Anda di halaman 1dari 8

RESUME

Analisis Filosofis Tentang Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Filsafat


Pendidikan Islam dan Implikasinya terhadap Pengembangan Pendidikan Islam
( Diktonimi Pendidikan dan implikasinya pada Pendidikan Islam )

Diajukan untuk memenuhi tugas mandiri pada Mata Kuliah Analisis Kebijakan
Pendidikan Islam Indonesia

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Dr. Sumianti, S.Sos., MM., M.Pd

Disusun oleh:
MAHYUN, S.Pd
NIM.

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
IBNU SINA BATAM
2023
RESUME
Jurnal: Rizal Safarudin , Zulfamanna , Zulmuqim , M. Zalnur
Analisis Filosofis Tentang Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Filsafat
Pendidikan Islam dan Implikasinya terhadap Pengembangan Pendidikan Islam

A. Latar belakang Pengantar


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang
permasalahan ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat pendidikan Islam dan
implikasinya terhadap pengembangan Pendidikan Islam.

B. Pengagas
Adapun pengagas penulisan jurnal ini adalah adanya Peradaban Islam dikotomi ilmu
sikap atau paham yang membedakan, memisahkan, dan mempertentangkan antara
ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu non agama (ilmu umum). Istilah-istilah untuk
diskursus ini beberapa diantaranya adalah “ilmu akhirat” dan “ilmu dunia”. Ada juga
yang menyebutkan dengan ilmu syar’iyyah dan ilmu ghairusyar’iyyah, bahkan ada
juga sebutan lainnya seperti al-„ulumal-diniyyah dan al-‘ulum al-‘aqliyyah.Dengan
demikian, apapun bentuk pembedaan secara diametral terhadap ilmu secara
bertentangan adalah berarti dikotomi ilmu. sehingga secara umum timbul istilah ilmu
umum ) non agama dan ilmu agama ilmu dunia dan ilmu akhirat ilmu hitam dan ilmu
putih ilmu eksak dan ilmu non-eksak, dan lain-lain. bahkan ada pembagian yang
sangat ekstrim dalam pembagian ilmu pengetahuan dengan istilah seperti ilmu akhirat
dan ilmu duniailmu syar‟iyyah dan ilmu ghairu syar‟iyyah.

C. Landasan Hitoris
Secara historis, pendidikan Islam memiliki akar yang kuat dalam sejarah Islam. Pada
masa awal Islam, pendidikan dan pembelajaran sangat ditekankan oleh Nabi
Muhammad SAW, baik melalui pengajaran langsung maupun melalui keteladanan
dan praktik hidupnya. Pada saat itu, pendidikan Islam lebih difokuskan pada
pembentukan akhlak dan karakter yang baik, serta pemahaman terhadap ajaran-ajaran
agama Islam.

Selanjutnya, pada masa kekhalifahan Rashidun, pendidikan Islam semakin


berkembang dan diorganisir dengan baik. Pada masa tersebut, didirikan pusat-pusat
pendidikan Islam seperti madrasah, yang memberikan pendidikan formal bagi
masyarakat Islam. Selain itu, pada masa kekhalifahan Abbasiyah, pendidikan Islam
semakin berkembang dan mencapai puncaknya dalam bentuk ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Islam.

Di Indonesia, pendidikan Islam sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan Islam di


Nusantara seperti Kerajaan Aceh, Demak, dan Banten. Pada masa penjajahan
Belanda, pendidikan Islam sempat mengalami penindasan dan pembatasan. Namun,
pada masa kemerdekaan, pendidikan Islam semakin berkembang dan diakui sebagai
bagian dari sistem pendidikan nasional.
Saat ini, pendidikan Islam di Indonesia telah memiliki berbagai lembaga pendidikan
formal seperti madrasah, pesantren, dan sekolah Islam. Selain itu, pendidikan Islam
juga diintegrasikan dalam sistem pendidikan nasional dengan adanya mata pelajaran
pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah umum.

Secara keseluruhan, pendidikan Islam memiliki fungsi dan tujuan yang penting dalam
pembentukan kepribadian dan mental anak, serta menciptakan manusia yang bertakwa
kepada Allah dan bahagia dunia dan akhirat dengan menyeimbangkan berbagai
potensi yang telah dimilikinya.
D. Landasan Filosofis
Landasan filosofis dalam penyelenggaraan pendidikan Islam di Indonesia mencakup
jalur formal, nonformal, dan informal, sesuai dengan UU Sisdiknas No. 2 Tahun
2003. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang yang
meliputi pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan anak usia dini juga
dapat diselenggarakan melalui jalur formal, nonformal, dan informal, dengan bentuk
seperti taman kanak-kanak (TK) atau raudatul athfal (RA).

Dalam pendidikan formal, pendidikan Islam di lembaga pendidikan formal sudah ada
sejak tingkat pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi. Madrasah adalah
lembaga pendidikan Islam formal yang mencakup pendidikan dasar dan menengah.
Pada tingkat pendidikan tinggi, terdapat Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI/STAIN),
Institut Agama Islam (IAI/IAIN), dan Universitas Islam (UI/UIN).

Selain pendidikan formal, terdapat pula pendidikan nonformal yang diselenggarakan


sebagai pengganti, penambah, atau pelengkap pendidikan formal. Dalam pendidikan
Islam, pendidikan nonformal meliputi pengajian kitab, Taman Kanak-Kanak Alquran
(TKQ), Taman Pendidikan Alquran (TPQ), Ta'limul Qur'an lil Aulad (TQA), diniyah
taklimiyah, majelis taklim, dan sejenisnya.

Pendidikan informal dalam pendidikan Islam terjadi melalui pendidikan keluarga dan
lingkungan. Pendidikan keluarga adalah pendidikan pertama dan utama, di mana
anggota keluarga memberikan pembinaan kepada anak sejak dini. Selain itu,
pendidikan Islam dalam lingkungan masyarakat juga terjadi melalui perkumpulan
pemuda dan pemudi, kegiatan berjamaah seperti hari Jumat, acara tabligh, majelis
taklim, dan perkumpulan keagamaan lainnya.

Meskipun pendidikan Islam sudah terdapat dalam jalur formal, nonformal, dan
informal, terdapat beberapa permasalahan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam
di lembaga-lembaga pendidikan, terutama madrasah. Permasalahan tersebut bisa
disebabkan oleh faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah, kurangnya komunikasi
dan koordinasi antara komite sekolah dan pengurus madrasah, serta kurangnya
kesepahaman dan kerja sama antara madrasah dan masyarakat. Faktor internal yang
menjadi masalah madrasah meliputi jumlah madrasah swasta yang lebih besar
daripada madrasah negeri, kualitas guru yang rendah di madrasah swasta, dan
minimnya sarana dan prasarana pendidikan.
Dengan demikian, pendidikan Islam di Indonesia meliputi jalur formal, nonformal,
dan informal untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak usia dini hingga perguruan
tinggi, namun masih terdapat tantangan dalam penyelenggarannya yang perlu diatasi.
E. Fungsi dan Tujuan
Tulisan ini bertujuan mengetahui dan menganalisis tentang analisis filosofi ilmu
pengetahuan dalam perspektif filsafat.

F. Point atau Hakikat dari isi jurnal


1. Bahan ajar yang disajikan kepada siswa adalah berasal dari wahyu Allah
SWT.
Islam,masyarakat, dan Ilmu pengetahuan, maka ilmu pengetahuan sebagai unsur
sumber ketiga sebagai bahan pelajaran, Islam memandang bahwa semua ilmu
pengetahuan,pada dasarnya adalah sesuatu yang suci sebab semua ilmu
pengetahuan yang diperdapat manusia berasal dari Allah.manusia bukanlah orang
yang menciptakan ilmu pengetahuan,tetapi manusia hanya sekedar menemukan
rumusan-rumusan dan hukum-hukum yang dijadikan Allah dimuka bumi berupa
hukum alam atau sunnatullah. Melaui kerja keras manusia berdasarkan
pengalaman,penelitian,penyelidikan dan uji coba tentang sesuatu menghasilkan
ilmu. Konsep ilmu dalam islam sangatlah berberda dengan konsep barat.

2. Sejaraha diktonomi ilmu pengetahuan dalam islam


Tradisi dikotomik ilmu dalam Islam tidak bisa dipungkiri, tetapi perlu diakui
validasi dan status ilmiah masing-masing kelompok keilmuan seperti yang terjadi
pada masa Nabi Muhammad dan generasi sesudahnya. Secara klasifikasi mereka
membedakan keduanya, akan tetapi secara prinsip mereka memposisikan dalam
status dan kedudukan yang sama, sehingga keduanya mendapat porsi yang sama
untuk dieksplorasi dalam diskursus ilmu masa Nabi Muhammad merupakan
khazanah prinsip ilmu yang seharusnya dianut bahwa ada simbiosis-mutualisme
antara kedua ranah ilmu tersebut. Nabi Muhammad yang memposisikan ilmu
secara paralel tersebut menyebabkan eksplorasi terhadap ilmu selain "ilmu
agama" sudah mulai dilakukan meskipun dalam kadar yang sangat sederhana.
Dalam perspektif fakta sejarah, proses pengembangan budaya dan ilmu
pengetahuan dalam Islam, terjadi akulturasi nilai antara disiplin khazanah
keilmuan islam Pemikiran ilmu filsafat diadopsi untuk menjadi dasar pola pikir
dalam ilmu kalam yang sebenarnya dua disiplin ilmu yang berbeda, maka
terkesan adanya infiltrasi teori-teori yang fregmentatifkonfrontatif dengan doktrin
islam.

3. Faktor timbulnya diktonomi ilmu pengetahuan dalam pendidikan dalam


islam
Allah baik dalam kitabnya maupun hadis-hadis nabi Muhammad dan ilmu-ilmu
kauniyyah yaitu ilmu-ilmu yang dikembangkan akal manusia karena interaksinya
dengan alam. Sebagai akibat dari kerusakan mengerikan yang ditimbulkan orang-
orang non-Muslim kepada umat di abad ke-6 dan ke-7 H./ abad ke-12 dan ke-
13M., yakni serbuan tentara Tartar dari Timur dan pasukan Salib dari Barat, para
pemimpin Muslim kehilangan akal dan tidak mempunyai keyakinan kepada diri
sendiri. Mereka mengambil sikap yang sangat konservatif dan berusaha untuk
menjaga identitas dan milik mereka yang paling berharga dengan melarang segala
bentuk inovasi dan mengemukakan ketaatan fanatik secara harfiah kepada
syari’ah. Mereka mencanangkan pintu ijtihad tertutup, mereka memperlakukan
syari‟ah sebagai hasil karya yang sempurna dari para leluhur Sebagaimana yang
dijelaskan di sekolah-sekolah, syari’ah harus menjadi beku dan karenanya
menjaga keselamatan islam.

4. Muslim sebesar mungkin dan merekalah yang menyebabkan melaise yang


dialami dunia
Setiap Muslim yang sadar berusaha menyelidiki realitas tentang materi-materi
dan kesempatankesempatan untuk kemudian dibentuk kembali ke dalam pola-
pola Islam. Akibatnya adalah kemandegan yang membuat warga cerdik merasa
asing dan semakin terisolasinya para pemimpin. Untuk mempertahankan posisi
mereka, para pemimpin politik melakukan kesalahan yang semakin banyak dan
besar.

G. Analisis Keritis
Analisis kebijakan Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003 memiliki beberapa kelebihan yang
dapat dilihat secara kritis. Berikut adalah beberapa analisis kritis mengenai kelebihan
tersebut:

Pengakuan terhadap pendidikan Islam: UU No. 20 Tahun 2003 memberikan pengakuan


yang jelas terhadap pendidikan Islam dengan menyediakan jalur formal, nonformal, dan
informal. Hal ini merupakan kelebihan karena mengakui keberagaman dalam pendidikan dan
memberikan ruang bagi pendidikan Islam untuk berkembang sesuai dengan prinsip dan nilai-
nilai agama Islam.

Keterpaduan pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional: UU tersebut


menyelaraskan pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional, sehingga pendidikan
Islam diintegrasikan ke dalam kerangka pendidikan yang lebih luas. Hal ini memastikan
bahwa pendidikan Islam tidak terisolasi atau terpinggirkan, tetapi diperlakukan sejajar
dengan pendidikan umum, sehingga menciptakan kesetaraan dan kesempatan yang adil bagi
peserta didik.

Keberagaman jalur pendidikan: UU tersebut mengakomodasi keberagaman jalur


pendidikan Islam, mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi. Hal
ini memberikan fleksibilitas bagi individu untuk memilih jalur pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan dan minat mereka. Keberagaman ini juga membantu dalam menjaga
identitas dan nilai-nilai Islam dalam pendidikan.
Pengakuan dan regulasi terhadap lembaga pendidikan Islam: UU tersebut memberikan
pengakuan dan regulasi terhadap lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah, pesantren,
sekolah tinggi agama, dan institut agama. Hal ini memberikan legitimasi dan kerangka kerja
yang jelas bagi lembaga-lembaga tersebut dalam menyelenggarakan pendidikan Islam.
Regulasi ini juga dapat membantu meningkatkan kualitas dan akuntabilitas pendidikan Islam.

Peningkatan aksesibilitas pendidikan Islam: Dengan adanya keberagaman jalur pendidikan


dan pengakuan terhadap lembaga pendidikan Islam, UU tersebut membantu meningkatkan
aksesibilitas pendidikan Islam bagi masyarakat. Hal ini penting dalam memastikan bahwa
semua individu, terlepas dari latar belakang dan kondisi sosial-ekonomi, memiliki
kesempatan yang adil untuk mendapatkan pendidikan Islam yang berkualitas.

Namun, penting juga untuk mencatat bahwa meskipun terdapat kelebihan dalam analisis
kebijakan Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003, masih ada tantangan dan permasalahan yang
perlu diatasi. Beberapa permasalahan yang mungkin timbul termasuk kurangnya sarana dan
prasarana pendidikan, kualitas guru yang rendah di beberapa lembaga pendidikan Islam, serta
kurangnya koordinasi dan kerjasama antara lembaga pendidikan Islam dan masyarakat.
Dalam mengimplementasikan kebijakan ini, penting untuk terus melakukan evaluasi,
perbaikan, dan peningkatan agar pendidikan Islam di Indonesia dapat berkembang dengan
baik.
KEKURANGAN
Kurangnya pengakuan dan dukungan penuh: Meskipun UU tersebut memberikan
pengakuan terhadap pendidikan Islam, ada argumen bahwa pengakuan ini masih terbatas dan
tidak sepenuhnya memberikan dukungan yang cukup kepada pendidikan Islam. Misalnya,
dalam alokasi anggaran pendidikan, terkadang pendidikan Islam tidak mendapatkan alokasi
yang adil dibandingkan dengan pendidikan umum. Hal ini dapat memengaruhi ketersediaan
sumber daya yang memadai untuk pendidikan Islam.

Ketimpangan antara madrasah negeri dan swasta: Terdapat ketimpangan yang signifikan
antara jumlah madrasah negeri dan swasta. Jumlah madrasah swasta jauh lebih besar, namun
kualitas guru di madrasah swasta cenderung rendah dibandingkan dengan guru di madrasah
negeri. Hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan Islam yang disediakan oleh
madrasah.

Kurangnya aksesibilitas pendidikan Islam berkualitas: Meskipun UU tersebut bertujuan


untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan Islam, masih terdapat tantangan dalam
mencapai aksesibilitas yang merata dan berkualitas. Beberapa daerah, terutama di daerah
pedesaan atau terpencil, masih menghadapi keterbatasan dalam infrastruktur dan sumber daya
untuk menyediakan pendidikan Islam yang berkualitas. Hal ini dapat menyebabkan
kesenjangan pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Tantangan dalam integrasi kurikulum: Meskipun pendidikan Islam diintegrasikan dalam
kerangka pendidikan nasional, masih terdapat tantangan dalam integrasi kurikulum antara
pendidikan Islam dan pendidikan umum. Beberapa lembaga pendidikan Islam mungkin
menghadapi kesulitan dalam mengintegrasikan nilai-nilai agama Islam dengan kurikulum
nasional yang lebih umum, sehingga dapat menghasilkan pendidikan yang terfragmentasi
atau tidak seimbang.

Kurangnya koordinasi dan sinergi antara lembaga pendidikan Islam dan masyarakat:
Meskipun UU tersebut mengakui pentingnya kerja sama antara lembaga pendidikan Islam
dan masyarakat, masih terdapat kurangnya koordinasi dan sinergi antara kedua pihak. Hal ini
dapat menghambat pengembangan pendidikan Islam yang holistik dan tidak mengoptimalkan
peran masyarakat dalam mendukung pendidikan Islam.

Penting untuk mengakui bahwa setiap kebijakan memiliki kelebihan dan kelemahan. Dalam
mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, diperlukan upaya kolaboratif dari pemerintah,
lembaga pendidikan Islam, dan masyarakat untuk terus meningkatkan kualitas dan
aksesibilitas pendidikan Islam di Indonesia.

SOLUSI
beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan untuk mengatasi kelemahan dalam analisis
kebijakan Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003:

Peningkatan alokasi anggaran: Pemerintah perlu meningkatkan alokasi anggaran untuk


pendidikan Islam secara proporsional dan adil. Hal ini akan membantu meningkatkan kualitas
pendidikan Islam dengan menyediakan sumber daya yang memadai, seperti fasilitas, materi
pembelajaran, dan pelatihan guru.

Peningkatan kualitas pendidikan di madrasah swasta: Diperlukan langkah-langkah konkret


untuk meningkatkan kualitas pendidikan di madrasah swasta, seperti program pelatihan dan
pengembangan profesional bagi guru, serta pengawasan yang lebih ketat terhadap kualitas
pendidikan yang disediakan.

Penyediaan aksesibilitas pendidikan Islam yang merata: Pemerintah harus fokus pada
penyediaan infrastruktur dan sumber daya pendukung di daerah pedesaan atau terpencil,
sehingga aksesibilitas pendidikan Islam dapat ditingkatkan secara merata. Ini dapat
mencakup pembangunan sekolah, pengiriman guru yang berkualitas ke daerah-daerah
terpencil, dan pemberian bantuan pendidikan kepada keluarga yang kurang mampu.
Pengembangan kurikulum yang terintegrasi: Diperlukan upaya untuk mengembangkan
kurikulum yang terintegrasi antara pendidikan Islam dan pendidikan umum. Ini dapat
mencakup pengembangan materi yang relevan dan sesuai dengan nilai-nilai agama Islam,
sambil tetap memenuhi standar pendidikan nasional. Pengembangan kurikulum yang
seimbang dan terpadu akan membantu menciptakan pendidikan Islam yang holistik dan
komprehensif.

Peningkatan koordinasi dan sinergi antara lembaga pendidikan Islam dan masyarakat:
Diperlukan upaya untuk memperkuat kerja sama antara lembaga pendidikan Islam dan
masyarakat. Ini dapat dilakukan melalui forum diskusi, pertemuan rutin, dan keterlibatan
aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait pendidikan Islam. Sinergi yang kuat
antara lembaga pendidikan Islam dan masyarakat akan memperkuat dukungan dan partisipasi
dalam pengembangan pendidikan Islam.

Peningkatan pemantauan dan evaluasi: Pemerintah perlu meningkatkan pemantauan dan


evaluasi terhadap implementasi kebijakan pendidikan Islam. Hal ini akan membantu
mengidentifikasi kendala, memperbaiki kelemahan, dan memastikan keberhasilan
pelaksanaan kebijakan dalam mencapai tujuan pendidikan Islam yang berkualitas.

Penerapan solusi-solusi tersebut akan memerlukan kerja sama antara pemerintah, lembaga
pendidikan Islam, masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya. Dengan upaya bersama,
diharapkan pendidikan Islam di Indonesia dapat terus berkembang dan memberikan manfaat
yang optimal bagi peserta didik dan masyarakat secara keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai