Diajukan untuk memenuhi tugas mandiri pada Mata Kuliah Analisis Kebijakan
Pendidikan Islam Indonesia
Disusun oleh:
MAHYUN, S.Pd
NIM.
B. Pengagas
Adapun pengagas penulisan jurnal ini adalah adanya Peradaban Islam dikotomi ilmu
sikap atau paham yang membedakan, memisahkan, dan mempertentangkan antara
ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu non agama (ilmu umum). Istilah-istilah untuk
diskursus ini beberapa diantaranya adalah “ilmu akhirat” dan “ilmu dunia”. Ada juga
yang menyebutkan dengan ilmu syar’iyyah dan ilmu ghairusyar’iyyah, bahkan ada
juga sebutan lainnya seperti al-„ulumal-diniyyah dan al-‘ulum al-‘aqliyyah.Dengan
demikian, apapun bentuk pembedaan secara diametral terhadap ilmu secara
bertentangan adalah berarti dikotomi ilmu. sehingga secara umum timbul istilah ilmu
umum ) non agama dan ilmu agama ilmu dunia dan ilmu akhirat ilmu hitam dan ilmu
putih ilmu eksak dan ilmu non-eksak, dan lain-lain. bahkan ada pembagian yang
sangat ekstrim dalam pembagian ilmu pengetahuan dengan istilah seperti ilmu akhirat
dan ilmu duniailmu syar‟iyyah dan ilmu ghairu syar‟iyyah.
C. Landasan Hitoris
Secara historis, pendidikan Islam memiliki akar yang kuat dalam sejarah Islam. Pada
masa awal Islam, pendidikan dan pembelajaran sangat ditekankan oleh Nabi
Muhammad SAW, baik melalui pengajaran langsung maupun melalui keteladanan
dan praktik hidupnya. Pada saat itu, pendidikan Islam lebih difokuskan pada
pembentukan akhlak dan karakter yang baik, serta pemahaman terhadap ajaran-ajaran
agama Islam.
Secara keseluruhan, pendidikan Islam memiliki fungsi dan tujuan yang penting dalam
pembentukan kepribadian dan mental anak, serta menciptakan manusia yang bertakwa
kepada Allah dan bahagia dunia dan akhirat dengan menyeimbangkan berbagai
potensi yang telah dimilikinya.
D. Landasan Filosofis
Landasan filosofis dalam penyelenggaraan pendidikan Islam di Indonesia mencakup
jalur formal, nonformal, dan informal, sesuai dengan UU Sisdiknas No. 2 Tahun
2003. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang yang
meliputi pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan anak usia dini juga
dapat diselenggarakan melalui jalur formal, nonformal, dan informal, dengan bentuk
seperti taman kanak-kanak (TK) atau raudatul athfal (RA).
Dalam pendidikan formal, pendidikan Islam di lembaga pendidikan formal sudah ada
sejak tingkat pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi. Madrasah adalah
lembaga pendidikan Islam formal yang mencakup pendidikan dasar dan menengah.
Pada tingkat pendidikan tinggi, terdapat Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI/STAIN),
Institut Agama Islam (IAI/IAIN), dan Universitas Islam (UI/UIN).
Pendidikan informal dalam pendidikan Islam terjadi melalui pendidikan keluarga dan
lingkungan. Pendidikan keluarga adalah pendidikan pertama dan utama, di mana
anggota keluarga memberikan pembinaan kepada anak sejak dini. Selain itu,
pendidikan Islam dalam lingkungan masyarakat juga terjadi melalui perkumpulan
pemuda dan pemudi, kegiatan berjamaah seperti hari Jumat, acara tabligh, majelis
taklim, dan perkumpulan keagamaan lainnya.
Meskipun pendidikan Islam sudah terdapat dalam jalur formal, nonformal, dan
informal, terdapat beberapa permasalahan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam
di lembaga-lembaga pendidikan, terutama madrasah. Permasalahan tersebut bisa
disebabkan oleh faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah, kurangnya komunikasi
dan koordinasi antara komite sekolah dan pengurus madrasah, serta kurangnya
kesepahaman dan kerja sama antara madrasah dan masyarakat. Faktor internal yang
menjadi masalah madrasah meliputi jumlah madrasah swasta yang lebih besar
daripada madrasah negeri, kualitas guru yang rendah di madrasah swasta, dan
minimnya sarana dan prasarana pendidikan.
Dengan demikian, pendidikan Islam di Indonesia meliputi jalur formal, nonformal,
dan informal untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak usia dini hingga perguruan
tinggi, namun masih terdapat tantangan dalam penyelenggarannya yang perlu diatasi.
E. Fungsi dan Tujuan
Tulisan ini bertujuan mengetahui dan menganalisis tentang analisis filosofi ilmu
pengetahuan dalam perspektif filsafat.
G. Analisis Keritis
Analisis kebijakan Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003 memiliki beberapa kelebihan yang
dapat dilihat secara kritis. Berikut adalah beberapa analisis kritis mengenai kelebihan
tersebut:
Namun, penting juga untuk mencatat bahwa meskipun terdapat kelebihan dalam analisis
kebijakan Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003, masih ada tantangan dan permasalahan yang
perlu diatasi. Beberapa permasalahan yang mungkin timbul termasuk kurangnya sarana dan
prasarana pendidikan, kualitas guru yang rendah di beberapa lembaga pendidikan Islam, serta
kurangnya koordinasi dan kerjasama antara lembaga pendidikan Islam dan masyarakat.
Dalam mengimplementasikan kebijakan ini, penting untuk terus melakukan evaluasi,
perbaikan, dan peningkatan agar pendidikan Islam di Indonesia dapat berkembang dengan
baik.
KEKURANGAN
Kurangnya pengakuan dan dukungan penuh: Meskipun UU tersebut memberikan
pengakuan terhadap pendidikan Islam, ada argumen bahwa pengakuan ini masih terbatas dan
tidak sepenuhnya memberikan dukungan yang cukup kepada pendidikan Islam. Misalnya,
dalam alokasi anggaran pendidikan, terkadang pendidikan Islam tidak mendapatkan alokasi
yang adil dibandingkan dengan pendidikan umum. Hal ini dapat memengaruhi ketersediaan
sumber daya yang memadai untuk pendidikan Islam.
Ketimpangan antara madrasah negeri dan swasta: Terdapat ketimpangan yang signifikan
antara jumlah madrasah negeri dan swasta. Jumlah madrasah swasta jauh lebih besar, namun
kualitas guru di madrasah swasta cenderung rendah dibandingkan dengan guru di madrasah
negeri. Hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan Islam yang disediakan oleh
madrasah.
Kurangnya koordinasi dan sinergi antara lembaga pendidikan Islam dan masyarakat:
Meskipun UU tersebut mengakui pentingnya kerja sama antara lembaga pendidikan Islam
dan masyarakat, masih terdapat kurangnya koordinasi dan sinergi antara kedua pihak. Hal ini
dapat menghambat pengembangan pendidikan Islam yang holistik dan tidak mengoptimalkan
peran masyarakat dalam mendukung pendidikan Islam.
Penting untuk mengakui bahwa setiap kebijakan memiliki kelebihan dan kelemahan. Dalam
mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, diperlukan upaya kolaboratif dari pemerintah,
lembaga pendidikan Islam, dan masyarakat untuk terus meningkatkan kualitas dan
aksesibilitas pendidikan Islam di Indonesia.
SOLUSI
beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan untuk mengatasi kelemahan dalam analisis
kebijakan Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003:
Penyediaan aksesibilitas pendidikan Islam yang merata: Pemerintah harus fokus pada
penyediaan infrastruktur dan sumber daya pendukung di daerah pedesaan atau terpencil,
sehingga aksesibilitas pendidikan Islam dapat ditingkatkan secara merata. Ini dapat
mencakup pembangunan sekolah, pengiriman guru yang berkualitas ke daerah-daerah
terpencil, dan pemberian bantuan pendidikan kepada keluarga yang kurang mampu.
Pengembangan kurikulum yang terintegrasi: Diperlukan upaya untuk mengembangkan
kurikulum yang terintegrasi antara pendidikan Islam dan pendidikan umum. Ini dapat
mencakup pengembangan materi yang relevan dan sesuai dengan nilai-nilai agama Islam,
sambil tetap memenuhi standar pendidikan nasional. Pengembangan kurikulum yang
seimbang dan terpadu akan membantu menciptakan pendidikan Islam yang holistik dan
komprehensif.
Peningkatan koordinasi dan sinergi antara lembaga pendidikan Islam dan masyarakat:
Diperlukan upaya untuk memperkuat kerja sama antara lembaga pendidikan Islam dan
masyarakat. Ini dapat dilakukan melalui forum diskusi, pertemuan rutin, dan keterlibatan
aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait pendidikan Islam. Sinergi yang kuat
antara lembaga pendidikan Islam dan masyarakat akan memperkuat dukungan dan partisipasi
dalam pengembangan pendidikan Islam.
Penerapan solusi-solusi tersebut akan memerlukan kerja sama antara pemerintah, lembaga
pendidikan Islam, masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya. Dengan upaya bersama,
diharapkan pendidikan Islam di Indonesia dapat terus berkembang dan memberikan manfaat
yang optimal bagi peserta didik dan masyarakat secara keseluruhan.