ada dalam alam semesta ini adalah sebagai bukti adanya Allah tuhan
yang patut untuk disembah oleh seluruh umat manusia. Berdasar dari pemikiran tersebut,
menimbulkan penyelidikan dengan pemikiran filsafat.
2. Faktor perpecahan di kalangan umat Islam
Setelah khalifah usman bin Affan terbunuh, terjadilah perpecahan dan pertentangan antar
umat Islam. Sebagai bentuk pembelaan dan pertahanan pendapat dari masig-masing
kubu, mereka berusaha dengan menggunakan logika dan mempelajari ilmu pengetahuan
di masa lalu, terutama logika yunani dan Persi. Hingga pada akhirnya terbentuklah
sebuah filsafat yang dikenal dengan nama filsafat Islam.
3. Faktor dakwah Islam
Filsafat Islam muncul karena diperlukan sebagai bahan dakwah dalam menyampaikan
ajaran agama Islam kepada masyarakat luas, agar ajaran agama Islam dapat diterima
secara rasional tanpa ada unsur keterpaksaan.
4. Faktor menghadapi tantangan zaman
Islam adalah agama yang bisa menyesuaikan perkembangan zaman yang terus
berkembang. Adanya perkembangan zaman tersebut, Islam menghendaki para
pengikutnya juga memiliki pemikiran yang berkembang pula. Pengembangan pemikiran
tersebut berlangsung dalam filsafat.
5. Faktor pengaruh kebudayaan lain
Meluasnya Islam diberbagai wilayah yang ada di atas muka bumi ini, menjadikan umat
Islam berjumpa dengan berbagai macam kebudayaan yang berbeda-beda dari wilayah
yang lain. Mereka akan tertarik dengan kebudayaan satu dengan yang lainnya sehingga
akan mempelajari kebudayaan lain, yang sesuai dengan teori emanasi dari Al-farabi.

B. Pendidikan Islam

Para ahli telah menyoroti dunia pendidikan yang berkembang saat ini, baik dalam
pendidikan Islam pada khususnya, maupun pen- didikan pada umumnya. Menurut mereka
pelaksanaan pendidik- an tersebut kurang bertolak dari atau belum dibangun oleh landasan
filosofis yang kokoh, sehingga berimplikasi pada kekaburan dan ketidakjelasan arah dan
jalannya pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Pelaksanaan pendidikan agama Islam selama ini
berjalan melalui cara didaktis metodis seperti halnya pengajaran, dan lebih didasarkan
pedagogis umum yang berasal dari sifat pendidikan Model Barat sehingga lebih menekankan
pada “transmisi pengetahuan”. Untuk menemukan pedagogis Islam diperlukan lebih dahulu
rumusan filsafat pendidikan Islam yang kokoh.1 Fondasi filosofis yang mendasari sistem
pendidikan Islam selama ini masih rapuh, terutama tampak pada adanya bentuk dualisme
dikotomis antara apa yang dikategorikan ilmu-ilmu agama yang menduduki fardu ‘ain dan
ilmu-ilmu sekular yang paling tinggi berada pada posisi fardu kifayah. Yang sering kali
terbaik dan bahkan terapkan. Di samping itu, kegiatan pendidikan Islam seharusnya
berorientasi ke langit (orientasi transendental). Tampaknya belum tercermin secara tajam dan
jelas dalam rumusan filsafat pendidikan Islam, dan bahkan belum dimilikinya. Karena itu,
penyusunan suatu filsafat pendidikan Islam merupakan tugas strategis dalam usaha
pembaruan pendidikan Islam.2 Ilmu pendidikan di Indonesia dewasa ini tampaknya mulai
kehilangan jati diri, yang antara lain disebabkan karena penelitian- penelitian lebih koheren
dalam persoalan-persoalan praktis operasional dan formal yang terdapat di sekolah.
Sedangkan pemikir- an ilmu pendidikan yang lebih bersifat kondisional termasuk di
dalamnya filsafat pendidikan mengalami stagnasi. Demikian pula riset-riset di dalamnya.3
Berbagai keprihatinan para pakar di atas merupakan indikasi mengenai pentingnya
konstruksi filsafat pendidikan Islam, karena bagaimanapun filsafat bukanlah penyelidikan
yang terpisah dan eksklusif. Tetapi justru merupakan bagian dari kehidupan manusia
Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manu- sia, dan seluruh proses hidup
dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan. Atau meminjam istilah Lodge bahwa “live
is education and education is live”.4 Sebagai persoalan hidup, maka pendidikan dalam
pengembangan konsep- konsepnya perlu menggunakan sistem pemikiran filsafat tersebut di
atas, yang menyangkut meta- fisika, epistemologi, aksiologi, dan logika, karena problem
yang ada dalam lapangan pendidikan juga berada dalam lapangan pendidikan tersebut.
Karena itu, hubungan antara filsafat dan pendidikan sangat erat.
Eratnya hubungan antara filsafat dan pendidikan ini diakui oleh Kilpatrick sebagai
berikut: “Philosophizing and education are, then, but two stages of the same endeavor;
philosophizing to think out better values and idealism, education to realize these in life, in
human personality”.5
Dengan demikian, berfilsafat dan mendidik adalah dua tahap kegiatan tapi dalam satu
usaha. Berfilsafat ialah memikirkan dengan seksama nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik,
sedangkan mendidik ialah usaha merealisasi nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan dan
dalam kepribadian manusia.
Sistem pemikiran filsafat tersebut jika dikaitkan dengan pendidikan, maka dalam
lapangan metafisika misalnya, antara lain diperlukan adanya pendirian mengenai pandangan
dunia yang bagaimanakah yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan. Dalam lapangan
epistemologi antara lain diperlukan dalam penyusunan dasar-dasar kurikulum. Kurikulum
yang biasa diartikan sebagai serangkaian kegiatan atau sarana untuk mencapai tujuan
1
Muslim Abdurrahman, Islam Transformatif, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), 5.
2
A. Syafi’i Ma’arif, et al., Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1993), 23.
3
Mochtar Buchori, Pendidikan dalam Pembangunan, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), 15.
4
Rupert C. Lodge, Philosophy of Education, (New York: Harper&Brothers, 1947), 66.
5
William H. Kilpatrick, Philosophy of Education, (New York: MacMillan Coy, 1957), 33.
pendidikan, diibaratkan sebagai jalan raya yang perlu dilewati oleh peserta didik dalam
usaha mengenal dan memahami pengetahuan. Agar para peserta didik berhasil dalam
mencapai tujuan itu, maka secara bertahap mereka perlu mengenal hakikat pengetahuan.
Dalam lapangan aksiologi, yakni yang mempelajari nilai-nilai, juga sangat dekat dengan
pendidikan, karena dunia nilai (etika dan estetika), juga menjadi dasar pendidikan, yang
selalu dipertimbangkan dalam penentuan tujuan pendidikan. Di samping itu, pendidikan
sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural dan keagamaan, tidak dapat lepas dari sistem
nilai. Dan dalam lapangan logika, sebagai cabang filsafat yang meletakkan landasan
mengenai ajaran berpikir yang benar dan valid, sangat diperlukan dalam pendidikan
kecerdasan. Pelaksanaan pendidikan menghendaki seseorang mampu meng- utarakan
pendapat dengan benar dan valid sehingga diperlukan penguasaan logika.
Karena itu, hubungan antara filsafat dan pendidikan merupa- kan keharusan, terutama
dalam menjawab persoalan-persoalan pokok dan mendasar yang dihadapi oleh pendidikan.
John S Burbacher sebagaimana dikutip oleh Ozmon dan Craver 6 menyaran- kan agar
persoalan-persoalan yang mendasar tentang pendidikan dibahas dan dipecahkan menurut
teori filsafat. Sebagai implikasinya diperlukan bangunan filsafat pendidikan yang kokoh
dalam pelaksanaan sistem pendidikan.
Jika tidak demikian, dikhawatirkan akan terjadi:
1. Pendidikan akan terapung-apung (tanpa tujuan)
2. tujuan-tujuan pendidikan akan samar-samar (meragukan), bertentangan, dan tidak
menunjang kesetiaan
3. ukuran-ukuran dasar pendidikan menjadi sangat longgar
4. ketidak menentuan peranan pendidikan dalam suatu masyarakat
5. sekolah-sekolah akan memberikan banyak kebebasan kepada peserta didik dan tidak
mampu memupuk apresiasi terhadap otoritas dan kontrol
6. sekolah akan menjadi sangat sekular dan mengabaikan agama.
Ibarat sebuah bangunan rumah, maka bangunan filsafat pendidikan Islam itu
mencakup berbagai dimensi, yaitu pertama, dimensi bahan-bahan dasar yang menentukan
kuat atau tidaknya suatu fondasi bangunan. Dalam konteks filsafat pendidikan Islam,
sumber-sumber atau semangat pemikiran berasal dari para pemikir pendidikan Islam itu
sendiri. Kedua, dimensi fondasi bangunan itu sendiri, yang berupa prinsip atau dasar dan
asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar) berpikir dalam menjawab persoalan-persoalan
pokok pendidikan yang termuat dalam sistem (komponen- komponen pokok aktivitas)
pendidikan Islam. Ketiga, adalah dimensi tiang penyangga yang berupa struktur ide-ide
dasar serta pemikiran- pemikiran yang fundamental yang telah dirumuskan oleh pemikir
pendidikan Islam itu sendiri dalam mengembangkan, mengarahkan, dan memperkokoh
6
Howard A. Ozmon, et al., Philosophical and Foundations of Education, (New Jersey: Prentice- Hall, Inc,
1995), 94.
bangunan sistem pendidikan Islam.

C. Filsafat Pendidikan Islam

Filsafat pendidikan isam merupakan sebuah konsep berpikir tentang kependidikan yang
berlandaskan pada ajaran-ajaran agama Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk
dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh
kepribadiannya dijiwai oleh ajaran agama Islam. Pandangan dasar yang dijadikan titik tolak
studinya adalah ilmu pengetahuan teoritis dan praktis dalam segala bidang keilmuan yang
berkaitan dengan masalah kependidikan yang ada dan yang akan ada dalam masyarakat yang
terus berkembang. Dengan demikian, yang lebih tepat dalam melakukan studi tentang filsafat
pendidikan Islam ini adalah bila keduanya dapat terpenuhi yakni segi ilmiah dapat
dibenarkan dan dari segi diniyah dapat dipertanggung jawabkan.

Dalam duia keislaman, ajaran filsafat pendidikan Islam lah yang berperan sebagai
pondasi atau dasar proses pembelajaran yang akan di aplikasikan. Jika pendidikan menjadi
dasar pelaksanaan tercapainya suatu tujuan, maka fungsi dari filsafat pendidikan Islam adalah
sebagai pedoman atau acuan pembelajaran itu sendiri.

Dialektika pemikiran filsafat pendidikan Islam di Indonesia pada dasarnya dapat dilihat
dari berbagai sudut pandang, yang mana masing-masing sudut pandang memiliki tipologi
tersendiri.

1. Pertama, dari sisi sumber pemikiran, selain ia berasal dari ajaran murni agama yang
tertuang dalam al-Qur’an, al-Sunnah, dan pendapat para ulama, juga dari ideologi
berbangsa dan bernegara, sosio- kultural yang berkembang di masyarakat (baik masa
lalu mau- pun masa sekarang), dan tuntutan modernitas yang dihadapi.
2. Kedua,dari sisi dasar pemikiran, selain menggunakan dasar filsafat Islam, juga
memungkinkan penggunaan dasar filsafat Yunani atau filsafat Barat yang pada
akhirnya bermuara pada aliran-aliran filsafat pendidikan, seperti Perenialisme,
Esensialisme, Eksistensialisme, Progressifisme, dan Rekonstruksionisme.
3. Ketiga, dari sisi pendekatan pemikiran, selain menggunakan pendekatan doktriner,
normatif, dan idealistik, juga memungkinkan menggunakan pendekatan adopsi, adaptif-
akomodatif, atau pragmatis.
4. Keempat, dari sisi pola pemikiran, selain-menampilkan pemikiran yang spekulatif-
rasio- nalistik, juga memungkinkan menampilkan pemikiran yang spekulatif-intuitif.
5. Kelima, dari sisi wilayah jangkauannya, selain pemikiran filsafat yang bersifat universal
yang dapat diaplikasikan untuk semua tempat, keadaan, dan zaman, juga memungkinkan
bersifat lokal yang khusus untuk tempat, keadaan, dan zaman ter- tentu saja. Keenam
dari sisi wacana pemikirannya yang berkembang, yang menyangkut tinjauan filosofis
tentang komponen-komponen pokok aktivitas pendidikan Islam (seperti tujuan,
pendidik, peserta didik, kurikulum, metode, dan lingkungan), dan mungkin masih
banyak lagi sudut pandang yang lain.

Filsafat pendidikan islam mempunyai peran dalam dua arah. Pertama, ke arah
pengembangan konsep-konsep filosofis dari pendidikan Islam, yang secara otomatis akan
menghasilkan teori-teori baru dalam ilmu pendidikan Islam. Kedua, ke arah perbaikan dan
pembaharuan pelaksanaan pendidikan Islam.

Adapun ruang lingkup dari filsafat pendidikan Islam meliputi aspek-aspek tujuan
pendidikan, kurikulum, pendidik, peserta didik, metode, materi, evaluasi, dan ligkungan
pendidikan.

Di dalam ilmu pendidikan mempunyai sosok tokoh-tokoh Islam dalam ilmu pendidikan
yaitu seperti, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al-Kindi, Al-Khawarizmi, dan Al-Ghazali. Dari
beberapa tokoh tersebut, beliau semua adalah tokoh yang sangat penting dan berpengaruh di
dunia dalam ilmu pendidikan.

D. Filsafat Pendidikan dalam Dunia Islam

Filsafat pendidikan dalam dunia Islam mempunyai kedudukan sebagai alat atau sarana
untuk memhami dan untuk menyelesaiakn permasalahan pendidikan Islam dengan
mendasarkan atas keterkaitan hubungan antara teori dan praktek pendidikan. Karena
pendidikan akan mampu berkembang bilamana benar-benar terlibat dalam dinamika
kehidupan masyarakat. Antara pendidikan dan masyarakat selalu terjadi interaksi saling
mempengaruhi atau saling mengembangkan, sehingga satu sama lain dapat mendorong
perkembangan untuk mengokohkan posisi dan fungsi serta idealistas kehidupannya. Ia
memerlukan landasan ideal dan rasional yang memberikan pandangan mendasar, menyeluruh
dan sistematis tentang hakekat yang ada di balik masalah pendidikan yang dihadapi. Dengan
demikian, filsafat pendidikan menyumbangkan analisisnya kepada ilmu pendidikan Islam
tentang hakekat masalah yang nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar yang
dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses pendidikan.
Al-Qur’an menaruh perhatian besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Seperti
pemuatan istilah-istilah yang digunakan oleh pendidikan seperti kata tarbiyah, ta’lim, iqra’,
hingga ada kesimpulan bahwa Al-Qur’an adalah kitab pendidikan. Adapun Hadits atau As-
Sunnah menjadi sumber kedua dalam filsafat pendidikan Islam karena Nabi Muhammad
telah memberikan perhatian amat besar terhadap pendidikan, sampai ia mewajibkan mencari
ilmu.
Dalam masyarakat yang sedang mengalami perunbahan seperti pada abad 21 ini,
kegunaan fungsional dari filsafat pendidikan Islam adalah semakin penting, karena filsafat
menjadi landasan strategi dan kompas jalannya pendidikan Islam. Kemungkinan-
kemungkinan yang menyimpang dari tujuan pendidikan Islam akan dapat diperkecil dan
sebaliknya kemampuan dan kedayagunaan pendidikan Islam dapat lebih dimantapkan dan
diperbesar karena gangguan, hambatan serta rintangan yang bersifat mental/spiritual serta
teknis operasional akan dapat diatasi atau disingkirkan dengan lebih mudah.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1997.

A. Syafi’i Ma’arif, et al., Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia, Bandung: Mizan,
1993
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam; Jakarta: Bumi Aksara: 1996

Muslim Abdurrahman, Islam Transformatif, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995

Mochtar Buchori, Pendidikan dalam Pembangunan, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994


Rupert C. Lodge, Philosophy of Education, (New York: Harper&Brothers, 1947)
William H. Kilpatrick, Philosophy of Education, New York: MacMillan Coy, 1957

Anda mungkin juga menyukai